Infeksi Nosokomial
-
Upload
bayu-rahmanto -
Category
Documents
-
view
180 -
download
0
Transcript of Infeksi Nosokomial
INFEKSI NOSOKOMIAL
DISUSUN OLEH :
Dr. SRI AMELIA, M.Kes NIP. 197409132003122001
DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan .......................................................................................... 1 BAB II Tinjauan Pustaka Penyebaran dan Transmission-based Precaution ............................................... 3 Epidemiologi ...................................................................................................... 8 Etiologi ............................................................................................................... 8 Patogenesis ......................................................................................................... 11 Tekhnik dan Prosedur Isolasi ............................................................................. 15 Pemeriksaan Laboratorium ................................................................................ 18 Pengobatan ......................................................................................................... 22 BAB III Kesimpulan ......................................................................................... 23 Daftar Pustaka ................................................................................................... 24
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
INFEKSI NOSOKOMIAL
I. PENDAHULUAN Infeksi nosokomial, menurut Greek berasal dari kata nosokomeion yang berarti
rumah sakit (nosos = penyakit, komeo = perawatan). Jadi dengan kata lain infeksi yang
didapat pasien ketika pasien tersebut dirawat di rumah sakit disebut dengan infeksi
nosokomial. Dikatakan infeksi nosokomial bila pada saat masuk rumah sakit pasien tidak
menunjukkan gejala-gejala klinis infeksi, tidak dalam masa inkubasi dari infeksi dan
terjadi 3 x 24 jam setelah pasien masuk rumah sakit, infeksi tersebut bukan merupakan
sisa (residual) dari infeksi sebelumnya. Umumnya infeksi nosokomial mengenai saluran
kemih dan berbagai macam pneumonia.(1,2)
Di Amerika Serikat, tahun 1995, sekitar 2 juta pasien setiap tahunnya mendapat
infeksi nosokomial, menghabiskan dana sekitar $4,5 milyar–$11 milyar setiap tahunnya.
Dan menyebabkan 88.000 kematian–setiap 6 menit, satu pasien meninggal akibat infeksi
nosokomial. (2,3,4)
Di Indonesia, angka infeksi nosokomial belumlah banyak. Angka yang ada hanya
muncul dari beberapa penelitian yang sporadis di beberapa bagian seperti bagian anak,
ICU, bedah dan bagian penyakit dalam. Dalam penelitian tahun 1988-1989 di rumah sakit
Bandung, insidensi infeksi nosokomial 9,1% di ICU dan 8,8% di ruang neonatus. (5)
Infeksi oleh populasi kuman rumah sakit terhadap seorang pasien yang memang
sudah lemah fisiknya tidaklah terhindarkan. Lingkungan rumah sakit harus diusahakan
agar sebersih dan sesteril mungkin. Hal tersebut tidak selalu bisa sepenuhnya terlaksana,
karenanya tidak mungkin infeksi nosokomial ini bisa diberantas secara total. Setiap
langkah yang tampaknya mungkin, harus dikerjakan untuk menekan resiko terjadinya
infeksi nosokomial. Yang paling penting adalah kembali kepada kaedah sepsis dan
antisepsis dan perbaikan sikap personil rumah sakit (dokter, tenaga medis).
Ada 2 kondisi yang mendukung terjadinya infeksi nosokomial antara lain : (6)
1. Karena orang sakit ada di rumah sakit, di tempat inilah kemungkinan terbesar
didapatkan organisme virulen yang menimbulkan penyakit.
2. Banyak pasien rumah sakit khususnya yang rentan terhadap infeksi, sebagai akibat
prosedur rumah sakit yang menghilangkan penghalang anatomi normal terhadap
Universitas Sumatera Utara
infeksi dan sebab daya tahan tubuh terganggu oleh pengobatan, keganasan atau usia
yang ekstrem ( bayi atau usia lanjut).
Infeksi nosokomial ini dapat dicegah dengan penggunaan teknik isolasi agar tidak
terjadi penyebaran baik penyebaran secara kontak langsung antar sesama pasien atau
antara pasien dengan tenaga medis dan antara pasien dengan pengunjung, kontak tidak
langsung melalui instrument medis yang kurang / tidak steril atau tindakan medis yang
dapat merusak barrier alamiah tubuh, penyebaran melalui droplet misalnya penularan
penyakit mumps, rubella, difteri, pertusis, influenza, kemudian penyebaran melalui udara
misalnya penyebaran mycobacterium tuberculosa, cacar air, campak dan penyebaran
yang dibawa oleh vektor misalnya lalat atau nyamuk.
Infeksi nosokomial dapat terjadi pada sesama pasien, tenaga medis ataupun
pengunjung rumah sakit. Terjadinya infeksi nosokomial karena beberapa faktor antara
lain : (6)
1. Agen penyakit
Dapat berupa bakteri, jamur, virus, parasit.
2. Reservoir / sumber
Apabila reservoirnya manusia, maka infeksi dapat berasal dari traktus respiratorius,
traktus digestivus, traktus urogenitalis, kulit (variola) atau darah (hepatitis B).
3. Lingkungan
Keadaan udara sangat mempengaruhi, seperti kelembaban udara, suhu dan
pergerakan udara atau tekanan udara.
4. Penularan
Penularan adalah perjalanan kuman pathogen dari sumber ke hospes. Ada 5 jalan
yang dapat ditempuh antara lain : Kontak, baik langsung maupun tidak langsung,
melalui udara, droplet, vehicles (zat pembawa) dan vector.
5. Hospes
Tergantung port d’entrée (tempat masuknya kuman penyakit) misalnya :
Melalui kulit seperti Leptospira atau Staphylococcus.
Melalui traktus digestivus seperti Escherichia coli, Shigella, Salmonella.
Melalui traktus respiratorius bagian atas partikel > 5µm. Melalui traktus
respiratorius bagian bawah partikel < 5µm.
Universitas Sumatera Utara
Melalui traktus uinarius seperti Klebsiella.
II. PENYEBARAN DAN TRANSMISSION-BASED PRECAUTIONS
Panduan isolasi yang ditetapkan oleh CDC pada 1996 terdiri atas dua tingkat:
Standard Precaution : yang berlaku terhadap semua klien dan pasien yang datang ke
fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan, dan Transmission-Based Precaution
(kewaspadaan berdasarkan cara penularan), yang berlaku terutama terhadap pasien rawat.
Pada semua kondisi yang ada, Transmission-Based Precautions harus digunakan
bersama – sama dengan Standard Precautions.7
Penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi nasokomial melalui 5 cara antara
lain : kontak baik langsung maupun tidak langsung, udara, droplet, vehicles (zat
pembawa) dan vektor .(1,6) Transmission-based precautions untuk pasien yang
terdiagnosa atau dicurigai infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau kontak
atau terinfeksi atau terkolonisasi dengan organisme epidemis.
1. Contact Precautions
Kewaspadaan ini mengurangi resiko terjadinya penyebaran organisme dari pasien yang
terinfeksi atau terkolonisasi melalui kontak langsung maupun tidak langsung.
Kewaspadaan ini diindikasikan untuk pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi oleh
patogen enterik (hepatitis A atau echovirus), herpes simpleks, dan virus – virus demam
berdarah (hemorrhagic fever viruses). Begitu pula cacar air dapat menyebar melalui
udara dan kontak pada tahap – tahap yang berbeda. Pada bayi, terdapat sejumlah virus
yang disebarkan oleh kontak langsung. Selain itu, contact precautions harus diterapkan
pada pasien dengan infeksi basah atau draining yang mungkin menular (mis., draining
abscess, herpes zoster, impetigo, konjungtivitis,skabies, kutu, dan infeksi luka.
a. Kontak langsung
Kontak langsung bila terjadi hubungan langsung melalui permukaan tubuh antara
2 orang pasien, dimana yang satu sebagai sumber infeksi nasokomial sedangkan yang
satu lagi pasien yang gampang dimasuki oleh mikroorganisme nasokomial akibat
rendahnya daya tahan tubuh. Atau kontak antara tenaga medis dengan pasien, misalnya
pada saat tenaga medis memandikan pasien.
Universitas Sumatera Utara
b. Kontak tidak langsung
Paling sering terjadi dimana transfer mikroorganisme melalui insrumen atau alat.
Biasanya mengenai pasien yang rentan dimasuki mikroorganisme melalui instrumen-
instrumen rumah sakit yang kurang steril, seperti jarum suntik, sarung tangan, cairan
infus termasuk selang dan jarumnya. Oleh karena itu untuk mencegah hal ini tenaga
medis dianjurkan agar menggunakan dispossable syringe (jarum suntik yang hanya
dipakai untuk satu pasien), sarung tangan dan alat-alat infus yang baru untuk satu pasien.
Tabel 1. Standard Precaution untuk pasien yang dicurigai terinfeksi mikroorganisme yang disebarkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung dengan lingkungan atau benda – benda yang digunakan dalam merawat pasien PENEMPATAN PASIEN
- Kamar pribadi; pintu kamar dapat dibiarkan terbuka.
- Jika kamar pribadi tidak tersedia, pasien ditempatkan dalam ruangan yang sama dengan pasien dengan infeksi aktif oleh mikroorganisme yang sama, namun tidak bersama pasien dengan infeksi lain.
PENGGUNAAN SARUNG TANGAN
- Gunakan sarung tangan periksa nonsteril (atau sarung tangan bedah yang diproses ulang) ketika memasuki ruangan pasien
- Ganti sarung tangan setelah kontak dengan barang barang infeksius (mis., feses atau drainase luka)
- Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan pasien.
CUCI TANGAN
- Setelah melepas sarung tangan, cuci tangan
dengan agen antibakterial, atau gunakan lap tangan antiseptik beralkohol bebas air
- Jangan menyentuh barang – barang maupun permukaan yang berpotensi infeksius sebelum meninggalkan ruangan
PAKAIAN PELINDUNG
- gunakan pakaian pelindung yang bersih nonsteril ketika memasuki ruangan apabila diantisipasi terjadi kontak dengan pasien atau pasien dengan inkontinensia, diare, ileostomi, kolostomi, atau drainase luka yang tidak tertutup
- Lepaskan baju pelindung sebelum
Universitas Sumatera Utara
meninggalkan ruangan. Hindari agar baju yang dikenakan tidak menyentuh barang – barang maupun permukaan yang berpotensi terkontaminasi sebelum meninggalkan ruangan.
TRANSPOR PASIEN
- Batasi transpor pasien hanya untuk keperluan – keperluan penting.
- Selama transpor, pastikan bahwa tindakan –tindakan kewaspadaan tetap terjaga untuk meminimalisir resiko penyebaran organisme
PERLENGKAPAN
PERAWATAN PASIEN
- Jika mungkin, sediakan perlengkapan perawatan pasien yang tidak kritis untuk digunakan hanya pada seorang pasien
- Bersihkan dan lakukan disinfeksi perlengkapan yang digunakan bersama oleh pasien terinfeksi dan pasien yang tidak terinfeksi setiap kali habis digunakan.
2. Melalui udara (Airbone Transmission)
Biasanya tejadi pada pasien yang tinggal satu ruangan dengan pasien sumber
infeksi. dimana mikroorganisme nasokomial dapat berada di udara selama beberapa jam
dan tersebar luas kemudian dihirup oleh pasien yang rentan terhadap infeksi (ukuran
partikel biasanya ≤ 5µm atau lebih kecil). Mikroorganisme yang dapat menyebar
sepenuhnya maupun sebagian melalui udara antara lain tuberkulosis, virus varicella, dan
virus rubeola.
Airborne precautions direkomendasikan untuk pasien – pasien yang dicurigai
maupun ditemukan telah terinfeksi agen–agen tersebut. Contohnya, seorang yang
terinfeksi HIV dengan gejala batuk, keringat malam atau demam, dan temuan foto paru
harus menjalani airborne precaution hingga diagnosis TB dapat disingkirkan.
Pada tempat – tempat dengan prevalensi TB yang tinggi, maka penting adanya
suatu mekanisme yang dapat menilai (triase) pasien yang dicurigai TB karena
tertundanya diagnosis akan mengakibatkan kurangnya isolasi dan terbukti sebagai faktor
penting dalam penyebaran penyakit ini di rumah sakit. Dalam kondisi ini, airborne
precautions merupakan pertahanan terakhir dalam mengurangi resiko infeksi TB.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Standard Precaution untuk pasien – pasien yang diketahui atau dicurigai terinfeksi mikroorganisme yang menyebar lewat udara.
PENEMPATAN PASIEN
- Kamar pribadi - Pintu kamar tertutup - Tekanan udara negatif dalam kamar, baik
menggunakan kipas maupun sistem filtrasi lainnya - Jika kamar pribadi tidak tersedia, pasien
ditempatkan dalam ruangan yang sama dengan pasien dengan infeksi aktif oleh mikroorganisme yang sama, namun tidak bersama pasien dengan infeksi lain (cohorting)
- Periksa semua pengunjung untuk melihat adanya kerentanan sebelum mengijinkan untuk berkunjung
PERLINDUNGAN RESPIRASI
- Gunakan masker bedah - Jika diketahui atau dicurigai TB, gunakan
respirator partikulat (jika tersedia) - Jika cacar air atau campak:
- orang yang imun : tidak diperlukan masker - orang yang rentan: tidak diperbolehkan
memasuki ruangan - lepaskan masker setelah meninggalkan
ruangan dan tempatkan masker bekas dalam kantong plastik atau tempat sampah yang tertutup rapat
TRANSPOR PASIEN
- batasi transpor pasien hanya untuk keperluan – keperluan penting.
- Selama transpor, pasien harus memakai masker bedah
- Kabari daerah yang akan menjadi tujuan
3. Droplet
Biasanya mikroorganisme yang berukuran > 5 µm, penyebaran melalui batuk,
bersin atau bicara dengan sumber infeksi, jarak sebar pendek dan mikroorganisme tidak
bertahan lama di udara, ”deposit” biasanya di mukosa konjungtiva, hidung dan mulut.
Contoh, penyakit dengan penyebaran melalui droplet adalah difteri, pertusis,
mycoplasma, tuberculosa, Hib, virus influenza, respiratory syncytial virus, mumps dan
rubella.
Droplet precaution adalah kewaspadaan untuk mengurangi resiko terjadinya
penyebaran nosokomial dari patogen yang sepenuhnya maupun sebagian.
Universitas Sumatera Utara
Mikroorganisme yang dapat menyebar misalnya., H.influenzae dan meningitis oleh
N.meningitides; M.pneumoniae, flu, mumps, dan virus rubella. Kondisi–kondisi lainnya
mencakup difteri, pertussis, wabah pneumonia, dan faringitis streptokokus (scarlet fever
pada bayi dan anak kecil).
Droplet precautions lebih sederhada dibandingkan dengan airborne precautions
karena partikel–partikelnya berada di udara dalam waktu yang relatif singkat dan
berpindah dalam jarak yang pendek, oleh karena itu, harus terjadi kontak yang berdekatan
antara sumber dan pejamu yang rentan untuk terjadinya infeksi.
Tabel 3. Standard Precautions untuk pasien yang diketahui atau dicurigai terinfeksi mikroorganisme yang menyebar melalui droplet partikel besar (> 5μm)
PENEMPATAN PASIEN
- Kamar pribadi; pintu kamar dapat dibiarkan terbuka - Jika kamar pribadi tidak tersedia, pasien ditempatkan
dalam ruangan yang sama dengan pasien dengan infeksi aktif oleh mikroorganisme yang sama, namun tidak bersama pasien dengan infeksi lain (cohorting)
- Jika kedua pilihan di atas tidak tersedia, pertahankan jarak antar pasien sejauh paling sedikit 1 meter
PERLINDUNGAN RESPIRATOSI
- Gunakan masker ketika berada dalam jarak 1 meter dari pasien
TRANSPOR PASIEN
- Batasi transpor pasien hanya untuk keperluan – keperluan penting.
- Selama transpor, pasien harus memakai masker bedah
- Kabari daerah yang akan menjadi tujuan
4. Vehicles
Melalui makanan dan minuman, peralatan dan obat-obatan yang terkontaminasi
mikroorganisme penyebab infeksi.
5. Vektor
Melalui serangga sebagai pembawa infeksi seperti lalat dan nyamuk
Universitas Sumatera Utara
EPIDEMIOLOGI
Infeksi nosokomial yang paling sering, melibatkan saluran kemih dan umumnya
menyertai manipulasi urologis, termasuk penggunaan kateter tetap saluran kencing.
Beberapa infeksi nosokomial saluran kencing mengakibatkan bakteremia kecuali pada
adanya obstruksi. Tercatat 50.000 kematian tiap tahunnya disebabkan infeksi saluran
kemih nosokomial. (5)
Dari penelitian yag dilakukan The National Nosocomial Infection Surveillance
(NNIS) di Amerika Serikat, mereka mendapatkan persentase infeksi nosokomial tertinggi
di unit luka bakar, diikuti dengan ICU neonatus dan ICU pediatri. (2)
Infeksi nosokomial meningkatkan dua kali lipat resiko kesakitan dan kematian
pasien. Hal ini yang menyebabkan 88.000 kematian tiap tahunnya di Amerika Serikat.
Jenis kelamin tidak mempengaruhi resiko terkena infeksi nosokomial (wanita : pria =
1:1,7). Bakteremia dan infeksi bedah lebih sering terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan
dibanding anak yang lebih tua. Sedang pada infeksi saluran kemih lebih sering terjadi
pada anak > 5 tahun dibanding anak yang lebih muda. (2)
Faktor predisposisi seorang pasien terkena infeksi nosokomial antara lain :
jeleknya kondisi kesehatan pasien, pada pasien usia lanjut atau usia sangat muda dengan
gangguan sistem imun. Faktor lain adalah tindakan invasif seperti pemasangan intubasi,
kateter, drain bedah, dan trakeostomi, dimana tindakan medis tersebut dapat merusak
barrier alamiah tubuh sehingga lebih rentan terkena infeksi. Selain itu obat-obatan yang
diberikan kepada pasien terutama obat-obat yang dapat menekan sistem imun, antasida
yang dapat mengurangi keasaman lambung sebagai barier tubuh, antimikroba yang dapat
mengganggu flora normal tubuh dan menimbulkan resistensi, transfusi darah, juga
meningkatkan resiko terkena infeksi nosokomial. (1)
ETIOLOGI
Setelah penisillin tersedia dimana-mana, Staphylococcus aureus penisillin-
resisten dilaporkan menjadi penyebab infeksi pada penderita yang dirawat di rumah sakit.
Pada pertengahan tahun 1950, infeksi S.aureus nosokomial yang disebabkan oleh tipe
faga 94/96, menjadi masalah nosokomial yang besar di seluruh dunia yang menyebabkan
penutupan beberapa unit bedah dan neonatus, dan pengembangan program pengendalian
Universitas Sumatera Utara
infeksi. Bersamaan dengan pengenalan penisillinase-resisten penisillin, frekuensi infeksi
menurun, dan di tahun 1970-an infeksi nosokomial yang disebabkan oleh kuman basilus
gram negatif (Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacteriaceae) aerobik menjadi
masalah utama. Di akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an muncul metisillin-resisten
Staphyococcus aureus dan Vancomycin-resisten Enterococcus. Dan di tahun 1990-1996,
3 bakteri gram positif penyebab infeksi nosokomial terbanyak ialah Staphylococcus
aureus, Staphylococcus koagulase negatif dan Enterococcus. Dan 4 bakteri gram negatif
antara lain, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp dan Klebsiella
pneumoniae. (3)
Infeksi nasokomial dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang menyusun flora
normal pasien. Mikroorganisme seperti ini disebut oportunis karena menyebabkan infeksi
dalam kondisi sebagai berikut : (5)
1. Apabila mikroorganisme berada dalam tubuh yang terganggu system
kekebalannya.
2. Apabila mikroorganisme dapat memintasi penghalang anatomi setelah luka bakar
atau pembedahan.
3. Apabila mikrorganisme terbawa masuk melalui kateter, alat penyuntik atau
respirator yang terkontaminasi.
Tabel 4. Hubungan Infeksi Oportunis yang Khas dengan Faktor Pendorong Tertentu.
Faktor pendorong Mikroorganisme oportunistik yang sering
Luka bakar, luka Pembedahan abdominopelvik Pembedahan jantung Kateter intravena
Pseudomonas Serratia Staphylococcus Mucor Streptococcus anaerob dan Bacteroides Basil gram negative, Serratia-Enterobacter-Klebsiella Staphylococcus Difteroid Staphylococcus (aureus) Aspergilli Candida Acinetobacter
Universitas Sumatera Utara
Manipulasi saluran urine Diabetes
Staphylococcus Candida Crytococcus Pseudomonas, Proteus dan basil gram negative lain Serratia-Enterobacter-Klebsiella Staphylococcus epidermidis Basil gram negatif Staphylococcus Candida Mucor
Etiologi dan infeksi nasokomial sering dapat diduga dari lokasi infeksi atau
masalah klinik yang mendasari. Contohnya meliputi hubungan Staphylococcus dengan
alat intravascular. Pseudomonas aruginosa pada penderita luka bakar derajat tiga dan
pada penderita gangguan neutropenia, dan Enterococcus faecalis, yang biasanya
menginfeksi penderita yang mendapat sefalosporin spektrum yang luas. Infeksi enterik
dengan Clostridium difficile, suatu organisme pembentuk spora anaerob yang
menghasilkan enterotoksin, terjadi pada penderita rawat inap yang mendapat antibiotik,
terutama klindamisin, penisilin, atau sefalosporin, dan kemoterapi untuk penyakit
neoplastik.(4,5)
Infeksi virus nosokomial, sebagian besar terjadi pada populasi pediatri. Terutama
disebabkan oleh agen pernafasan, termasuk virus sinsitial respiratori, influenza,
parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, juga varisela dan campak. Anak yang mempunyai
resiko adalah mereka yang tidak mempunyai imunitas spesifik terhadap agen tertentu.
Infeksi virus nosokomial juga dapat disebabkan karena transfusi darah, virus yang sering
terlibat antara lain ; Hepatitis C, Sitomegalovirus yang menyebabkan sindrom seperti
mononukleosis pada hospes normal, pneumonitis berat atau hepatitis pada penderita
kerusakan imun , dan virus immunodefisiensi manusia (HIV). Virus varisela-zooster
nosokomial dapat menimbulkan infeksi berat yang mematikan, pada anak atau orang
dewasa nonimun. (2,6)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial.
Bakteri gram-positif Staphylococcus aureus (resisten-metisilin) Staphylococcus koagulase negatif Enterokokus
Bakteri gram-negatif Escherichia coli Proteus mirabilis Klebsiella / Enterobacter / Serratia sp Pseudomonas sp Bacteroides sp
Jamur Candida sp Aspergillus sp
Virus Hepatitis B Hepatitis C Virus immunodefisiensi manusia Sitomegalovirus Virus saluran pernafasan Herpes simpleks
PATOGENESIS
Infeksi nosokomial biasanya terjadi bila barrier alamiah terhadap invasi mikroba
terganggu, atau bila penderita lemah ( ada gangguan sistem imun tubuh ). Kulit,
membrana mukosa, saluran gastrointestinal, saluran kencing dan saluran nafas atas,
berperan sebagai barrier alamiah terhadap terjadinya infeksi. Banyak tindakan-tindakan
medis saat ini, termasuk pembedahan dan penggunaan tekhnik untuk mendukung
kehidupan, seperti intubasi nasotrakea atau kateter intravaskular, mengganggu barrier ini.
Pipa nasogastrik, dan penggunaan obat yang mengurangi keasaman lambung (antasid)
juga menurunkan efisiensi pertahanan barrier yang penting. Penggunaan antibiotik yag
tidak rasional seperti dosis kurang, pemberian yang terlalu singkat atau yang terlalu lama
untuk profilaksis dan pemilihan jenis antibiotik yang kurang tepat, dapat menimbulkan
resistensi kuman / bakteri sehingga meningkatka resiko infeksi nosokomial. (3,4,7)
Pengendalian sebagian besar infeksi bakteri tergantung pada jumlah
leukositopolimorfonuklear (PMN) yang cukup dan berfungsi normal dan interaksi fagosit
ini efektif dengan opsonin serum, komplemen dan antibodi. Sejumlah penyakit dan terapi
mengganggu mekanisme respon hospes sistemik primer terhadap invasi mikroba. Ada
Universitas Sumatera Utara
penyakit-penyakit yang memerlukan terapi, ternyata dapat mengubah jumlah PMN,
fungsi PMN atau dapat menekan sistem barrier alamiah. Misalnya, keganasan
hamatologis diobati dengan agen sitotoksik yang merangsang terjadinya penekanan
sumsum tulang atau disertainya hipogamaglobulinemia. Tumor padat yang menyumbat
organ, menyebabkan sekresi tidak teralirkan, yang bila terinfeksi menyebabkan abses
atau bakteremia. Karsinoma bronkogen dan limfoma hodgkin berhubungan dengan
penghambat kemotaksis PMN serum. Terapi kortikosteroid digunakan dalam terapi
sejumlah keadan neoplastik yang juga mengganggu perlekatan PMN pada sel endotel,
menyebabkan keterlambatan fagosit di tempat infeksi. Pneumonia nosokomial dengan
basilus gram negatif aerobik yang dihubungkan dengan intubasi trakea, penggunaan
antibiotik, penurunan keasaman lambung, dan semakin berat penyakit, semuanya
dihubungkan dengan kolonisasi saluran pernafasan atas atau pipa trakea dengan
organisme ini. Menurunnya refleks tersedak dan batuk memperbesar kemungkinan
aspirasi organisme ini dan akhirnya menjadi pneumonia. Pneumonia legionella yang
terjadi di rumah sakit juga sangat menyusahkan karena mikroba ini dapat hidup dalam air
yang mengalir, air ledeng dan ujung shower. (7)
Asepsis pembedahan
Salah satu penjagaan kita terhadap infeksi adalah kulit yang utuh. Jika seseorang
kehilangan perlindungan ini karena luka atau karena prosedur operasi, orang ini akan
jauh lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini sering terjadi pada pasien luka bakar yang
hebat dimana akan menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Oleh karena itulah infeksi
nosokomial pada unit luka bakar melampaui angka 75%. Untuk meminimalkan infeksi
nosokomial diperlukan tekhnik asepsis pembedahan yang ketat.
Pencegahan ini dimulai sebelum pasien memasuki ruang operasi serta
mengharuskan pembersihan dan disinfeksi, sejauh dimungkinkan, daerah kulit yang akan
dibedah. Prosedur ini biasanya mulai dengan menghilangkan rambut di daerah tersebut
diikuti dengan pembersihan seksama daerah tersebut dengan alcohol atau desinfektan.
Prosedur ini akan mengakibatkan pembuangan mekanik sebagian besar mikroorganisme
pada kulit.
Universitas Sumatera Utara
Penting pula bahwa ahli bedah dan tenaga medis yang bekerja di ruang bedah
tidak menjadi sumber infeksi bagi pasien yang akan dioperasi. Hal ini menuntut
pemakaian gaun steril, penggunaan masker penutup hidung dan mulut, pemakaian topi
untuk menutup rambut, pencucian tangan dengan teliti dan seksama dan penggunaan
sarung tangan karet yang steril apabila meyentuh apa saja yang akan berhubungan dengan
luka pasien.
Tindakan asepsis ini tidak berakhir apabila pembedahan selesai. Pasien harus
dijaga terhadap infeksi sampai lukanya sembuh dan infeksi tidak lagi menjadi masalah
utama. Pembalut biasanya diganti pada selang waktu tertentu selama periode
penyembuhan, yang pada waktu itu harus diingat bahwa tangan atau jari telanjang tidak
boleh menyentuh luka atau bagian pembalut yang berhubungan dengan luka. Untuk itu
diperlukan penggunaan sarung tangan steril atau pinset steril untuk menangani pembalut
yang steril.
Asepsis medis
Asepsis medis umum harus ditujukan baik untuk menghancurkan pathogen
maupun mengurangi jumlah mikroorganisme di lingkungan. Tekhnik asepsis ini
menggunakan metode fisik dan kimia untuk mengendalikan mikroorganisme. Metode
fisik meliputi langkah kebersihan umum menyeluruh yang membantu mencegah transfer
mikroorganisme diantara tenaga medis, pengunjung dan pasien.
Langkah-langkah kebersihan itu antara lain :
Pencucian tangan
Metode pencucian tangan dengan pembersihan penggosokkan yang teliti dengan
sabun atau deterjen dan air mengalir, menggunakan sabun yang berulang-ulang dan
pembilasan yang sering. Pencucian tangan dilakukan sebelum makan, sebelum
menuangkan obat-obatan, sebelum menyajikan baki kepada pasien, sebelum dan sesudah
perawatan umum yang diberikan kepada pasien, setelah dari toilet, setelah menangani
pakaian kotor dan pispot. Pencucian untuk pembedahan memerlukan lebih banyak usaha
daripada pencucian tangan rutin. Dalam hal ini substansi germicida diperlukan untuk
menekan jumlah bakteri yang tinggal di kulit.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan instrument
Sebaiknya instrument yang digunakan dalam tindakan medis harus disterilisasi di
dalam autoklaf. Cara ini menjamin keamanan dengan menghancurkan spora dan sel
vegetatif ari mikroorganisme penyebab infeksi. Namun, instrument tertentu seperti yang
mempunyai sisi pemotong yang tajam, mungkin menjadi rusak dengan autoklaf karena
itu dianjurkan penggunaan bahan kimia. Semua instrument harus dibersihkan dari darah
atau sekresi tubuh sebelum dilakukan prosedur sterilisasi.
Perawatan termometer
Sebaiknya setiap pasien mempunyai termometer sendiri-sendiri, tapi kalaupun itu
tidak ada, maka prosedur pembersihannya harus dilakukan dengan teliti untuk menjamin
keamanan semua pasien. Setelah termometer dipakai kemudian dicuci, dan dimasukkan
ke dalam desinfektan.Desinfektan yang dipakai etil alkohol 70% yang mengandung
yodium 2% sangat efektif untuk menghancurkan semua bakteri vegetatif (temasuk basil
tuberkel) dan dilakukan selama 10 menit.
Tabel 6. Senyawa kimia yang digunakan untuk mendisinfeksi instrumen.
Benda keras yang halus
Tabung karet dan kateter
Termometer
Peralatan pernafasan dan anestesia
- Etil alkohol (70-95%) - Yodofor (100-500 ppm yodium) - Natrium hipoklorit - Etilen oksida
- Yodofor ( 100-500 ppm yodium) - Etilen oksida - Larutan cair fenol (1-5%)
- Etil alkohol (70-90%) mengandung yodium (2%)
- Etil alkohol (70-90%) - Glutaraldehida cair (2%)
Perawatan pembalut
Kain pembalut yang akan digunakan dalam prosedur pembedahan harus
disterilisasi dalam autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit. Tidak ada pengganti
Universitas Sumatera Utara
untuk metode ini. Kain pembalut yang steril harus ditangani sedemikian rupa agar
terhindar dari kontaminasi daerah yang akan kena kontak dengan luka pasien.
Kain pembalut yang kotor harus diautoklaf atau dibakar dalam tungku pembakar.
Barang-barang ini harus ditangani dengan pinset dan dibungkus dengan kertas sebelum
dibakar, atau dimasukkan ke dalam kantong yang dapat diautoklaf.
Perawatan buangan tubuh yang menginfeksi
Buangan yang mungkin mengandung mikroba patogen harus dibakar, apabila hal
ini dapat dilakukan. Jika hal ini tidak mungkin, ludah atau buangan lainnya harus
dicampur dengan bahan kimia efektif seperti fenol dan kresol. Kresol atau senyawa klor,
seperti kaporit, dapat digunakan untuk mendisinfeksi tinja. Harus diingat, disinfeksi
selalu dihambat oleh bahan organik, karena itu agen kimia harus dicampur secara
seksama dengan buangan yang menginfeksi dan dibiarkan dalam waktu yang cukup agar
efektif.
Perawatan alat suntik dan jarum suntikan
Sterilisasi alat suntikan dan jarum suntikan dengan autoklaf sangat ditekankan
karena daya tahan virus hepatitis terhadap suhu sangat tinggi. Selain dengan autoklaf
dapat juga dilakukan sterilisasi dengan hot air oven dengan suhu 160-180°C selama 1-2
jam). Saat ini rumah sakit menggunakan jarum suntik, alat suntikan, perlengkapan IV-
line yang sekali dipakai lalu dibuang sehingga satu set buat satu pasien sehingga
penyebaran infeksi dapat dihindari terutama infeksi yang menyebar melalui darah.
TEKHNIK DAN PROSEDUR ISOLASI
Penghalang pelindung yang steril di sekeliling pasien merupakan metode yang
paling efektif untuk melindungi pasien dan tenaga medis yang terlibat dalam perawatan
pasien. Tapi prosedur semacam ini tidak praktis, oleh karena itu diperlukan penggunaan
berbagai kebijaksanaan dan praktek isolasi yang cocok bagi pasien dan dapat
mengendalikan penyakit yang bersangkutan. Saat ini telah dibuat berbagai kebijaksanaan
isolasi berupa kartu-kartu yang dikembangkan oleh Pelayanan Kesehatan Masyarakat
yang terpampang di pintu-pintu kamar rumah sakit yang dihuni pasien yang sedang
diisolasi.
Universitas Sumatera Utara
Penyakit yang memerlukan isolasi saluran pencernaan antara lain :
Kolera
Diarrhea
Enterokolitis
Gastroentritis, yang disebabkan oleh enterotoksik, salmonella, shigella
Hepatitis A
Tifus abdominalis
Untuk memasuki kamar dengan isolasi saluran pencernaan, maka pengunjung dan tenaga
medis harus memakai baju khusus, tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memasuki
kamar, memakai sarung tangan, tidak perlu memakai masker, buangan tubuh pasien harus
didisinfeksi.
Penyakit yang memerlukan isolasi pernafasan antara lain :
Rubeola
Meningitis, meningokokkus
Meningokokemia
Gondong
Pertusis
Rubella
Tuberkulosis
Untuk kamar isolasi pernafasan pintu harus selalu ditutup, baju khusus tidak perlu,
masker harus selalu digunakan, tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memasuki
kamar, sarung tangan tidak perlu dipakai, sekret tubuh seperti dahak harus didisinfeksi.
Penyakit yang memerlukan isolasi ketat, antara lain :
Antraks
Luka bakar luas, yang di infeksi oleh staphylococcus aureus dan streptococcus A
Sindrom rubella
Difteria
Herpes simpleks
Pneumonia, yang di infeksi oleh staphylococcus aureus dan streptococcus A
Universitas Sumatera Utara
Cacar
Infeksi kulit, luas dengan staphylococcus aureus dan streptococcus A
Pintu kamar harus selalu tertutup, baju khusus harus dipakai bagi semua orang yang
memasuki kamar, masker harus dipakai bagi semua orang yang memasuki kamar tangan
harus dicuci sebelum dan sesudah memasuki kamar, sarung tangan harus selalu dipakai,
barang atau sekret tubuh pasien harus didisinfeksi.
Keadaan yang memerlukan isolasi untuk perlindungan, antara lain :
Agranulositosis
Pasien dengan luka bakar yang luas
Pasien yang menerima terapi immunosupresif
Pasien limfoma dan leukemia
Pasie dengan immunodefisiensi.
Kamar pribadi dengan pintu yang selalu tertutup, baju khusus harus dipakai semua orang
yang memasuki ruangan, masker harus selalu dipakai bila masuk ke ruangan tersebut,
tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memasuki ruangan, sarung tangan harus selalu
dipakai bagi orang yang mempunyai kontak langsung dengan si pasien.
Tekhnik isolasi diatas sangat diperlukan dalam penanggulangan dan pengendalian
infeksi nosokomial sehingga transfer mikroba penyebab infeksi dapat kita kendalikan.
Tapi masih sedikit rumah sakit yang menerapkan tekhnik isolasi ini, yang menyebabkan
angka infeksi nosokomial masih terbilang tinggi.
Tabel 7. Laju rata-rata infeksi nosokomial selama periode tiga tahun pada tiap-tiap pelayanan rumah sakit besar untuk pendidikan.
Pelayanan Laju rata-rata
Pembedahan umum
Ginekologi
Pengobatan
Neurologi
Bedah saraf
Obstetri
Oftalmologi
Otolaringologi
11%
4%
7%
5%
8%
2%
0,5%
2%
Universitas Sumatera Utara
Ortopedi
Pediatri
Bedah plastik
Urologi
7%
4%
11%
8%
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Dalam mengontrol infeksi nosokomial, laboratorium mikrobiologi mempunyai
peranan antara lain : (1)
1. Identifikasi yang tepat terhadap organisme penyebab.
2. Ketersediaan data-data kuman patogen di rumah sakit.
3. Membantu tim pengendali infeksi dalam mengidentifikasi reservoir dan cara
penyebaran kuman penyebab infeksi nosokomial.
4. Membantu tim pengendali infeksi dalam menentukan tipe organisme yang tepat
sebagai penyebab infeksi nosokomial.
5. Bekerjasama secara efektif dengan klinisi penyakit infeksi dan membantu
membedakan antara kejadian epidemic yang sebenarnya atau pseudoepidemik.
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa infeksi nosokomial sama saja
dengan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi umumnya. Dalam bidang penyakit
infeksi, hasil-hasil tes laboratorium tergantung dari bahan pemeriksaan, waktu
pengumpulan, cara pengumpulan bahan dan ketelitian teknis serta pengalaman pekerja
laboratorium. Isolasi penyebab infeksi sangat penting untuk formulasi diagnosis, maka
bahan harus diperoleh dari tempat yang paling besar kemungkinan menghasilkan
penyebab infeksi pada stadium penyakit dan harus dilakukan sedemikian rupa hingga
menguntungkan kehidupan dan pertumbuhan kuman. Penemuan penyebab infeksi paling
bermakna bila diisolasi dari tempat yang dalam keadaan normal sama sekali tidak
mengandung jasad renik(steril) misalnya dari darah, cairan serebrospinal, cairan sendi
atau dari rongga pleura. (2)
Ada beberapa hal yang harus dipatuhi dalam pengambilan bahan pemeriksaan antara
lain :(2,5)
1. Bahan dalam jumlah cukup harus diperoleh untuk memungkinkan
pemeriksaan yang teliti.
Universitas Sumatera Utara
2. Bahan harus representative bagi proses infeksi (misalnya dahak bukan saliva;
nanah dari lesi yang mendasari bukan dari saluran sinus; usapan dari bagian
dalam luka bukan dari permukaannya).
3. Pengambilan harus berhati-hati untuk menghindari kontaminasi dengan
menggunakan alat yang steril dan tindakan aseptik.
4. Bahan harus segera dibawa ke laboratorium dan diperiksa dengan segera. Bila
perlu menggunakan media transport agar bahan tetap baik.
5. Bahan pemeriksaan harus diambil dahulu sebelum diberikan obat-obat
antimikroba.
Cara-cara pengumpulan bahan seperti yang diatas diperuntukkan untuk isolasi
bakteri dan jamur, sedangkan untuk isolasi virus bahan biakan tidak perlu dari tempat
yang secara anatomik paling jelas terkena infeksi. Bahan bilasan nasofaring dan tinja
dapat digunakan untuk banyak biakan virus. (2)
Tabel 8. Cara Pengambilan Bahan Material Metode Keterangan
Pus
Darah
Urin
Sputum
Jaringan
Tinja
Anaerobic transport atau sempit steril
2 tabung reaksi (bottle kit)
Midstreem kateter atau pungsi supra pubik
dalam botol steril
Tabung steril
Pengambilan yang steril, dalam tabung
steril yang tertutup
Tinja yang segar, yang sebaiknya diambil
Pewarnaan gram dan kultur kuman baik aerob maupun anaerob
10% V/V darah pada setiap tabung Diperiksa dalam waktu 2 jam
Pewarnaan gram sebelum dikultur
Pemeriksaan 30 menit setelah pengambilan bahan Dispesifikasi, bila diduga terdapat kuman
Universitas Sumatera Utara
Rongga
hidung
dengan rectal swab
Swab rongga hidung depan
Jarang dilakukan
Pemeriksaan laboratorium biasanya mencakup pemeriksaan mikroskopik bahan
segar yang tidak diwarnai dan yang diwarnai dan pembiakan di bawah keadaan
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Bila telah diisolasi
kemudian dilakukan identifikasi secara keseluruhan mikroorganisme apa yang menjadi
penyebab infeksi dan terakhir melakukan tes uji kepekaan terhadap obat-obat antibiotika.
Selain pemeriksaan diatas untuk mendeteksi kuman penyebab dapat berdasarkan reaksi
immunologis misalnya dengan tekhnik counterimmunoelectrophoresis (CIEP atau CEP). (2,5)
Di bawah ini tabel yang menunjukkan kriteria infeksi nosokomial berdasarkan
hasil laboratorium.
Tabel 9. Kriteria Infeksi Nosokomial. Tempat Infeksi Kriteria Infeksi Keterangan
1. Darah
2. Urin
3. Luka operasi
4. Luka lain
5. Luka bakar
6. Paru
Kultur positif
Koloni bakteri > 105/cc
Pus pada luka insisi
Terdapat pus
> 10 juta organisme / 1 gr jaringan biopsi
Infiltrat yang baru pada foto paru, yang tidak ada waktu masuk R.S. dihubungkan dengan produksi sputum yang baru.
Kontaminan harus disingkirkan.
Jumlah yang rendah dapat diterima, bila disokong oleh gejala klinis. Luka infeksi yang dalam dan selulitis akan diklasifikasikan terpisah. Termasuk dekubitus, trakeostomi.
Keberhasilan skin graft akan lebih besar bila jumlah < 105/1 gr jaringan. Gejala klinis harus sesuai, harus disingkirkan penyakit lain seperti atelektasis atau emboli paru.
Universitas Sumatera Utara
7. Intestinal
8. Lain-lain
Hepatitis
ISPA
Peritonitis
Kultur positif untuk patogen atau diare yang tidak dapat diterangkan, lebih dari 2 hari gejala klinis
Kuman patogen seperti Salmonella, Shigella, dan E.coli patogen.
PENGOBATAN Infeksi nosokomial merupakan supra infeksi pada seorang pasien. Umumnya
kuman penyebab infeksi nosokomial adalah kuman yang sudah resisten terhadap banyak
antibotik. Sebelum ada hasil kultur, pengobatan sudah bisa dimulai, bila sudah ada hasil
kultur antibiotik bisa diubah seperlunya. Golongan betalaktam antara lain cephalosporin,
cefoperazone (cefobid) IM / IV tiap 12 jam dapat dipakai meski ada gangguan ginjal dan
neutropenia. Betalaktam yang masih efektif terhadap kuman Pseudomonas misalnya
cefoperazone. (4)
Bila setelah 3 hari masih demam dengan pemakaian cefoperazone dan penyakit
makin berlanjut, boleh dikombinasikan dengan Vancomycine. Bila setelah 7 hari masih
demam dan ada tanda-tanda kandidiasis sistemik, mulailah terapi antifungal (oral atau
IV). Jangan lupa untuk menduga kateter sebagai sumber infeksi, kalau begitu maka
kateter harus dicabut dan diganti dengan yang baru dan steril. Selain cefalosporine,
quinolone baru misalnya norfloxacin juga telah digunakan sebagai profilaksis pada pasien
neutropenia, tapi penggunaan obat ini secara luas untuk profilaksis dapat mempercepat
timbulnya kuman E.coli yang resisten dengan norfloxacin. (4)
Pilihan antibiotik empiris dapat didasarkan pada seringnya organisme diisolasi di
rumah sakit atau unit spesifik. Misalnya pada beberapa unit onkologi, Pseudomonas
aeruginosa resisten-gentamicin sering menyebabkan infeksi pada penderita neutropenia,
maka penggunaan antibiotic cefoperazon menjadi obat pilihan. Pada penderita infeksi
intraabdomen, terapi harus meliputi antibiotik dengan aktivitas melawan Bacterioides
fragilis anaerob di samping bacillus enteric aerob. Staphylococcus aureus resisten-
metisilin harus dicurigai pada penderita sepsis yang memakai kateter intravena yang
permanent. (3,6)
Universitas Sumatera Utara
Lama pengobatan tergantung dari perjalanan infeksi nosokomial, keadaan klinik
penderita dan respon terhadap terapi. Bakteremia yang disebabkan oleh Staphylococcus
aureus bersama dengan penggunaan kateter intravena dapat diobati secara aman dengan
antibiotic parenteral efektif selama 2 minggu. Pada penderita penyakit jantung vaskuler
atau gangguan imunitas, diperlukan 4-6 minggu terapi antibiotic anti stafilokokkus.
Infeksi saluran kencing nonbakteremia dapat secara efektif diobati selama 1 minggu bila
tidak ada obstruksi. Terapi enterokolitis pseudomembranosa yang disebabkan
Clostridium difficile adalah dengan menghentikan antibiotic (bila mungkin) dan
pemberian Vankomisin atau Metronidazole. Bila penyebab infeksi, jamur maka
dibutuhkan antifungal misalnya fluconazole dan amphotericine B. Sedang antiviral yang
dipakai untuk infeksi nosokomial misalnya gancyclovir, acyclovir, amantadine,
rimantadine. (3,6)
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN 1. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit, dengan syarat
pasien masuk rumah sakit tanpa gejala, tidak dalam masa inkubasi, terjadi setelah
3 x 24 jam setelah dirawat di rumah sakit dan mikroorganisme penyebab berbeda
dengan mikroorganisme saat masuk rumah sakit.
2. Penyebaran infeksi nosokomial ini melalui 5 cara yaitu melalui kontak baik
langsung maupun tidak langsung, melalui udara, droplet, vehicles dan vektor.
3. Saat ini 3 macam bakteri gram positif penyebab infeksi yaitu Staphylococcus
aureus resisten-metisilin, Staphylococcus koagulase negatif dan Enterococcus.
Dan ada 4 macam basil gram negatif yaitu E.coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterobacter spp dan Klebsiella pneumonia.
4. Asepsis pembedahan melibatkan baik perawatan kulit untuk menekan
mikroorganisme maupun penggunaan peralatan steril dan kain pembalut yang
steril pula. 5. Asepsis medis ditujukan pada pengendalian lingkungan untuk melindungi pasien.
Termasuk prosedur pencucian tangan, perawatan instrumen, perawatan
termometer, alat suntikan dan jarum suntikan dan pembuangan sekret tubuh yang
terkontaminasi. 6. Pemeriksaan laboratorium mikrobiologi sangat diperlukan untuk mendeteksi
mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial dan cara pemeriksaan laboratorium
pada umumnya hampir sama dengan pemeriksaan laboratorium infeksi lainnya.
7. Pemberian antibiotika harus rasional untuk menghindari timbulnya resistensi
kuman. Obat golongan cefalosporine, cefoperazone, fluconazole, amphotericine B
(antiviral) dan antifungal (gancyclovir, acyclovir) digunakan untuk mengatasi
infeksi nosokomial.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Djojosugito,MA., Roeshadi D., Pusponegoro, AD., Supardi I., Buku Manual Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit, 2001
2. Murray, PR., Baron, EJ., Jorgensen, JH., Landry, ML., Pfaller, MA., Manual
Clinical Microbiology, 9th Edition, American Society for Microbiology, Washington, 2007.
3. Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg,
E.A., Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology, 24th edition, The McGraw-Hill Companies, Inc, USA, 2007.
4. Engelkirk, PG., Burton, GRW., Burton’Microbiology For The Health Sciences,
8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore, 2007.
5. Quoc V.Nguyen, MD, Hospital-Acquired Infection, http://e-medicine-hospital-acquired-infection, 23 May 2006, p. 6 of 10.
6. Abedon, Stephen T., Nosocomial Infection : Supplemental Lecture,
http://en.wikipedia.org/wiki/nosocomial infection, 6 Desember 2006
7. Weinstein Robert, Nasocomial Infection Update, Volume 4 Number 3, Juli – September 1998, http://emerginginfectiousdisease
Universitas Sumatera Utara