Jurnal Reading

33
Departemen Ilmu Anestesi, Terapi Intensif dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia

description

kesehatan

Transcript of Jurnal Reading

Page 1: Jurnal Reading

Departemen Ilmu Anestesi, Terapi Intensif dan Manajemen NyeriFakultas Kedokteran

Universitas HasanuddinMakassar, Indonesia

Page 2: Jurnal Reading

Studi ini membandingkan kerja alat bantu nafas supraglotis (SAD) , sungkup streamlined liner of pharynx Airway (SLPA) dan sungkup laring I- Gel, sekali pakai, pada dewasa teranestesi yang dilumpuhkan

Baik I-gel (Intersurgical, Wokingham, UK) dan Streamlined liner of pharyngeal airway (SLIPA, Medical Ltd, London, UK) adalah penyegel perilaringeal yang bentuknya anatomis dan tanpa cuff

Page 3: Jurnal Reading

I-gel memiliki cuff yang tidak bisa mengembang terbuat dari elastomer termoplastik seperti gel (styrene butadiene styrene etilen) I-gel memiliki batang semirigid yang bertindak sebagai stabilizer dalam rongga mulut. stabilizer ini mengurangi kemungkinan penempatan yang buruk, dan memungkinkan aplikasi yang cepat, mudah, aman, dan handal . Kanal lambung yang dimasukan juga memfasilitasi insersi pipa lambung

Page 4: Jurnal Reading

SLIPA adalah SAD sekali pakai tanpa cuff yang terbuat dari plastik lembut (Ethylenevinylacetate kopolimer) dan memiliki ruang berongga untuk menangkap cairan regurgitasi, yang berpotensi mengurangi resiko aspirasi

Page 5: Jurnal Reading

Delapan puluh orang dewasa (status fisik ASA I-III) yang menjalani prosedur elektif dengan anestesi umum dengan SAD

penelitian prospektif acak single blind

Page 6: Jurnal Reading

mengevaluasi › tekanan penyegelan orofaringeal (OSP),› kemudahan dan kecepatan insersi› tingkat keberhasilan insersi› jumlah insersi› respon hemodinamik yang diinduksi oleh

insersi jalan napas (tekanan darah dan detak jantung), saturasi oksigen (SpO2), end-tidal karbon dioksida (EtCO2)

› kejadian komplikasi pasca operasi

Page 7: Jurnal Reading

Subjek dikeluarkan dari keikutsertaannya› lebih muda dari 18 tahun, › memiliki kontraindikasi untuk alat bantu jalan

nafas laring yang digunakan,› obesitas (Indeks massa tubuh ≥ 35), › sedang hamil,› lambung penuh, › Saat ini memiliki sakit tenggorokan, atau sedang

menjalani operasi darurat. › kelainan leher, saluran pernapasan, atau

pencernaan

Page 8: Jurnal Reading

Data Tekanan arteri rata-rata (MAP), HR, dan SpO2 awal.MAP, HR, dan SpO2 sebelum induksi anestesi, sebelum insersi SAD, dan 1, 5, dan 10 menit setelah insersi SAD. Pengukuran juga dilakukan segera setelah pengangkatan SAD.EtCO2 15 menit setelah insersi SAD, menggunakan Modul CO2 seidestream dari sistem medis GE.Waktu untuk insersi SAD yang sukses, didefinisikan sebagai waktu dari pengambilan SAD oleh ahli anestesi sampai terlihat gerakan dada, munculnya gelombang kotak pada jejak Capnograph,SpO2 ≥ 95% dengan SAD ventilasi tekanan positif, dan tidak adanya kebocoran. Semua diukur dengan stopwatch yang dipasang di dinding ruang operasi

Page 9: Jurnal Reading

jumlah upaya insersi dua usaha insersi dibolehkan ika, setelah upaya pertama, ventilasi tidak memadai, penyesuaian posisi SAD diizinkan dengan manuver.

Kemudahan insersi saluran napas dievaluasi secara kualitatif dengan menggunakan skala 4-point berikut › 1: insersi mudah pada upaya pertama dengan tidak

perlu penyesuaian, › 2: insersi yang sedikit sulit pada upaya pertama dengan

setidaknya satu manuver penyesuaian yang dibutuhkan,

› 3: Insersi sulit pada usaha kedua, dan › 4: gagal (lebih dari 2 upaya atau tidak ada insersi SAD).

Page 10: Jurnal Reading

OSP diukur setelah jalan napas efektif telah dicapai dengan menggunakan laju aliran gas segar 5 L / menit, menutup katup pembatas tekanan yang dapat disesuaikan dari sirkuit anestesi dan mencatat tekanan saat gas terdengar bocor di sekitar alat (dinilai dengan mendengarkan lewat mulut) [18].

Terjadinya peristiwa selama insersi SAD dan anestesi (Mis, cedera bibir atau gigi, batuk, cegukan, regurgitasi, dan SpO2 <92%).

Menanyakan subyek jika mereka memiliki sakit tenggorokan, disfagia, suara serak, mati rasa lidah atau rahang, atau nyeri leher tiga puluh menit (di ruang pemulihan) dan 6 jam (Di bangsal) setelah operasi.

Page 11: Jurnal Reading

Perangkat lunak Statistical Package for Social Sciences (SPSS) digunakan untuk melakukan semua analisis statistik. Kecuali dinyatakan lain,

Data dinyatakan sebagai mean ± standar deviasi. Kecuali disebutkan lain

Signifikansi statistic didefinisikan sebagai <0,05.𝑃

Page 12: Jurnal Reading

demografi dan data operasi subjectGrup SLIPA (n=40) I-gel (n=40) Nilai P

Umur, tahun 47,15±19 39.5±13,59 0,460

Jenis kelami (M:F) 18/22 13/27 0,251

Tinggi, cm 167±8,0 165,6±9,2 0,324

Berat, kg 76,95±13,41 75,50±14,75 0,509

Status ASA (I/II/III) 19/13/8 29/9/2 0.168

Lama operasi, menit 35,0±15.76 27,4±9,98 0,021

Jenis operasi      

Operasi umum 9 7  

Gynecology 21 22  

Urologi 7 11  

Oftamology 3 0  

Page 13: Jurnal Reading

Grup SLIPA (n=42) I-gel (n=40) Nilai P

Nomor percobaan insersi

Percobaan pertam Percobaan kedua Gagal untuk insersiAngka keberhasilan keseluruhan 

      P<0,02

40 (95,2%) 36 (90,0%)

2 (4,8 %) 2 (5,0 %)

0 (0%) 2 (5,0 %)

42 (100%) 38 (95,0%)

Kemudahan untuk insersi      

Mudah, n (%)

Agak sulit, n(%)

Sangat sulit, n(%)

Tidak bisa, n (%)

37 (88,1%) 32 (80,0%)   P<0,001

3 (7,1%) 4 (10,0%)

2 (4,8%) 2 (5,0%)

0 (0%) 2 (5,0 %)

Page 14: Jurnal Reading

Grup SLIPA (n=42) I-gel (n=40) Nilai P

tekanan segel Oropharyngeal, cmH2O 28,76±3,11 25,92±3,65 0,001

Waktu insersi, s 11,19 ± 3,03 15,05±6,37 0,003

Ukuran alat bantu napas supragloti yang dipakai

     

SLIPA (49/51/53/55/57), n

I-gel (3/4/5), n

2/9/12/7 -  

- 7/23/8  

Page 15: Jurnal Reading

Grup SLIPA (n=42) I-gel (n=40) Nilai P

SpO2 (%)      

Sebelum induksi anestesi Sebelum alat diinsersi 1 menit sesudah insersi 5 menit sesudah insersi 10 menit sesudah insersi 2 menit sesudah alat dilepas

97,3± 1,73 98,0±1,52 p> 0,05

98,52±1,48 97.05±2,31 p> 0,05

98,14± 1,53 97,92±1,36 p> 0,05

99,14± 0,98 99,05±0,84 p> 0,05

99,12±0,89 99,03±0,82 p> 0,05

96,64±1,55 96,08±2,05 p> 0,05

EtCO2 (mmHg) 15 menit sesudah insersi alat

     

36,6±4,1 35,8 ±2,7 p> 0,05

Page 16: Jurnal Reading

  SLIPA (n=42) I-gel (n=40) Nilai P

Darah pada SAD, n (%) 8(19,0%) 5(13,2%) P< 0,01

Nyeri tenggorokan, n (%)      

1 jam sesudah alat dilepas 8 jam sesudah alat dilepas

3 (71%) 6(15,8%) P> 0,05

0 (0%) 2 (5,35) P> 0,05

Nyeri menelan, n (%)      

1 jam sesudah alat dilepas 8 jam sesudah alat dilepas

1 (2,4%) 2(5,3%) P> 0,05

0 (0%) 2(5,3%) P> 0,05

Serak, n(%) 0 (0%) 0 (0%) P> 0,05

Page 17: Jurnal Reading

alat SLIPA dan I-gel mudah dimasukkan dengan tingkat keberhasilan tinggi masing-masing 100% dan 95%

I-gel lebih sulit untuk dimasukan daripada SLIPA

Insersi I-gel tidak berhasil pada 2 subjek tetapi berhasil dengan SLIPA

Page 18: Jurnal Reading

Trivedi dan Patil [25] Mereka membandingkan I gel dengan Proseal Laryngeal Mask(PLMA) pada 60 I-gel berhasil dimasukan pada percobaan pertama pada 26 pasien (86,7%) dan pada usaha kedua pada 2 pasien (keberhasilan keseluruhan = 93,3%). Sisa 2 pasien (6,7%) memerlukan insersi pipa endotrakeal

Page 19: Jurnal Reading

Kesulitan penyisipan I-gel berasal dari jalur penyisipan yang harus diambil. SAD harus melewati gigi dan lidah, memaksa ahli anestesi untuk mengambil pendekatan insersi yang sedikit keluar dari garis tengah

Page 20: Jurnal Reading

OSP yang diperoleh dengan SLIPA lebih tinggi (28,76 ± 3,11 cmH2O) daripada yang diperoleh dengan I-gel (25,92 ± 3,65 cmH2O, = 0,001𝑃

Perbedaan ini signifikan secara statistik dan menunjukkan bahwa SLIPA menyediakan jalan napas yang lebih efektif untuk ventilasi tekanan positif

Page 21: Jurnal Reading

Perbedaan OSP antara studi mungkin disebabkan karena penggunaan dari relaksan otot sebelum insersi alat bantu jalan nafas

Relaksan otot menekan refleks sehingga lebih mudah untuk memasukan alat bantu jalan nafas dan memperpendek waktu insersi

Page 22: Jurnal Reading

secara rata-rata, waktu insersi SLIPA lebih pendek dari waktu insersi I-gel.

Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan waktu insersi yang lebih pendek dengan SLIPA daripada dengan Softseal LMA

Sebaliknya, Choi et al. [30] menemukan bahwa insersi SLIPA berlangsung lebih lama dan lebih sulit dari insersi PLMA

Page 23: Jurnal Reading

Para penulis mengaitkan temuan mereka dengan kurang pengalaman dengan alat SLIPA dan kesulitan dalam memilih ukuran alat yang tepat

Dalam penelitian ini ahli anestesi memasukkan alat bantu jalan nafas supraglotis memiliki pengalaman yang berbeda dengan penggunaan SLIPA serta dengan I-gel.

Page 24: Jurnal Reading

Penemuan bercak darah lebih sering pada SLIPA (19%) dibandingkan dengan I-gel (13%),

Puri et al. [35] membandingkan SLIPA dan LMA klasik pada 100 pasien dan menunjukkan bahwa pewarnaan darah lebih sering dikaitkan dengan SLIPA (40%)

Page 25: Jurnal Reading

Kekakuan SLIPA, terutama kekakuan ujungnya, mungkin menyebabkan berkas darah

Material I-gel yang lebih lunak [20] mungkin tidak menyebabkan cedera pada lingual dan nervus laringeus rekuren

Page 26: Jurnal Reading

Stabilitas parameter hemodinamik setelah insersi SAD dan seluruh prosedur bedah adalah sebanding antara kelompok SLIPA dan I-gel.

tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua kelompok dalam hal SpO2 atau EtCO2 sepanjang durasi operasi

Page 27: Jurnal Reading

Atef et al. [29] juga melaporkan stabilitas hemodinamik baik dengan alat LMA dan I-gel, dengan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok.

Jindal et al. [14] meneliti perubahan hemodinamik selama insersi LMA, SLIPA, atau I-gel pada 75 pasien dewasa. Mereka menemukan tidak ada perubahan signifikan dalam HR atau perbedaan diantara kelompok SLIPA dan I-gel

Page 28: Jurnal Reading

Stabilitas hemodinamik mungkin dihasilkan dari tidak adanya penggunaan laringoskop selama insersi SAD.

tidak adanya cuff pada alat SLIPA dan I-gel bisa memainkan peran besar dalam mempertahankan respon hemodinamik

Page 29: Jurnal Reading

Kesimpulannya, insersi SLIPA lebih mudah dan lebih cepat dibanding insersi I-gel. SLIPA juga menyediakan tekanan penyegelan jalan nafas yang lebih tinggi

Namun, alat ini dikaitkan dengan insidensi yang lebih tinggi dari pewarnaan darah dibanding SAD lainnya

Kedua alat yang diteliti di sini memiliki karakteristik oksigenasi dan ventilasi mekanik yang sama dan menyebabkan stabilitas hemodinamik pasien yang sebanding

Page 30: Jurnal Reading

Karena insersinya yang cepat dan kualitas penyegelan jalan nafas yang tinggi, SLIPA adalah alternatif SAD yang efektif

Page 31: Jurnal Reading

[1] K. H. Lee, E. S. Kang, J. W. Jung, J. H. Park, and Y. G. Choi, “Use of the i-gel supraglottic airway device in a patient with subglottic stenosis—a case report,” Korean Journal of Anesthesiology, vol. 65, no. 3, pp. 254–256, 2013.[2] R. Ueki, N. Komasawa, K. Nishimoto, T. Sugi, M. Hirose, and Y. Kaminoh, “Utility of the Aintree Intubation Catheter in fiberoptic tracheal intubation through the three types of intubating supraglottic airways: a manikin simulation study,” Journal of Anesthesia, vol. 28, no. 3, pp. 363–367, 2014.[3] C. Gruber, S. Nabecker, P. Wohlfarth et al., “Evaluation of airway management associated hands-off time during cardiopulmonary resuscitation: a randomised manikin followup study,” Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine, vol. 21, article 10, 2013.[4] A. S. Sardi, M. Britto, and J. Rangel, “Comparison of postoperative throat and neck complaints after the use of the i-gel versus the traditional laryngeal mask,” Open Journal of Anesthesiology, vol. 3, no. 4, pp. 233–236, 2013.[5] S.-K. Oh, B. G. Lim, H. Kim, and S. H. Lim, “Comparison of the clinical effectiveness between the streamlined liner of pharyngeal airway (SLIPA) and the laryngeal mask airway by novice personnel,” Korean Journal of Anesthesiology, vol. 63, no. 2, pp. 136–141, 2012.

Page 32: Jurnal Reading

B. Gibbison, T. M. Cook, and C. Seller, “Case series: protection from aspiration and failure of protection from aspiration with the i-gel airway,” British Journal of Anaesthesia, vol. 100, no. 3, pp. 415–417, 2008.[7] D. M. Miller, “A proposed classification and scoring system for supraglottic sealing airways: a brief review,” Anesthesia andAnalgesia, vol. 99, no. 5, pp. 1553–1559, 2004. [8] J. Singh, M. K. Yadav, S. B. Marahatta, and B. L. Shrestha, “Randomized crossover comparison of the laryngeal mask airway classic with i-gel laryngeal mask airway in the management of difficult airway in post burn neck contracture patients,” Indian Journal of Anaesthesia, vol. 56, no. 4, pp. 348–352, 2012.[9] J. J. Gatward, T. M. Cook, C. Seller et al., “Evaluation of the size 4 i-gel airway in one hundred non-paralysed patients,” Anaesthesia, vol. 63, no. 10, pp. 1124–1130, 2008.[10] A. Foucher-Lezla, T. Lehousse, J. P. Monrigal, J. C. Granry, and L. Beydon, “Fibreoptic assessment of laryngeal positioningof the paediatric supraglottic airway device i-gel,” European Journal of Anaesthesiology, vol. 30, no. 7, pp. 441–442, 2013.[11] K. Luba and T. W. Cutter, “Supraglottic airway devices in the ambulatory setting,” Anesthesiology Clinics, vol. 28, no. 2, pp. 295–314, 2010. [12] I. Abd Rahman, Y. Nurlia, W. Wan Rahiza, K. Esa, M. Nadia, and A. Raha, “Comparison between the use of LMA and SLIPA in patients undergoing minor surgeries,” Journal of Surgical Academia, vol. 2, pp. 8–13, 2012.[13] D. M. Miller and L. Camporota, “Advantage of ProSeal and SLIPA airways over tracheal tubes for gynecological laparoscopies,” Canadian Journal of Anesthesia, vol. 53, no. 2, pp. 188–193, 2006.[14] P. Jindal, A. Rizvi, and J. P. Sharma, “Is I-gel a new revolution among supraglottic airway devices?—a comparative evaluation,,” Middle East Journal of Anesthesiology, vol. 20, no. 1, pp. 53–58, 2009.[15] S. G. Russo, S. Cremer, C. Eich et al., “Magnetic resonance imaging study of the in vivo position of the extraglottic airway devices i-gel andLMA-Supreme in anaesthetized human volunteers,” British Journal of Anaesthesia, vol. 109, no. 6, pp. 996–1004, 2012.[16] K. M. Jackson and T. M. Cook, “Evaluation of four airway trainingmanikins as patient simulators for the insertion of eight types of supraglottic airway devices,” Anaesthesia, vol. 62, no. 4,pp. 388–393, 2007.[17] K. El-Radaideh, Z. Amarin, Y. Rashdan, D. Rabadi,W. Khraise, and M. Omari, “The perilaryngeal airway and the laryngeal tube in short ophthalmic procedures in adults: a prospective randomized comparative study,” Journal ofAnesthesia&Clinical Research, vol. 2, article 170, 2011.[18] M. Roberts, M. Mani, A. Wilkes, E. Flavell, and N. Goodwin, “A randomised crossover study comparing the disposable laryngealmask airway Supreme with the laryngealmask airway Proseal in unparalysed anaesthetised patients,” The Internet Journal of Anesthesiology, vol. 30, no. 2, 2012.[19] M. Lange, T. Smul, P. Zimmermann, R. Kohlenberger, N. Roewer, and F. Kehl, “The effectiveness and patient comfort of the novel streamlined pharynx airway liner (SLIPA) compared with the conventional laryngeal mask airway in ophthalmic surgery,” Anesthesia & Analgesia, vol. 104, no. 2, pp. 431–434,2007

Page 33: Jurnal Reading