KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat...
-
Upload
vuongquynh -
Category
Documents
-
view
235 -
download
0
Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat...
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT
TRIWULAN II-2008
KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG
Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326
Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di
wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan
kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang
didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsi-
fungsi utama.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas perkenan dan karunia-Nya,
buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan II-2008” ini akhirnya selesai disusun.
Hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat pada triwulan tersebut memberi
gambaran bahwa kondisi ekonomi regional di Jawa Barat menunjukkan perlambatan dibandingkan
triwulan sebelumnya, sementara inflasi meningkat.
Setelah tumbuh cukup tinggi pada triwulan I-2008, (7,13% (yoy)), perekonomian Jawa Barat
selama triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh melambat menjadi sebesar 5,07% (yoy). Perlambatan ini
terutama disebabkan oleh penurunan nilai tambah di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan,
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumya. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat yang melambat disebabkan melemahnya permintaan konsumsi rumah tangga dan menurunnya
kegiatan ekspor. Adapun laju pertumbuhan investasi di Jawa Barat masih tetap terjaga pada level yang
cukup tinggi, sejalan dengan membaiknya rating Indonesia sebagai negara tujuan investasi.
Seperti triwulan sebelumnya, perkembangan inflasi di Jawa Barat pada triwulan II-2008 masih
mendapatkan tekanan yang cukup besar terutama sebagai dampak kenaikan harga berbagai
komoditas pangan dan energi di pasar internasional. Kenaikan harga minyak bumi dari kisaran
USD80/barrel pada tahun 2007 menjadi di atas USD130/barrel pada pertengahan tahun 2008, telah
mendorong pemerintah pada tanggal 24 Mei 2008 untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, yang
meliputi premium, minyak tanah, dan solar, rata-rata sebesar 28,75%. Hal ini mengakibatkan inflasi
administered prices melonjak signifikan. Di samping itu, harga bahan makanan yang harganya
berfluktuasi (volatile food) juga masih mengalami peningkatan signifikan. Perkembangan tersebut
menyebabkan peningkatan laju inflasi di Jawa Barat. Tingkat inflasi gabungan tujuh kota di Jawa Barat
(meliputi Kota Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor, Sukabumi, dan Banjar) selama triwulan
II-2008 tercatat sebesar 4,41% (qtq) atau 11,83% (yoy), lebih tinggi daripada inflasi pada triwulan
sebelumnya.
Di sisi pembiayaan, perekonomian Jawa Barat didukung pula oleh peningkatan fungsi
intermediasi perbankan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan yang lebih pesat baik secara triwulanan
(qtq) maupun tahunan (yoy), untuk beberapa indikator seperti aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit
selama periode triwulan II-2008. Sebagian besar aset perbankan (94%) di Jawa Barat merupakan aset
bank umum konvensional. Sementara itu, sisanya sebesar 6% berasal dari aset bank umum syariah
dan BPR/S dengan porsi masing-masing 3%. Total aset bank umum konvensional pada triwulan II-
2008 naik 4,58% (qtq) mencapai posisi Rp139,72 triliun, atau secara tahunan total aset tumbuh
sebesar 13,92% (yoy). Posisi kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional meningkat 9,78%
(qtq) atau 24,88% (yoy) menjadi Rp77,92 triliun. Di sisi lain, DPK yang dihimpun bank umum
konvensional menurun 4,15% (qtq) atau 10,64% (yoy) menjadi Rp105,98 triliun. Kenaikan
ii
pertumbuhan kredit yang lebih tinggi daripada pertumbuhan DPK mengakibatkan LDR bank umum di
Jawa Barat naik dari 69,75% menjadi 73,52% pada triwulan I-2008.
Perekonomian Jawa Barat juga tidak terlepas dari dukungan pembiayaan yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun demikian, sampai dengan triwulan II-2008,
peranannya masih relatif kecil. Sampai dengan triwulan I-2008, realisasi belanja langsung diperkirakan
masih sangat rendah. Sampai dengan triwulan I-2008, realisasi belanja daerah baru 6,39% (Rp386,37
miliar) dari total belanja daerah selama tahun 2008 yang sebesar Rp6,05 triliun. Sementara itu,
realisasi belanja daerah hingga triwulan II-2008 diperkirakan baru sekitar 20%-30%, seperti realisasi
belanja pada periode yang sama tahun 2007.
Sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Jawa Barat, kondisi ketenagakerjaan dan
kesejahteraan di Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Menurut BPS, tingkat
pengangguran terbuka di Jawa Barat mengalami penurunan, yakni dari 14,51% pada Februari 2007
menjadi 12,28% pada Februari 2008. Sementara itu, angka kemiskinan di Provinsi Jawa Barat
menunjukkan penurunan, yaitu dari 5,46 juta jiwa (13,55%) pada posisi Maret 2007, menjadi 5,32
juta jiwa (13,01%) pada bulan Maret 2008.
Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain
berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor
Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa
Barat, dinas-dinas terkait, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat, Badan Pusat Statistik, Badan
Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam
kesempatan ini, perkenankan kiranya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini.
Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku
ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat
baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.
Bandung, 1 Agustus 2008
TTD
Yang Ahmad Rizal Pemimpin
iii
DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................................................... i Daftar Isi .............................................................................................................................. iii Daftar Tabel ......................................................................................................................... v Daftar Grafik........................................................................................................................ vii Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat ..................................................................................... xi RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ............................................................................. 7
1. Sisi Permintaan..................................................................................................................... 10 1.1. Konsumsi.................................................................................................................... 10 1.2. Investasi...................................................................................................................... 13 1.3. Ekspor-Impor.............................................................................................................. 15
2. Sisi Penawaran............ ......................................................................................................... 16 2.1. Sektor Pertanian ........................................................................................................... 16 2.2. Sektor Industri Pengolahan ........................................................................................... 19 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran...................................................................... 21 2.4. Sektor Keuangan .......................................................................................................... 22 2.5. Sektor Bangunan .......................................................................................................... 23 2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.......................................................................... 24 2.7. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih................................................................................... 25 2.8. Sektor Jasa-jasa............................................................................................................. 26
Boks 1. Efektivitas Penyaluran BLT di Kota Bandung ............................................................... 27 Boks 2. Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Perilaku Konsumsi Rumah Tangga di Kota
Bandung..................................................................................................................... 28
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH.......................................................................... 29 1. Inflasi Triwulanan ................................................................................................................ 31
1.1. Disagregasi Inflasi ....................................................................................................... 32 a. Inflasi Inti............................................................................................................. 32 b. Inflasi Volatile Food ............................................................................................. 35 c. Inflasi Administered Prices ................................................................................... 35
1.2. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................................................ 36 a. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan ......................................... 37 b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau................................ 38 c. Kelompok Bahan Makanan ................................................................................. 38 d. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .................................... 39 e. Kelompok Kesehatan .......................................................................................... 40 f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga .................................................... 41 g. Kelompok Sandang ............................................................................................ 41
1.3. Inflasi Menurut Kota................................................................................................... 42 2. Inflasi Tahunan .................................................................................................................... 43
2.1. Disagregasi Inflasi ....................................................................................................... 43 a. Inflasi Inti............................................................................................................. 44 b. Inflasi Volatile Food ............................................................................................. 45 c. Inflasi Administered Prices .................................................................................. 46
2.2. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................................................ 46 a. Kelompok Bahan Makanan ................................................................................. 47 b. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .................................... 48 c. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan ......................................... 49 d. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau................................ 50 e. Kelompok Sandang............................................................................................. 51 f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga................................................... 51 g. Kelompok Kesehatan ......................................................................................... 52
iv
2.3. Inflasi Menurut Kota................................................................................................... 53 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH ................................................................. 55
1. Bank Umum Konvensional .................................................................................................. 57 1.1. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Konvensional...................................... 58 1.2. Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional .............................................................. 60
1.2.1. Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Bank Pelapor ............................. 60 1.2.2. Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Lokasi Proyek ............................. 62 1.2.3. Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional .................................... 63 1.2.4. NPL/Risiko Kredit ................................................................................................ 64 1.2.5. Perkembangan Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) ............................... 65
2. Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung ................................. 67 3. Bank Umum Syariah ............................................................................................................ 69 4. Bank Perkreditan Rakyat ..................................................................................................... 69
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH .................................................................. 71 Perkembangan Realisasi APBD Jawa Barat................................................................. 73
1. Realisasi Pendapatan Daerah............................................................................................... 73 2. Realisasi Belanja Daerah ....................................................................................................... 76
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ................................................................ 79 1. Pengedaran Uang Kartal.................................................................................................... 80
1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow).................................................... 80 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar........................................................................... 82 1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil ................................................................................. 82 1.4. Uang Palsu ................................................................................................................ 83
2. Sistem Pembayaran Non Tunai .......................................................................................... 83 2.1. Kliring Lokal .............................................................................................................. 83 2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) ........................................................................... 84
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH ......... 85
1. Ketenagakerjaan................................................................................................................ 87 2. Kesejahteraan.................................................................................................................... 89
Kemiskinan........................................................................................................................ 89 Kesejahteraan Petani ......................................................................................................... 90 Boks 3. Agenda Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan III-2008 Bidang Sosial Budaya... 92
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH......................................................................................... 95
1. Prospek Ekonomi Makro.................................................................................................... 96 2. Prakiraan Inflasi ................................................................................................................. 97
LAMPIRAN............................................................................................................................................... 99 DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................................................... 105
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (%)................... 9 Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi
Jawa Barat (%) .................................................................................................................. 9 Tabel 1.3. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%) ....................................... 16 Tabel 1.4. Kontribusi Sektor Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat
(%) .................................................................................................................................... 16 Tabel 1.5. Produksi dan Luas Panen Padi di Jawa Barat ...................................................................... 17 Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat............................................................... 17 Tabel 1.7. Luas Panen Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat........................................................... 17 Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat ............................................................... 18 Tabel 1.9. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat............................................................... 18 Tabel 1.10. Indikator Perhotelan di Jawa Barat..................................................................................... 20 Tabel 1.11. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat (Rp Juta) ............................................................. 21 Tabel 1.12. Perkembangan Properti Komersial ................................................................................... 22 Tabel 1.13. Jumlah Kendaraan (Golongan IIA/III) yang Masuk dan Keluar dari Gerbang Tol ................. 23 Tabel 1.14. Jumlah Penumpang Kereta Api DAOP Jawa Barat (Bandung dan Cirebon)(Juta Rupiah) .... 23 Tabel 1.15. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara ............. 24 Tabel 1.16. Jumlah Angkutan Barang (Kargo) Domestik di Bandara Husein Sastranegara .................... 24 Tabel 1.17. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (tidak termasuk Banten)(Juta Kwh)................................... 25 Tabel 2.1. Komoditas dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan I-2008 .................. 29 Tabel 2.2. Komoditas dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan I-2008.......... 29 Tabel 2.3. Komoditas Inti dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan I-2008 ............ 31 Tabel 2.4. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan I-2008.... 31 Tabel 2.5. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat Triwulan I-
2008.................................................................................................................................. 33 Tabel 2.6. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat Triwulan
I-2008 ............................................................................................................................... 33 Tabel 2.7. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi dan Deflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa
Barat Triwulan I-2008 ........................................................................................................ 34 Tabel 2.8. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi dan Deflasi Triwulanan Terbesar di
Jawa Barat Triwulan I-2008................................................................................................ 34 Tabel 2.9. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)......................... 34 Tabel 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) .......................................................... 41 Tabel 2.11. Komoditas dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret 2008............................ 42 Tabel 2.12. Komoditas dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat Maret 2008 ................... 42 Tabel 2.13. Komoditas Inti dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret 2008...................... 44 Tabel 2.14. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat Maret 2008 ............. 44 Tabel 2.15. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret 2008 ...... 44 Tabel 2.16. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat Maret
2008....................................................................................................................... ......... 44 Tabel 2.17. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Maret
2008......................... ........................................................................................................ 45 Tabel 2.18. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar di Jawa Barat
Maret 2008 ....................................................................................................................... 45 Tabel 2.19. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ................................ 46 Tabel 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) .............................................................. 52 Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi......................... ................................ 62 Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah......................................................... 63 Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan 2008 (Rp Miliar) ....................................... 81 Tabel 4.2. Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan 2008 (Rp Miliar)........................ 82
vi
Tabel 4.3. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2008.............. 82 Tabel 4.4. Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan 2008................................................ 83 Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui Bank Indonesia Bandung 91 Tabel 5.2. Perkembangan Penukaran Uang Pecahan Kecil melalui PPUPK Triwulan I-2008 ................ 93 Tabel 5.3. Perkembangan Penyelesaian Transaksi Pembayaran Non-Tunai Melalui Kliring Lokal KBI
dan RTGS di Jawa Barat (Rata-Rata Per-Bulan)................................................................... 93 Tabel 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun) ........ 94 Tabel 5.5. Perkembangan Transaksi RTGS Rata-rata Per Bulan di Jawa Barat ..................................... 95 Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat ......................................................................................... 102 Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat Tahun 2003 – 2007 ............................................. 103 Tabel 6.3. Indikator Makro Ekonomi Regional Jawa Barat.................................................................. 104 Tabel 6.4. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan di Jawa Barat Tahun 2003 – 2007 ..... 107 Tabel 6.5. Jumlah Tenaga Kerja Per Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2003 – 2007 .................... 108
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat........................................................ 8 Grafik 1.2. Situasi Bisnis...................................................................................................................... 8 Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen ............................................................................................. 10 Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini ................................................................................ 10 Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi............................................................................................. 11 Grafik 1.6. Pendaftaran Mobil Baru di Jawa Barat (Tidak Termasuk Bekasi) ......................................... 11 Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Penjualan Pedagang Besar dan Eceran............................................... 11 Grafik 1.8. Konsumsi BBM (Premium).................................................................................................. 12 Grafik 1.9. Penjualan Makanan dan Tembakau ................................................................................... 12 Grafik 1.10. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga ............................................................................ 12 Grafik 1.11. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya ........................................................................... 12 Grafik 1.12. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ................................... 13 Grafik 1.13. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ...... 13 Grafik 1.14. Penjualan Semen di Jawa Barat.......................................................................................... 13 Grafik 1.15. Penjualan Perlengkapan Konstruksi ................................................................................... 13 Grafik 1.16. Impor Barang Modal.......................................................................................................... 14 Grafik 1.17. Impor Barang Modal Utama .............................................................................................. 14 Grafik 1.18. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat ..................................... 14 Grafik 1.19. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat.......... 14 Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat .................................................................................. 15 Grafik 1.21. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat ................................................................................... 15 Grafik 1.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian ............................. 18 Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Bermotor.................................................................. 19 Grafik 1.24. Nilai dan Volume Ekspor Produk TPT ................................................................................. 19 Grafik 1.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan ............. 20 Grafik 1.26. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran........................... ................................................................................................. 21 Grafik 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Bangunan dan Konstruksi .... 22 Grafik 1.28. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi ........................................................................................................................ 24 Grafik 1.29. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih ... 25 Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa-jasa............................... 26 Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional........................................................................ 28 Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional ........................................................................... 28 Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional ............................................................................ 29 Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food
di Jawa Barat Triwulan I-2008............................................................................................ 30 Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat..... 30 Grafik 2.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ..................................................................................... 31 Grafik 2.7. Ekspektasi Dunia Usaha terhadap Harga Barang dan Jasa.................................................. 31 Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa .......................................... 32 Grafik 2.9. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa..................................................... 32 Grafik 2.10. Inflasi dan Andil Inflasi Jawa Barat Triwulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Triwulan I-2008................................................................................................................ 35 Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat.............................................. 35 Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Beberapa Komoditas Bahan Makanan di Jawa Barat ....................... 35 Grafik 2.13. Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional, IHK Minyak Goreng dan Margarine di
Jawa Barat ......................................................................................................................... 36 Grafik 2.14. Perkembangan Harga Kedelai di Pasar Internasional, IHK Tahu dan Tempe di Jawa Barat . 36 Grafik 2.15. Perkembangan Harga Gandum di Pasar Internasional, IHK Tepung Terigu dan Mie Instan
di Jawa Barat ..................................................................................................................... 36 Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas di Pasar Internasional dan IHK Emas Perhiasan di Jawa Barat . 36
viii
Grafik 2.17. Inflasi beras di Jawa Barat.................................................................................................. 36 Grafik 2.18. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di
Jawa Barat Triwulan I-2008 ............................................................................................... 37 Grafik 2.19. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Jawa
Barat.................................................................................................................................. 37 Grafik 2.20. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau menurut
Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008 ..................................................................... 37 Grafik 2.21. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Jawa Barat 38 Grafik 2.22. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Menurut
Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008 ..................................................................... 38 Grafik 2.23. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat....................................................... 39 Grafik 2.24. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok di Jawa
Barat Triwulan I-2008 ........................................................................................................ 39 Grafik 2.25. Inflasi Triwulanan Kelompok sandang di Jawa Barat......................................................... 39 Grafik 2.26. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok di Jawa
Barat Triwulan I-2008 ........................................................................................................ 39 Grafik 2.27. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga di Jawa Barat................. 40 Grafik 2.28. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Menurut Subkelompok
di Jawa Barat Triwulan I-2008 ........................................................................................... 40 Grafik 2.29. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat ..... 40 Grafik 2.30. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Menurut Subkelompok di Jawa Barat Triwulan I-2008 ...................................................... 40 Grafik 2.31. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di jawa Barat Menurut Kota Triwulan I-2008............... 41 Grafik 2.32. Inflasi dan Andil inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di
Jawa Barat Maret 2008 ..................................................................................................... 43 Grafik 2.33. Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat ........ 43 Grafik 2.34. Prakiraan Pelaku Usaha terhadap Tingkat Inflasi ................................................................ 43 Grafik 2.35. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Maret 2008 ............... 46 Grafik 2.36. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat ................................................. 47 Grafik 2.37. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret
2008.................................................................................................................................. 47 Grafik 2.38. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar di Jawa Barat ... 48 Grafik 2.39. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar Menurut
Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008 ........................................................................... 48 Grafik 2.40. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Jawa Barat 49 Grafik 2.41. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Menurut
Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008 ........................................................................... 49 Grafik 2.42. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat ............................................................. 49 Grafik 2.43. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008 .... 49 Grafik 2.44. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga di Jawa Barat .................... 50 Grafik 2.45. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Menurut Subkelompok di
Jawa Barat Maret 2008 ..................................................................................................... 50 Grafik 2.46. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat .......................................................... 51 Grafik 2.47. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan Menurut Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008.. 51 Grafik 2.48. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat.......... 51 Grafik 2.49. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Menurut
Subkelompok di Jawa Barat Maret 2008 ........................................................................... 51 Grafik 2.50. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota Maret 2008........................ 52 Grafik 3.1. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional....................................... 56 Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional ................................................... 56 Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis
Simpanan .......................................................................................................................... 57 Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok Bank
Triwulan I-2008 ................................................................................................................. 57 Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik Triwulan I-2008... 58 Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik ................ 58
ix
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat ............................................................. 59 Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank ...................................... 59 Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan
Triwulan I-2008 ......................................................................................... 59 Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan. ............ 59 Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan Sektor
Ekonomi Triwulan I-2008................................................................................................... 60 Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan
Sektor Ekonomi ................................................................................................................. 60 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Bank Pelapor dan Lokasi Proyek ...................................................... 61 Grafik 3.14. Pangsa Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan Triwulan I-2008 .................... 61 Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek .............................. 61 Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota Triwulan
I-2008................................... ............................................................................................ 61 Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional ........................... 62 Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank ............ 63 Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis
Penggunaan..................................................................................................................... 64 Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon .......................... 64 Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan
I-2008 ............................................................................................................................... 64 Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan
I-2008 ............................................................................................................................... 64 Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit Bank Umum
Konvensional...................................................... .............................................................. 64 Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Lokasi Proyek di Jawa Barat ................. ............ 65 Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Bandung........ 66 Grafik 3.26. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah ...................................................................... 67 Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat.......................................... 91 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Bank Indonesia Bandung.................................................................. 92 Grafik 6.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja dan Menganggur di Jawa Barat ....................................... 99 Grafik 6.2. Jumlah Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan ............................. 99 Grafik 6.3. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan ........................ 99 Grafik 6.4. Jumlah Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan................................... 100 Grafik 6.5. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan .............................. 100 Grafik 6.6. Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Golongan Pengeluaran Per Kapita
Sebulan di Jawa Barat (Rp)................................................................................................. 105 Grafik 6.7. Proporsi Inflasi di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa .................................... 105 Grafik 7.1. Ekspektasi Situasi Bisnis ..................................................................................................... 110 Grafik 7.2. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha.......................................................................................... 110 Grafik 7.3. Ekspektasi Pelaku Usaha terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa ........................ 111 Grafik 7.4. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga..................................................................... 112 Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa ............................ 112
xi
TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO
2007 2008 INDIKATOR
Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II*)
PDRB - harga konstan (Rp Miliar)* 68,159.54 69,633.52 70,680 70,236 71,615
- Pertanian 9,553.28 9,181.74 9,090 10,400 10,417
- Pertambangan & Penggalian 1,652.36 1,651.36 1,510 1,450 1,450
- Industri Pengolahan 29,592.55 30,289.27 30,890 30,711 30,865
- Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,478.04 1,521.32 1,570 1,563 1,526
- Bangunan 2,184.42 2,249.30 2,130 2,185 2,485
- Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,876.64 14,807.26 15,710 14,170 14,411
- Pengangkutan dan Komunikasi 3,015.66 3,048.01 3,040 3,037 3,261
- Keuangan, Persewaan, dan Jasa 2,121.46 2,174.84 2,050 2,032 2,412
- Jasa 4,685.14 4,710.44 4,690 4,688 4,788
Pertumbuhan PDRB (yoy %) 6.19 6.42 7.27 7.13 5.07
Ekspor-Impor** 2,181.47 1,618.57 1,768.92 1,687.56 1,489.81
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 4,397.07 3,130.51 3,077.29 4,729.71 3,349.32
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 2,301.76 1,333.44 1,568.05 2,013.26 1,275.36
Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 2,215.60 1,511.94 1,308.37 3,042.15 1,859.51
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 693.45 466.09 377.79 891.07 523.51
Indeks Harga Konsumen: 149.97 153.48 155.69 160.63 167.71
- Kota Bandung 151.38 155.13 157.96 162.40 171.84
- Kota Bekasi 147.48 151.39 152.62 157.67 163.95
- Kota Bogor 152.48 154.98 156.38 162.46 167.13
- Kota Sukabumi 144.37 147.09 151.81 155.98 161.74
- Kota Cirebon 143.07 146.25 149.62 154.52 161.94
- Kota Tasikmalaya 158.92 161.54 165.09 169.34 177.24
- Kota Banjar 153.11 157.19 160.26 167.78 176.20
Laju Inflasi Tahunan (yoy %): 4.82 6.08 5.10 6.88 11.83
- Kota Bandung 4.06 5.30 5.25 7.00 13.52
- Kota Bekasi 4.49 6.47 4.65 6.62 11.17
- Kota Bogor 5.84 6.19 4.50 6.58 9.61
- Kota Sukabumi 4.05 4.16 4.34 7.09 12.03
- Kota Cirebon 8.44 10.16 7.87 8.17 13.19
- Kota Tasikmalaya 9.75 9.13 7.72 6.52 11.53
- Kota Banjar 7.72 9.66 8.23 9.77 15.08
Keterangan: * Proyeksi KBI Bandung ** Data Ekspor-Impor Triwulan II-2008 adalah data bulan April s.d. Mei 2008
xii
II. PERBANKAN
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II
Bank Umum
Total Aset (Rp Triliun) 118.82 122.65 124.99 136.39 133.59 139.72
DPK (Rp Triliun) 92.24 95.8 95.91 105.57 101.76 105.98
- Tabungan (Rp Triliun) 30.1 31.81 33.56 37.78 36.58 39.44
- Giro (Rp Triliun) 18.19 20.15 21.32 22.03 22.25 23.01
- Deposito (Rp Triliun) 43.94 43.84 41.03 45.77 42.93 43.53
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek *) 102.05 109.46 115.50 122.52 127.22 135.29
- Investasi 16.03 17.06 18.54 19.19 19.39 20.50
- Modal Kerja 46.52 50.19 52.08 56.22 58.13 62.04
- Konsumsi 39.50 42.20 44.88 47.11 49.70 52.75
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 58.67 62.39 66.03 69.74 70.98 77.92
- Modal Kerja 24.47 26.15 27.73 29.98 30.36 34.31
- Investasi 5.63 6.12 6.75 7.3 7.39 8.08
- Konsumsi 28.56 30.12 31.55 32.46 33.22 35.53
- LDR 63.6 65.13 68.85 66.06 69.75 73.52
Rasio NPL Gross (%) 4.31 4.13 3.81 3.44 3.78 3.63
Rasio NPL Net (%) 2.36 2.08 1.82 1.66 2.06 1.72
Kredit MKM (triliun Rp) 47.43 50.18 52.84 54.76 55.82 60.77
Kredit Mikro (< Rp50 juta) (triliun Rp) 22.82 23.21 23.97 24.16 24.18 25.26
- Kredit Modal Kerja 2.68 2.88 2.99 2.99 3.27 3.76
- Kredit Investasi 0.52 0.47 0.62 0.59 0.41 0.48
- Kredit Konsumsi 19.63 19.86 20.36 20.58 20.50 21.02
Kredit Kecil (Rp50 juta s.d. Rp 500 juta) (triliun Rp) 12.57 14.05 15.13 15.56 16.38 18.61
- Kredit Modal Kerja 4.56 4.81 5.15 5.17 5.31 5.87
- Kredit Investasi 0.77 0.81 0.85 0.87 0.82 0.88
- Kredit Konsumsi 7.24 8.43 9.13 9.52 10.25 11.85
Kredit Menengah (Rp500 juta s.d.Rp5 miliar) (triliun Rp) 12.04 12.92 13.74 15.04 15.26 16.90
- Kredit Modal Kerja 8.64 9.29 9.79 10.78 10.84 12.07
- Kredit Investasi 1.84 1.95 2.06 2.16 2.22 2.46
- Kredit Konsumsi 1.57 1.68 1.88 2.1 2.20 2.38
Total Kredit MKM (triliun Rp) 47.43 50.18 52.84 54.76 55.82 60.77
Rasio NPL MKM gross (%) 3.94 3.91 3.65 3.41 3.71 3.55
Bank Umum Syariah *)
Total Aset (Rp Triliun) 3.32 3.41 3.55 4.07 4.05 4.40
DPK (Rp Triliun) 2.46 2.5 2.59 3.14 3.19 3.56
- Giro (Rp Triliun) 0.21 0.19 0.26 0.28 0.26 0.25
- Deposito (Rp Triliun) 1.16 1.22 1.08 1.35 1.47 1.63
- Tabungan (Rp Triliun) 1.09 1.09 1.25 1.52 1.46 1.68
Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 2.39 2.56 2.76 2.84 2.95 2.81
- Modal Kerja 1.2 1.38 1.56 1.65 1.67 1.68
- Investasi 0.62 0.58 0.64 0.63 0.57 3.74
- Konsumsi 0.56 0.6 0.56 0.56 0.75 0.76
- FDR 96.97 102.21 106.77 90.34 92.34 78.98
BPR *)
Total Aset (Rp Triliun) 3.91 4.27 4.34 3.95 4.13 4.39
DPK (Rp Triliun) 2.42 2.54 2.69 2.86 3.07 3.25
- Tabungan (Rp Triliun) 0.52 0.53 0.6 0.66 0.53 0.78
- Deposito (Rp Triliun) 1.92 1.99 2.09 2.20 2.17 2.47
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 2.41 2.62 2.72 2.86 3.00 3.23
- Modal Kerja 1.43 1.51 1.56 1.62 1.43 1.74
- Investasi 0.13 0.15 0.15 0.15 0.12 0.13
- Konsumsi 0.84 0.96 1.01 1.10 1.06 1.36
Kredit MKM (triliun Rp) 2.41 2.62 2.72 2.86 3.00 3.23
*) Posisi bulan Mei 2008
Indikator2007 2008
xiii
III. SISTEM PEMBAYARAN
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II
Transaksi Tunai
Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 4.7 3.18 4.51 4.74 3.66 1.90
Inflow (Rp Triliun) 4.28 1.92 2.68 5.85 1.43 2.72
Outflow (Rp Triliun) 3.22 0.6 0.76 3.75 3.66 1.54
Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 162.39 104.03 91.67 114.93 146.69 127.22
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 125.21 139.02 157.03 164.27 155.09 143.79
Volume Transaksi BI-RTGS 142,067 155,675 175,105 215,231 198,876 188,469
Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 1.99 2.24 2.45 2.74 2.63 2.44
Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 2,255 2,511 2,736 3,587 3,371 3,194
Kliring
Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 20.34 20.77 22.35 22.41 22.92 24.81
Volume Perputaran Kliring 1,100,628 1,092,647 1,159,654 1,096,667 1,167,549 1,127,945
Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0.32 0.32 0.35 0.38 0.39 0.39
Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring 17,197 17,073 18,120 18,588 19,789 17,904
Indikator2007 2008
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
2
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat triwulan II-
2008 diperkirakan melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan II-2008 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan I-2008 dan triwulan II-2007. Setelah perekonomian Jawa Barat tumbuh cukup tinggi pada triwulan I-2008, yaitu tumbuh 7,13% (yoy), perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh melambat menjadi sebesar 5,07% (yoy). Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebagai dampak dari tingginya tekanan inflasi di Jawa Barat.
Dari sisi permintaan, melemahnya
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dipicu antara
lain oleh melemahnya daya beli masyarakat.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang melambat disebabkan melemahnya permintaan konsumsi rumah tangga dan menurunnya kegiatan ekspor. Permintaan konsumsi rumah tangga yang mengalami perlambatan dipicu karena melemahnya daya beli masyarakat, menurunnya keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian Jawa Barat, kecenderungan penghasilan masyarakat yang menurun, melambatnya indikator konsumsi baik durable maupun nondurable goods, dan adanya perlambatan pada laju pertumbuhan kredit perbankan untuk jenis penggunaan konsumsi. Sedangkan laju pertumbuhan investasi di Jawa Barat masih tetap terjaga pada level yang cukup tinggi, dikarenakan membaiknya rating Indonesia sebagai negara tujuan investasi. Dari sisi Ekspor, Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dunia mengakibatkan permintaan ekspor produk asal Jawa Barat khususnya permintaan dari negara-negara tujuan utama ekspor Jawa Barat mengalami penurunan. Sedangkan dari sisi impor untuk wilayah Jawa barat diperkirakan tumbuh 0,88% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun lalu karena meningkatnya permintaan dalam negeri, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan investasi dan konsumsi.
Dari sisi penawaran, melambatnya
pertumbuhan ekonomi terutama terjadi pada
sektor pertanian, seiring dengan berakhirnya panen
raya.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang melambat dialami pula pada sisi penawaran, terutama terjadi pada sektor pertanian. Seiring dengan berakhirnya panen raya di Jawa Barat, kinerja sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan mengalami perlambatan yang cukup signifikan pada triwulan II-2008. Sementara itu, melemahnya permintaan pasar domestik dan luar negeri, berdampak pada perlambatan laju pertumbuhan sektor industri pengolahan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mengalami perlambatan yang cukup signifikan akibat dari melambatnya permintaan konsumsi rumah tangga sebagai dampak dari melemahnya daya beli masyarakat. Namun demikian, beberapa sektor ekonomi non dominan di Jawa Barat tumbuh cukup tinggi, yaitu sektor bangunan dan konstruksi, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
PERKEMBANGAN INFLASI
Tekanan terhadap inflasi di Jawa Barat meningkat
pada triwulan II- 2008.
Kenaikan harga BBM bersubsidi (premium, solar, dan minyak tanah) pada akhir bulan Mei lalu telah memberikan dampak signifikan terhadap inflasi selama triwulan II-2008. Inflasi IHK pada Juni 2008 secara triwulanan tercatat sebesar 4,41% (qtq). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Barat pada triwulan I-2008 (3,17%) dan triwulan yang sama tahun 2007 (-0,21%). Secara tahunan inflasi di Jawa Barat mencapai 11,83% (yoy), jauh diatas kisaran sasaran inflasi IHK nasional tahun 2008 yang ditetapkan pemerintah sebesar 5%±1%. Angka inflasi tahunan tersebut lebih tinggi daripada inflasi tahunan pada Maret 2008 yang sebesar 6,88% dan inflasi pada Juni 2007 yang sebesar 4,82%.
RINGKASAN EKSEKUTIF
3
Kenaikan laju inflasi terutama terjadi pada
komoditas administered price.
Kenaikan harga terutama terjadi pada komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah (administered price) yang mencatat inflasi tertinggi yaitu sebesar 10,43% (qtq) atau 14,13% (yoy) dari 1,61% (qtq) atau 3,93% (yoy) pada triwulan I-2008.
Sumber utama tekanan inflasi berasal dari faktor
eksternal.
Peningkatan inflasi selama setahun terakhir masih didominasi oleh kenaikan bahan bakar, bahan makanan, emas perhiasan dan makanan jadi. Kenaikan bahan bakar minyak pada akhir Mei 2008 telah menyumbangkan inflasi yang cukup besar dan mendorong kenaikan barang dan jasa lainnya, khususnya tarif angkutan. Selain itu kenaikan harga berbagai komoditas strategis internasional (tekanan imported inflation) pada akhirnya menyebabkan kenaikan harga produk akhir yang berbahan baku impor dan kenaikan harga emas perhiasan.
PERKEMBANGAN PERBANKAN
Perkembangan perbankan di Jawa Barat relatif
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan II-2008 menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya maupun pada periode yang sama pada tahun 2007. Kondisi ini terlihat dari membaiknya indikator utama perbankan seperti total aset, dana pihak ketiga (DPK), kredit/pembiayaan yang disalurkan, maupun jumlah kredit bermasalah. Di lain pihak pertumbuhan kredit tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan DPK, sehingga menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami penigkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Aset, DPK, dan kredit bank umum meningkat, kredit bermasalah (NPL) baik NPL Gross maupun
NPL Nett menurun.
Perkembangan bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan II-2008 meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2008, maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Secara triwulanan, aset, DPK dan kredit naik masing-masing sebesar 4.,58%, 4,15% dan 9,78% dan secara tahunan meningkat pula masing-masing sebesar 13,92%, 10,64% dan 24,88%. Perkembangan DPK yang cukup signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya didorong oleh pertumbuhan jenis simpanan tabungan, terutama peningkatan tabungan dari kelompok bank umum pemerintah. Di sisi lain, penyaluran kredit perbankan masih melaju kencang. Hal ini terlihat dari tingginya pertumbuhan kredit yang disalurkan pada posisi triwulan II-2008 yang antara lain disebabkan oleh tingginya permintaan pembiayaan dari dunia usaha. Tingginya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan DPK mengakibatkan meningkatnya LDR perbankan di Jawa Barat. Sementara itu, risiko kredit semakin menurun, hal ini tercermin dari menurunnya jumlah kredit bermasalah (NPL) baik NPL gross maupun NPL Net.
Kinerja bank umum syariah di Jawa Barat tetap
meningkat.
Perkembangan bank umum syariah di Jawa Barat pada triwulan II-2008 (posisi Mei 2008) menunjukkan perkembangan yang posistif baik secara triwulanan maupun secara tahunan. Pada triwulan II-2008 total aset naik 7,27% (qtq) dan 28,92% (yoy) menjadi Rp4,40 triliun. DPK tumbuh sebesar 10,69% (qtq) atau 42,28% (yoy) menjadi Rp3,56 triliun.Di sisi lain, pembiayaan yang disalurkan mengalami sedikit penurunan sebesar 1,11% (qtq), namun secara tahunan masih meningkat 9,94% (yoy) menjadi Rp2,81 triliun. Pertumbuhan DPK yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan (PYD) yang diberikan mengakibatkan FDR bank umum syariah pada triwulan II-2008 sedikit menurun dari 88,40% pada triwulan sebelumnya menjadi 78,98%.
Perkembangan tujuh bank umum yang berkantor
pusat di Bandung terus menunjukkan peningkatan.
Perkembangan tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat di Bandung terus menunjukkan peningkatan. Beberapa indikator seperti total aset, DPK dan kredit yang disalurkan terus mengalami peningkatan. Aset tujuh bank umum berkantor pusat di Bandung tumbuh 4,79% (qtq) atau 16,25% (yoy) mencapai Rp43,49 triliun. DPK dan kredit tumbuh masing-masing 4,89 dan 5,51% (qtq) atau 17,58% dan 16,31 (yoy).
RINGKASAN EKSEKUTIF
4
Demikian pula, beberapa indikator kinerja bank lainnya seperti BOPO, NII dan ROA untuk bank-bank masih menunjukkan perkembangan yang baik dan risiko kredit masih tetap rendah dan terkendali.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi sistem
pembayaran relatif bervariasi dibandingkan
triwulan sebelumnya
Perkembangan sistem pembayaran di Jawa Barat pada triwulan II-2008 relatif bervariasi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah aliran uang masuk (inflow) di KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon mengalami penurunan, sedangkan aliran uang keluar (outflow) mengalami peningkatan. Sementara itu, untuk transaksi kliring, secara nominal mengalami penignkatan namun jumlah transaksinya menurun. Di sisi lain transaksi pembayaran melalui RTGS, baik transaksi maupun volumenya mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Peran keuangan daerah terhadap perkembangan
perekonomian Jawa Barat sampai denga
pertengahan tahun masih relatif rendah.
Peranan keuangan daerah terhadap perkembangan perekonomian Jawa Barat sampai dengan pertengahan tahun masih relatif rendah. Hal ini tercermin dari masih rendahnya realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang sampai triwulan I-2008 baru mencapai Rp386,37 miliar dari total Rp6,05 miliar atau mencapai 6,39%. Rendahnya realisasi belanja daerah pada semester I-2008 antara lain disebabkan oleh terlambatnya penetapan perda mengenai APBD Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2008.
Realisasi pendapatan daerah pada tw II-2008
diperkirakan mencapai 50% dari target
pendapatan tahun 2008.
Pencapaian realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat sampai dengan pertengahan tahun 2008 diperkirakan jauh lebih tinggi. Sampai dengan akhir triwulan I-2008, realisasi pendapatan daerah telah mencapai angka Rp1,58 triliun, atau 27,79% dari target pendapatan pada tahun 2008 yang sebesar Rp5,70 triliun. Diperkirakan realisasi pendapatan daerah pada triwulan II-2008 dapat mencapai angka di atas 50%, atau sekitar Rp2,85%.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan
perkembangan yang membaik.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama periode awal tahun 2008 memberikan dampak yang positif terhadap kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Jawa Barat. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan penyerapan jumlah tenaga kerja dan penurunan tingkat kemiskinan. Kondisi ini menyebabkan tingkat pengangguran di Jawa Barat mengalami penurunan. Pada Februari 2008 jumlah penduduk bekerja mencapai 16,16 juta jiwa, meningkat jika dibandingkan dengan posisi Februari 2007 yang sebesar 14,99 juta jiwa. Selain itu tingkat pengangguran di Jawa Barat yang pada Februari 2007 mencapai 14,51% dari total angkatan kerja turun menjadi sekitar 12,28% pada Februari 2008.
Meskipun tingkat kemiskinan menunjukkan
perkembangan yang positif, namun demikian NTP di Jawa Barat tidak
kunjung membaik bahkan mengalam penurunan.
Di sisi kesejahteraan, tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Barat pada awal tahun 2008 sebelum kenaikan harga BBM relatif membaik. Berdasarkan data BPS, Statistik kemiskinan di Provinsi Jawa Barat menunjukkan penurunan, yaitu dari 5,46 juta jiwa (13,55%) pada posisi Maret 2007, menjadi 5,32 juta jiwa (13,01%) pada bulan Maret 2008 atau turun 0,14 juta jiwa. Namun demikian, indikator kesejahteraan petani di Jawa Barat tidak menunjukkan perbaikan, bahkan cenderung menurun. Hal ini
RINGKASAN EKSEKUTIF
5
tercermin dari menurunnya Nilai Tukar Petani (NTP) yaitu dari 124,24 pada bulan Maret 2007 menjadi 111,47 pada bulan Maret 2008. Hal ini disebabkan turunnya harga komoditas pertanian terutama sub kelompok padi. Sedangkan di sisi lain harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pedesaan mengalami peningkatan.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Jawa Barat triwulan III-2008
diperkirakan masih akan tumbuh meskipun
melambat, yaitu pada kisaran 4,40%-4,80%
(yoy)
Perekonomian Jawa Barat Triwulan III-2008 berpotensi masih akan tumbuh melambat, yaitu tumbuh pada kisaran 4,40%-4,80% (yoy), sebagai dampak dari berlanjutnya peningkatan tekanan inflasi di Jawa Barat.
Di sisi permintaan, melemahnya daya beli masyarakat akan berdampak pada perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hal ini mendorong konsumen untuk menunda pembelian barang-barang konsumsi, terutama untuk konsumsi durable goods. Adapun laju pertumbuhan konsumsi makanan berpotensi mengalami peningkatan seiring dengan adanya perayaan keagamaan (bulan Ramadhan) pada bulan September 2008. Sementara itu, ekspor diperkirakan masih akan melambat seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan negara-negara mitra dagang Jawa Barat. Di sisi lain, peluang pendorong pertumbuhan bersumber dari investasi sejalan dengan masih prospektifnya sektor properti di Jawa Barat.
Di sisi penawaran, kekeringan yang semakin meluas di Jawa Barat akan berdampak pada perlambatan laju pertumbuhan di sektor pertanian. Sementara itu, melemahnya permintaan pasar domestik dan luar negeri, akan semakin mendorong perlambatan laju pertumbuhan industri TPT serta industri alat angkutan dan mesin. Di sisi lain, sektor PHR terutama subsektor perdagangan, berpotensi mengalami peningkatan yang didorong oleh meningkatnya perdagangan antar provinsi dan perayaan keagamaan (bulan Ramadhan) pada bulan September 2008.
Inflasi pada triwulan III-2008 diperkirakan lebih
tinggi daripada target inflasi nasional.
Inflasi IHK di Jawa Barat pada triwulan III-2008 diperkirakan masih akan mengalami tekanan, sehingga inflasi pada triwulan tersebut secara tahunan masih tetap lebih tinggi dibandingkan target inflasi nasional 2008 yang sebesar 5%±1% (yoy).
Faktor musiman seperti paceklik dan tahun ajaran
baru menjadi sumber utama inflasi.
Tekanan utama inflasi pada triwulan mendatang berasal dari faktor musiman, yakni bulan Ramadhan yang jatuh lebih awal dibandingkan tahun 2007. Momen ini akan mempengaruhi ekspektasi para pelaku usaha untuk menaikan harga produk. Disamping itu kenaikan harga jual komoditas beras pada musim paceklik dan dimulainya tahun ajaran baru berpotensi meningkatkan angka inflasi.
Sehubungan faktor musiman, diperlukan
langkah antisipatif baik dari Pemerintah, pelaku
usaha dan masyarakat.
Faktor musiman sehubungan bulan Ramadhan dan Idul Fitri, memerlukan langkah-langkah antisipatif yang sistematis baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta dukungan dari pelaku usaha dan masyarakat dalam pengendalian inflasi.
BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
8
Tingginya harga energi dan komoditas pangan di pasar internasional serta kenaikan harga
BBM bulan Mei 2008 berdampak pada peningkatan tekanan inflasi domestik pada triwulan
II-2008. Inflasi Nasional hingga bulan Juni 20081 telah mencapai 11,03% (yoy), atau sebesar 7,37%
(ytd). Meningkatnya tekanan inflasi tersebut menyebabkan perlambatan laju permintaan domestik,
khususnya permintaan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, melambatnya laju pertumbuhan ekonomi
dunia berdampak pada perlambatan laju pertumbuhan ekspor. Memperhatikan perkembangan ini,
laju pertumbuhan ekonomi Nasional triwulan II-2008 diperkirakan melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat
5,72 6,19 6,427,21 7,13
5,07
0
2
4
6
8
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II*)
2007 2008
(%)
*) Proyeksi KBI Bandung
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Grafik 1.2. Situasi Bisnis
0
10
20
30
Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II
2006 2007 2008
(%)
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung
Sejalan dengan perkembangan tersebut, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan II-
2008 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan I-2008 dan triwulan II-2007 (lihat
Grafik 1.1.). Setelah perekonomian Jawa Barat tumbuh cukup tinggi pada triwulan I-2008, yaitu
tumbuh 7,13% (yoy)2, perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh
melambat menjadi sebesar 5,07% (yoy). Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan proyeksi
sebelumnya3, terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebagai
dampak dari tingginya tekanan inflasi di Jawa Barat.
Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang semakin melambat tercermin antara lain dari
menurunnya ekspektasi pelaku dunia usaha dan konsumen terhadap kondisi perekonomian
Jawa Barat. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, situasi bisnis pada
triwulan II-2008 relatif menurun dibandingkan dengan triwulan I-2008 dan triwulan II-2007 (lihat
Grafik 1.2.). Sementara itu, hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia menunjukkan bahwa tingkat
keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2008 mengalami
penurunan dibandingkan periode sebelumnya dan periode yang sama tahun lalu (lihat Grafik 1.3.).
Selain itu, hasil SK juga mencerminkan penurunan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi
perekonomian selama periode enam bulan mendatang (lihat Grafik 1.5.).
1 IHK tahun dasar 2007. 2 Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2008 semula diperkirakan tumbuh 6,62% (yoy). 3 Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2008 semula diprediksikan berada pada kisaran 6,70% (yoy) - 7,10% (yoy).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
9
Di sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh melemahnya
permintaan konsumsi rumah tangga dan menurunnya kegiatan ekspor (lihat Tabel 1.1.-1.2.).
Permintaan konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan sejalan dengan melemahnya daya beli
masyarakat sebagai dampak dari tingginya laju inflasi di Jawa Barat. Penurunan daya beli masyarakat
tercermin antara lain dari nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) riil yang semakin menurun. Selain itu,
daya beli masyarakat yang tercermin dari nilai tukar petani (NTP) di Jawa Barat, relatif lebih rendah
terutama jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di pulau Jawa. Sementara itu, kegiatan ekspor
mengalami penurunan sejalan dengan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi negara-negara tujuan
utama ekspor Jawa Barat, seperti Amerika Serikat dan Jepang. Di sisi lain, laju pertumbuhan investasi
triwulan II-2008 juga mengalami perlambatan (apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya),
meskipun masih tetap terjaga pada level yang cukup tinggi. Hal ini tercermin antara lain dari masih
tingginya pertumbuhan indikator-indikator investasi seperti realisasi PMA/PMDN, penjualan semen,
dan impor barang modal.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Permintaan (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II**)
Konsumsi Rumah Tangga 4.56 5.21 8.13 5.16 6.33 6.20 7.95 5.29 Konsumsi Pemerintah 15.90 (12.46) 5.85 (3.15) 25.92 5.47 (2.94) 4.63 Pembentukan Modal Tetap Bruto 4.47 5.96 4.86 9.98 8.06 8.13 10.43 8.56 Perubahan Inventori (6.19) 3.72 (20.61) 6.50 (13.56) (7.01) 2.52 8.10 Ekspor Barang dan Jasa (5.02) 8.22 3.02 2.71 (10.51) 0.52 (14.15) (2.90) Dikurangi Impor (10.76) (6.00) 3.35 9.28 (6.00) (0.12) (5.52) 0.88
PDRB 6.01 5.72 6.19 6.41 7.27 6.40 7.13 5.07 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
**) Proyeksi KBI Bandung.
JENIS PENGGUNAAN 20062007
2007*)2008
Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II**)
Konsumsi Rumah Tangga 3,00 3,41 5,19 3,34 4,16 4,03 5,18 3,44 Konsumsi Pemerintah 0,97 (0,78) 0,38 (0,21) 1,84 0,37 (0,15) 0,30 Pembentukan Modal Tetap Bruto 0,78 1,02 0,83 1,71 1,40 1,40 1,79 1,44 Perubahan Inventori (0,21) 0,10 (0,72) 0,18 (0,40) (0,21) 0,07 0,21 Ekspor Barang dan Jasa (3,04) 4,39 1,64 1,42 (6,03) 0,28 (7,74) (1,53) Dikurangi Impor (5,79) (2,80) 1,48 3,89 (2,90) (0,06) (2,29) 0,38
PDRB 6,01 5,72 6,19 6,41 7,27 6,40 7,13 5,07 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
*) Angka sementara.
**) Proyeksi KBI Bandung.
2008JENIS PENGGUNAAN 2006
20072007*)
Di sisi penawaran, laju pertumbuhan tiga sektor utama di Jawa Barat mengalami
perlambatan, terutama terjadi pada sektor pertanian (lihat Tabel 1.3.-1.4.). Seiring dengan
berakhirnya panen raya padi di Jawa Barat, kinerja sektor pertanian khususnya subsektor tanaman
pangan mengalami perlambatan yang cukup signifikan pada triwulan II-2008. Sementara itu,
melemahnya permintaan di pasar domestik dan luar negeri, berdampak pada perlambatan laju
pertumbuhan sektor industri pengolahan. Selain itu, melambatnya permintaan konsumsi rumah
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
10
tangga sebagai dampak dari melemahnya daya beli masyarakat, menyebabkan pertumbuhan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) mengalami perlambatan yang cukup signifikan. Di sisi lain,
beberapa sektor ekonomi non dominan di Jawa Barat masih tumbuh cukup tinggi, seperti sektor
bangunan dan konstruksi, serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
Tabel 1.3. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV) Tw.I Tw.II**)
Pertanian -0,66 -16,01 -0,45 2,40 35,44 3,12 34,83 9,04Pertambangan & Penggalian -2,46 -2,34 -6,21 -5,54 -14.64 -7,29 -14,38 -12,25Industri Pengolahan 8,51 7,08 4,79 3,64 4,19 4,89 5,48 4,30Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,87 7,15 4,87 2,66 6,69 5,30 4,74 3,27Bangunan/Konstruksi 4,26 8,57 10,08 10,53 0,19 7,29 2,12 13,75Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7,09 17,13 15,81 18,06 9,05 14,75 3,59 3,85Pengangkutan dan Komunikasi 7,89 14,93 12,06 8,59 -0.78 8,41 0,53 8,13Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1,04 15,56 12,87 10,10 1,24 9,62 -1,79 13,71Jasa-Jasa 7,96 4,31 0,89 1,20 0,38 1,64 1,07 2,20
PDRB 6,01 5,72 6,19 6,42 7,27 6,40 7,13 5,07Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
*) Angka sementara.
**) Proyeksi KBI Bandung.
20082007*)2007
SEKTOR EKONOMI 2006
Tabel 1.4. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II**)
Pertanian -0,09 -1,88 -0,06 0,32 3,61 0,42 4,10 1,27Pertambangan & Penggalian -0,07 -0,06 -0,15 -0,13 -0,39 -0,20 -0,37 -0,30Industri Pengolahan 3,65 2,66 2,08 1,58 1,89 2,17 2,43 1,87Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,04 0,16 0,11 0,06 0,15 0,12 0,11 0,07Bangunan/Konstruksi 0,13 0,28 0,32 0,34 0,01 0,23 0,07 0,44Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,39 3,08 2,90 3,51 1,98 2,90 0,75 0,78Pengangkutan dan Komunikasi 0,34 0,69 0,53 0,35 -0,04 0,37 0,02 0,36Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,03 0,49 0,40 0,32 0,04 0,29 -0,06 0,43Jasa-Jasa 0,57 0,30 0,06 0,08 0,03 0,12 0,08 0,15
PDRB 6,01 5,72 6,19 6,42 7,27 6,40 7,13 5,07Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
*) Angka sementara.
**) Proyeksi KBI Bandung.
20082007*)SEKTOR EKONOMI 2006
2007
1. SISI PERMINTAAN
1.1. Konsumsi
Melemahnya daya beli masyarakat sebagai dampak dari meningkatnya tekanan inflasi di
Jawa Barat, menyebabkan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami
perlambatan, yaitu tumbuh 5,29% (yoy) (lihat Tabel 1.1.). Perlambatan konsumsi rumah tangga
tercermin antara lain dari menurunnya keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian Jawa
Barat, terutama paska kenaikan harga BBM bulan Mei 2008. Indeks keyakinan konsumen pada akhir
triwulan II-2008 (Juni 2008) mencapai titik yang terendah selama dua tahun terakhir (lihat Grafik 1.3.).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
11
Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen
0
50
100
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
06 07 08
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat ini
0
50
100
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
06 07 08
Penghasilan saat ini Pembelian durable goods
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Hasil SK Bank Indonesia mengindikasikan bahwa penghasilan masyarakat selama triwulan II-
2008 cenderung mengalami penurunan (lihat Grafik 1.4.). Sejalan dengan perkembangan itu,
keyakinan konsumen untuk melakukan pembelian barang tahan lama juga mengalami penurunan
(lihat Grafik 1.4.). Selain itu, hasil SK juga mengindikasikan bahwa masyarakat cenderung lebih pesimis
terhadap perolehan penghasilan dan kondisi perekonomian pada semester II-2008.
Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi
0
50
100
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
06 07 08
Ekspektasi penghasilan Ekspektasi kondisi perekonomian
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Grafik 1.6. Pendaftaran Mobil Baru di Jawa Barat (tidak termasuk Bekasi)
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
06 07 08
(Unit)
-100
-60
-20
20
60
100
(%)
Pendaftaran mobil baru Pertumbuhan (y-o-y)
Berbagai indikator konsumsi, baik durable maupun non durable goods, mencerminkan
perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Konsumsi barang tahan lama (durable
goods) yang antara lain tercermin dari indikator penjualan mobil, masih tumbuh cukup tinggi namun
dengan laju pertumbuhan yang semakin melambat (lihat Grafik 1.6.). Berdasarkan informasi dari
beberapa pelaku usaha otomotif (dealer) di Jawa Barat, dampak kenaikan harga BBM bulan Mei 2008
terhadap penjualan mobil di Jawa Barat hanya bersifat sementara, mengingat konsumen kendaraan
bermotor (mobil) adalah golongan masyarakat pendapatan menengah keatas, yang relatif tidak
terpengaruh oleh kenaikan harga BBM.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
12
Grafik 1.8. Konsumsi BB M (Premium)
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
06 07 08
(Rp/Miliar)
Konsumsi BBM (Premium)
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.9. Penjualan Makanan dan Tembakau
0
5
10
15
20
3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
06 07 08
(Rp/Miliar)
Penjualan Makanan dan Tembakau
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Sementara itu, konsumsi non durable goods (makanan dan non makanan) juga menunjukkan
laju pertumbuhan yang semakin melambat. Meningkatnya tekanan inflasi di Jawa Barat
berdampak cukup signifikan terhadap laju pertumbuhan konsumsi non makanan. Indikator konsumsi
non makanan yang tercermin dari konsumsi BBM, penjualan perlengkapan rumah tangga, serta
penjualan pakaian dan perlengkapannya, tumbuh dengan kisaran angka kurang dari 20% (lihat Grafik
1.8.&1.10.-1.11.). Sementara itu, meningkatnya tekanan inflasi di Jawa Barat relatif tidak berdampak
signifikan terhadap laju pertumbuhan konsumsi makanan. Indikator konsumsi makanan yang
tercermin dari penjualan makanan dan tembakau masih tumbuh tinggi (30% (yoy)), dan hanya sedikit
melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 31% (yoy) (lihat Grafik 1.9.).
Grafik 1.10. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga
-
1
2
3
4
5
3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6
06 07 08
(Rp/Miliar)
Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.11. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya
-
5
10
15
20
25
30
3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6
06 07 08
(Rp/Miliar)
Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Sejalan dengan melemahnya daya beli masyarakat, laju pertumbuhan kredit perbankan
untuk jenis penggunaan konsumsi pada triwulan II-2008 (17,95% (yoy)) sedikit melambat
dibandingkan periode yang sama tahun lalu (18,43% (yoy)) (lihat Grafik 1.2.). Sementara itu,
penyaluran kredit baru untuk jenis penggunaan konsumsi selama triwulan II-2008 masih cukup tinggi,
yaitu mencapai Rp6,45 triliun (lihat Grafik 1.13.). Tingginya permintaan kredit baru untuk jenis
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
13
penggunaan konsumsi, ditengah melambatnya daya beli masyarakat, mencerminkan bahwa
masyarakat memerlukan tambahan pembiayaan untuk mengantisipasi berlanjutnya penurunan daya
beli di masa yang akan datang.
Grafik 1.12. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsioleh Bank Umum di Jawa Barat
-
5
10
1520
25
30
35
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
06 07 08
(Rp/Triliun)
Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.13. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di
Jawa Barat
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
06 07 08
(Rp/Triliun)
Penyaluran Kredit Baru Konsumsi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).
Untuk meminimalisir dampak kenaikan harga BBM terhadap penurunan daya beli
masyarakat, pemerintah pusat memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada rumah
tangga sasaran (RTS). Khusus di Provinsi Jawa Barat, jumlah keluarga penerima BLT di Jawa Barat
mencapai 2.897.807 RTS atau 15,24% dari total RTS penerima BLT secara nasional, yang mencapai
19.018.058 RTS. Dengan nilai BLT Rp300.000,00 per RTS, maka nilai BLT yang disalurkan di Jabar
sebesar Rp869.342.100.000,00 (Rp869 miliar). Berdasarkan data PT Pos Indonesia4, realisasi BLT di
Jabar hingga 24 Juni 2008 baru mencapai 4,57% atau 132.201 RTS dari alokasi 2.897.807 RT, dengan
nilai uang sebesar Rp39.690.300.000,00. Dari 25 kabupaten/kota, baru 3 kota yang menerima dana
BLT, yakni Kota Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Bogor. Untuk mengetahui dampak kenaikan harga
BBM terhadap perilaku konsumsi rumah tangga dan efektivitas penyaluran BLT, Bank Indonesia
Bandung telah mengadakan survei terhadap 124 responden rumah tangga dan 200 responden
penerima BLT. Adapun hasil survei tersebut dapat dilihat pada boks 1.
1.2. Investasi
Berbeda dengan pola perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga, laju
pertumbuhan investasi di Jawa Barat masih tetap terjaga pada level yang cukup tinggi.
Investasi pada triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh 8,56% (yoy), sedikit lebih rendah dari triwulan I-
2008, namun masih lebih baik dibandingkan triwulan II-2007 (lihat Tabel 1.1.). Beberapa faktor
pendorong pertumbuhan investasi di Jawa Barat antara lain adalah membaiknya rating Indonesia
sebagai negara tujuan investasi. Sejak tahun 2007, Indonesia kembali masuk ke dalam ”Index’s top 25
most attractive FDI destinations”5. Selain itu, lancarnya pelaksanaan pemilihan Gubernur Jawa Barat
4 Sumber: http://www.kompensasi.info/ 5 Hasil survei ATKearney 2007.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
14
pada bulan April 2008, dan didukung dengan semakin efektifnya implementasi Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) di Jawa Barat, memberikan sinyal positif bagi investor.
Grafik 1.14. Penjualan Semen di Jawa Barat
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
06 07 08
(Ribu Ton)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
(%)
Penjualan Semen Pertumbuhan (y-o-y)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia.
Grafik 1.15. Penjualan Perlengkapan Konstruksi
Penjualan Perlengkapan Konstruksi
-
250
500
750
1.000
3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2006 2007 08
(Rp Juta)
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Sejalan dengan perkembangan di atas, khususnya membaiknya rating Indonesia sebagai
negara tujuan investasi, realisasi PMA di Jawa Barat mengalami peningkatan. Di sisi lain,
realisasi PMDN justru cenderung mengalami penurunan. Secara keseluruhan, nilai realisasi PMA dan
PMDN di Jawa Barat mencapai Rp15,14 triliun, atau tumbuh signifikan sebesar 266% (yoy)6.
Indikator investasi lainnya (terutama penjualan semen) juga masih menunjukkan
pertumbuhan yang cukup tinggi. Penjualan semen di Jawa Barat selama triwulan II-2008 mencapai
1,42 juta ton, atau tumbuh 30,62% (yoy) (lihat Grafik 1.14.), sedangkan penjualan konstruksi
mencapai Rp1,31 miliar (lihat Grafik 1.15.). Faktor pendorong peningkatan penjualan semen antara
lain adalah meningkatnya pertumbuhan properti komersial, khususnya untuk jenis properti
perkantoran sewa dan apartemen jual (lihat Tabel 1.12.).
Grafik 1.16. Impor Barang Modal
Impor Barang Modal
0
100
200
300
400
500
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5
06 07 08
(Juta USD)
Sumber: SEKDA KBI Bandung
Grafik 1.17. Impor Barang Modal Utama
-
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5
06 07 08
(Juta USD)
Mesin Industri & Perlengkapannya Mesin Industri Tertentu
Sumber: SEKDA KBI Bandung
6 Sumber: BPPMD Jawa Barat
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
15
Sementara itu, Investasi non bangunan yang tercermin nilai impor barang modal dan impor
mesin industri tertentu mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Nilai impor barang modal
selama bulan April s.d. Mei 2008 tumbuh sebesar 11,75% (yoy), dengan nilai mencapai USD641,63
juta (lihat Grafik 1.16.). Sementara itu, nilai impor mesin industri tertentu yang merupakan kontributor
utama impor barang modal, tumbuh 11,14% (yoy), dengan nilai mencapai USD49,86 juta (lihat Grafik
1.17.).
Grafik 1.18. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat
-
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6
06 07 08
(Rp/Triliun)
Posisi Penyaluran Kredit Investasi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.19. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di
Jawa Barat
-0,100,200,300,400,500,600,700,80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
06 07 08
(Rp/Triliun)
Penyaluran Kredit Baru Investasi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (Bank Indonesia Bandung).
Penyaluran kredit perbankan untuk jenis penggunaan investasi tumbuh signifikan seiring
dengan cukup tingginya kegiatan investasi di Jawa Barat. Total penyaluran kredit baru untuk
jenis penggunaan investasi mencapai Rp1,90 triliun, atau tumbuh 39,70% (yoy) (Grafik 1.19.).
Sementara itu, posisi kredit investasi pada akhir triwulan II-2008 mencapai Rp8,07 triliun, atau tumbuh
31,89% (yoy) (Grafik 1.18.).
1.3. Ekspor-Impor
Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dunia yang disebabkan oleh gejolak perekonomian
global, berdampak pada penurunan permintaan ekspor produk asal Jawa Barat, khususnya
permintaan dari negara-negara tujuan utama ekspor Jawa Barat, seperti Amerika Serikat dan
Jepang. Ekspor Jawa Barat triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh -2,09% (yoy), menurun
dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2007 yang sebesar 3,02% (yoy) (lihat Tabel 1.1.). Penurunan
kinerja ekspor Jawa Barat tercermin dari penurunan volume ekspor, yang pada periode April s.d. Mei
2008 tumbuh -18,64% (yoy). Dilihat dari jenis komoditasnya, penurunan volume ekspor terbesar
terutama terjadi pada produk TPT.
Tingginya harga produk perdagangan di pasar internasional terutama produk TPT dan
kendaraan bermotor, mendorong peningkatan nilai ekspor Jawa Barat. Nilai ekspor Jawa Barat
triwulan II-2008 (April-Mei 2008) mencapai USD3,34 miliar, atau tumbuh 12,81% (yoy). Kontribusi
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
16
ekspor terbesar disumbangkan oleh produk TPT, dengan nilai mencapai USD851 juta atau tumbuh
10,22% (yoy). Sementara itu, ekspor kendaraan bermotor Jawa Barat mencapai USD158 juta, atau
tumbuh 31,78% (yoy).
Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat
-
500
1.000
1.500
2.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
06 07 08
(Juta USD)
-
250
500
750
1.000
Ton
Nilai Ekspor Volume Ekpor
Sumber: SEKDA KBI Bandung.
Grafik 1.21. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5
06 07 08
(Juta USD)
-50100150200250300350400450
(Ribu Ton)
Nilai Impor Volume Impor
Sumber: SEKDA KBI Bandung.
Sementara itu, impor Jawa Barat diperkirakan tumbuh 0,88% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun lalu (lihat Tabel 1.1.). Impor Jawa Barat
tumbuh sejalan dengan meningkatnya permintaan dalam negeri, khususnya untuk pemenuhan
kebutuhan investasi dan konsumsi. Nilai impor Jawa Barat triwulan II-2008 (April-Mei 2008) mencapai
USD1,85 miliar, atau tumbuh signifikan sebesar 22,83% (yoy) (lihat Grafik 1.21.). Impor Jawa Barat
didominasi oleh impor barang modal dengan nilai mencapai USD641 juta, atau tumbuh 11,75% (yoy).
2. SISI PENAWARAN
Di sisi penawaran, laju pertumbuhan tiga sektor utama di Jawa Barat mengalami
perlambatan, terutama terjadi pada sektor pertanian (lihat Tabel 1.3.-1.4.). Seiring dengan
berakhirnya panen raya padi di Jawa Barat, kinerja sektor pertanian khususnya subsektor tanaman
pangan mengalami perlambatan yang cukup signifikan pada triwulan II-2008. Sementara itu,
melemahnya permintaan di pasar domestik dan luar negeri, berdampak pada perlambatan laju
pertumbuhan sektor industri pengolahan. Selain itu, melambatnya permintaan konsumsi rumah
tangga sebagai dampak dari melemahnya daya beli masyarakat, menyebabkan pertumbuhan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) mengalami perlambatan yang cukup signifikan. Di sisi lain,
beberapa sektor ekonomi non dominan di Jawa Barat tumbuh cukup tinggi, yaitu sektor bangunan
dan konstruksi, serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
2.1. Sektor Pertanian
Seiring dengan berakhirnya panen raya padi di Jawa Barat, kinerja sektor pertanian triwulan
II-2008 mengalami perlambatan yang cukup signifikan dibandingkan periode sebelumnya.
Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 9,04% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan I-
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
17
2008 (34,83% (yoy)), namun masih lebih baik dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2007 (-0,45%
(yoy)). Pertumbuhan sektor pertanian terutama didorong oleh meningkatnya produksi subsektor
tanaman pangan, khususnya padi. Panen raya padi yang terjadi pada akhir triwulan I-2008, masih
berlanjut hingga awal triwulan II-2008 (April 2008), antara lain terjadi di Kabupaten Indramayu.
Tabel 1.5. Luas Panen Padi di Jawa Barat
2007 2008*)
Januari-April**) 640,201 843,747 31.79
Mei-Agustus 764,427 654,621 (14.36)
September-Desember 424,457 357,216 (15.84)
Januari-Desember 1,829,085 1,855,564 1.45
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan II. **) Angka realisasi.
Periode TanamLuas Panen
Pertumbuhan (%)
Setelah panen raya berakhir, sektor pertanian tanaman pangan (padi) mulai memasuki
musim tanam padi gadu. Perkembangan iklim yang kurang mendukung (kekeringan) yang terjadi
pada akhir triwulan II-2008 berpotensi menyebabkan perlambatan luas panen padi di Jawa Barat.
Menurut informasi dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, hingga akhir Juni 2008, lahan padi yang
mengalami kekeringan mencapai 76.548 hektar, dan sekitar 9.000 hektar diantaranya mengalami
puso. Sejalan dengan perkembangan ini, luas panen padi pada periode bulan Mei-Agustus 2008
diperkirakan tumbuh -14,36% (yoy) (lihat Tabel 1.5.).
Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat
Gabah Beras Gabah Beras Gabah BerasPadi Sawah 9,562,990 6,043,810 9,725,804 6,146,708 1.70 1.70 Padi Ladang 351,029 221,850 351,821 222,351 0.23 0.23
Total 9,914,019 6,265,660 10,077,625 6,369,059 1.65 1.65 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan II.
Produksi2007 2008*) Pertumbuhan (%)
Meskipun lahan padi yang mengalami kekeringan di Jawa Barat semakin meluas, Dinas
Pertanian Provinsi Jawa Barat masih tetap optimis target produksi padi di Jawa Barat tahun
2008 (lihat Tabel 1.6.-1.7.). Beberapa upaya yang dilakukan untuk meminimalisir dampak kekeringan
tersebut diantaranya adalah memberikan bantuan pompa air kepada daerah-daerah yang masih
memiliki sumber air yang cukup. Selain itu, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat juga menghimbau
kepada pelaku usaha di sektor pertanian tanaman pangan untuk (sementara) beralih menanam
palawija dan kedelai, selama memasuki musim kemarau.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
18
Tabel 1.7. Luas Panen Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat
Padi Sawah 1,715,466 1,742,927 1.60 Padi Ladang 113,619 112,657 (0.85)
Total 1,829,085 1,855,584 1.45 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan II.
Luas Panen 2007 2008*) Pertumbuhan (%)
Sementara itu, perkembangan tanaman jagung dan kedelai selama tahun 2008 diperkirakan
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Produksi tanaman jagung
pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 616 ribu ton, atau tumbuh 6,80% (yoy). Peningkatan
produksi ini didorong oleh adanya peningkatan luas panen sebesar 3,28% (yoy), yaitu mencapai 117
ribu Ha. Di sisi lain, produksi tanaman kedelai pada tahun 2008 diperkirakan meningkat signifikan,
yaitu tumbuh 120,77% (yoy), dengan total produksi mencapai 38,49 ribu ton. Peningkatan produksi
ini didorong oleh peningkatan luas panen yang tumbuh 115,49% (yoy), dengan luas mencapai 26,78
ribu Ha.
Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat
Produksi (Ton) 577,513 616,786 6.80 Luas Panen (Ha) 113,373 117,097 3.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan II.
Komoditas Jagung 2007 2008*) Pertumbuhan (%)
Tabel 1.9. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat
Produksi (Ton) 17,438 38,498 120.77Luas Panen (Ha) 12,429 26,783 115.49Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.*) Angka ramalan II.
Komoditas Kedelai 2007 2008*) Pertumbuhan (%)
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit bank umum ke sektor pertanian tumbuh 44,03%
(yoy) (lihat Grafik 1.22). Nilai kredit ke sektor pertanian mencapai Rp1,53 triliun, lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,06 triliun. Penyaluran kredit sektor pertanian
masih didominasi oleh penyaluran kredit ke subsektor tanaman perkebunan.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
19
Grafik 1.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian
-
0,40
0,80
1,20
1,60
2,00
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2006 2007 2008
(Rp Triliun)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
2.2. Sektor Industri Pengolahan
Melemahnya permintaan di pasar domestik dan luar negeri menjadi salah satu faktor
penyebab perlambatan pertumbuhan sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan
triwulan II-2008 tumbuh 4,30% (yoy), melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu (lihat
Tabel 1.3.). Sementara itu, harga BBM industri dan bahan baku yang kembali mengalami kenaikan
pada triwulan II-2008, cukup berdampak pada penurunan kinerja sektor industri pengolahan,
khususnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT), serta industri kecil dan menengah (IKM).
Berdasarkan informasi dari Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia, industri serat sintetis (staple
fibre) diperkirakan mengalami tekanan yang cukup berat sejalan dengan adanya lonjakan harga bahan
baku serat purified therepthalic acid (PTA) dan monoethylene glycol (MEG). Harga MEG diperkirakan
mencapai USD1.550/ton, naik sekitar 20% dari harga sebelumnya sebesar USD1.300/ton, sedangkan
harga PTA mencapai USD1.110/ton, atau naik sekitar 40%.
Di sisi lain, pemadaman listrik yang terjadi selama triwulan II-2008, juga menjadi salah satu
faktor penyebab perlambatan pertumbuhan sektor industri pengolahan, khususnya
subsektor TPT. Menyikapi defisit pasokan listrik di Jawa Bali yang mencapai 800-900 MW, PT. PLN
Distribusi Jawa Barat dan Banten dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat telah
melakukan kesepakatan bersama untuk melakukan pemadaman listrik secara bergiliran terhadap 248
perusahaan tekstil di Jawa Barat. Isi kesepakatan tersebut antara lain adalah setiap perusahaan
diberikan pilihan untuk mengurangi kapasitas penggunaan listrik dengan kisaran pengurangan energi
sebesar 50%-100%. Pengurangan kapasitas energi 50% dilaksanakan setiap lima hari sekali, yaitu
antara pukul 07.00 s.d. 15.00 WIB, dan pukul 14.00 s.d. 21.00 WIB. Sementara itu, pengurangan
kapasitas energi sebesar 100% akan dilakukan setiap sepuluh hari sekali (pada jam yang sama).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
20
Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Bermotor
0
30
60
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
06 07 08
Juta $
0
5
10
15Ton
Nilai Ekspor Kendaraan Bermotor Volume Ekspor Kendaraan Bermotor
Sumber: SEKDA KBI Bandung.
Grafik 1.24. Nilai dan Volume Ekspor Produk TPT
0
100
200
300
400
500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
06 07 08
Juta $
0
20
40
60
80
100Ton
Nilai Ekspor TPT Volume Ekspor TPT
Sumber: SEKDA KBI Bandung.
Melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan tercermin dari melambatnya
pertumbuhan nilai ekspor kendaraan bermotor dan ekspor produk TPT. Nilai ekspor kendaraan
bermotor triwulan II-2008 (April-Mei 2008) tumbuh 31,78% (yoy), melambat dibandingkan periode
sebelumnya (lihat Grafik 1.23.). Sementara itu, nilai ekspor TPT triwulan II-2008 (April-Mei 2008)
tumbuh 10,22% (yoy), sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya (lihat Grafik 1.24.).
Grafik 1.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat
ke Sektor Industri Pengolahan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2006 2007 2008
(Rp Triliun)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
Meskipun pertumbuhan sektor industri pengolahan cenderung melambat, penyaluran kredit
perbankan ke sektor industri pengolahan masih tetap tumbuh tinggi, yaitu mencapai 25,40%
(yoy) (lihat Grafik 1.25.). Nilai kredit ke sektor industri pengolahan mencapai Rp15,15 triliun, lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp12,08 triliun. Penyaluran kredit ke sektor
industri pengolahan didominasi oleh kredit subsektor tekstil, sandang, dan kulit.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
21
2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Seiring dengan melambatnya permintaan konsumsi rumah tangga, laju pertumbuhan sektor
PHR tumbuh 3,85% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2007
yang tumbuh 15,81% (yoy). mencapai signifikan (lihat Tabel 1.3.). Perlambatan pertumbuhan
sektor PHR tercermin antara lain dari penurunan laju pertumbuhan penjualan pedagang besar dan
eceran. Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia menunjukkan bahwa nilai penjualan
pedagang besar dan eceran triwulan II-2008 tumbuh 14,73% (yoy), melambat dibandingkan periode
yang sama tahun lalu yang tumbuh 50,35% (yoy) (lihat Grafik 1.26.).
Grafik 1.26. Perkembangan Nilai Penjualan Pedagang Besar dan Eceran
0
25
50
75
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
06 07 08
(Rp/Miliar)
Penjualan Pedagang Besar dan Eceran Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Tabel 1.10. Indikator Perhotelan di Jawa Barat
Jan Feb Mar Okt Nov Des Jan Feb MarHotel Bintang (%) 32,57 31,65 49,97 40,88 48,36 53,29 46,60 40,84 39,49Hotel Non Bintang (%) 23,96 21,72 23,64 22,96 23,03 25,88 29,31 23,48 20,84Hotel Bintang dan Non Bintang (%) 27,66 26,03 35,37 31,18 33,38 37,28 37,41 34,75 35,87Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
TW ITingkat Hunian Kamar Tw I2007 2008
Tw IV
Sementara itu, kinerja subsektor hotel diperkirakan mengalami sedikit perbaikan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Indikator subsektor hotel hingga akhir
triwulan I-2008, menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan I-2007. Rata-rata tingkat hunian
kamar (hotel bintang dan non bintang) selama bulan Januari-Maret 2008 mencapai 36,01%, lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 29,69%.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
22
Grafik 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
-
4
8
12
16
20
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2006 2007 2008
(Rp Triliun)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh
34,30% (yoy). Nilai kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencapai Rp16,97 triliun, lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar Rp12,64 triliun (Grafik 1.27.). Kredit
di sektor perdagangan, hotel, dan restoran didominasi oleh kredit ke subsektor perdagangan eceran.
2.4. Sektor Keuangan
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa dunia usaha diperkirakan tumbuh 3,62% (yoy),
terutama didorong oleh membaiknya kinerja subsektor keuangan (lihat Tabel 1.3.). Kinerja
subsektor keuangan selama triwulan I-2008, yang tercermin dari nilai tambah bank umum di Jawa
Barat, mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu (lihat Tabel 1.11.). Nilai
tambah bank umum di Jawa Barat pada akhir triwulan I-2008 mencapai Rp1,45 miliar, atau tumbuh
36,95% (yoy). Hal ini sejalan dengan meningkatnya perolehan pendapatan bunga bank umum di Jawa
Barat.
Meskipun tekanan inflasi di Jawa Barat mengalami peningkatan, stabilitas sistem keuangan
di Jawa Barat hingga triwulan II-2008 masih tetap terjaga. Hal ini mendorong sektor keuangan,
persewaan, dan jasa dunia usaha tumbuh 13,75%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya (lihat Tabel 1.3.). Indikator kinerja perbankan masih menunjukkan perkembangan
yang cukup baik. Meskipun tekanan inflasi mengalami peningkatan, NPL bank umum di Jawa Barat
masih terjaga pada level yang cukup rendah. Di sisi lain, nilai tambah bank umum di Jawa Barat masih
tumbuh cukup tinggi, yaitu mencapai 28,68% (yoy) (lihat Tabel 1.11.).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
23
Tabel 1.11. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat (Rp Juta)
Bank Umum Pemerintah 1,431,773 1,878,031 31.17Bank Swasta Nasional 913,822 1,157,560 26.67Bank Asing dan Campuran 69,682 72,412 3.92
Total 2,415,277 3,108,003 28.68Sumber: LBU KBI Bandung.
Nilai Tambah Tw.II-07 Tw.II-08 Pertumbuhan (%)
2.5. Sektor Bangunan
Meningkatnya pertumbuhan invetasi di Jawa Barat, mendorong sektor bangunan dan
konstruksi pada triwulan II-2008 tumbuh 13,75% (yoy), lebih baik dibandingkan
pertumbuhan triwulan II-2007 yang tumbuh 10,08% (yoy). Peningkatan laju pertumbuhan sektor
bangunan dan konstruksi tercermin dari hasil Survei Properti Komersial Bank Indonesia (SPKOM). Hasil
SPKOM mengindikasikan bahwa perkembangan properti komersial pada triwulan II-2008 mengalami,
terutama untuk jenis properti perkantoran sewa dan apartemen jual (lihat Tabel 1.12).
Tabel 1.12. Perkembangan Properti Komersial
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw IIPerkantoran Sewa (m2) 17.271 18.216 18.216 18.230 18.680 26.563 45,83
Pusat Perbelanjaan Sewa dan Jual (m2) 104.836 101.926 103.617 104.693 106.260 104.040 2,07Apartemen Jual (unit) 393 393 393 403 408 558 41,98Hotel Bintang 3,4, dan 5 (jumlah kamar) 1.251 1.364 1.266 1.261 1.274 1.420 4,11Sumber: Survei Properti Komersial Kota Bandung.
Jenis PropertiPertumbuhan (%) Tw II-08 - Tw II-07
2007 2008
Grafik 1.28. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Bangunan dan Konstruksi
-
1
2
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2006 2007 2008
(Rp Triliun)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
Sejalan dengan perkembangan di atas, pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum di Jawa
Barat ke sektor bangunan dan konstruksi tumbuh 22,13% (yoy)). Penyaluran kredit sektor ini
mencapai Rp1,56 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp1,94
triliun (lihat Grafik 1.28). Sebagian besar kredit disalurkan ke subsektor konstruksi lainnya, dan
subsektor perumahan sederhana.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
24
2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh 8,13%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-2007 yang sebesar 12,06% (yoy) (lihat Tabel
1.3.). Pertumbuhan sektor ini terutama ditopang oleh pertumbuhan sektor komunikasi, yang
diperkirakan tumbuh 27,65% (yoy). Sementara itu, beberapa indikator sektor pengangkutan masih
menunjukkan perkembangan yang cukup baik (lihat Tabel 1.13.-1.15.). Khusus untuk angkutan kereta
api, jumlah penumpang kereta api selama triwulan II-2008 mengalami peningkatan seiring dengan
penurunan tarif yang dilakukan oleh PT. KAI. Sementara itu, sejalan dengan dibukanya rute baru,
penumpang pesawat udara dengan tujuan internasional mengalami peningkatan yang signifikan.
Tabel 1.13. Jumlah Kendaraan (Golongan II) yang Masuk dan Keluar dari Beberapa Gerbang Tol
Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk KeluarPadalarang 161.925 117.815 229.631 205.344 41,81 74,29 Padalarang Barat 83.973 129.771 149.773 207.832 78,36 60,15 Cileunyi 128.194 122.014 229.631 235.735 79,13 93,20 Pasir Koja 106.378 93.692 151.819 106.095 42,72 13,24 Sumber: PT. Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi.
Gerbang TolTw. II-2007 Tw. II-2008 Pertumbuhan (%)
Tabel 1.14. Jumlah Penumpang Kereta Api DAOP Jawa Barat (Bandung dan Cirebon)
(Juta Penumpang)
Eksekutif 0,22 0,30 35,32 Bisnis 0,17 0,26 53,22 Ekonomi 0,33 0,59 82,21 Lokal Bisnis 0,30 0,27 (9,30) Lokal Ekonomi 1,52 1,88 23,42
Total 2,54 3,30 30,13Sumber: PT. Kereta Api DAOP Jawa Barat.
Pertumbuhan (%)Kelas Tw. II-2007 Tw. II-2008
Tabel 1.15. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara
Keberangkatan (orang) 26.497 24.935 (5,90) Kedatangan (orang) 24.384 23.745 (2,62)
Keberangkatan (orang) 11.100 20.944 88,68 Kedatangan (orang) 11.587 22.290 92,37 Sumber: PT. Persero Angkasa Pura II.
Internasional Tw. II-2007 Tw. II-2008 Pertumbuhan (%)
Domestik Tw. II-2007 Tw. II-2008 Pertumbuhan (%)
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh
22,77% (yoy) (Grafik 1.29.). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp806,33 miliar, lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp955 miliar. Penyaluran kredit terbesar terutama
terjadi di subsektor angkutan umum.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
25
Grafik 1.29. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
-
250
500
750
1.000
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2006 2007 2008
(Rp Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
2.7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Sektor listrik, gas, dan air bersih (LGA) pada triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh 3,27%
(yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu (lihat Tabel 1.3.).
Pertumbuhan kinerja sektor ini ditopang terutama oleh pertumbuhan subsektor listrik. Indikator
subsektor yang tercermin dari pemakaian listrik (rumah tangga dan industri) di Jawa Barat, masih
menunjukkan peningkatan (lihat Tabel 1.17.).
Tabel 1.17. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (tidak termasuk Banten)
(Juta Kwh)
Rumah Tangga 2.301 2.418 5,08 Industri 3.616 3.805 5,23
Total 5.917 6.223 5,17 Sumber: PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten
Pertumbuhan (%)Pengguna Tw. II-2007 Tw. II-2008
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh
signifikan, yaitu sebesar 407% (yoy) (lihat Grafik 1.30.). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp181
miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp35,59 miliar. Penyaluran
kredit ke sektor LGA masih didominasi oleh penyaluran kredit ke subsektor listrik.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
26
Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
-
50
100
150
200
250
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2006 2007 2008
(Rp Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
2.8. Sektor Jasa-Jasa
Kinerja sektor jasa-jasa pada triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh 2,20% (yoy) (lihat Tabel
1.3.). Setelah mengalami perlambatan di awal tahun 2008, perkembangan sektor jasa-jasa pada
triwulan II-2008 mulai menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya jasa-jasa perorangan
di Jawa Barat. Sementara itu, jasa-jasa pemerintahan diperkirakan cenderung menurun sejalan dengan
melambatnya realisasi belanja pemerintah selama triwulan II-2008.
Grafik 1.31. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa-Jasa
-
500
1.000
1 3 9 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2006 2007 2008
(Rp Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum KBI Bandung
Penyaluran kredit ke sektor jasa-jasa tumbuh 19,05%, lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun lalu (lihat Grafik 1.31.). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp1.152 miliar, lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp968 miliar. Dilihat dari penyaluran kredit
per subsektor, pertumbuhan kredit sektor ini masih didominasi oleh penyaluran kredit ke subsektor
kesehatan.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
27
Boks 1
Efektivitas Penyaluran BLT di Kota Bandung
Untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas BLT 2008, KBI Bandung melakukan survei cepat di Kota
Bandung kepada 200 penerima BLT 2008 dan 4 kantor pos penyalur BLT. Parameter efektivitas BLT
diklasifikasikan ke dalam 5 kelompok, yakni Tepat Sasaran, Tepat Penggunaan, Manfaat, Kelayakan,
dan Prosedur Pendistribusian BLT. Berdasarkan hasil survei dan kriteria yang digunakan untuk
mengukur efektivitas BLT, diperoleh hasil bahwa tingkat efektivitas distribusi BLT 2008 di Kota
Bandung sudah cukup baik (dengan nilai 82,83%) seperti tercantum pada tabel sbb.:
Klasifikasi Efektivitas
Parameter Bobot Bench-mark
Realisasi (jumlah
responden)
Tempat tinggal: sewa 0.95 190 102
Bekerja 0.95 190 107
Usia >55 0.95 190 168
Anggota RTS > 4 0.95 190 130
Pendidikan< SD 0.85 170 135
Pendapatan< Rp480 ribu 0.95 190 132
Menerima kartu miskin 0.95 190 149
Tepat Sasaran
Punya pekerjaan utama 0.8 160 141
Menerima BLT 1 200 132 Pengguna BLT: anggota keluarga RTS 0.8 160 184
BLT untuk pangan 0.5 100 190
BLT untuk pendidikan 0.2 40 84
BLT untuk kesehatan 0.15 30 72
Tepat Penggunaan
BLT untuk usaha 0.15 30 26
Bermanfaat 0.95 190 186 Manfaat Kompensasi kenaikan
harga BBM 0.95 190 1 Kelayakan Penerima Penerima BLT: miskin 0.95 190 185
Prosedur Penyaluran tertib 0.95 190 187
Total Skor 2.790 2.311
Efektivitas 82,83%
Beberapa hal yang perlu dicatat dari hasil survei tersebut adalah:
− Responden penerima BLT 2008 adalah penerima BLT 2005. Tampaknya tidak ada pengkinian data RTS pasca penyaluran BLT 2005.
− Ada sebagian (33,5%) responden RTS yang tidak menerima BLT secara utuh (kurang dari Rp300 ribu).
− Lebih dari 40% responden penerima BLT berpendapat bahwa nilai BLT yang dianggap memadai adalah sebesar Rp500 ribu.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
28
Boks 2.
Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Perilaku Konsumsi Rumah Tangga
di Kota Bandung
Hasil survei cepat KBI Bandung terhadap 124 rumah tangga di Kota Bandung menunjukkan bahwa
satu bulan pasca kenaikan harga BBM 24 Mei 2008, belum terlihat adanya pengaruh signifikan
terhadap pengeluaran rumah tangga responden. Pola konsumsi hanya mengalami sedikit pergeseran,
bahkan dapat dikatakan relatif tetap.
Pada umumnya responden menyatakan adanya peningkatan pengeluaran pasca kenaikan harga BBM.
Peningkatan porsi pengeluaran terjadi pada kelompok makanan, yakni dari 41,43% menjadi 41,70%.
Namun demikian, pengeluaran untuk kelompok non makanan masih relatif lebih besar (di atas 50%).
Pada kelompok non makanan peningkatan porsi pengeluaran terjadi pada komponen transportasi.
Beberapa hipotesa penyebab tidak signifikannya dampak kenaikan harga BBM terhadap pengeluaran
masyarakat:
Waktu satu bulan pasca kenaikan harga BBM, relatif pendek untuk melihat dampak kenaikan
harga BBM tersebut terhadap perubahan perilaku konsumsi rumah tangga. Selama periode itu,
rumah tangga diperkirakan masih memiliki stok barang bulan sebelumnya, sehingga belum
banyak pengeluaran untuk membeli barang yang baru.
Dampak kenaikan harga BBM rata-rata sebesar 28,7% memang tidak begitu besar terhadap
pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga diperkirakan telah melakukan penyesuaian sejak awal
tahun 2008, seiring kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok, khususnya bahan makanan
(beras, tempe, tahu, terigu, mie instan, dll) dan bahan bakar (minyak tanah dan elpiji).
Pengaruh kenaikan harga BBM yang cukup signifikan menyebabkan pengeluaran rumah tangga
untuk keperluan transportasi meningkat. Oleh karena itu rumah tangga telah berupaya
menghemat pemakaian bahan bakar. Di samping itu, rumah tangga telah berupaya melakukan
penyesuaian terutama dengan melakukan penghematan untuk biaya listrik, air, dan telepon.
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
30
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Tahun Dasar 2002 Jawa Barat (gabungan tujuh kota1)
pada triwulan II-2008 lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya baik secara triwulanan
maupun tahunan (Grafik 2.1 dan 2.2). Secara triwulanan, inflasi Jawa Barat tercatat sebesar 4,41%
(qtq) (Grafik 2.1). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Barat pada triwulan I-2008
(3,17%) dan triwulan II-2007 (-0,21%). Secara tahunan, inflasi Jawa Barat mencapai 11,83% (yoy)
pada Juni 2008, atau jauh di atas kisaran sasaran inflasi IHK nasional tahun 2008 yang ditetapkan
Pemerintah sebesar 5%±1% (Grafik 2.2). Angka inflasi tahunan tersebut lebih tinggi daripada inflasi
tahunan pada Maret 2008 yang sebesar 6,88% dan inflasi pada Juni 2007 yang sebesar 4,82%.
Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional
-1
1
3
5% (qtq)
Jabar 0,64 1,13 2,38 1,46 -0,21 2,34 1,44 3,17 4,41
Nasional 0,87 1,16 2,44 1,91 0,17 2,28 2,09 3,41
Tw.II Tw.III Tw.IVTw.I Tw.II Tw.III Tw.IVTw.I Tw.II
2006 2007 2008
Sumber: BPS Provinsi Jabar, TD 2002.
Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional
0
5
10
15
20% (yoy)
Jabar 15,87 15,04 6,13 5,72 4,82 6,08 5,10 6,88 11,83
Nasional 15,53 14,55 6,60 6,52 5,77 6,95 6,59 8,17
6 9 12 3 6 9 12 3 6
2006 2007 2008
Sumber: BPS Provinsi Jabar, TD 2002.
Faktor determinan inflasi selama bulan April sampai dengan Juni 2008 adalah administered
price. Kenaikan harga minyak bumi di pasar dunia, dari kisaran USD80/barrel pada tahun 2007
menjadi di atas USD130/barrel pada pertengahan tahun 2008, telah menyebabkan peningkatan beban
APBN untuk subsidi BBM. Situasi tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan pengurangan
subsidi BBM, atau dengan kata lain menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Berdasarkan
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 tahun 2008 tertanggal 23 Mei 2008,
pada tanggal 24 Mei 2008 pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi (premium,
solar, dan minyak tanah) rata-rata 28,75%. Kenaikan BBM tersebut telah menyumbang inflasi cukup
besar selama triwulan II-2008 dan mendorong kenaikan barang dan jasa lainnya, khususnya tarif
angkutan.
Di samping kenaikan harga bahan bakar pada akhir triwulan II-2008, peningkatan laju inflasi
selama setahun terakhir di Jawa Barat juga didominasi oleh faktor eksternal. Kenaikan harga
komoditas di pasar internasional, seperti CPO, gandum, emas, dan kedelai, yang telah berlangsung
sejak pertengahan tahun 2007 hingga tahun 2008, telah mendorong kenaikan berbagai produk
bahan makanan dan emas perhiasan di dalam negeri, termasuk di Jawa Barat.
5 Gabungan tujuh kota: Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor, Sukabumi, dan Banjar.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
31
1. INFLASI TRIWULANAN
Secara triwulanan, laju inflasi di Jawa Barat selama triwulan II-2008 mencapai 4,41% (qtq),
merupakan inflasi triwulanan tertinggi sejak tahun 2006. Faktor utama inflasi selama triwulan II-
2008 adalah kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Mei 2008. Hal ini diindikasikan oleh tingginya
inflasi pada bulan Juni 2008 yang mencapai 2,26% (mtm). Di samping itu, kenaikan harga berbagai
bahan makanan, minyak tanah dan elpiji untuk rumah tangga sejak beberapa bulan sebelumnya, juga
turut mendorong inflasi Jawa Barat.
Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional
-0,8
-0,4
0,0
0,4
0,8
1,2
1,6
2,0
2,4
2,8
3,2
3,6% (mtm)
Jabar 0,5 0,3 0,5 -0,3-0,6 0,8 0,5 0,9 0,8 0,7 0,1 0,5 1,3 1,0 0,6 0,5 1,5 2,2
Nasional 1,0 0,6 0,2 -0,1 0,1 0,2 0,7 0,7 0,8 0,7 0,1 1,1 1,7 0,6 0,9 0,5 1,4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2007 2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: data inflasi nasional bulan Juni 2008 tidak ditampilkan karena perbedaan tahun dasar. Pada grafik di atas, inflasi Jawa Barat berdasarkan Tahun Dasar 2002, sedangkan inflasi nasional sejak Juni 2008 berdasarkan Tahun Dasar 2007.
. Grafik 2.4. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha
-1
0
1
2
3
4
5
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008
% (inflasi)
0
10
20
30
40SBT (SKDU)
SBT hasil SKDU inflasi gab 7 kota (qtq)
Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan komoditas, sepuluh komoditas dengan inflasi tertinggi dan penyumbang inflasi
terbesar selama triwulan II-2008 didominasi BBM, elpiji, bahan makanan dan makanan jadi
(Tabel 2.1 dan 2.2). Sepuluh komoditas penyumbang terbesar inflasi memberikan andil sebesar
3,07% terhadap inflasi Jawa Barat, sehingga membentuk 70% inflasi Jawa Barat pada triwulan II-
2008, yang sebesar 4,41% (qtq).
Tabel 2.1. Komoditas dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat
Triwulan II-2008
No. Komoditas Inflasi (%, qtq)
1 Gas Elpiji 46,11 2 Bensin 33,43
3 Jengkol 33,20
4 Kelompok Bermain 32,95 5 Petai 28,84
6 Solar 27,91
7 Tomat Sayur 27,49
8 Bahan Pelumas/Oli 24,08
9 Roti Manis 23,82
10 Fitnes Center 23,56
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.2. Komoditas dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar
di Jawa Barat Triwulan II-2008
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, qtq) 1 Bensin 0,90 2 Angkutan Dalam Kota 0,80 3 Gas Elpiji 0,36 4 Beras 0,27 5 Nasi 0,26 6 Roti Manis 0,11 7 Rokok Kretek Filter 0,11 8 Mie Kering Instan 0,10 9 Daging Ayam Ras 0,10
10 Air Kemasan 0,07
Total 3,07
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
32
1.1. DISAGREGASI INFLASI
Inflasi di Jawa Barat pada triwulan II-2008 didominasi oleh inflasi administered prices (Grafik
2.5). Dibandingkan dengan triwulan I-2008, inflasi administered prices mengalami peningkatan
signifikan, sementara inflasi inti dan inflasi volatile food mengalami perlambatan (Grafik 2.6).
Grafik 2.5. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food di Jawa Barat
Triwulan II-2008
1,34
2,45
3,06
2,37
0,69
4,41
10,43
4,41
0 2 4 6 8 10 12
TOTAL
Inti
Administeredprices
Volatile food
Jeni
s in
flas
i
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.6. Inflasi Triwulanan Kelompok Inti, Administered Prices, dan
Volatile Food di Jawa Barat
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12% (qtq)
Inti 1,42 0,43 1,46 1,69 2,49 2,45
Adm. Prices 0,09 0,56 1,85 -0,14 1,61 10,43
Volatile food 3,09 -2,72 5,22 2,54 6,56 3,06
Total 1,46 -0,21 2,34 1,44 3,17 4,41
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.I
2007 2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
a. Inflasi Inti
Inflasi inti2 pada triwulan II-2008 mencapai 2,45%, hampir sama dengan kondisi pada
triwulan I-2008 yang sebesar 2,49% (qtq) (Grafik 2.6). Andil inflasi inti terhadap inflasi Jawa
Barat adalah sebesar 1,34%, atau membentuk 30% inflasi di Jawa Barat pada triwulan II-2008
(Grafik 2.5). Komoditas inti dengan inflasi tertinggi adalah biaya pendidikan di kelompok bermain
(inflasi 32,95%), sedangkan penyumbang terbesar inflasi adalah nasi dan lauk pauk (andil 0,26%)
(Tabel 2.3 dan 2.4). Stabilnya laju inflasi inti triwulan ini terutama didukung oleh relatif minimnya
tekanan eksternal, jika dibandingkan dengan triwulan I-2008.
6 Inflasi inti adalah inflasi IHK yang telah mengeluarkan komoditas administered (harganya ditetapkan oleh pemerintah) dan volatile foods (komoditas bahan makanan yang pergerakan harganya sangat berfluktuasi) (lihat buku PEKDA Provinsi Jabar Tw III-2005).
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
33
Tabel 2.3. Komoditas Inti dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat
Triwulan II-2008
No. Komoditas Inflasi (%, qtq)
1 Kelompok Bermain 32,95 2 Bahan Pelumas/Oli 24,08 3 Roti Manis 23,82 4 Fitnes Center 23,56 5 Margarine 23,43 6 Tongkol Pindang 22,77 7 Ganti Oli 17,39 8 Besi Beton 17,29 9 Tarip Sewa motor 16,34
10 Bandeng Pindang 16,07 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.4. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar di Jawa Barat
Triwulan II-2008
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, qtq)
1 Nasi & lauk pauk 0,26 2 Roti Manis 0,11 3 Air Kemasan 0,07 4 Ayam Goreng 0,05 5 Sate 0,05 6 Besi Beton 0,05 7 Batu Bata/Batu Tela 0,05 8 Bahan Pelumas/Oli 0,05 9 Semen 0,04
10 Keramik 0,03
Total 0,76 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Perkembangan nilai tukar Rupiah yang cukup stabil juga turut menjaga stabilnya inflasi
inti, namun sumber tekanan inflasi dari sisi ekspektasi tampaknya cukup besar. Nilai tukar
Rupiah secara rata-rata bulanan pada triwulan II-2008 relatif stabil, meskipun sedikit melemah
dibandingkan dengan triwulan I-2008 (Grafik 2.7). Di sisi ekspektasi, para pelaku ekonomi
(khususnya pengusaha, pedagang eceran, dan konsumen) pada triwulan I-2008 atau sebelum
adanya berita tentang rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, tampaknya masih
belum memperkirakan akan adanya kenaikan harga barang dan jasa. Namun demikian, setelah
pada awal Mei 2008 pemerintah menginformasikan rencana kenaikan harga BBM dalam waktu
dekat, ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga barang dan jasa semakin meningkat.
Perkembangan ekspektasi tersebut diindikasikan oleh hasil beberapa survei yang dilakukan oleh
KBI Bandung, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Penjualan Eceran (SPE), dan Survei
Konsumen (SK).
Grafik 2.7. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar
8.800
9.000
9.200
9.400
9.600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2007 2008
Rp/USD
kurs tengah bulanan rata-rata triwulanan Sumber: Bank Indonesia.
. Grafik 2.8. Perkembangan Ekspektasi Pengusaha terhadap Harga Barang dan Jasa
-1
0
1
2
3
4
5
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II
2007 2008
% (inflasi)
0
10
20
30
40
50SBT
SBT hasil SKDU Inflasi gab. 7 kota (qtq)
Sumber: Bank Indonesial; BPS Prov. Jabar
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
34
Hasil SKDU menunjukkan bahwa ekspektasi para pengusaha responden SKDU terhadap
kenaikan harga jual/tarif barang/jasa semakin meningkat pada triwulan II-2008. Hal ini
tercermin dari peningkatan SBT (saldo bersih tertimbang3) hasil survei pada triwulan II-2008
dibandingkan dengan hasil survei pada triwulan I-2008. (Grafik 2.8). Kenaikan harga jual/tarif
menurut para pengusaha terutama terjadi pada sektor industri pengolahan (tekstil, logam, alat
angkutan dan mesin); sektor perdagangan, hotel, dan restoran; serta sektor pengangkutan dan
komunikasi. Sumber utama pendorong kenaikan harga tersebut adalah kenaikan biaya bahan
baku/material dan biaya operasional.
Grafik 2.9. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2007 2008
% (inflasi)
70
80
90
100
110
120
130
140
150SB
SPE* SPE** SPE*** Inflasi Gab.7 Kota (mtm)
Sumber: SPE-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb hasil SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb hasil SPE 6 bulan sebelumnya; SPE***= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada tahun berjalan pada SPE bulan ybs.
Grafik 2.10. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2007 2008
% (inflasi)
100110120130140150160170180190200SB
SK* SK** Inflasi Gab.7 Kota (mtm)
Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, hasil SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, hasil SK 6 bulan sebelumnya.
Ekspektasi pedagang eceran responden SPE terhadap harga barang dan jasa
menunjukkan arah yang sama dengan perkembangan inflasi bulanan pada triwulan II-
2008. Mereka telah memperkirakan sebelumnya bahwa akan terjadi kenaikan harga eceran pada
triwulan II-2008, dengan keyakinan yang semakin menguat. Hal ini diindikasikan oleh nilai indeks
SB yang lebih besar dari 100, dengan kecenderungan meningkat (Grafik 2.9).
Hasil Survei Konsumen mengindikasikan ekspektasi konsumen terhadap harga barang
dan jasa yang searah dengan pergerakan inflasi bulanan sepanjang triwulan II-2008
(Grafik 2.10). Jumlah konsumen yang memperkirakan akan terjadi kenaikan harga barang dan
jasa semakin meningkat di akhir triwulan II-2008. Menurut responden, kelompok barang dan jasa
yang diperkirakan berpeluang paling besar mengalami kenaikan harga adalah kelompok bahan
3 Saldo bersih tertimbang (SBT) adalah hasil perkalian saldo bersih (SB) sektor yang bersangkutan dengan bobot sektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo bersih (net balance) adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”. SBT positif menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang menyatakan bahwa harga jual meningkat dibandingkan yang menyatakan turun. Bobot masing - masing sektor/subsektor berdasarkan pada distribusi PDB tahun 2000.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
35
makanan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; serta kelompok perumahan,
listrik, air, gas, dan bahan bakar.
b. Inflasi Volatile Food
Inflasi volatile food secara triwulanan mengalami penurunan dari 6,56% pada triwulan I-
2008 menjadi 3,06% pada triwulan II-2008 (Grafik 2.5). Sumbangan inflasi volatile food
mencapai 0,69%, atau membentuk 16% inflasi Jawa Barat (Grafik 2.6). Berdasarkan komoditas,
berbagai jenis sayuran mengalami persentase kenaikan harga yang tertinggi (Tabel 2.5).
Tabel 2.5. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Triwulanan Tertinggi di Jawa Barat
Triwulan II-2008
No. Komoditas Inflasi (%, qtq)
1 Jengkol 33,20 2 Petai 28,84 3 Tomat Sayur 27,49 4 Tomat Buah 22,52 5 Mie Kering Instan 16,80 6 Kelapa 15,44 7 Gabus 14,18 8 Pepaya 11,40 9 Mujair 9,93
10 Telur Itik 9,24 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.6. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Triwulanan Terbesar
di Jawa Barat Triwulan II-2008
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, qtq)
1 Beras 0,27 2 Mie Kering Instan 0,10 3 Daging Ayam Ras 0,10 4 Ikan Mas 0,05 5 Jeruk 0,05 6 Tomat Sayur 0,05 7 Kelapa 0,04 8 Pisang 0,03 9 Pepaya 0,03
10 Susu Bubuk 0,02
Total 0,75 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Meskipun persentase kenaikan harga beras yang sebesar 4,61%, relatif kecil
dibandingkan komoditas volatile food lainnya, komoditas ini merupakan penyumbang
terbesar inflasi pada kelompok ini, yakni dengan sumbangan inflasi sebesar 0,27% (Tabel
2.6). Pada triwulan sebelumnya, harga beras mengalami penurunan sebesar 0,80% karena
melimpahnya pasokan pasca panen raya pada triwulan tersebut. Seperti triwulan sebelumnya, mie
instan juga masih masuk dalam sepuluh komoditas penyumbang inflasi volatile food.
c. Inflasi Administered Prices
Kenaikan harga BBM akhir Mei 2008 dan elpiji sejak awal Mei 2008 telah menyebabkan
lonjakan inflasi administered prices dari 1,61% pada triwulan I-2008 menjadi 10,43%
(Grafik 2.5). Kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 2,37% atau membentuk 54% dari total
inflasi Jawa Barat (Grafik 2.6).
Komoditas administered dengan inflasi tertinggi adalah gas elpiji, bensin, dan solar
(Tabel 2.7). Selain itu, minyak tanah juga mengalami kenaikan. Pada tanggal 24 Mei 2008
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi rata-rata 28,75%, yaitu premium naik
dari Rp4.500 menjadi Rp6.000 per liter, solar dari Rp4.300 menjadi Rp5.500 per liter, dan minyak
tanah dari Rp2.000 menjadi Rp2.500 per liter. Dampak langsung kenaikan bensin dan solar adalah
kenaikan tarif angkutan dalam kota dan antarkota. Selain BBM,elpiji, dan tarif angkutan, harga
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
36
rokok dan tarif air PAM juga termasuk ke dalam sepuluh penyumbang terbesar inflasi volatile food
(Tabel 2.8).
Tabel 2.7. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi dan Deflasi Triwulanan
Tertinggi di Jawa Barat Triwulan II-2008
No. Komoditas Inflasi (%, qtq)
1 Gas Elpiji 46,11 2 Bensin 33,43 3 Solar 27,91 4 Angkutan Dalam Kota 12,96 5 Angkutan Antar Kota 9,74 6 Rokok Kretek Filter 4,75 7 Biaya Kirim Surat 4,52 8 Rokok Putih 3,76 9 Rokok Kretek 2,53
10 Minyak Tanah 2,18 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.8. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi dan Deflasi Triwulanan
Terbesar di Jawa Barat Triwulan II-2008
No. Komoditas Andil Inflasi (%, qtq)
1 Bensin 0,90 2 Angkutan Dalam Kota 0,80 3 Gas Elpiji 0,36 4 Rokok Kretek Filter 0,11 5 Minyak Tanah 0,06 6 Angkutan Antar Kota 0,05 7 Rokok Kretek 0,05 8 Solar 0,03 9 Rokok Putih 0,01
10 Tarip Air Minum PAM 0,01
Total 2,37 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
1.2. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Tabel 2.9. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
2007 2008 No. Kelompok 2006
Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan 7,66 7,66 4,74 2,65 6,30 3,21 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,88 0,88 0,85 0,62 2,80 4,69 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,33 0,33 2,19 0,45 2,27 3,15 4 Sandang 1,84 1,84 1,07 8,14 3,35 0,22 5 Kesehatan 2,80 2,80 0,64 1,20 6,18 1,81 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 2,14 2,14 6,20 0,67 0,82 0,89 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,07 0,07 0,06 0,32 0,18 11,93
Umum 2,38 -0,21 2,34 1,44 3,17 4,41
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Pada triwulan II-2008 inflasi terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa. Dari tujuh
kelompok barang dan jasa, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, peningkatan laju inflasi terjadi
pada empat kelompok (kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga; serta
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan). Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan mengalami lonjakan paling signifikan, sekaligus merupakan kelompok dengan inflasi
tertinggi. Sebaliknya, inflasi terendah terjadi pada kelompok sandang (Tabel 2.9).
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
37
Selain mengalami inflasi tertinggi, kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
juga merupakan kelompok barang dan jasa
penyumbang terbesar inflasi (Grafik 2.11).
Kelompok ini menyumbang 1,74% terhadap
inflasi Jawa Barat, yang berarti membentuk 39%
inflasi Jawa Barat. Tiga kelompok lainnya yang
menyumbang inflasi di atas 0,5% adalah
kelompok makanan jadi, kelompok bahan
makanan, dan kelompok perumahan. Inflasi di
Jawa Barat menurut kelompok barang dan jasa,
secara berurutan mulai dari kelompok yang
memberikan andil inflasi terbesar, ada pada
uraian di bawah ini:
Grafik 2.11. Inflasi dan Andil Inflasi Jawa Barat Triwulanan Menurut
Kelompok Barang dan Jasa Triwulan II-2008
0,95
0,75
0,01
0,07
0,06
1,74
3,21
4,69
3,15
0,22
1,81
0,89
11,93
0,83
4,414,41
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12
TOTAL
Bahanmakanan
Makananjadi,dsb
Perumahan,dsb
Sandang
Kesehatan
Pendidikan,dsb
Transpor,dsb
Kel
omp
ok
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: nama kelompok disingkat.
a. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mencapai 11,93%, meningkat
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 0,18% (Grafik 2.12).
Kelompok tersebut menyumbang inflasi sebesar 1,74% terhadap inflasi Jawa Barat, dengan kata
lain membentuk 40% inflasi Jawa Barat selama triwulan II-2008 (Grafik 2.13).
Grafik 2.12. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi
dan Jasa Keuangan di Jawa Barat
11,93
0,18
0,320,060,53
0,190,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.13. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan II-2008
1,74
0,00
0,00
11,93
0,52
0,00
1,86
-0,12-5,53
16,44
-6 -3 0 3 6 9 12 15 18
KEL.TRANSPOR,DSB
Transpor
Komunikasi &Pengiriman
Sarana &PenunjangTranspor
Jasa Keuangan
Subk
elom
pok
% (qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Dari empat subkelompok, inflasi subkelompok transpor, yang tercatat 16,44%,
memberikan sumbangan inflasi terbesar, yaitu 1,86% (Grafik 2.13). Penyumbang inflasi
terbesar adalah premium, solar, angkutan dalam kota, dan angkutan antar kota. Seperti telah
disebutkan pada uraian-uraian sebelumnya, penyebab utama inflasi subkelompok ini adalah
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
38
kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Mei 2008. Adapun inflasi subkelompok lainnya tidak
signifikan, bahkan ada yang mengalami deflasi.
b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan II-2008
mencapai 4,69%, meningkat daripada triwulan sebelumnya yang 2,80% (Grafik 2.14).
Kelompok ini memberikan andil inflasi kedua terbesar, yakni sebesar 0,95% terhadap inflasi Jawa
Barat, atau membentuk 22% inflasi Jawa Barat (Grafik 2.15).
Grafik 2.14. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan
Tembakau di Jawa Barat
4,69
2,80
0,620,850,70
2,23
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah
Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan II-2008
0,95
0,68
0,11
0,16
4,69
5,05
4,28
3,74
0 1 2 3 4 5 6
KEL.MAKANANJADI,DSB
Makanan jadi
Min. tdkberalkohol
Tembakau &min. beralkohol
Subk
elom
pok
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Seperti triwulan sebelumnya, dari tiga subkelompok, subkelompok makanan jadi
mendominasi inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (Grafik
2.15). Inflasi subkelompok makanan jadi yang sebesar 5,05%, menyumbang inflasi sebesar
0,68%, terutama karena kenaikan harga nasi rames, roti manis, ayam goreng, sate, bubur,
makanan gorengan, dan gado-gado. Peningkatan harga bahan baku adalah penyebab utama
kenaikan harga berbagai makanan jadi tersebut.
c. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi kelompok bahan makanan pada
triwulan II-2008 mencapai 3,21%,
melambat dibandingkan inflasi pada
triwulan sebelumnya yang sebesar
6,30% (Grafik 2.16). Kelompok ini
menyumbang inflasi 0,83% atau membentuk
50% dari inflasi Jawa Barat yang sebesar
4,41% (Grafik 2.17).
Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat
2,65
4,74
3,21
6,30
-2,41
3,00
-4
-2
0
2
4
6
8
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
39
Grafik 2.17. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat
Menurut Subkelompok Triwulan II-2008
0,06
0,08
0,02
0,00
0,02
0,14
0,00
0,017
3,21
5,55
4,58
10,42
1,00
5,72
-0,19
0,00
0,83
0,37
0,14
0,20
0,92
3,37
6,06
-0,11
-4 -2 0 2 4 6 8 10 12
KEL.BAHAN MAKANAN
Padi-padian
Daging & hasilnya
Ikan segar
Ikan diawetkan
Telur,susu & hasilnya
Sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Bumbu-bumbuan
Lemak & minyak
Lainnya
Subk
elo
mp
ok
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.18. Inflasi Beras dan Mie Instan di Jawa Barat
-10
-5
0
5
10
15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2007 2008
% (mtm)
Beras
Mie instan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan subkelompok, subkelompok padi-padian adalah penyumbang terbesar
inflasi kelompok bahan makanan (Grafik 2.17). Pada subkelompok ini, sumbangan inflasi
beras dan mie kering instan adalah yang terbesar. Setelah masa panen raya padi sejak
pertengahan triwulan I-2008 hingga awal triwulan II-2008, harga beras mulai mengalami kenaikan
pada bulan Mei dan Juni 2008 (Grafik 2.18). Salah satu pendorong kenaikan harga beras adalah
kebijakan pemerintah pada tanggal 22 April 2008 yang menetapkan kenaikan Harga Pembelian
Pemerintah (HHP) untuk komoditas beras. Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2008
tentang Kebijakan Perberasan, harga gabah kering panen di tingkat petani yang sebelumnya
ditetapkan Rp2.000 per kilogram (Inpres No3/2007) naik menjadi Rp2.200 per kilogram. Harga
gabah kering giling di gudang Bulog naik dari Rp2.600 per kilogram menjadi Rp2.840 per
kilogram, sedangkan harga beras di gudang Bulog juga naik dari Rp4.000 per kilogram menjadi
Rp4.300 per kilogram.
d. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya, yakni dari 2,27% menjadi 3,15% pada triwulan II-2008 (Grafik
2.19). Kelompok ini menyumbang 0,75% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.20). Subkelompok
penyumbang inflasi terbesar pada kelompok ini adalah subkelompok bahan bakar, penerangan,
dan air (Grafik 2.20). Pada subkelompok tersebut sumbangan inflasi terbesar berasal dari kenaikan
harga elpiji dan minyak tanah, yang masing-masing naik 46,11% dan menyumbang inflasi 2,18%.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
40
Grafik 2.19. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar di Jawa Barat
0,40
3,15
2,27
0,45
2,19
0,28
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.20. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar di Jawa Barat Menurut SubkelompokTriwulan II-2008
0,75
0,24
0,44
0,01
0,06
3,15
1,79
0,92
2,89
6,14
0 1 2 3 4 5 6 7
KEL.PERUMAHAN,DSB
Biaya tempat tinggal
Bhn bkr, penerangan& air
Perlengkapan RT
Penyelenggaraan RT
Sub
kelo
mp
ok
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
e. Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu dari 6,18% menjadi 1,81% (Grafik 2.21). Relatif rendahnya inflaai
kelompok ini menyebabkan sumbangannya terhadap inflasi Jawa Barat hanya sebesar 0,07%
(Grafik 2.22). Subkelompok penyumbang terbesar inflasi pada kelompok kesehatan adalah
subkelompok perawatan jasmani dan kosmetik, meskipun hanya sebesar 0,054% (Grafik 2.22).
Pada subkelompok tersebut, kenaikan terjadi pada berbagai alat kosmetika dan alat kebersihan
tubuh, seperti parfum dan sabun mandi.
Grafik 2.21. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan
di Jawa Barat
1,81
6,18
1,200,641,13
1,65
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.22. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Jawa
Barat Menurut Subkelompok Triwulan II-2008
0,07
0,003
0,009
0,001
0,054
1,81
0,21
1,72
0,21
3,40
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0
KEL.KESEHATAN
Jasa kesehatan
Obat-obatan
Jasa prwtnjasmani
Prwtn jasmani &kosmetik
subk
elom
pok
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
41
f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II-2008 tidak jauh
berbeda dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2008 inflasinya sebesar
0,82%kemudian menjadi 0,89% pada triwulan II-2008 (Grafik 2.23). Kelompok ini hanya
menyumbang 0,06% terhadap inflasi Jawa Barat (Grafik 2.24). Dari lima subkelompok, inflasi
tertinggi terjadi pada subkelompok perlengkapan pendidikan (Grafik 2.24). Berbagai peralatan
sekolah mulai mengalami kenaikan pada pergantian tahun ajaran baru.
Grafik 2.23. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olahraga di Jawa Barat
0,890,820,67
6,20
0,130,24
0
1
2
3
4
5
6
7
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.24. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga di Jawa
Barat Menurut Subkelompok Triwulan II-2008
0,06
0,02
0,00
0,02
0,01
0,00
0,89
0,89
2,94
1,58
1,87
0,42
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
KEL.PENDIDIKAN,DSB
Jasa pendidikan
Kursus/Pelatihan
PerlengkapanPendidikan
Rekreasi
Olahraga
Sub
kelo
mp
ok
% (qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
g. Kelompok Sandang
Kelompok sandang terus mengalami perlambatan sejak triwulan I-2008. Dari 8,14% pada
triwulan IV-2007, menjadi 3,35% pada triwulan I-2008, dan 0,22% pada triwulan II-2008
(Grafik 2.25). Kelompok ini memberikan andil inflasi hanya 0,012% terhadap inflasi Jawa Barat
(Grafik 2.26). Perlambatan inflasi pada triwulan II-2008 disebabkan oleh penurunan harga emas
perhiasan, yang pada beberapa triwulan sebelumnya justru terus meningkat. Emas perhiasan
termasuk ke dalam subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya (Grafik 2.26).
Grafik 2.25. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Jawa Barat
0,22
3,35
8,14
1,070,72
1,42
0123456789
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008
% (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.26. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Jawa
Barat Menurut Subkelompok Triwulan II-2008
0,012
0,006
0,012
0,005
-0,012
0,22
0,50
0,82
0,66
-0,63
-1,0 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
KEL.SANDANG
Sandang laki-laki
Sandang wanita
Sandang anak-anak
Barang pribadi & sandanglainnya
Subk
elom
pok
% (qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
42
1.3. INFLASI MENURUT KOTA
Inflasi di enam dari tujuh kota mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya,
dengan rata-rata di atas 3%. Hanya di Kota Bogor terjadi perlambatan inflasi, dari 3,89% menjadi
2,87%. Kota dengan inflasi tertinggi adalah Kota Bandung (5,81%), sedangkan terendah di Kota
Bogor (Tabel 2.10).
Tabel 2.10. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (%)
2007 2008 No. Kota Bobot 2006
Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bandung 39,82 1,87 -0,26 2,48 1,82 2,81 5,81 2 Bekasi 29,23 2,57 -0,27 2,65 0,81 3,31 3,98 3 Bogor 15,33 2,54 0,03 1,64 0,90 3,89 2,87 4 Sukabumi 5,40 3,04 -0,88 1,88 3,21 2,75 3,69 5 Cirebon 4,60 4,23 0,15 2,22 2,06 3,52 4,80 6 Tasikmalaya 3,71 3,53 -0,04 1,65 2,20 2,57 4,67 7 Banjar 1,92 3,31 0,17 2,66 1,95 4,69 5,02 Gabungan 100 2,40 -0,21 2,34 1,44 3,17 4,41
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan sumbangannya (andil4) terhadap
inflasi Jawa Barat, sepert triwulan-triwulan
sebelumnya, tiga kota penyumbang terbesar
inflasi di Jawa Barat pada triwulan II-2008
adalah Bandung (dengan andil inflasi 2,31%),
Bekasi (1,16%), dan Bogor (0,44%) (Grafik
2.27). Ketiga kota tersebut menyumbang inflasi
sebesar 1,14% terhadap inflasi di Jawa Barat atau
membentuk 89% total inflasi triwulanan Jawa
Barat pada triwulan II-2008.
Grafik 2.27. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat
Menurut Kota Triwulan II-2008
0,44
0,22
2,87
4,80
5,02
0,17
0,10
0,20
1,16
2,31
4,41
4,67
3,69
3,98
5,81
4,41
0 1 2 3 4 5 6
Gab
Bd
Bks
Bgr
Skb
Cn
Tsm
Bjr
Kot
a
%(qtq)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
10 Andil inflasi=bobot x laju inflasi
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
43
2. INFLASI TAHUNAN
Secara tahunan, inflasi Jawa Barat pada Juni 2008 mengalami peningkatan signifikan
dibandingkan Maret 2007, yaitu dari 6,88% (yoy) menjadi 11,83% (Grafik 2.2). Inflasi Jawa
Barat selama setahun terakhir didominasi oleh kenaikan harga bahan bakar, bahan makanan, emas
perhiasan, dan makanan jadi. Barang-barang tersebut termasuk ke dalam sepuluh komoditas dengan
inflasi tertinggi sekaligus penyumbang terbesar inflasi secara tahunan (yoy) pada Juni 2008 (Tabel 2.11
dan Tabel 2.12). Kesepuluh komoditas penyumbang terbesar inflasi tersebut menyumbang 5,38%
(yoy) terhadap inflasi Jawa Barat, atau membentuk 45% inflasi Jawa Barat.
Tabel 2.11. Komoditas dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Juni 2008
No. Komoditas Inflasi (%,yoy)
1 Cabe Rawit 110,25 2 Bawang Merah 85,54
3 Tepung Terigu 76,57
4 Besi Beton 62,05 5 Petai 61,89
6 Tahu Mentah 61,17
7 Margarine 59,15
8 Ketumbar 56,37
9 Gas Elpiji 49,26
10 Mentega (Butter) 47,89
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.12. Komoditas dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar
di Jawa Barat Juni 2008
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, yoy) 1 Bensin 1,01 2 Angkutan Dalam Kota 0,86 3 Minyak Goreng 0,55 4 Emas Perhiasan 0,53 5 Beras 0,48 6 Minyak Tanah 0,43 7 Tahu Mentah 0,41 8 Gas Elpiji 0,40 9 Daging Ayam Ras 0,40
10 Nasi & lauk pauk 0,32
Total 5,38 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Faktor eksternal cukup besar pengaruhnya terhadap inflasi domestik selama setahun
terakhir, tidak terkecuali di Jawa Barat. Kenaikan harga komoditas di pasar internasional, terutama
minyak bumi, CPO, emas, kedelai, jagung, gandum, memberikan pengaruh signifikan terhadap
kenaikan harga BBM, berbagai bahan makanan dan emas perhiasan. Ketergantungan Indonesia
terhadap bahan baku impor merupakan salah satu faktor utama tingginya pengaruh kenaikan harga
komoditas di pasar internasional terhadap harga produk nasional.
2.1. DISAGREGASI INFLASI
Dibandingkan inflasi volatile food dan inflasi administered prices, inflasi inti masih
mendominasi inflasi di Jawa Barat sepanjang dua belas bulan terakhir. Hal ini terlihat dari
besarnya sumbangan inflasi inti yang mencapai 4,63% (Grafik 2.28). Namun demikian, berdasarkan
laju inflasi, inflasi volatile food masih yang tertinggi, yakni mencapai 18,49%. Apabila dibandingkan
dengan kondisi pada Maret 2008, peningkatan signifikan terjadi pada inflasi administered prices, dari
3,93% menjadi 14,13% (Grafik 2.29).
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
44
Grafik 2.28. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan
Volatile Food di Jawa Barat Juni 2008
11,83
4,63
3,33
3,87
11,83
8,34
14,13
18,49
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
TOTAL
Inti
Administeredprices
Volatile food
Jen
is in
flasi
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.29. Inflasi Tahunan Kelompok Inti, Administered Prices, dan Volatile Food
di Jawa Barat
0
5
10
15
20
% (yoy)
Inti 4,44 4,15 4,52 5,08 6,20 8,34
Adm. Prices 1,77 1,34 2,85 2,37 3,93 14,13
Volatile food 16,70 11,02 14,35 8,21 11,85 18,49
Total 6,13 4,82 6,08 5,10 6,88 11,83
2006 Jun Sep Des Mar Jun
2007 2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
a. Inflasi Inti
Inflasi inti meningkat, dari 6,20% (yoy) pada Maret 2008 menjadi 8,34% (yoy) pada Juni
2008. Inflasi inti menyumbang 4,63% terhadap inflasi Jawa Barat atau membentuk 39% inflasi di
Jawa Barat. Peningkatan inflasi inti disebabkan tekanan imported inflation, akibat kenaikan harga
berbagai komoditas strategis internasional, yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan harga
produk akhir yang berbahan baku impor.
Perkembangan inflasi inti juga
dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi. Hasil
SKDU pada triwulan II-2008 menunjukkan
bahwa pengusaha memprakirakan inflasi
sepanjang 2008 yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan pada triwulan sebelumya
(Grafik 2.30). Peningkatan ekspektasi inflasi
ini diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan
harga komoditas di pasar internasional sejak
akhir tahun 2007 serta kenaikan harga BBM
bersubsidi pada akhir Mei 2008.
Berdasarkan komoditas, komoditas inti dengan inflasi tertinggi didominasi beberapa
jenis bahan makanan, makanan jadi, tarif fitness center, dan biaya sekolah pada
kelompok bermain (Tabel 2.13). Adapun komoditas penyumbang terbesar inflasi inti didominasi
beberapa jenis makanan jadi, barang/jasa pada kelompok perumahan, serta kelompok pendidikan
(Tabel 2.14).
Grafik 2.30. Prakiraan Pelaku Usaha terhadap Tingkat Inflasi Tahunan
4
5
6
7
8
9
10
11
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II
2007 2008
% (yoy)
Inflasi gab. 7 kota (yoy) Perkiraan inflasi (SKDU) Sumber: SKDU-KBI Bandung;BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
45
Tabel 2.13. Komoditas Inti dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Juni 2008
No. Komoditas Inflasi (%, yoy)
1 Tepung Terigu 76,57 2 Besi Beton 62,05 3 Margarine 59,15 4 Ketumbar 56,37 5 Mentega (Butter) 47,89 6 Roti Manis 46,37 7 Emas Perhiasan 46,04 8 Tongkol Pindang 38,06 9 Fitnes Center 33,44
10 Kelompok Bermain 32,95 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.14. Komoditas Inti dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar
di Jawa Barat Juni 2008
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, yoy)
1 Nasi & lauk pauk 0,32 2 Roti Manis 0,19 3 Kue Kering Berminyak 0,18 4 Mie 0,15 5 Besi Beton 0,15 6 Tukang Bukan Mandor 0,14 7 SLTP 0,14 8 SLTA 0,14 9 Tarif Rumah Sakit 0,13
10 Sekolah Dasar 0,11
Total 1,64 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
b. Inflasi Volatile Food
Inflasi volatile food secara tahunan lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya, yakni dari
11,85% (yoy) pada Maret 2008 menjadi 18,49% pada Juni 2008. Inflasi volatile food
menyumbang 3,87% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat, atau membentuk 33% inflasi Jawa Barat
selama periode Juli 2007 sampai dengan Juni 2008.
Tabel 2.15. Komoditas Volatile Food dengan Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat Juni 2008
No. Komoditas Inflasi (%, yoy)
1 Cabe Rawit 110,25 2 Bawang Merah 85,54 3 Petai 61,89 4 Tahu Mentah 61,17 5 Tempe 46,96 6 Mie Kering Instan 41,41 7 Kelapa 40,43 8 Terong Panjang 38,16 9 Kemiri 35,41
10 Minyak Goreng 34,92 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.16. Komoditas Volatile Food dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar
di Jawa Barat Juni 2008
No. Komoditas Andil Inflasi (%, yoy)
1 Minyak Goreng 0,55 2 Beras 0,48 3 Tahu Mentah 0,41 4 Daging Ayam Ras 0,40 5 Telur Ayam Ras 0,28 6 Mie Kering Instan 0,22 7 Bawang Merah 0,21 8 Tempe 0,20 9 Ikan Mas 0,13
10 Pisang 0,12
Total 2,99 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Sama dengan triwulan sebelumnya, komoditas volatile food dengan inflasi tertinggi
adalah cabe rawit (Tabel 2.15). Bahkan kenaikan harga cabe rawit lebih besar, yakni dari
61,07% (yoy) menjadi 110,25%. Penyebab kenaikan harga cabe rawit adalah pasokan yang tidak
stabil. Sementara itu, berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi, sejak akhir 2007, minyak
goreng masih merupakan penyumbang terbesar inflasi volatile food (Tabel 2.16). Kenaikan harga
minyak goreng yang sebesar 34,92% (yoy) memberi andil inflasi sebesar 0,55% (yoy). Harga
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
46
minyak goreng di berbagai daerah di Jawa Barat naik dari kisaran Rp5.000-6.000/kg apda
pertengahan tahun 2007 menjadi sekitar Rp11.000-12.000/kg pada tahun 2008.
c. Inflasi Administered Prices
Inflasi administered prices meningkat signifikan dari 3,93% (yoy) pada Maret 2008
menjadi 14,13% pada Juni 2008. Peningkatan ini disebabkan terutama oleh kenaikan harga
BBM bersubsidi dan elpiji pada triwulan II-2008. Kenaikan tersebut juga menyebabkan
peningkatan sumbangan inflasi kelompok administered prices terhadap inflasi Jawa Barat, yaitu
dari 0,92% (yoy) menjadi 3,33%, atau 28% dari total inflasi tahunan Jawa Barat pada Juni 2008.
Menurut komoditas, kenaikan tertinggi pada kelompok administered terjadi pada elpiji,
dengan kenaikan sebesar 49,26% (Tabel 2.17). Di samping elpiji, kenaikan harga bensin
(premium dan pertamax), solar, tarif jalan tol, tarif air PAM, minyak tanah, angkutan dalam kota,
dan rokok termasuk ke dalam sepuluh komoditas administered dengan kenaikan harga tertinggi
selama setahun terakhir. Sepuluh komoditas dengan inflasi tertinggi tersebut, kecuali tarif jalan
tol, merupakan sepuluh komoditas administered penyumbang terbesar inflasi (Tabel 2.18).
Tabel 2.17. Komoditas Administered Prices dengan Inflasi Tahunan Tertinggi
di Jawa Barat Juni 2008
No. Komoditas Inflasi
(%, yoy)
1 Gas Elpiji 49,26 2 Bensin 35,24 3 Solar 27,91 4 Tarip Jalan Tol 23,58 5 Tarip Air Minum PAM 22,35 6 Minyak Tanah 16,90 7 Angkutan Dalam Kota 12,96 8 Rokok Kretek Filter 9,65 9 Rokok Putih 9,05
10 Rokok Kretek 8,83 Sumber: BPS Provinsi Jabar.
Tabel 2.18. Komoditas Administered Prices dengan Andil Inflasi Tahunan Terbesar
di Jawa Barat Juni 2008
No. Komoditas Andil Inflasi
(%, yoy)
1 Bensin 1,01 2 Angkutan Dalam Kota 0,86 3 Minyak Tanah 0,43 4 Gas Elpiji 0,40 5 Rokok Kretek Filter 0,22 6 Rokok Kretek 0,16 7 Tarip Air Minum PAM 0,14 8 Angkutan Antar Kota 0,04 9 Solar 0,03
10 Rokok Putih 0,03 Total 3,32
Sumber: BPS Provinsi Jabar.
2.2. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Inflasi setiap kelompok barang dan jasa selama periode Juli 2007 hingga Juni 2008, cukup
tinggi, yakni masing-masing di atas 8% (yoy). Dari tujuh kelompok, empat di antaranya
mengalami inflasi di atas dua digit, yaitu kelompok bahan makanan (17,96%), kelompok sandang
(13,21%), kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan (12,57%), serta kelompok kesehatan
(10,10%) (Tabel 2.19). Dibandingkan laju inflasi tahunan pada periode Maret 2008, peningkatan
signifikan terjadi pada inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
47
Tabel 2.19. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
2007 2008 No. Kelompok
Mar Jun Sep Des Mar Jun 1 Bahan makanan 13,72 10,42 13,34 8,07 11,53 17,96 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4,96 4,98 4,73 4,46 5,05 9,21 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,29 1,32 3,22 3,35 5,27 8,28 4 Sandang 7,85 3,57 5,13 11,63 13,76 13,21 5 Kesehatan 6,00 6,60 6,35 4,70 9,37 10,10 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 8,32 8,36 8,88 7,31 7,94 8,75 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,51 0,75 0,86 1,10 1,10 12,57
Umum 5,72 4,82 6,08 5,10 6,88 11,83
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi
Jawa Barat, kelompok bahan makanan
masih menjadi penyumbang terbesar inflasi
di Jawa Barat. Kelompok ini menyumbang
4,34% (yoy) atau membentuk 37% inflasi Jawa
Barat pada Juni 2008 (Grafik 2.31). Selain
kelompok bahan makanan, terdapat tiga
kelompok barang dan jasa dengan inflasi di atas
1%, bahkan mendekati 2%, yaitu kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
(2,01%), kelompok transpor, komunikasi, dan
jasa keuangan (1,95%), serta kelompok
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau
(1,92%). Keempat kelompok penyumbang
terbesar inflasi membentuk 86% inflasi tahunan
di Jawa Barat.
Grafik 2.31. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Juni 2008
11,83
4,34
1,92
2,01
0,68
0,36
0,57
1,95
11,83
17,96
9,21
8,28
13,21
10,10
8,75
12,57
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
TOTAL
Bahanmakanan
Makananjadi,dsb
Perumahan,dsb
Sandang
Kesehatan
Pendidikan,dsb
Transpor,dsb
Kelo
mp
ok
%(yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah Keterangan: nama kelompok disingkat.
Pembahasan lebih lanjut tentang inflasi per kelompok barang dan jasa diuraikan di bawah ini, secara
berurutan dari kelompok penyumbang terbesar inflasi.
a. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi kelompok bahan makanan meningkat dari 11,53% (yoy) menjadi 17,96% pada
Juni 2008 (Grafik 2.32). Kelompok ini merupakan penyumbang terbesar inflasi di Jawa Barat,
yaitu menyumbang sebesar 4,34%, yang berarti membentuk 37% dari angka inflasi Jawa Barat
yang sebesar 11,83% (yoy).
Di antara sebelas subkelompok pada kelompok bahan makanan, penyumbang inflasi
terbesar adalah subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya, dengan
sumbangan inflasi sebesar 0,80% (yoy) (Grafik 2.33). Komoditas pada subkelompok ini yang
menyumbang terbesar inflasi adalah beras dan mie instan. Kenaikan harga beras sebesar 6, 01%
(yoy) disebabkan oleh beberapa masalah sehubungan distribusi. Meskipun produksi Jawa Barat
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
48
setiap tahun di atas volume kebutuhan beras penduduknya, sebagian kebutuhan penduduk
dipenuhi dari beras asal provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena sebagian
produksi lokal Jawa Barat dikirim ke DKI Jakarta dan daerah lain untuk memenuhi permintaan di
kota-kota lain (hasil penelitian KBI Bandung pada tahun 2007). Di samping itu, kenaikan harga
beras pada tahun 2008 juga didorong oleh adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan HPP
beras dan gabah. Sementara itu, kenaikan harga mie instan disebabkan oleh kenaikan harga
berbagai bahan bakunya, terutama gandum dan minyak sayur.
Grafik 2.32. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat
11,53
8,07
13,34
17,96
10,42
13,7215,62
16,33
15,36
6
8
10
12
14
16
18
20
6 9 12 3 6 9 12 3 6
2006 2007 2008
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.33. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat
Menurut Subkelompok Juni 2008
4,34
0,80
0,18
0,14
0,45
0,17
0,67
0,31
0,38
0,66
0,02
17,96
15,50
8,41
45,36
13,08
21,18
0,57
11,91
14,70
18,13
24,22
5,30
36,08
0 10 20 30 40 50
KEL.BAHAN MAKANAN
Padi-padian
Daging &hasilnya
Ikan segar
Ikan diawetkan
Telur,susu & hasilnya
Sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Bumbu-bumbuan
Lemak & minyak
Lainnya
Subk
elom
pok
%(yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
b. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan bakar
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar 8,28%
(yoy) pada Juni 2008, atau lebih tinggi daripada inflasinya pada Maret 2008 yang sebesar
5,27% (Grafik 2.34). Kelompok ini adalah penyumbang inflasi kedua terbesar setelah kelompok
bahan makanan. Dengan sumbangan inflasi sebesar 2,01% (yoy), kelompok ini membentuk 17%
dari total inflasi tahunan Jawa Barat (Grafik 2.35).
Subkelompok penyumbang terbesar inflasi pada kelompok perumahan adalah
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air (Grafik 2.35). Dengan laju inflasi 13,95%,
subkelompok ini menyumbang inflasi 0,99%. Penyebab utama inflasi pada subkelompok ini
adalah kenaikan harga minyak tanah, gas elpiji, serta tarif air PAM. Kenaikan harga minyak tanah
dan elpiji, masing-masing sebesar 16,90% dan 49,26%, memberikan sumbangan inflasi terbesar
dibandingkan sumbangan inflasi dari komoditas lainnya adalam kelompok perumahan, yakni
sebesar 0,43% dan 0,40%.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
49
Grafik 2.34. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,
dan Bahan Bakar di Jawa Barat
8,28
5,27
3,353,22
11,76
1,321,29
1,96
11,45
0
3
6
9
12
15
6 9 12 3 6 9 12 3 6
2006 2007 2008
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.35. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan di Jawa Barat Bakar Menurut Subkelompok
Juni 2008
2,01
0,85
0,99
0,03
0,14
8,28
6,15
13,95
2,01
6,80
0 3 6 9 12 15
KEL.PERUMAHAN,DSB
Biaya tempat tinggal
Bhn bkr, penerangan& air
Perlengkapan RT
Penyelenggaraan RT
Sub
kelo
mp
ok
%(yoy)
Inflasi
Andi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Seperti telah diuraikan pada buku KER edisi triwulan I-2008, kenaikan harga kedua jenis
bahan bakar tersebut antara lain adalah masalah kelangkaan. Pada minyak tanah,
kelangkaan disebabkan oleh pembatasan pasokan oleh Pertamina di daerah konversi, yang
nyatanya tidak diikuti oleh penurunan permintaan. Khusus pada akhir triwulan II-2008, kenaikan
harga minyak tanah juga didorong oleh kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi
tersebut. Adapun kelangkaan gas elpiji kemasan 12 kg (untuk rumah tangga) disebabkan oleh
disparitas harga antara elpiji kemasan 12 kg dengan elpiji kemasan 50 kg (untuk pengguna
komersial/non rumah tangga).
c. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Inflasi tahunan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan meningkat signifika,n
dari 1,10% (yoy) pada Maret 2008 menjadi 12,57% pada Juni 2008 (Grafik 2.36). Dengan
laju inflasi tersebut, kelompok ini memberikan sumbangan inflasi sebesar 1,95% (yoy) terhadap
inflasi Jawa Barat , atau membentuk 17% inflasi tahunan Jawa Barat paa Juni 2008 (Grafik 2.37).
Grafik 2.36. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa
Keuangan di Jawa Barat
12,57
1,101,100,860,750,510,59
27,7529,26
0
5
10
15
20
25
30
6 9 12 3 6 9 12 3 6
2006 2007 2008
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.37. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
di Jawa Barat Menurut Subkelompok Juni 2008
1,95
2,04
0,03
0,01
12,57
3,94
2,75
-0,13
-5,52
16,95
-6 -3 0 3 6 9 12 15 18
KEL.TRANSPOR,DSB
Transpor
Komunikasi &Pengiriman
Sarana &PenunjangTranspor
Jasa Keuangan
Subk
elom
pok
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
50
Subkelompok transpor adalah subkelompok dengan laju inflasi tertinggi, yakni sebesar
16,95% sekaligus memberikan sumbangan inflasi terbesar, yaitu 2,04% (yoy) (Grafik
2.37). Beberapa harga komoditas dengan persentase kenaikan terbesar pada subkelompok
transpor adalah bensin (premium dan pertamax), tarif angkutan dalam kota dan antarkota, serta
oli. Kenaikan harga bensin dan tarif angkutan disebakan oleh kebijakan pemerintah pada akhir
Mei 2008 untuk mengurangi subsidi pada harga BBM bersubsidi.
d. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada Maret 2008
mencapai 9,21%, lebih tinggi dibandingkan inflasinya pada Maret 2008, yang sebesar
5,05% (yoy) (Grafik 2.38). Angka tersebut merupakan inflasi tahunan tertinggi sejak November
2006. Kelompok ini menyumbang 1,92% (yoy) terhadap inflasi Jawa Barat atau membentuk 16%
inflasi Jawa Barat (Grafik 2.39).
Grafik 2.38. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan
Tembakau di Jawa Barat
4,66
5,05
9,21
4,464,734,984,96
16,6316,05
4
8
12
16
20
6 9 12 3 6 9 12 3 6
2006 2007 2008
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah
Grafik 2.39. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau di Jawa Barat Menurut Subkelompok Juni 2008
1,92
1,34
0,17
0,41
9,21
9,71
6,50
9,26
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
KEL.MAKANANJADI,DSB
Makanan jadi
Min. tdkberalkohol
Tembakau &min.
beralkohol
Sub
kelo
mp
ok
%(yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Di antara tiga subkelompok, subkelompok makanan jadi masih merupakan penyumbang
terbesar inflasi pada kelompk makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, sama
dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.39). Dengan sumbangan inflasinya yang sebesar
1,92%, subkelompok tersebut membentuk 70% inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau. Pada umumnya kenaikan harga berbagai makan jadi disebabkan oleh kenaikan
harga bahan bakunya serta bahan bakar, seperti tepung terigu, sayuran, daging, gula pasir,
minyak goreng, minyak tanah dan elpiji. Beberapa makanan jadi yang mengalami kenaikan harga
adalah roti mainis, kue kering berminyak (gorengan), mie siap makan (mie bakso), ayam goreng,
dan sate.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
51
e. Kelompok Sandang
Kelompok sandang adalah satu-satunya kelompok yang mengalami perlambatan inflasi
tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 13,76% pada Maret 2008 menjadi
13,21% pada Juni 2008 (Grafik 2.40). Namun demikian, sejak November 2007 inflasi kelompok
sandang selalu tercatat dua digit dan menunjukkan tren meningkat. Meskipun laju inflasinya
cukup besar, sumbangan kelompok ini relatif kecil, yakni sebesar 0,68% (yoy), atau hanya
membentuk 6% inflasi tahunan Jawa Barat pada Juni 2008.
Grafik 2.40. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat
13,21
13,76
11,63
5,133,57
7,858,80
9,21
12,33
0
2
4
6
8
10
12
14
6 9 12 3 6 9 12 3 6
2006 2007 2008
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.41. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat
Menurut Subkelompok Juni 2008
0,68
0,04
0,06
0,03
0,55
13,21
3,24
3,76
3,12
38,37
0 5 10 15 20 25 30 35 40
KEL.SANDANG
Sandang laki-laki
Sandangwanita
Sandang anak-anak
Barang pribadi& sandang
lainnya
Subk
elom
pok
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Dari empat subkelompok, sumbangan terbesar inflasi kelompok sandang sejak tahun
2004 masih berasal dari subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya (Grafik 2.41).
Oleh karena itu, perlambatan kelompok sandang tidak terlepas dari perlambatan inflasi
subkelompok tersebut. Inflasi subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya tercatat sebesar
38,37% pada Juni 2008, lebih rendah daripada Maret 2008 yang sebesar 42,34%. Komoditas
yang memiliki peranan besar dalam pembentukan inflasi subkelompok barang pribadi dan
sandang lainnya adalah emas perhiasan, yang selama setahun terakhir mengalami kenaikan
46,04% (yoy), lebih rendah daripada kenaikan yang tecatat pada Maret 2008 yang sebesar
51,77%. Hal ini disebabkan oleh stabilnya harga emas dunia pada triwulan II-2008.
f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga tercatat 8,75% (yoy), meningkat
dibandingkan tiga bulan sebelumnya yang sebesar 7,94% (Grafik 2.42). Seperti periode
sebelumnya, pendorong utama inflasi kelompok pendidikan adalah peningkatan biaya jasa
pendidikan pada setiap tahun ajaran baru (Grafik 2.43). Inflasi subkelompok jasa pendidikan
mencapai 10,97% dan menyumbang 0,48% terhadap total inflasi kelompok pendidikan.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
52
Grafik 2.42. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
di Jawa Barat
8,75
7,94
7,31
8,888,36
8,328,23
7,44
6,97
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0
6 9 12 3 6 9 12 3 6
2006 2007 2008
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.43. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga di Jawa
Barat Menurut Subkelompok Juni 2008
0,57
0,48
0,01
0,03
0,04
0,01
8,75
2,15
4,21
4,53
3,45
10,97
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
KEL.PENDIDIKAN,DSB
Jasa pendidikan
Kursus/Pelatihan
PerlengkapanPendidikan
Rekreasi
Olahraga
Subk
elom
pok
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
g. Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan secara tahunan kembali mengalami kenaikan, dari 9,37%
(yoy) pada Maret 2008 menjadi 10,10% pada Juni 2008 (Grafik 2.44). Penyumbang terbesar
inflasi kelompok kesehatan selama setahun terakhir adalah subkelompok jasa kesehatan (Grafik
2.45). Inflasi subkelompok ini mencapai 17,74% (yoy), dan menyumbang 0,20% terhadap inflasi
kelompok kesehatan. Faktor pembentuk inflasi subkelompok jasa kesehatan adalah kenaikan
biaya perawatan di rumah sakit dan tarif dokter (baik dokter umum, dokter gigi, maupun dokter
spesialis).
Grafik 2.44. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan
di Jawa Barat
4,70
10,109,37
6,356,60
6,00
4,80
4,61
7,17
2
4
6
8
10
12
6 9 12 3 6 9 12 3 6
2006 2007 2008
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.45. Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan di Jawa Barat Menurut Subkelompok
Juni 2008
0,36
0,20
0,04
0,01
0,12
10,10
17,74
7,19
2,49
7,33
0 4 8 12 16 20
KEL.KESEHATAN
Jasa kesehatan
Obat-obatan
Jasa prwtnjasmani
Prwtn jasmani &kosmetik
sub
kelo
mp
ok
% (yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
53
2.3. INFLASI MENURUT KOTA
Tabel 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (% ) 2007 2008
No. Kota Bobot Mar Jun Sep Des Mar Jun
1 Bandung 39,82 4,91 4,06 5,30 5,25 7,00 13,52 2 Bekasi 29,23 5,47 4,49 6,47 4,65 6,62 11,17 3 Bogor 15,33 6,77 5,84 6,19 4,50 6,58 9,61 4 Sukabumi 5,4 5,31 4,05 4,16 4,34 7,09 12,03 5 Cirebon 4,6 8,15 8,44 10,16 7,87 8,17 13,19 6 Tasikmalaya 3,71 10,88 9,75 9,13 7,72 6,52 11,53 7 Banjar 1,92 8,45 7,72 9,66 8,23 9,77 15,08 Gabungan 100 5,72 4,82 6,08 5,10 6,88 11,83
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan kota, inflasi tahunan di ketujuh kota secara umum mengalami kenaikan
dibandingkan Maret 2008 (Tabel 2.20). Inflasi tertinggi tercatat di Kota Banjar sebesar 15,08%
(yoy), sedangkan yang terendah terjadi di Kota Bogor, sebesar 9,61%. Inflasi di kedua kota tersebut
terutama disumbang oleh inflasi kelompok bahan makanan serta kelompok makanan jadi, minuman,
rokok, dan tembakau.
Inflasi di Jawa Barat didominasi oleh
sumbangan inflasi di tiga kota, yaitu
Bandung (dengan andil inflasi 5,38%),
Bekasi (3,26%), dan Bogor (1,47%) (Grafik
2.46). Ketiga kota tersebut menyumbang inflasi
sebesar 4,14% terhadap inflasi di Jawa Barat
atau membentuk 85% total inflasi Jawa Barat
pada Juni 2008. Sama seperti inflasi gabungan
tujuh kota, inflasi di Kota Bandung terutama
didominasi oleh kelompok bahan makanan serta
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan.
Grafik 2.46. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota
Juni 2008
1,47
0,61
9,61
13,19
15,08
11,83
5,38
3,26
0,65
0,29
0,43
11,83
13,52
11,17
12,03
11,53
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Gab.
Bd
Bks
Bgr
Skbm
Cn
Tsm
Bjr
Kot
a
%(yoy)
Inflasi
Andil
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
56
Perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan II-2008 mengalami peningkatan baik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun dengan triwulan yang sama tahun
2007, dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi. Hal ini tercermin dari pertumbuhan
beberapa indikator seperti aset, DPK dan kredit, yang lebih pesat baik secara triwulanan (qtq) maupun
tahunan (yoy).
Sebagian besar aset perbankan (94%) di Jawa Barat merupakan aset bank umum
konvensional. Sementara itu, sisanya sebesar 6% berasal dari aset bank umum syariah dan BPR/S
dengan porsi masing-masing 3%. Perkembangan bank umum konvensional, bank umum syariah dan
BPR/S di Jawa Barat pada triwulan II-2008 meningkat baik secara triwulanan maupun tahunan.
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat pada
triwulan ini kembali mengalami pertumbuhan positif setelah pada triwulan sebelumnya
mengalami penurunan. Pertumbuhan positif terjadi pada semua jenis simpanan, terutama
tabungan. Peningkatan DPK tersebut, khususnya pertumbuhan produk tabungan, diperkirakan terkait
dengan kegiatan promosi oleh perbankan dalam rangka meningkatkan penghimpunan DPK.
Demikian pula halnya dengan penyaluran kredit juga mengalami peningkatan yang relatif
tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Outstanding kredit tumbuh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama
pada tahun sebelumnya. Tingginya pertumbuhan kredit tersebut didorong oleh pembiayaan
perbankan untuk kegiatan usaha produktif, sebagaimana tercermin pada tingginya pertumbuhan
kredit modal kerja dan kredit investasi baik secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy)
Meningkatnya kegiatan penghimpunan dana (DPK) dan penyaluran kredit yang relatif tinggi
pada triwulan ini, mendorong LDR bank umum di Jawa Barat naik dari 69,75% pada triwulan
I-2008 menjadi 73,52% pada triwulan II-2008. Penyaluran kredit yang relatif tinggi selanjutnya
berpengaruh pada penurunan rasio NPL (gross) dari 3,78% pada triwulan I-2008 menjadi 3,63% pada
triwulan II-2008.
Perkembangan bank umum syariah di Jawa Barat masih tetap tumbuh meski belum
sebagaimana yang diharapkan. Secara triwulanan maupun beberapa indikator utama tetap
mengalami kenaikan. Program akselerasi perbankan syariah masih belum mampu meningkatkan
perkembangan perbankan syariah secara signifikan.
Perkembangan bank perkreditan rakyat/syariah (BPR/S) di Jawa Barat tetap mengalami
peningkatan, baik secara tahunan maupun triwulanan. Hal ini dicerminkan oleh meningkatnya
total aset, DPK maupun penyaluran kredit/pembiayaan. Kegiatan intermediasi yang tercermin dari rasio
LDR masih cukup baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di lain pihak, risiko
kredit/pembiayaan BPR/S di Jawa Barat masih cukup tinggi.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
57
1. BANK UMUM KONVENSIONAL
Perkembangan bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan laporan menunjukkan
peningkatan yang berarti, baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh membaiknya perkembangan semua
indikator, yaitu meningkatnya total aset, DPK, kredit, dan rasio LDR, serta menurunnya rasio NPL.
Peningkatan aset bank umum konvensional terutama disebabkan meningkatnya dana pihak
ketiga (DPK). Total aset bank umum konvensional pada triwulan II-2008 naik 4,58% (qtq) mencapai
posisi Rp139,72 triliun, atau secara tahunan total aset tumbuh sebesar 13,92% (yoy). Pertumbuhan
aset yang tinggi pada triwulan laporan tersebut sangat berbeda dengan kondisi pada triwulan I-2008
yang sempat mengalami penurunan sebesar 2,05% (qtq) dan tumbuh lebih lambat sebesar 12,44%
(yoy). Adapun perkembangan DPK selama periode triwulan II-2008 mengalami peningkatan sebesar
4,15% (qtq) atau secara tahunan tumbuh sebesar 10,64% (yoy). Peningkatan tersebut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan triwulan I-2008, dimana DPK sempat mengalami penurunan sebesar 3,61%
(qtq) atau secara tahunan tumbuh sedikit lebih lambat sebesar 10,32% (yoy).
Demikian pula halnya dengan outstanding kredit yang disalurkan oleh bank umum
konvensional di Jawa Barat juga mengalami peningkatan yang relatif tinggi. Pada periode
triwulan II-2008, outstanding kredit mencapai posisi Rp77,92 triliun atau tumbuh 9,78% (qtq), jauh
lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I-2008 yang hanya mencapai
1,77% (qtq), sedangkan secara tahunan tumbuh 24,88% (yoy), masih sedikit lebih tinggi bila
dibandingkan dengan pertumbuhanan triwulan I-2008 sebesar 20,99% (yoy). Sementara itu,
outstanding kredit berdasarkan lokasi proyek mencapai posisi Rp139,13 triliun, tumbuh 6,37% (qtq)
atau 23,97% (yoy). Meningkatnya kegiatan produktif di sektor riil pada triwulan laporan diperkirakan
telah menyebabkan peningkatan kebutuhan akan pembiayaan perbankan, sebagaimana tercermin dari
pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit investasi yang tinggi, yakni masing-masing mencapai
31,19% dan 31,98% (yoy).
Outstanding kredit Mikro Kecil dan Menengah (MKM) yang disalurkan oleh perbankan di
Jawa Barat tumbuh 8,86% (qtq) atau 21,09% (yoy) menjadi Rp60,77 triliun. Sementara itu,
outstanding kredit MKM yang disalurkan bank umum konvensional berdasarkan lokasi proyek (posisi
bulan Mei 2008) tumbuh sebesar 6,17% (qtq) atau 26,24% (yoy) mencapai posisi Rp85,78 triliun.
Peningkatan DPK dan outstanding kredit yang relatif tinggi, dengan pertumbuhan kredit
yang lebih pesat dibandingkan pertumbuhan DPK, mengakibatkan loan to deposit ratio
(LDR) pada triwulan II-2008 meningkat dari 69,76% menjadi 73,52% (Grafik 3.2). Tingginya
angka penyaluran kredit, termasuk didalamnya pemberian kredit baru selama triwulan laporan sebesar
Rp18,39 triliun, telah mengakibatkan terjadinya penurunan persentase kredit bermasalah,
sebagaimana terlihat dari angka rasio NPL (Gross) yang turun dari 3,78% menjadi 3,63%, meskipun
secara nominal kredit bermasalah naik sedikit dari Rp2,68 triliun menjadi Rp2,83 triliun.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
58
Grafik 3.1. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional
118,82 122,65 124,99136,39 133,59
139,72
92,24 95,80 95,91105,57 101,76 105,98
58,67 62,39 66,03 69,74 70,9877,92
-
20
40
60
80
100
120
140
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2007 2008
Trili
un R
p
Total Aset Total DPK Kredit yang diberikan
63,6068,85 66,06
69,7573,52
65,13
3,923,44
3,63
2,362,08
1,82 1,662,06
1,72
4,31 4,133,78
-
10
20
30
40
50
60
70
80
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2007 2008
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,53,0
3,5
4,0
4,5
5,0
LDR (%) NPL Kredit(%) Gross NPL Kredit(%) Net
Sumber : LBU KBI Bandung
1.1. PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA BANK UMUM KONVENSIONAL
Pada triwulan II-2008, bank umum
konvensional di Jawa Barat berhasil
menghimpun dana masyarakat hingga
mencapai posisi sebesar Rp105,98 triliun,
atau meningkat 4,15% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, atau secara tahunan
tumbuh sebesar 10,64% (yoy). Baik secara
triwulanan maupun tahunan, jenis simpanan
tabungan menunjukkan pertumbuhan yang
paling signifikan dibandingkan giro dan deposito.
Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional
Berdasarkan Jenis Simpanan
18,1920,15 21,32 22,03 22,25 23,01
30,10 31,81 33,5637,78 36,58
39,44
43,94 43,8441,03
45,7742,93 43,53
-5
101520253035404550
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2007 2008
Triliu
n Rp
Giro Tabungan Deposito
Sumber: LBU KBI Bandung
Jenis simpanan giro, tabungan dan deposito secara triwulanan meningkat, masing-masing sebesar
3,43% menjadi Rp23,01 triliun, 7,82% menjadi Rp39,44 triliun, dan 1,40% menjadi Rp43,53 triliun.
Secara tahunan, jenis simpanan giro dan tabungan tetap tumbuh masing-masing 14,19% dan
24,00%, sedangkan jenis simpanan deposito mengalami sedikit penurunan sebesar 0,70% (Grafik
3.3).
Selama satu tahun terakhir, dari sisi pangsanya, sebagian besar DPK pada bank umum
konvensional masih didominasi oleh deposito. Namun demikian, porsi deposito dalam DPK sedikit
menurun, yakni dari 42,19% pada triwulan I-2008 menjadi 41,07% pada triwulan II-2008. Porsi
simpanan giro juga menurun, dari 21,86% menjadi 21,71%. Khusus simpanan tabungan meningkat
dari 35,95% menjadi 37,4%. Penurunan porsi deposito, yang disertai dengan peningkatan porsi
tabungan ditengarai sebagai antisipasi para deposan untuk memenuhi kebutuhan dana jangka
pendek.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
59
Berdasarkan kelompok bank, 96% DPK
dihimpun oleh kelompok bank
pemerintah dan bank swasta. Adapun
pangsa DPK kelompok bank asing dan
campuran hanya 4% dari total DPK (Grafik
3.4). Selama triwulan II-2008, DPK bank
pemerintah meningkat sebesar Rp1,80 triliun
atau 3,63%, kelompok bank swasta
meningkat Rp2,16 triliun atau 4,47%,
sedangkan kelompok bank swasta asing hanya
meningkat Rp0,27 triliun atau 6,86%.
Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok
Bank Triwulan II-2008
4%
48%48%
Bank Pemerintah Bank Swasta NasionalBank Swasta Asing
Sumber: LBU KBI Bandung
Sementara itu, dilihat berdasarkan golongan pemilik, nasabah perorangan masih
mendominasi DPK yang dihimpun oleh bank umum konvensional di Jawa Barat, meskipun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mengalami peningkatan Rp3,48 triliun menjadi
Rp72,82 triliun. Terdapat 6 (enam) golongan nasabah yang mengalami peningkatan, dan terdapat
5 (lima) dibandingkan golongan nasabah yang mengalami penurunan dengan triwulan sebelumnya.
Penurunan terbesar terjadi pada golongan Pemerintah Daerah yang turun Rp200,16 miliar sehingga
porsinya menjadi 7,18%. (Grafik 3.5).
Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan
Pemilik Triwulan II-2008
Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik
69%
10%
8%
7% 2% 4%
Perorangan Perusahaan Swasta
Badan Usaha Milik Negara Pemerintah Daerah Yayasan dan Badan Sosial Lainnya
-
10
20
30
40
50
60
70
80
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007
Trili
un R
p
Perorangan Perusahaan Swasta BUMN
Pemda Yys & Bd Sosial Lainnya
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
60
1.2. PENYALURAN KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL
1.2.1. KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL BERDASARKAN BANK PELAPOR 1
Perkembangan kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat secara
konsisten menunjukkan peningkatan yang semakin pesat, baik secara triwulanan maupun
tahunan. Outstanding kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada posisi
triwulan II-2008 mencapai Rp77,92 triliun. Dibandingkan triwulan sebelumnya penyaluran kredit
tumbuh 9,78% (qtq), sedangkan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2007 tumbuh
24,88% (yoy). Kondisi perekonomian selama setahun terakhir yang relatif baik merupakan salah satu
faktor pendorong pertumbuhan kredit. Hal ini didukung pula oleh meningkatnya kegiatan dunia usaha
yang diperkirakan menjadi faktor pendorong meningkatnya kebutuhan pembiayaan dari perbankan.
Yang tercermin dari pertumbuhan kredit, baik secara sektoral maupun jenis penggunaan. Kredit sektor
Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran masing-masing meningkat sebesar
10,32% dan 11,87% (qtq). Selain itu, terjadi peningkatan kualitas dalam penyaluran kredit oleh
perbankan, yang dibuktikan dengan lebih tingginya penyaluran kredit modal kerja dan investasi
dibandingkan penyaluran kredit kepada sektor konsumsi (kredit konsumsi), yang tercermin dari
peningkatan penyaluran kredit modal kerja sebesar 13,00%, kredit investasi sebesar 9,26%,
sedangkan kredit konsumsi hanya mengalami peningkatan sebesar 6,95% (qtq). Di lain pihak,
Perbankan harus tetap melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kreditnya, karena pada
tahun 2008 dunia usaha menghadapi tantangan yang cukup berat akibat adanya kebijakan
pemerintah dalam penyesuaian harga BBM (pengurangan subsidi) serta adanya rencana pemerintah
untuk meningkatkan tarif dasar listrik bagi sektor dunia usaha.(Grafik 3.7).
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat
57.77 58.6762.39
66.0369.74 70.98
4.84%
1.55%
6.36% 5.83%
1.77%
14.34%
17.77%
19.84%20.73% 20.99%
5.61%
15.22%
-
10
20
30
40
50
60
70
80
Tw.IV Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I
2006 2007 2008
Tril
iun
Rp
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Kredit qtq yoy
Sumber LBU KBI Bandung
Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank
30,4632,69
34,3235,72 36,59
40,72
25,7927,32
29,1531,23 31,51
34,29
2,42 2,39 2,56 2,79 2,88 2,91
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II
2007 2008
Triliu
n Rp
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing/Campuran
Sumber LBU KBI Bandung
Berdasarkan kelompok bank, pangsa penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh
kelompok bank umum milik pemerintah dengan pangsa mencapai 52,26% meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya 51,54%. Sedangkan kelompok kelompok BUSN dan kelompok
1 Kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional yang berada di Jawa Barat
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
61
bank swasta asing dan campuran mengalami penurunan pangsa kredit, pangsa kredit BUSN menurun
dari sebesar 44,39% menjadi 44,01% (qtq), dan pangsa kredit kelompok bank swasta asing dan
campuran menurun dari 4,06% menjadi 3,73% (qtq). (Grafik 3.8).
Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit bank umum konvensional di Jawa
Barat disalurkan untuk kegiatan produktif (modal kerja) dan keperluan konsumsi
masyarakat. Posisi kredit modal kerja (KMK) tercatat sebesar Rp34,31 triliun atau 44,03% dari total
kredit, dan posisi kredit konsumsi tercatat sebesar Rp35,53 triliun atau 45,60% dari total kredit.
Sementara posisi kredit investasi (KI) mencapai Rp8,08 trililun atau 10,36% dari total kredit
(Grafik 3.9).
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit
konsumsi tumbuh masing-masing sebesar Rp3,95 triliun (13,00%), Rp0,68 miliar (9,26%) dan
Rp2,31 triliun (6,95%).
Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis
Penggunaan Triwulan II-2008
Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan
44%
10%
46%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
5,63 6,12 6,75 7,30 7,39 8,08
24,47 26,15 27,7329,98 30,36
28,56 30,12 31,55 32,46 33,22 34,3135,53
-
5
10
15
20
25
30
35
40
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2007 2008
Trili
un R
p
Investasi Modal Kerja Konsumsi
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
Berdasarkan sektor ekonomi, 3 sektor yang menyerap kredit terbesar, yakni sektor Lainnya,
sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan sektor Industri Pengolahan. Dimana total
pangsa penyerapan kredit ketiga sektor tersebut mencapai 87,29%. Sektor Lainnya menyerap
Rp35,89 triliun atau sebesar 46,06% dari total kredit, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
menyerap Rp16,97 atau 21,79% dari total kredit, dan sektor Industri Pengolahan menyerap
Rp15,15 triliun atau 19,44% dari total kredit. Sektor lainnya tumbuh 7,32% (qtq) atau 18,45% (yoy),
sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tumbuh 11,87% (qtq) atau 34,20% (yoy), sedangkan sektor
Industri Pengolahan tumbuh 10,32% (qtq) atau 25,37% (yoy).
Outstanding Kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat pada sektor
listrik, gas dan air tumbuh 41,03% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sampai dengan posisi
triwulan II-2008 outstanding kredit kepada sektor ini sebesar Rp180,68 miliar. Namun pangsa sektor
ini hanya 0,23%. Tingginya pertumbuhan sektor ini terkait adanya pembiayaan perbankan dalam
mendukung program Pemerintah untuk meningkatkan produksi listrik nasional.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
62
Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan
Sektor Ekonomi Triwulan II-2008
Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar
Berdasarkan Sektor Ekonomi
21,8%
19,4%
46,1%
1,2% 0,2%1,5%2,0%
0,2%
2,5%
5,2%
Lain-lain Perdag., Rest & HotelPerindustrian Jasa Dunia UsahaKonstruksi PertanianJasa Sosial Pengktn, Gudg& KmnksPertambangan Listrik, Gas & Air
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
Tw.I Tw. II Tw. III Tw. IV TW I Tw. II
2007 2008
Triliu
n Rp
Perdag., Rest & Hotel Perindustrian Jasa Dunia Usaha Konstruksi Pertanian Jasa Sosial
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
1.2.2. KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL BERDASARKAN LOKASI PROYEK
2
Seperti halnya kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Barat, kredit yang disalurkan
perbankan nasional untuk kebutuhan pembiayaan di Jawa Barat juga mengalami
pertumbuhan. Outstanding kredit berdasarkan lokasi proyek pada posisi bulan Mei 2008 tumbuh
6,34% (qtq) atau 23,60% (yoy). Jumlah kredit yang disalurkan berdasarkan lokasi proyek lebih besar
dibandingkan dengan kredit berdasarkan bank pelapor. Kredit yang disalurkan ke Jawa Barat sampai
dengan bulan Mei mencapai Rp135,29 triliun. Dari total kredit tersebut, 57% dibiayai dari bank
umum konvensional di Jawa Barat, sedangkan 43% dibiayai dari bank umum konvensional yang
beroperasi di luar Jawa Barat (Grafik 3.13).
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Bank Pelapor dan Lokasi Proyek
-
20
40
60
80
100
120
140
160
Trili
un R
p
Kredit bank pelapor 57,77 58,67 62,39 66,03 69,74 70,98 77,92
Kredit Lokasi Proyek 100,70 102,05 109,46 115,50 122,52 127,22 135,29
Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Mei
2006 2007 2008
Sumber: LBU dan SEKDA KBI Bandung
Grafik 3.14. Pangsa Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan
Triwulan II-2008
15%
46%
39%
Investasi Modal Kerja Konsumsi
Sumber: SEKDA KBI Bandung
2 Kredit berdasarkan lokasi proyek adalah kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Jawa Barat yang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kredit di Jawa Barat
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
63
Sebagian besar (61%) kredit yang diserap di wilayah Jawa Barat merupakan kredit produktif,
meliputi kredit modal kerja sebesar Rp62,04 triliun dan kredit investasi sebesar
Rp20,50 triliun. Adapun kredit konsumsi mencapai Rp52,75 triliun (Grafik 3.14). Berdasarkan sektor
ekonomi, penyaluran kredit ke Jawa Barat terkonsentrasi pada sektor industri Pengolahan dan sektor
PHR, dengan pangsa 46,54% dari total kredit. Penyaluran kredit ke sektor Industri Pengolahan dan
sektor PHR masing-masing mencapai Rp41,80 triliun dan Rp21,16 triliun. Sementara itu, sektor
yang mengalami pertumbuhan kredit terbesar adalah sektor jasa-jasa yang tumbuh sebesar
Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
-
10
20
30
40
50
60
Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Mei
2006 2007 2008
Trili
un R
p
Pertambangan Pertanian Jasa-jasa Perdagangan Perindustrian Lain-lain
Sumber: SEKDA KBI Bandung
9,52% (qtq) atau 33,67 (yoy) menjadi sebesar
Rp16,83 triliun (Grafik 3.15).
Berdasarkan kabupaten/kota penerima
kredit, Kota Bandung sebagai ibukota
Provinsi Jawa Barat merupakan daerah
penyerap kredit terbesar, yakni sekitar
18,94% dari total kredit yang tersalur di
Jawa Barat. Daerah lainnya yang menyerap
kredit cukup besar adalah daerah perkotaan atau
daerah yang terdapat kawasan industri seperti
Kabupaten Bekasi 18,67%, Kabupaten Bandung
11%, Kabupaten Bogor 9,10%, Kabupaten
Karawang 5,94%, serta Kota Karawang 5,94%
dan Kota Depok 4,18%(Grafik 3.16).
Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota
Triwulan II-2008
19%
19%
11%9%6%
4%4%
28%
Kota Bandung Kab. Bekasi Kab. Bandung Kab. Bogor Kab. Karawang Kota Depok Kota Bekasi 19 Kab. Kota Lainnya
Sumber: SEKDA KBI Bandung
1.2.3. PERSETUJUAN KREDIT BARU OLEH BANK UMUM KONVENSIONAL
Persetujuan kredit baru oleh bank umum
konvensional di Jawa Barat pada triwulan
II-2008 mencapai Rp18,39 triliun. Hal ini
menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan
dunia usaha di Jawa Barat masih cukup tinggi,
jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, persetujuan kredit baru naik
Rp0,48 triliun atau 34,96%.
Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru Oleh Bank Umum Konvensional
9,6811,88 12,19
14,10 13,62
18,39
-1,35%
22,76%
-3,39%
2,61%
15,63%
34,96%
-2468
101214161820
Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008
Trirl
iun
Rp
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
Realisasi Kredit Growth (qtq)
Sumber: LBU KBI Bandung
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
64
Sekitar 64,87% dari total kredit baru merupakan kredit produktif, yaitu kredit modal kerja
Rp10,02 triliun dan kredit investasi Rp1,90 triliun. Adapun sisanya sebesar 35,13% merupakan
kredit konsumsi, yaitu mencapai Rp6,46 triliun.
1.2.4. NPL/RISIKO KREDIT
Risiko kredit bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan II-2008 meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun relatif masih terkendali. Hal ini
dicerminkan oleh meningkatnya jumlah kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) baik secara
nominal maupun persentasenya. Meskipun nominal kredit bermasalah kotor (gross NPL) pada triwulan
laporan meningkat dari Rp2,68 triliun menjadi Rp2,83 triliun namun persentasenya menurun dari
3,78% menjadi 3,63%. Sementara itu, persentase kredit bermasalah bersih (net NPL) atau gross NPL
setelah dikurangi dengan jumlah PPAP (penyisihan penghapusan aktiva produktif) perbankan, juga
mengalami penurunan dari 2,06% menjadi 1,72%. Persentase NPL bank umum konvensional masih di
bawah batas maksimal yang ditentukan Bank Indonesia sebesar 5%.
Kenaikan harga minyak dan beberapa harga komoditi utama di pasar internasional
diperkirakan akan membawa dampak yang cukup berat terhadap dunia perbankan. Tekanan
kenaikan harga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemampuan debitur perusahaan maupun
perseorangan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. Situasi ini diperkirakan masih akan
mewarnai perekonomian di tahun 2008 dan dapat berpotensi untuk meningkatkan risiko kredit bagi
dunia perbankan.
Berdasarkan wilayah kabupaten/ kota,
sebagian besar rasio Gross NPL di
kabupaten/kota di Jawa Barat berada
dibawah target indikatif Bank Indonesia
yang sebesar 5%, dan hanya satu daerah
dengan gross NPL di atas target indikatif,
yaitu Kota Bogor (5,27%) (Tabel 3.1.).
Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi
Rasio NPL (%) Wilayah
Tw.I-2008 Tw.II-2008 Kodya Bogor 5.38 5.27 Kab. Purwakarta 4.03 4.91 Kotif Tasikmalaya 4.56 4.25 Kodya Bandung 4.13 4.15
Sumber: LBU KBI Bandung
Lima dari dua puluh lima kabupaten/kota di Jawa Barat mengalami peningkatan jumlah
kredit bermasalah. Peningkatan kredit bermasalah terbesar dialami oleh Kota Bandung yaitu
mencapai Rp121,79 miliar, dan Kabupaten Purwakarta mengalami peningkatan kredit bermasalah
sebesar Rp22,42 miliar.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
65
Rasio NPL di Kabupaten Majalengka
(0,08%) merupakan yang terendah
dibandingkan dengan kabupaten/kota
lainnya (Tabel 3.2). Tiga daerah
terendah selanjutnya adalah Kabupaten
Kuningan (0,55%), Kota Cimahi (1,01%)
dan kota Depok (1,34%).
Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah
Rasio NPL (%) Wilayah Tw.I-2008 Tw.II-2008
Kab. Majalengka 0.16 0.08 Kab. Kuningan 0.75 0.55 Kota Cimahi 0.95 1,01 Kota Depok 1.66 1.34
Sumber : LBU KBI Bandung
1.2.5. PERKEMBANGAN KREDIT MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (MKM)
Penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) oleh bank umum konvensional di Jawa
Barat pada triwulan II-2008, tumbuh 8,86% (qtq) atau tumbuh 21,09%(yoy) menjadi
Rp60,77 triliun. Peningkatan ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan total
penyaluran kredit bank umum konvensional yang tumbuh 9,78 (qtq) atau tumbuh 24,88 (yoy),
sehingga porsi kredit MKM terhadap total kredit mengalami sedikit penurunan dari 78,65% pada
triwulan I-2008 menjadi 77,99% pada triwulan II-2008.
Bank pemerintah di Jawa Barat
menyalurkan lebih dari setengah total
kredit MKM (55%), sedangkan bank
swasta dan bank asing campuran
menyalurkan masing-masing sebesar
43% dan 2% (grafik 3.18). Sekitar 78%
dari porsi kredit MKM tersebut merupakan
kredit modal kerja (36%) dan investasi
(6%), sedangkan 58% dari porsi kredit
Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank
25,8527,75 29,09 29,75 30,49
33,70
20,77 21,60 22,87 24,04 24,3326,00
0,81 0,83 0,88 0,97 1,00 1,07
-
5
10
15
20
25
30
35
40
Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV TW I Tw. II
2007 2008
Trili
un
Rp
Bank Umum Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
Sumber : LBU KBI Bandung
MKM merupakan kredit konsumsi (Grafik 3.19). Menurut skala kreditnya, 41,57% kredit MKM
disalurkan dalam bentuk kredit mikro, tumbuh 4,46% (qtq) atau 8,83% (yoy) mencapai
Rp25,26 triliun, sedangkan untuk kredit kecil dengan pangsa 30,62%, tumbuh 13,62% (qtq) atau
32,44% (yoy) menjadi Rp18,61 triliun, dan kredit menengah dengan pangsa 27,81%, tumbuh
10.75% (qtq) atau 30,79% (yoy) menjadi Rp16,90 triliun (Grafik 3.20)
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
66
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis
Penggunaan
Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon
15,87 16,98 17,93 18,94 19,43 21,70
3,13 3,23 3,54 3,62 3,443,82
28,44 29,98 31,37 32,20 32,9535,25
-
10
20
30
40
50
60
70
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2007 2008
Trili
un
Rp
Modal Kerja Investasi Konsumsi
22,83 23,21 23,97 24,16 24,18 25,26
12,56 14,05 15,13 15,56 16,3818,61
12,04 12,9213,74 15,04 15,26
16,90
-
10
20
30
40
50
60
70
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2007 2008
Trili
un R
p
Mikro Kecil Menegah
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
Sektor PHR adalah penyerap kredit MKM
terbesar, yakni mencapai Rp13,80 triliun atau
22,70% dari total kredit MKM (Grafik 3.21).
Selanjutnya, sektor industri pengolahan adalah
penyerap kredit MKM terbesar kedua, mencapai
Rp5,57 triliun (9,16%), yang sebagian besar
diserap oleh subsektor industri tekstil, sandang,
dan kulit. Di urutan ketiga adalah sektor jasa dunia
usaha yang menyerap sekitar 3,82% dari total
kredit MKM atau sebesar Rp2,32 triliun.
Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor
Ekonomi Triwulan II-2008
59%
23%
9%
4%
1%1%
1%2%0%
0%
Lain-lain Perdag., Rest & HotelPerindustrian Jasa Dunia UsahaKonstruksi PertanianJasa Sosial Pengktn, Gudg& KmnksPertambangan Listrik, Gas & Air
Sumber : LBU KBI Bandung
Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan II-2008
41%
7%
33%
4%
7% 8%
Kodya Bandung Kotif Bekasi Kodya Bogor Kodya Cirebon Kotif Tasikmalaya Kab Kota Lainnya
Sumber : LBU KBI Bandung
Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit
Bank Umum Konvensional
3,94 3,91 3,793,41
3,67 3,71
4,31 4,133,92
3,443,78 3,63
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2007 2008
Pers
en
NPL Kredit MKM NPL Bank Umum
Sumber : LBU KBI Bandung
Penyebaran kredit MKM di Jawa Barat masih terpusat di kota-kota besar dan pusat industri.
Kota Bandung merupakan penyerap kredit MKM terbesar dengan pangsa sebesar 40,33% atau
Rp24,51 triliun. Di urutan kedua Kota Bekasi menyerap 8,37% atau Rp5,09 triliun, selanjutnya Kota
Bogor menyerap 7,15% atau 4,34 triliun, dan Kota Cirebon menyerap 6,86% atau 4,17 triliun, Kota
Tasikmalaya dengan pangsa 4,23% atau 2,57 triliun, serta sisanya sebesar 33,07% atau 20,10 triliun
terbagi atas 20 kabupaten dan kota lainnya di Jawa Barat.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
67
Seperti halnya yang terjadi pada total kredit, risiko kredit MKM bank umum konvensional di
Jawa Barat pada triwulan II-2008 juga mengalami penurunan. Rasio kredit MKM bermasalah
masih di bawah batas toleransi Bank Indonesia yakni dengan rasio Gross NPL sebesar 3,55%. Rasio ini
lebih rendah dibandingkan rasio gross NPL total kredit yang sebesar 3,63%(Grafik 3.23).
Berbeda dengan penyaluran kredit MKM berdasarkan lokasi bank, outstanding kredit MKM
posisi Mei 2008 berdasarkan lokasi proyek menunjukkan angka penyaluran yang lebih
tinggi. Outstanding kredit MKM berdasarkan lokasi proyek mencapai Rp87,04 triliun atau lebih besar
Rp28,46 triliun dibandingkan dengan outstanding kredit MKM berdasarkan bank pelapor. Hal ini
menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memilki potensi pengembangan
UMKM yang cukup menarik bagi perbankan nasional.
Sampai dengan bulan Juni 2008, kredit MKM
bank umum konvensional di Jawa Barat
tumbuh 8,86% (qtq) atau 21,09% (yoy).
Secara nasional (posisi Mei’08), porsi
kredit MKM berdasarkan lokasi proyek di
Jawa Barat menempati urutan kedua
setelah Jakarta, dengan porsi sebesar
15,52% terhadap total kredit MKM
Nasional yang berjumlah Rp552,11 triliun.
Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM berdasarkan lokasi Proyek di Jawa Barat
2004 s.d. Des 2006 termasuk Provinsi BantenSumber: Statistik Perbankan Indonesia
0102030405060708090
100
2004
2005 Agt
Sep
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Ags
Sept
Okt
Nov
Dec Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
2006 2007 2008
Trili
un
Rp
Hal ini cukup beralasan mengingat Jawa Barat memang termasuk daerah yang mempunyai jumlah
UMKM terbesar, selain lokasinya sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi nasional, Jakarta.
2. KINERJA BANK UMUM KONVENSIONAL YANG BERKANTOR PUSAT DI BANDUNG
Sampai dengan triwulan II-2008 (posisi
bulan Mei 2008), perkembangan kinerja
tujuh bank umum konvensional yang
berkantor pusat di Bandung menunjukkan
perkembangan positif. Beberapa indikator
seperti total aset, DPK yang dihimpun maupun
kredit yang disalurkan terus mengalami
peningkatan (Grafik 3.25). Total aset tujuh
bank umum konvensional yang berkantor pu-
Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di
Bandung
35,76 36,9139,37 39,91 41,50
43,49
27,9129,78
31,58 30,4033,84 35,49
20,5222,37 24,08 24,16 24,99 26,37
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
Tw 1 Tw 2 TW 3 Tw 4 TW I Mei
Trili
un
Rp
Aset DPK Kredit
Sumber : LBU-KBI Bandung
sat di Bandung pada triwulan II-2008, secara triwulanan tumbuh 4,79% (qtq) atau secara tahunan
16,25% (yoy) mencapai Rp43,49 triliun.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
68
DPK bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung mengalami peningkatan
selama periode triwulan laporan. Secara triwulanan DPK tumbuh 4,89% (qtq) dan secara tahunan
tumbuh 17,58% (yoy) menjadi Rp35,49 triliun. Sebagian besar DPK (64%) berupa deposito
Rp22,56 triliun, sementara porsi giro dan tabungan masing-masing sebesar 25% (Rp8,94 triliun) dan
11% (Rp3,99 triliun). Nilai DPK yang dihimpun ketujuh bank tersebut mencapai 33,49% dari total DPK
yang dihimpun perbankan di Jawa Barat.
Sementara itu, outstanding kredit sampai dengan triwulan II-2008 tercatat sebesar Rp26,37
triliun atau secara triwulanan tumbuh 5,51% (qtq) dan secara tahunan tumbuh 16,31% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit untuk konsumsi mempunyai porsi terbesar yakni 83,47%.
Kondisi ini sejalan dengan data penyaluran kredit yang didasarkan atas sektor ekonomi, dimana untuk
sektor “lain-lain” memiliki porsi terbesar yaitu 83,47%. Sementara itu, porsi penyaluran kredit untuk
kebutuhan modal kerja dan investasi masing-masing tercatat hanya sebesar 13,09% dan 3,44%.
Selanjutnya, porsi penyaluran kredit untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran tercatat sebesar
6,65%, sektor perindustrian 2,78%, sektor jasa dunia usaha 2,63%, sementara lima sektor lainnya
tercatat sebesar 4,47%.
Perkembangan LDR untuk bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung
menunjukkan arah yang berbeda dengan perkembangan LDR bank umum konvensional di
Jawa Barat. Dengan kondisi pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit
mengakibatkan LDR untuk bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung mengalami
penurunan dari 75,52% pada triwulan I-2008 menjadi 74,29% pada triwulan II-2008.
Pada awal tahun 2008, tujuh bank umum yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung
menunjukkan kinerja yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari laba yang berhasil diperoleh dalam
dua bulan pertama maupun tingkat efisiensi bank. Sampai dengan bulan Mei 2008 Net Interest
Income (NII) tercatat sebesar Rp1,317 miliar atau 4,18%. Sementara itu, rasio Return on Asset (ROA)
sampai dengan bulan Mei 2008 tercatat sebesar 1,32%, sedangkan rasio efisiensi antara Biaya
Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) 77,34%.
Risiko kredit bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat tetap rendah dan terkendali.
Hal ini terlihat dari persentase kredit bermasalah kotor (gross NPL) yang hanya 0,79% atau jauh di
bawah batas yang ditentukan BI maksimal 5%. Hal ini cukup beralasan mengingat sebagian besar
kredit merupakan kredit konsumsi yang sebagian besar merupakan kredit kepada PNS maupun
pensiunan. Jenis kredit ini memiliki risiko yang kecil karena angsuran kredit dipotong langsung dari gaji
pegawai.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
69
3. BANK UMUM SYARIAH
Sedikit berbeda dengan perkembangan bank
umum konvensional, perkembangan bank
umum syariah pada triwulan II-2008 (Mei
2008) menunjukkan perkembangan yang
positip baik secara triwulanan maupun
secara tahunan. Hal ini terlihat dari
meningkatnya indikator seperti meningkatnya
aset, DPK dan pembiayaan yang diberikan (PYD)
(Grafik 3.26)
Grafik 3.26. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah
3,32 3,41 3,55
4,07 4,054,40
2,46 2,50 2,59
3,14 3,193,56
2,812,842,842,76
2,39 2,56
-0,51,01,52,02,53,03,54,04,55,0
Tw 1-07 Tw 2-07 Tw 3-07 Tw 4-07 Tw 1-08 Mei-08
Triliu
n Rp
Aset DPK Pembiayaan Sumber: LBU KBI Bandung
Secara triwulanan, total aset naik 7,27% (qtq) dan secara tahunan aset tumbuh 28,92% (yoy)
menjadi Rp4,40 triliun. DPK yang tumbuh 10,69% (qtq) dan secara tahunan tumbuh 42,82% (yoy)
menjadi Rp3,56 triliun. Di sisi lain, pembiayaan yang diberikan (PYD) turun 1,11% (qtq), namun secara
tahunan tetap tumbuh 9,94% menjadi Rp2,81 triliun. Pertumbuhan DPK yang lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan PYD mengakibatkan rasio PYD terhadap DPK atau FDR Bank
Umum Syariah pada Triwulan II-2008 sedikit turun dari 88,40% pada triwulan sebelumnya menjadi
78,98%.
Sementara itu, risiko pembiayaan bank umum syariah di Jawa Barat pada triwulan II-2008
meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh rasio non performing financing (NPF) yang meningkat. Persentase
Gross NPF pada triwulan II-2008 tercatat sebesar 7,06% atau lebih tinggi dibandingkan dengan gross
NPF triwulan sebelumnya yang sebesar 5,63%. Bank syariah terus melakukan upaya untuk
menurunkan NPF dengan cara penyelesaian pembiayaan bermasalah secara lebih intensif serta tetap
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.
4. BANK PERKREDITAN RAKYAT
Seperti halnya bank umum, perkembangan kegiatan intermediasi baik oleh BPR
konvensional maupun syariah (BPR/S) pada triwulan II-2008 tetap mengalami peningkatan.
Membaiknya kondisi usaha terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan
target BPR/S tetap menjadi pendorong utama meningkatnya intermediasi BPR/S di Jawa Barat.
Total aset, secara triwulanan tumbuh 6,28% dan secara tahunan tumbuh 2,88% menjadi
Rp4,39 triliun. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan DPK sebesar 5,81% (qtq) atau
28,14% (yoy) menjadi Rp3,25 triliun serta peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan yang tumbuh
7,67% (qtq) dan 23,20% (yoy) menjadi Rp3,23 triliun. Sebagian besar kredit/pembiayaan yang
disalurkan merupakan kredit produktif, mencapai sekitar 57,95% dari total kredit/pembiayaan BPR/S,
sedangkan sisanya merupakan kredit konsumsi. Lebih dari 55% kredit/pembiayaan BPR/S disalurkan
untuk penggunaan modal kerja, yaitu mencapai Rp1,74 triliun atau tumbuh 5,33% (qtq) atau 24,47%
(yoy). Adapun untuk penggunaan konsumsi mencapai Rp1,36 triliun atau tumbuh 12,76% (qtq) atau
78,70% (yoy), sedangkan kredit investasi turun 5,48% (qtq) menjadi Rp0,13 triliun.
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
72
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, peranan keuangan daerah terhadap perekonomian
Jawa Barat sampai dengan pertengahan tahun diperkirakan masih relatif kecil, karena
rendahnya realisasi belanja daerah. Hal ini terjadi pula pada realisasi belanja daerah Pemerintah
Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data yang tersedia saat ini, sampai dengan triwulan I-2008, belanja
Pemprov Jabar baru terealisasi 6,39% atau Rp386,37 miliar dari total belanja daerah tahun 2008 yang
sebesar Rp6,05 triliun. Adapun sampai dengan triwulan II-2008 realisasi belanja daerah diperkirakan
baru mencapai 20%-30% dari total anggaran belanja. Selama semester I-2007 angaran belanja
Pemprov Jabar baru terealisasi 23,60% dari total anggaran belanja tahun 2007 yang sebesar Rp5,77
triliun.
Rendahnya realisasi belanja Pemprov Jabar pada semester I-2008 antara lain disebabkan oleh
terlambatnya penetapan perda mengenai APBD Provinsi dan berbagai kabupaten/kota di
Jawa Barat tahun anggaran 2008. Peraturan daerah mengenai APBD Provinsi Jabar murni 2008
baru dapat ditetapkan pada akhir triwulan I-2008. Selain itu, seperti pada tahun-tahun sebelumnya,
kegiatan pemerintah daerah pada semester I, biasanya baru berada pada tahap perencanaan dan
pengadaan. Sebagian besar kegiatan investasi dan pembangunan pemerintah daerah pada umumnya
baru terlaksana pada semester II. Berdasarkan pengalaman tersebut, 70% belanja program (belanja
langsung) pada tahun 2008 diperkirakan baru terealisasi pada triwulan III dan IV.
Realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat sampai dengan pertengahan
tahun 2008 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja daerah, sehingga terjadi
surplus. Sampai dengan akhir triwulan I-2008, pendapatan daerah telah terealisasi 27,79% atau
senilai Rp1,58 triliun dari target pendapatan pada tahun 2008 yang sebesar Rp5,70 triliun. Sektor
perpajakan masih menjadi kontributor utama tingginya realisasi pendapatan daerah, yaitu mencapai
67,14% dari total realisasi pendapatan daerah Pemprov Jabar pada triwulan I-2008. Sampai dengan
akhir triwulan II-2008, pendapatan daerah diperkirakan dapat terealisasi di atas 50% dari target, atau
senilai Rp2,85 triliun. Berdasarkan data semester I-2007, pendapatan Pemprov Jabar pada periode
tersebut mencapai 53,51% dari target.
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
73
Tabel 4.1. Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II-2007 dan Triwulan I-2008 (Rp Miliar)
2007 2008
No. Uraian APBD
Realisasi Tw II-2007
% Realisasi thd APBD
APBD Realisasi Tw I-2008
% Realisasi thd APBD
I Pendapatan 5.149,87 2.755,52 53,51 5.696,29 1.582,93 27,79
1 Pendapatan Asli Daerah 3.621,80 2.041,63 56,37 4.055,12 1.240,89 30,60
2 Dana Perimbangan 1.522,07 711,46 46,74 1.630,81 336,84 20,65
3 Lain-lain PAD yang Sah 6,00 0,00 0,00 10,36 5,20 50,20
II Belanja 5.272,08 1.244,32 23,60 6.050,02 386,37 6,39
1 Belanja Tidak Langsung 3.843,14 - - 4.313,03 340,02 7,88
2 Belanja Langsung 1.428,94 - - 1.736,99 46,35 2,67
III Pembiayaan 122,21 - - 353,73 0 0
1 Penerimaan Daerah 419,18 - - 488,84 0 0
2 Pengeluaran Daerah 296,97 - - 135,12 0 0
3 SILPA 58,84 - - 0 1.196,56 -
Keterangan: Data APBD Murni Tahun 2007 dan 2008
Sumber: Biro Keuangan Pemprov Jabar
PERKEMBANGAN REALISASI APBD JAWA BARAT
1. Realisasi Pendapatan Daerah
Realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat sampai dengan triwulan I-2008
mencapai 27,79% atau senilai Rp1,58 triliun dari target penerimaan selama tahun 2008. Hal
ini tidak jauh berbeda dengan perkembangan pendapatan daerah pada periode yang sama pada
tahun-tahun sebelumnya yang terealisasi sekitar 25%-30% dari target. Porsi realisasi pendapatan pada
triwulan I-2008 sebagian besar (78,39% dari total realisasi pendapatan) masih berasal dari pos
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan nilai sebesar Rp1,24 triliun. Penyumbang kedua terbesar
pendapatan daerah Provinsi Jabar berasal dari penerimaan dana perimbangan sebesar Rp336,84 miliar
(21,28% dari total pendapatan), dan pos Lain-lain PAD yang Sah sebesar Rp5,20 miliar (0,33%).
Tingginya porsi PAD terhadap pembentukan pendapatan daerah menunjukkan bahwa kemampuan
intern pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk membiayai sendiri pembangunannya sudah cukup baik.
Namun demikian, mengingat kebutuhan pembiayaan untuk kegiatan pembangunan yang semakin
meningkat setiap tahunnya, maka diperlukan berbagai upaya dari pemerintah provinsi untuk
meningkatkan dan menggali potensi sumber-sumber pendapatan daerah. Berdasarkan perkembangan
pada tahun-tahun sebelumnya, persentase realisasi pendapatan daerah pada triwulan II-2008
diperkirakan di atas 50% dari target, atau senilai Rp2,85 triliun. Pada triwulan II-2007 realisasi
pendapatan daerah Provinsi Jabar mencapai 53,51% dari target pendapatan yang sebesar Rp5,15
triliun.
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
74
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II-2007 dan Triwulan I-2008 (Rp Miliar)
2007 2008
No. Uraian APBD
Realisasi Tw II-2007
% Realisasi thd APBD
APBD Realisasi
Tw I-2008
% Realisasi thd APBD
I PAD 3,621.80 2,041.63 56.37 4.055,12 1.240,89 30,60
a. Pajak Daerah 3,425.19 1,834.98 53.57 3.796,64 1.062,76 27,99
b. Retribusi Daerah 28.51 11.42 40.05 29,48 5,23 17,73
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 115.49 118.27 102.41 125,32 134,74 107,51
d. Lain-lain PAD 52.62 76.96 146.26 103,67 38,16 36,81
II Dana Perimbangan 1,522.07 711.46 46.74 1.630,81 336,84 20,65
a. Bagi Hasil Pajak 588.63 166.96 28.36 726,58 110,77 15,25
b. Dana Alokasi Umum 933.44 544.50 58.33 904,23 226,07 25,00
c. Dana Alokasi Khusus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
III Lain-lain Pendapatan 6.00 2.43 40.49 10,36 5,20 50,20
a. Bantuan Keuangan - - - 7,51 1,50 20,00
b. Lain-lain Penerimaan - - - 2,84 3,70 130,01 Sumber: Perda Prov. Jabar No. 9 Tahun 2007, dan LKPJ Gubernur Jawa Barat Tahun Anggaran 2007
Berdasarkan komposisinya, porsi terbesar PAD Provinsi Jawa Barat pada triwulan I-2008
terutama berasal dari pajak daerah. Penerimaan dari pajak daerah mencapai Rp1,06 triliun atau
85,64% dari total PAD. Sumber kedua terbesar PAD berasal dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
(10,86% dari target atau sebesar Rp134,74 miliar), diikuti oleh Lain-lain PAD (3,08% atau Rp38,16
miliar), dan Retribusi Daerah (Rp5,23 miliar atau 0,42%).
Pada sektor perpajakan, dari lima jenis pajak, penyumbang utama pajak daerah Provinsi
Jawa barat adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Sampai dengan triwulan I-2008,
ketiga jenis pajak tersebut menyumbang 97,87% dari total penerimaan pajak daerah, atau sekitar
83,82% dari total PAD Provinsi Jawa Barat. Sementara itu, Pajak Pengambilan Pemanfaatan Air
Permukaan (PPPAP) dan Pajak Pengambilan Pemanfaatan Air Bawah Tanah (PPPABT) relatif kecil.
Grafik 4.1. Komposisi Realisasi PAD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan I-2008
86%
0%11% 3%
Pendapatan Pajak Daerah Retribusi Daerah
Hasil Perusahaan Milik Daerah Lain-lain PAD yang sah
Sumber: Biro Keuangan, Pemprov Jabar
Grafik 4.2. Komposisi Realisasi Pajak Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan I-2008
35%
41%
22%2%
Pajak Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Pemanfaatan Pengambilan Air
Sumber: Biro Keuangan, Pemprov Jabar
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
75
Dari empat pos pendapatan daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah merupakan satu-
satunya pos dari PAD yang telah melebihi target yang telah ditetapkan. Sampai dengan
triwulan I-2008, realisasi pos tersebut telah mencapai 107,51% dari target, atau sebesar Rp134,74
miliar dari target yang sebesar Rp125,32 miliar. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tingginya
pencapaian realisasi pada pos Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah terutama disumbang oleh tingginya
pencapaian bagian laba yang diperoleh dari PT. Bank Jabar. Laba dari BUMD tersebut menyumbang
Rp134,30 miliar, atau sekitar 99,67% dari total realisasi pada pos Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah.
Bagian laba yang diperoleh dari laba PT. Bank Jabar ini lebih tinggi daripada bagian laba yang disetor
PT. Bank Jabar selama tahun 2007, yang saat itu tercatat sebesar Rp115,63 miliar. Dengan pencapaian
pada triwulan I-2008 tersebut dan perkiraan perkembangan pada tiga triwulan mendatang, maka
dapat dipastikan bahwa pencapaian realisasi pendapatan yang berasal dari bagian laba PT. Bank Jabar
selama tahun 2008 akan jauh lebih tinggi dari realisasi pada tahun 2007.
Sementara itu, kontribusi laba bagi pendapatan daerah Pemprov Jabar yang berasal dari
lima BUMD lainnya, terhitung relatif kecil. PD. BPR, dan Lembaga Perkreditan Kecamatan
memberikan kontribusi sebesar Rp442,18 juta, sedangkan tiga BUMD lainnya, yakni PD. Agribisnis dan
Pertambangan, PD. Jasa dan Kepariwisataan, dan PD. Agronesia, belum dapat mencatatkan
pendapatan bagi Pemprov Jabar.
Grafik 4.3. Komposisi Realisasi Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan I-2008
0.23% 0.10%
99.67%
PT. Bank JabarPD. BPR dan LPKLembaga Perkreditan Kecamatan
Sumber: Biro Keuangan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Menurut Pemprov Jabar, salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan
BUMD di Jawa Barat adalah belum optimalnya pihak manajemen perusahaan dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance. Permasalahan lainnya adalah terbatasnya
kualitas umber daya manusia perusahaan, terbatasnya pembiayaan dalam rangka pengembangan
usaha dan investasi, terbatasnya sarana dan prasarana yang memadai dalam proses administrasi,
produksi dan pemasaran, serta belum optimalnya upaya membangun image dan publikasi kompetensi
perusahaan disertai rendahnya competitive advantage.
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
76
Sementara itu, sampai dengan triwulan I-2008, pos penerimaan yang berasal dari Dana
Perimbangan telah terealisasi sebesar Rp336,84 miliar, atau 20,65% dari target yang sebesar
Rp1,63 triliun. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak/bukan pajak, dana alokasi
umum dan dana alokasi khusus. Seperti pola pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun anggaran
2008 ini, sebagian besar dana perimbangan berasal dari dana alokasi umum, yaitu sebesar Rp904,23
miliar (55,45%), sedangkan sisanya berasal dari bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak.
2. Realisasi Belanja Daerah
Sampai dengan pertengahan tahun 2008 realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa
Barat diperkirakan masih relatif rendah, terutama karena rendahnya realisasi belanja
program (belanja langsung). Sebagian besar realisasi pengeluaran hingga pertengahan tahun 2008
masih terbatas untuk belanja tidak langsung, khususnya untuk gaji pegawai. Perkiraan tersebut
didasari oleh rendahnya realisasi belanja daerah pada triwulan I-2008 yang baru mencapai 6,39% atau
senilai Rp386,37 miliar dari total rencana belanja daerah selama tahun 2008 yang sebesar Rp6,05
triliun. Dari nilai itu, belanja tidak langsung, yang meliputi belanja pegawai dan belanja hibah,
mencapai Rp303,97 miliar, atau 78,67% dari total belanja daerah pada triwulan I-2008. Sementara
itu, belanja langsung, yang terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan, baru
terealisasi 2,67% atau senilai Rp46,35 miliar dari target belanja langsung pada tahun 2008 yang
sebesar Rp1,74 triliun.
Tabel 4.3. Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan I-2008 (Rp Miliar)
No. Uraian APBD Realisasi % Realisasi thd APBD
1 Belanja Tidak Langsung 4.313,03 340,02 7,88
a. Belanja Pegawai 892,10 149,02 16,70
b. Belanja Bunga 0,25 0,00 0,00
c. Belanja Subsidi 16,45 1,29 7,85
d. Belanja Hibah 411,40 154,95 37,66
e. Belanja Bantuan Sosial 165,07 12,92 7,83
f. Belanja Bagi Hasil 1.620,11 0,00 0,00
g. Belanja Bantuan Keuangan 1.157,65 21,84 1,89
h. Belanja Tidak Terduga 50,00 0,00 0,00
2 Belanja Langsung 1.736,99 46,35 2,67
a. Belanja Pegawai 290,33 13,31 4,58
b. Belanja Barang dan Jasa 1.030,52 32,94 3,20
c. Belanja Modal 416,13 0,10 0,02
Belanja Daerah 6.050,02 386,37 6,39
Sumber: Biro Keuangan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
77
Rendahnya realisasi belanja daerah Pemprov Jabar pada semester I-2008 antara lain
disebabkan oleh terlambatnya pengesahan APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2008. Peraturan
daerah mengenai APBD murni 2008 baru dapat ditetapkan oleh Pemprov Jabar pada akhir triwulan I-
2008. Selain itu, seperti pada tahun-tahun sebelumnya, pada paruh pertama tahun anggaran kegiatan
pemerintah daerah biasanya baru pada tahap perencanaan dan pengadaan. Adapun realisasi
anggaran untuk kegiatan investasi dan pembangunan biasanya baru dapat terlaksana pada semester
II. Realisasi belanja daerah pada triwulan II-2008 diperkirakan baru sekitar 20%-30% dari yang
direncanakan, seperti realisasi belanja pada triwulan I-2007 yang sebesar 23,60%, atau sekitar Rp1,24
triliun dari total anggaran belanja tahun 2007 yang sebesar Rp5,77 triliun.
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
80
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non
tunai merupakan salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan undang-
undang. Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di
masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam
kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran non
tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal
dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Perkembangan sistem pembayaran di Jawa Barat pada triwulan II-2008 relatif bervariasi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah aliran uang masuk (inflow) di KBI Bandung,
KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon mengalami penurunan, sedangkan aliran uang keluar (outflow)
mengalami peningkatan. Sedangkan untuk transaksi kliring, secara nominal mengalami peningkatan
namun jumlah transaksinya menurun. Sementara itu, transaksi pembayaran melalui RTGS, baik
transaksi maupun volumenya mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
1. PENGEDARAN UANG KARTAL
1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)
Seperti halnya yang terjadi pada triwulan I-2008, perkembangan aliran uang kartal pada
triwulan II-2008 di wilayah kerja KBI Bandung, Tasikmalaya dan Cirebon tetap mengalami
net inflow. Artinya jumlah aliran uang masuk lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran uang
keluar. Aliran uang kartal masuk (inflow) di Jawa Barat (KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI
Cirebon) pada triwulan II-2008 turun dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama triwulan II-2008,
inflow ke Bank Indonesia tercatat Rp2,72 triliun, atau turun 30,69% dibandingkan dengan inflow
triwulan sebelumnya.Sebaliknya, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia sebesar Rp1,54
triliun, atau naik 7,86% dibandingkan dengan outflow triwulan lalu. Penurunan aliran inflow maupun
outflow tersebut sejalan dengan pola musiman paska berakhirnya hari raya keagamaan pada triwulan
sebelumnya dan tahun baru 2008.
Kegiatan transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat masih didominasi transaksi di
wilayah kerja KBI Bandung. Pada triwulan II-2008, di KBI Bandung mengalami net inflow sebesar
Rp0,01 triliun atau turun 99,49% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Aliran uang masuk di
KBI Bandung tercatat Rp1,07 triliun atau turun 40,60% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sebaliknya, aliran uang keluar tercatat sebesar Rp1,06 triliun atau naik 150,38% (qtq). Di wilayah kerja
KBI Tasikmalaya mengalami net inflow Rp0,15 triliun atau turun 59,69% (qtq) dengan jumlah inflow
dan outflow masing-masing Rp0,23 triliun dan Rp0,08 triliun atau turun masing-masing 62,73% dan
67,58% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Demikian pula halnya di wilayah kerja KBI
Cirebon mengalami net inflow Rp1,03 triliun dengan jumlah inflow dan outflow masing-masing
Rp1,42 triliun dan Rp0,40 triliun atau turun masing-masing 6,11% dan 48,27% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
81
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat
10,02
4,28 3,93
2,72
6,01
3,22
0,60 0,761,43 1,541,07 1,32
1,932,50
1,18
2,681,92
5,85
11,62
3,75
6,78
2,11
4,854,01
-
2
4
6
8
10
12
14
TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2006 2007 2008
(Rp
Tri
liun
)
Inflow Outflow Net Inflow
Sumber: KBI Bandung, KBI Tasikmalaya & KBI Cirebon
Selama triwulan II-2008, uang kertas maupun uang logam yang keluar dari Bank Indonesia
Bandung mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara nominal,
uang kertas yang keluar dari Bank Indonesia Bandung sebesar Rp1.061,40 miliar atau naik 140,33%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, begitu juga dengan uang logam yang keluar mencapai
Rp998,42 juta atau naik 19,20% (qtq). Sementara itu, jumlah bilyet uang kertas yang keluar mencapai
35,88 juta bilyet atau naik 66,10% (qtq), serta uang logam mencapai 4,70 keping atau naik 26,09%
(qtq).
Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui Bank Indonesia Bandung
Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping(Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta)
Uang Kertas100.000 228.482,90 2,28 358.973,20 3,59 57,11% 57,11%
50.000 129.790,65 2,60 576.010,70 11,52 343,80% 343,80%20.000 9.257,82 0,46 49.711,72 2,49 436,97% 436,97%10.000 27.390,18 2,74 25.429,06 2,54 -7,16% -7,16%
5.000 41.516,63 8,30 44.425,83 8,89 7,01% 7,01%1.000 5.214,94 5,21 6.854,35 6,85 31,44% 31,44%
Total 441.653,12 21,60 1.061.404,86 35,88 140,33% 66,10% Uang Logam
1.000 234,00 0,23 270,00 0,27 15,38% 15,38%500 14,25 0,03 21,25 0,04 49,12% 49,12%200 495,20 2,48 548,80 2,74 10,82% 10,82%100 92,92 0,93 152,84 1,53 64,49% 64,49%
50 2,00 0,04 5,35 0,11 167,50% 167,50%25 0,48 0,02 0,18 0,01 -62,54% -62,54%
Total 838,85 3,73 998,42 4,70 19,02% 26,09%
Jenis Pecahan
Pertumbuhan (qtq)Tw. I-2008 Tw. II-2008
Sumber: KBI Bandung
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
82
1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Bank Indonesia secara berkesinambungan melakukan pemusnahan atau kegiatan pemberian
tanda tidak berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar (lusuh/rusak)
sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di masyarakat (clean
money policy), Selama triwulan II-2008, Kantor Bank Indonesia Bandung melakukan pemusnahan
uang kertas sebanyak 67,12 juta lembar atau turun sebesar 15,07% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Berdasarkan nominalnya, sebagian besar uang yang dimusnahkan adalah pecahan
Rp50.000 dan Rp100.000, masing-masing sebesar 43,39% dan 32,88% dari total nominal
pemusnahan uang. Di sisi lain, berdasarkan jumlah lembar yang dimusnahkan, yang paling banyak
adalah pecahan Rp1.000, Rp5.000, dan Rp50.000 masing-masing sebesar 46,68%, 17,28%, dan
13,89%.
Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
Apr-07
Mei-07
Jun-07 Jul-07 Agust-07
Sept-07
Okt-07
Nov-07
Des-07
Jan-08 Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Juni-08
Ribu
Bily
et
Sumber: Bank Indonesia
1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil
Dalam manajemen pengedaran uang, salah satu misi yang diemban oleh Bank Indonesia
adalah menjamin tersedianya uang kartal dalam jumlah nominal yang cukup dan jenis
pecahan yang sesuai. Dalam rangka memenuhi misi tersebut, selain menyediakan loket penukaran
uang, Bank Indonesia Bandung juga melakukan kerjasama dengan tiga Perusahaan Penukaran Uang
Pecahan Kecil (PPUPK) untuk menyalurkan uang kartal pecahan kecil kepada masyarakat, tanpa
dipungut biaya. Di wilayah kerja KBI Bandung, pelayanan penukaran dilayani oleh PT. Kelola Jasa
Artha, PT. Sectoor Indonesia dan PT. Exa Profity.
Pada triwulan II-2008, nilai uang yang telah ditukarkan melalui PPUPK tidak berubah
dibandingkan triwulan sebelumnya yakni mencapai Rp62,40 miliar. Pecahan uang kertas yang
banyak ditukar adalah pecahan Rp5.000,- senilai Rp38,96 miliar atau 62,44% dari jumlah
keseluruhan. Terbanyak kedua adalah pecahan Rp10.000 dengan nilai Rp19,80 miliar atau 31,73%.
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
83
Tabel 5.2. Perkembangan Penukaran Uang Pecahan Kecil melalui PPUPK Triwulan II-2008
Periode
10.000 5.000 1.000 1.000 500 200 100 50
April 7,07 13,95 1,02 0,09 0,00 0,14 0,04 0,00 22,30
Mei 5,88 12,20 0,88 0,08 0,00 0,13 0,03 0,00 19,20
Juni 6,85 12,82 0,97 0,09 0,00 0,16 0,02 0,00 20,90
Tw II- 2008 19,80 38,96 2,86 0,26 0,00 0,43 0,09 0,00 62,40
(%) 31,73% 62,44% 4,58% 0,42% 0,00% 0,69% 0,14% 0,00%
Nominal (Rp Miliar)
Uang Kertas Uang Logam
Total
Sumber: KBI Bandung
1.4. Uang Palsu
Selama triwulan II-2008, jumlah temuan uang rupiah palsu di wilayah KBI Bandung sebanyak
1.021 lembar atau naik 13 lembar dibandingkan dengan triwulan I-2008. Jumlah temuan uang
palsu yang paling banyak ditemukan adalah uang kertas pecahan Rp50.000 dan pecahan Rp100.000
masing-masing 58,08% dan 24,68% dari total lembar uang palsu yang ditemukan. Untuk menekan
perkembangan peredaran uang palsu tersebut, KBI Bandung terus melakukan berbagai upaya,
diantaranya melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan, serta
menyediakan sarana informasi hotline service kepada masyarakat serta iklan layanan masyarakat.
2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI
2.1 Kliring lokal
Pada triwulan II-2008, transaksi sistem pembayaran non tunai melalui kliring lokal di wilayah
kerja KBI Bandung, KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon, secara nominal mengalami
peningkatan, sedangkan volumenya menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata
nilai transaksi pembayaran antarbank melalui sistem kliring sebesar Rp8,27 triliun per bulan, naik
8,20% (qtq) atau 19,45% (yoy). Sementara rata-rata volume transaksi kliring mencapai 375.982
warkat per bulan, turun 3,39% (qtq) atau naik 3,23% (yoy). Berdasarkan wilayah kerja, total nilai
transaksi kliring rata-rata per-bulan di wilayah kerja KBI Bandung pada triwulan II-2008 naik 9,76%
(qtq) atau 20,49% (yoy) menjadi Rp6,84 triliun, sedangkan jumlah transaksi, turun 2,82% (qtq) atau
naik 4,01% (yoy) menjadi 305.248 warkat. Di wilayah kerja KBI Cirebon nominal transaksi mencapai
Rp0,97 triliun per bulan atau naik 1,54% (qtq) atau 14,49% (yoy), dengan jumlah warkat 45.368
transaksi per bulan atau turun 6,76% (qtq) atau 1,88% (yoy). Sementara itu di KBI Tasikmalaya, nilai
transaksi Rp0,46 triliun per bulan naik 0,84% (qtq) atau naik 15,21% (yoy) sedangkan jumlah
transaksi kliring 25.366 transaksi per bulan turun 3,97% (qtq) atau naik 3,50% (yoy).
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
84
Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun)
Wilayah 2008TW II TW III TW IV TW I TW II qtq yoy
Jawa BaratNominal (Rp Triliun) 6,92 7,45 7,47 7,64 8,27 8,20% 19,45%
Volume (Lembar) 364.216 386.551 365.556 389.183 375.982 -3,39% 3,23%Bandung
Nominal (Rp Triliun) 5,67 6,09 6,14 6,23 6,84 9,76% 20,49%Volume (Lembar) 293.469 310.854 295.709 314.112 305.248 -2,82% 4,01%
CirebonNominal (Rp Triliun) 0,85 0,91 0,86 0,95 0,97 1,54% 14,49%
Volume (Lembar) 46.239 48.333 44.330 48.657 45.368 -6,76% -1,88%Tasikmalaya
Nominal (Rp Triliun) 0,40 0,45 0,47 0,46 0,46 0,84% 15,21%Volume (Lembar) 24.508 27.364 25.517 26.414 25.366 -3,97% 3,50%
2007 Pertumbuhan
Sumber: KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya
2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)
Transaksi RTGS masih mendominasi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat. Hal ini
disebabkan BI RTGS mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan
resiko settlement-nya dapat diperkecil. Selama triwulan II-2008, perkembangan penyelesaian rata-rata
volume transaksi RTGS per bulan (dari dan ke Jawa Barat) mengalami penurunan 5,23% (qtq) yakni
menjadi sebesar 62.823 transaksi per bulan. Sementara itu, rata-rata nominal transaksi RTGS, secara
triwulanan mengalami penurunan 7,29% yakni menjadi sebesar Rp47,93 triliun per bulan.
Tabel 5.4. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat
Nominal (Triliun Rp)
VolumeNominal
(Triliun Rp)Volume
Nominal (Triliun Rp)
Volume
Jan 21,64 32.732 28,67 33.711 50,31 66.443 Feb 20,77 31.850 29,27 33.468 50,04 65.318 Mar 23,29 32.818 31,44 34.297 54,73 67.115 Rata2 Tw I 21,90 32.467 29,79 33.825 51,70 66.292 Apr 21,09 31.987 27,76 33.748 48,85 65.735 Mei 19,99 29.410 25,23 30.581 45,22 59.991 Jun 21,40 30.612 28,33 32.131 49,72 62.743 Rata2 Tw II 20,83 30.670 27,10 32.153 47,93 62.823 Pertumbuhan -4,92% -5,53% -9,03% -4,94% -7,29% -5,23%
From To From+ToBulan
Sumber: Biro PSPN, DASP, Bank Indonesia
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
86
Kinerja perekonomian Jawa Barat pada awal tahun 2008 telah memberikan dampak yang
positif terhadap kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Jawa Barat. Hal ini antara lain
tercermin dari penurunan tingkat pengangguran dan penurunan tingkat kemiskinan. Di sisi tenaga
kerja, sampai dengan triwulan I-2008, peningkatan angkatan kerja dapat diimbangi oleh penyerapan
tenaga kerja oleh berbagai lapangan pekerjaan. Kondisi ini mengakibatkan tingkat pengangguran di
Jawa Barat di awal tahun menurun, dari 14,51% pada Februari 2007 menjadi 12,28% pada Februari
2008. Namun demikian, tingkat pengangguran di Jawa Barat tersebut masih relatif lebih tinggi
dibandingkan tingkat pengangguran nasional, yang sebesar 8,46%.
Di sisi kesejahteraan, tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat pada awal tahun 2008
sebelum kenaikan harga BBM relatif membaik. Berdasarkan data terakhir dari BPS Jawa Barat,
angka kemiskinan di Provinsi Jawa Barat menunjukkan penurunan, yaitu dari 13,55% (5,46 juta jiwa)
pada Maret 2007, menjadi 13,01% (5,32 juta jiwa) pada Maret 2008. Angka kemiskinan ini masih
relatif lebih baik daripada nasional yang sebesar 15,42%. Beberapa faktor yang mempengaruhi
penurunan statistik kemiskinan tersebut diantaranya adalah semakin membaiknya kondisi
perekonomian Jawa Barat, turunnya tingkat pengangguran, tingkat inflasi yang relatif terkendali, yang
didukung pula oleh berbagai program pemerintah, seperti Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin
(Askeskin) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Sementara, indikator kesejahteraan petani di Jawa Barat tidak menunjukkan perbaikan,
bahkan cenderung mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari menurunnya Nilai Tukar Petani
(NTP), yaitu dari 124,27 pada bulan Maret 2007 menjadi 111,47 pada bulan Maret 2008. Penurunan
ini disebabkan oleh turunnya harga jual komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani, terutama
pada subkelompok padi, sedangkan biaya produksi mengalami peningkatan. Di sisi lain, beban
pengeluaran petani semakin meningkat, karena harga barang dan jasa yang dikonsumsinya
mengalami peningkatan.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
87
1. KETENAGAKERJAAN
Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan nasional yang terus membaik, kondisi
ketenagakerjaan di Jawa Barat juga menunjukkan perkembangan yang positif. Berdasarkan
data dari BPS Jawa Barat, kelompok penduduk di Jawa Barat yang termasuk kategori angkatan kerja
khususnya dalam dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada bulan
Februari 2008, jumlah angkatan kerja mencapai 18,42 juta jiwa, meningkat 0,89 juta jiwa atau 5,08%
dari jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2007 yang sebesar 17,53 juta jiwa.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Periode Februari 2007–Februari 2008 (Juta Jiwa)
Februari 2007 Februari 2008 No. Kegiatan Utama Jawa Barat Nasional Jawa Barat Nasional
1. Penduduk 15 tahun ke atas 28,87 162,35 29,77 165,57 2. Angkatan Kerja 17,53 108,13 18,42 111,48 - Bekerja 14,99 97,58 16,16 102,05 - Penganggur 2,54 10,55 2,26 9,43 3. Bukan Angkatan Kerja 11,34 54,22 11,34 54,09 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 60,73 66,60 61,89 67,33 5. Tingkat Pengangguran Terbuka 14,51 9,75 12,28 8,46
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
Grafik 6.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja dan Menganggur di Jawa Barat (Juta Jiwa)
Penduduk bekerja
Pengangguran
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Feb Nov Feb Ags Feb Ags Feb
2005 2006 2007 2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Penduduk yang dimaksud adalah yang berusia 15 tahun ke atas.
Meningkatnya jumlah angkatan kerja (terdiri dari penduduk bekerja dan
menganggur/mencari pekerjaan) pada Februari 2008 disebabkan oleh meningkatnya jumlah
penduduk bekerja1, sedangkan jumlah penganggur mengalami penurunan. Jumlah penduduk
bekerja meningkat dari 14,99 juta jiwa pada Februari 2007 menjadi 16,16 juta jiwa pada Februari
2008. Pertumbuhan kegiatan investasi di Jawa Barat pada periode tersebut diperkirakan telah memicu
peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan nilai tambah
pembentukan modal tetap bruto yang diperkirakan tumbuh 7,49% (yoy).
1 Menurut BPS, bekerja artinya melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu,termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
88
Tingkat pengangguran di Jawa Barat pada tahun 2008 mengalami penurunan, yakni dari
14,51% pada Februari 2007 menjadi 12,28% pada Februari 2008, namun masih relatif lebih
tinggi dibandingkan tingkat pengangguran nasional (8,46%). Masih tingginya tingkat
pengangguran menunjukkan bahwa pertumbuhan dan kualitas pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat
belum optimal. Hal ini antara lain disebabkan antara lain karena masih belum optimalnya kegiatan
investasi di Jawa Barat.
Berdasarkan sektor ekonomi, sektor pertanian masih merupakan mata pencaharian utama
bagi 27,5% penduduk bekerja di Jawa Barat. Namun demikian, peningkatan jumlah pekerja di
sektor pertanian selama Februari 2007 hingga Februari 2008 relatif kecil dibandingkan sektor lainnya,
yakni hanya meningkat 80 ribu orang. Ironisnya, dominasi pekerja Jawa Barat di sektor pertanian
ternyata tidak diikuti oleh peningkatan kesejahteraan petani. Kesejahteraan petani di Jawa Barat
selama Maret 2007 hingga Maret 2008 cenderung menurun (lihat subbab Kesejahteraan).
Sektor ekonomi lainnya yang juga cukup dominan adalah adalah sektor perdagangan
(25,6%), sektor industri (18,2%), dan sektor jasa kemasyarakatan (12,8%). Peningkatan jumlah
penduduk bekerja di Jawa Barat selama Februari 2007 hingga Februari 2008 terutama didorong oleh
peningkatan penyerapan tenaga kerja di ketiga sektor tersebut. Pada sektor perdagangan penyerapan
tenaga kerja bertambah sebanyak 507 ribu orang, sementara pada sektor jasa kemasyarakatan dan
sektor industri peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 284 ribu orang dan 259 ribu orang.
Secara keseluruhan,
Grafik 6.2. Jumlah Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan
(Juta Jiwa)
4.37
0.06
2.68
0.03
0.79
3.63
1.41
0.21
1.79
4.45
0.09
2.94
0.05
0.93
4.14
1.28
0.21
2.07
- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
Pertanian
Pertambangan
Industri
LGA
Konstruksi
Perdagangan
Transportasi
Keuangan
Jasa Kemasyarakatan
Feb '07 Feb '08
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 6.3. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Lapangan Pekerjaan
Bulan Februari 2008
Pertanian27%
Pertambangan1%
Industri18%LGA
0%
Perdagangan26%
Jasa Kemasyarakatan
13%Keuangan1%
Transportasi8%
Konstruksi6%
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan status pekerjaan utama, sebagian besar pekerja di Jawa Barat berstatus sebagai
karyawan/buruh (31%), status berusaha sendiri (22,4%), dan status berusaha dibantu buruh
tidak tetap (17,0%). Hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa sebagian besar tenaga kerja
di Jawa Barat (65,5%) bekerja pada kegiatan informal (dari tujuh kategori status pekerjaan utama,
pekerja formal meliputi kategori pekerjaan berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori
buruh/karyawan). Hal ini sejalan dengan fakta bahwa mayoritas pekerja di Jawa Barat bekerja di sektor
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
89
pertanian dan sektor perdagangan, yang pada umumnya diperkirakan masih bersifat informal.
Tingginya jumlah pekerja pada kegiatan informal tersebut tentunya sangat risakn, karena relatif rentan
terhadap berbagai gejolak sosial ekonomi masyarakat.
Grafik 6.4. Jumlah Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan Utama
(Juta Jiwa)
3.40
2.56
0.41
4.82
1.34
0.95
1.49
3.61
2.75
0.56
5.00
1.31
1.29
1.64
- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Berusaha sendiri
Berusaha dibantu buruh tdk tetap
Berusaha dibantu buruh tetap
Buruh/Karyawan
Pekerja bebas di pertanian
Pekerja bebas di non pertanian
Pekerja tak dibayar
Feb '07 Feb '08
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 6.5. Komposisi Penduduk Bekerja di Jawa Barat Menurut Status Pekerjaan Utama
Bulan Februari 2008
22%
17%
3%32%
8%
8%10%
Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tdk tetap
Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan
Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas di non pertanian
Pekerja tak dibayar
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Tingginya pekerja di sektor informal juga sejalan dengan besarnya persentase kelompok
pekerja tak dibayar di Jawa Barat, yaitu 10,1%, atau sekitar 1,64 juta jiwa. Bahkan setiap
tahunnya, jumlah penduduk yang bekerja dengan status tidak dibayar cenderung menunjukkan
peningkatan. Jumlah pekerja tidak dibayar pada Februari 2008 meningkat 0,15 juta jiwa dibandingkan
Februari 2007. Tingginya peningkatan jumlah pekerja yang tak dibayar menunjukkan bahwa
pemanfaatan tenaga kerja di Jawa Barat masih belum optimal. Mereka yang masuk kelompok ini,
pada umumnya hanya sekedar membantu usaha yang dilakukan oleh keluarga mereka dengan tingkat
produktivitas yang rendah dan tidak mendapatkan upah/gaji atau sekalipun ada balas jasa yang
diterima sangat jauh dari memadai. Indikator ini setidaknya dapat menjelaskan mengapa kualitas
pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat kurang optimal. Dengan tidak diperolehnya pendapatan yang
memadai, maka sulit bagi kelompok pekerja tak dibayar untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya.
2. KESEJAHTERAAN
Kemiskinan2
Sejalan dengan semakin meningkatnya penyerapan tenaga kerja, angka kemiskinan di Jawa
Barat juga menunjukkan penurunan. Berdasarkan data BPS Jawa Barat, angka kemiskinan di Jawa
Barat pada posisi Maret 2008 menunjukkan turun dari 5,46 juta jiwa (13,55% dari total penduduk
Jabar) pada Maret 2007 menjadi 5,32 juta jiwa (13,01%) pada Maret 2008. Penurunan ini searah
2 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dapat pula dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
90
dengan penurunan angka kemiskinan nasional yang turun dari 37,17 juta jiwa (16,58%) pada Maret
2007 menjadi 34,96 juta jiwa (15,42%) pada Maret 2008. Beberapa faktor yang mempengaruhi
penurunan angka kemiskinan tersebut antara lain adalah semakin membaiknya kondisi perekonomian
Jawa Barat, turunnya tingkat pengangguran, tingkat inflasi yang relatif terkendali, serta berbagai
program bantuan pemerintah, seperti Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin) dan
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Jawa Barat Periode Maret 2007 – Maret 2008
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun
Makanan Non Makanan Total
Jumlah Penduduk Miskin
(ribu Orang)
% (dari total penduduk)
Perkotaan
Maret 2007 Maret 2008
126.953 133.704
53.868 57.120
180.821 190.824
2.654,6 2.617,4
11,21 10,88
Perdesaan
Maret 2007 Maret 2008
112.234 120.247
31.970 35.120
144.204 155.367
2.803,3 2.705,0
16,88 16,05
Kota + Desa
Maret 2007 Maret 2008
120.888 128.160
44.846 48.057
165.734 176.216
5.457,9 5.322,4
13,55 13,01
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Dilihat berdasarkan lokasinya, statistik kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Pada Maret 2008, statistik kemiskinan di
perdesaan mencapai 2,71 juta jiwa (16,05%), sementara itu statistik kemiskinan di perkotaan sebesar
2,62 juta jiwa (10,88%).
Kesejahteraan Petani
Walaupun tingkat kemiskinan di perdesaan mengalami penurunan, namun ternyata tidak
diikuti oleh peningkatan kesejahteraan petani. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Jawa Barat
terhadap perkembangan harga-harga di perdesaan di 16 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, Nilai
tukar petani (NTP)3, yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani, pada bulan Maret
2008 menunjukkan penurunan dibandingkan kondisi pada periode yang sama tahun sebelumnya,
yaitu dari 124,27 pada Maret 2007 menjadi 111,47 pada bulan Maret 2008, atau turun 10,30% (yoy).
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan
3 NTP merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, menunjukkan daya tukar (term of trade) produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani. Perkembangan harga produk pertanian, harga komoditas yang dikonsumsi rumah tangga, biaya produksi, dan penambahan barang modal mempengaruhi pergerakan NTP. Penurunan NTP biasanya terjadi pada musim panen, dimana harga produk pertanian relatif turun.
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
91
masyarakat di perdesaan, yang sebagian besarnya adalah petani, mengalami peningkatan sehingga
dapat berada di atas garis kemiskinan, namun ternyata tidak terlalu berdampak kepada peningkatan
kesejahteraan ini.
Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat
No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Mar '07 Mar '08 Perubahan
NTP (%)
1 Indeks harga yang diterima petani 724,66 699,57 -3,46
1.1. Indeks tanaman bahan makanan 747,21 716,46 -4,12
- Padi 795,88 678,50 -14,75
- Palawija 629,97 719,45 14,20
- Sayuran 573,59 614,88 7,20
- Buah-buahan 875,07 878,06 0,34
1.2. Indeks tanaman perkebunan rakyat 411,75 465,22 12,99
2 Indeks harga yang dibayar petani 583,15 627,60 7,62
2.1. Indeks konsumsi rumah tangga 544,31 582,16 6,95
- Makanan 594,98 627,80 5,52
- Perumahan 526,28 571,55 8,60
- Pakaian 454,81 495,16 8,87
- Aneka barang & jasa 467,01 506,81 8,52
2.2. Indeks biaya produksi & penambahan barang modal 686,71 758,68 10,48
- Non faktor produksi 533,94 563,75 5,58
- Upah 820,37 899,09 9,60
- Lainnya 312,92 420,22 34,29
- Penambahan barang modal 422,71 436,48 3,26
3 Nilai tukar petani 124,27 111,47 -10,30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Penurunan tingkat kesejahteraan petani ini disebabkan oleh turunnya harga komoditas
pertanian yang dihasilkan oleh petani, terutama pada subkelompok padi. Sedangkan di sisi
lain, harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, khususnya petani,
mengalami peningkatan. Begitu pula dengan harga barang dan jasa yang diperlukan untuk
memproduksi hasil pertanian mengalami peningkatan. Bila dibandingkan dengan kondisi pada bulan
Maret 2007, indeks harga yang dibayar petani pada bulan Maret 2008 mengalami kenaikan sebesar
7,62% (yoy), yaitu dari 583,15 menjadi 627,60. Hal tersebut disebabkan oleh naiknya harga barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga pertanian atau inflasi perdesaan sebesar 6,95% (yoy)
serta kenaikan harga barang dan jasa untuk produksi pertanian dan penambahan barang modal
sebesar 10,48% (yoy)
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
92
BOKS 1
AGENDA PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN III-2008
BIDANG SOSIAL BUDAYA
Dalam rangka mewujudkan visi pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008 – 2013, yaitu
“Mencapai Masyarakat Jawa Barat Mandiri, Dinamis dan Sejahtera,” Gubernur dan Wakil
Gubernur Jawa Barat terpilih telah menyampaikan Agenda Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan
III-2008, yang terdiri dari lima bidang, yaitu: Bidang Umum, Bidang Pemerintahan, Bidang Sosial
Budaya, Bidang Perekonomian, serta Bidang Infrastruktur, Tata Ruang dan Lingkungan Hidup.
Khusus mengenai bidang sosial budaya, beberapa permasalahan pembangunan yang dihadapi oleh
Jawa Barat saat ini diantaranya adalah:
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut BPS Jawa Barat pada tahun 2006 mencapai
70,05 dan pada tahun 2007 mencapai 70,76 (angka sangat sementara), masih jauh di bawah
target yang telah ditetapkan, sehingga perlu kerja keras bila ingin mencapai IPM 80 pada tahun
2010. Pencapaian IPM tersebut tidak terlepas dari kinerja kabupaten/kota, kinerja departemen
di daerah, serta kinerja investasi di Jawa Barat. Karena itu dalam mengejar ketertinggalan
pembangunan, sinergi seluruh stakeholders perlu dipelihara dan ditingkatkan dalam berbagai
bidang.
2. Pada bidang pendidikan, Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A mencapai 96,65%
atau sudah di atas target nasional (95%). Namun jumlah lulusan SD yang melanjutkan ke SMP
masih belum optimal, hal tersebut ditunjukkan dengan Angka Partisipasi Kasar (APK)
SMP/MTs?Paket B yang baru mencapai 88,90% atau di bawah target nasional (95%).
Sementara itu, pada tingkat SMA pencapaian APK SMA/SMK/MA/Paket C baru mencapai
51,83% atau masih dibawah target nasional (68,02%). Pencapaian APK SMP dan sederajat dan
APK SMA dan sederajat yang masih di bawah target berkaitan erat dengan berbagai persoalan
pendidikan, antara lain, kualitas proses belajar mengajar, permasalahan ekonomi peserta didik,
budaya, kondisi, geografis maupun sarana dan prasarana pendidikan.
3. Pada bidang kesehatan, Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) masih
cukup tinggi. AKB masih di atas 40 per 1.000 kleahiran hidup. Dalam hal ini terdapat 10 daerah
dengan jumlah kematian ibu tertinggi, dan juga 10 daerah dengan jumlah kematian bayi
tertinggi. Dari jumlah tersebut terdapat 8 daerah dengan jumlah kematian ibu dan kematian
bayi yang cukup tinggi. Kondisi tersebut disebabkan oleh sarana dan prasarana puskesmas yang
kurang memadai dan belum nejangkau seluruh kelompok masyarakat, serta bantuan persalinan
oleh bidan yang masih belum merata. Disamping itu masih cukup banyak bayi yang mengalami
gizi buruk atau gizi kurang. Penderita gizi buruk mencapai 38.760 orang, gizi kurang mencapai
380.673 orang yang disebabkan oleh tingkat daya beli yang masih rendah serta pengetahuan
keluarga mengenai gizi masih rendah. Pada tahun 2007 masih terdapat kasus/suspect flu
burung sebanyak 60 kasus dengan 6 orang meninggal dunia, sedangkan penderita HIV/AIDS
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
93
cenderung meningkat, mencapai 755 orang dengan HIV positif sebanyak 1.354 orang.
4. Pada bidang ketenagakerjaan, terdapat jumlah penganggur sebanyak 1.149.188 orang, dan
4.444.667 orang kerja di bawah jam kerja normal. Kondisi ketenagakerjaan berkaitan dengan
penduduk miskin yang ditunjukkan dengan jumlah penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT)
sebanyak 2.897.807 orang.
Dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan bidang sosial budaya tersebut, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat telah menyusun agenda kerja triwulan III-2008, sebagai upaya awal untuk memperkuat
fondasi dalam mengatasinya, yaitu:
1. Pendidikan dengan kegiatan: 1. Dialog Pemanfaatan Alokasi Anggaran Pendidikan 20% untuk
RAPBD 2009; 2. Pencanangan Gerakan Pendidikan Bersama Masyarakat dan Program Jabar
Bebas Putus Jenjang Sekolah (JBPJS), yang terdiri dari (a) Penyerahan Beasiswa Satu Siklus
kepada 65 Mahasiswa Baru dan Beasiswa Pendidikan Tinggi untuk 1.000 mahasiswa , dan (b)
Penyerahan Beasiswa Bantuan Gubernur untuk Siswa (BAGUS) dan Beasiswa untuk Siswa
SMA/SMK; 3. Pencanangan Bebas Buta Aksara pada Peringatan Hari Aksara Internasional.
Kegiatan ini bertujuan untuk mencari upaya terobosan bersama masyarakat untuk
penuntasan bebas buta aksara, Wajib Belajar (WAJAR) Dikdas 9 tahun dan rintisan Wajar 12
Tahun, peningkatan mutu pendidikan secara bertahap dengan biaya yang tepat, disertai dengan
pengembangan Sekolah Berstandar Nasional/Internasional dan Pendidikan Luar Biasa, selain itu
dimulai juga dukungan beasiswa untuk jenjang pendidikan tinggi termasuk untuk pendidikan
kebidanan.
2. Kesehatan dengan kegiatan: 1. Penyerahan Bantuan Pelayanan Kesehatan untuk Keluarga
Miskin; 2. Pencanangan Gerakan 8 Langkah Peningkatan Umur Harapan Hidup; 3. Pencanangan
Bulan Imunisasi Murid TK/SD; 4. Gerakan Peningkatan Gizi melalui Gerakan Makan Ikan bagi
Murid TK dan SD untuk Membiasakan Makan Makanan Bergizi dan Mengandung Protein yang
Cukup. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bantuan peralatan kesehatan bagi tenaga
medis, peningkatan pelayanan kesehatan bagi Keluarga Miskin (Gakin) serta gerakan
peningkatan kesehatan gizi bersama masyarakat, untuk murid TK dan SD.
3. Kemiskinan dan Pengangguran dengan kegiatan: 1. Gelar Karya Inovasi Lapangan Kerja
Jawa Barat; 2. Pencanangan Bursa Tenaga Kerja Dalam Negeri dan Luar Negeri; 3. Pelaksanaan
Padat Karya Infrastruktur Perdesaan; 4. Dukungan terhadap Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan
Program Keluarga Harapan (PKH); 5. Pemberian Bantuan kepada Kelompok Usaha Bersama
(KUBE); 6. Dukungan terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Kegiatan
ini bertujuan untuk menggelar aneka inovasi jenis lapangan kerja, pencanangan bursa dan
pelatihan tenaga kerja untuk Dalam Negeri dan Luar Negeri, program padat karya
pembangunan jalan desa, dan dukungan pelaksanaan BLT dan PNPM, serta KUBE.
Sumber: Agenda Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan III (Juni – September) Tahun 2008
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
96
1. PROSPEK EKONOMI MAKRO
Perekonomian Jawa Barat triwulan III-2008 berpotensi masih akan tumbuh melambat, yaitu
pada kisaran 4,40%-4,80% (yoy), sebagai dampak peningkatan tekanan inflasi di Jawa Barat.
Tekanan inflasi pada triwulan III-2008 diperkirakan masih cukup kuat, sehingga melemahkan daya beli
masyarakat. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) oleh Bank Indonesia mengindikasikan bahwa
situasi bisnis dan realisasi kegiatan usaha pada triwulan III-2008 cenderung menurun dibandingkan
triwulan II-2008 (lihat Grafik 7.1-7.2).
Grafik 7.1. Ekspektasi Situasi Bisnis
0
10
20
30
40
50
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III*)
2006 2007 2008
(%)
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung
Grafik 7.2. Ekspektasi Realisasi Kegiatan Dunia Usaha
0
10
20
30
40
Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III Tw .IV Tw .I Tw .II Tw .III*)
2006 2007 2008
(%)
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung
Di sisi permintaan, melemahnya daya beli masyarakat akan berdampak pada perlambatan
laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hasil Survei Konsumen oleh Bank Indonesia
mengindikasikan bahwa keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian Jawa Barat pada
semester II-2008 cenderung semakin menurun. Hal ini akan mendorong konsumen untuk menunda
pembelian barang-barang konsumsi, terutama untuk konsumsi non makanan. Adapun laju
pertumbuhan konsumsi makanan masih berpotensi mengalami peningkatan seiring dengan adanya
perayaan keagamaan (bulan Ramadhan) pada bulan September 2008. Sementara itu, ekspor
diperkirakan masih akan melambat seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan negara-negara
mitra dagang Jawa Barat. Di sisi lain, peluang pendorong pertumbuhan bersumber dari investasi.
Kegiatan investasi diperkirakan mengalami peningkatan sejalan dengan masih prospektifnya sektor
properti di Jawa Barat.
Di sisi penawaran, kekeringan yang semakin meluas di Jawa Barat akan berdampak pada
perlambatan laju pertumbuhan di sektor pertanian. Sementara itu, melemahnya permintaan
pasar domestik dan luar negeri, akan semakin mendorong perlambatan laju pertumbuhan industri TPT
serta industri alat angkutan dan mesin. Di sisi lain, sektor PHR terutama subsektor perdagangan,
berpotensi mengalami peningkatan yang didorong oleh meningkatnya perdagangan antarprovinsi dan
domestik menjelang bulan Ramadhan pada bulan September 2008.
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
97
2. PRAKIRAAN INFLASI
Inflasi IHK di Jawa Barat pada triwulan III-2008 diperkirakan masih akan mengalami tekanan,
sehingga inflasi pada triwulan tersebut secara tahunan masih tetap lebih tinggi
dibandingkan target inflasi nasional 2008 yang sebesar 5%±1% (yoy), yakni berkisar 11%-
12%. Tekanan utama inflasi pada triwulan mendatang berasal dari faktor musiman, yakni bulan
Ramadhan yang jatuh lebih awal dibandingkan tahun 2007, yang dimulai sejak 1 September 2008.
Potensi kenaikan harga juga berasal dari bahan makanan karena kenaikan biaya transportasi dan beras
pada musim paceklik. Di samping itu, pada bulan Juli hingga September, yang bertepatan dengan
dimulainya tahun ajaran baru, seperti biasanya akan menyebabkan inflasi yang bersumber dari
kenaikan biaya pendidikan, kursus dan peralatan sekolah.
Perkembangan ekspektasi masyarakat
terhadap inflasi diindikasikan oleh hasil
survei kepada pengusaha (produsen),
pedagang eceran, dan konsumen di Jawa
Barat. Para pengusaha responden SKDU di Jawa
Barat sebagian besar meyakini bahwa akan terjadi
kenaikan harga jual/tarif barang dan jasa pada
triwulan III-2008. Para pedagang eceran dan
konsumen juga memperkirakan harga barang
secara umum pada triwulan II-2008 akan
mengalami kenaikan (Grafik 7.4 dan 7.5).
Menurut konsumen, kenaikan harga diperkirakan
akan terjadi terutama pada kelompok bahan makanan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau; serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar.
Grafik 7.4. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa
-1
0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2007 2008
% (inflasi)
70
80
90
100
110
120
130
140
150SB
SPE* SPE** SPE*** Inflasi Gab.7 Kota (mtm) Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang eceran pada SPE 3 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SPE**= Ekspektasi pedagang eceran pada SPE 6 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SPE***= Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada tahun berjalan.
Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2007 2008
% (inflasi)
100110120130140150160170180190200SB
SK* SK** Inflasi Gab.7 Kota (mtm)
Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung, diolah. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen pada SK 3 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs; SK**= Ekspektasi konsumen pada SK 6 bulan sebelumnya terhadap harga pada bulan ybs.
Grafik 7.3. Ekspektasi Pelaku Usaha terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa
-2
0
2
4
6
8
10
12
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III
2007 2008
% (inflasi)
0
10
20
30
40
50SBT
SBT hasil SKDU Inflasi gab. 7 kota (qtq)
Inflasi gab.7 kota (yoy)
Sumber: hasil SKDU-KBI Bandung, BPS Provinsi Jawa Barat, diolah.
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
98
Faktor musiman sehubungan bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang selalu terjadi setiap tahun,
memerlukan langkah-langkah antisipatif yang sistematis baik dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, serta dukungan dari pelaku usaha dan masyarakat. Di samping kebijakan
pemerintah untuk memperlancar distribusi barang dan menekan tindakan spekulatif, tentunya harus
diikutii oleh perubahan perilaku konsumsi masyarakat Indonesia, yang ironisnya justu cenderung lebih
konsumtif di bulan puasa. Situasi ini berbeda dengan negara-negara lain yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, seperti di Malaysia dan negara-negara timur tengah.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
114
1. EKONOMI MAKRO
Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi (Milyar Rupiah)
2007 2008 SEKTOR EKONOMI
Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.Ii*)
Pertanian 9,553.28 9,181.74 9,090 10,400 10,417
Pertambangan & Penggalian 1,652.36 1,651.36 1,510 1,450 1,450
Industri Pengolahan 29,592.55 30,289.27 30,890 30,711 30,865
Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,478.04 1,521.32 1,570 1,563 1,526
Bangunan/Konstruksi 2,184.42 2,249.30 2,130 2,185 2,485
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,876.64 14,807.26 15,710 14,170 14,411
Pengangkutan dan Komunikasi 3,015.66 3,048.01 3,040 3,037 3,261
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
2,121.46 2,174.84 2,050 2,032 2,412
Jasa-Jasa 4,685.14 4,710.44 4,690 4,688 4,788
PDRB 68,159.54 69,633.52 70,680 70,236 71,615
*) Proyeksi KBI Bandung
Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Penggunaan (Milyar Rupiah)
2007 2008 JENIS PENGGUNAAN
Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I TW.II*)
Konsumsi Rumah Tangga 44,284 44,530 46,010 46,112 46,627
Konsumsi Pemerintah 4,471 4,310 6,000 3,279 4,679
Pembentukan Modal Tetap Bruto 11,501 12,320 12,770 12,405 12,486
Perubahan Inventori 1,775 1,960 1,680 1,819 1,919
Deskrepansi Statistik -371 1,280 340 1,520 703
Ekspor Barang dan Jasa 35,829 35,220 33,820 30,790 34,790
Dikurangi Impor 29,331 29,990 29,940 25,689 29,589
PDRB 68,159 69,630 70,680 70,239 71,615
*) Proyeksi KBI Bandung
LAMPIRAN
115
2. INFLASI
Tabel 2.A. Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan April 2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan 0,64 1,53 0,84 -0,68 -0,71 0,92 0,42 0,84
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,49 0,13 0,00 1,07 0,98 0,60 0,54 0,76
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
0,52 2,04 0,97 0,15 0,44 0,28 0,27 1,03
4 Sandang -0,21 0,38 -1,20 -0,60 0,79 0,95 0,42 -0,11
5 Kesehatan 0,07 0,04 0,31 2,37 1,87 0,35 0,60 0,28
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
0,00 0,04 0,00 0,46 -0,58 0,00 0,56 0,02
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
0,06 -0,74 0,04 -0,92 2,15 -0,19 -0,25 -0,55
Umum 0,51 0,84 0,28 0,01 0,08 0,50 0,38 0,54 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Tabel 2.B. Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Mei 2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan 1,31 2,81 2,43 0,80 2,61 3,04 1,22 2,04
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
0,46 1,07 1,05 0,55 0,92 0,18 0,73 0,75
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
3,54 1,95 1,13 0,76 1,18 0,98 0,18 2,39
4 Sandang 0,19 -0,04 -0,24 0,26 0,35 -0,33 0,97 0,06 5 Kesehatan 0,45 2,05 0,01 0,96 1,39 0,38 3,35 1,00
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
0,30 0,54 0,00 0,00 -0,33 -0,11 0,64 0,30
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
1,71 1,65 1,36 1,82 2,15 1,69 2,28 1,65
Umum 1,59 1,77 1,29 0,80 1,57 1,25 1,03 1,55 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Tabel 2.C Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Juni 2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan 0,10 0,50 -0,25 -0,30 2,15 1,09 3,28 0,31
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
6,90 2,51 2,87 0,64 1,09 0,66 0,83 3,13
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
-1,74 0,17 0,38 5,00 1,90 1,71 7,47 -0,29
4 Sandang 0,60 0,20 -0,27 -0,59 0,39 0,64 0,62 0,28 5 Kesehatan 0,77 -0,05 0,83 0,15 0,77 2,33 0,23 0,52
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
1,02 0,00 ,0,38 0,71 0,61 1,21 0,37 0,57
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
16,44 4,83 4,06 15,42 13,65 16,10 10,03 10,72
Umum 3,62 1,33 1,28 2,86 3,10 2,86 3,56 2,26 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
LAMPIRAN
116
Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi Triwulanan (qtq) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan II-2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan 7,54 4,91 3,03 5,29 11,06 5,12 4,98 3,21
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 12,73 3,75 3,94 3,89 7,49 1,46 2,12 4,69
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
3,33 4,21 2,51 7,17 4,96 2,99 7,95 3,15
4 Sandang 3,22 0,53 -1,70 2,45 4,04 1,26 2,03 0,22 5 Kesehatan 15,06 2,04 1,15 5,49 9,31 3,08 4,21 1,81
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
1,35 0,59 0,38 1,21 -0,67 1,10 1,58 0,89
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
18,13 5,76 4,80 17,87 15,43 17,83 12,26 11,93
Umum 8,79 3,98 2,87 6,54 8,50 4,67 5,02 4,41 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Juni 2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Bgr Skbm Cn Tsm Bjr Gab.
1 Bahan makanan 15,86 21,40 16,68 15,52 20,65 15,91 17,62 17,96
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
14,43 5,39 9,48 8,83 10,07 8,61 13,51 9,21
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
7,38 11,11 5,22 9,11 7,78 8,08 13,71 8,28
4 Sandang 14,88 11,79 14,52 6,39 8,77 10,66 20,82 13,21 5 Kesehatan 16,40 5,31 4,82 10,15 12,08 8,70 11,91 10,10
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga
10,68 5,52 11,90 6,44 6,41 4,57 3,84 8,75
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
18,69 6,13 5,16 18,77 15,92 19,23 16,75 12,57
Umum 13,52 11,17 9,61 12,03 13,19 11,53 15,08 11,83
LAMPIRAN
117
3. DATA PERBANKAN
Tabel 3.A. Indikator Bank Umum di Jawa Barat Posisi bulan Maret 2008 (Rp Triliun)
Bank Umum Konvensional
Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 TW I q-t-q y-o-y
Total Aset 118,82 122,65 124,99 136,39 133,59 139,72 4,58% 13,92%
DPK 92,24 95,80 95,91 105,57 101,76 105,98 4,15% 10,64%
Kredit bank pelapor 58,67 62,39 66,03 69,74 70,98 77,92 9,78% 24,88%
Kredit lokasi proyek 102,05 109,46 115,50 122,52 127,22 135,29 *) 6,34% 23,60%
LDR % 63,60 65,13 68,85 66,06 69,75 73,52
Rasio NPLs (%) 4,31 4,13 3,92 3,44 3,78 3,63
*) Posisi bulan Mei 2008
2007 Pertumbuhan2008
Pos Tertentu Tw 2
Sumber: LBU KBI Bandung
Bank Umum Syariah
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II*) qtq yoy
Total Aset (Rp Triliun) 3,32 3,41 3,55 4,07 4,10 4,40 7,32% 28,92%
DPK (Rp Triliun) 2,46 2,5 2,59 3,14 3,21 3,56 10,90% 42,28%
Pembiayaan (Rp Triliun) 2,39 2,56 2,76 2,84 2,84 2,81 -1,11% 9,92%
- FDR (%) 96,97 102,21 106,77 90,34 88,40 78,98
NPF (%) 6,6 8,2 7,87 5,83 5,63 7,06
*) Posisi bulan Mei 2008
Indikator
2007 Pertumbuhan2008
Sumber: LBU KBI Bandung
LAMPIRAN
118
Tabel 3.B. DPK, Kredit, dan NPL Kabupaten/Kota Bank Umum di Jawa Barat (Rp Juta) Maret 2008.
NOMINAL %Kota Bogor 10,252,988 5,122,884 49.96479075 275,381 5.38 Kota Tasikmalaya 2,526,201 2,824,071 111.7912233 128,842 4.56 Kab. Cianjur 1,332,051 1,138,806 85.49267258 50,405 4.43 Kab. Bandung 1,578,714 1,295,231 82.04342268 56,722 4.38 Kab. Tasikmalaya 119,859 258,761 215.8878349 10,963 4.24 Kota Bandung 54,810,965 34,165,964 62.33417711 1,411,064 4.13 Kab. Purwakarta 979,048 1,427,520 145.8069472 57,463 4.03 Kota Bekasi 4,462,963 4,997,644 111.980404 187,889 3.76 Kota Cirebon 5,511,266 4,423,189 80.25722221 154,136 3.48 Kab. Sukabumi 431,568 511,692 118.565788 17,327 3.39 Kota Sukabumi 2,400,476 1,710,768 71.26786521 54,641 3.19 Kab. Indramayu 765,309 966,216 126.2517493 30,282 3.13 Kab. Karawang 2,561,552 1,781,836 69.56079752 52,034 2.92 Kab. Garut 958,246 1,324,141 138.1838275 35,481 2.68 Kab. Ciamis 382,588 451,268 117.9514256 11,313 2.51 Kab. Sumedang 658,366 983,912 149.4475717 24,201 2.46 Kota Banjar 493,384 615,368 124.7239473 13,533 2.20 Kab. Subang 823,479 1,194,668 145.0757093 25,994 2.18 Kab. Bekasi 3,002,312 1,296,360 43.1787236 27,379 2.11 Kab. Bogor 1,846,193 1,367,681 74.0811497 23,523 1.72 Kota Depok 3,950,722 1,052,800 26.64829365 17,441 1.66 Kota Cimahi 1,418,356 1,182,500 83.37117057 11,199 0.95 Kab. Kuningan 284,578 461,442 162.1495688 3,469 0.75 Kab. Majalengka 206,405 422,552 204.7198469 664 0.16
Jawa Barat 101,757,589 70,977,274 69.75133226 2,681,346 3.78
NPLKABUPATEN/KOTA DPK KREDIT LDR
Sumber: LBU KBI Bandung