Ikterus Neonatorum Pada Bayi Di Bawah 24 Jam

13
Ikterus Neonatorum pada Bayi di Bawah 24 Jam Fakultas Kedokteran UKRIDA Richard Simak 102011051 [email protected] Pendahuluan Ikterus neonatorum (Ikterus: kuning , Neonatorum: bayi baru lahir)adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Warna kekuningan pada bayi baru lahir umumnya merupakan kejadian fisologis, namun bisa juga menggambarkan suatu penyakit (patologis). Bayi berwarna kekuningan yang fisiologis dapat terjadi pada >50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), dan persentasenya lebih tinggi pada bayi prematur.Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit danmukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem

description

ikterus neonatorum pada bayi di bawah 24 jam

Transcript of Ikterus Neonatorum Pada Bayi Di Bawah 24 Jam

Ikterus Neonatorum pada Bayi di Bawah 24 JamFakultas Kedokteran UKRIDARichard [email protected]

PendahuluanIkterus neonatorum (Ikterus: kuning , Neonatorum: bayi baru lahir)adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayibaru lahir karena adanya bilirubin pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Warna kekuningan pada bayi baru lahir umumnya merupakan kejadian fisologis, namun bisa juga menggambarkan suatu penyakit (patologis). Bayi berwarna kekuningan yang fisiologis dapat terjadi pada >50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), danpersentasenya lebih tinggi pada bayi prematur.Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit danmukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Ikterus pada neonatus akan tampak pada kulit bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

IsiAnamnesisAnamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung (autoanamnesis) atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya (alloanamnesis). Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat memberikan keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak, alloanamnesis jauh lebih penting dari pada autonamnesis.1Perlu diketahui berat lahir, masa gestasi, usia dalam jam, apakah ikterus fisiologik atau patologik.1

Riwayat kehamilan dan persalinan11. Riwayat keluarga adanya penyakit hati.2. Adanya riwayat inkompatibilitas darah.3. Penyakit ibu selama hamil.4. Trauma lahir, asfiksia.5. Penundaan pengikatan tali pusat.6. Penundaan pemberian makanan, dan pengeluaran mekonium.7. Pemberian ASI.Pemeriksaan fisik1Keadaan umum: Apakah bayi tampak baik atau tidak. Biasanya bayi ikterus terlihat aktifitas menurun.Suhu: suhu normal 36,5 - 37,2 C.Pernafasan: frekuensi pernapasan sebaiknya dihitung 1 menit penuh. Normalnya 40-60x / menit.Nadi: frekuensi nadi normal 70 - 180x /menit.BB sekarang: untuk mengetahui kenaikan / penurunan BB bayi.

Pemeriksaan fisik secara sistematik1Kepala: dilihat besar, bentuk, molding, sutura, adakah caput ikterus terjadi pada pendarahan intra kranial dan sefal hematom.Muka: untuk melihat kelainan kongenital, adakah warna kuning.Mata: ada tidaknya pendarahan atau warna kuning pucat menandakan anemia.Telinga: letak dan bentuk dapat mencerminkan kelainan kongenital.Mulut: reflek hisap baik atau tidak.Hidung: ada sumbatan atau kelainan lain seperti cuping hidung.Leher: ada pembesaran kelenjar getah bening / tiroid atau tidak.Dada: apakah tampak simetris atau tidak, ada wheezing dan ronchi.Tali pusat (abdomen): apakah ada tanda-tanda infeksi atau tidak dan pada ikterus pada palpasi abdomen terdapat pembesaran limfe dan hepar.Punggung: adakah kelainan dan dilihat bentuknya, apakah ada spina bifida atau tidak.Ekstermitas: dilihat kelainan bentuk dan jumlah.Genitalia: pada bayi laki-laki testis sudah menurun atau belum dan terdapat lubang uretra atau tidak. Pada bayi perempuan labia rnayora telah menutupi labia minora belum, terdapat lubang vagina atau tidak.Anus: ada atau tidaknya lubang anus.

Ikterusneonatorum (Neonatal jaundice)merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karenajumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.2Ikterus neonatorum sendiri terbagi menjadi 2 yaitu:1. Ikterus neonatorum fisiologis2. Ikterus neonatorum patologikSecara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasibilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayibaru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapaipuncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh,bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggipada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampaibeberapa minggu. Faktor yang berperanpada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatanbilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (padabayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi dihepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.3Ikterus Fisiologik11. Hilang tanpa perlu pengobatan.2. Bilirubin direk < 2mg/dl.3. Timbul setelah 24 jam.4. Kadar tertinggi pada hari ke 5 pada BCB, pada hari ke 7 pada BKB.5. Kadar bilirubin 15 mg/dl. Pada ikterus hemolitik penyebab tersering adalah inkompatibilitas ABO dan biasanya terjadi pada bayi grup A dari ibu grup O.4Ikterus Patologik11. Kuning timbul dan terlihat dalam tempo kurang dari 24 jam setelah bayi lahir.2. Kenaikan kadar bilirubin > 5mg/dl/hari.3. Bilirubin serum > 15 mg/dl.4. Ikterus berlangsung lebih dari 14 hari.5. Warna feses dempul dan urin kuning tua.6. Bilirubin direk > 2 mg/dl.Diagnosis KerjaDiagnosis ABO hemolisis pada neonatus didasarkan pada adanya inkompatibilitas ABO, uji Coombs direk positif lemah sampai sedang dan adanya sferosit pada pulasan darah, yang kadang-kadang memberi kesan adanya sferositosis herediter. Ibu yang golongan O secara alamiah mempunyai antibodi anti-A dan anti-B pada sirkulasinya. Karena ibu golongan O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada ibu golongan B dan kadar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu golongan A. Hiperbilirubinemia sering merupakan satu-satunya kelainan laboratorium. Kadar hemoglobin biasanya normal tapi dapat rendah 10-12 g/dL. Retikulosit dapat naik sampai 10-15%, dengan polikromasia yang luas dan kenaikan jumlah sel darah merah berinti. Pada 10-20% bayi yang terkena, kadar bilirubin tak terkonjugasinya dapat mencapai 20 mg/dl atau lebih.5

Epidemiologi20% sampai 25% kehamilan terjadi inkompatibilitas ABO, yang berarti bahwa serum ibu mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective. Inkompatibilitas ABO nantinya akan menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir dimana terdapat lebih dari 60% dari seluruh kasus. Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurut Mollison), dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya. Seks predominan eritroblastosis fetalis akibat inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan perempuan.6EtiologiPada 20% kelahiran, seorang ibu tidak memiliki golongan darah ABO yang sesuai (ABO incompatible) dengan janinnya. Ibu golongan darah A dan B biasanya hanya mempunyai antibodi ABO IgM. Mayoritas kasus ABO disebabkan oleh antibodi IgG imun pada ibu golongan O.6Ibu yang golongan darah O secara alamiah mempunyai antibodi anti-A dan anti-B pada sirkulasinya. Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritroblastosis dapat terjadi. Sebagian besar secara alamiah, membentuk anti-A atau anti-B berupa antibodi IgM yang tidak melewati plasenta. Beberapa ibu juga relatif mempunyai kadar IgG anti-A atau anti-B yang tinggi yang potensial menyebabkan eritroblastosis karena melewati sawar plasenta. Ibu golongan darah O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada ibu golongan darah B dan mempunyai kadar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu dengan golongan golongan darah A. Dengan demikian, penyakit hampir selalu terjadi bila golongan darah O. Penyakit jarang terjadi bila ibu golongan darah A dan bayi golongan darah B. Kehamilan pertama sering terkena sensitisasi ibu terjadi sejak awal kehidupan melalui kontak dengan antigen A dan B. Penyakit tidak memburuk pada kehamilan berikutnya yang juga terkena dan jika ada penyakitnya cenderung menjadi lebih ringan.6

PatofisiologiTimbulnya penyakit inkompatibilitas ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion.Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun antibodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.6 Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi dapat berkembang menjadi kernikterus.6

Pemeriksaan Penunjang0. Pemeriksaan sediaan hapus darah tepiBila dari pemeriksaan sediaan hapus darah tepi ditemukan adanya penghancuran eritrosit disertai dengan adanya retikulositosis dan peningkatan bilirubin indirek dari hasil pemeriksaan laboratorium maka ini merupakan tanda adanya hemolisis.70. Uji Coombs Coombs DirekPemeriksaan Coombs direk (antiglobulin) mendeteksi antibodi-antibodi yang lain dari grup ABO, yang bersatu dengan sel darah merah. Sel darah merah dapat diperiksa dan jika sensitive terjadi reaksi aglutinasi. Pemeriksaan Coombs positif menunjukan adanya antibodi pada sel-sel darah merah, tetapi pemeriksaan ini tidak mendeteksi antibodi yang ada. Positif (+1 sampai +4) : Eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik (autoimun atau obat-obatan), reaksi hemolitik transfusi (darah inkompatibel).7 Coombs IndirekPemeriksaan coombs indirek mendeteksi antibodi bebas dalam sirkulasi serum. Pemeriksaan skrining akan memeriksa antibodi di dalam serum resipien dan donor sebelum transfusi untuk mecegah reaksi transfusi. Ini tidak secara langsung mengidentifikasi antibodi yang spesifik. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan pencocokan silang (cross-match). Positif (+1 sampai +4) : darah pencocokan silang inkompatibel, antibody yang spesifik (transfuse sebelumnya), antibody anti-Rh, anemia hemolitik didapat.70. Pemeriksaan bilirubinPeningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis.7

PenatalaksanaanMedikamentosaPengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal/ fenobarbital).8

Non MedikamentosaPenurunan kadar bilirubin Terapi sinarFoto terapi dengan bantuan blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin secara efektif. Foto terapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal. Fototerapi biasanya dapat mengatasi ikterik pada bayi yang terkait dengan inkompatilibitas ABO.8 Transfusi tukar8Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai: Memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume. Menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibody (coated cells) dengan eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis). Mengurangi kadar serum bilirubin. Menghilangkan imun antibody yang berasal dari ibu.KesimpulanIkterus neonatorum patologis yang diderita pasien kemungkinan disebabkan oleh karena inkompatibilitas ABO yang diakibatkan oleh IgG yang dapat menyebabkan terjadinya eritroblastosis pada nenatus sehingga terjadi penumpukan bilirubin yang menyebabkan jaundice.

Daftar Pustaka1. Kee JLF. Buku saku pemeriksaan laboratorium dan diagnosis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2003.h.63-5.2. Lilleyman JS. Paediatric haematology. 2003; 13th Ed.: p.327-483.3. Martin CR,Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. In:Cloherty JP,Eichenwald EC, Stark AR, editors.Manual of NeonatalCare, 5th edition.Philadelphia, Lippincott Williams and Wilkins;2004,185-2224. Sir Meadow R, Newell SJ. Lecture notes: pediatrika. Jakarta: Erlangga, 2005;hal.75-65. Yudha EK, Yulianti D, Subekti NB, Wahyuningsih E, Ester M, penyunting. Buku ajar keperawatan pediatric. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2009.h.329-316. Hoffbrand AV. Hematologi pada kehamilan dan anak. Dalam: Mahanani DA, penyunting. Kapita selekta hematologi. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2005.h.303-7.7. Kosasih EN, Kosasih AS. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Edisi ke-2. Tangerang: Karisma Publishing Group; 2008.h.10-4.8. Subekti NB, penyunting. Paduan belajar: keperawatan ibu-bayi baru lahir. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2005.h.262-5.