Jurnal Reading interna

21
JURNAL READING RESPON ERITROPOIETIK DAN EFEKNYA PADA PENYAKIT GINJAL DAN DIABETES TIPE 2 Disusun oleh: Udtiek Muncar Praevia 012096039 Pembimbing: dr. Rahmi Dewi, SpPD

description

jurnal reading stase interna

Transcript of Jurnal Reading interna

Page 1: Jurnal Reading interna

JURNAL READING

RESPON ERITROPOIETIK DAN EFEKNYA PADA PENYAKIT GINJAL DAN DIABETES TIPE 2

Disusun oleh:

Udtiek Muncar Praevia

012096039

Pembimbing:

dr. Rahmi Dewi, SpPD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANGRSUD DR. ADHYATMA TUGUREJO

SEMARANG2013

Page 2: Jurnal Reading interna

HALAMAN PENGESAHAN

JURNAL READING

RESPON ERITROPOIETIK DAN EFEKNYA PADA PENYAKIT GINJAL DAN DIABETES TIPE 2

Disusun oleh:

Udtiek Muncar Praevia

012096039

Telah dipresentasikan pada tanggal November 2012

Pembimbing :

dr. Rahmi Dewi, SpPD

Page 3: Jurnal Reading interna

RESPON ERITROPOIETIK DAN EFEKNYA PADA PENYAKIT GINJAL DAN DIABETES TIPE 2

ABSTRAK

LATAR BELAKANG

Percobaan tanpa control pemberian placebo dengan agen penstimulasi eritropoisis

(APE) membandingkan target hemoglobin yang lebih rendah dan lebih tinggi

pada pasien dengan penyakit ginjal kronik mengindikasikan target pada

hemoglobin yang lebih rendah dapat menghindarkan resiko yang berhubungan

dengan APE. Strategi berdasarkan target dikacaukan oleh respon hematopoitik

individual pasien.

METODE

Kami memeriksa hubungan antara respon awal hemoglobin pada darbepoetin alfa

setelah dua dosis bedasar berat badan, level hemoglobin tercapai setelah 4

minggu, dosis lanjutan dosis darbepoetin alfa dan hasilnya pada 1872 pasien

dengan penyakit ginjal kronis dan DM tipe 2 yang tidak menjalani dialisa. Kami

menetapkan respon inisial yang jelek pada darbepoetin alfa (yang terjadi pada 471

pasien) sebagai kuartil terendah pada perubahan level hemoglobin (<2%) setelah

dua pemberian pertama dosis standar obat.

HASIL

Pasien yang mempunyai respon inisial yang jelek pada darbepoetin alfa memiliki

rata-rata level hemoglobin yang lebih rendah dan saat follow-up pada pasien

dengan respon hemoglobin yang baik (perubahan level hemoglobin antara 2-15%

atau lebih) (p< 0,001 untuk kedua perbandingan), meskipun menerima dosis

darbepoetin alfa yang lebih tinggi (dosis median 232 µg vs 167 µg; p<0,001).

Pasien dengan respon jelek dibandingkan dengan respon baik, memiliki tingkat

komposit titik akhir kardiovaskuler yang lebih tinggi (rasio bahaya yang

disesuaikan, 1.31; 95% interval kepercayaan (IK) 1.09 – 1,59) atau kematian

( rasio bahaya yang disesuaikan, 1.41; 95% IK, 1.12-1.78).

Page 4: Jurnal Reading interna

KESIMPULAN

Respon inisial hematopoitik yang jelek terhadap darbepoetin alfa berhubungan

dengan peningkatan resiko berkelanjutan seperti kematian atau penyakit

kardiovaskuler dimana dosis ditingkatkan untuk mencapai level hemoglobin.

Walaupun mekanisme efek yang berlainan ini belum diketahui, penemuan ini

mengundang ketertarikan tentang strategi berdasar target saat ini untuk mengatasi

anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.

Page 5: Jurnal Reading interna

Agen penstimulasi eritropoisis (APE) telah dipercaya untuk mengurangi

kebutuhan transfusi darah merah dan memperbaiki kualitas hidup pasien dengan

penyakit ginjal stadium akhir yang memiliki anemia berat. Pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis yang tidak menjalani dialysis dan memiliki anemia sedang,

APE tetap member efek, walau bukti manfaat yang sedikit dan peningkatan

ketertarikann bahwa agen ini dapat membahayakan. Percobaan dengan

membandingkan hemoglobin target level hemoglobin yang lebih rendah dan lebih

tinggi telah diintepretasikan bahwa target pada tingkat hemoglobin yang lebih

rendah lebih aman pada pasien ini, menurut rekomendassi untuk penggunaan

berulang APE pada pasien dengan penyakit ginjal kronis yang tidak menjalani

dialysis tapi dengan target hemoglobin yang lebih rendah.

Walaupun anemia telah dihubungkan dengan peningkatan kematian dan

komplikasi pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani dialisis dan yang

tidak menjalani dialysis, penurunan respon hematopoitik pada APE juga telah

dihubungkan dengan peningkatan resiko efek samping. Pada pasien yang

menjalani dialysis, resiko kematian menunjukkan berhubungan terbalik dengan

respon baik terhadap APE. Sayangnya, data seperti itu telah dikacaukan oleh fakta

bahwa pasien dengan respon jelek terhadap penerimaan APE meningkatkan dosis

obat oleh dosis target buatan.

Pada percobaan yang telah dilaporkan pada Penurunan Kejadian Krdiovaskular

dengan Aranesp Therapy (TREAT), kami memeriksa efek darbepoetin alfa

(Aranesp, Amgen) pada pasien anemia, diabetes dan penyakit ginjal kronis yang

tidak menjalani dialysis. Kami menemukan tidak ada penurunan resiko

kardiovaskular atau ginjal atau kematian pada pasien yang menerima darbepoetin

alfa dibandingkan dengan yang menerima placebo, namun kami menemukan

setidaknya dua kali lipat resiko stroke. Kami menggunakan data tersebut untuk

memeriksa hubungan antara respon terhadap APE, tercapainya level hemoglobin

dan hasilnya pada pasien dengan penyakit ginjal kronis dan diabetes tipe 2.

Page 6: Jurnal Reading interna

METODE

Desain studi dan pasien

Studi pada TREAT dirandomisasi, double blind, percobaan dengan placebo

dilakukan pada 623 tempat di 24 negara dari 25 Agustus 2004 hingga 28 Maret

2009.

Pasien yang termasuk dalam percobaan memiliki DM tipe 2 dan penyakit ginjal

kronis (ditetapkan sebagai estimasi Laju Filtrasi Ginjal [LFG] 20-60 ml per menit

per 1.73 m2 area permukaan tubuh) dan anemia (ditetapkan level hemoglobin ≤

11.0 g per desiliter) dan tidak menjalani dialysis. Criteria inklusi dan ekslusi dan

hasil keseluruhan telah dilaporkan sebelumnya. Ulasan institusional atau komite

etik pada setiap tempat menerima perjanjian.penelitian ini dilakukan sesuai

dengan protocol yang sebagaimana telah diubah. Seluruh pasien dimintai inform

konsen tertulis.

Pasien secara acak diberi darbepoetin alfa subkutan atau placebo. Dosis inisial

darbepoetin alfa adalah 0.75 µg per kilogram berat badan dan diulang setelah 2

minggu bila nilai hemoglobin tidak melebihi 14 g/dc. Alat point of care

digunakan untuk memonitor level hemoglobin dan setelah 1 bulan, alogaritma

computer digunakan untuk menetapkan dosis selanjutnya untuk mencapai dan

mempertahankan level hemoglobin sekitar 13.0 g/dc pada kelompok yang diberi

darbepoetin alfa, dengan pengobatan yang ditetapkan setiap 2 minggu hingga

level hemoglobin tercapai lalu penambahan dosis lanjutan tiap bulannya. Pasien

pada kelompok placebo menerima injeksi placebo kecuali bila kadar hemoglobin

mereka dibawah 9.0 g/dc, diberikan terapi darbepoetin alfa hingga level

hemoglobin mencapai 9.0 g/dc.

Untuk analisis ini, kami membagi kelompok pasien yang diberi darbepoetin alfa

pada kuartil pada dasar perubahan presentase level hemoglobin setelah 4 minggu

pertama terapi (setelah pemberian dua dosis darbopoetin alfa berdasar berat

badan). diantara 4038 pasien yang diacak (2012 pada grup darbopoetin alfa dan

2026 pda grup plasebo), kami mengeksklusi pasien yang tidak menerima dua

Page 7: Jurnal Reading interna

dosis pertama saat periode ini (60 pada kelompok darbopoetin alfa dan 63 pada

kelompok plasebo), yang mengalami komplikasi kardiovaskular (masing-masing

12 dan 25) dan yang mengalami perubahan level hemoglobin setelah 4 minggu

yang tidak diketahui (masing-masing 68 dan 49). sisanya, 1872 pasien kelompok

darbopoetin alfa dan 1889 kelompok plasebo yang menerrima dua dosis pertama,

yang tidak memiliki efek klinis dan dilakukan pengukuraan hemoglobin setelah 4

minggu.

Definisi Respon Jelek

pasien dengan perubahan kuartil terjelek pada level hemoglobin (<2%) pada

kelompok darbopoetin alfa setelah bulan pertama dianggap memiliki respon yang

jelek, dibandingkan yang pada kuartil tiga teratas perubahan level hemoglobin (2-

15% atau lebih). Pada tiap kuartil, kami menilai level hemoglobin rata-rata pada

12 minggu (fase awal) dan dosis rata-rata darbopoetin alfa yang pasien terima

tepat sebelum minggu ke 12, seperti level hemoglobin rata-rata pada fase akhir

(setelah 12 minggu) dan dosis rata-rata darbopoetin alfa yang diterima setelah 12

minggu.

Pengukuran Hasil

Titik akhir analisis diputuskan dengan komite titik akhir klinis mandiri yang yang

anggotannyya tidak mengetahui bagaimana cara kerjanya, dosis darbepoetin alfa

dan nilai hemoglobin atau hematokrit. Titik akhir ini termasuk kematian karena

berbagai sebab, titik akhir komplikasi kematian akibat kardiovaskular karena

berbagai hal atau kejadian kardiovaskular (infark miokard nonfatal, gagal jantung

kongestif, stroke atau miokard iskemia) dan stroke yang fatal maupun yang tidak

fatal. Kami juga membandingkan perbedaan dari paduan selama 25 minggu antara

pasien dengan respon jelek dan respon baik,menggunakan dasar keluaran pasien

yang dilaporkan, nilai di Penilaian Fungsional Terapi Kanker (FACT)- Skala

Kelelahan ( antara 0 sampai 52, dengan skor yang lebih tinggi mengindikasikan

kelelahan yang kurang).

Page 8: Jurnal Reading interna

Kesalahan Studi

Studi dirancang oleh komite pengatur akademik yang berhubungan dengan

sponsor, Amgen. Sponsor tidak terlibat dalam analisis awal data tapi secara

berkelanjutan memeriksa hasilnya. Rancangan awal manuskrip ditulis oleh

pemimpin penulis akademik dan diedit oleh semua pembantu penulis yang

menjamin kelengkapan dan keakuratan dara dan analisis. Keputusan

mempublikasikan manuskrip dibuat oleh penulis akademik.

Analisis Statistik

Kami memeriksa perbandingan antar respon kuartil grup untuk karakter acuan

menggunakan kruskal-wallis untuk variable yang berkelanjutan dan chi square

untuk variable kategoris. Kami memeriksa perbedaan level hemoglobin antar

kelompok dengan t-test dan membandingkan dosis darbepoetin alfa yang diterima

dimana yang tidak terdistribusi normal akan di tes dengan wilcoxon. Tingkat efek

untuk seluruh titik akhir ditentukan untuk tiap kuartil respon hemoglobin dan

perbandingan pada kelompok placebo. Kami menggunakan desain kohort

perspekrif dalam kelompok darbepoetin alfa untuk membandingkan resiko pada

pasien yang memiliki respon awal hemoglobin yang jelek dengan sisanya pasien

di kelompok model sebanding Cox, dengan kesesuaian 12 acuan kovariat,

termasuk usia, jenis kelamin, ras,riwayat penyakit kardiovaskular, rasio protein

kreatinin, LFG, level albumin, riwayat aritmia, level glikasi hemoglobin, level

hemoglobin, riwayat neuropati diabetic dan level protein C reaktif (PCR). Kami

menetapkan apakah kovariat acuan dapat memperjelas respon jelek dengan

memeriksa nilai prediksi 92 acuan kovariat dan memeriksa nilai incremental

pengukuran langsung respon hemoglobin pada keluaran terprediksi.

Nilai disajikan sebagai rata-rata kecuali dinyatakan. Level dua sisi yang signifikan

dari 0,05 digunakan untuk seluruh analisis dan nilai p untuk perbedaan

karakteristik acuan tidak disesuaikan dengan multiplisitas.

Page 9: Jurnal Reading interna

HASIL

Pasien

Perubahan presentase pada level hemoglobin sebagai respon dua dosis

darbepoetin alfa sesuai berat badan pertama tidak secara normal didistribusikan.

Pasien pada kuartil terendah respon hemoglobin pada dua dosis awal darbepoetin

alfa berdasar berat badan memiliki menurunan median level hemoglobin 0.2 g/dc

(range interkuartil, -0.7 sampai 0.0) dan dianggap memiliki respon awal yang

jelek. Pasien dengan respon awal yang jelek banyak terjadi pada wanita, memiliki

riwayat penyakit kardiovaskuler, mendapatkan terapi antagonis aldosteron dan

memiliki level potassium serum yang rendah dan memiliko level PCR yang tinggi

daripada pasien dengan respon yang lebih baik. Level saturasi feritin dan

transferin lebih rendah pada pasien dengan respon awal yang jelek. Pada pasien

ini, merokok tidak terlalu berpengaruh dan indeks massa tubuh sedikit lebih tinggi

daripada pada pasien dengan respon awal yang baik. Penentu lain yang penting

sama diantara kuartil-kuartil.

Hemoglobin pada 12 Minggu

Pada pasien yang diberi darbepoetin alfa, dosis yang diterima selama 5 sampai 12

minggu secara terbalik berhubungan pada peningkatan level hemoglobin selama 4

minggu pertama (p<0.001). Setelah dua peluang peningkatan dosis potensial, rata-

rata level hemoglobin tercapai pada 12 minggu masih lebih rendah diantara pasien

dengan respon awal yang jelek (p<0.001). Demikian pula, dosis bulanan rata-rata

darbepoetin alfa setelah 12 minggu dan sepanjang sisa percobaan secara

berkelanjutan lebih tinggi diantara pasien dengan respon awal yang jelek (dosis

median, 232 µg; range interkuartil, 126 sampai 390) daripada diantara yang

memiliki respon awal yang baik (167 µg; range interkuartil, 95 sampai 310;

p<0.001). Level hemoglobin rata-rata setelah 12 minggu tetap lebih rendah pada

pasien dengan respon awal yang buruk dari pada pada yang mempunyai respon

awal yang baik (12.2±0.9 vs 12.4±0.7, p<0.001). Tidak ada perbedaan signifikan

antara pemberian besi intravena pada acuan, prosentasi pasien yang menerima

Page 10: Jurnal Reading interna

besi intravena selama 12 minggu pertama terapi atau selama percobaan, waktu

penggunaan besi intravena atau jumlah besi intravena yang diberikan. Prosentasi

pasien yang menerima transfuse darah merah tidak membedakan antara kedua

kelompok.

Respon terhadap APE dan Hasil

Pasien dengan respon awal jelek memiliki tingkat kematian karena komplikasi

kardiovaskuler dan kematian karena sebab apapun daripada pasien dengan respon

yang baik. Pada model dengan variable beragam disesuaikan dengan 12 acuan

kovariat berhubungan dengan hasil, pasien dengan sepon awal yang jelek lebih

beresiko terkena penyakit kardiovaskuler (rasio bahaya, 1.31; 95% intervak

kepercayaan [IK]], 1.09 sampai 1.59) dan kematian (rasio bahaya, 1.41; 95% IK,

1.12 sampai 1.78) selama perlakuan daripada pada pasien dengan respon yang

baik. Pasien dengan respon awal yang jelek memiliki peningkatan hemoglobin

yang paling lambat selama periode ini dan tingkat keseluruhan peningkatan

hemoglobin selama 12 minggu pertama secara terbalik berhubungan dengan efek

hasil.

Sebagai perbandingan, tingkat kejadian komplikasi kardiovaskuler dan kematian

karena bebagai sebab juga lebih tinggi pada pasien dengan respon awal yang jelek

daripada pasien pada kelompok placebo, tapi tingkat efek pasien dengan respon

yang lebih baik sama seoerti pasien yang diberi placebo. Kebalikannya, efek

stroke sama pada kedua kelompok respon tapi lebih tinggi pada kedua kelompok

dibandingkan kelompok placebo. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada

perubahan FACT-skor kelelahan pada 25 minggu diantara pasien dengan respon

yang jelek dan respon yang baik (4.2±10.8 vs 4.3±10.6, P=0,86).

Kemampuan untuk memprediksi respon awal yang jelek dari model

menggabungkan 92 karakter acuan yang terbatas. Ukuran langsung terhadap

respon awal yang jelek menyediakan nilai incremental dibandingkan kovariat

acuan pada prediksi hasil, dengan perbaikan model prediksi untuk hasil

Page 11: Jurnal Reading interna

komplikasi kardiovaskuler 7% (95% IK, 2 sampai 11) dan perbaikan model

prediksi untuk kematian 7% (95% IK, 2 sampai 12).

DISKUSI

Respon hemoglobin yang jelek pada dua dosis berdasarkan berat badan pertama

darbepoetin alfa selama minggu keempat pertama terapi dihubungkan dengan

peningkatan yang berkelanjutan dari efek kardiovaskular dan kematian karena

berbagai sebab. Kemudian, pasien dengan dengan respon awal yang jelek menurut

protocol menerima dosis darbepoetin alfa yang lebih tinggi melalui percobaan dan

memiliki nilai hemoglobin yang lebih rendah dari pasien yang memiliki respon

awal yang baik. Pasien dengan respon awal yang jelek memiliki efek

berkelanjutan yang lebih tinggi dari yang memiliki respon awal yang baik dan dari

kelompok placebo.

Data ini memperdalam observasi sebelumnya mengenai nilai prognosis dari

respon awal APE yang jelek pada beberapa jalur. Pertama, definisi kami terhadap

respon awal yang jelek berdasarkan dosis tetap APE berdasar berat badan pada

pasien yang tidak menerima terapi APE pada saat pengacakan, dimana pada studi

sebelumnya termasuk studi hematokrit, responnya diperiksa berdasar dosis dasar

yang telah ditentukan berdasar respon pasien terhadap obat sebelumnya.

Pemakaian dosis tetap berdasarkan berat badan sebagai respon definisi

operasional menghindarkan bias pada respon sebelumnya, dimana dosis APE

secara progresif meningkat mencapai level hemoglobin target. Kedua, kebanyakan

data respon APE muncul dari populasi dialysis. Studi kami meluas pada pasien

dengan penyakit ginjal kronis yang tidak menjalani dialysis. Akhirnya, studi ini

mempunyai follow-up jangka panjang, hal penting yang perlu disadari untuk

pengobatan adalah digunakan tanpa batas waktu setalah dimula dan termasuk titik

akhir yang diputuskan selain kematian. Definisi operasional kami terhadap respon

awal yang jelek didukng oleh perubahan yang terdistribusi normal pada

hemoglobin selama periode awal dan oleh analisis sensitive yang menunjukkan

Page 12: Jurnal Reading interna

adanya ambang efek dari 20 sampai 30%. Definisi simple ini tidak membutuhkan

asumsi utama tentang titik potong respon.

Sejumlah factor dapat berkontribusi untuk memperluas respon hematopoitik pada

APE. Defisiensi besi absolute atau fungsional dapat berhubungan dengan

perdarahan, penurunan absorpsi besi atau pelepasan besi yang terganggu. Kami

mengobservasi saturasi transferin dan level feritin yang rendah pada pasien yang

memiliki respon awal yang jelek dari pada yang memiliki respon awal yang baik

dengan substansi tumpang tindih antar kelompok dan tidak memiliki perbedaan

yang signifikan antar kelompok dalam banyaknya proporsi pasien menerima besi

intravena dan jumlah besi intravena yang diterima. Resistensi terhadap terapi APE

dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi, kekurangan folat atau vitamin B12,

hiperparatiroid, hemolisis, hemoglobinopati atau kerusakan primer sumsum tulang

(aplasia sel darah merah murni) atau respon pada obat tertentu. Hubungan yang

lemah antara respon awal yang jelek dan level protein-C reaktif menyatakan factor

inflamasi berkontribusi pada respon awal yang jelek. Kami tidak mengobservasi

perbedaan level platelet dasar pada pasien dengan respon awal yang buruk seperti

yang telah terlihat pada pasien yang menjalani dialisis. Analisis tambahan

dibutuhkan untuk menentukan mekanisme respon kurang yang spesifik pada

pasien di studi kami.

Seperti yang terlihat bahwa respon awal yang jelek terhadap pengobatan APE

pada populasi ini mewakili marker untuk keparahan penyakit. Namun,

kemampuan kami untuk memprediksi respon awal yang jelek dari karakteristik

acuan terbatas, menyarankan pengukuran acuan yang tersedia tidak secara

lengkap menunjukkan factor yang berkontribusi terhadap respon awal yang jelek.

Pengukuran respon hemoglobin menunjukkan nilai incremental pada menebak

hasil diatas pengukuran acuan dasar, menunjukkan bahwa pengukuran sederhana

ini dapat memiliki nilai klinis.

Pencapaian berdasar target dalam studi kami menurut strategi berdasar target yang

telah secara klinis digunakan untuk mengobati anemia pada pasien dengan

Page 13: Jurnal Reading interna

penyakit ginjal kronis yang mengalami penurunan respon awal, dengan dosis

darbepoetin alfa yang lebih tinggi digunakan untuk mencapai level hemoglobin.

Walaupun pasien dengan respon awal yang paling jelek menerima dosis rata-rata

tertinggi darbepoetin alfa dan memiliki tingkat efek yang tertinggi, ini tidak

mungkin dengan data yang ada untuk menentukan apakah peningkatan resiko ini

adalah karena peningkatan dosis. Pada dasar data ini, potensi penggunaan dosis

percobaan APE dapat menjadi strategi yang masuk akal pada percobaan

selanjutnya. Sebagai catatan, peningkatan level hemoglobin tidak berhubungan

dengan resiko yang lebih besar, masalah yang muncul sebelumnya. Tentu saja,

pasien dengan peningkatan hemoglobin terbanyak selama awal bulan terapi

memiliki resiko efek terendah.

Percobaan acak sebelumnya terhadap APE menguji berbagai target hemoglobin

menyatakan bahwa target yang lebih tinggi (> 13.5 g/dc) dihubungakn dengan

peningkatan efek kardiovaskular , dibandingkan pada target uang lebih rendah

lebih aman, dimana mengambil dari acuan pengobatan untuk anemia yang

direkomendasikan yaitu < 13 g/dc. Kami menemukan bahwa respon yang panjang

terhadap darbepoetin alfa bervariasi, meski sebuah target hemoglobin pada

kelompok pengobatan; kurangnya respond an tidak tercapinya level hemoglobin

dihubungkan dengan resiko yang paling tinggi. Sejak kebanyakan pasien resiko

tinggi dengan respon awal yang jelek memiliki level hemoglobin dalam batas

target acuan (< 12.5 g/dc), data ini memunculkan pertanyaan apakah target

hemoglobin yang rendah dapat mengurangi resiko potensial terhadap APE.

Kekurangan studi kami adalah ketidakmampuan untuk menentukan apakah terapi

dengan darbepoetin alfa memberikan resiko yang lebih besar pada pasien dengan

respon awal yang jelek atau sebaliknya apakah pasien dengan respon baik

mendapat manfaat dari obat ini. Kami tidak dapat secara langsung

membandingkan resiko antara pasien dengan respon awal yang jelek pada

kelompok pengobatan adan sama juga pada pasien pada kelompok placebo, sejak

kami tidak dapat menentukan pasien mana pada kelompok placebo yang akan

memiliki respon awal yang jelek. Kami juga tidak dapat menentukan apakah

Page 14: Jurnal Reading interna

peningkatan resiko diamati pada pasien dengan respon awal yang jelek adalah

karena factor intrinsik yang menunjukkan keparahan penyakit, subjek bias yang

tak diketahui, hingga peningkatan dosis darbepoetin alfa yang diterima atau

kombinasi factor-faktor ini. Kami juga tidak dapat menyingkirkan hubunganyang

membedakan antara dosisi APE dan hasil pada berbagai populasi pasien atau pada

akhir spectrum hemoglobin yang berbedam yang telah dinyatajan di poluasi

dialysis Medicare. Sejak kami mempelajari pasien dengan penyakit ginjal kronis

dan diabetes yang tidak menjalani dialysis, kami harus lebih hati-hati dalam

mengeneralisasikan penemuan kami pada populasi lain.

Sebagai penutup, kami mengobservasi bahwa pasien dengan penyakit ginjal

kronis, diabetes dan anemia yang tidak menjalani dialysis dan yang memiliki

respon awal yang jelek pada dua dosis darbepoetin alfa memiliki resiko yang lebih

besar untuk terkena efek samping kardiovaskular dan kematian dibandingkan

seluruh pasien yang mendapatkan pengobatan. Level hemoglonin pada pasien

dengan resiko tertinggi ini jauh dari target yang direkomendasikan. Kami tidak

dapat menentukan apakah respon awal yang jelek terhadap APE menyebabkan

pasien mendapatkan efek samping atau karena peningkatan dosis darbepoetin

alfayang diterima. Namun, penemuan ini menimbulkan pertanyaan apakah derajat

respon hematopoitik terhadap terapi APE, dan tidak hanya terhadap level

hemoglobin, harus diperhitungkan dalam penghitungan terapi APE.