REFERAT IKTERUS NEONATORUM

download REFERAT IKTERUS NEONATORUM

of 23

Transcript of REFERAT IKTERUS NEONATORUM

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    1/23

    REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK

    IKTERUS NEONATORUM

    Ance Pratiwi Fitriani, S. Ked

    02310011

    KONSULEN

    dr. Oscar, Sp.A

    SMF ILMU KESEHATAN ANAK

    RS. CAMATHA SAHIDYA

    BATAM 2012

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    2/23

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

    rahmatdan hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.

    Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam

    penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Oscar Sp.A selaku konsulen yang telah memberi

    bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.

    Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas di stase ilmu kesehatan anak dengan judul

    Ikterus Neonatorum pada kepaniteraan klinik senior di RS. CAMATHA SAHIDYA

    Dalam penyusunan makalah ini penulis masih merasa banyak kekurangan, untuk itu

    penulis mengharap kritik dan saran yang membangun guna perbaikan ke depan.

    Penulis berharap makalah ini dapat memberi banyak manfaat bagi penulis khususnya dan

    pembaca sekalian pada umumnya. Semoga makalah ini dapat memberi masukan bagi rekan-

    rekan yang ingin mengetahui masalah Ikterus Neonatorum.

    Batam, Mei 2012

    Penulis

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    3/23

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR............................................................................................... i

    DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

    BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

    I.1 Latar belakang............................................................................................. 1

    I.2 Tujuan........................................................................................................

    BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 2

    II.1 Pengertian.................................................................................................. 2

    II.2 Metabolisme Bilirubin............................................................................... 3

    II.3 Etiologi....................................................................................................... 5

    II.4 Patofisiologi............................................................................................... 7

    II.5 Manifestasi Klinis...................................................................................... 8

    II.6 Diagnosis................................................................................................... 9

    II.7 Diagnosis Banding..................................................................................... 10

    II.8 Penatalaksanaan......................................................................................... 11

    II.9 Prognosis.................................................................................................... 16

    BAB III KESIMPULAN............................................................................................ 18

    DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 19

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    4/23

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus

    neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%,

    sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir menderita ikterus,

    lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadarbilirubin yang melebihi 10

    mg.

    Ikterus terjadi apabila terdapat bililirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus,

    ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam kehidupannya. Dikemukakan bahwa

    kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di

    Jakarta dilaporkan 32,19 % menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik

    yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Karena setiap

    bayi dengan ikterus harus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar

    bilirubuin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.

    Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang berlangsung lebih dari 1 mg/dl juga

    merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus patologi. Dalam keadaan tersebut

    penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat burukikterus dapat dihindarkan.

    1.2. Tujuan

    Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui definisi,

    metabolisme bilirubin, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,

    penatalaksanaan sertaprognosis dari ikterik neonatum.

    BAB II

    PEMBAHASAN

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    5/23

    2.1. Pengertian-pengertian

    Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin,

    sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus

    ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.

    A. Ikterus Neonatorum

    Yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena penumpukan bilirubin.

    B. Ikterus fisiologis

    Adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar

    patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi

    kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

    Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3

    mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian

    ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan

    kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara

    lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga

    sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada

    konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.

    Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih

    lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan

    kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan

    bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme

    metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke

    5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.

    Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan

    menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium.

    Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika :1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

    2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.

    3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar

    dari 14 mg/dl pada bayi preterm.

    4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    6/23

    5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.

    C. Ikterus patologis

    adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu

    nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

    Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis awal dari banyak

    penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh

    kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan

    peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya

    disebabkan oleh penyakit hemolitik.

    Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

    1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir

    2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam

    3. Ikterus yang disertai:

    a. Berat lahir < 2.000 g

    b. Masa gestasi < 36 minggu

    D. Kernicterus

    Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak

    terkonyugasi dalam sel-sel otak.

    Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat

    perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus

    subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada

    awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas

    minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme

    otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian padanada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.

    2.2 Metabolisme bilirubin

    Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu

    diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    7/23

    adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin

    mempunyai tingkatan sebagai berikut :

    1. Produksi

    Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem

    retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi

    dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin

    indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna

    diazo (reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam

    lemak.

    2. Transportasi

    Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara yang

    selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran

    sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat

    terutama pada ligandin (protein g, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada

    glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah,

    tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam

    hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke

    dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan

    albumin tidak Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi

    tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.

    3. Konjugasi

    Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide.

    Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase

    merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di

    fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin

    monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus.

    Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat

    diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi

    sesudah terapi sinar (isomer foto).

    4. Ekskresi

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    8/23

    Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi

    dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak

    diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan

    direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim

    B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi

    urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan

    tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.

    5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus

    Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu,

    kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh,

    kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis.

    Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin

    sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui

    mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga

    sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.

    Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua

    bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi

    ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir

    semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini

    menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa

    neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa

    neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru

    lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar

    akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau

    kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek

    yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi

    kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar

    bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin

    indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar

    pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    9/23

    indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh

    neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.

    2.3 Etiologi

    Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh

    beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :

    1. Produksi yang berlebihan

    Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang

    meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-

    6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

    2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

    Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-

    Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan

    penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

    3. Gangguan transportasi

    Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin

    dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi

    albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah

    yang mudah melekat ke sel otak.

    4. Gangguan dalam ekskresi

    Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar

    hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat

    infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (2,4,5,7,8,9)

    Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.

    Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan

    bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi

    maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus disusui,

    hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian akan menetap selama

    3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin

    serum akan menurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    10/23

    Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan cepat,

    setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia

    dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan

    kernikterus tidak pernah dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 b-

    pregnan-3 a, 2ab-diol dan asam lemak rantai panjang, tak-teresterifikasi, yang secara kompetitif

    menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang

    disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin

    bertanggung jawab atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang

    sering diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang

    diperberat yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.

    2.4. PatofisiologiPeningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang

    sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu

    berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,

    polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,

    atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

    Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin

    tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan

    protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan

    anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila

    ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang

    menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran

    empedu intra/ekstra hepatik.

    Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.

    Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi

    mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak

    apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini

    disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada

    susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20

    mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    11/23

    tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek

    akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir

    rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena

    trauma atau infeksi.

    Metabolisme Bilirubin

    Sebagian besar (70-80 %) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme

    dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin

    dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang

    dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) disekresikan ke traktus

    bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya

    bebas dari bakteri; pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak

    mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin

    indirek dan akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.

    2.5 Manifestasi Klinis

    Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir

    (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L

    (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara

    klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan

    jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,

    dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar

    bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan

    kadar bilirubinnya, sebagaimana berikut :

    Tabel 1. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer

    Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin indirek (m mol/l)

    1. Kepala dan leher 100

    2. Pusat-leher 150

    3. Pusat-paha 200

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    12/23

    4. Lengan + tungkai 250

    5. Tangan + kaki > 250

    Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat

    perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus

    subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada

    awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas

    minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme

    otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada

    nada tinggi, gangguan bicara, dan retardasi mental.

    2.6. Diagnosis

    Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam

    menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis

    mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi

    sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam

    diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah

    kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada

    ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi

    intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.

    Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari

    kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada

    bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga,

    sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak

    kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang

    sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit

    lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya

    memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang. Keadaan

    lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar,

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    13/23

    perdarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi

    biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat.

    Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan

    penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan

    kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir,

    kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan

    darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis

    bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga

    ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab

    lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena

    perdarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit (misalnya sferositosis), sindrom gawat nafas,

    toksositosis obat, defisiensi G-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5

    mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayi dari

    ibu penderita diabetes melitus, dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama

    biasanya terjadi pada atresia duktus koledokus, hepatitis neonatal, stenosis pilorus,

    hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi post natal, dan lain-lain.

    2.7. Diagnosis Banding

    Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama kehidupan mungkin

    sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela atau

    toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi selama dalam uterus,

    mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus

    yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat fisiologik, tetapi dapat pula

    merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang dinamakan hiperbilirubinemia neonatus.

    Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada

    hari ke-2 atau hari ke-3.Ikterus yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus

    dipikirkan kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh

    infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus

    yang timbul sekunder akibat ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama

    kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan ikterus

    dini.

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    14/23

    Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan, memberi

    petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum homolog,

    rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia

    hemolitik kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi

    enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit

    herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi

    kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase

    atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.

    Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya apa yang

    dinamakan inspissated bile syndrome (yang terjadi menyertai penyakit hemolitik pada bayi

    neonatus), hepatitis, penyakit inklusi sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik

    familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik duktus koledoskus atau

    galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total. Kadang-kadang

    ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu, seperti pada bayi

    yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pilorus.

    Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia

    yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang lengkap, yang mencakup penentuan

    fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung leukosit,

    golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek,

    retikulositosis dan sediaan apus yang memperlihatkan bukti adanya penghancuran eritrosit,

    memberi petunjuk adanya hemolisis; bila tidak terdapat ketidakcocokan golongan darah, maka

    harus dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat

    hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, kelainan metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan

    sepsis, harus dipikirkan sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes

    Coombs dan bilirubin direk normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologik

    atau patologik.

    2.8. Penatalaksanaan

    I. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab

    Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan

    yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk dapat

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    15/23

    memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu menggunakan

    saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu :

    A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama,

    Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat

    disusun sebagai berikut : 1) Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain, 2) Infeksi

    intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri), 3) Kadang-kadang oleh

    defisiensi G-6-PD.

    Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu : 1) Kadar bilirubin serum berkala, 2) Darah

    tepi lengkap, 3) Golongan darah ibu dan bayi, 4) Uji coombs, 5) Pemeriksaan penyaring

    defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.

    B. Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir,

    Biasanya ikterus fisiologis, masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh

    atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya

    melebihi 5 mg%/24 jam.

    1) enzim G-6-PD juga mungkin

    2) Polisitemia

    3) Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar

    subkapsuler dan lain-lain).

    4) Hipoksia.

    5) Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.

    6) Dehidrasi asidosis.

    7) Defisiensi enzim eritrosit lainnya.

    Pemeriksaan yang perlu dilakukan, bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak

    cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala,

    pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu.1. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

    - Biasanya karena infeksi (sepsis).

    - Dehidrasi asidosis.

    - Difisiensi enzim G-6-PD.

    - Pengaruh obat.

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    16/23

    - Sindrom Criggler-Najjar.

    - Sindrom Gilbert.

    C. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya,

    1) karena obstruksi.

    2) Hipotiroidisme.

    3) breast milk jaundice

    4) Infeksi.

    5) Neonatal hepatitis.

    6) Galaktosemia, dan lain-lain.

    Pemeriksaan yang perlu dilakukan :

    1) Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.2) Pemeriksaan darah tepi

    3) Pemeriksaan penyaring G-6-PD.

    4) Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.

    5) Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab

    Pada dasarnya, pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut:

    1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbital. Obat ini

    bekerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan

    ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang

    dipakai lagi.

    2. Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya

    menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk

    memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin boleh

    dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia. Tetapi perlu diingat adanya zat-zat

    yang merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (mis.

    Sulfonamida atau obat-obatan lainnya). Penambahan albumin juga dapat mempermudah

    proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar biliru-

    bin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    17/23

    dengan albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 g/kgBB, sebelum

    maupun sesudah tindakan transfusi tukar.

    3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.

    4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik

    dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.

    5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar.

    Indikasi transfusi tukar dini:

    1. Hidrops

    2. Adanya riwayat penyakit yang berat, dan

    3. Adanya riwayat sensitisasi.

    Tujuannya adalah :

    1. Mengkoreksi anemia

    2. Menghentikan hemolisis

    3. Mencegah peningkatan bilirubin.

    Pada situasi penyakit hemolitik, pertimbangan dilakukan transfusi tukar dini adalah:

    1. Kadar bilirubin tali pusat melebihi 4,5 mg/dl, kadar Hb tali pusat < 11 g/dl

    2. Kecepatan kenaikan kadar bilimbin melebihi 1 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan

    terapi sinar

    3. Kadar hemoglobin antara 10-13 g/dl dan kenaikan kadar bilirubin melebihi 0,5 mg/dl/jam

    walaupun telah dilakukan terapi sinar

    4. Kadar bilirubin 20 mg/dl; atau terlihat akan mencapai 20 mg/dl dengan kecepatan

    kenaikan seperti yang sedang berlangsung

    5. Tetap terjadi anemia yang bertambah berat walaupun telah dilakukan tindakan

    mengatasi kenaikan bilirubin dengan cara lain (mis. terapi sinar)

    Penatalaksaan fototerapi pada bayi dengan hiperbilirubinemia

    - Lakukan pemeriksaan laboraturium

    Bilirubin total dan direk

    Golongan darah (ABO Rh)

    Tes antibodi direk (Coombs)

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    18/23

    Serum albumin

    Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi

    Jumlah retikulosit

    ETCO (bila tersedia)

    G6PD (bila terdapat kecurigaan berdasarkan etnis dan geografis atau respon terhadap terapi kurang)

    Urinalisis

    Bila anamnesis dan tampilan klinis menunjukan kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan

    kultur darah, urin, dan liquor untuk protein, glukosa, hitung jenis dan kultur- Tindakan

    Bila bilirubin total 25 mg atau 20 mg pada bayi sakit atau bayi

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    19/23

    5) Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan

    patologis lain yang telah diketahui.

    6) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

    2. Pencegahan

    Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

    a. Pengawasan antenatal yang baik.

    b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan

    dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dll.

    c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

    d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

    e. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.f. Pemberian makanan yang dini.

    g. Pencegahan infeksi.

    3. Mengatasi hiperbilirubinemia

    a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini

    bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan

    dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi

    penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu

    kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.

    b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya

    yaitu pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat

    diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan

    sebelum tranfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya

    bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih

    mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi

    hepar sebagai sumber energi.

    c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat

    menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan tranfusi

    tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca-

    tranfusi tukar.

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    20/23

    d. Tranfusi tukar, pada umumnya tranfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai

    berikut :

    1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg%.

    2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam.

    3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.

    4) Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat < 14 mg% dan uji Coombs direk

    positif.

    Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan seperti

    asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar protein serum

    kurang atau sama dengan 5 g%, berat badan lahir kurang dari 1.500 gr dan tanda-tanda

    gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati seperti pada kadar bilirubin yang

    lebih tinggi berikutnya.

    4. Pengobatan umum

    Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau faktor penyebab dan perawatan yang

    baik. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pemberian makanan yang dini dengan cairan dan

    kalori cukup dan iluminasi kamar bersalin dan bangsal bayi yang baik.

    5. Tindak lanjut

    Bahaya hiperbilirubinemia yaitu kernicterus. Oleh karena itu terhadap bayi yang

    menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :

    a. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan

    b. Penilaian berkala pendengaran

    c. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa

    2.9. Prognosis

    Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui

    sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati

    biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak

    setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya

    memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang,

    spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    21/23

    disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan

    hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan

    berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta

    ketajaman pendengarannya.

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    22/23

    BAB III

    KESIMPULAN

    Ikterus merupakan disklorisasi pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin.

    Bila ikterus terlihat pada hari ke 2-3 dengan kadar bilirubin indirek 5-6 mg/dl dan untuk

    selanjutnya menurun hari ke 5-7 kehidupan maka disebut ikterus fisiologis sedangkan ikterus

    patologis yaitu bila bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl / 24

    jam pertama kehidupan yang selanjutnya dapat terjadi kernikterus bila tidak didiagnosa dan

    ditangani secara dini.

    Gejala klinik yang dapat ditimbulkan antara lain letargik, nafsu makan yang menurun dan

    hilangnya refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim ditemukan tanda-tanda

    kernikterus jarang timbul pada hari pertama terjadinya kernikterus.

    Pengobatan yang diberikan pada ikterus bertujuan untuk mencegah agar konsentrasi

    bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksitas,

    pengobatan yang sering diberikan adalah fototerapi dan transfusi tukar. Prognosis ikterus

    tergantung diagnosa secara dini dan penatalaksanan yang cepat dan tepat.

  • 7/29/2019 REFERAT IKTERUS NEONATORUM

    23/23

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Arfin Behrman Kligman, Nelson; Dalam Ilmu Kesehatan Anak, volume I, edisi 15, Penerbit

    Buku Kedokteran EGC, 1999, hal 610-617.

    2. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Hepatologi Anak dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan

    Anak FKUI, Buku 2, edisi 7, Bab 20, Infomedia, Jakarta, 1997, hal : 519-522.

    3. Shopin Steven M Kern Icterus; Newborn Jaundice on line, Verginia Commonhealth

    Univercity, http.//www.mcvfoundation.or

    4. Prawirohartono EP, Sunarto (ed), Ikterus dalam Pedoman Tata Laksana Medik Anak RSUP.

    Dr. Sardjito, Edisi 2, Cetakan 2, Medika FK UGM, Yogyakarta 2000, hal 37-43.

    5. Poland R, dan Ostrea E.M.; Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam Klaus M.H, Fanaroff

    A.A (ed); Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1998, hal 367-

    389

    6. Sacharin R.M., Penyakit Saluran Pencernaan, Hepar dan Pankreas dalam Ni Luh Gede

    Yasmin Asih (ed); Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2, EGC, Jakarta, 1993, hal 475.

    7. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam A.H. Markum

    (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999,

    hal : 313-317.

    8. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Perinatologi dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak

    FKUI, Buku 3, edisi 7, Bab 32, Infomedia, Jakarta, 1997, hal : 1101-1115.

    9.Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Icterus Neonatorum inNelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B. Saunders Company, Philadelphia,

    Pennsylvania 19106, 1992; pages 641-647.

    10.Glaser K.L., Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn in Pediatrics, in

    www.medstudents-pediatrics.htm, 2001; page 1-3.