Isi Angina

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung manusia melaksanakan tugas berat untuk mengalirkan 6000 darah melalui tubuh setiap hari. Umumnya, jantung melaksanakan tugasnya dengan tenang dan efisien, memberikan jaringan pasokan nutrient vital secara terus menerus dan mempermudah ekskresi zat sisa. Oleh karena itu, dapat diperkirakan disfungsi jantung dapat menyebabkan akibat fisiologik yang sangat merugikan. Penyakit jantung masih menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di negara industri dan saat ini merupakan penyebab hamper 40% kematian di Amerika Serikat. Penyakit jantung adalah penyakit yang mengganggu sistem pembuluh darah atau lebih tepatnya menyerang jantung dan urat-urat darah. Beberapa contoh penyakit jantung antara lain penyakit jantung koroner, serangan jantung, tekanan darah tinggi, angina, penyakit jantung rematik, dan sebagainya. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi yang diderita oleh orang-orang. Penyakit ini menyerang pembuluh darah dan dapat menyebabkan serangan jantung. Karena tingginya tingkat prevalensi dan akibat fisiologik yang sangat merugikan dari penyakit jantung, khususnya penyakit jantung koroner, maka diperlukan penulisan laporan mengenai penyakit jantung koroner berikut ini. 1.2 Tujuan Penulisan 1. Mampu mengetahui patofisiologi dan patogenesis dari tanda dan gejala yang dialami pasien 2. Mampu menentukan diagnosis dan penatalaksanaan yang sesuai untuk pasien 1.3 Manfaat Penulisan

Transcript of Isi Angina

Page 1: Isi Angina

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jantung manusia melaksanakan tugas berat untuk mengalirkan 6000 darah melalui tubuh setiap

hari. Umumnya, jantung melaksanakan tugasnya dengan tenang dan efisien, memberikan jaringan

pasokan nutrient vital secara terus menerus dan mempermudah ekskresi zat sisa. Oleh karena itu, dapat

diperkirakan disfungsi jantung dapat menyebabkan akibat fisiologik yang sangat merugikan. Penyakit

jantung masih menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di negara industri dan saat ini

merupakan penyebab hamper 40% kematian di Amerika Serikat.

Penyakit jantung adalah penyakit yang mengganggu sistem pembuluh darah atau lebih tepatnya

menyerang jantung dan urat-urat darah. Beberapa contoh penyakit jantung antara lain penyakit jantung

koroner, serangan jantung, tekanan darah tinggi, angina, penyakit jantung rematik, dan sebagainya.

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi yang diderita oleh orang-

orang. Penyakit ini menyerang pembuluh darah dan dapat menyebabkan serangan jantung. Karena

tingginya tingkat prevalensi dan akibat fisiologik yang sangat merugikan dari penyakit jantung,

khususnya penyakit jantung koroner, maka diperlukan penulisan laporan mengenai penyakit jantung

koroner berikut ini.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mampu mengetahui patofisiologi dan patogenesis dari tanda dan gejala yang dialami pasien

2. Mampu menentukan diagnosis dan penatalaksanaan yang sesuai untuk pasien

1.3 Manfaat Penulisan

1. Mampu mengidentifikasi masalah-masalah pasien berdasarkan patofisiologi dan patogenesis

dari gejala dan tanda yang ada

2. Mampu mengetahui diagnosis yang tepat dan penanganan serta pencegahan penyakit

1.4 Skenario

Laki-laki 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis tidak didapatkan

sesak napas, lekas capai maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok 2 bungkus sehari.

Kebiasaan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit tidak menderita

diabetes mellitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada,

dirawat inap dan dinyatakan sakit jantung koroner.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah: 120/80

mmHg, denyut nadi: 80x/menit, JVP tidak meningkat. Pada inspeksi menunjukkan apeks tidak ada

heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpitasi didapatkan apeks di SIC IV

linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal,

Page 2: Isi Angina

apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi: Bunyi jantung I intensitas biasa,

bunyi jantung II intensitas biasa, normal splitting. Tidak ada bising. Tidak ada gallop. Tidak ada

ronkhi.

Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan EKG normal. Pada foto thorax:

CTR=0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung normal. Apeks tidak

bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test) normal.

Pemeriksaan echocardiografi menunjukkan jantung dalam batas normal.

1.5 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi dari sistem kardiovaskular?

2. Bagaimana patofisiologi dari gejala penyakit jantung: nyeri dada, sesak napas, lekas capai dan

dada berdebar?

3. Bagaimana patofisiologi dari tanda penyakit jantung: gallop, thrill, bising, ronkhi dan splitting?

4. Apa hubungan antara merokok dengan penyakit jantung?

5. Bagaiamana penjelasan mengenai tes yang diberikan pada pasien?

6. Sebutkan dan jelaskan diagnosis banding dari kasus pada skenario!

7. Apa diagnosis dari kasus pada skenario?

1.6 Hipotesis

Dari data yang ada pada skenario maka kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah

pasien menderita penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner tersebut menunjukkan gejala

nyeri dada atau yang biasa disebut sebagai angina. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai tipe

angina yang dideritanya, akan dibahas pada bab tinjauan pustaka dan pembahasan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, fisiologi dan histologi sistem kardiovaskular

Anatomi:

Sistema kardiovaskular dibentuk oleh cor, aorta beserta cabang-cabangnya, a. pulmonalis dari

truncus pulmonalis beserta cabang-cabangnya, vena cava superior dan inferior. Batas cor:

Sinister: SIC V 1 jari medial linea midclavicularis sinistra sampai SIC II linea parasternalis sinistra

Cranial: SIC II linea parasternalis sinistra sampai tepi cranial costa III dextra(±2cm dari linea sternalis)

Dextra: tepi cranial costa III dextra sampai tepi caudal costa V dextra

Caudal: tepi caudal costa III dextra sampai SIC V linea midclavicularis sinistra

Page 3: Isi Angina

Ruangan-ruangan pada cor:

a. Atrium cordis dextrum: dimuarai oleh vena cava superior, vena cava inferior, v. cordis minimae

dan sinus coronarius.

b. Ventriculus cordis dexter: ostium atrioventriculare dexter dibatasi oleh annulus fibrosus. Pada

annulus fibrosus terdapat valva tricuspidalis (cuspis medialis, cuspis anterior dan cuspis posterior).

Tiap cuspis dihubungkan dengan mm. papillares oleh chordae tendineae.

Di sebelah cranial ventriculus cordis dexter berpangkal a. pulmonalis. Pangkal a. pulmonalis

disebut conus conus arteriosus. Di sebelah distal conus arteriosus terdapat valva semilunaris

pulmonalis (cuspis anterior, cuspis dexter dan cuspis sinister).

c. Atrium cordis sinistrum: dimuarai v. pulmonalis dexter 2 buah dan v. pulmonalis sinister 2 buah.

d. Ventriculus cordis sinistrer: ostium atrioventriculare sinister dibatasi oleh annulus fibrosus. Pada

annulus fibrosus terdapat valva bicuspidalis (cuspis anterior dan cuspis posterior). Tiap cuspis

dihubungkan dengan mm. papillares oleh chordae tendineae.

Pada ujung cranial ventriculus cordis sinister terdapat pangkal aorta. Pada pangkal aorta tersebut

terdapat valva semilunaris aorta (cuspis posterior, cuspis dexter dan cuspis sinister). Di sebelah

distal valva semilunaris aorta terdapat sinus valsavae dimana terdapat pangkal dari a. coronaria

dextra dan sinistra.

Lapisan dinding cor:

a. Pericardium berlanjut ke caudal sebagai ligamentum pericardiacophrenica. Vaskularisasi oleh a.

pericardiacophrenica dan r. pericardialis (dari a. bronchialis, a. oesophagealis dan a. phrenica

superior). Inervasi oleh n. phrenicus.

b. Epicardium melekat langsung pada cor lalu mereflexi sebagai pericardium. Ruangan antara

keduanya disebut cavitas pericardii. Reflexinya ada di dua tempat: porta arteriosa membentuk

sinus transversus pericardii dan porta venosa membentuk sinus obliquus pericardii.

Vaskularisasinya oleh a. coronaria dan inervasinya oleh plexus coronarius.

c. Myocardium jaringan otot lurik dengan discus interkalatus. Ventrikel cordis sinister lebih tebal

dari ventricle cordis dexter. Paling tipis atrium cordis sinistrum.

d. Endocardium terdiri dari sel endothelial yang diperkuat oleh serabut elastis dan serabut otot

polos (homolog dengan tunika intima pembuluh darah).

Sistema arteriosa pada vaskularisasi cor oleh a. coronaria dextra (memvaskularisasi terutama

bagian posterior) dan a. coronaria sinistra (memvaskularisasi terutama bagian vebtral dan lateral).

Sedangkan sistema venosa dari dinding cor adalah vv. cardiacae minimae dan sinus coronarius ( muara

dari v. cardiaca magna, v. cardiaca parva, v. cardiaca media, v. cardiaca anterior, v. oblique atrii

sinistra Marshalii dan v. posterior ventrikuli sinistra).

Inervasi cor yang sifatnya autonom, yaitu simpatis (yang mendapat cabang dari ganglion

cervicale dan ganglion thoracicum) serta parasimpatis (nervus vagus) (Budianto, 2003).

Page 4: Isi Angina

Fisiologi:

Siklus jantung:

a. Sistole: ventrikel berkontraksi sedangkan atrium relaksasi, sehingga tekanan intraventricularis

meninggi. Hal ini menyebabkan valva atrioventricularis menutup, disamping itu darah akan

terpompa menuju aorta dan a. pulmonalis karena valva semilunaris aorta dan valva semilunaris

pulmonalis terbuka. Penutupan valva atrioventriculare menyebabkan suara jantung I.

b. Diastole: ventrikel relaksasi sedangkan atrium kontraksi, sehingga tekanan intraatrial meninggi.

Hal ini menyebabkan valva atrioventricularis terbuka dan darah dari atrium masuk ke ventrikel,

sedangkan valva semilunaris aorta dan valva semilunaris pulmonalis tertutup. Penutupan valva

semilunaris ini menyebabkan suara jantung II (Budianto, 2003).

Histologi:

Penampang melintang aorta. Lapisan-lapisan aorta mulai dari dalam:

a. Tunika intima

Endothelium: sel-selnya pipih/poligonal

Hal penting mengenai endothel:

1) Mengandung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar dengan permeabilitas yang

sangat selektif

2) Memberikan permukaan nontrombogenik oleh lapisan heparin dan oleh sekresi PGI2

(vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit), dan oleh sekresi plasminogen

3) Mensekresi oksida nitrat (suatu vasodilator kuat)

4) Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T dan sel-sel otot polos melalui

berbagai sitokin dan factor pertumbuhan (Hartanto, 2006).

Sub endothelium: terdiri dari serabut-serabut kolagen halus, elastis dan sel-sel fibroblast

Lamina elastika-muskularis: terdiri dari serabut elastis dan sel otot polos tersusun membujur

b. Tunika media

Tersusun oleh lembaran atau lapisan membrana elastis yang berlubang-lubang. Pada lubang-lubang

tersebut didapatkan jaringan pengikat longgar dengan sel-sel otot polos.

c. Tunika adventitia

Terdiri atas jaringan pengikat dengan serabut kolagen yang tersusun spiral, longitudinal dan relatif

sedikit mengandung serabut elastis sehingga membrana elastika eksternanya tak terlihat jelas

(Laboratorium Histologi FK UNS, 2009).

2.2 Iskemia Miokardium

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang

mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat

Page 5: Isi Angina

sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi

miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium mengubah metabolisme aerob menjadi

anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien dibandingkan

metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi

menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga

menurunkan pH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat

mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang;

serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Berkurangnya daya kontraksi

dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Menurunnya fungsi ventrikel

kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup. Berkurangnya

pengosongan ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya, tekanan jantung kiri

akan meningkat; tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan

meningkat. Tekanan makin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia.

Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel

tertentu.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan

tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Pola ini merupakan respon kompensasi

simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi

perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa

miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respons vagus.

Iskemia miokardium biasanya disertai oleh oleh dua perubahan EKG yaitu gelombang T

terbalik dan depresi segmen ST. Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila

keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Iskemia miokardium dapat

disertai angina pektoris. Agaknya reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau

oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui, atau oleh stres mekanik lokal akibat kelainan

kontraksi miokardium (Hartanto, 2006).

2.3 Infark Miokardium

Istilah infark miokardium menunjukkan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat

iskemia total. Penelitian angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar MI akut disebabkan oleh

trombosis arteria koronaria. Pada banyak kasus, gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada

merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus. Vasospasme dan agregasi trombosit mungkin

ikut berperan dalam pembentukan oklusi arteri koronaria, tetapi keduanya jarang.

Page 6: Isi Angina

Nekrosis miokardium dimulai pada 20-30 menit oklusi arteri koronaria. Pada keadaan normal,

regio subendokardium miokardium merupakan bagian dari dinding ventrikel yang paling kurang

perfusinya. Daerah ini merupakan bagian yang paling terakhir menerima darah dari cabang arteria

koronaria epikardium, selain itu adanya tekanan intramural yang relatif tinggi di daerah ini

menyebabkan aliran masuk darah semakin terganggu. Karena tingginya kerentanan terhadap cedera

iskemik ini, infark miokardium umumnya dimulai di regio subendokardium. Zona nekrosis meluas ke

arah eksternal dalam beberapa jam kemudian. Infark biasanya mencapai ukuran penuh dalam 3-6 jam.

Lokasi MI ditentukan oleh letak oklusi pembuluh dan oleh anatomi sirkulasi koroner. Ukuran

infark dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara umum, oklusi segmen arteria koronaria yang lebih

proksimal menimbulkan infark yang lebih besar, mengenai seluruh ketebalan miokardium. Luas infark

juga dipengaruhi oleh derajat sirkulasi kolateral yang terdapat pada saat oklusi. Pada pasien dengan

aterosklerotik kronis, sirkulasi kolateral dapat terbentuk seiring dengan waktu sebagai respons

terhadap iskemia kronis.

Onset MI biasanya disertai nyeri dada substernum yang parah dan teasa menekan, yang

mungkin menyebar ke leher, rahang, epigastrium, bahu atau lengan kiri. Kelainan EKG merupakan

manifestasi penting MI. Kelainan ini mencakup perubahan, seperti gelombang Q, kelainan segmen ST

(dengan elevasi ST atau tanpa elevasi ST), dan inverse gelombang T. Berbagai penanda miokardium

yang digunakan untuk memantau MI dan pola evolusi antara lain keratin kinase (CK), troponin dan

laktat dehidrogenase. Walaupun aktivitas CK total merupakan salah satu determinan paling sensitive

untuk nekrosis miokardium akut, pemeriksaan ini tidak spesifik. Troponin jantung I hanya ditemukan

dalam otot jantung sehingga lebih spesifik daripada CK-MB. Dengan diperkenalkannya pemeriksaan

troponin, pengukuran kadar LD untuk diagnosis MI umumnya ditinggalkan (Hartanto, 2007).

2.4 Angina Pektoris

Istilah angina pektoris memiliki arti nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia

miokardium yang reversible dan sementara. Terdapat 3 varian utama angina pektoris:

a. Angina pektoris stabil (tipikal) mengacu pada nyeri dada episodik saat pasien berolahraga atau

mengalami bentuk stres lainnya. Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya,

dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,

punggung/pundak kiri. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa

tertindih/berat di dada atau diremas-remas. Pada keadaan berat disertai keringat dingin, sesak napas

dan perasaan takut mati. Nyeri berhubungan dengan aktivitas; tapi tak berhubungan dengan

gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri yang pertama timbul biasanya

agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Nyeri tidak terus-menerus tetapi

hilang timbul (Sudoyo, 2007).

Page 7: Isi Angina

Angina pektoris stabil biasanya disebabkan oleh penyempitan aterosklerotik tetap (biasanya

75% atau lebih) satu atau lebih arteri koronaria. Dengan derajat obstruksi seperti ini (stenosis

kritis), kebutuhan oksigen miokardium mungkin terpenuhi pada keadaan basal, tetapi tidak dapat

terpenuhi apabila terjadi peningkatan kebutuhan karena olahraga atau kondisi lain yang

menyebabkan stes pada jantung. Nyeri biasanya mereda dengan istirahat (penurunan kebutuhan)

atau dengan pemberian nitrogliserin. Vasodilator ini mengurangi darah vena yang mengalir ke

jantung (sehingga kerja jantung juga berkurang) karena menyebabkan dilatasi vena; dalam dosis

yang lebih besar, obat ini dapat meningkatkan aliran darah ke miokardium melalui vasodilatasi

koroner (Hartanto, 2007).

b. Angina pektoris tak stabil (angina kresendo) ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya

meningkat. Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil: (1) pasien dengan angina yang masih

baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per

hari; (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu

serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi

makin ringan; (3) pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat. Gambaran klinisnya berupa

nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama. Nyeri dada dapat disertai

keluhan sesak napas, mual sampai muntah, kadang disertai keringat dingin (Sudoyo, 2007).

Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin

irreversibel sehingga kadang-kadang disebut angina prainfark. Pada sebagian besar pasien, angina

ini dipicu oleh perubahan akut pada plak disertai trombosis parsial, embolisasi distal trombus,

dan/atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah aterosklerotik koroner dan lesi

terkaitnya (Hartanto, 2007).

c. Angina Prinzmetal (varian) mengacu pada angina yang terjadi saat istirahat atau, pada beberapa

kasus, membangunkan pasien dari tidurnya. Pemeriksaan angiografik memperlihatkan bahwa

angina Prinzmetal berkaitan dengan spasme arteria koronaria. Walaupun biasanya terjadi di dekat

suatu plak aterosklerosis, spasme dapat mengenai pembuluh normal. Penyebab dan mekanisme

spasme semacam ini belum jelas, tetapi spasme berespons terhadap pemberian vasodilator. Angina

varian jangan dikacaukan dengan vasospasme yang terjadi di tempat ruptur plak (Hartanto, 2007).

Page 8: Isi Angina

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario diketahui bahwa laki-laki 40 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri

dada. Nyeri dada dapat pleuritik dan non pleuritik.nyeri dada non pleuritik paling sering disebabkan

oleh kelainan di luar paru, antara lain kardial, perikardial, aortal, gastrointestinal, muskuloskeletal, dan

fungsional. Nyeri dada kardial dapat disebabkan karena iskemik miokardium, prolaps katup mitral

ataupun stenosis aorta berat. Mekanisme nyeri dada akibat iskemik miokardium telah dijelaskan

seperti pada bab tinjauan pustaka. Agaknya reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang

tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui, atau oleh stres mekanik lokal akibat

kelainan kontraksi miokardium.

Pada anamnesis tidak didapatkan sesak napas, lekas capek maupun dada berdebar-debar.

Adapun sesak napas (dispnea) akibat meningkatnya usaha bernapas yang terjadi akibat kongesti

pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru; ortopnea adalah kedulitan

bernapas pada posisi berbaring; dispnea nocturnal paroksismal (dispnea yang terjadi sewaktu tidur)

terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dan pulih dengan duduk di sisi tempat tidur. Lekas capek

seringkali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi aliran darah perifer yang berkurang.

Sedangkan dada berdebar-debar (palpitasi) terjadi karena perubahan kecepatan, keteraturan atau

kontraksi otot jantung.

Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus sehari. Efek nikotin adalah: (1) perangsangan

hormon katekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah; (2) merangsang

berkelompoknya trombosit trombosit menggumpal menyumbat pembuluh darah yang sudah

sempit karena asap yang mengandung CO dari rokok. Efek rokok yang merangsang adrenalin tadi

menyebabkan: (1) mengubah metabolisme lemak dimana kadar HDL menurun; (2) perangsangan kerja

jantung dan menyempitkan pembuluh darah (spasme); (3) pengelompokan trombosit. Rokok juga

dapat menimbulkan arteriosklerosis (menebal dan mengerasnya pembuluh darah) sehingga pembuluh

darah kehilangan elstisitasnya dan lumen pembuluh darah menyempit. Pada penyempitan tadi dapat

terjadi penyumbatan karena trombosis, dan jika gumpalan darah lepas terbawa aliran dapat menyumbat

dimana saja (paru, otak, dll). Jika terjadi penyempitan a. coronaroa maka kebutuhan oksigen dengan

suplai oksigen tidak mencukupi dan timbullah iskemia. Jika iskemia ditambah oleh aktivitas fisik/stres,

kekurangan aliran darah akan meningkat sehingga terjadi angina pektoris. Perokok yang merokok

lebih dari 20 batang sehari dapat meningkatkan risiko terkena infark miokard 6 kali lipat.

Pasien juga jarang berolahraga. Padahal latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan HDL-

C, menurunkan kadar LDL-C dan VLDL, mengurangi obesitas, menurunkankan tekanan darah,

menurunkan resistensi insulin, mengurangi stres dan meningkatkan latihan kardiovaskular. Sedangkan

Page 9: Isi Angina

dengan kurangnya aktifitas fisik dapat terjadi hal yang sebaliknya sehingga timbul berbagai gangguan

kesehatan. Pasien tidak menderita diabetes melitus. Penyakit diabetes melitus menginduksi

hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis.

Diabetes melitus juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner;

sintesis kolesterol, trigliserida dan fosfolipid; peningkatan kadar LDL-C; dan kadar HDL yang rendah.

Pasien takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat

inap dan dinyatakan sakit jantung koroner. Ketakutan pasien dapat menyebabkan keadaan psikogenik

dimana perasaan sakit timbul karena adanya ketakutan terkena penyakit yang sama dengan ayahnya.

Keadaan psikogenik ini terjadi pada waktu dan keadaan tertentu yang dapat menimbulkan ketakutan.

Faktor risiko penyakit jantung koroner dapat dibedakan menjadi yang tidak dapat diubah dan yang

dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain: usia (laki-laki ≥45 tahun; perempuan

≥55 tahun atau menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen), jenis kelamin dan riwayat

penyakit jantung pada keluarga.keturunan dari seseorang penderita penyakit jantung koroner prematur

diketahui menyebabkan perubahan dalam penanda aterosklerosis awal. Faktor risiko yang dapat diubah

antara lain: hiperlipidemia (batas atas LDL-C=13—159 mm/dl; tinggi ≥160 mg/dl), HDL-C rendah

(<40 mg/dl), hipertensi (>140/90 mmHg), merokok, diabetes melitus, obesitas (terutama abdominal),

ketidakaktifan fisik dan hiperhomosisteinemia (≥16 µmol/L).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada thrill, tidak ada splitting, tidak ada bising, tidak

ada gallop dan tidak ada ronkhi. Adapun patofisiologinya:

Bising jantung (murmur) terjadi akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah jantung.

1. Murmur pada stenosis aorta (bising sistolik)

Darah dari ventrikel kiri disemburkan melalui lubang sempit di katup aorta. Akibat tahanan

terhadap semburan, kadang tekanan ventrikel kiri meningkat sampai 300 mmHg, sedangkan

tekanan di aorta tetap normal sehingga terjadi turbulensi hebat pada darah di pangkal aorta.

Darah turbulen yang kena dinding aorta menimbulakan getaran hebat dan murmur yang keras

dihantarkan sepanjang aorta bagian atas dan bahkan ke arteri-arteri besar di leher.

Getaran suara sering dapat teraba oleh tangan yang diletakkan pada dada bagian atas dan leher

bagian bawah. Getaran tersebut yang disebut thrill.

2. Murmur pada regurgitasi katup aorta (bising diastolik)

Darah mengalir balik dari aorta ke ventrikel kiri menyebabkan darah turbulen yang menyembur

balik dan bertemu dengan darah dalam ventrikel kiri. Keadaan tersebut menyebabkan murmur

seperti suara meniup yang bernada tinggi dan mendesis. Terdengar secara maksimal di

ventrikel kiri

3. Murmur pada regurgitasi katup mitral (bising sistolik)

Darah mengalir balik melalui katup mitral ke atrium kiri sehingga terdengar murmur seperti

suara meniup yang bernada tinggi dan mendesis. Namun atrium kiri terletak dalam sekali

Page 10: Isi Angina

sehingga suara regurgitasi mitral dihantarkan ke dinding dada terutama ventrikel kiri. Biasanya

terdengar paling keras di apeks.

4. Murmur pada stenosis katup mitral (bising diastolik)

Darah mengalir dengan susah payah melalui katup mitral yang mengalami stenosis dari atrium

kiri ke ventrikel kiri. Karena tekanan arteri jarang meningkat di atas 30 mmHg, maka selisih

tekanan yang besar yang mendorong darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri tidak pernah

terjadi. Akibatnya, bunyi abnormal pada stenosis katup mitral biasanya lemah dengan frekuensi

rendah.

Karena frekuensi getaran suaranya sangat rendah, kadang kita dapat merasakan getaran ini di

apeks thrill

Ejeksi ventrikel kana sedikit lebih lama dari ventrikel kiri sehingga katup menutup secara asinkron.

Katup aorta menutup sebelum katup pulmonal menutup sehingga keadaan ini menimbulkan

pemisahan (splitting) bunyi penutupan fisiologis.

Splitting paradoksikal abnormal menunjukkan penutupan katup pulmonalis sebelum penutupan

katup aorta. Splitting ini paling jelas saat ekspirasi dan berkurang saat inspirasi. Splitting

paradoksikal saat ini ditemukan pada waktu pengaktivan ventrikel kiri mengalami hambatan

(seperti pada blok berkas cabang kiri) atau pada ejeksi ventrikel kiri yang memanjang (seperti pada

stenosis aorta).

Irama gallop merupakan tampilan patologis S3 dan S4 (karena tambahan bunyi jantung lain

merangsang timbulnya irama gallop (seperti derap lari kuda).

1. Gallop ventrikular: S3 terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat. Walaupun bunyi

jantung ini dapat normal pada anak dan dewasa muda, tetapi biasanya merupakan suatu temuan

patologis yang dihasilkanoleh disfungsi jantung, terutama kegagalan ventrikel.

2. Gallop atrium: bunyi S4 timbul pada waktu sistolik atrium. Gallop ini terdengar bila resistensi

ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat akibat berkurangnya peregangan dinding

ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.

Ronkhi pada penyakit jantung dapat disebabkan oleh gagal jantung kiri dan karena adanya stenosis

pada katup mitralis. Pada gagal jantung kiri, fungsi ventrikel berkurang sehingga darah tidak dapat

dipompa secara maksimal ke seluruh tubuh. Akibatnya tekanan dalam ventrikel menjadi tinggi dan

tekanan dalam atrium juga tinggi karena darah tidak dapat dialirkan ke ventrikel. Karena tingginya

tekanan di jantung kiri, sedangkan tekanan pada pulmo rendah, menyebabkan darah dari pulmo

tidak dapat dialirkan ke dalam atrium melalui vena pulmonalis. Akibatnya cairan terbendung

dalam pulmo, dan bila cairan semakin banyak maka dapat terjadi kebocoran pada pulmo. Cairan

kemudian keluar dari pulmo, salah satunya ke alveoli. Dengan adanya cairan dalam alveoli

sehingga pada saat inspirasi, udara masuk akan menabrak air dan timbul suara ronkhi.

Page 11: Isi Angina

Pada pemeriksaan tambahan, didapatkan hasil EKG normal, CTR=0,49, pemeriksaan exercise

stress test (treadmill test) normal dan pemeriksaan echocardiography normal. EKG

(electrocardiography) merupakan alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung. EKG memungkinkan

deteksi kelainan kecepatan dan irama jantung, pembesaran ruang-ruang jantung, iskemia atau infark

miokardium, pengaruh obat-obatan dan elektrolit, serta pergeseran arah aktivitas listrik. CTR

(cardiothoracic ratio) menunjukkan apakah jantung mengalami pembesaran. Pada penghitungannya

jika ≥50% maka dikatakan telah terjadi pembesaran jantung. Exercise stress test (treadmill test)

digunakan untuk mengevaluasi gejala-gejala atau perubahan EKG yang timbul akibat beraktivitas.

Dasar pemikirannya: Meningkatnya kerja dengan berlatih menyebabkan kerja system kardiovaskular

meningkat sehingga membutuhkan peningkatan konsumsi O2 miokardium, yang membutuhkan

peningkatan aliran darah koronaria. Penyempitan arteri koronaria mencegah peningkatan aliran darah

koroner sehingga terjadi nyeri dada atau perubahan EKG. Sedangkan echocardiography merupakan

prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonic sebagai media pemeriksaan.

Echocardiography memberikan informasi penting mengenai struktur dan gerakan bilik, katup dan

setiap massa pada jantung.

Page 12: Isi Angina

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

Dari data anamnesis didapatkan gejala nyeri dada pada pasien, sedangkan dari hasil

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan tambahan yang diberikan pada pasien

normal. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus per hari dan jarang olahraga. Pasien memiliki

riwayat keluarga, yaitu ayahnya, menderita penyakit jantung koroner. Dari data-data tersebut dapat

disimpulkan bahwa keadaan pasien normal. Nyeri dada yang dialaminya kemungkinan disebabkan

oleh keadaan psikisnya yang berupa perasaan takut terhadap penyakit jantung yang mungkin

diturunkan padanya, ditambah lagi dengan kebiasaan merokok dan jarang berolahraganya. Walaupun

pasien tersebut normal tetapi ia memiliki faktor risiko baik yaitu usia, jenis kelamin, riwayat penyakit

jantung koroner pada keluarga, merokok dan ketidakaktifan fisik. Adapun faktor risiko yang dapat

dikendalikan antara lain merokok dan ketidakaktifan fisik.

Untuk mencegah timbulnya kelainan pada jantung pasien, khususnya karena penyakit jantung

koroner, maka pasien disarankan untuk berhenti merokok dan berolahraga secara rutin untuk

mengurangi faktor risiko yang ada pada dirinya.

Page 13: Isi Angina

Daftar Pustaka

Budianto, Anang. 2003. Guidance to Anatomy. Surakarta: FK UNS

Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Editor: Setiawan, Irawati. Jakarta: EGC

Huriawati, dkk. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

Kumar, Vinay, dkk. 2007. Penyakit Jantung Iskemik. Dalam: Robbins, Buku Ajar Patologi Edisi 7.

Editor: Hartanto, Huriawati. Jakarta: EGC, PP: 408-15

Laboratorium Histologi FK UNS. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Blok Kardiovaskular. Surakarta: FK

UNS

Rahman, A. Muin. 2006. Angina Pektoris Stabil. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor:

Sudoyo, Aru ,dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, PP: 16011-13

Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina Pektoris Tak Stabil. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Editor: Sudoyo, Aru ,dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, PP: 1606-8

DeBeasi, Linda Coughlin. 2006. Gangguan Sistem Kardiovaskular. Dalam: Patofisiologi Price dan

Wilson, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Editor: Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta:

EGC, PP: 517-609