Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

29
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Telephone : (021) 5694-2061 (hunting), Fax : (021) 563-1731 PENDAHULUAN Parameter fungsi hati imatur yang paling banyak diteliti adalah fenomena “ikterus Patologik”. Neonatus normal memperlihatkan peningkatan ringan bilirubin serum dalam darah tali pusatdengan peningkatan bertahap sampai maksimum 8 mg/dL pada hari ke-3 sampai 5 setelah lahir dan kembali ke nilai normal pada minggu kedua. Pada bayi yang lahir premature kadar bilirubin serum dapat memuncak pada kadar yang lebih tinggi dan tetap tinggi untuk periode yang lebih lama. “Ikterus Patologik” dijumpai pada sekitar 60% bayi aterm dan lebih dari 80% bayi premature. Bilirubin serum mencapai kadar maksimum sebesar 6 mg/dL antara hari ke-2 dan 4 pada bayi aterm, dan 10-12 mg/dL pada hari ke-5 sampai 7 pada bayi premature. Konsentrasi pigmen

description

1

Transcript of Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

Page 1: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaArjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Telephone : (021) 5694-2061 (hunting),Fax : (021) 563-1731

PENDAHULUAN

Parameter fungsi hati imatur yang paling banyak diteliti adalah

fenomena “ikterus Patologik”. Neonatus normal memperlihatkan

peningkatan ringan bilirubin serum dalam darah tali pusatdengan

peningkatan bertahap sampai maksimum 8 mg/dL pada hari ke-3 sampai

5 setelah lahir dan kembali ke nilai normal pada minggu kedua. Pada bayi

yang lahir premature kadar bilirubin serum dapat memuncak pada kadar

yang lebih tinggi dan tetap tinggi untuk periode yang lebih lama. “Ikterus

Patologik” dijumpai pada sekitar 60% bayi aterm dan lebih dari 80% bayi

premature. Bilirubin serum mencapai kadar maksimum sebesar 6 mg/dL

antara hari ke-2 dan 4 pada bayi aterm, dan 10-12 mg/dL pada hari ke-5

sampai 7 pada bayi premature. Konsentrasi pigmen menurun secara

bertahap, mencapai kadar normal dalam 2 minggu pada bayi aterm dan 2

bulan pada bayi premature. “Ikterus Patologik” tidak menmbulkan

kerusakan pada bayi aterm sehat. Risiko ensefalopati bilirubin meningkat

pada kadar bilirubin yang lebih tinggi pada bayi premature atau pada

neonatus dengan distress pernapasana, sepsis, asidosis metabolic,

hipoglikemia, hipoaluminemia, ikterus hemoolitik berat akibat

inkompatibilitas golongan darah atau defisiensi glukosa-6-fosfat

dehidrogenase.1

DEFINISI

Page 2: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin

dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus)

tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila

serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 μmol/L), sedangkan pada neonatus baru

tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86μmol/L).

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum

setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar

serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi

sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excessive

Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia

patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin

terhadap usia neonatus > 95. 2

ANAMNESIS

Hal-hal yang paling penting untuk ditanyankan adalah seperti kapan pertama

kali ikterus muncul/ terlihat (usia dalam jam), karena onset sangat berpengaruh dalam

menentukan apakah ikterus tersebut fisiologis atau patologis. Pada bayi juga perlu

ditanyakan bagaimana cara dia menyusui, apakah bayi dapat menyusu dengan baik

atau mengalami kesulitan, keaktifan bayi juga perlu diperhatikan. Selain itu, tanyakan

juga ada/tidaknya gejala penyerta, misalnya rasa nyeri/sakit (bayi menangis terus-

menerus), demam, bagaimana warna dan frekuensi urin

PEMERIKSAAN FISIK

Secara klinis ikterus pada neonarus dapat dilihat segera setelah

lahir atau beberapa hari kemudian, dengan mengamati ikterus ini pada

siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih

jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang

kurang terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus

akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.

Salah satunya cara pemeriksaan derajat kuning pada neonatus secara

Page 3: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

klinis sederhana dan mudah yaitu dengan penilaian menurut kramer.

Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang

tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain.

Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.3,4

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam

diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus

mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.3

PEMERIKSAAN PENUNJANG

pengukuran bilirubin diindikasikan jika:

1. ikterus pada usia kurang dari 24 jam

2. ikterus tampaknya signifikan pada pemeiksaan klinis. Bilirubin

total diplot pada nonogram spesifik-jam untuk menentukan resiko

hiperbilirubinemia signifikan.

Pemeriksaan lebih lanjut, selain bilirubin serum total yang mngkin

dibutuhkan (usia < 3 minggu)

1. bilirubin direk

2. hitung darah lengkap, hitung retikulosit dan apusan untuk

morfologi darah tepi

3. golongan darah dan tes antibodi direk

4. konsentrasi G6DP

5. albumin serum

6. urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia)

Namun demikian, pada sebagian besar bayi penyebabnya tidak

teridentifikasi.4

Penegakan diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan waktu kejadiannya

Waktu Diagnosis banding Anjuran pemeriksaan

Hari ke-1 Penyakit hemolitik

(bilirubin indirek)

Kadar

bilirubin

Page 4: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

inkompatibilitas

darah (Rh,ABO)

sferositosis

anemia hemolitik

non sferositosis

(misal: defisiensi

G6PD)

serum

berkala, Hb,

Ht,

rerikulosit,

sediaan

darah apus

Golongan

darah

ibu/bayi, uji

coomb

Uji tapis

defisiensi

enzim

Uji serologi

terhadap

TORCH

Hari ke-2 sd ke-5 Kuning pada bayi

prematur

Kuning fisiologik

Sepsis

Darah

ekstravaskular

Polisitemia

Sferositosis

kongenital

Hitung jenis darah lengkap

Urin mikroskopik dan

biakanUrin

Pemeriksaan terhadap

infeksi bakteri

Golongan darah ibu/bayi,

uji coomb

Hari ke-5 sd ke-10 Sepsis

Kuning karena ASI

Defisiensi G6PD

Hipotiroidisme

Galaktosemia

Uji fungsi tiroid

Uji tapis enzim G6PD

Gula dalam urin

Pemeriksaan terhadap

sepsis

Page 5: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

Obat-obatan

Hari ke-10 atau lebih Atresia biliaris

Hepatitis neonatal

Kista kolediokus

Sepsis (terutama

infeksi saluran

kemih)

Stenosis pilorik

Urin mikroskopik dan

biakan urin

Uji serologik terhadap

TORCH

Alfa feto protein, alfa 1

antitripsin

Biopsi hati

Kolesistografi

Uji Rose-bengal

ETIOLOGI

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada ikompatibilitas darah Rh, ABO, golongan

darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan terututup dan

sepsis.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat

untuk konjuugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia

dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom

Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang

berpranan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi.

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.

Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya

salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak

terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat

ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi.

Page 6: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.

Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi

dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab

lain.

Faktor resiko

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

1. ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir

2. peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam

3. ikterus yang disertai :

berat lahir < 2000g

masa gestasi < 36 minggu

asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatorum

infeksi

trauma lahir pada kepala

hipoglikemia, hiperkarbia

hiperosmolaritas darah

proses hemolisa (inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD atau sepsis)

4. ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari (NCB) atau 14 hari

(NKB).4,5

PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin

pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat

peningkatan penghancuran eritrosis, polisitemia, memendekkan umur eritrosis

janin/bayi,meningkatkan bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya peningkatan

sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambulan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan

kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y brkurang atau pada

keadaan protein Y dan protein Z terikat leh anion lain, misalnya pada bayi yang

Page 7: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan

konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuroil transferase) atau bayi yang menderita

gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran

empedu intra/ekstrahepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.

Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut

dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek

patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.

Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada

umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan

timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin

melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar biliruin

tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah

melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir

rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang

terjadi karena trauma atau infeksi.5

MANIFESTASI KLINIK

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. bayi

baru lahir tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100

mikro mol/L (1 mg/dl=17,1 mikro mol/L).1-4

metabolisme bilirubin

sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme

dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan

albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada

reaksi yang dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi)

disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastroinstestinal.

Pada bayi baru lahir yang ususnya bebas dari bakeri, pembentukan sterkobilin tidak

terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang

menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi biliruin indirek dan akan direabsorbsi

kembali melalui sikulasi enerohepatik ke aliran darah.3,5

DIAGNOSIS

Page 8: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam

menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini

anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau

terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor resiko kehamilan dan

persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi.

Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan

dengan tindakan atau komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama kehamilan

atau persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi

intrauterin, infeksi intranatal dan lain-lain.

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa

hari kemudian. Ikterus yang tampakpun sangat tergantung kepada penyebab ikterus

itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna

kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi

empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada

penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis

karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila

penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya

memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang.

Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, ptekie, pembesaran lie

dan hepar, pendarahan ertutup, ganggan nafas, gangguan sirkulasi atau gangguan

saraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia

berat.4-5

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis

dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang

erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama

sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah

(ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit

sitomegali, toksoplasmosis atau sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus

pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya

merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti

inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena

pendarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit, sindrom gawat nafas, toksisitas

obat, defisiensi G6PD dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5

mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita

Page 9: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

sindrom gawat afas, sindrom Crigler-Najjar, sindrom Gilbert, bayi dari ibu penderita

diabetes melitus dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama biasanya

terjadi pada atresia dukus koledokus, hepatitis neonatal,stenosis pilorus,

hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi pasca natal dan lain-lain.5,6

WORKING DIAGNOSIS

Ikterus Neonatorum

Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada

hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis

tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit

neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya

fungsi hepar.

Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan mencapai puncaknya

pada hari ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 – 14. Kadar

bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 μmol/L) pada bayi kurang bulan dan <

12 mg/dL (205 μmol/L) pada bayi cukup bulan. 5,6,7

Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar

menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang

berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel

otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya

kematian 5,6,7. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah

dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui

penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar

bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap

bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila

kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 μmol/L) pada bayi cukup bulan, sedangkan

pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 μmol/L).2

DIAGNOSIS DIFFERENTIAL

Inkompatibilitas ABO

Mekanisme terjadiya hemolisis pada inkompatibilitas ABO pada dasarnya

sama dengan inkompatibilitas Rh yaitu dengan urutan sebagai berikut, golonga darah

ibu biasanya O dan golongan darah bayi atau janin A atau B. Masuknya eritrosit janin

Page 10: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

kedalam dirkulasi maternal melalui pendarahan fetomaternal. Sensitisasi metrnal oleh

antigen A atau B eritrosit janin memproduksi anti-A atau anti-B maternal yang besifat

imun sehingga dengan melekatnya anti-A atau anti-B imun pada eritrosit janin atau

bayi menyebabkan aglutinasi dan lisisnya eritrosit janin atau bayi.3-5

Antibodi ilmiah anti-A atau anti-B yang terdapat pada individu brgolongan darah B

atau A termasuk jenis igM yang tidak dapat melalui plasenta. Sedangkan anti-A atau

anti-B isoimun yang terdapat pada individu golongan O atau timbul kerena sesitisasi

merupakan igG yang dapat melalui plasenta, oleh karena itu kejadian penyakit

hemolitik neonatus karena inkompatibilitas ABO iasanya dijumpai pada ibu

bergolongan darah O dengan janin bergolongan darah A atau B. Derajat hemolisis

yang disebabkan oleh inkompatibilitas ABO lebih ringan dibandingkan dengan

hemolisis pada inkompatibilitas Rh. Hl ini disebabkan karena antigen A dan antigen B

tidak hanya terdapat pada eritrosit tetapi juga pada sel jaringan tubuh lain. Sebagai

akibatnya, antibodi imun ang melalui plasenta aka diabsorbsi pula oleh sel jaringan

sehingga hanya sebagian yang masih tersisia dalam sirkulasi. Oleh karena itu

umumnya hipebilirubinemia yang terjadi jarang memerlukan transfusi ganti. Alaupun

demikian lebih kurang dari 1% kasus menunjukan gejala yag berat. Biasanya ikterus

terjadi pada hari kedua atau ketiga tetapi dapat timbul setiap saat postnatal. Anemia

umumnya ringan da jarang terjadi hepatomegali. Uji laboratorium menunjukkan

penurunan Hb dan kenaikan bilirubin indirek yang ringan.4,5

Rhesus incompatibility

Fetus memiliki rhesus + semetara ibunya rhesus – Ibu telah tersensitisasi oleh

kehamilan sebelumnya dengan adanya pasase eritrosit fetus ke dalam sirkulasinya.

Wanita rhesus – sekarang diimunisasi antibodi anti-D (atau Rho immunoglobulin)

secara rutin guna menghindari eritrosit fetus sebelum akhirnya merangsang

pembentukan IgG maternal. Hemolisis pada fetus dapat menyebabkan anemia yang

mengarah ke eritroblastosis fetalis (hidrops atau edema berat generalisata yang

berhubungan dengan gagal jantung) yang mengarah ke kematian pada fetus maupun

neonatus sebelum mendapat intervensi antenatal yang madai.3,6 Pada kasus yang lebih

ringan, terjadi hemolisis, hiperbilirubinemia, dan anemia. Tatalaksananya adalah

dengan mentransfusikan sel Rhesus (-) baik secara langsung (melalui vena

umbilicalis) maupun melalui cavum abdominalis fetus. Setelah kelahiran, biasanya

Page 11: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

fototerapi akan langsung dimulai disertai dengan transfusi tukar. Dilakukan juga

pemberian immunoglobulin intravena pada bayi guna mengurangi desakan untuk

melakukan transfusi tukar. Hemolisi tidak akan hilang sampai antibodi maternal

hilang seutuhnya dari sirkulasi bayi, karena itu dilakukan observasi pada bayi selama

2 bulan.3

Ikterus neonatorum fisiologis.

Diagnosis diperoleh dari adanya pemenuhan prinsip utama ikterus fisiologis:

Ikterus tidak terlihat pada 24 jam pertama.

Ikterus pada 24 jam pertama tidak pernah fisiologis dan sangat

menggambarkan terjadinya hemolisis hebat atau sepsis.

Sindrom Crigler-Najjar

Terjadi karena adanya mutasi ekson atau area pengkode gen dari enzim

UDPGT yang menyebabkan ketiadaan aktivitas enzim tersebut secara parsial (Crigler-

Najjar tipe 2) atau menyeluruh (Crigler-Najjar tipe 1).3 Tipe 1 (autosomal resesif)

dapat mengakibatkan kadar bilirubin indirek sangat tinggi(>20 mg/dL hingga >30-40

mg/dL) yang persisten hingga minggu pertama tanpa adanya hemolisis,dan disertai

gejala neurologis (karena ikterus) yang bisanya ditemukan pertama kali saat periode

neonatal, dan kadang tidak muncul hingga pada remaja dan dewasa awal.3,4 yang khas

adalah getah duodenum yang tidak berwarna dengan adanya dominasi bilirubin

indirek dan sedikit bilirubin direk.3 Tinja berwarna kuning pucat.4 Diagnosis segera

dan terapi dengan transfusi tukar di ikuti foto terapi diperlukan tanpa terapi dapat

mengakibatkan hiperbilirubinemia indirek yang berat, Bilirubin esefalopati, dan

kematian. Fenobarbitol tidak dapat menunjukan hasil secara signifikan,namun

kombinas hasil dari fototerapi dan kolestiramin dapat menjaga kadar bilirubin di

bawah 25 mg/dL.3 Pada tipe 2 (autosomal dominan atau resesif0, hiperbilirubinemia

terjadi dalam 3 hari pertama kehidupan,dengan kadar bilirubin dapat mendekati

ikterus fisiologis maupun patologis (antara 1,5-22 mg/dL). Warna tinja normal dan

tidak ditemukan adanya gejala klinis serta tidak ada hemolisis.4 Enzim dapat diinduksi

dengan fenobarbitol yang dapatmenurunkan kadar enzim hingga 30-80%, dan jarang

berhubungan dengan gejala neurologis. Hiperbilirubinemia lebih ringan dan getah

empedu lebih berpigmen dan mengandung bilirubin monoglukuronat dan

diglukuronat. Kedua sindroma ini tidak dapat disembuhkan, meskipun fototerapi dan

Page 12: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

transplantasi hepar dapat meningkatkan taraf hidup tipe 1. Tes fungsi hepar dan biopsi

hepar tidak menunjukakan kelainan pada kedua tipe.

Breast Feeding Jaundice

Bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih besar kemungkinannya mengalami

peningkatan kadar serum bilirubin tidak terkonjugasi dalam minggu pertama setelah

lahir dibandingkan bayi yang mendapatkan susu formula. Hiperbilirubinemia tidak

terkonjugasi pada bayi yang mendapat ASI juga diketahui berlangsung lebih lama dan

kadar puncaknya lebih tinggi daripada bayi yang mendapat susu formula. Sekitar 1

dari setiap 200 bayi yang mendapat Asi mengalami hiperbilirubinemia tidak

terkonjugasi yang berkepanjangan. Kadar biliruin biasanya mencapai rentang 10-

20mg/dL, mencapai puncak pada minggu ke-2 sampai ke-3 setelah lahir. Ikterus ASI

merupakan fenomena yang dapa ditemukan kembali. Susu dari ibu ”ikterogenik” akan

memicu ikterus pada anak berikutnya yang mendapatkan ASI. Ikterus Asi timbul

secara perlahan, ikterus mungkin menghilang pada akhir minggu ketiga atau mungkin

menetap selama 2 sampai 3 bulan.4,6

Etiologi ikterus Asi tidak diketahui. Laporan megenai gangguan konjugasi

bilirubin oleh suatu isomer abnormal pregnandiol atau oleh asam lemak bebas

didalam susu dari ibu ”ikterogenik” belum dibuktikan. Penulis lain menduga adanya

peran asam lemak bebas, lipase dan komponen lain ASI. Pernah dilaporkan

penyerapan bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan diusus yang mengisyaratkan

bahwa suatu konstituen ASI mendorong penyerapan bilirubin oleh usus. Komponen

ASI ini mungkin adalah beta glukuronidase yang menghidrolisis asam glukuronat dari

bilirubin glukuronida sehingga terjadi pembebasan bilirubin tidak terkonjugasi yang

kemudian secara efisien diserap untuk kembali masuk ke kompartemen intravaskular.6

Sindrom GilbertMerupakan sindroma autosomal dominan yang dicirikan dengan penurunan

aktivitas reduksi parsial dari hepatosit UDPGT hepar, dan kemungkinan adanya

kelainan fungsi dari satu atau lebih protein membran carrier, dan dengan adanya

defisiensi G6PD, sferositosis herediter, atau faktor lain yang menyebabkan

peningkatan produksi bilirubin, akan lebih mudah terjadi hiperbilirubinemia. Ikterus

yang cepat, breast milk jaundice, dan ikterus dengan obstruksi intestinal mungkin

Page 13: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

terjadi pada bayi. Ikterus ringan yang berfluktuasi, terutama disertai penyakit dan

gejala-gejala kelelahan lainnya adalah hal yang umun sitemui pada masa remaja atau

lebih tua. Laki-laki lebih banyak terpengaruhi dari pada perempuan. Bilirubin indirek

serum biasanya kurang dari 3-6 mg/dL, meskipun dalam eberapa kasus dapat

mencapai 8 mg/dL. Biopsi hepar dan tes fungsi hepar normal kecuali pemanjangan

retensi indocyanine green dan bromosulfophtalein. Peningkatan bilirubinindirek

sebesar 1,4 mg/dL atau lebih setelah 2 hari puasa adalah konsisten dengan diagnosis

dari sindroma Gilbert. Tidak adanya perawatan yang penting.3

Sefalohematom

Sefalohematom terjadi akibat robeknya pembuluh darah yan melintasi tulang

kepala ke jaringan periosteum. Ini dapat terjadi pada :

Persalinan yang sukar dan lama tekanan tulang pelvis ibu terhadap

tulang kepala bayi

Persalinan dengan tindakan seperti tarikan vakum atau cunam

Akibat perdarahan ini, timbul timbunan darah di daerah subperiost yang dari

luar terlihat sebagai benjolan. Sefalohematom biasanya tampak di daerah tulang

parietal, kadang-kadang ditemukan di tulang frontal. Sefalohematom umumnya

tidak memerlukan pengobatan khusus. Biasanya akan mengalami resolusi sendiri

dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan.

Hepatitis neonatorum

Istilah hepatitis neonatorum mengacu pada kolestasis intrahepatik yang

memiliki berbagai bentuk.3 untuk hepatitis neonatal, infeksi CMV merupakan

penyebab yang paling sering.12 Biasanya terjadi pada bayi kurang bulan, dan bayi

nampak sakit. Ditemukan hepatosplenomegali, adanya keterlibatan sistem atau organ

lain, kolestasis inkomplit (tinja masih sedikit berwarna).3

Pemeriksaan khusus yang dapat dikerjakan serologik untuk mendeteksi infeksi

toksoplasma, rubella, CMV, dan herpes (TORCH), pertanda hepatitis B (bayi dan

ibu), dan kadar α 1 antiripsin dan fenotipenya. Pemeriksaan hormon tiroid,asam

Page 14: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

amino dalam serum dan urin, kultur darah dan urin, zat reduktor di urin, galaktosa-1

fosfat uridil transferase, uji klorida keringat dan pemeriksaan kromosom dilakukan

atasindikasi yaitu bila ada gejala klinik lainnya yang mendukung ke arah penyakit-

penyakit tersebut.

Pada kasus sindrom hepatitis neonatal yang sporadis, prognosis umumnya baik

yaitu 60% sembuh, sementara pada kasus yang bersifat familial, prognosisnya buruk

(60%meninggal).9

Sepsis Neonatorum

Sepsis neonatorum, sepsis neonatus dan septikemia neonatus merupakan istilah

yang telah digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap infeksi pada

bayi baru lahir.Sepsis neonatorum adalah suatu bentuk penyakit yang digambarkan

dengan adanya infeksi bakteri secara sistemik pada bulan pertama kehidupan yang

ditandai hasil kultur darah yang positif. Definisi lainnya adalah sindroma klinis yang

ditandai gejala sitemik dan disertai bakteriemia yang terjadi dalam bulan pertama

kehidupan.

Etiologi terjadinya sepsis pada neonatus adalah dari bakteri.virus, jamur dan

protozoa ( jarang ). Penyebab yang paling sering dari sepsis awitan awal adalah

Streptokokus grup B dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Sepsis

awitan lanjut dapat disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus

dan E.coli.

PROGNOSIS

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek

telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita

kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera

terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada

masa neonatus gejala mungkinsangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan

minum, hipotonia. Selajutnya bayi mugkin kejang, spastik. Pada stadium lanjut

mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi

Page 15: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

mental di hari kemudian. Dengan memperhatiakn hal diaas, maka sebaiknya pada

semua penerita hiperbiliruinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik alam hal

pertumbuhan fisis dan motorik ataupun perkembangan mental serta ketajaman

penengarannya.5

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

menimbulkan kerikterus atau ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung

ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar

konjugasi bilirubi dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan

merangsang terbentuknya glukuronil tranferase dengan pemberian obat seperti

luminal atau agar.

Pemberian subtrat yang dapat menghambt metabolisme bilirubin (plasma atau

albumin), mengurangi sirkulasi eterohepatik (pemberian klesteramin), terapi sinar

atau transfusi tukar, meupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan

kadar bilirubin.5,6

Terapi sinar

Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya

isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z

bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E bilirubin yang merupakan bentuk

isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah

diekskresikan oleh hatike dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam

empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus,

sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus

halus. Itulah sebabnya terapi sinar secara klinis terlihat tidak bekerja efektif apabila

terdapat gangguan peristaltik seperti obstruksi usus atau bayi dengan enteritis. Pada

keadaan ini biasanya terjadi peningkatan reabsorbsi siklus enterohepatik.5,6

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari 10 buah lampu neon yang

diletakkan secara paralel dan di pasang dalam kotak yang berventilasi . agar byi

mendapatkan energi cahaya yang optimal (350-470 nanometer), lampu diletakkan

pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglas biru yang

berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat utuk

Page 16: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

penyinaran.Transfusi darah tukar dilakukan apabila fototerapi tidak dapat

mengendalikan kadar biliruin.8

Kolestiramin

Berfungsi mengurangi sirkulasi enterohepatik.

Fenobarbital/luminal

Ditujukan untuk mengendalikan kadar bilirubin dengan mengusahakan agar konjugasi

bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang

terbentuknyaUDPGT.Fenobarbital hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti

ikterus yang berkepanjangan dengan pemeriksaan bilirubin urin yang negatif. Bila

bilirubin urin positif diperlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti USG abdomen untuk

mencari sebab lain (atresia bilier).

Epidemiologi

65% neonatus mengalami ikterus klinis dengan kadar bilirubin >5 mg/dL pada

minggu pertama kehidupan. Pada bayi prematur, insidensnya 80%.4Kadar bilirubin

yang sangat tinggi tidaklah lazim, dengan insidens 1-2% neonatus dengan total serum

bilirubin (TSB) >20 mg/dL, 0.16% dengan TSB >25 mg/dL, dan0.03% dengan TSB

>30 mg/dL. Orang Asia relatif lebih banyak yang memiliki kadar bilirubin >12 mg/dL

dibandingkan dengan orang kulit putih atau kulit hitam: 23% VS 10-13% VS

4%,kemungkinan karena polimorfisme gen yang mempengaruhi UDPGT, atau

defisiensi G6PD.3

Prognosis

Page 17: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

Ikterus neonatorum fisiologis tidak berbahaya, dan pada kebanyakan bayi

biasanya akan membaik meskipun tanpa terapi dalam 1-2 minggu. Kadar bilirubin

yang sangat tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada otak (kern ikterus), namun

biasanya selalu terdiagnosa sebelum kadar bilirubin cukup tinggi untuk menyebabkan

kerusakan ini. Bagi bayi yang membutuhkan terapi, terapi biasanya efektif.

KOMPLIKASI

Kernikterus

Kernikterus adalah sindrom neurologist akibat pengendapan

bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak. Resiko pada bayi dengan

eritroblastosis foetalis secara langsung berkaitan dengan kadar bilirubin

serum, hubungan antara kadar bilirubin serum dan kernikterus pada bayi

cukup bulan yang sehat masih belum pasti. Bilirubin indirek yang larut

dalam lemak dapat melewati sawar darah otak dan masuk ke otak dengan

cara difusi apabila kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin protein

plasma lainnya terlampaui dan kadar bilirubin bebas dalam plasma

bertambah. Cara lain, bilirubin dapat memasuki otak pasca kerusakan

sawar darah otak oleh karena asfiksia atau hiperosmolalitas.

Pada setiap bayi, nilai persis kadar bilirubin yang bereaksi indirek atau

kadar bilirubin bebas dalam darah yang kalau dilebihi akan bersifat toksik

tidak dapat diramalkan. Tetapi kernikterus jarang terjadi pada bayi cukup

bulan yang sehat dan pada tidak adanya hemolisis yaitu bila kadar serum

berada di bawah 25 mg/dL. Lamanya waktu pemajanan yang diperlukan

untuk menimbulkan untuk menimbulkan pengaruh toksik juga belum

diketahui.3,5,6

PENCEGAHAN

Ikterus dapat dicegah dengan dan dihentikan peningkatannya dengan; (1)

pengawasan antenatal yang baik, (2) menghindari obat yang dapat meningkatkan

ikterus pada bayik pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole,

novabiosin, oksitosin dan lain-lain, (3) pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin

Page 18: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

dan neonatus, (4) penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus, (5)

iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahi, (6) pemberian makanan yang dini,

(7) pencegahan infeksi.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Rudolph AM. Buku Ajar Pediatrik Rudolph.Ed 20.Jakarta: EGC; 2006 p.245-

6

2. Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku

Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna

untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001.

3. Mansjoer A, Wardhani WI, setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3.

Jakarta:Media aesculapius; 2000 p.503-4

4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15.

Jakarta: EGC;1999 p.610-16

5. Lissauer T, Fanaroff AA. At a Glance Neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009

p.96-8

6. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak

3. Ed IV. Jakarta: Infomedika. 2007.

7. Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Surabaya : FK UNAIR.

8. Manuaba IBG, Chandranita IA. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:EGC; 2007

Page 19: Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

9. Bisanto J. Kolestasis pada bayi. Dalam: Trihono PP, S Purnamawati, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, et al [editor]. Hot tropics in pediatrics II. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2002.h.84-97.

10. Abdoerrachman MH, Dahlan A, Aminullah A, Musa DA, Hendarji H, Gatot J,

et al. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 3. Jakarta: Percetakan Infomedika

Jakarta; 2007. h. 1101-11