Isi Angina
-
Upload
vita-pramatasari-harti -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
Transcript of Isi Angina
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jantung manusia melaksanakan tugas berat untuk mengalirkan 6000 darah melalui tubuh setiap
hari. Umumnya, jantung melaksanakan tugasnya dengan tenang dan efisien, memberikan jaringan
pasokan nutrient vital secara terus menerus dan mempermudah ekskresi zat sisa. Oleh karena itu, dapat
diperkirakan disfungsi jantung dapat menyebabkan akibat fisiologik yang sangat merugikan. Penyakit
jantung masih menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di negara industri dan saat ini
merupakan penyebab hamper 40% kematian di Amerika Serikat.
Penyakit jantung adalah penyakit yang mengganggu sistem pembuluh darah atau lebih tepatnya
menyerang jantung dan urat-urat darah. Beberapa contoh penyakit jantung antara lain penyakit jantung
koroner, serangan jantung, tekanan darah tinggi, angina, penyakit jantung rematik, dan sebagainya.
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi yang diderita oleh orang-
orang. Penyakit ini menyerang pembuluh darah dan dapat menyebabkan serangan jantung. Karena
tingginya tingkat prevalensi dan akibat fisiologik yang sangat merugikan dari penyakit jantung,
khususnya penyakit jantung koroner, maka diperlukan penulisan laporan mengenai penyakit jantung
koroner berikut ini.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mampu mengetahui patofisiologi dan patogenesis dari tanda dan gejala yang dialami pasien
2. Mampu menentukan diagnosis dan penatalaksanaan yang sesuai untuk pasien
1.3 Manfaat Penulisan
1. Mampu mengidentifikasi masalah-masalah pasien berdasarkan patofisiologi dan patogenesis
dari gejala dan tanda yang ada
2. Mampu mengetahui diagnosis yang tepat dan penanganan serta pencegahan penyakit
1.4 Skenario
Laki-laki 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis tidak didapatkan
sesak napas, lekas capai maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok 2 bungkus sehari.
Kebiasaan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit tidak menderita
diabetes mellitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada,
dirawat inap dan dinyatakan sakit jantung koroner.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah: 120/80
mmHg, denyut nadi: 80x/menit, JVP tidak meningkat. Pada inspeksi menunjukkan apeks tidak ada
heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpitasi didapatkan apeks di SIC IV
linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal,
apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi: Bunyi jantung I intensitas biasa,
bunyi jantung II intensitas biasa, normal splitting. Tidak ada bising. Tidak ada gallop. Tidak ada
ronkhi.
Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan EKG normal. Pada foto thorax:
CTR=0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung normal. Apeks tidak
bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test) normal.
Pemeriksaan echocardiografi menunjukkan jantung dalam batas normal.
1.5 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi dari sistem kardiovaskular?
2. Bagaimana patofisiologi dari gejala penyakit jantung: nyeri dada, sesak napas, lekas capai dan
dada berdebar?
3. Bagaimana patofisiologi dari tanda penyakit jantung: gallop, thrill, bising, ronkhi dan splitting?
4. Apa hubungan antara merokok dengan penyakit jantung?
5. Bagaiamana penjelasan mengenai tes yang diberikan pada pasien?
6. Sebutkan dan jelaskan diagnosis banding dari kasus pada skenario!
7. Apa diagnosis dari kasus pada skenario?
1.6 Hipotesis
Dari data yang ada pada skenario maka kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah
pasien menderita penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner tersebut menunjukkan gejala
nyeri dada atau yang biasa disebut sebagai angina. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai tipe
angina yang dideritanya, akan dibahas pada bab tinjauan pustaka dan pembahasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi, fisiologi dan histologi sistem kardiovaskular
Anatomi:
Sistema kardiovaskular dibentuk oleh cor, aorta beserta cabang-cabangnya, a. pulmonalis dari
truncus pulmonalis beserta cabang-cabangnya, vena cava superior dan inferior. Batas cor:
Sinister: SIC V 1 jari medial linea midclavicularis sinistra sampai SIC II linea parasternalis sinistra
Cranial: SIC II linea parasternalis sinistra sampai tepi cranial costa III dextra(±2cm dari linea sternalis)
Dextra: tepi cranial costa III dextra sampai tepi caudal costa V dextra
Caudal: tepi caudal costa III dextra sampai SIC V linea midclavicularis sinistra
Ruangan-ruangan pada cor:
a. Atrium cordis dextrum: dimuarai oleh vena cava superior, vena cava inferior, v. cordis minimae
dan sinus coronarius.
b. Ventriculus cordis dexter: ostium atrioventriculare dexter dibatasi oleh annulus fibrosus. Pada
annulus fibrosus terdapat valva tricuspidalis (cuspis medialis, cuspis anterior dan cuspis posterior).
Tiap cuspis dihubungkan dengan mm. papillares oleh chordae tendineae.
Di sebelah cranial ventriculus cordis dexter berpangkal a. pulmonalis. Pangkal a. pulmonalis
disebut conus conus arteriosus. Di sebelah distal conus arteriosus terdapat valva semilunaris
pulmonalis (cuspis anterior, cuspis dexter dan cuspis sinister).
c. Atrium cordis sinistrum: dimuarai v. pulmonalis dexter 2 buah dan v. pulmonalis sinister 2 buah.
d. Ventriculus cordis sinistrer: ostium atrioventriculare sinister dibatasi oleh annulus fibrosus. Pada
annulus fibrosus terdapat valva bicuspidalis (cuspis anterior dan cuspis posterior). Tiap cuspis
dihubungkan dengan mm. papillares oleh chordae tendineae.
Pada ujung cranial ventriculus cordis sinister terdapat pangkal aorta. Pada pangkal aorta tersebut
terdapat valva semilunaris aorta (cuspis posterior, cuspis dexter dan cuspis sinister). Di sebelah
distal valva semilunaris aorta terdapat sinus valsavae dimana terdapat pangkal dari a. coronaria
dextra dan sinistra.
Lapisan dinding cor:
a. Pericardium berlanjut ke caudal sebagai ligamentum pericardiacophrenica. Vaskularisasi oleh a.
pericardiacophrenica dan r. pericardialis (dari a. bronchialis, a. oesophagealis dan a. phrenica
superior). Inervasi oleh n. phrenicus.
b. Epicardium melekat langsung pada cor lalu mereflexi sebagai pericardium. Ruangan antara
keduanya disebut cavitas pericardii. Reflexinya ada di dua tempat: porta arteriosa membentuk
sinus transversus pericardii dan porta venosa membentuk sinus obliquus pericardii.
Vaskularisasinya oleh a. coronaria dan inervasinya oleh plexus coronarius.
c. Myocardium jaringan otot lurik dengan discus interkalatus. Ventrikel cordis sinister lebih tebal
dari ventricle cordis dexter. Paling tipis atrium cordis sinistrum.
d. Endocardium terdiri dari sel endothelial yang diperkuat oleh serabut elastis dan serabut otot
polos (homolog dengan tunika intima pembuluh darah).
Sistema arteriosa pada vaskularisasi cor oleh a. coronaria dextra (memvaskularisasi terutama
bagian posterior) dan a. coronaria sinistra (memvaskularisasi terutama bagian vebtral dan lateral).
Sedangkan sistema venosa dari dinding cor adalah vv. cardiacae minimae dan sinus coronarius ( muara
dari v. cardiaca magna, v. cardiaca parva, v. cardiaca media, v. cardiaca anterior, v. oblique atrii
sinistra Marshalii dan v. posterior ventrikuli sinistra).
Inervasi cor yang sifatnya autonom, yaitu simpatis (yang mendapat cabang dari ganglion
cervicale dan ganglion thoracicum) serta parasimpatis (nervus vagus) (Budianto, 2003).
Fisiologi:
Siklus jantung:
a. Sistole: ventrikel berkontraksi sedangkan atrium relaksasi, sehingga tekanan intraventricularis
meninggi. Hal ini menyebabkan valva atrioventricularis menutup, disamping itu darah akan
terpompa menuju aorta dan a. pulmonalis karena valva semilunaris aorta dan valva semilunaris
pulmonalis terbuka. Penutupan valva atrioventriculare menyebabkan suara jantung I.
b. Diastole: ventrikel relaksasi sedangkan atrium kontraksi, sehingga tekanan intraatrial meninggi.
Hal ini menyebabkan valva atrioventricularis terbuka dan darah dari atrium masuk ke ventrikel,
sedangkan valva semilunaris aorta dan valva semilunaris pulmonalis tertutup. Penutupan valva
semilunaris ini menyebabkan suara jantung II (Budianto, 2003).
Histologi:
Penampang melintang aorta. Lapisan-lapisan aorta mulai dari dalam:
a. Tunika intima
Endothelium: sel-selnya pipih/poligonal
Hal penting mengenai endothel:
1) Mengandung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar dengan permeabilitas yang
sangat selektif
2) Memberikan permukaan nontrombogenik oleh lapisan heparin dan oleh sekresi PGI2
(vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit), dan oleh sekresi plasminogen
3) Mensekresi oksida nitrat (suatu vasodilator kuat)
4) Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T dan sel-sel otot polos melalui
berbagai sitokin dan factor pertumbuhan (Hartanto, 2006).
Sub endothelium: terdiri dari serabut-serabut kolagen halus, elastis dan sel-sel fibroblast
Lamina elastika-muskularis: terdiri dari serabut elastis dan sel otot polos tersusun membujur
b. Tunika media
Tersusun oleh lembaran atau lapisan membrana elastis yang berlubang-lubang. Pada lubang-lubang
tersebut didapatkan jaringan pengikat longgar dengan sel-sel otot polos.
c. Tunika adventitia
Terdiri atas jaringan pengikat dengan serabut kolagen yang tersusun spiral, longitudinal dan relatif
sedikit mengandung serabut elastis sehingga membrana elastika eksternanya tak terlihat jelas
(Laboratorium Histologi FK UNS, 2009).
2.2 Iskemia Miokardium
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang
mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi
miokardium.
Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium mengubah metabolisme aerob menjadi
anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien dibandingkan
metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi
menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga
menurunkan pH sel.
Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat
mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang;
serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Berkurangnya daya kontraksi
dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Menurunnya fungsi ventrikel
kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup. Berkurangnya
pengosongan ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya, tekanan jantung kiri
akan meningkat; tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan
meningkat. Tekanan makin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia.
Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel
tertentu.
Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan
tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Pola ini merupakan respon kompensasi
simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi
perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa
miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respons vagus.
Iskemia miokardium biasanya disertai oleh oleh dua perubahan EKG yaitu gelombang T
terbalik dan depresi segmen ST. Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Iskemia miokardium dapat
disertai angina pektoris. Agaknya reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau
oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui, atau oleh stres mekanik lokal akibat kelainan
kontraksi miokardium (Hartanto, 2006).
2.3 Infark Miokardium
Istilah infark miokardium menunjukkan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat
iskemia total. Penelitian angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar MI akut disebabkan oleh
trombosis arteria koronaria. Pada banyak kasus, gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada
merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus. Vasospasme dan agregasi trombosit mungkin
ikut berperan dalam pembentukan oklusi arteri koronaria, tetapi keduanya jarang.
Nekrosis miokardium dimulai pada 20-30 menit oklusi arteri koronaria. Pada keadaan normal,
regio subendokardium miokardium merupakan bagian dari dinding ventrikel yang paling kurang
perfusinya. Daerah ini merupakan bagian yang paling terakhir menerima darah dari cabang arteria
koronaria epikardium, selain itu adanya tekanan intramural yang relatif tinggi di daerah ini
menyebabkan aliran masuk darah semakin terganggu. Karena tingginya kerentanan terhadap cedera
iskemik ini, infark miokardium umumnya dimulai di regio subendokardium. Zona nekrosis meluas ke
arah eksternal dalam beberapa jam kemudian. Infark biasanya mencapai ukuran penuh dalam 3-6 jam.
Lokasi MI ditentukan oleh letak oklusi pembuluh dan oleh anatomi sirkulasi koroner. Ukuran
infark dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara umum, oklusi segmen arteria koronaria yang lebih
proksimal menimbulkan infark yang lebih besar, mengenai seluruh ketebalan miokardium. Luas infark
juga dipengaruhi oleh derajat sirkulasi kolateral yang terdapat pada saat oklusi. Pada pasien dengan
aterosklerotik kronis, sirkulasi kolateral dapat terbentuk seiring dengan waktu sebagai respons
terhadap iskemia kronis.
Onset MI biasanya disertai nyeri dada substernum yang parah dan teasa menekan, yang
mungkin menyebar ke leher, rahang, epigastrium, bahu atau lengan kiri. Kelainan EKG merupakan
manifestasi penting MI. Kelainan ini mencakup perubahan, seperti gelombang Q, kelainan segmen ST
(dengan elevasi ST atau tanpa elevasi ST), dan inverse gelombang T. Berbagai penanda miokardium
yang digunakan untuk memantau MI dan pola evolusi antara lain keratin kinase (CK), troponin dan
laktat dehidrogenase. Walaupun aktivitas CK total merupakan salah satu determinan paling sensitive
untuk nekrosis miokardium akut, pemeriksaan ini tidak spesifik. Troponin jantung I hanya ditemukan
dalam otot jantung sehingga lebih spesifik daripada CK-MB. Dengan diperkenalkannya pemeriksaan
troponin, pengukuran kadar LD untuk diagnosis MI umumnya ditinggalkan (Hartanto, 2007).
2.4 Angina Pektoris
Istilah angina pektoris memiliki arti nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversible dan sementara. Terdapat 3 varian utama angina pektoris:
a. Angina pektoris stabil (tipikal) mengacu pada nyeri dada episodik saat pasien berolahraga atau
mengalami bentuk stres lainnya. Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya,
dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa
tertindih/berat di dada atau diremas-remas. Pada keadaan berat disertai keringat dingin, sesak napas
dan perasaan takut mati. Nyeri berhubungan dengan aktivitas; tapi tak berhubungan dengan
gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri yang pertama timbul biasanya
agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Nyeri tidak terus-menerus tetapi
hilang timbul (Sudoyo, 2007).
Angina pektoris stabil biasanya disebabkan oleh penyempitan aterosklerotik tetap (biasanya
75% atau lebih) satu atau lebih arteri koronaria. Dengan derajat obstruksi seperti ini (stenosis
kritis), kebutuhan oksigen miokardium mungkin terpenuhi pada keadaan basal, tetapi tidak dapat
terpenuhi apabila terjadi peningkatan kebutuhan karena olahraga atau kondisi lain yang
menyebabkan stes pada jantung. Nyeri biasanya mereda dengan istirahat (penurunan kebutuhan)
atau dengan pemberian nitrogliserin. Vasodilator ini mengurangi darah vena yang mengalir ke
jantung (sehingga kerja jantung juga berkurang) karena menyebabkan dilatasi vena; dalam dosis
yang lebih besar, obat ini dapat meningkatkan aliran darah ke miokardium melalui vasodilatasi
koroner (Hartanto, 2007).
b. Angina pektoris tak stabil (angina kresendo) ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya
meningkat. Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil: (1) pasien dengan angina yang masih
baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per
hari; (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi
makin ringan; (3) pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat. Gambaran klinisnya berupa
nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama. Nyeri dada dapat disertai
keluhan sesak napas, mual sampai muntah, kadang disertai keringat dingin (Sudoyo, 2007).
Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin
irreversibel sehingga kadang-kadang disebut angina prainfark. Pada sebagian besar pasien, angina
ini dipicu oleh perubahan akut pada plak disertai trombosis parsial, embolisasi distal trombus,
dan/atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah aterosklerotik koroner dan lesi
terkaitnya (Hartanto, 2007).
c. Angina Prinzmetal (varian) mengacu pada angina yang terjadi saat istirahat atau, pada beberapa
kasus, membangunkan pasien dari tidurnya. Pemeriksaan angiografik memperlihatkan bahwa
angina Prinzmetal berkaitan dengan spasme arteria koronaria. Walaupun biasanya terjadi di dekat
suatu plak aterosklerosis, spasme dapat mengenai pembuluh normal. Penyebab dan mekanisme
spasme semacam ini belum jelas, tetapi spasme berespons terhadap pemberian vasodilator. Angina
varian jangan dikacaukan dengan vasospasme yang terjadi di tempat ruptur plak (Hartanto, 2007).
BAB III
PEMBAHASAN
Pada skenario diketahui bahwa laki-laki 40 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
dada. Nyeri dada dapat pleuritik dan non pleuritik.nyeri dada non pleuritik paling sering disebabkan
oleh kelainan di luar paru, antara lain kardial, perikardial, aortal, gastrointestinal, muskuloskeletal, dan
fungsional. Nyeri dada kardial dapat disebabkan karena iskemik miokardium, prolaps katup mitral
ataupun stenosis aorta berat. Mekanisme nyeri dada akibat iskemik miokardium telah dijelaskan
seperti pada bab tinjauan pustaka. Agaknya reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang
tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui, atau oleh stres mekanik lokal akibat
kelainan kontraksi miokardium.
Pada anamnesis tidak didapatkan sesak napas, lekas capek maupun dada berdebar-debar.
Adapun sesak napas (dispnea) akibat meningkatnya usaha bernapas yang terjadi akibat kongesti
pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru; ortopnea adalah kedulitan
bernapas pada posisi berbaring; dispnea nocturnal paroksismal (dispnea yang terjadi sewaktu tidur)
terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dan pulih dengan duduk di sisi tempat tidur. Lekas capek
seringkali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi aliran darah perifer yang berkurang.
Sedangkan dada berdebar-debar (palpitasi) terjadi karena perubahan kecepatan, keteraturan atau
kontraksi otot jantung.
Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus sehari. Efek nikotin adalah: (1) perangsangan
hormon katekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah; (2) merangsang
berkelompoknya trombosit trombosit menggumpal menyumbat pembuluh darah yang sudah
sempit karena asap yang mengandung CO dari rokok. Efek rokok yang merangsang adrenalin tadi
menyebabkan: (1) mengubah metabolisme lemak dimana kadar HDL menurun; (2) perangsangan kerja
jantung dan menyempitkan pembuluh darah (spasme); (3) pengelompokan trombosit. Rokok juga
dapat menimbulkan arteriosklerosis (menebal dan mengerasnya pembuluh darah) sehingga pembuluh
darah kehilangan elstisitasnya dan lumen pembuluh darah menyempit. Pada penyempitan tadi dapat
terjadi penyumbatan karena trombosis, dan jika gumpalan darah lepas terbawa aliran dapat menyumbat
dimana saja (paru, otak, dll). Jika terjadi penyempitan a. coronaroa maka kebutuhan oksigen dengan
suplai oksigen tidak mencukupi dan timbullah iskemia. Jika iskemia ditambah oleh aktivitas fisik/stres,
kekurangan aliran darah akan meningkat sehingga terjadi angina pektoris. Perokok yang merokok
lebih dari 20 batang sehari dapat meningkatkan risiko terkena infark miokard 6 kali lipat.
Pasien juga jarang berolahraga. Padahal latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan HDL-
C, menurunkan kadar LDL-C dan VLDL, mengurangi obesitas, menurunkankan tekanan darah,
menurunkan resistensi insulin, mengurangi stres dan meningkatkan latihan kardiovaskular. Sedangkan
dengan kurangnya aktifitas fisik dapat terjadi hal yang sebaliknya sehingga timbul berbagai gangguan
kesehatan. Pasien tidak menderita diabetes melitus. Penyakit diabetes melitus menginduksi
hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis.
Diabetes melitus juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner;
sintesis kolesterol, trigliserida dan fosfolipid; peningkatan kadar LDL-C; dan kadar HDL yang rendah.
Pasien takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat
inap dan dinyatakan sakit jantung koroner. Ketakutan pasien dapat menyebabkan keadaan psikogenik
dimana perasaan sakit timbul karena adanya ketakutan terkena penyakit yang sama dengan ayahnya.
Keadaan psikogenik ini terjadi pada waktu dan keadaan tertentu yang dapat menimbulkan ketakutan.
Faktor risiko penyakit jantung koroner dapat dibedakan menjadi yang tidak dapat diubah dan yang
dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain: usia (laki-laki ≥45 tahun; perempuan
≥55 tahun atau menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen), jenis kelamin dan riwayat
penyakit jantung pada keluarga.keturunan dari seseorang penderita penyakit jantung koroner prematur
diketahui menyebabkan perubahan dalam penanda aterosklerosis awal. Faktor risiko yang dapat diubah
antara lain: hiperlipidemia (batas atas LDL-C=13—159 mm/dl; tinggi ≥160 mg/dl), HDL-C rendah
(<40 mg/dl), hipertensi (>140/90 mmHg), merokok, diabetes melitus, obesitas (terutama abdominal),
ketidakaktifan fisik dan hiperhomosisteinemia (≥16 µmol/L).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada thrill, tidak ada splitting, tidak ada bising, tidak
ada gallop dan tidak ada ronkhi. Adapun patofisiologinya:
Bising jantung (murmur) terjadi akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah jantung.
1. Murmur pada stenosis aorta (bising sistolik)
Darah dari ventrikel kiri disemburkan melalui lubang sempit di katup aorta. Akibat tahanan
terhadap semburan, kadang tekanan ventrikel kiri meningkat sampai 300 mmHg, sedangkan
tekanan di aorta tetap normal sehingga terjadi turbulensi hebat pada darah di pangkal aorta.
Darah turbulen yang kena dinding aorta menimbulakan getaran hebat dan murmur yang keras
dihantarkan sepanjang aorta bagian atas dan bahkan ke arteri-arteri besar di leher.
Getaran suara sering dapat teraba oleh tangan yang diletakkan pada dada bagian atas dan leher
bagian bawah. Getaran tersebut yang disebut thrill.
2. Murmur pada regurgitasi katup aorta (bising diastolik)
Darah mengalir balik dari aorta ke ventrikel kiri menyebabkan darah turbulen yang menyembur
balik dan bertemu dengan darah dalam ventrikel kiri. Keadaan tersebut menyebabkan murmur
seperti suara meniup yang bernada tinggi dan mendesis. Terdengar secara maksimal di
ventrikel kiri
3. Murmur pada regurgitasi katup mitral (bising sistolik)
Darah mengalir balik melalui katup mitral ke atrium kiri sehingga terdengar murmur seperti
suara meniup yang bernada tinggi dan mendesis. Namun atrium kiri terletak dalam sekali
sehingga suara regurgitasi mitral dihantarkan ke dinding dada terutama ventrikel kiri. Biasanya
terdengar paling keras di apeks.
4. Murmur pada stenosis katup mitral (bising diastolik)
Darah mengalir dengan susah payah melalui katup mitral yang mengalami stenosis dari atrium
kiri ke ventrikel kiri. Karena tekanan arteri jarang meningkat di atas 30 mmHg, maka selisih
tekanan yang besar yang mendorong darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri tidak pernah
terjadi. Akibatnya, bunyi abnormal pada stenosis katup mitral biasanya lemah dengan frekuensi
rendah.
Karena frekuensi getaran suaranya sangat rendah, kadang kita dapat merasakan getaran ini di
apeks thrill
Ejeksi ventrikel kana sedikit lebih lama dari ventrikel kiri sehingga katup menutup secara asinkron.
Katup aorta menutup sebelum katup pulmonal menutup sehingga keadaan ini menimbulkan
pemisahan (splitting) bunyi penutupan fisiologis.
Splitting paradoksikal abnormal menunjukkan penutupan katup pulmonalis sebelum penutupan
katup aorta. Splitting ini paling jelas saat ekspirasi dan berkurang saat inspirasi. Splitting
paradoksikal saat ini ditemukan pada waktu pengaktivan ventrikel kiri mengalami hambatan
(seperti pada blok berkas cabang kiri) atau pada ejeksi ventrikel kiri yang memanjang (seperti pada
stenosis aorta).
Irama gallop merupakan tampilan patologis S3 dan S4 (karena tambahan bunyi jantung lain
merangsang timbulnya irama gallop (seperti derap lari kuda).
1. Gallop ventrikular: S3 terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat. Walaupun bunyi
jantung ini dapat normal pada anak dan dewasa muda, tetapi biasanya merupakan suatu temuan
patologis yang dihasilkanoleh disfungsi jantung, terutama kegagalan ventrikel.
2. Gallop atrium: bunyi S4 timbul pada waktu sistolik atrium. Gallop ini terdengar bila resistensi
ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat akibat berkurangnya peregangan dinding
ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.
Ronkhi pada penyakit jantung dapat disebabkan oleh gagal jantung kiri dan karena adanya stenosis
pada katup mitralis. Pada gagal jantung kiri, fungsi ventrikel berkurang sehingga darah tidak dapat
dipompa secara maksimal ke seluruh tubuh. Akibatnya tekanan dalam ventrikel menjadi tinggi dan
tekanan dalam atrium juga tinggi karena darah tidak dapat dialirkan ke ventrikel. Karena tingginya
tekanan di jantung kiri, sedangkan tekanan pada pulmo rendah, menyebabkan darah dari pulmo
tidak dapat dialirkan ke dalam atrium melalui vena pulmonalis. Akibatnya cairan terbendung
dalam pulmo, dan bila cairan semakin banyak maka dapat terjadi kebocoran pada pulmo. Cairan
kemudian keluar dari pulmo, salah satunya ke alveoli. Dengan adanya cairan dalam alveoli
sehingga pada saat inspirasi, udara masuk akan menabrak air dan timbul suara ronkhi.
Pada pemeriksaan tambahan, didapatkan hasil EKG normal, CTR=0,49, pemeriksaan exercise
stress test (treadmill test) normal dan pemeriksaan echocardiography normal. EKG
(electrocardiography) merupakan alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung. EKG memungkinkan
deteksi kelainan kecepatan dan irama jantung, pembesaran ruang-ruang jantung, iskemia atau infark
miokardium, pengaruh obat-obatan dan elektrolit, serta pergeseran arah aktivitas listrik. CTR
(cardiothoracic ratio) menunjukkan apakah jantung mengalami pembesaran. Pada penghitungannya
jika ≥50% maka dikatakan telah terjadi pembesaran jantung. Exercise stress test (treadmill test)
digunakan untuk mengevaluasi gejala-gejala atau perubahan EKG yang timbul akibat beraktivitas.
Dasar pemikirannya: Meningkatnya kerja dengan berlatih menyebabkan kerja system kardiovaskular
meningkat sehingga membutuhkan peningkatan konsumsi O2 miokardium, yang membutuhkan
peningkatan aliran darah koronaria. Penyempitan arteri koronaria mencegah peningkatan aliran darah
koroner sehingga terjadi nyeri dada atau perubahan EKG. Sedangkan echocardiography merupakan
prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonic sebagai media pemeriksaan.
Echocardiography memberikan informasi penting mengenai struktur dan gerakan bilik, katup dan
setiap massa pada jantung.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Dari data anamnesis didapatkan gejala nyeri dada pada pasien, sedangkan dari hasil
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan tambahan yang diberikan pada pasien
normal. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus per hari dan jarang olahraga. Pasien memiliki
riwayat keluarga, yaitu ayahnya, menderita penyakit jantung koroner. Dari data-data tersebut dapat
disimpulkan bahwa keadaan pasien normal. Nyeri dada yang dialaminya kemungkinan disebabkan
oleh keadaan psikisnya yang berupa perasaan takut terhadap penyakit jantung yang mungkin
diturunkan padanya, ditambah lagi dengan kebiasaan merokok dan jarang berolahraganya. Walaupun
pasien tersebut normal tetapi ia memiliki faktor risiko baik yaitu usia, jenis kelamin, riwayat penyakit
jantung koroner pada keluarga, merokok dan ketidakaktifan fisik. Adapun faktor risiko yang dapat
dikendalikan antara lain merokok dan ketidakaktifan fisik.
Untuk mencegah timbulnya kelainan pada jantung pasien, khususnya karena penyakit jantung
koroner, maka pasien disarankan untuk berhenti merokok dan berolahraga secara rutin untuk
mengurangi faktor risiko yang ada pada dirinya.
Daftar Pustaka
Budianto, Anang. 2003. Guidance to Anatomy. Surakarta: FK UNS
Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Editor: Setiawan, Irawati. Jakarta: EGC
Huriawati, dkk. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Penyakit Jantung Iskemik. Dalam: Robbins, Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Editor: Hartanto, Huriawati. Jakarta: EGC, PP: 408-15
Laboratorium Histologi FK UNS. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Blok Kardiovaskular. Surakarta: FK
UNS
Rahman, A. Muin. 2006. Angina Pektoris Stabil. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor:
Sudoyo, Aru ,dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, PP: 16011-13
Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina Pektoris Tak Stabil. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Editor: Sudoyo, Aru ,dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, PP: 1606-8
DeBeasi, Linda Coughlin. 2006. Gangguan Sistem Kardiovaskular. Dalam: Patofisiologi Price dan
Wilson, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Editor: Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta:
EGC, PP: 517-609