Infeksi Nosokomial

27
INFEKSI NOSOKOMIAL DISUSUN OLEH : Dr. SRI AMELIA, M.Kes NIP. 197409132003122001 DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 Universitas Sumatera Utara

Transcript of Infeksi Nosokomial

Page 1: Infeksi Nosokomial

INFEKSI NOSOKOMIAL

DISUSUN OLEH :

Dr. SRI AMELIA, M.Kes NIP. 197409132003122001

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Infeksi Nosokomial

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan .......................................................................................... 1 BAB II Tinjauan Pustaka Penyebaran dan Transmission-based Precaution ............................................... 3 Epidemiologi ...................................................................................................... 8 Etiologi ............................................................................................................... 8 Patogenesis ......................................................................................................... 11 Tekhnik dan Prosedur Isolasi ............................................................................. 15 Pemeriksaan Laboratorium ................................................................................ 18 Pengobatan ......................................................................................................... 22 BAB III Kesimpulan ......................................................................................... 23 Daftar Pustaka ................................................................................................... 24

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Infeksi Nosokomial

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Infeksi Nosokomial

INFEKSI NOSOKOMIAL

I. PENDAHULUAN Infeksi nosokomial, menurut Greek berasal dari kata nosokomeion yang berarti

rumah sakit (nosos = penyakit, komeo = perawatan). Jadi dengan kata lain infeksi yang

didapat pasien ketika pasien tersebut dirawat di rumah sakit disebut dengan infeksi

nosokomial. Dikatakan infeksi nosokomial bila pada saat masuk rumah sakit pasien tidak

menunjukkan gejala-gejala klinis infeksi, tidak dalam masa inkubasi dari infeksi dan

terjadi 3 x 24 jam setelah pasien masuk rumah sakit, infeksi tersebut bukan merupakan

sisa (residual) dari infeksi sebelumnya. Umumnya infeksi nosokomial mengenai saluran

kemih dan berbagai macam pneumonia.(1,2)

Di Amerika Serikat, tahun 1995, sekitar 2 juta pasien setiap tahunnya mendapat

infeksi nosokomial, menghabiskan dana sekitar $4,5 milyar–$11 milyar setiap tahunnya.

Dan menyebabkan 88.000 kematian–setiap 6 menit, satu pasien meninggal akibat infeksi

nosokomial. (2,3,4)

Di Indonesia, angka infeksi nosokomial belumlah banyak. Angka yang ada hanya

muncul dari beberapa penelitian yang sporadis di beberapa bagian seperti bagian anak,

ICU, bedah dan bagian penyakit dalam. Dalam penelitian tahun 1988-1989 di rumah sakit

Bandung, insidensi infeksi nosokomial 9,1% di ICU dan 8,8% di ruang neonatus. (5)

Infeksi oleh populasi kuman rumah sakit terhadap seorang pasien yang memang

sudah lemah fisiknya tidaklah terhindarkan. Lingkungan rumah sakit harus diusahakan

agar sebersih dan sesteril mungkin. Hal tersebut tidak selalu bisa sepenuhnya terlaksana,

karenanya tidak mungkin infeksi nosokomial ini bisa diberantas secara total. Setiap

langkah yang tampaknya mungkin, harus dikerjakan untuk menekan resiko terjadinya

infeksi nosokomial. Yang paling penting adalah kembali kepada kaedah sepsis dan

antisepsis dan perbaikan sikap personil rumah sakit (dokter, tenaga medis).

Ada 2 kondisi yang mendukung terjadinya infeksi nosokomial antara lain : (6)

1. Karena orang sakit ada di rumah sakit, di tempat inilah kemungkinan terbesar

didapatkan organisme virulen yang menimbulkan penyakit.

2. Banyak pasien rumah sakit khususnya yang rentan terhadap infeksi, sebagai akibat

prosedur rumah sakit yang menghilangkan penghalang anatomi normal terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Infeksi Nosokomial

infeksi dan sebab daya tahan tubuh terganggu oleh pengobatan, keganasan atau usia

yang ekstrem ( bayi atau usia lanjut).

Infeksi nosokomial ini dapat dicegah dengan penggunaan teknik isolasi agar tidak

terjadi penyebaran baik penyebaran secara kontak langsung antar sesama pasien atau

antara pasien dengan tenaga medis dan antara pasien dengan pengunjung, kontak tidak

langsung melalui instrument medis yang kurang / tidak steril atau tindakan medis yang

dapat merusak barrier alamiah tubuh, penyebaran melalui droplet misalnya penularan

penyakit mumps, rubella, difteri, pertusis, influenza, kemudian penyebaran melalui udara

misalnya penyebaran mycobacterium tuberculosa, cacar air, campak dan penyebaran

yang dibawa oleh vektor misalnya lalat atau nyamuk.

Infeksi nosokomial dapat terjadi pada sesama pasien, tenaga medis ataupun

pengunjung rumah sakit. Terjadinya infeksi nosokomial karena beberapa faktor antara

lain : (6)

1. Agen penyakit

Dapat berupa bakteri, jamur, virus, parasit.

2. Reservoir / sumber

Apabila reservoirnya manusia, maka infeksi dapat berasal dari traktus respiratorius,

traktus digestivus, traktus urogenitalis, kulit (variola) atau darah (hepatitis B).

3. Lingkungan

Keadaan udara sangat mempengaruhi, seperti kelembaban udara, suhu dan

pergerakan udara atau tekanan udara.

4. Penularan

Penularan adalah perjalanan kuman pathogen dari sumber ke hospes. Ada 5 jalan

yang dapat ditempuh antara lain : Kontak, baik langsung maupun tidak langsung,

melalui udara, droplet, vehicles (zat pembawa) dan vector.

5. Hospes

Tergantung port d’entrée (tempat masuknya kuman penyakit) misalnya :

Melalui kulit seperti Leptospira atau Staphylococcus.

Melalui traktus digestivus seperti Escherichia coli, Shigella, Salmonella.

Melalui traktus respiratorius bagian atas partikel > 5µm. Melalui traktus

respiratorius bagian bawah partikel < 5µm.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Infeksi Nosokomial

Melalui traktus uinarius seperti Klebsiella.

II. PENYEBARAN DAN TRANSMISSION-BASED PRECAUTIONS

Panduan isolasi yang ditetapkan oleh CDC pada 1996 terdiri atas dua tingkat:

Standard Precaution : yang berlaku terhadap semua klien dan pasien yang datang ke

fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan, dan Transmission-Based Precaution

(kewaspadaan berdasarkan cara penularan), yang berlaku terutama terhadap pasien rawat.

Pada semua kondisi yang ada, Transmission-Based Precautions harus digunakan

bersama – sama dengan Standard Precautions.7

Penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi nasokomial melalui 5 cara antara

lain : kontak baik langsung maupun tidak langsung, udara, droplet, vehicles (zat

pembawa) dan vektor .(1,6) Transmission-based precautions untuk pasien yang

terdiagnosa atau dicurigai infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau kontak

atau terinfeksi atau terkolonisasi dengan organisme epidemis.

1. Contact Precautions

Kewaspadaan ini mengurangi resiko terjadinya penyebaran organisme dari pasien yang

terinfeksi atau terkolonisasi melalui kontak langsung maupun tidak langsung.

Kewaspadaan ini diindikasikan untuk pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi oleh

patogen enterik (hepatitis A atau echovirus), herpes simpleks, dan virus – virus demam

berdarah (hemorrhagic fever viruses). Begitu pula cacar air dapat menyebar melalui

udara dan kontak pada tahap – tahap yang berbeda. Pada bayi, terdapat sejumlah virus

yang disebarkan oleh kontak langsung. Selain itu, contact precautions harus diterapkan

pada pasien dengan infeksi basah atau draining yang mungkin menular (mis., draining

abscess, herpes zoster, impetigo, konjungtivitis,skabies, kutu, dan infeksi luka.

a. Kontak langsung

Kontak langsung bila terjadi hubungan langsung melalui permukaan tubuh antara

2 orang pasien, dimana yang satu sebagai sumber infeksi nasokomial sedangkan yang

satu lagi pasien yang gampang dimasuki oleh mikroorganisme nasokomial akibat

rendahnya daya tahan tubuh. Atau kontak antara tenaga medis dengan pasien, misalnya

pada saat tenaga medis memandikan pasien.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Infeksi Nosokomial

b. Kontak tidak langsung

Paling sering terjadi dimana transfer mikroorganisme melalui insrumen atau alat.

Biasanya mengenai pasien yang rentan dimasuki mikroorganisme melalui instrumen-

instrumen rumah sakit yang kurang steril, seperti jarum suntik, sarung tangan, cairan

infus termasuk selang dan jarumnya. Oleh karena itu untuk mencegah hal ini tenaga

medis dianjurkan agar menggunakan dispossable syringe (jarum suntik yang hanya

dipakai untuk satu pasien), sarung tangan dan alat-alat infus yang baru untuk satu pasien.

Tabel 1. Standard Precaution untuk pasien yang dicurigai terinfeksi mikroorganisme yang disebarkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung dengan lingkungan atau benda – benda yang digunakan dalam merawat pasien PENEMPATAN PASIEN

- Kamar pribadi; pintu kamar dapat dibiarkan terbuka.

- Jika kamar pribadi tidak tersedia, pasien ditempatkan dalam ruangan yang sama dengan pasien dengan infeksi aktif oleh mikroorganisme yang sama, namun tidak bersama pasien dengan infeksi lain.

PENGGUNAAN SARUNG TANGAN

- Gunakan sarung tangan periksa nonsteril (atau sarung tangan bedah yang diproses ulang) ketika memasuki ruangan pasien

- Ganti sarung tangan setelah kontak dengan barang barang infeksius (mis., feses atau drainase luka)

- Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan pasien.

CUCI TANGAN

- Setelah melepas sarung tangan, cuci tangan

dengan agen antibakterial, atau gunakan lap tangan antiseptik beralkohol bebas air

- Jangan menyentuh barang – barang maupun permukaan yang berpotensi infeksius sebelum meninggalkan ruangan

PAKAIAN PELINDUNG

- gunakan pakaian pelindung yang bersih nonsteril ketika memasuki ruangan apabila diantisipasi terjadi kontak dengan pasien atau pasien dengan inkontinensia, diare, ileostomi, kolostomi, atau drainase luka yang tidak tertutup

- Lepaskan baju pelindung sebelum

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Infeksi Nosokomial

meninggalkan ruangan. Hindari agar baju yang dikenakan tidak menyentuh barang – barang maupun permukaan yang berpotensi terkontaminasi sebelum meninggalkan ruangan.

TRANSPOR PASIEN

- Batasi transpor pasien hanya untuk keperluan – keperluan penting.

- Selama transpor, pastikan bahwa tindakan –tindakan kewaspadaan tetap terjaga untuk meminimalisir resiko penyebaran organisme

PERLENGKAPAN

PERAWATAN PASIEN

- Jika mungkin, sediakan perlengkapan perawatan pasien yang tidak kritis untuk digunakan hanya pada seorang pasien

- Bersihkan dan lakukan disinfeksi perlengkapan yang digunakan bersama oleh pasien terinfeksi dan pasien yang tidak terinfeksi setiap kali habis digunakan.

2. Melalui udara (Airbone Transmission)

Biasanya tejadi pada pasien yang tinggal satu ruangan dengan pasien sumber

infeksi. dimana mikroorganisme nasokomial dapat berada di udara selama beberapa jam

dan tersebar luas kemudian dihirup oleh pasien yang rentan terhadap infeksi (ukuran

partikel biasanya ≤ 5µm atau lebih kecil). Mikroorganisme yang dapat menyebar

sepenuhnya maupun sebagian melalui udara antara lain tuberkulosis, virus varicella, dan

virus rubeola.

Airborne precautions direkomendasikan untuk pasien – pasien yang dicurigai

maupun ditemukan telah terinfeksi agen–agen tersebut. Contohnya, seorang yang

terinfeksi HIV dengan gejala batuk, keringat malam atau demam, dan temuan foto paru

harus menjalani airborne precaution hingga diagnosis TB dapat disingkirkan.

Pada tempat – tempat dengan prevalensi TB yang tinggi, maka penting adanya

suatu mekanisme yang dapat menilai (triase) pasien yang dicurigai TB karena

tertundanya diagnosis akan mengakibatkan kurangnya isolasi dan terbukti sebagai faktor

penting dalam penyebaran penyakit ini di rumah sakit. Dalam kondisi ini, airborne

precautions merupakan pertahanan terakhir dalam mengurangi resiko infeksi TB.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Infeksi Nosokomial

Tabel 2. Standard Precaution untuk pasien – pasien yang diketahui atau dicurigai terinfeksi mikroorganisme yang menyebar lewat udara.

PENEMPATAN PASIEN

- Kamar pribadi - Pintu kamar tertutup - Tekanan udara negatif dalam kamar, baik

menggunakan kipas maupun sistem filtrasi lainnya - Jika kamar pribadi tidak tersedia, pasien

ditempatkan dalam ruangan yang sama dengan pasien dengan infeksi aktif oleh mikroorganisme yang sama, namun tidak bersama pasien dengan infeksi lain (cohorting)

- Periksa semua pengunjung untuk melihat adanya kerentanan sebelum mengijinkan untuk berkunjung

PERLINDUNGAN RESPIRASI

- Gunakan masker bedah - Jika diketahui atau dicurigai TB, gunakan

respirator partikulat (jika tersedia) - Jika cacar air atau campak:

- orang yang imun : tidak diperlukan masker - orang yang rentan: tidak diperbolehkan

memasuki ruangan - lepaskan masker setelah meninggalkan

ruangan dan tempatkan masker bekas dalam kantong plastik atau tempat sampah yang tertutup rapat

TRANSPOR PASIEN

- batasi transpor pasien hanya untuk keperluan – keperluan penting.

- Selama transpor, pasien harus memakai masker bedah

- Kabari daerah yang akan menjadi tujuan

3. Droplet

Biasanya mikroorganisme yang berukuran > 5 µm, penyebaran melalui batuk,

bersin atau bicara dengan sumber infeksi, jarak sebar pendek dan mikroorganisme tidak

bertahan lama di udara, ”deposit” biasanya di mukosa konjungtiva, hidung dan mulut.

Contoh, penyakit dengan penyebaran melalui droplet adalah difteri, pertusis,

mycoplasma, tuberculosa, Hib, virus influenza, respiratory syncytial virus, mumps dan

rubella.

Droplet precaution adalah kewaspadaan untuk mengurangi resiko terjadinya

penyebaran nosokomial dari patogen yang sepenuhnya maupun sebagian.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Infeksi Nosokomial

Mikroorganisme yang dapat menyebar misalnya., H.influenzae dan meningitis oleh

N.meningitides; M.pneumoniae, flu, mumps, dan virus rubella. Kondisi–kondisi lainnya

mencakup difteri, pertussis, wabah pneumonia, dan faringitis streptokokus (scarlet fever

pada bayi dan anak kecil).

Droplet precautions lebih sederhada dibandingkan dengan airborne precautions

karena partikel–partikelnya berada di udara dalam waktu yang relatif singkat dan

berpindah dalam jarak yang pendek, oleh karena itu, harus terjadi kontak yang berdekatan

antara sumber dan pejamu yang rentan untuk terjadinya infeksi.

Tabel 3. Standard Precautions untuk pasien yang diketahui atau dicurigai terinfeksi mikroorganisme yang menyebar melalui droplet partikel besar (> 5μm)

PENEMPATAN PASIEN

- Kamar pribadi; pintu kamar dapat dibiarkan terbuka - Jika kamar pribadi tidak tersedia, pasien ditempatkan

dalam ruangan yang sama dengan pasien dengan infeksi aktif oleh mikroorganisme yang sama, namun tidak bersama pasien dengan infeksi lain (cohorting)

- Jika kedua pilihan di atas tidak tersedia, pertahankan jarak antar pasien sejauh paling sedikit 1 meter

PERLINDUNGAN RESPIRATOSI

- Gunakan masker ketika berada dalam jarak 1 meter dari pasien

TRANSPOR PASIEN

- Batasi transpor pasien hanya untuk keperluan – keperluan penting.

- Selama transpor, pasien harus memakai masker bedah

- Kabari daerah yang akan menjadi tujuan

4. Vehicles

Melalui makanan dan minuman, peralatan dan obat-obatan yang terkontaminasi

mikroorganisme penyebab infeksi.

5. Vektor

Melalui serangga sebagai pembawa infeksi seperti lalat dan nyamuk

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Infeksi Nosokomial

EPIDEMIOLOGI

Infeksi nosokomial yang paling sering, melibatkan saluran kemih dan umumnya

menyertai manipulasi urologis, termasuk penggunaan kateter tetap saluran kencing.

Beberapa infeksi nosokomial saluran kencing mengakibatkan bakteremia kecuali pada

adanya obstruksi. Tercatat 50.000 kematian tiap tahunnya disebabkan infeksi saluran

kemih nosokomial. (5)

Dari penelitian yag dilakukan The National Nosocomial Infection Surveillance

(NNIS) di Amerika Serikat, mereka mendapatkan persentase infeksi nosokomial tertinggi

di unit luka bakar, diikuti dengan ICU neonatus dan ICU pediatri. (2)

Infeksi nosokomial meningkatkan dua kali lipat resiko kesakitan dan kematian

pasien. Hal ini yang menyebabkan 88.000 kematian tiap tahunnya di Amerika Serikat.

Jenis kelamin tidak mempengaruhi resiko terkena infeksi nosokomial (wanita : pria =

1:1,7). Bakteremia dan infeksi bedah lebih sering terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan

dibanding anak yang lebih tua. Sedang pada infeksi saluran kemih lebih sering terjadi

pada anak > 5 tahun dibanding anak yang lebih muda. (2)

Faktor predisposisi seorang pasien terkena infeksi nosokomial antara lain :

jeleknya kondisi kesehatan pasien, pada pasien usia lanjut atau usia sangat muda dengan

gangguan sistem imun. Faktor lain adalah tindakan invasif seperti pemasangan intubasi,

kateter, drain bedah, dan trakeostomi, dimana tindakan medis tersebut dapat merusak

barrier alamiah tubuh sehingga lebih rentan terkena infeksi. Selain itu obat-obatan yang

diberikan kepada pasien terutama obat-obat yang dapat menekan sistem imun, antasida

yang dapat mengurangi keasaman lambung sebagai barier tubuh, antimikroba yang dapat

mengganggu flora normal tubuh dan menimbulkan resistensi, transfusi darah, juga

meningkatkan resiko terkena infeksi nosokomial. (1)

ETIOLOGI

Setelah penisillin tersedia dimana-mana, Staphylococcus aureus penisillin-

resisten dilaporkan menjadi penyebab infeksi pada penderita yang dirawat di rumah sakit.

Pada pertengahan tahun 1950, infeksi S.aureus nosokomial yang disebabkan oleh tipe

faga 94/96, menjadi masalah nosokomial yang besar di seluruh dunia yang menyebabkan

penutupan beberapa unit bedah dan neonatus, dan pengembangan program pengendalian

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Infeksi Nosokomial

infeksi. Bersamaan dengan pengenalan penisillinase-resisten penisillin, frekuensi infeksi

menurun, dan di tahun 1970-an infeksi nosokomial yang disebabkan oleh kuman basilus

gram negatif (Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacteriaceae) aerobik menjadi

masalah utama. Di akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an muncul metisillin-resisten

Staphyococcus aureus dan Vancomycin-resisten Enterococcus. Dan di tahun 1990-1996,

3 bakteri gram positif penyebab infeksi nosokomial terbanyak ialah Staphylococcus

aureus, Staphylococcus koagulase negatif dan Enterococcus. Dan 4 bakteri gram negatif

antara lain, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp dan Klebsiella

pneumoniae. (3)

Infeksi nasokomial dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang menyusun flora

normal pasien. Mikroorganisme seperti ini disebut oportunis karena menyebabkan infeksi

dalam kondisi sebagai berikut : (5)

1. Apabila mikroorganisme berada dalam tubuh yang terganggu system

kekebalannya.

2. Apabila mikroorganisme dapat memintasi penghalang anatomi setelah luka bakar

atau pembedahan.

3. Apabila mikrorganisme terbawa masuk melalui kateter, alat penyuntik atau

respirator yang terkontaminasi.

Tabel 4. Hubungan Infeksi Oportunis yang Khas dengan Faktor Pendorong Tertentu.

Faktor pendorong Mikroorganisme oportunistik yang sering

Luka bakar, luka Pembedahan abdominopelvik Pembedahan jantung Kateter intravena

Pseudomonas Serratia Staphylococcus Mucor Streptococcus anaerob dan Bacteroides Basil gram negative, Serratia-Enterobacter-Klebsiella Staphylococcus Difteroid Staphylococcus (aureus) Aspergilli Candida Acinetobacter

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Infeksi Nosokomial

Manipulasi saluran urine Diabetes

Staphylococcus Candida Crytococcus Pseudomonas, Proteus dan basil gram negative lain Serratia-Enterobacter-Klebsiella Staphylococcus epidermidis Basil gram negatif Staphylococcus Candida Mucor

Etiologi dan infeksi nasokomial sering dapat diduga dari lokasi infeksi atau

masalah klinik yang mendasari. Contohnya meliputi hubungan Staphylococcus dengan

alat intravascular. Pseudomonas aruginosa pada penderita luka bakar derajat tiga dan

pada penderita gangguan neutropenia, dan Enterococcus faecalis, yang biasanya

menginfeksi penderita yang mendapat sefalosporin spektrum yang luas. Infeksi enterik

dengan Clostridium difficile, suatu organisme pembentuk spora anaerob yang

menghasilkan enterotoksin, terjadi pada penderita rawat inap yang mendapat antibiotik,

terutama klindamisin, penisilin, atau sefalosporin, dan kemoterapi untuk penyakit

neoplastik.(4,5)

Infeksi virus nosokomial, sebagian besar terjadi pada populasi pediatri. Terutama

disebabkan oleh agen pernafasan, termasuk virus sinsitial respiratori, influenza,

parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, juga varisela dan campak. Anak yang mempunyai

resiko adalah mereka yang tidak mempunyai imunitas spesifik terhadap agen tertentu.

Infeksi virus nosokomial juga dapat disebabkan karena transfusi darah, virus yang sering

terlibat antara lain ; Hepatitis C, Sitomegalovirus yang menyebabkan sindrom seperti

mononukleosis pada hospes normal, pneumonitis berat atau hepatitis pada penderita

kerusakan imun , dan virus immunodefisiensi manusia (HIV). Virus varisela-zooster

nosokomial dapat menimbulkan infeksi berat yang mematikan, pada anak atau orang

dewasa nonimun. (2,6)

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Infeksi Nosokomial

Tabel 5. Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial.

Bakteri gram-positif Staphylococcus aureus (resisten-metisilin) Staphylococcus koagulase negatif Enterokokus

Bakteri gram-negatif Escherichia coli Proteus mirabilis Klebsiella / Enterobacter / Serratia sp Pseudomonas sp Bacteroides sp

Jamur Candida sp Aspergillus sp

Virus Hepatitis B Hepatitis C Virus immunodefisiensi manusia Sitomegalovirus Virus saluran pernafasan Herpes simpleks

PATOGENESIS

Infeksi nosokomial biasanya terjadi bila barrier alamiah terhadap invasi mikroba

terganggu, atau bila penderita lemah ( ada gangguan sistem imun tubuh ). Kulit,

membrana mukosa, saluran gastrointestinal, saluran kencing dan saluran nafas atas,

berperan sebagai barrier alamiah terhadap terjadinya infeksi. Banyak tindakan-tindakan

medis saat ini, termasuk pembedahan dan penggunaan tekhnik untuk mendukung

kehidupan, seperti intubasi nasotrakea atau kateter intravaskular, mengganggu barrier ini.

Pipa nasogastrik, dan penggunaan obat yang mengurangi keasaman lambung (antasid)

juga menurunkan efisiensi pertahanan barrier yang penting. Penggunaan antibiotik yag

tidak rasional seperti dosis kurang, pemberian yang terlalu singkat atau yang terlalu lama

untuk profilaksis dan pemilihan jenis antibiotik yang kurang tepat, dapat menimbulkan

resistensi kuman / bakteri sehingga meningkatka resiko infeksi nosokomial. (3,4,7)

Pengendalian sebagian besar infeksi bakteri tergantung pada jumlah

leukositopolimorfonuklear (PMN) yang cukup dan berfungsi normal dan interaksi fagosit

ini efektif dengan opsonin serum, komplemen dan antibodi. Sejumlah penyakit dan terapi

mengganggu mekanisme respon hospes sistemik primer terhadap invasi mikroba. Ada

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Infeksi Nosokomial

penyakit-penyakit yang memerlukan terapi, ternyata dapat mengubah jumlah PMN,

fungsi PMN atau dapat menekan sistem barrier alamiah. Misalnya, keganasan

hamatologis diobati dengan agen sitotoksik yang merangsang terjadinya penekanan

sumsum tulang atau disertainya hipogamaglobulinemia. Tumor padat yang menyumbat

organ, menyebabkan sekresi tidak teralirkan, yang bila terinfeksi menyebabkan abses

atau bakteremia. Karsinoma bronkogen dan limfoma hodgkin berhubungan dengan

penghambat kemotaksis PMN serum. Terapi kortikosteroid digunakan dalam terapi

sejumlah keadan neoplastik yang juga mengganggu perlekatan PMN pada sel endotel,

menyebabkan keterlambatan fagosit di tempat infeksi. Pneumonia nosokomial dengan

basilus gram negatif aerobik yang dihubungkan dengan intubasi trakea, penggunaan

antibiotik, penurunan keasaman lambung, dan semakin berat penyakit, semuanya

dihubungkan dengan kolonisasi saluran pernafasan atas atau pipa trakea dengan

organisme ini. Menurunnya refleks tersedak dan batuk memperbesar kemungkinan

aspirasi organisme ini dan akhirnya menjadi pneumonia. Pneumonia legionella yang

terjadi di rumah sakit juga sangat menyusahkan karena mikroba ini dapat hidup dalam air

yang mengalir, air ledeng dan ujung shower. (7)

Asepsis pembedahan

Salah satu penjagaan kita terhadap infeksi adalah kulit yang utuh. Jika seseorang

kehilangan perlindungan ini karena luka atau karena prosedur operasi, orang ini akan

jauh lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini sering terjadi pada pasien luka bakar yang

hebat dimana akan menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Oleh karena itulah infeksi

nosokomial pada unit luka bakar melampaui angka 75%. Untuk meminimalkan infeksi

nosokomial diperlukan tekhnik asepsis pembedahan yang ketat.

Pencegahan ini dimulai sebelum pasien memasuki ruang operasi serta

mengharuskan pembersihan dan disinfeksi, sejauh dimungkinkan, daerah kulit yang akan

dibedah. Prosedur ini biasanya mulai dengan menghilangkan rambut di daerah tersebut

diikuti dengan pembersihan seksama daerah tersebut dengan alcohol atau desinfektan.

Prosedur ini akan mengakibatkan pembuangan mekanik sebagian besar mikroorganisme

pada kulit.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Infeksi Nosokomial

Penting pula bahwa ahli bedah dan tenaga medis yang bekerja di ruang bedah

tidak menjadi sumber infeksi bagi pasien yang akan dioperasi. Hal ini menuntut

pemakaian gaun steril, penggunaan masker penutup hidung dan mulut, pemakaian topi

untuk menutup rambut, pencucian tangan dengan teliti dan seksama dan penggunaan

sarung tangan karet yang steril apabila meyentuh apa saja yang akan berhubungan dengan

luka pasien.

Tindakan asepsis ini tidak berakhir apabila pembedahan selesai. Pasien harus

dijaga terhadap infeksi sampai lukanya sembuh dan infeksi tidak lagi menjadi masalah

utama. Pembalut biasanya diganti pada selang waktu tertentu selama periode

penyembuhan, yang pada waktu itu harus diingat bahwa tangan atau jari telanjang tidak

boleh menyentuh luka atau bagian pembalut yang berhubungan dengan luka. Untuk itu

diperlukan penggunaan sarung tangan steril atau pinset steril untuk menangani pembalut

yang steril.

Asepsis medis

Asepsis medis umum harus ditujukan baik untuk menghancurkan pathogen

maupun mengurangi jumlah mikroorganisme di lingkungan. Tekhnik asepsis ini

menggunakan metode fisik dan kimia untuk mengendalikan mikroorganisme. Metode

fisik meliputi langkah kebersihan umum menyeluruh yang membantu mencegah transfer

mikroorganisme diantara tenaga medis, pengunjung dan pasien.

Langkah-langkah kebersihan itu antara lain :

Pencucian tangan

Metode pencucian tangan dengan pembersihan penggosokkan yang teliti dengan

sabun atau deterjen dan air mengalir, menggunakan sabun yang berulang-ulang dan

pembilasan yang sering. Pencucian tangan dilakukan sebelum makan, sebelum

menuangkan obat-obatan, sebelum menyajikan baki kepada pasien, sebelum dan sesudah

perawatan umum yang diberikan kepada pasien, setelah dari toilet, setelah menangani

pakaian kotor dan pispot. Pencucian untuk pembedahan memerlukan lebih banyak usaha

daripada pencucian tangan rutin. Dalam hal ini substansi germicida diperlukan untuk

menekan jumlah bakteri yang tinggal di kulit.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Infeksi Nosokomial

Perawatan instrument

Sebaiknya instrument yang digunakan dalam tindakan medis harus disterilisasi di

dalam autoklaf. Cara ini menjamin keamanan dengan menghancurkan spora dan sel

vegetatif ari mikroorganisme penyebab infeksi. Namun, instrument tertentu seperti yang

mempunyai sisi pemotong yang tajam, mungkin menjadi rusak dengan autoklaf karena

itu dianjurkan penggunaan bahan kimia. Semua instrument harus dibersihkan dari darah

atau sekresi tubuh sebelum dilakukan prosedur sterilisasi.

Perawatan termometer

Sebaiknya setiap pasien mempunyai termometer sendiri-sendiri, tapi kalaupun itu

tidak ada, maka prosedur pembersihannya harus dilakukan dengan teliti untuk menjamin

keamanan semua pasien. Setelah termometer dipakai kemudian dicuci, dan dimasukkan

ke dalam desinfektan.Desinfektan yang dipakai etil alkohol 70% yang mengandung

yodium 2% sangat efektif untuk menghancurkan semua bakteri vegetatif (temasuk basil

tuberkel) dan dilakukan selama 10 menit.

Tabel 6. Senyawa kimia yang digunakan untuk mendisinfeksi instrumen.

Benda keras yang halus

Tabung karet dan kateter

Termometer

Peralatan pernafasan dan anestesia

- Etil alkohol (70-95%) - Yodofor (100-500 ppm yodium) - Natrium hipoklorit - Etilen oksida

- Yodofor ( 100-500 ppm yodium) - Etilen oksida - Larutan cair fenol (1-5%)

- Etil alkohol (70-90%) mengandung yodium (2%)

- Etil alkohol (70-90%) - Glutaraldehida cair (2%)

Perawatan pembalut

Kain pembalut yang akan digunakan dalam prosedur pembedahan harus

disterilisasi dalam autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit. Tidak ada pengganti

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Infeksi Nosokomial

untuk metode ini. Kain pembalut yang steril harus ditangani sedemikian rupa agar

terhindar dari kontaminasi daerah yang akan kena kontak dengan luka pasien.

Kain pembalut yang kotor harus diautoklaf atau dibakar dalam tungku pembakar.

Barang-barang ini harus ditangani dengan pinset dan dibungkus dengan kertas sebelum

dibakar, atau dimasukkan ke dalam kantong yang dapat diautoklaf.

Perawatan buangan tubuh yang menginfeksi

Buangan yang mungkin mengandung mikroba patogen harus dibakar, apabila hal

ini dapat dilakukan. Jika hal ini tidak mungkin, ludah atau buangan lainnya harus

dicampur dengan bahan kimia efektif seperti fenol dan kresol. Kresol atau senyawa klor,

seperti kaporit, dapat digunakan untuk mendisinfeksi tinja. Harus diingat, disinfeksi

selalu dihambat oleh bahan organik, karena itu agen kimia harus dicampur secara

seksama dengan buangan yang menginfeksi dan dibiarkan dalam waktu yang cukup agar

efektif.

Perawatan alat suntik dan jarum suntikan

Sterilisasi alat suntikan dan jarum suntikan dengan autoklaf sangat ditekankan

karena daya tahan virus hepatitis terhadap suhu sangat tinggi. Selain dengan autoklaf

dapat juga dilakukan sterilisasi dengan hot air oven dengan suhu 160-180°C selama 1-2

jam). Saat ini rumah sakit menggunakan jarum suntik, alat suntikan, perlengkapan IV-

line yang sekali dipakai lalu dibuang sehingga satu set buat satu pasien sehingga

penyebaran infeksi dapat dihindari terutama infeksi yang menyebar melalui darah.

TEKHNIK DAN PROSEDUR ISOLASI

Penghalang pelindung yang steril di sekeliling pasien merupakan metode yang

paling efektif untuk melindungi pasien dan tenaga medis yang terlibat dalam perawatan

pasien. Tapi prosedur semacam ini tidak praktis, oleh karena itu diperlukan penggunaan

berbagai kebijaksanaan dan praktek isolasi yang cocok bagi pasien dan dapat

mengendalikan penyakit yang bersangkutan. Saat ini telah dibuat berbagai kebijaksanaan

isolasi berupa kartu-kartu yang dikembangkan oleh Pelayanan Kesehatan Masyarakat

yang terpampang di pintu-pintu kamar rumah sakit yang dihuni pasien yang sedang

diisolasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Infeksi Nosokomial

Penyakit yang memerlukan isolasi saluran pencernaan antara lain :

Kolera

Diarrhea

Enterokolitis

Gastroentritis, yang disebabkan oleh enterotoksik, salmonella, shigella

Hepatitis A

Tifus abdominalis

Untuk memasuki kamar dengan isolasi saluran pencernaan, maka pengunjung dan tenaga

medis harus memakai baju khusus, tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memasuki

kamar, memakai sarung tangan, tidak perlu memakai masker, buangan tubuh pasien harus

didisinfeksi.

Penyakit yang memerlukan isolasi pernafasan antara lain :

Rubeola

Meningitis, meningokokkus

Meningokokemia

Gondong

Pertusis

Rubella

Tuberkulosis

Untuk kamar isolasi pernafasan pintu harus selalu ditutup, baju khusus tidak perlu,

masker harus selalu digunakan, tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memasuki

kamar, sarung tangan tidak perlu dipakai, sekret tubuh seperti dahak harus didisinfeksi.

Penyakit yang memerlukan isolasi ketat, antara lain :

Antraks

Luka bakar luas, yang di infeksi oleh staphylococcus aureus dan streptococcus A

Sindrom rubella

Difteria

Herpes simpleks

Pneumonia, yang di infeksi oleh staphylococcus aureus dan streptococcus A

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Infeksi Nosokomial

Cacar

Infeksi kulit, luas dengan staphylococcus aureus dan streptococcus A

Pintu kamar harus selalu tertutup, baju khusus harus dipakai bagi semua orang yang

memasuki kamar, masker harus dipakai bagi semua orang yang memasuki kamar tangan

harus dicuci sebelum dan sesudah memasuki kamar, sarung tangan harus selalu dipakai,

barang atau sekret tubuh pasien harus didisinfeksi.

Keadaan yang memerlukan isolasi untuk perlindungan, antara lain :

Agranulositosis

Pasien dengan luka bakar yang luas

Pasien yang menerima terapi immunosupresif

Pasien limfoma dan leukemia

Pasie dengan immunodefisiensi.

Kamar pribadi dengan pintu yang selalu tertutup, baju khusus harus dipakai semua orang

yang memasuki ruangan, masker harus selalu dipakai bila masuk ke ruangan tersebut,

tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memasuki ruangan, sarung tangan harus selalu

dipakai bagi orang yang mempunyai kontak langsung dengan si pasien.

Tekhnik isolasi diatas sangat diperlukan dalam penanggulangan dan pengendalian

infeksi nosokomial sehingga transfer mikroba penyebab infeksi dapat kita kendalikan.

Tapi masih sedikit rumah sakit yang menerapkan tekhnik isolasi ini, yang menyebabkan

angka infeksi nosokomial masih terbilang tinggi.

Tabel 7. Laju rata-rata infeksi nosokomial selama periode tiga tahun pada tiap-tiap pelayanan rumah sakit besar untuk pendidikan.

Pelayanan Laju rata-rata

Pembedahan umum

Ginekologi

Pengobatan

Neurologi

Bedah saraf

Obstetri

Oftalmologi

Otolaringologi

11%

4%

7%

5%

8%

2%

0,5%

2%

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Infeksi Nosokomial

Ortopedi

Pediatri

Bedah plastik

Urologi

7%

4%

11%

8%

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Dalam mengontrol infeksi nosokomial, laboratorium mikrobiologi mempunyai

peranan antara lain : (1)

1. Identifikasi yang tepat terhadap organisme penyebab.

2. Ketersediaan data-data kuman patogen di rumah sakit.

3. Membantu tim pengendali infeksi dalam mengidentifikasi reservoir dan cara

penyebaran kuman penyebab infeksi nosokomial.

4. Membantu tim pengendali infeksi dalam menentukan tipe organisme yang tepat

sebagai penyebab infeksi nosokomial.

5. Bekerjasama secara efektif dengan klinisi penyakit infeksi dan membantu

membedakan antara kejadian epidemic yang sebenarnya atau pseudoepidemik.

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa infeksi nosokomial sama saja

dengan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi umumnya. Dalam bidang penyakit

infeksi, hasil-hasil tes laboratorium tergantung dari bahan pemeriksaan, waktu

pengumpulan, cara pengumpulan bahan dan ketelitian teknis serta pengalaman pekerja

laboratorium. Isolasi penyebab infeksi sangat penting untuk formulasi diagnosis, maka

bahan harus diperoleh dari tempat yang paling besar kemungkinan menghasilkan

penyebab infeksi pada stadium penyakit dan harus dilakukan sedemikian rupa hingga

menguntungkan kehidupan dan pertumbuhan kuman. Penemuan penyebab infeksi paling

bermakna bila diisolasi dari tempat yang dalam keadaan normal sama sekali tidak

mengandung jasad renik(steril) misalnya dari darah, cairan serebrospinal, cairan sendi

atau dari rongga pleura. (2)

Ada beberapa hal yang harus dipatuhi dalam pengambilan bahan pemeriksaan antara

lain :(2,5)

1. Bahan dalam jumlah cukup harus diperoleh untuk memungkinkan

pemeriksaan yang teliti.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Infeksi Nosokomial

2. Bahan harus representative bagi proses infeksi (misalnya dahak bukan saliva;

nanah dari lesi yang mendasari bukan dari saluran sinus; usapan dari bagian

dalam luka bukan dari permukaannya).

3. Pengambilan harus berhati-hati untuk menghindari kontaminasi dengan

menggunakan alat yang steril dan tindakan aseptik.

4. Bahan harus segera dibawa ke laboratorium dan diperiksa dengan segera. Bila

perlu menggunakan media transport agar bahan tetap baik.

5. Bahan pemeriksaan harus diambil dahulu sebelum diberikan obat-obat

antimikroba.

Cara-cara pengumpulan bahan seperti yang diatas diperuntukkan untuk isolasi

bakteri dan jamur, sedangkan untuk isolasi virus bahan biakan tidak perlu dari tempat

yang secara anatomik paling jelas terkena infeksi. Bahan bilasan nasofaring dan tinja

dapat digunakan untuk banyak biakan virus. (2)

Tabel 8. Cara Pengambilan Bahan Material Metode Keterangan

Pus

Darah

Urin

Sputum

Jaringan

Tinja

Anaerobic transport atau sempit steril

2 tabung reaksi (bottle kit)

Midstreem kateter atau pungsi supra pubik

dalam botol steril

Tabung steril

Pengambilan yang steril, dalam tabung

steril yang tertutup

Tinja yang segar, yang sebaiknya diambil

Pewarnaan gram dan kultur kuman baik aerob maupun anaerob

10% V/V darah pada setiap tabung Diperiksa dalam waktu 2 jam

Pewarnaan gram sebelum dikultur

Pemeriksaan 30 menit setelah pengambilan bahan Dispesifikasi, bila diduga terdapat kuman

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Infeksi Nosokomial

Rongga

hidung

dengan rectal swab

Swab rongga hidung depan

Jarang dilakukan

Pemeriksaan laboratorium biasanya mencakup pemeriksaan mikroskopik bahan

segar yang tidak diwarnai dan yang diwarnai dan pembiakan di bawah keadaan

lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Bila telah diisolasi

kemudian dilakukan identifikasi secara keseluruhan mikroorganisme apa yang menjadi

penyebab infeksi dan terakhir melakukan tes uji kepekaan terhadap obat-obat antibiotika.

Selain pemeriksaan diatas untuk mendeteksi kuman penyebab dapat berdasarkan reaksi

immunologis misalnya dengan tekhnik counterimmunoelectrophoresis (CIEP atau CEP). (2,5)

Di bawah ini tabel yang menunjukkan kriteria infeksi nosokomial berdasarkan

hasil laboratorium.

Tabel 9. Kriteria Infeksi Nosokomial. Tempat Infeksi Kriteria Infeksi Keterangan

1. Darah

2. Urin

3. Luka operasi

4. Luka lain

5. Luka bakar

6. Paru

Kultur positif

Koloni bakteri > 105/cc

Pus pada luka insisi

Terdapat pus

> 10 juta organisme / 1 gr jaringan biopsi

Infiltrat yang baru pada foto paru, yang tidak ada waktu masuk R.S. dihubungkan dengan produksi sputum yang baru.

Kontaminan harus disingkirkan.

Jumlah yang rendah dapat diterima, bila disokong oleh gejala klinis. Luka infeksi yang dalam dan selulitis akan diklasifikasikan terpisah. Termasuk dekubitus, trakeostomi.

Keberhasilan skin graft akan lebih besar bila jumlah < 105/1 gr jaringan. Gejala klinis harus sesuai, harus disingkirkan penyakit lain seperti atelektasis atau emboli paru.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Infeksi Nosokomial

7. Intestinal

8. Lain-lain

Hepatitis

ISPA

Peritonitis

Kultur positif untuk patogen atau diare yang tidak dapat diterangkan, lebih dari 2 hari gejala klinis

Kuman patogen seperti Salmonella, Shigella, dan E.coli patogen.

PENGOBATAN Infeksi nosokomial merupakan supra infeksi pada seorang pasien. Umumnya

kuman penyebab infeksi nosokomial adalah kuman yang sudah resisten terhadap banyak

antibotik. Sebelum ada hasil kultur, pengobatan sudah bisa dimulai, bila sudah ada hasil

kultur antibiotik bisa diubah seperlunya. Golongan betalaktam antara lain cephalosporin,

cefoperazone (cefobid) IM / IV tiap 12 jam dapat dipakai meski ada gangguan ginjal dan

neutropenia. Betalaktam yang masih efektif terhadap kuman Pseudomonas misalnya

cefoperazone. (4)

Bila setelah 3 hari masih demam dengan pemakaian cefoperazone dan penyakit

makin berlanjut, boleh dikombinasikan dengan Vancomycine. Bila setelah 7 hari masih

demam dan ada tanda-tanda kandidiasis sistemik, mulailah terapi antifungal (oral atau

IV). Jangan lupa untuk menduga kateter sebagai sumber infeksi, kalau begitu maka

kateter harus dicabut dan diganti dengan yang baru dan steril. Selain cefalosporine,

quinolone baru misalnya norfloxacin juga telah digunakan sebagai profilaksis pada pasien

neutropenia, tapi penggunaan obat ini secara luas untuk profilaksis dapat mempercepat

timbulnya kuman E.coli yang resisten dengan norfloxacin. (4)

Pilihan antibiotik empiris dapat didasarkan pada seringnya organisme diisolasi di

rumah sakit atau unit spesifik. Misalnya pada beberapa unit onkologi, Pseudomonas

aeruginosa resisten-gentamicin sering menyebabkan infeksi pada penderita neutropenia,

maka penggunaan antibiotic cefoperazon menjadi obat pilihan. Pada penderita infeksi

intraabdomen, terapi harus meliputi antibiotik dengan aktivitas melawan Bacterioides

fragilis anaerob di samping bacillus enteric aerob. Staphylococcus aureus resisten-

metisilin harus dicurigai pada penderita sepsis yang memakai kateter intravena yang

permanent. (3,6)

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Infeksi Nosokomial

Lama pengobatan tergantung dari perjalanan infeksi nosokomial, keadaan klinik

penderita dan respon terhadap terapi. Bakteremia yang disebabkan oleh Staphylococcus

aureus bersama dengan penggunaan kateter intravena dapat diobati secara aman dengan

antibiotic parenteral efektif selama 2 minggu. Pada penderita penyakit jantung vaskuler

atau gangguan imunitas, diperlukan 4-6 minggu terapi antibiotic anti stafilokokkus.

Infeksi saluran kencing nonbakteremia dapat secara efektif diobati selama 1 minggu bila

tidak ada obstruksi. Terapi enterokolitis pseudomembranosa yang disebabkan

Clostridium difficile adalah dengan menghentikan antibiotic (bila mungkin) dan

pemberian Vankomisin atau Metronidazole. Bila penyebab infeksi, jamur maka

dibutuhkan antifungal misalnya fluconazole dan amphotericine B. Sedang antiviral yang

dipakai untuk infeksi nosokomial misalnya gancyclovir, acyclovir, amantadine,

rimantadine. (3,6)

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Infeksi Nosokomial

KESIMPULAN 1. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit, dengan syarat

pasien masuk rumah sakit tanpa gejala, tidak dalam masa inkubasi, terjadi setelah

3 x 24 jam setelah dirawat di rumah sakit dan mikroorganisme penyebab berbeda

dengan mikroorganisme saat masuk rumah sakit.

2. Penyebaran infeksi nosokomial ini melalui 5 cara yaitu melalui kontak baik

langsung maupun tidak langsung, melalui udara, droplet, vehicles dan vektor.

3. Saat ini 3 macam bakteri gram positif penyebab infeksi yaitu Staphylococcus

aureus resisten-metisilin, Staphylococcus koagulase negatif dan Enterococcus.

Dan ada 4 macam basil gram negatif yaitu E.coli, Pseudomonas aeruginosa,

Enterobacter spp dan Klebsiella pneumonia.

4. Asepsis pembedahan melibatkan baik perawatan kulit untuk menekan

mikroorganisme maupun penggunaan peralatan steril dan kain pembalut yang

steril pula. 5. Asepsis medis ditujukan pada pengendalian lingkungan untuk melindungi pasien.

Termasuk prosedur pencucian tangan, perawatan instrumen, perawatan

termometer, alat suntikan dan jarum suntikan dan pembuangan sekret tubuh yang

terkontaminasi. 6. Pemeriksaan laboratorium mikrobiologi sangat diperlukan untuk mendeteksi

mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial dan cara pemeriksaan laboratorium

pada umumnya hampir sama dengan pemeriksaan laboratorium infeksi lainnya.

7. Pemberian antibiotika harus rasional untuk menghindari timbulnya resistensi

kuman. Obat golongan cefalosporine, cefoperazone, fluconazole, amphotericine B

(antiviral) dan antifungal (gancyclovir, acyclovir) digunakan untuk mengatasi

infeksi nosokomial.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Infeksi Nosokomial

DAFTAR PUSTAKA

1. Djojosugito,MA., Roeshadi D., Pusponegoro, AD., Supardi I., Buku Manual Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit, 2001

2. Murray, PR., Baron, EJ., Jorgensen, JH., Landry, ML., Pfaller, MA., Manual

Clinical Microbiology, 9th Edition, American Society for Microbiology, Washington, 2007.

3. Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg,

E.A., Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology, 24th edition, The McGraw-Hill Companies, Inc, USA, 2007.

4. Engelkirk, PG., Burton, GRW., Burton’Microbiology For The Health Sciences,

8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore, 2007.

5. Quoc V.Nguyen, MD, Hospital-Acquired Infection, http://e-medicine-hospital-acquired-infection, 23 May 2006, p. 6 of 10.

6. Abedon, Stephen T., Nosocomial Infection : Supplemental Lecture,

http://en.wikipedia.org/wiki/nosocomial infection, 6 Desember 2006

7. Weinstein Robert, Nasocomial Infection Update, Volume 4 Number 3, Juli – September 1998, http://emerginginfectiousdisease

Universitas Sumatera Utara