Jurnal Reading

25
JURNAL Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan-Kepala Leher RSD dr. Soebandi Jember Oleh: Ragil Muhammad Aristo 10700260 Pembimbing: dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT SMF ILMU KESEHATAN THT-KL

description

ent

Transcript of Jurnal Reading

Page 1: Jurnal Reading

JURNAL

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik

SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan-Kepala Leher

RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:

Ragil Muhammad Aristo

10700260

Pembimbing:

dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT

SMF ILMU KESEHATAN THT-KL

RSD DR. SOEBANDI – FAKULTAS KEDOKTERAN UWKS

2015

Page 2: Jurnal Reading

Rhinology 49: 259-263, 2011

Hidung, Mendengkur dan Sumbatan waktu tidur

BhikKotecha

Royal National Throat, Nose & Ear Hospital, London, United Kingdom

Ringkasan

Mendengkur dan sumbatan waktu tidur keduanya karena sumbatan anatomi

ganda, hidung dan patologi hidung keduanya memberikan kontribusi dalam

beberapa kasus. Makalah ini membahas beberapa isu sekitar masalah dan

membahas peran obat secara singkat dan pelega hidung dan lebih detail implikasi

dari operasi hidung dalam berbagai aspek terkait gangguan pernapasan waktu

tidur (SRBD). Sumbatan hidung mengarah ke pernapasan mulut, yang tidak

menstabilisasi saluran napas bagian atas dan memperburuk SRBD .

Kata kunci : mendengkur , sumbatan waktu tidur , sumbatan hidung , operasi

hidung.

Secara historis, di era Hippocrates ia berpikir bahwa hidung memainkan peran

dalam mendengkur dan menyebabkan susah tidur. Lima tahun lalu , di jurnal ini ,

Rhombaux dkk. diterbitkan sebuah artikel tentang sumbatan hidung dan

dampaknya terhadap gangguan pernapasan waktu tidur. Selanjutnya telah ada

peningkatan produksi dalam jumlah artikel yang dipublikasikan. Meskipun hidung

dan fisiologi tidur serta mekanisme yang berkaitan dengan obstruksi jalan napas

bagian atas tetap secara signifikan tidak berubah, data dan informasi yang

diperoleh dari percobaan medis dan bedah baru-baru ini sangat berguna. Secara

khusus, hasil evaluasi pengobatan lebih obyektif dan berkualitas.

Tidur terkait gangguan pernapasan ( SRBD ) pada dasarnya adalah spektrum yang

terdiri dari berbagai klinis mulai dari mendengkur sederhana atau primer sampai

sumbatan tidur parah. Prevalensi mendengkur pada pria paruh baya sekitar 25-50

Page 3: Jurnal Reading

% , sedangkan OSA mempengaruhi 2 - 4 % dari laki-laki dan 1-2 % dari wanita.

Penggunaan MRI dinamis, analisis akustik, endoskopi dengan sedasi dan rekaman

tekanan faring telah membantu mendirikan fakta bahwa mendengkur dan OSA

menimbulkan sebuah fenomena dimana sumbatan terjadi di naso, oro dan

hipofaring di proporsi berbeda pada pasien yang berbeda. jalur masuk pertama

udara merupakan vestibulum nasi, sehingga hidung dan beberapa patologi hidung

memiliki dampak yang signifikan pada ketidakstabilan dari lumen faring

Berbagai hukum fisika dan teori dinamika yang diperlukan untuk sepenuhnya

menjelaskan hubungan antara aliran udara hidung, sumbatan dan SRBD. sesuai

dengan hukum starling, Bernoulli dan Venturi. teori utama yang diusulkan untuk

menghubungkan sumbatan hidung dan SRBD memiliki 3 komponen utama yaitu

peningkatan sumbatan hidung, pernapasan mulut yang tidak stabil dan gangguan

refleks nasal. Sebagai mekanisme kompensasi refleks sekunder sumbatan hidung,

pernapasan mulut mengakibatkan penyempitan lumen faring, penurunan dimensi

retroglossal sebagai hasil dari retraksi posterior lidah dan peningkatan osilasi dan

getaran dari pallatummolle dan jaringan faring yang berlebihan. pengaruh postur

memiliki peranan dalam meningkatkan resistensi hidung pada posisi berbaring

karena komponen hidrostatik. Hal Ini dapat dijelaskan oleh peningkatan tekanan

vena jugularis. Nitrat oksida juga memiliki peranan untuk memainkan peran

dalam menjaga potensi jalan napas bagian atas dengan bertindak sebagai

aerotransmitter antara hidung dan paru-paru

Secara anatomis, hidung jauh lebih lunak dari pada faring karena memiliki

kerangka yang agak kaku terkecuali katup hidung. Sumbatan hidung yang dialami

pasien bisa disebabkan oleh kelainan struktural ( misalnya deviasi septum nasi ,

pembesaran aliran udara, dan colaps katup nasi) , Penyakit mukosa ( rhinitis ,

sinusitis , poliposis hidung ) atau lebih jarang karena masalah neuromuskular.

sumbatan sekunder dapat menyebabkan tingkat saturasi oksigen berkurang dan

SRBD

Page 4: Jurnal Reading

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa kongesti hidung kronis terkait

dengan mendengkur dan mudah mengantuk pada siang hari. Pada studi

epidemiologi telah mengungkapkan rhinitis alergi mempengaruhi 9-42 % dari

populasi. mekanisme rhinitis alergi tersebut menyebabkan kualitas tidur yang

buruk dan kelelahan pada siang hari tidak sepenuhnya jelas, tetapi diperkirakan

bahwa beberapa faktor yang terlibat itu termasuk berbagai mediator inflamasi ,

yang mungkin memiliki efek langsung pada Pengaturan siklus tidur , sumbatan

hidung , dan perubahan postur dan efek samping dari beberapa antihistamin yang

digunakan sebagai terapy. Sebuah pembelajaran oleh Kohler dkk . telah

membahas masalah ini mengenai sumbatan hidung pada malam hari pada pasien

dengan rinitis kronis , selama tidur .

Untuk mengatasi sumbatan hidung , pilihan pengobatan yang tersedia adalah

medikamentosa, pelega hidung dan tindakan bedah . uji coba klinis telah

dilakukan di semua kategori yang disebutkan di atas tetapi mereka tidak ada

keseragaman dalam hal itu, tidak semua penelitian telah mengukur hasilnya secara

obyektif. Banyak penelitian secara acak , kurang kontrol , dan memiliki responden

sedikit dan periode tindak lanjut yang relatif pendek .

Perawatan medis

Pada pasien dengan rinitis kronis , penyebab utamanya dari resistensi hidung

tinggi karena pembengkakan yang berlebihan dan kendurnya mukosa hidung.

Dalam hal pengobatan konservatif, ini bisa diatasi dengan penggunaan steroid

topikal atau dekongestan simpatomimetik. mekanisme kerja obat tersebut dengan

mengurangi mediator inflamasi atau memiliki efek langsung pada pengurangan

hidung tersumbat, sehingga mengarah ke penurunan resistensi hidung dan

peningkatan kualitas tidur.

Agen farmakologis lain yang digunakan adalah steroid intranasal seperti

budesonide , flunisolide dan fluticasone (berdasarkan tabel 1). obat ini telah

menunjukkan secara signifikan perbaikankan gejala hidung dan kualitas tidur

Page 5: Jurnal Reading

sehingga mengurangi mengantuk pada siang hari. hanya satu Penelitian, Namun ,

telah menunjukkan sedikit penurunan apnoe-hypopnoea indeks (AHI) dengan

fluticasone dibandingkan dengan plasebo. penelitian pada dekongestan seperti

oxymetazoline terbatas dan kurang meyakinkan dalam memperbaiki saat

mendengkur tapi dapat memperbaiki resistensi hidung. Namun, harus

menekankan bahwa dekongestan tersebut hanya direkomendasikan untuk

penggunaan jangka pendek seperti penggunaan berkepanjangan akan

menyebabkan rhinitis medicamentosa .

Pelega hidung

Perangkat ini meningkatkan kemampuan untuk bernapas melalui hidung dengan

melebarkan area katup hidung yang sempit dengan mengurangi resistensi hidung

dan dengan demikian secara teoritis dapat memperbaiki mendengkur. ada dua

pelega hidung yang tersedia : Breath Right® dan Nozovent®. Kedua pelega

hidung ini tercatat dapat memperbaiki keadaan mendengkur pada sejumlah

penelitian, tetapi hanya pada satu penelitian yang dapat memperbaiki parameter

tidur secara objektif. Pelega hidung umumnya tidak dianjurkan pada pasien

dengan OSA tapi mungkin bermanfaat pada pasien pendengkur sederhana dengan

rhinitis dan atau colaps katup hidung. Pada beberapa kasus, tidak memiliki efek

samping dan tidak terlalu mahal sehingga layak untuk percobaan pada pasien

tertentu. jika terjadi perbaikan gejala mungkin lebih bermanfaat bagi pasien

dibandingkan melakukan operasi katup hidung

Tindakan bedah

Operasi hidung biasanya dilakukan untuk mengubah kelainan struktur yang ada

pada pendengkur akibat sumbatan hidung. Selain kelompok ini, ada sekelompok

kecil pasien yang mungkin hadir ke rhinologist untuk intervensi bedah bukan

untuk tujuan terapi kuratif tetapi untuk terapi tambahan untuk memperbaiki

efikasi dari pilihan pengobatan utama seperti penggunaan tekanan positif jalan

nafas hidung (CPAP). Prosedur bedah dilakukan untuk SRBD termasuk

septoplasty, septorhinoplasty, bedah sinus endoskopi fungsional, pengurangan

konka hidung dan operasi katup.

Page 6: Jurnal Reading

penelitian yang diterbitkan pada tahun 80-an dan 90-an, efek septoplasty pada

mendengkur menunjukkan penurunan mendengkur sebanyak 50 - 75%. Dalam

penelitian ini, hasil bedah murni diukur secara subyektif menggunakan kuesioner

atau skala analog visual .

Tabel 1. Penlitian tercontrol secara acak untuk menilai intervensi farmakologis

hidung pada gangguan tidur

penelit

ian

Rancangan

penelitian

pasien Patolo

gi

hidung

intervensi Hasil

objektif

Hasil

subjektif

Kiely

2004

Uji

crossover

RCT(rando

mized

controlled

trial)

10

penden

gkur

sederha

na

(rerata

AHI :

3), 13

pasien

OSA( r

erata

AHI :

26,5)

Rhitis

alergi,

tanpa

deviasi

septu

m

Fluticasone

100 mcg

selama 4

minggu

Rata – rata

AHI

berkurang

pada pasien

yang

menggunak

an

fluticasone

dari 30,3

menjadi

23,0(<

0,001)

Memperb

aiki

kewaspad

aan pada

siang hari

pada

pasien

tanpa

apnu,

bukan

untuk

pasien

OSA

Craig

2005

Uji coba

crossover

acak

42

pasien

yang

dilapork

an

mengan

tuk

pada

Sumba

tan

hidung

subjek

tif

Steroid

nasal

(fluticasone

200

mcg,budes

onide 128

mcg,flunis

olide 200

Pengukuran

hanya pada

kelompok

fluticasone :

tanpa

perubahan

polisomnog

raphy pada

Penngura

ngan

masalah

tidur dan

mengantu

k

Page 7: Jurnal Reading

siang

hari

mcg )

selama 3

minggu

AHI atau

parameter

tidur

lainnya

Mc

Lean

2005

crossover Sepuluh

pasien

OSA

Sumba

tan

hidung

Topical

xylomethaz

oline 0,2

mg 2x

sehari dan

pelega

hidung

Penguranga

n AHI

dalam 12

jam ,

memperbai

ki .. tidur

Tanpa

perbaikan

mengantu

k disiang

hari

Kerr

1992

crossover Sepuluh

pasien

OSA

Sumba

tan

hidung

Topical

xylomethaz

oline

sebelum

tidur dan

pelega

hidung

Tanpa

perubahan

AHI, sedkit

berkurangn

ya episode

aerosol

Perbaikan

kualitas

tidur

Mendengkur dan henti napas saat tidur

penelitian yang lebih baru oleh Virkkula dkk. Menyatakan bahwa mendengkur

tidak dibebaskan dengan operasi hidung meskipun terjadi perubahan resistensi

hidung. Penelitian ini dilakukan pada 40 pasien Finlandia yang mendengkur

dengan melihat hasil obyektif menggunakan rinomanometri , polisomnografi dan

Indeks intensitas mendengkur. Mereka menyimpulkan bahwa waktu mendengkur

dan Intensitas tidak membaik secara signifikan pada pasien mereka . dalam

penelitian Finlandia ini , penelitian dari Korea dan Jepang, yang tampak pada

kelompok etnis yang berbeda mengaku memiliki peningkatan yang signifikan

dalam parameter tidur. Hal ini mungkin tampaknya menjadi kasus jika nilai p

yang terlihat misalnya pengurangan indeks gangguan pernapasan ( RDI ) menurun

dari 39 sebelum operasi sampai 29,4 pasca operasi memberikan nilai p 0,0001

Page 8: Jurnal Reading

seperti yang dilaporkan oleh Kim dkk. tetapi analisis lebih dekat dari Penelitian

mengungkapkan ini tidak sepenuhnya benar, terutama jika kriteria Sher

mengalami penurunan lebih dari 50 % pada RDI atau AHI atau nilai aktual kurang

dari 20 yang diterapkan

Li dkk. Baru-baru ini membahas peran operasi hidung pada pasien mendengkur

dan OSA dari dua perspektif yang berbeda. Pertama , mereka melihat keberhasilan

operasi hidung untuk meringankan mendengkur, dan mencoba untuk

mengidentifikasi faktor-faktor prediktif dan menyimpulkan bahwa ukuran tonsil

mempengaruhi hasil dari operasi hidung akibat mendengkur. Kedua , mereka

memandang penting isu peningkatan kualitas hidup setelah operasi hidung saja

untuk pasien dengan OSA dan sumbatan hidung. Dalam penelitian ini, mereka

mengevaluasi kualitas hidup dengan menggunakan cara umum dan kuesioner

penyakit tertentu. Mereka memanfaatkan survei kesehatan bentuk singkat ( SF

36 ) , survei hasil mendengkur dan survey pemisahan teman tidur . Mereka

menyimpulkan bahwa dengan memperbaiki jalan nafas yang tersumbat, mereka

mampu secara signifikan memperbaiki penyakit tertentu dan kualitas hidup

sehingga peran operasi hidung memiliki peran penting dalam mengobati pasien

ini. Namun, terlepas dari perbaikan secara signifikan dicatat dalam parameter

kualitas hidup, Sayangnya, tidak ada perbaikan yang signifikan secara statistik

pada Data polysomnographic. Kekurangan pada perbaikan yang

didokumentasikan secara obyektif dibagi oleh banyak penelitian lain yang sejenis

termasuk operasi hidung untuk SRBD

Verse dkk. penelitian secara kohort pada 26 pasien di antaranya 19 memiliki OSA

dan sisanya pendengkur sederhana . Berbagai prosedur bedah hidung termasuk

septorhinoplasty, septoplasty , bedah sinus dan operasi katup hidung dilakukan.

mereka menyimpulkan bahwa meskipun operasi hidung meningkat secara

signifikan memperbaiki kualitas tidur dan mengantuk pada siang hari, Respon

bedah pada tingkat kelompok apneu berada di sekitar 15 % terlihat pada

parameter obyektif AHI. Empat pasien tersebut memiliki OSA yang memburuk.

Efek paradoks ini dapat dijelaskan oleh apa yang disebut ' efek malam pertama '

yang berarti bahwa ketika pasien memiliki penelitian tidur pra operasi untuk

Page 9: Jurnal Reading

pertama kalinya , mereka tidak tidur baik dan sebagai hasilnya mungkin tidak

benar-benar mencerminkan tingkat keparahan SRBD.

Morinaga dkk. telah melihat cara di mana morfologi faring bisa berdampak pada

hasil operasi hidung pada pasien dengan henti napas waktu tidur dan sumbatan

hidung. morfologi Faring menunjukkan ukuran tonsil, Skor Mallampati,

Sempitnya dari faucea dan dimensi retroglossal. Mereka menyimpulkan bahwa

hasil bedah hidung menguntungkan dalam kelompok pasien terlihat pada individu

yang memiliki pallatum molle yang tinggi dan atau ruang retroglossal lebar .Tidak

seperti Li dkk. mereka tidak merasa bahwa ukuran tonsil mempengaruhi hasil

bedah hidung. penelitian terkontrol acak saat ini telah dilaporkan oleh

Koutsourelakis dkk. di mana mereka ditugaskan 49 pasien dengan OSA dan

deviasi septum nasal baik septoplasty atau operasi buatan dan menemukan bahwa

terjadi perbaikan potensi hidung yang diukur secara subyektif dan obyektif ,

dimana tidak ada perubahan dalam AHI atau kantuk di siang hari yang diukur

dengan Skala Epworth Kantuk. Kelompok kedua pasien yang dapat

dipertimbangkan untuk operasi hidung adalah mereka yang telah gagal terapi

CPAP. pilihan terapi untuk OSA sedang atau berat adalah CPAP tapi sayangnya

banyak menemukan pasien dengan bentuk terapi yang sulit dan buruk mungkin

dengan tingkat kepatuhan kurang dari 70 %. Terapi CPAP sendiri dapat

menyebabkan rhinitis dan mungkin memiliki toleransi buruk pada pasien yang

memiliki kelainan hidung struktural. lebih dari 50 % dari pengguna CPAP

mengeluhkan gejala hidung yang signifikan, termasuk hidung tersumbat ,

rhinorrhoea , kekeringan dan bersin. Jadi sangat penting bahwa pasien yang tidak

mematuhi atau patuh pada terapi CPAP harus menjalani evaluasi secara rinci

saluran napas bagian atas untuk mengidentifikasi adanya sumbatan patologi yang

mungkin dapat diperbaiki dengan pembedahan. Hal ini dapat menyebabkan

pengurangan penggunaan terapi CPAP sehingga memperbaiki kepatuhan terapi.

Friedman dkk. menunjukkan penurunan yang signifikan dalam tingkat titrasi

CPAP pada pembedahan hidung saja. Dalam penelitian ini, pengurangan

penggunaan tekanan untuk terapi CPAP tercatat pada pasien dengan OSA ringan,

sedang dan berat . Penurunan rata-rata tingkat titrasi CPAP adalah dari 9,3 cm

Page 10: Jurnal Reading

H2O sebelum operasi menjadi 6,7 cm H20 pasca operasi. Penurunan tekanan akan

pasti membantu dalam memperbaiki terapi kepatuhan CPAP.

KESIMPULAN

Sekarang diakui bahwa untuk mengurangi resistensi hidung dapat digunakan

medikamentosa, pembedahan atau dengan penggunaan pelega hidung yang dapat

meningkatkan kualitas tidur ; perbaikan yang signifikan pada parameter tidur

dapat dibuktikan. Dalam beberapa kasus sumbatan hidung yang parah, sebagai

respon kompensasi, pasien bernapas melalui mulut, yang dapat memperburuk

gejala SRBD. Meskipun tidak ada peran untuk operasi hidung dalam mengobati

OSA, sangat bermanfaat dalam memperbaiki gejala pada pendengkur sederhana

dan berguna sebagai bagian dari operasi multilevel pada banyak pasien dengan

SRBD. pada pilihan terapi untuk OSA sedang atau berat adalah CPAP tapi

sayangnya banyak menemukan pasien dengan bentuk terapi yang sulit dan buruk

mungkin dengan tingkat kepatuhan kurang dari 70 %. Secara umum, pasien yang

memiliki respon positif pada penggunaan terapy medikamentosa atau penggunaan

pelega hidung lebih menguntungkan dari intervensi bedah hidung.

Daftar Pustaka

1. Rombaux Ph, Liistro G, Hamoir M, et al. Nasal obstruction and its

impact on sleep-related breathing disorders. Rhinology. 2005; 43:

242-250.

2. American Sleep Disorders Association: International classification of

Sleep Disorders (ICSD): Diagnostic and Coding Manual. American

Sleep Disorders Association, Rochester, Minnesota, 1997, 21-24.

3. Stradling JR, Crosby JH. Predictors and prevalence of obstructive

sleep apnoea and snoring in 1001 middle-aged men. Thorax. 1991; 46:

85-90.

4. Lugaresi E, Cirignotta F, Coccagna G, Piana C. Some

epidemiological data on snoring and cardiocirculatory disturbances.

Page 11: Jurnal Reading

Sleep. 1980; 3: 221-224.

5. Young T, Palta M, Dempsey J, Skatrad J, Weber S, Badr S. The

occurrence of sleep-disordered breathing among middle-aged adults.

N.Engl J Med. 1993; 328: 1230-1235.

6. Schwab RJ, Gefter WB, Hoffmann EA, Gupta KB, Pack AI.

Dynamic upper airway imaging during awake respiration in normal

subjects and patients with sleep disordered breathing. Am Rev Respir

Dis. 1993; 148: 1385-1400.

7. Osbourne JE, Osman EZ, Hill PD, Lee BV, Sparkes C. A new

acoustic method of differentiating palatal from non-palatal snoring.

Clin Otolaryngol. 1999; 24: 130-133.

8. Kotecha BT, Hannan SA, Khalil HMB, Georgalas C, Bailey P.

Sleep nasendoscopy: A 10-year retrospective audit study. Eur Arch

Otorhinolaryngol. 2007; 264: 1361-1367.

9. Skatvedt O. Continuous pressure measurements during sleep to

localise obstruction in heavy snorers and patients with obstructive

sleep apnoea syndrome. Eur Arch Otorhinolaryngol. 1995; 252:

11-14.

10. Olsen KD, Kern EB, Westbrook PR. Sleep and breathing disturbance

secondary to nasal obstruction. Otolaryngol Head Neck Surg. 1981;

89: 804-810.

11. Cole P, Haight JS. Mechanisms of nasal obstruction in sleep.

Laryngoscope. 1984: 1557-1559.

12. Iber C, Berssengrugge A, Skatrud JB, Dempsey JA. Ventilatory

adaptations to resistive loading during wakefulness and non-REM

sleep. J Appl Physiol 1982; 52: 607-614.

13. Henke KG, Sullivan CE. Effects of high frequency pressure waves

applied to upper airway on respiration in central sleep apnoea. J Appl

Physiol. 1992; 73: 1141-1145.

14. Maurice JC, Mone I, Carrier G, Series F. Effects of mouth opening

on upper airway collapsibility in normal sleeping subjects. Am J

Respir Crit Care Med. 1996; 153: 255-259.

Page 12: Jurnal Reading

15. McNicholas WT, Coffey M, Boyle T. Effects of nasal airflow on

breathing during sleep in normal humans. Am Rev Respir Dis. 1993;

147: 620-623.

16. White D, Cadieux R, Lombard RM, Bixler EO, Zwillich CW. The

effects of nasal anaesthesia on breathing during sleep. Am Rev Respir

Dis. 1985; 132: 972-975.

17. Kuna ST, Remmer JE. Neural and anatomic factors related to upper

airway occlusion during sleep. Med Clin North Am. 1985; 69: 1221-

1242.

18. Haight JS, Djupesland PG. Nitric oxide and obstructive sleep apnoea.

Sleep Breath. 2003; 7: 53-62.

19. Wetmore SJ, Scrima L, Hiller FC. Sleep apnoea in epistaxis patients

treated with nasal packs. Otolaryngol Head Neck Surg. 1988; 98: 596-

599.

20. Young T, Finn L, Palta M. Chronic nasal congestion at night is a

risk factor for snoring in a population-based cohort study. Arch Inter

Med. 2001; 161: 1514-1519.

21. Virkkula P, Bachour A, Hytönen M, Malamberg H, Salmi T,

Maasilta P. Patient and bed partner reported symptom, smoking and

nasal resistance in sleep-disordered breathing. Chest. 2005; 128: 2176-

2182.

22. Craig TJ, Hanks CD, Fisher LH. How do topical nasal

corticosteroids improve sleep and daytime somnolence in allergic

rhinitis? J Allergy Clin Immunol. 2005; 116: 1264-1266.

23. Hughes K, Glass C, Ripchinski M, et al. Efficacy of the topical nasal

steroid budesonide on improving sleep and daytime somnolence in

patients with perennial allergic rhinitis. Allergy. 2003; 58: 380-385.

24. Settipane RA, Charnock DR. Epidemiology of rhinitis: allergic and

nonallergic. Clin Allergy Immunol. 2007; 19: 23-34.

25. Fergusson BJ. Influence of allergic rhinitis on sleep. Otolaryngol

Head Neck Surg. 2004; 130: 617-629.

26. Krouce HJ, Davis JE, Krouse JH. Immune mediators in allergic

Page 13: Jurnal Reading

rhinitis and sleep. Otolaryngol Head Neck Surg. 2002; 126: 607-613.

27. Kohler M, Clarenbach CF, Thurnheer R, Bloch KE. Perception of

nocturnal nasal obstruction in chronic rhinitis. Eur Respir J. 2005;

26: Suppl 49, 565.

28. Kiely JL, Nolan P, McNicholas WT. Intranasal corticosteroid

therapy for obstructive sleep apnoea in patients with co-existing

rhinitis. Thorax. 2004; 59: 50-55.

29. Kerr P, Millar T, Buckle P, Kryger M. The importance of nasal

resistance in obstructive sleep apnoea syndrome. J Otolaryngol. 1992;

21: 189-195.

30. McLean HA, Upton AM, Driver HS. Effect of treating nasal

obstruction on the severity of obstructive sleep apnoea. Eur Respir J.

2005; 25: 521-527.

31. Höijer U, Einell H, Hedner J, Petrusson B. The effect of nasal

dilatation on snoring and obstructive sleep apnoea. Arch Otolaryngol

Head Neck Surg. 1992; 18: 281-284.

32. Pevernagie D, Hamans E, Van Cauwenberge P, Pauwels R.

External nasal dilators reduces snoring in chronic rhinitis patients: a

randomised controlled trial. Eur Respir J. 2000; 15: 996-1000.

33. Djupesland PG, Stakvedt O, Borgersen A. Dichotomous

physiological effects of nocturnal external dilatation in heavy snorers:

the answers to a rhinologic controversy. Am J Rhinology. 2001; 15:

95-103.

34. Gosepath J, Amedee R, Romanstschuk S, Mann W. Breathe Right

nasal strips and respiratory disturbance index in sleep related

breathing disorders. Am J Rhinology. 1999; 13: 385-389.

35. Low WK. Can snoring relief after nasal septal surgery be predicted?

Clin Otolaryngol. 1994; 19: 142-144.

36. Ellis PDM Harries MLL, Williams JE, Shneerson JM. The relief of

snoring by nasal surgery. Clin Otolaryngol. 1992; 17: 525-527.

37. Fairbanks DNF. Effect of nasal surgery on snoring. South Med J.

1985; 78: 268-270.

Page 14: Jurnal Reading

38. Virkkula P, Bachour A, Hytönen M, et al. Snoring is not relieved by

nasal surgery despite improvement in nasal resistance. Chest. 2006;

129: 81-87.

39. Kim ST, Choi JH, Jeen HG, Cha HE, Kim DY, Ching YS.

Polysomnographic effects of nasal surgery for snoring and obstructive

sleep apnoea. Acta Otolaryngol. 2004; 124: 297-300.

40. Nakata S, Noda A, Yasuma F. Effects of nasal surgery on sleep

quality in obstructive sleep apnoea syndrome with nasal obstruction.

Am J Rhinol. 2008; 22: 59-63.

41. Sher A, Schechtman KB, Piccirillo JF. The efficacy of surgical

modification of the upper airway in adults with obstructive sleep

apnoea syndrome. Sleep. 1996; 19: 156-177.

42. Li HY, Lee LA, Wang PC, Chen NH, Lin Y, Fang TJ. Nasal surgery

for snoring in patients with obstructive sleep apnoea. Laryngoscope.

2008; 118: 354-359.

43. Li HY, Lin Y, Chen NH, Lee LA, Fang TJ, Wang PC. Improvement

in quality of life after nasal surgery alone for patients with obstructive

sleep apnoea and nasal obstruction. Arch Otolaryngol Head Neck

Surg. 2008; 134: 429-433.

44. Verse T, Maurer JT, Pirsig W. Effect of nasal surgery on sleep-related

breathing disorders. Laryngoscope. 2002; 112: 64-68.

45. Morinaga M, Nakata S, Yasuma F, Noda A, Yagi H, Tagaya M,

Teranishi M. Pharyngeal morphology: A determinant of successful

nasal surgery for sleep apnoea. Laryngoscope. 2009; 119: 1011-1016.

259-263 Kotecha.indd 4 29-08-2011 09:23:47

Snoring and sleep apnoea 263

46. Koutsourelakis I, Georgoulopoulos G, Perraki E, Vagiakis E,

Roussos C, Zakynthinos SG. Randomised trial of nasal surgery for

fixed nasal obstruction in obstructive sleep apnoea. Eur Respir. J.

2008; 31: 110-117.

47. McArdle N, Dervereux G, Heidarnejad H, Engleman HM, Mackay

TW, Douglas NJ. Long-term use of CPAP therapy for sleep apnea/

Page 15: Jurnal Reading

hypopnea syndrome. Am J Respir Crit Care Med. 1999; 159: 1108-

1114.

48. Hoffstein V, Viner S, Mateika S, Conway J. Treatment of obstructive

sleep apnea with nasal continuous positive airway pressure. Am Rev

Respir Dis. 1992; 145: 841-845.

49. Powell N. Radiofrequency treatment of turbinate hypertrophy in

subjects using CPAP: a randomized double-blind, placebo-controlled

trial. Laryngoscope. 2001; 111: 1783-1790.

50. Friedman M, Tanyeri H, Lim JW, Landsberg R, Vaidyanathan K,

Caldarelli D. Effect of improved nasal breathing on obstructive sleep

apnea. Otolaryngol Head Neck Surg. 2000; 122: 71-74.