Jurnal Reading Molahidatidosa

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mola Hidatidosa merupakan suatu kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus-menerus sehingga memberikan gambaran segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan dan kadang pula keras serta mengeluarkan hormone, yakni human chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. 1 Mola hidatidosa biasanya disertai keluhan uterus membesar lebih cepat dari biasa serta mengeluh mual dan muntah yang lebih hebat dan tidak jarang pula terjadi perdarahan per vaginam serta gejala tirotoksikosis. Kadang-kadang pengeluaran darah disertai pengeluaran beberapa gelembung villus yang memastikan diagnosis mola hidatidosa. 1 Frekuensi mola umumnya pada wanita Asia lebih tinggi (1:120 kehamilan) dibandingkan di Negara barat 1

Transcript of Jurnal Reading Molahidatidosa

Page 1: Jurnal Reading Molahidatidosa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mola Hidatidosa merupakan suatu kehamilan abnormal, dengan ciri-

ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya

meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu hidup

dan tumbuh terus-menerus sehingga memberikan gambaran segugus buah

anggur. Jaringan trofoblas pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan

dan kadang pula keras serta mengeluarkan hormone, yakni human chorionic

gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan

biasa. 1

Mola hidatidosa biasanya disertai keluhan uterus membesar lebih

cepat dari biasa serta mengeluh mual dan muntah yang lebih hebat dan tidak

jarang pula terjadi perdarahan per vaginam serta gejala tirotoksikosis.

Kadang-kadang pengeluaran darah disertai pengeluaran beberapa gelembung

villus yang memastikan diagnosis mola hidatidosa. 1 Frekuensi mola

umumnya pada wanita Asia lebih tinggi (1:120 kehamilan) dibandingkan di

Negara barat (1:2000 kehamilan). Mola dapat keluar sendiri dapat pula keluar

melalui suatu tindakan, pengeluaran sendiri biasanya disertai perdarahan yang

banyak. 1

Dengan menggunakan pemeriksaan ultrasonografi, mola hidatidosa

dapat didiagnosis secara dini. Pada pemeriksaan histopatologi akan tampak

sebagai kehamilan yang abnormal dengan karakteristik proliferasi sel

trofoblas dan villi korialis yang hidropik dengan atau tanpa adanya fetus.

Diagnosis mola hidatidosa dapat ditegakan dengan temuan klinis lainnya. 1,2,3

Insidensi dari penyakit trofoblas ganas (PTG) setelah mola hidatidosa

mencapai 15-28%. Beberapa factor dapat mempengaruhi terjadinya PTG yaitu

factor klinis dan factor molecular. Factor klinis yang dapat menjadi factor

1

Page 2: Jurnal Reading Molahidatidosa

resiko diantaranya kadar HCG yang tinggi dan ukuran uterus. Ukuran uterus

yang melebihi uterus gestasional umur 20 minggu merupakan factor resiko

yang mudah untuk dinilai. 2

Sel trofoblas memiliki beberapa aktivitas, 2 yang utama yaitu aktivitas

proliferative dan apoptosis. Apabila proliferasi masih terjadi setelah proses

kuretase, degenerasi malignan akan terjadi yang dikenal sebagai mola

hidatidosa persisten atau penyakit trofoblas ganas (PTG). Apabila aktivitas

apotosis yang lebih dominan, regresi spontan akan terjadi. 2

Etiologi dari mola hidatidosa masih belum diketahui secara pasti.

Factor molecular yang menginduksi siklus sel dicurigai sebagai factor resiko.

Gen c-ERB2 adalah reseptor gen pada epithelial growth factor (EGF).

Gangguan pada ekspresi c-ERB2 ini diduga berkorelasi kuat terhadap

terjadinya PTG setelah mola hidatidosa. PCNA (proliferating cell nuclar

antigen) adalah salah satu gen yang berperan terhadap proses metastasis. PTG

yang mengikuti mola hidatidosa memiliki potensi untuk bermetastasis ke

paru. Manifestasi dari ekspresi PCNA adalah suatu marker pada resiko

keganasan pada sel trofoblas. 2

Ekspresi dari human telomerase reverse transcriptase (hTERT) dan

ribonucleoprotein telomerase memainkan peran dalam kemampuan survival

atau karsinogenesis. Ekspresi telomerase ditemukan hanya pada mola

hidatidosa dan koriokarsinoma, dan tidak ditemukan pada mola hidatidosa

parsial ataupun kehamilan normal. Aktivasi enzim ini secara frekuen

ditemukan pada kasus keganasan. Peran dari telomerase pada mola hidatidosa

masih belum diketahui. Namun diduga enzim ini memiliki peran dalam

kemungkinan terjadinya keganasan setelah pasca mola. 2

Apoptosis dikontrol dan distimulasi oleh beberapa gen, seperti Bcl-2

serta gen lain yang bekerja mencegah apoptosis. Ekspresi gen apoptosis lebih

tinggi pada sel mola hidatidosa trofoblastik dibandingkan dengan sel trofoblas

pada plasenta normal. 2 Vitamin A bekerja mengontrol proliferasi sel serta

menstimulus apoptosis sel. Vitamin A yang dikonsumsi akan dimetabolisme

2

Page 3: Jurnal Reading Molahidatidosa

menjadi Retinol. Di dalam liver,vitamin A berubah menjadi bentuk retinil

ester. Retinol di plasma akan berikatan dengan reseptor pada permukaan sel.

Pada sitoplasma retinol akan masuk ke dalam sel dengan bantuan reseptor.

Pada sitoplasma, retinol dimetabolisme menjadi retinoic acid. Retinoic acid

kemudian akan masuk ke dalam nucleus dan membentuk komplek reseptor

retinoik. 2

Retinoic acid memainkan peran dalam mengendalikan siklus sel

dengan menghentikan siklus sel pada fase G1 dan S. Penghentian siklus sel

oleh retinoic acid dicapai melalui aktivasi p53, p21,p27, serta menghambat

cyclin. Retinoic acid juga berperan dalam menginduksi apoptosis melalui

induksi caspase, dab dan p53. 2

Proliferasi dan apoptosis adalah aktivitas utama dari sel trofoblas dan

hal tersebut terdapat pada aktivitas vitamin A. Oleh sebab itu dimungkinkan

terdapat hubungan antara intake vitamin A dan mola hidatidosa. Hubungan ini

diidentifikasi pada sebuah studi epidemiologi pada kadar vitamin A pasien

yang mengidap mola lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil yang

normal. Pada penelitian lain, resiko PTG pada wanita berusia kurang dari 24

tahun dengan defisiensi vitamin A adalah 6.29 kali lebih tinggi. Resiko ini

meningkat menjadi 7 kali lipat apabila kehamilan yang terjadi adalah

kehamilan pertama. 2

1.2 Tujuaan

Tujuaan penelitian dalam jurnal ini adalah untuk mengetahui apakah vitamin

A menjadi satu dari factor yang berperan terhadap terjadinya mola hidatidosa,

dan dapatkah terapi vitamin A mengurangi resiko berkembangnya mola

menjadi PTG.

3

Page 4: Jurnal Reading Molahidatidosa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Vitamin A

Vitamin A atau retinol adalah salah satu vitamin larut lemak yang

bersifat mudah rusak oleh sinar ultraviolet dan oksidasi dan tahan terhadap

pemanasan. Ada 2 golongan vitamin A, yaitu preform vitamin A dan

provitamin A (karotenoid. Preform terdiri dari 3 bentuk aktif vitamin A yaitu

retinol pada gugus alcohol, retinal/ retinaldehid pada gugus aldehid dan asam

retinoat pada gugus asam. Vitamin A berasal dari precursor provitamin A

yang dikonsumsi hewan, saat dikonsumsi oleh manusia menjadi preform

vitamin A. Beberapa karotenoid yang mempunyai aktivitas vitamin A disebut

provitamin A yang akan diubah menjadi retinol dalam tubuh. 4

Preform vitamin A dan karotenoid akan dibebaskan dari protein

makanan dalam gaster. Dalam usus halus retinil aster akan dihidrolisis

menjadi retinol yang lebih efisien untuk diabsorbsi. Karotenoid akan diubah

menjadi retinaldehid menjadi retinol. Vitamin A sebagai bagian dari

kilomikron akan ditransport melalui jalur limfatik intestine melalui pembuluh

darah akan disimpan di hati. Bentuk retinol yang tidak di metabolism atau

ditranspor dari hati akan diesterifikasi kembali untuk kemudian disimpan

(stotage) di parenkim sel hati atau 80-95% disimpan sebagai cadangan

(reverse) pada sel stelat peri-sinusoidal. Vitamin A di deposit di hati (50-80%)

juga di jaringan adiposa, paru-paru, ginjal dalam bentuk retinil ester,

khususnya retinil palmitat. Cadangan vitamin A di hati terikat pada cellular

retinol binding protein (CRBP). Cadangan vitamin A dibutuhkan untuk

mencegah defisiensi terutama pada asupan vitamin A rendah. Kadar vitamin

plasma menggambarkan asupan sehari-hari dan cadangan vitamin A di hati. 4

Distribusi vitamin A dari hati ke jaringan perifer melalui proses

deesterifikasi retinil ester kemudian diangkut berikatan kompleks retinol

binding protein (RBP) – transthyretin (TTR). RBP – retinol akan ditangkap

4

Page 5: Jurnal Reading Molahidatidosa

oleh reseptor jaringan lain yang kemudian memperantarai transfer retinol dari

RBP ke CRBP. Sebagian retinol yang akan disimpan diubah menjadi retinal

kemudian asam retinoat atau terkonjugasi sebagai retinil glukoronat atau

retinil fosfat. Setelah sasam retinoat terbentuk maka akan berkonversi menjadi

bentuk yang siap untuk dikeluarkan melalui urin (30%) atau empedu dalam

bentuk feses (70%). 4

.

Gambar 1. Metabolism vitamin A. 4

2. Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa (MH) adalah suatu kehamilan abnormal yang sebagian

atau seluruh stroma vili korialisnya langka akan vaskularisasi, edematous, dan

mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung yang menyerupai anggur. 1,5

Kehamilan mola merupakan komplikasi kehamilan yang tidak biasa,

yang ditandai dengan proliferasi trofoblas abnormal dan diklasifikasikan

menjadi mola hidatidosa parsial dan mola hidatidosa komplit. 6

5

Page 6: Jurnal Reading Molahidatidosa

A. Etiologi Mola Hidatidosa

Hingga saat ini, belum diketahui penyebab kejadian mola hidatidosa.

Beberapa faktor risiko telah teridentifikasi berpengaruh terhadap patogenesis

mola hidatidosa. Faktor-faktor tersebut menghasilkan proliferasi tak terkontrol

pada trofoblas. 5

B. Faktor Risiko Mola Hidatidosa

1. Usia reproduksi

Mola hidatidosa (MH) dapat terjadi pada semua wanita dalam masa

reproduksi. Kehamilan pada usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun

memiliki risiko lebih tinggi mengalami MH. 5

2. Status gizi

Status gizi dianggap berpengaruh terhadap kejadian MH. MH sebagai

suatu kehamilan abnormal yang berasal dari ovum patologis. Keadaan

tersebut disebabkan oleh adanya defisiensi protein berkualitas tinggi

(highclass protein). Beberapa peneliti mengaitkan hal ini dengan

kenyataan bahwa di Asia banyak kejadian MH pada penduduk yang

termasuk golongan sosioekonomi rendah dengan tingkat konsumsi protein

yang minim. Secara empiris, teori tersebut didukung dengan tingginya

angka kejadian MH pada beberapa daerah dengan pola konsumsi rendah

protein, seperti di Indonesia dan Filipina. Meski demikian, teori tersebut

belum menjawab kenyataan bahwa terdapat daerah-daerah dengan angka

kejadian MH tinggi pada penduduk yang mengonsumsi protein tinggi,

seperti seperti di Alaska dan Hawai. Defisiensi asam folat dan histidine

pada wanita hamil juga dianggap sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi kejadian MH. Pada wanita dengan defisiensi asam folat

dan histidine, terutama pada hari ke-13 dan 21 kehamilan, akan

mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang merupakan bagian

penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini aka.,n menyebabkan

kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan

6

Page 7: Jurnal Reading Molahidatidosa

menimbulkan perubahan hidropik. Teori gizi sebagai faktor risiko yang

banyak dianut saat ini adalah teori yang diajukan oleh Parazzini &

Berkowitz, yaitu bahwa berdasarkan studi kasus kontrol, MH banyak

terjadi pada wanita dengan defisiensi -Carotene/vitamin A. Hal ini pula

yang dapat menerangkan mengapa terjadi variasi dalam insidensi secara

regional. 5

3. Riwayat Obstetri

Menurut WHO, riwayat obstetrik juga mempengaruhi kejadian MH. Hal

ini disebabkan pada wanita dengan riwayat MH sebelumnya berisiko

mengalami MH pada kehamilan selanjutnya. Begitu pula pada wanita

dengan riwayat melahirkan gemelli. Namun, multiparitas bukan

merupakan faktor risiko MH.

4. Suku bangsa dan Ras

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insidensi pada wanita kulit

hitam lebih rendah dibandingkan yang lain. Insidensi MH pada wanita

Euroasian dua kali lebih tinggi dari wanita Cina, Melayu, dan India.

5. Genetik

Hasil penelitian sitogenetik menunjukkan bahwa pada kasus MH lebih

banyak ditemukan kelainan balance translocation dibandingkan dengan

populasi normal. Pada wanita dengan kelainan sitogenik tersebut lebih

banyak mengalami gangguan meiosis berupa nondisjunction sehingga

lebih banyak ovum kosong atau ovum dengan inti inaktif. 5

C. Gambaran Klinis Mola Hidatidosa

Mola dibedakan menjadi 2 jenis utama, yaitu mola hidatidosa komplit

(MHK) dan mola hidatidosa parsial (MHP) yang memiliki karakteristik

klinis yang sedikit berbeda.

MHK adalah suatu kehamilan patologis, sehingga pada bulan-bulan

pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan kehamilan biasa, seperti

7

Page 8: Jurnal Reading Molahidatidosa

diawali dengan amenore, mual, dan muntah. Terdapat beberapa laporan

yang menyatakan bahwa pada MHK lebih sering terjadi hyperemesis, dan

keluhan kehamilan lebih berat daripada kehamilan normal. Pada MHK,

vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik berkembang dengan

cepat mengisi seluruh cavum uteri, sehingga uterus membesar lebih cepat

dengan ukuran yang lebih besar dari usia kehamilan atau lamanya

amenore. 5

Pada kehamilan normal, segmen bawah rahim (SBR) baru terbentuk

pada trimester tiga kehamilan. Sedangkan pada MHK, dengan pengisian

cavum uteri yang terlalu cepat, maka pembentukan SBR dapat terjadi pada

usia kehamilan yang lebih muda, sekitar usia 24 minggu. SBR ini

terbentuk bentukan berupa penonjolan yang disebut dengan ballooning,

dan merupakan ciri khas dari MHK. Ballooning dapat diraba pada

pemeriksaan dalam sebagai penonjolan SBR ke arah depan, dengan

konsistensi yang lunak. 5

Perdarahan pervaginam terjadi oleh karena tubuh berusaha

mengeluarkan hasil konsepsi pada kehamilan abnormal ini. Perbedaan

dengan abortus adalah pada besarnya uterus. Perbesaran uterus sesuai

dengan usia kehamilan atau lamanya amenore pada abortus. Perdarahan

yang timbul pada MHK dapat berupa bercak sedikit-sedikit, intermiten,

atau perdarahan massif sehingga dapat terjadi syok hipovolemik.

Perdarahan dapat disertai dengan keluarnya gelembung mola, sehingga

mempermudah diagnosis. 5

Selain perbesaran uterus yang lebih menonjol, pada MHK ditemukan pula

dua hal lain yang berbeda dengan kehamilan normal, yaitu kadar hCG dan

kista lutein. Kadar hCG pada kehamilan normal kadarnya akan meningkat

hingga usia kehamilan 60-80 hari, kemudian akan turun pada usia

kehamilan lebih dari 85 hari, dengan kadar puncak hCG berkisar 600.000

mIU/ml. Sedangkan pada MHK tidak ada penurunan kadar hCG. Selama

ada pertumbuhan sel trofoblas dan selama gelembung mola belum

8

Page 9: Jurnal Reading Molahidatidosa

dikeluarkan dari uterus maka kadar hCG akan terus meningkat hingga

dapat mencapai kadar di atas 5.000.000 mIU/ml. Hormon hCG terdiri dari

dua subunit α dan β. Subunit α mengadakan reaksi silang dengan

gonadotropin yang berasal dari hipofisis, yaitu LH, FSH, dan TSH. Oleh

karena itu dalam pengukuran selanjutnya yang digunakan adalah β-hCG.

Kadar β-hCG juga mengalami peningkatan, tetapi tidak setinggi pada

MHK. Hal ini kemungkinan karena pada MHP masih ditemukan vili

korialis yang normal. Kadar yang tidak terlalu tinggi ini tidak

menyebabkan rangsangan pada ovarium, sehingga pada MHP jarang

ditemukan kista lutein. Selain itu, MHP jarang sekali disertai dengan

komplikasi seperti preeklampsia, tirotoksikosis, atau emboli paru.

Berbeda dengan MHK, pada MHP sama sekali tidak ditemukan

gejala maupun tanda-tanda yang khas. Keluhan yang muncul sama dengan

kehamilan normal. Jarang sekali ditemukan MHP dengan besar uterus

melebihi ukuran usia kehamilan atau lamanya amenore. Biasanya sama

atau bahkan lebih kecil, disebut dengan dying mole.

Tabel 2.1. Perbedaan Mola Hidatidosa Komplit dengan Mola Hidatidosa

Parsial

Jenis Gambaran Klinik Proses

Sitogeni

k

Gambaran

PA

Transforma

si

Keganasan

Progn

osisJanin Uterus Penyul

it

MHK Tidak

ada

Lebih besar

dari usia

kehamilan

Sering

terjadi

Andro-

genetik

diploid

Vili

normal (-)

Hiperlasi

trofoblas

(+++)

Tinggi

(15%-20

%)

Dubia

et

bonam

9

Page 10: Jurnal Reading Molahidatidosa

MHP Ada Sama dengan

usia

kehamilan/

lebih kecil

Jarang

terjadi

Diandro

-genetik

triploid

Vili

normal (+)

Rendah Bona

m

Kelainan lain yang menyertai MHK adalah adanya kista lutein,

sebagai akibat dari rangsangan berlebihan terhadap ovaruim oleh hCG

yang sangat tinggi. Kista yang timbul dapat unilateral maupun bilateral

dengan besar yang bervariasi. Umumnya kista ini akan mengecil kembali

setelah jaringan mola dievakuasi. Dengan demikian, kista tidak perlu

diangkat kecuali jika ditemukan komplikasi berupa torsio atau ruptur, bila

memberikan keluhan mekanis dapat dilakukan dekompresi atau aspirasi. 5

Seperti pada kehamilan normal, pada MHK juga dapat terjadi

komplikasi kehamilan. Bentuk komplikasi kehamilan yang dapat terjadi

pada MHK antara lain, preeklampsia, tirotoksikosis (hipertiroidism) dan

emboli paru. Preeklampsia pada MHK tidak berbeda dengan kehamilan

biasa, dengan derajat yang bervariasi, ringan, berat, bahkan eklampsia.

Hanya saja pada MHK kejadiannya dapat lebih dini. Jika preeklampsia

ditemukan pada usia kehamilan 24 minggu dapat dicurigai adanya MHK.

Preeklampsia pada kehamilan mola timbul akibat sirkulasi faktor anti

angiogenik yang berlebihan. Penanganan preeklampsia pada MHK tidak

berbeda dengan preeklampsia pada kehamilan normal, selain evakuasi

jaringan mola. 5

Perubahan pada kelenjar tiroid ditemukan sebagai komplikasi pada

MHK. Perubahan tersebut dapat berupa anatomis maupun fungsional.

Kelainan dapat berupa hipertiroidisme biokimia saja, dengan kadar

hormon tiroksin (T3) dan triiodotironin (T4), sedangkan TSH menurun,

atau disertai dengan gejala klinis tirotoksikosis. Pada MHK,

perkembangan perubahan tiroid dapat berlangsung sangat cepat, dari

10

Page 11: Jurnal Reading Molahidatidosa

status eutiroid sampai krisis tiroid, dapat berlangsung beberapa jam saja

dan dapat menyebabkan kematian. 5

Pada kehamilan normal, dapat terjadi migrasi sel-sel trofoblas ke

dalam peredaran darah menuju ke paru ibu. Hal ini dimulai pada usia

kehamilan 18 minggu, pada akhirnya akan direabsorpsi oleh tubuh, dan

merupakan gejala normal pada kehamilan. Namun, pada MHK fenomena

ini terjadi dengan jumlah sel trofoblas yang sangat banyak sehingga

menyebabkan tanda emboli paru akut dan menyebabkan kematian. Kasus

ini jarang terjadi. Diagnosis MHK dapat ditegakkan pada kehamilan sedini

mungkin sehingga penyulit kehamilan dapat dipantau sejak awal. 5

D. Penegakan Diagnosis Mola Hidatidosa

a) Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan berupa keterlambatan haid

(amenore), perdarahan pervaginam, perut terasa lebih besar dari

lamanya amenore, tidak merasa gerakan janin seiring terjadinya

perbesaran rahim.

b) Pemeriksaan Klinis Ginekologi

Pada pemeriksaan ditemukan uterus yang lebih besar dari usia

kehamilan dan tidak ditemukan tanda pasti kehamilan seperti denyut

jantung janin, ballotemen, atau gerakan janin.

c) Laboratorium

Pada hasil laboratorium dapat ditemukan kadar β-hCG yang lebih

tinggi dari normal

d) USG

Pada pemeriksaan tampak gambaran vesikuler di kavum uteri.

Diagnosis pasti ditentukan oleh hasil permeriksaan patologi anatomi

(PA). Secara mikroskopis akan tampak gambaran stroma vili yang

edematous, tidak mengandung pembuluh darah (avaskuler), disertai

hyperplasia sel sito dan sel sinsitiotrofoblas. Berdasarkan hasil PA

dapat pula diprediksi prognosis MH, akan mengalami transformasi

11

Page 12: Jurnal Reading Molahidatidosa

keganasan atau tidak, dengan melihat pada proliferasi sel-sel trofoblas.

Proliferasi yang berlebihan memungkinkan transformasi ke arah

keganasan lebih besar. 5

Gambaran USG pada MHP tidak selalu khas. Namun diagnosis dapat

ditegakkan apabila tampak gambaran yang menyerupai kista-kista

kecil pada plasenta disertai peningkatan diameter transversa dari

kantong janin. Pada kasus-kasus dengan janin yang besar, gambaran

USG tampak lebih jelas. 5

E. Terapi Mola Hidatidosa

a) Perbaikan Keadaan Umum

b) Evakuasi jaringan

MHK merupakan kehamilan patologis yang sering disertai dengan

penyulit sehingga pada prinsipnya jaringan mola harus dievakuasi

secapat mungkin. Terdapat dua cara evakuasi, meliputi kuret vakum

(suction curretage) dan histerektomi total. 5

c) Profilaksis

Tindakan profilaksis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

histerektomi total dan kemoterapi. Kemoterapi dapat diberikan pada

golongan risiko tinggi yang menolak atau tidak dapat dilakukan

histerektomi total, atau pada wanita dengan hasil PA yang

mencurigakan. 5

d) Follow up

Sebanyak 15%-20% dari penderita pasca-MHK dapat mengalami

transformasi keganasan menjadi Tumor Trofoblas Gestasional (TTG).

Tujuan dari follow up adalah untuk melihat proses involusi berjalan

normal baik anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi

uterus, turunnya kadar β-hCG, dan kembalinya fungsi haid. Selain itu,

untuk menentukan adanya transformasi keganasan, terutama pada

tingkat yang sangat dini.

12

Page 13: Jurnal Reading Molahidatidosa

Pada umumnya, para pakar sepakat bahwa lama follow up berlangsung

selama satu tahun. Dalam tiga bulan pertama pascaevakuasi, penderita

datang untuk kontrol setiap dua minggu. Kemudian dalam tiga bulan

berikutnya, penderita datang setiap satu bulan. Selanjutnya dalam

enam bulan terakhir, penderita datang tiap dua bulan. Bila dalam tiga

kali pemeriksaan berturut-turut, ditemukan slah satu dari tiga tanda

tersebut, penderita harus dirawat untuk pemeriksaan yang lebih

intensif meliputi USG, foto thorak, dan lain-lain. 5

Follow up dihentikan apabila sebelum satu tahun wanita sudah

mengalami kehamilan normal, atau bila setelah satu tahun tidak ada

keluhan, uterus, fungsi haid, dan kadar β-hCG dalam batas normal. 5

F. Prognosis Mola Hidatidosa

Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian besar

penderita MHK akan sehat kembali. Keganasan menjadi PTG dapat

dialami sekitar 15%-20% wanita dengan riwayat MHK sebelumnya.

Umumnya yang berkembang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk

golongan risiko tinggi dengan kriteria meliputi usia > 35 tahun, kadar β-

hCG di atas 105 mIU/ml, serta gambaran PA yang mencurigakan. Saat ini

dapat dikatakan hampir tidak ada kematian akibat MHK. Prognosis MHP

lebih baik daripada MHK. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya penyulit

dan derajat keganasannya rendah (4%). Meski demikian, terdapat laporan

kasus MHP yang disertai metastasis ke tempat lain. Sehingga penderita

pasca-MHP juga harus melakukan follow up seperti pada MHK.

13

Page 14: Jurnal Reading Molahidatidosa

BAB III

METODE DAN HASIL

3.1 Metode

Dalam rangka menunjukan manfaat vitamin A dalam mengurangi insiden

Penyakit Trofoblast Ganas (PTG), perlu dilakukan serangkaian penelitian. rangkaian

penelitian ini perlu dipublikasikan, setelah beberapa penelitian sebelumnya belum

dipublikasikan.

Penelitian terhadap ekspresi reseptor retinol dalam sel trofoblas. Keberadaan

dari reseptor retinol dalam sel trofoblas sangatlah penting karena retinol dapat

memasukan sel trofoblas oleh mekanisme aktif dengan bantuan reseptor, sedangkan

mekanisme difusi sulit untuk ditunjukan. Mekanisme aktif dapat dibuktikan dengan

adanya reseptor retinol di sel trofoblas oleh pemerikssaan imunohistokimia. Dengan

tidak adanya reseptor retinol, peran vitamin A di sel trofoblas menjadi kecil.

Keberadaan reseptor retinol di sel trofoblas harus di buktikan, karena belum ada yang

membuktikan pada penelitian sebelumnya.

Terdapat 2 jenis subjek yang diteliti:

1. Pemeriksaan imunohistokimia

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur dan mengidentifikasi karakteristik

dari sel, seperti proses proliferasi sel, dan apoptosis sel secara tidak langsung,

yaitu dengan menggunakan antibody sekunder yang berikatan dengan antibody

primer yang berhubungan langsung dengan antigen. Penelitian ini menggunakan

antibody sekunder dari Retinol Binding Protein (RBP), dan sudah dinilai di Lab

Patologi Anatomi FKUI. Variabel dievaluasi dari hasil keberadaan RBP,

kekuatan, dan posisi dari reseptor RBP dalam sel trofoblas.7,8

Penelitian terhadap sinyal apoptosis dengan asam retinoat di sel trofoblas. Sinyal

apoptosis lebih dapat dikenali lewat aktivitas obat yang digunakan sebagai

14

Page 15: Jurnal Reading Molahidatidosa

chemoprevention. Apoptosis dianggap lebih baik karena akan terjadi jika

menangkap tempat saat siklus sel berlangsung. Keberadaan reseptor retinol di sel

trofoblas menunjukan bahwa retinol bisa masuk kedalam sel. Penelitian pada

berbagai sel menunjukan bahwa aktivitas dari retinoat dapat menyebabkan

apoptosis. Aktivitas dari retinoat didalam sel trofoblas belum dilaporkan oleh

penelitian sebelumnya. Sampel penelitian ini adalah sel trofoblas, keberadaan

dari sel trofoblas didalam kultur sel telah dibuktikan dengan pemeriksaan kultur

media hCG. Sel yang telah dikultur diberikan ATRA pada dosis 50mcg/ml,

100mcg/ml, 150mcg/ml, dan 200mcg/ml. hasil variabel dievaluasi berupa

persentase dari sel yang mengalami apoptosis. ATRA adalah obat anti-kanker

atau chemotherapy drug, diklasifikasikan sebagai retinoit yang biasa digunakan

untuk mengobati kanker darah, kanker payudara, kanker ovarium, dan kanker

ginjal dengan cara kerja sebagai cara kerja retinoit. Evaluasi dari apoptosis

dibuat oleh pemeriksaan flowcytometri dalam 24 jam setelah pelaksanaan.

Persentase sel yang mengalami apoptosis telah tercatat dalam cytogram.9

2. Pemeriksaan terhadap pasien dengan mola hidatidosa

Penelitian tentang pencegahan keganasan pasca mola hidatidosa dengan

vitamin A. vitamin A dapat dikategorikan sebagai chemoprevention. Sebagai

obat, vitamin A juga merupakan metabolisme bahan alami, mudah diberikan,

murah dengan efek samping ringan, dan bekerja pada stadium prakanker.

Mekanisme kerja vitamin A dalam sel trofoblas ditunjukkan dalam penelitian

laboratorium. Jika vitamin A berperan dalam sel trofoblas, maka diperlukan

untuk menunjukan bahwa vitamin A mampu bekerja sebagai chemoprevention

dalam mola hidatidosa. Desain penelitian ini adalah randomized clinical trial dan

double blind. Sampel dari penelitian ini adalah pasien dengan mola hidatidosa.

Kriteria Inklusi adalah pasien mola hidatidosa komplit. Kriteria eksklusi adalah

pasien mola hidatidosa tidak komplit. Kami melakukan pengobatan dengan

pemberian placebo dan vitamin A 200.000 IU perhari sampai regresi atau

degenerasi dari PTG telah diamati. Diagnose dari PTG dan regresi ditegakkan

15

Page 16: Jurnal Reading Molahidatidosa

atas dasar kriteria WHO. Variabel yang mengganggu adalah usia, pendidikan,

usia kehamilan, ukuran uterus, dan retinol yang tersimpan di hati. Variabel juga

bergantung pada angka kejadian dari regresi dan PTG.

3.2 Hasil

Ekspresi dari reseptor retinol di sel trofoblas

Kami menunjukkan pemeriksaan dari reseptor dengan pemeriksaan

imunohistokimia. Sebanyak 21 spesimen dari paraffin blocks didapatkan.

Ekspresi dari reseptor RBP ditemukan disemua specimen. Ekspresi dari reseptor

RBP di sinsitiotrofoblas lebih kuat daripada di sitotrofoblas. Ekspresi reseptor

RBP juga ditemukan di membrane sel dan sitoplasma dari sel trofoblas.

Sinyal apoptosis dari asam retinoat di sel trofoblas

Kultur dari sel trofoblas dilakukan pada stadium berikut : Sel Mola diperoleh

melalui kuretase. Specimen diambil dari gelembung mola dengan mengguakan

jarum suntik. Gelembung cairan dimasukkan kedalam tabung yang berisi media

RPMI 10% (FBS). Sel mola dibilas dua kali dengan PBS, dan di kultur selama 24

jam di incubator 5% CO pada suhu 37oC. Setelah 24 jam, menunjukan sel

berproliferasi, kemudian media dibuang dari tempat kultur jaringan, dan dibilas

kembali dengan PBS sebanyak dua kali dalam 10ml. ATRA diberikan pada dosis

50 mcg/ml, 100mcg/ml, 150mcg/ml, 200mcg/ml. Lalu diinkubasi dalam

incubator CO2 selama 24 jam. Dibilas dengan PBS dingin dan di setrifugasi.

tambahkan 1 ml media dan hitung jumlah sel hingga mencapai 4-6x107/ml

dengan hematocytometry. Dan sel siap untuk dianalisa dengan flow cytometry.

Cytogram adalah hasil dari pemeriksaan Flowcytometry

Hasil dari pemeriksaan cytogram menunjukan bahwa apoptosis pada kontrol

mencapai 60,64%. Apoptosis pada pemberian 50mcg/ml mencapai 89,45%.

Apoptosis pada pemberian 100mcg/ml mencapai 87,23%. Apoptosis pada

16

Page 17: Jurnal Reading Molahidatidosa

pemberian 150mcg/ml mencapai 94,63%. Apoptosis pada pemberian 200mcg/ml

mencapai 94,83%. Presentase dari apoptosis sel trofoblas meningkat dengan

peningkatan dosis pada ATRA.

17

Page 18: Jurnal Reading Molahidatidosa

Gambar . Cytogram Diagram A: Control (DMSO), B: ATRA 50, C: ATRA 150, D:ATRA 200

Pencegahan Keganasan Pasca Mola Hidatidosa dengan Vitamin A

Analisis variabel penelitian berlawanan antara insiden dari regresi dan keganasan

pasca mola hidatidosa yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan insiden

keganasan pasca mola hidatidosa antara kelompok kontrol dan kelompok terapi.

Distribusi dari Karakteristik Subjek

Test ini dilakukan untuk melihat distribusi dari angka variabel dari dua kelompok dari

penelitian yang berdasarkan nilai median dan mean. Hasil uji distribusi dengan

persamaan populasi (Kruskai-Wallis) dan dua sampel T-test dengan varian yang

sama, dan hasil yang diperoleh menunjukkan persamaan distribusi dari angka variabel

di kedua kelompok penelitian.

Karakteristik

Control (n=35) Therapy (n=32)

P valueMedian Mean Median Mean

(25-75 pct) (95% IK) (25-75 pct) (95% IK)

Usia25

(21;30)

27,03

(24,42;29,64)

26

(23;33)

28,31

(25,63;31)0,488

Paritas1 1.23 1 2,06 0,113

(0;2) (0,62;1,84) (0;3,5) (1,18;2,95)

Pendidikan9 8,63 8,5 8,00 0,475

(6;12) (7,40;9,86) (6;10,5) (6,71;9,29)

Pendidikan 9 9,40 9 9,31 0,924

18

Page 19: Jurnal Reading Molahidatidosa

suami (6;12) (8,20;10,60) (6;12) (7,88;10,75)

Usia

Kehamilan

12 11,06 12,5 11,38 0,863

(0;16) (8,48;13,63) (4,5;16) (8,73;14,02)

Sounding16 14,86 16 16 0,363

(12;19) (12,95;16,76) (12;20) (14,36;17,64)

Table . Distribution of Median and Mean Values in Each Group of Intervention According to CharacteristicVariables

Distribusi Sparty dari Variabel Normal

Uji dari perbedaan proporsi terhadap variabel nominal dilakukan, untuk melihat

distribusi variabel nominal dalam kedua kelompok penelitian dengan menggunakan

uji proporsi perbedaan. Hasil uji dari distribusi fundus uteri menggunakan Pearson

Chi Test (memenuhi persyaratan dari chi square test) menunjukkan persamaan

distribusi dari hasil.

Hal ini dirancang untuk memahami hubungan dari insiden PTG dan waktu dari test

survival berdasarkan test Kaplan-Meier selesai dilakukan. Tabel analisa survival

dirancang untuk mengidentifikasi waktu terjadinya PTG, angka atau presentase

pasien yang berkembang menjadi PTG yang terkait dengan satuan waktu pada

kelompok kontrol dan kelompok terapi.

Characteristic Control Therapy P value

(N=35) (N=32)

N % n %

19

Page 20: Jurnal Reading Molahidatidosa

Fundus height

<20 weeks 23 65,71 23 71,88 0.587

>20 weeks 12 34.29 9 28.13

Retinol deposit in 0.759

the liver

No sample 3 8.57 1 3,13

Sufficient 7 20 7 21,88

Insufficient 25 71,43 24 75

End result 0.029

Regression 24 68,57 26 81,25

MTD 10 28,57 2 6,25

Loss to follow up 0 0 2 6,25

Pregnancy 1 2,86 2 6,25

Table . Distribution of Proportion in the Control and Therapy Groups According to Characteristic Variables

Efek Samping

Nilai SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol tidak

berbeda dari orang-orang yang di kelompok terapi. Tidak ada perbedaan yang

signifikan ditemukan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol. Tidak

ada perbedaan yang signifikan yang berarti ditemukan dalam perubahan nilai SGPT

sebelum dan sesudah intervensi. Namun, perbedaan ditemukan dalam perubahan dari

nilai SGOT sebelum dan sesudah intervensi di kelompok terapi (p = 0,0092).

20

Page 21: Jurnal Reading Molahidatidosa

BAB III

PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitiaan ini adalah untuk membuktikan bahwa vitamin A

sebagai kemoprevensi keganasan pasca mola hidatidosa. Angka kejadiaan Penyakit

Trofoblas Ganas (PTG) setelah kejadiaan pasca mola yaitu 15 -28 %. Sel trofoblas

mempunyai beberapa aktivitas yaitu proliferasi dan apoptosis. Vitamin A berperan

dalam mengkontrol proliferasi dan meningkatkan apoptosis yang dapat mencegah

proses proliferasi sel trofoblas lebih lanjut.

Vitamin A yang terkandung dalam makanan di metabolisme menjadi retinol.

Retinol merupakan bentuk alkohol dari vitamin A. Bersirkulasi dalam darah dengan

cara terikat pada RBP (Retinol Binding Protein). Retinol disimpan dalam hepar dalam

bentuk retynil ester. Retinol dimetabolisme menjadi menjadi asam retinoid yang

merupakan kandungan penting dalam vit A. Asam retinoid merupakan substansi aktif

dalam vitamin A. Vitamin A akan di metabolisme menjadi asam retinoid jika vitamin

A dapat masuk ke dalam sel trofoblas. Asam retinoid akan memasuki nukleus sel

trofoblas dan membentuk kompleks reseptor retinoid.

Suatu zat dapat memasuki sel karena mekanisme bantuan reseptor. Suatu cara

menunjukan proses masuknya vitamin A dalam sel trofoblas dengan bantuan aktif

oleh reseptor. Dengan menunjukkan adanya reseptor retinol dalam membran sel

trofoblas dan sitoplasma, itu menunjukkan bahwa retinol bisa masuk sel trofoblas.

Penelitian terhadap ekspresi reseptor RBP dalam sel trofoblas menunjukkan bahwa

sel trofoblas mempunyai reseptor retinol. Keberadaan reseptor retinol pada membran

dan sitoplasma sel trofoblas menunjukan bahwa retinol dapat masuk sel trofoblas

dengan bantuan reseptor.

Pada penelitian dalam jurnal ini menunjukan bahwa tedapat ekspresi reseptor

retinol pada sel trofoblas. Penelitian ini menggunakan pemeriksaan imunohistokimia

21

Page 22: Jurnal Reading Molahidatidosa

indirek. Ekspresi dari RBP reseptor pada sinsitiotrofoblas lebih kuat dibandingkan

pada sitotrofoblas. Ekspresi RBP ditemukan pada membran sel dan sitoplasma sel

trofoblas. Pemberian asam retinoid dalam sel trofoblas menunjukan bahwa asam

retinoid dapat memasuki sel trofoblas. Masuknya asam retinoid ke dalam sel trofoblas

bisa ditunjukkan oleh adanya penghentian siklus sel dan aktivitas apoptosis.

Setelah Asam retinoid masuk kedalam sel trofoblas dengan bantuaan reseptor,

maka asam retionoid akan memasuki nukleus dan mengkontrol proliferasi,

meningkatkan diferensiasi sel, dan meningkatakan apoptosis. Asam retinoid

mengendalikan proliferasi sel dengan menghambat siklus sel. Siklus sel dihambat

melalui p53, p21 p27, dan melalui efek menghambat aktivitas cyclin yang

menyebabkan proliferasi sel terhambat.

Siklus sel terdiri atas dua fase aktif, yaitu fase M (mitosis) dan S (sintesis) dan

prepatory phase yaitu G1 (Gap 1) dan G2 (Gap 2). Fase S adalah fase replikasi DNA

yang umumnya terjadi selama 8 jam. Fase M (mitosis) adalah fase replikasi

kromosom yang terpisah menjadi dua inti anak sel dan fase M umumnya berlangsung

selama 1 jam. Fase Gap adalah fase sintesis komponen sel. Sel pada fase G1 dapat

memanjang dengan aktivitas metabolisme, tetapi tidak ada aktivitas proliferasi.

Aktivitas siklus sel dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.

Kedua faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya aktivitas kanker.

Aktivitas siklus sel dimungkinkan karena adanya faktor yang merangsang

siklus sel, enzim intrinsik yang berperan adalah cyclin-dependent kinase (CDKs).

Setiap siklin disintesis terutama pada akhir fase siklus sel. Siklin E disintesis pada

akhir fase G1 dana wal fase S. Siklin A disintesis pada fase S dan G2, sedangkan

sintesis B disintesis di fase G2 dan M. Regulasi siklus sel dipengaruhi oleh faktor

inhibitor antara lain CDKs-activating kinase (CKIs). CKIs mempunyai aktivitas

menghambat CDKs. Beberapa gen yang bekerja sebagai CKIs, yang bekerja

menghambat multiple CDKs, antara lain p21 dan p27 sedangkan yang bekerja

menghambat CDKs secara spesifik antara lain p16, p15, p18 dan p19. P53 merupakan

22

Page 23: Jurnal Reading Molahidatidosa

faktor tanskripsi yang mempunyai efek utama yaitu mengeblok siklus sel sehingga

DNA yang rusak dapat direparasi. Fungsi lain dari p53 adalah mereparasi kerusakan

DNA dan menstimulasi ekspresi gen yang dapat menghambat angiogenesis.

Apoptosis merupakan kematian sel yang terencana. Ia merupakan proses yang

aktif dan bermanfaat terutama pada proliferasi dan diferensiasi sel. Pada proses

tersebut dapat saja terjadi kerusakan dan bila tidak dimusnahkan akan menimbulkan

gangguan dalam pertumbuhan sel. Dalam proses ini ikut terlibat proto-onkogen

seperti MYC, E1A, AKT, RAS, REL, sedangkan sel supresor yang terlibat adalah

PTEN, RB1, p53 dan ARF. Pengaturannya melalui jalur (pathway) yang berujung

pada penghentian caspase.

Asam retinoid menstimulasi atau menginduksi apoptosis melalui stimulasi

p53, p21, caspase, dan dab. Sel trofoblas memiliki aktivitas apoptosis yang tinggi.

Dalam penelitian laboratorium aktivitas apoptosis yang diamati pada sel trofoblas

relatif tinggi, yaitu 60.64%. Hasil laboratorium menunjukan adanya aktivitas 23

Page 24: Jurnal Reading Molahidatidosa

apoptosis dalam sel trofoblas setelah pemberian asam retinoid. Persentase

meningkatnya aktivitas apoptosis berbanding lurus dengan peningkatan dosis asam

retinoid. Hasil penelitian laboratorium menunjukan pemberian asam retinoid dalam

sel trofoblas meningkatkan aktivitas apoptosis sel trofoblas.

Hubungan antara mola hidatidosa dengan vitamin A pertama kali di lakukan

dalam studi epidemiologi dimana kadar vitamin A dalam darah pada pasien mola

hidatidosa lebih rendah dibandingkan dengan kadar vitamin A dalam darah wani

ta hamil. Kadar retinol dalam darah yang rendah berhubungan dengan data yang

menunjukan deposit retinol pada hepar pada pasien dengan mola hidatidosa sekitar

73,31 %. Data ini menunjukan kekurangan vitamin A dalam jangka waktu lama

Mola hidatidosa memiliki dua aktivitas utama, yaitu proliferasi dan apoptosis.

Peningkatan proliferasi sel dan penurunan apoptosis merupakan risiko terjadinya

proliferasi lanjutan oleh sel trofoblas yang secara klinis dikenal sebagai Penyakit

Trofoblas Ganas. Vitamin A memiliki dua aktivitas utama, yaitu mengendalikan dan

menghentikan proliferasi sel dan menginduksi apoptosis . Kedua peran aktivitas

vitamin A ini merupakan alasan untuk pemberian terapi vitamin A sebagai

pencegahan keganasan pasca mola hidatidosa.

24

Page 25: Jurnal Reading Molahidatidosa

Pemberian vitamin A akan meningkatkan kadar retinol dalam serum.

Peningkatan kadar retinol dalam serum akan meningkatkan jumlah retinol yang

masuk ke dalam sel trofoblas Peningkatan retinol dalam sitoplasma sel trofoblas akan

meningkatkan metabolisme asam retinoid. Peningkatan asam retinoid akan

meningkatkan sinyal untuk mengkontrol proliferasi sel dan meningkatkan aktivitas

apoptosis. Secara klinis, penghentian siklus sel dan peningkatan apoptosis dianggap

sebagai suatu mekanisme yang mengurangi insidensi kejadian mola hidatidosa.

Peningkatan insidensi penurunan keganasan pasca mola hidatidosa oleh

vitamin A ditunjukkan dengan menurunnya kejadian keganasan pasca mola

hidatidosa selama pemberian Vitamin A. Tingkat kejadian keganasan setelah mola

hidatidosa pada kelompok kontrol adalah 28,57%, dan pada kelompok yang

mendapat terapi vitamin A adalah 6,25%. Hasil penelitian ini hampir sama dengan

yang diperoleh pada penelitian padakemoprevensi pasca mola hidatidosa dengan

actinomycin (Kelompok kontrol dengan hasil 29% dan kelompok terapi 6,9%) .

Resiko untuk berkembang menjadi keganasan pasca mola hidatidosa pada

pasien yang tidak diberikan terapi vitamin A 8,4 kali lebih tinggi dibandingkan

25

Page 26: Jurnal Reading Molahidatidosa

dengan pasien yang mendapat terapi vitamin A. Selain itu, pemberian vitamin A tidak

menimbulkan efek samping yang berbeda ketika vitamin A tidak diberikan. Namun,

pemberian vitamin A menyebabkan peningkatan kadar SGOT pada pasien mola

hidatidosa.

Berdasarkan uji klinis acak dengan metode double blind menunjukan bahwa

tingkat kejadian keganasan pasca mola hidatidosa yang mendapatkan terapi vitamin

A lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan vitmain A.

26

Page 27: Jurnal Reading Molahidatidosa

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Tujuan dari penelitiaan ini adalah untuk membuktikan bahwa vitamin A

sebagai kemoprevensi keganasan pasca mola hidatidosa. Mola hidatidosa memiliki

dua aktivitas utama, yaitu proliferasi dan apoptosis. Peningkatan proliferasi sel dan

penurunan apoptosis merupakan risiko terjadinya proliferasi lanjutan oleh sel

trofoblas yang secara klinis dikenal sebagai Penyakit Trofoblas Ganas. Vitamin A

memiliki dua aktivitas utama, yaitu mengendalikan dan menghentikan proliferasi sel

dan menginduksi apoptosis . Kedua peran aktivitas vitamin A ini merupakan alasan

untuk pemberian terapi vitamin A sebagai pencegahan keganasan pasca mola

hidatidosa.

Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukkan ada reseptor retinoid dalam sel

trofoblas. Hasil laboratorium dalam penelitiaan ini menunjukkan bahwa sel trofoblas

dari mola hidatidosa memiliki aktivitas apoptosis sebesar 60.64% dan asam retinoid

meningkatkan aktivitas apoptosis dari sel trofoblas. Percobaan klinis menunjukkan

bahwa tingkat insiden keganasan pasca mola hidatidosa pada pasien yang

mendapatkan vitamin A adalah 6,25%, dan kelompok kontrol adalah 28,57%.

5.2 Saran

Penelitian lebih lanjut harus dilakukan dengan menggunakan dosis vitamin A,

hubungan vitamin A dengan gangguan ovulasi, hubungan vitamin A dengan kelainan

ovum, hubungan vitamin A dengan mola invasif, dan hubungan vitamin A dengan

koriokarsinoma.

27

Page 28: Jurnal Reading Molahidatidosa

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, AB., Rachimhadhi, T. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 2007; 10; 262-66

2. Andrijono A, Muhilal M, Taufik E, Hariati M, Kodariah R, Heffen W L.

Hidatidation of Malignancy Following Hidatidiform Mole with Vitamin A. Maj

Kedokt Indon. 2009; 59; 251-9

3. Moore, Lisa. Hydatidiform Mole. Emedicine Article. 2012.

4. Permadhi, Inge. Vitamin Larut Lemak. 2013. Available on

http://staff.ui.ac.id/internal/131949782/material/S2VITAMINA.pdf

5. Martadhisubrata 2005

6. Berkowitz dan Goldstein 2009.

7. Ramos-Vara, JA. 2005. “Technical Aspects of Immunohistochemistry”. Vet

Pathol 42 (4); 405-426. Doi: 10. 1354/vp. 42-4-405. PMID 16006601

8. Rantam. Fedik A. 2003. Metode Imunologi Airlangga University Press. Surabaya.

145-155

9. http://Chemocare.com/chemotherapy/drug-info/atra.aspx

28