INFERTILITAS
-
Upload
herlambangkusumo -
Category
Documents
-
view
227 -
download
2
Transcript of INFERTILITAS
INFERTILITAS
PENDAHULUAN
Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan
melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Infertilitas
merupakan kegagalan untuk hamil setelah setahun melakukan hubungan seksual
tanpa pelindung. Infertilitas adalah keadaan yang mempengaruhi lebih dari 5 juta
pasangan setiap tahun dengan implikasi medis, eknomi, dan psikologis yang penting.
Disebut infertilitas primer kalau istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan
dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Penyelidikan lamanya
waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan menunjukkan bahwa 32,7%
hamil dalam satu bulan pertama, 57,0% dalam 3 bulan, 72,1% dalam 6 bulan, 85,4%
dalam 12 bulan, dan 93,4% dalam 24 bulan. Makin lama pasangan itu kawin tanpa
kehamilan, makin turun kejadian kehamilannya. Oleh karena itu, sebagian besar
dokter baru menganggap ada masalah infertilitas kalau pasangan yang ingin punya
anak itu telah dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan.1, 2
Perawatan pasangan infertile harus didasarkan pada penilaian yang tepat dari
faktor yang mempengaruhi fertilitas kedua pasangan. Peningkatan yang signifikan
dalam pengobatan fertilitas telah memungkinkan bagi banyak pasien agar dapat hamil
dengan bantuan medis. Wanita dengan gangguan pada tuba fallopi atau mereka yang
pernah mengalami ligasi tuba dapat hamil dengan cara fertilisasi in vitro (IVF). Pria
yang memiliki jumlah sperma yang sedikit atau tidak adanya/blockade vas deferens
tetapi memiliki sperma pada biopsy testicular atau aspirasi epididimis dapat
mempunyai anak dengan menggunakan injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI).2, 3
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi wanita yang didiagnosa dengan infertilitas adalah sekitar 13%,
yang berkisar dari 7-28%, bergantung pada usia wanita. Etnik atau ras tampaknya
hanya sedikit memberikan efek pada prevalensi. Akan tetapi, angka kejadian
infertilitas primer terus mengalami peningkatan, yang bersamaan dengan penurunan
infertilitas sekunder, sebagian besar kemungkinan disebabkan oleh perubahan prilaku
social seperti menunda untuk memiliki anak. Angka kejadian infertilitas telah
mengalami peningkatan (mungkin sebesar 100% selama 20 tahun terakhir) pada
Negara maju yang disebabkan oleh peningkatan jumlah penyakit yang ditularkan
melalui hubungan seksual (terutama gonorrhea dan Klamidia, yang kemudian
menyebabkan kerusakan tuba), peningkatan jumlah pasangan berhubungan seksual
(berpotensi meningkatkan tertular IMS), dengan sengaja menunda kehamilan,
penggunaan kontrasepsi, dan merokok (1 pak/hari menurunkan kemungkinan
kehamilan sebesar 20%). Data yang berasal dari dari penelitian yang berbasiskan
populasi menunjukan bahwa 10-15% pasangan di negara barat mengalami infertilitas.
Setengahnya (8%) dapat hamil tanpa membutuhkan nasehat dan perawatan spesialis.
Delapan persen sisanya yang membutuhkan masukan dari klinik fertilitas,
setengahnya (4%) mengalami infertilitas primer (belum pernah hamil sebelumnya).3, 4,
5
ETIOLOGI
Reproduksi membutuhkan interaksi dan integritas traktus reproduksi
perempuan dan pria, yang melibatkan:
1. Pelepasan oosit preovulatori normal
2. Produksi spermatozoa yang adekuat
3. Pengangkutan gamet yang normal ke bagian ampula di tuba fallopi (dimana
terjadi fertilisasi), dan
4. Pengangkutan embrio yang terbelah kedalam kavitas endometrial untuk
implantasi dan perkembangan.
Infertilitas disebabkan oleh faktor pria dan/atau wanita. Angka kejadian pasti dari
berbagai macam faktor yang menyebabkan infertilitas berbeda-beda diantara populasi
dan tidak dapat ditentukan dengan pasti. Collins melaporkan bahwa diantara 14.141
pasangan dalam 21 publikasi, gangguan ovulasi terjadi pada 27% kasus; faktor lelaki
sebesar 25%; gangguan tubal sebesar 22%; endometriosis sebesar 5%; penyebab lain
sebesar 4%; dan faktor yang tidak dapat dijelaskan sebesar 17%. Faktor gaya hidup
yang lain yang berkaitan dengan peningkatan resiko mencakup faktor lingkungan dan
okupasional; efek toksik terkait dengan tembakau, mariyuana, atau obat yang lain;
terlalu banyak kegiatan; diet yang tidak adekuat yang berkaitan dengan penurunan
dan peningkatan berat badan yang terlalu ekstrem; dan usia lanjut.3, 7
a. Faktor perempuan
Faktor infertilitas yang berasal dari perempuan dapat dibagi menjadi beberapa
kategori, antara lain:
Gangguan ovulasi
Ovulasi dapat terganggu oleh kelainan dalam hipotalamus, hipofisis
anterior, atau ovarium. Proses ovulasi dimulai sesaat setelah aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium telah matang dan follicle-stimulating hormone
(FSH) dan luteinizing hormone (LH), yang diatur oleh gonadotropin-
releasing hormone (GnRH), mendapatkan pola sekresi normal mereka. Dari
kelompok folikel yang tersedia setiap bulan, hanya satu buah oosit yang
dipilih dan berkembang ke tahap preovulasi. Selama perkembangan follikel,
sel granulose mensekresikan estradiol (E2) dengan jumlah yang terus
meningkat, dan menurunkan sekresi FSH. Kemudian, melalui mekanisme
umpan balik positif, E2 menghasilkan gelombang LH yang memicu proses
ovulasi, menginduksi meiosis oleh oosit, dan merangsang pembentukan
korpus luteum dan sekresi progesterone.3, 8
Gangguan ovulasi didefinisikan sebagai perubahan frekuensi dan
durasi siklus menstruasi. Siklus menstruasi yang normal berlangsung selama
25-35 hari, dengan rata-rata selama 28 hari. Kegagalan berovulasi adalah
masalah infertilitas yang paling sering terjadi. Ketiadaan proses ovulasi dapat
dikaitkan dengna amenore primer, amenore sekunder, atau oligomenore.
Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh defek fungsi system saraf pusat
(CNS), penyakit metabolic, atau defek perifer. Defek CNS mencakup
anovulasi hiperandrogenemik kronik, hiperprolaktinemia (empty sella, tumor,
atau gangguan yang disebabkan oleh obat), insufisiensi hipotalamus (yang
mencakup sindrom kallmann), dan insufisiensi hipofisis (trauma, tumor, atau
kelainan congenital). Penyakit metabolic yang menyebabkan gangguan
ovulasi adalah penyakit tiroid, penyakit hepar, penyakit ginjal, obesitas, dan
kelebihan androgen (adrenal atau neoplastik). Defek perifer dapat disebabkan
oleh disgenesis gonadal, kegagalan ovarium premature, tumor ovarium.3, 5
Gangguan tuba dan pelvis
Penyakit tuba menjadi penyebab sekitar 15-20% kasus infertilitas primer.
Gangguan pada tuba disebabkan oleh infeksi pada pelvis atau operasi yang
menyebabkan kerusakan jaringan, bekas luka dan perlekatan. Hal ini dapat
mempengaruhi fungsi tuba dan menyebabkan oklusi tuba parsial atau total.
Karena bagian distal tuba umumnya terpengaruh, cairan dapat terakumulasi
dalam tuba yang dapat menyebabkan hidrosalfing. Kemampuan fungsional
dari tuba falopi bukan hanya patensi-nya tetapi juga integritas lapisan mukosa
atau endosalfing. Karena kerusakan apapun pada tuba fallopi cenderung
menetap dan perbaikan akan sulit dilakukan. Disebabkan oleh keterbatasan
dalam memeriksa fungsi tuba, pemeriksaan yang mungkin dilakukan hanya
menilai penampakan themakroskopik dan patensi tuba fallopi.6
Gejala seperti nyeri kronis pada pelvis atau dismenorhea dapat
menunjukkan adanya obstruksi tuba atau perlengketan pelvis. Perlekatan
dapat mencegah pergerakan tuba yang normal, pengambilan ovum, dan
pengangkutan telur yang telah difertilisasi kedalam uterus. Berbagai macam
etiologi yang berperan terhadap gangguan tuba, termasuk infeksi pelvis,
endometriosis, dan riwayat operasi pelvis.8
Riwayat penyakit peradangan pelvis (PID) kemungkinan besar dapat
menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi atau adanya perlekatan pelvis. Di
amerika serikat, penyebab penyakit tuba yang paling sering adalah infeksi
yang disebabkan oleh klamidia trachomatis atau neisseria gonorrhoeae,
sedangkan tuberculosis adalah penyebab umum dari penyakit tuba dan
intrauterus di Negara endemis dan dapat dipertimbankan pada masyarakat
imigran. Tetapi, ketiadaan riwayat PID tidak secara otomatis menghilangkan
kemungkinan mengalami gangguan tuba, karena beberapa pasien yang
diketahui mengalami kerusakan tuba tidak memiliki riwayat PID.8
Kelainan uterus
Kelainan uterus jarang menyebabkan infertilitas tetapi harus selalu
dipertimbangkan. Kelainan anatomi uterus yang dapat menyebabkan
infertilitas adalah malformasi congenital, mioma, dan perlekatan intrauterus.
Uterus adalah tujuan terakhir embrio dan tempat dimana janin berkembang
hingga dilahirkan. Oleh karena itu uterus dapat dikaitkan dengan infertilitas
primer atau dengan keguguran dan persalinan premature. Gangguan uterus
dapat berupa congenital atau yang didapatkan. Mereka dapat mempengaruhi
endometrium atau miometrium dan bertanggung jawab terhadap kasus
infertilitas sebesar 2-5%.3, 9
Kelainan congenital
Perkembangan duktus mulleri adalah asal dari terbentuknya uterus, tuba
fallopi, serviks, dan bagian atas vagina. Kelainan mullerian antara lain
mulai dari tidak adanya uterus dan vagina (sindrom Rokitansky-Kuster-
Hauser) hingga uterus arkuata dan septum vagina (vertical atau
horizontal).
Malformasi uterus yang paming sering terjadi yang diamati selama 40
tahun terakhir ini adalah kelainan yang disebabkan oleh obat. Mulai dari
akhir 1950-an hingga awal 1970-an, dietilstilbestrol (DES) digunakan
untuk mengobati pasien dengan riwayat abortus habitualis. Beberapa
tahun kemudian, DES diketahui bertanggung jawab sebagai penyebab
malformasi serviks uterus, ketidakteraturan kavitas endometrial (misal,
uterus yang berbentuk T), malfungsi tuba fallopi, ketidakteraturan siklus
menstruasi, dan perkembangan sel karsinoma di vagina.3
Kelainan yang didapat
Endometriosis dikaitkan dengan trauma persalinan, dilatasi dan kuretase,
alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), atau operasi apapun dalam kavitas
endometrial (miomektomi, histeroskopi) dapat menyebabkan perlekatan
intrauterus atau sinekia (yaitu sindrom asherman), dengan hilangnya
sebagian atau keseluruhan kavitas endometrial.3
Secara umum, bukti yang menyatakan bahwa mioma uteri dapat
menurunkan fertilitas relative lemah. Mekanisme infertilitas yang
disebabkan oleh mioma adalah penyumbatan kornu oleh mioma yang
menekan segmen interstitial tuba, disfungsi kontraktilitas uterus yang
mengganggu pengangkutan ovum atau sperma atau implantasi embrio, dan
aliran darah regional yang jelek yang menyebabkan penipisan endometrial
fokal atau ulserasi.9
Endometriosis
Endometriosis ditandai oleh adanya jaringan endometrium di luar
kavum uterus, Tempat yang sering terkena adalah peritoneum pelvis, ovarium
an septum rektovaginal. Hubungan antara endometriosis dan infertilitas telah
diperlihatkan dalam beberapa penelitian, tetapi tidak pada semua penelitian
mengenai subjek ini. Data yang berasal dari program fertilisasi in vitro (IVF)
juga menyatakan menyatakan penurunan cadangan ovarium, kualitas oosit dan
embrio yang buruk dan gangguan implantasi pada endometriosis yang parah.
Cairan peritoneum yang berasal dari wanita yang menderita endometriosis
mengandung sitokin, faktor pertumbuhan dan makrofag yang telah teraktifasi
dalam kadar yang tinggi terbukti bersifat toksik pada fungsi sperma dan
embrio yang selamat.6
Gangguan pada serviks
Gangguan pada serviks dapat disebabkan oleh stenosis atau kelainan interaksi
mucus dengan sperma. Serviks uterus memainkan peranan yang penting
dalam pengangkutan sperma setelah berhubungan seksual. Produksi dan
karakteristik mucus di serviks berubah berdasarkan pada konsentrasi estrogen
selama fase follicular akhir. 3
b. Faktor pria
Faktor infertilitas pada pria mencakup kelainan spermatogenesis, kelainan
motilitas, gangguan anatomi, gangguan endokrin, dan disfungsi seksual. Kelainan
anatomi kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya vas deferens, sumbatan vas
deferens, dan kelainan congenital pada system ejakulasi. Kelainan
spermatogenensis dapat terjadi sebagai akibat dari orkitis, kelainan kromosom,
terpapar radiasi atau bahan kimia, atau varikokel. Kelainan motilitas terlihat pada
tidak adanya silia (sindrom kartegener), varikokel, dan pembentukan antibody.
Gangguan endokrin pada pria mencakup gangguan tiroid, hyperplasia adrenal,
androgen eksogen, disfungsi hipotalamus (sindrom kallman), kegagalan hipofisis
(tumor, radiasi, operasi), dan hiperprolaktinemia (tumor).5
PEMERIKSAAN PADA PASANGAN INFERTIL
Agar proses reproduksi dapat berhasil membutuhkan struktur dan fungsi
keseluruhan aksis reproduksi yang tepat, yang mencakup hipotalamus, kelenjar
hipofisis, ovarium, tuba fallopi, uterus, serviks, dan vagina. Untuk menilai aksis ini,
pemeriksaan infertilitas terdiri dari elemen utama berikut ini:10
- Anamnesis dan pemeriksaan fisis
- Analisis semen
- Interaksi sperma-lendir servikal (pemeriksaan pasca senggama)
- Pemeriksaan proses ovulasi
- Evaluasi patensi tuba
- Deteksi kelainan uterus
- Penilaian cadangan ovarium
Konsultasi tidak lengkap jika hanya wanita saja yang dievaluasi. Kecemasan sangat
sering terlihat, dan banyak pasangan yang melakukan konsultasi setelah beberapa
bulan menikah.3, 10
Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Pada saat anamnesis awal, prilaku seksual pasangan harus dipastikan. KY-
jelly dan pelumas yang lain dapat bersifat spermatoksik dan menyebabkan
gangguan motilitas atau jumlah sperma. Waktu dan frekuensi hubungan seksual
harus ditanyakan. Beberapa penulis merekomendasikan hubungan seksual setiap
48 jam selama pertengahan siklus. Riwayat penyakit waktu kecil, perkembangan
testicular yang abnormal (terutama undescenced testicles), atau trauma pada
organ genitourinarius harus didapatkan. Riwayat penundaan perkembangan
pubertas dan maturasi dapat menunjukkan endokrinopati seperti
hipogonadotropik hipogonadisme atau disfungsi adrenal.2
Faktor lainnya yang dapat mengganggu spermatogenesis mencakup
riwayat kemoterapi atau radiasi, tuberculosis, terpapar racun yang ada
dilingkungan sekitar, atau obat (terutama sulfasalazine [azulfidine], calcium
channel blocker, simetidine, alcohol, mariyuana, dan/atau steroid androgenic
eksogenus). Tanyakan pada pasien wanita mengenai riwayat menstruasi mereka,
frekuensi, dan pola menarche mereka. Riwayat perubahan berat badan,
hirsutisme, dan jerawat harus ditanyakan.2, 3
Pemeriksaan fisis harus dilakukan secara mendetail. Pada pria adanya
hipospadia, ukuran testis yang kecil, atau adanya varikokel harus dicatat. Volume
testis pria yang normal biasanya lebih dari 15 ml, dan seringkali melebihi 30 ml.
penilaian varikokel harus dilakukan pada pasien dalam posisi berbaring
terlentang. Adanya pembesaran prostat dapat menyatakan prostatitis, yang dapat
mempengaruhi kualitas semen. Pada pasien wanita lakukan pemeriksaan dada
pasien untuk menilai perkembangan dada. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk
mengetahui adanya massa pada hipogastrium. Pemeriksaan ginekologi yang teliti
harus mencakup evaluasi distribusi rambut pubis, ukuran klitoris, kelenjar
bartholin, labia mayora dan minora, dan adanya kondiloma akuminata atau lesi
lain yang dapat menunjukkan adanya penyakit kelamin. Inspeksi mukosa vagina
dapat menunjukkan adanya defisiensi estrogen atau adanya infeksi.3, 10
Analisis sperma
Analisis sperma adalah pemeriksaan inti dalam melakukan evaluasi status
fertilitas pria. Untuk pemeriksaan ini, pria diminta untuk menahan aga tidak
ejakulasi selama 2 hingga 3 hari, dan specimen dikumpulkan dengan cara
melakukan masturbasi kedalam tabung yang steril. Jika pria tidak mau melakukan
masturbasi, mereka dapat menggunakan kondom silastik yang dirancang khusus
yang tidak mengandung pelumas. Penting untuk diketahui bahwa sampel datang
ke laboratorium dalam satu jam setelah ejakulai untuk memungkinkan analisis
yang optimal. Nilai normal untuk analisa sperma dapat dilihat di tabel 1 (World
Health Organization, 1999). Dokter harus mengetahui sejumlah aspek penting
yang berkenaan dengan tes ini. Yang pertama, karakteristik sperma akan berbeda-
beda seiring dengan berubahnya waktu dalam sebuah individu. Yang kedua, hasil
analisa sperma, terutama interpretasi morfologi, akan berbeda-beda antara 1
laboratorium dengan laboratorium yang lain. Oleh karena itu, kisaran normal
yang direkomendasikan oleh laboratorium harus diketahui.
Tabel 1. Nilai normal analisa sperma (dikutip dari kepustakaan no 8)
Volume
Jumlah
Motilitas
Morfologi
WBC
Round cell
>1.5 mLa
>20 juta/mLa
>50%a
>30%b
>14%a (Kruger's)c
<1 million/mLa
<5 million/mLa
Sebagian besar laporan analisa sperma akan menunjukkan volume sperma, pH,
dan ada atau tidak adanya fruktosa. Hampir 80 persen volume semen berasal dari
vesikel seminalis. Cairan seminal bersifat alkali dan sifat ini diperkirakan
berfungsi untuk melindungi sperma dari sifat asam dari cairan sekresi dari prostat
dan sifat asam dalam vagina. Cairan seminal juga menyediakan fruktosa sebagai
sumber energi 8
Pemeriksaan pasca senggama
Pemeriksaan pasca senggama, yang juga diketahui sebagai tes Sims-Huhner,
terdiri dari penilaian jumlah spermatozoa dan motilitasnya dalam lendir servikal
selama periode pre-ovulasi. Tes ini tidak lagi dilakukan secara rutin dalam
pemeriksaan infertilitas yang standar karena pemeriksaan ini telah terbukti
memiliki potensi diagnostic yang terbatas dan nilai prediktif yang buruk. Cara
pemeriksaannya adalah: setelah abstinensi selama 2 hari, pasangan dianjurkan
melakukan senggama 2 jam sebelum saat yang ditentukan untuk datang ke dokter.
Dengan speculum vagina kering, serviks ditampilkan, kemudian lendiri serviks
yang tampak dibersihkan dengan kapas kering. Jangan menggunakan kapas yang
dibasahi dengan antiseptic karena dapat memastikan spermatozoa. Lendir serviks
diambil dengan isapan semprit tuberculin, kemudian disemprotkan keluar pada
gelas obyek, lalu ditutup dengan gelas penutup. Pemeriksaan mikroskopik
dilakukan dengan lapangan pandang besar (LPB).1, 3
Pemeriksaan proses ovulasi
Pemeriksaan temperature basal tubuh (BBT) adalah pemeriksaan yang sederhana
untuk menentukan apakah proses ovulasi telah terjadi. Suhu tubuh wanita
diperiksa setiap hari denagan memasang thermometer pada saat bangun tidur,
sebelum melakukan kegiatan apapun, dan dicatat dalam bentuk grafik. Setelah
ovulasi, peningkatan kadar progesterone meningkatkan temperature basal sebesar
0,40F melalui efek termogenik hipotalamus. Peningkatan temperature yang
menetap selama kurang dari 11 hari menunjukkan tapi tidak dapat menegakkan
diagnostic defek fase luteal. Kadar progesterone pada fase midluteal adalah tes
lain untuk menilai ovulasi. Konsentrasi elbih dari 3,0 ng/ml dalam sampel darah
yang diambil antara hari ke 19 dan 23 mencerminkan adanya proses ovulasi,
sedangkan konsentrasi yang lebih dari 10 ng/ml memperlihatkan dukungan luteal
yang adekuat. Monitoring harian LH dalam urin telah menjadi tes komersial yang
dapat digunakan di rumah. Dengan menggunakan ambang batas konsentrasi
sebesar 40 mIU/mL. Hasil positif berkaitan dengan gelombang kadar LH serum
yang dapat memicu ovulasi.10
Evaluasi patensi tuba
Pertubasi atau uji Rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan jalan
meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter foley yang dipasang pada kanalis
servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya paten,
maka gas akan mengalir bebas kedalam kavum peritonei. Patensi tuba akan dinilai
dari cacatan tekanan aliran gas sewaktu dilakukan peniupan. Insflutaor apa pun
yang dipakai, kalau tekanan gasnya naik dan bertahan hingga 200 mmHg, tentu
terdapat sumbatan tuba. Kalau naiknya hanya sampai 80-100 mmHg, salah satu
atau kedua tubanya pastilah paten. Kehamilan yang belum disingkirkan,
peradangan alat kelamin, perdarahan uterus, dan kuretase yang baru dilakukan
merupakan indikasi kontra pertubasi. Saat yang terbaik untuk melakukan
pertubasi ialah setelah haid bersih dan sebelum ovulasi, atau pada hari ke-10
siklus haid.1
Deteksi kelainan uterus
Terdapat 3 metode dasar untuk menilai kavitas uterus, yang mencakup
histerosalpingografi (HSG), USG transvaginal atau USG transvaginal dengan
kontras saline (sonohisterografi), dan histeroskopi. Masing-masing memiliki
keuntungan dan kerugian dan pemilihan metode pemeriksaan harus disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. HSG adalah metode tradisional dan masih seringkali
menjadi pilihan yang terbaik karena pemeriksaan ini juga dapat menilai patensi
tuba. Akan tetapi, pada wanita yang tidak memiliki faktor resiko penyakit tuba
dan mereka yang status tuba-nya telah diketahui, USG transvaginal memberikan
alternative yang lebih sederhana dan dapat ditoleransi dengan baik yang juga
dapat mengungkapkan patologi ovarium yang tidak disangka-sangka, tanpa
terpapar radiasi. Jika terdapat gejala yang menunjukkan lesi anatomi kavitas
uterus (menorrhagia, perdarahan intermenstrual) atau jika ingin melihat seluk
beluk kavitas uterus tetapi status tuba tidak mengalami kelainan (seperti pada
wanita yang membutuhkan IVF untuk infertilitas pria yang parah),
sonohisterografi menjadi pilihan yang lebih sensitive dan lebih logis. Histeroskopi
adalah metode yang paling menentukan, tetapi pemeriksaan ini hanya sedikit
memberikan keuntungan yang lebih dari sonohisterografi.9
Gambar 1. Gambaran HSG normal (dikutip dari kepustakaan no. 3)
Gambar 2. Gambaran USG normal dalam potongan sagital (dikutip dari kepustakaan no. 3)
Gambar 3. Gambaran sonohisterogram yang normal (dikutip dari kepustakaan no 3)
Penilaian cadangan ovarium
Hubungan yang berkebalikan muncul antara kesuburan dan usia wanita.
Penurunan kesuburan diakibatkan oleh atresi folikuler yang progresif dengan cara
apoptosis, yang bertambah cepat pada awal usia 30 tahun dan meningkat dengan
cepat pada akhir usia 30 tauh dan awal 40 tahun. Seiring dengan hal tersebut,
terdapat penurunan kualitas fplikel sebagai akibat peningkatan oosit dengan
anomaly kromosom dan delesi DNA mitokondrial yang progresif. Konsep
cadangan ovarium mencerminkan kelompok folikular ovarium yang tersisa.
Cadangan ovarium harus dinilai pada wanita yang lebih tua dari 35 tahun yang
ingin mengetahui status fertilitasnya. Evaluasi kadar FSH dan estradiol pada awal
fase folikuler (hari ke 2-4 siklus) dapat memberikan panduan yang sangat
membantu, karena sedikit peningkatan FSH atau estradiol dapat mengetahui
adanya disfungsi ovulasi tetapi masih menunjukkan prognosis yang buruk untuk
mendapatkan kehamilan.
PENANGANAN INFERTILITAS
Rencana penanganan harus ditentukan berdasarkan pada diagnosis, durasi
infertilitas, dan usia wanita. Jika kehamilan masih belum didapatkan dalam waktu
yang telah ditentukan, evaluasi lebih lanjut dan/atau rencana penanganan yang lain
harus dipertimbangkan.3
Gangguan ovulasi
Penangan gangguan ovulasi tertentu ditentukan oleh usia pasien dan etiologi
anovulasi. Pendekatan yang bijaksana, dari yang kurang invasive hingga paling
invasive (dan mahal), biasanya dimulai dengan klomifen sitrat dan induksi ovulasi
dengan gonadotropin, dan yang terakhir dengan fertilisasi in vitro. Jika terjadi
kegagalan ovarium premature atau menopause yang terlalu awal adalah
penyebabnya, pilihannya meliputi donasi oosit atau embrio. Klomifen sitrat
adalah obat pilihan untuk wanita yang lebih muda dari 36 tahun dengan gejala
oligomenorrhea atau amenorrhea dan FSH yang normal. Klomifen sitrat memblok
umpan balik inhibisi estradiol pada hipotalamus dan hipofisis yang menyebabkan
peningkatan FSH endogen. Obat ini diberikan secara oral selama 5 hari pada
siklus hari ke 3 hingga ke 5.4
Gangguan tuba dan endometriosis
Perlekatan yang disebabkan oleh endometriosis atau oklusi tuba setelah salpingitis
adalah dua masalah utama yang dihadapi oleh pasangan infertile. Peranan
penanganan dengan cara pembedahan sangatlah terbatas. Terdapat beberapa bukti
yang menyatakan bahwa reseksi endometriosis ringan dapat menghasilkan
peningkatan angka kehamilan. Reseksi laparaskopi atau ablasi endometriosis yang
moderat dan parah dapat meningkatkan kesuburan pada wanita infertile
secepatnya setelah operasi dilakukan. Microsurgical tuboplasty cukup efektif
untuk menyembuhkan masalah infertilitas pada pasien dengan oklusi tuba. Akan
tetapi, koreksi oklusi iskemik dan neosalfingotomi kurang berhasil. Perlekatan
periadneksal dapat dilepaskan dengan cara operasi dengan laparaskopi.4, 5
Kelainan uterus
Penanganan utama Kelainan uterus seperti mioma submukosa, sinekia intrauterus
(sindrom asherman), dan deformitas uterus adalah koreksi dengan cara
pembedahan, biasanya melalui pendekatan histeroskopi. Hingga IVF (in vitro
fertilisasi) dapat tersedia, pasien yang tidak memiliki vagina dan uterus akibat
penyakit sindrom Rokitansky-Kuster-Hauser tidak mungkin dapat memiliki anak
biologis. Sekarang hal ini mungkin terjadi dengan menggunakan ibu pengganti
atau pembawa gestasional. 3, 10
Gangguan pada serviks
Jika serviks tidak normal yang diakibatkan oleh obat (misal, koagulasi, krioterpai)
atau malformasi congenital, inseminasi intra uteri dengan sperma yang dicuci
selama tiga kali siklus dapat mencapai kehamilan dalam 30-40% kasus. Jika
lendir servikal tidak mencukupi pada pertengahan siklus, diberikan estrogen
dengan dosis rendah selama pertengahan fase folikuler atau akhir fase folikuler
mungkin akan efektif. Human menopausal gonadotropin mungkin dibutuhkan
untuk meningkatkan lendir serviks jika estrogen dosis rendah tidak efektif. Jika
lendir serviks dirubah oleh proses peradangan atau infeksi, dianjurkan untuk
memberikan terapi tetrasiklin empiris (doksisiklin sebesar 100 mg untuk
keduanya).5
Gangguan pada pria
Walaupun ahli ginekolog tidak secara langsung menangani pasien pria, terapi
untuk mengobati infertilitas pada pria seringkali melibatkan manipulasi hormonal
pada pasangannya. Pemeriksaannya sama dengan yang dilakukan pada wanita,
dengan pemeriksaan aksis hipotalamus-hipofisis-testikular, traktus pengeluaran,
dan fungsi testis. Racun, virus, infeksi menular seksual, varikokel, dan masalah
congenital semuanya dapat mempengaruhi infertilitas. Inisiasi injeksi sperma
intrasitoplasmik (ICSI) telah merubah penanganan infertilitas pada pria. Selama
sperma aktif dapat diperoleh dengan cara ejakulasi, aspirasi epididimis, atau
biposi testicular, keberhasilan fertilisasi dan kehamilan dapat tercapai.10
PROGNOSIS
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung
pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan pada kemungkinan kehamilan
(frekuensi senggama dan lama perkawinan). Pengelolaan mutakhir terhadap pasangan
infertile dapat membawa kehamilan pada lebih dari 50% pasangan, walaupun masih
selalu ada 10-20% pasangan yang belum diketahui etiologinya. Separuhnya lagi
terpaksa hidup tanpa anak, atau memperoleh anak dengan jalan lain, misal dengan
inseminasi buatan, atau adopsi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Winkjosastro H,dkk. Ilmu Kandungan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2005.
2. Curtis, Michele G. Glass' Office Gynecology ed 6th. Texas, Lippincott Williams &
Wilkins ; 2006.
3. Puscheck Elizabeth E. Infertility. 2010 [cited on 2011 februari 15]. Available
from http://www.emedicine.com
4. Alan H. DeCherney, MD. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, 10th edition. United States of America, McGraw-Hill Companies ;
2007.
5. Martin L. Pernoll, M.D. Handbook of Obstetrics and Gynecology,10th edition.
New York, McGraw-Hill Companies; 2001.
6. Edmonds D. Keith. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics & Gynaecology, 7th
edition. London, Blackwell; 2007.
7. Katz, Vern L, et al. Katz: Comprehensive Gynecology, ed 5th. Philadelphia:
Mosby Elsevier.
8. Schorge, J et al. 2008. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies.
9. Speroff, Leon et al. Clinical Gynecologic Endocrinology And Infefrtility, ed 7th.
Lippincot Williams & Wilkins.
10. Kimberly, Fortner. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics,
3rd edition. Maryland, Lippincott Williams & Wilkins ; 2007