Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

21

Click here to load reader

description

ikterus neonatorum

Transcript of Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)

Parameter fungsi hati imatur yang palinga banyak diteliti adalah fenomena ikterus fisiologik

IKTERUS NEONATORUMCristin Oktavianty 102009098Universitas Kristen Krida Wacana Jl arjuna selatan no. 6 kebun jeruk Jakarta Barat

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Parameter fungsi hati imatur yang paling banyak diteliti adalah fenomena ikterus fisiologik. Neonatus normal memperlihatkan peningkatan ringan bilirubin serum dalam darah tali pusatdengan peningkatan bertahap sampai maksimum 8 mg/dL pada hari ke-3 sampai 5 setelah lahir dan kembali ke nilai normal pada minggu kedua. Pada bayi yang lahir premature kadar bilirubin serum dapat memuncak pada kadar yang lebih tinggi dan tetap tinggi untuk periode yang lebih lama. Ikterus fisiologik dijumpai pada sekitar 60% bayi aterm dan lebih dari 80% bayi premature. Bilirubin serum mencapai kadar maksimum sebesar 6 mg/dL antara hari ke-2 dan 4 pada bayi aterm, dan 10-12 mg/dL pada hari ke-5 sampai 7 pada bayi premature. Konsentrasi pigmen menurun secara bertahap, mencapai kadar normal dalam 2 minggu pada bayi aterm dan 2 bulan pada bayi premature. Ikterus fisiologik tidak menmbulkan kerusakan pada bayi aterm sehat. Risiko ensefalopati bilirubin meningkat pada kadar bilirubin yang lebih tinggi pada bayi premature atau pada neonatus dengan distress pernapasana, sepsis, asidosis metabolic, hipoglikemia, hipoaluminemia, ikterus hemoolitik berat akibat inkompatibilitas golongan darah atau defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase.1DEFINISI

Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86mol/L).

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excessive Physiological Jaundice. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00. 2

ANAMNESIS

Bila pasien datang dengan keluhan anaknya megalami ikterus atau kuning kita dapat menanyakan mengenai kapan anak tersebut mulai mengalami ikterus lalu tanyakan juga bagaimana kondisi dari anak itu sendiri apakah anak tersebut mengalami kesulitan dalam makan, lemah, lesu. PEMERIKSAAN FISIK

Secara klinis ikterus pada neonarus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian, dengan mengamati ikterus ini pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akna terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Salah satunya cara pemeriksaan derajat kuning pada neonatus secara klinis sederhana dan mudah yaitu dengan penilaian menurut kramer. Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.3,4

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.3PEMERIKSAAN PENUNJANG

pengukuran bilirubin diindikasikan jika:

1. ikterus pada usia kurang dari 24 jam

2. ikterus tampaknya signifikan pada pemeiksaan klinis. Bilirubin total diplot pada nonogram spesifik-jam untuk menentukan resiko hiperbilirubinemia signifikan.Pemeriksaan lebih lanjut, selain bilirubin serum total yang mngkin dibutuhkan (usia < 3 minggu)

1. bilirubin direk

2. hitung darah lengkap, hitung retikulosit dan apusan untuk morfologi darah tepi

3. golongan darah dan tes antibodi direk

4. konsentrasi G6DP

5. albumin serum

6. urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia)

Namun demikian, pada sebagian besar bayi penyebabnya tidak teridentifikasi.4 Penegakan diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan waktu kejadiannyaWaktuDiagnosis bandingAnjuran pemeriksaan

Hari ke-1Penyakit hemolitik (bilirubin indirek)

inkompatibilitas darah (Rh,ABO) sferositosis

anemia hemolitik non sferositosis

(misal: defisiensi G6PD) Kadar bilirubin serum berkala, Hb, Ht, rerikulosit, sediaan darah apus Golongan darah ibu/bayi, uji coomb

Uji tapis defisiensi enzim

Uji serologi terhadap TORCH

Hari ke-2 sd ke-5 Kuning pada bayi prematur Kuning fisiologik

Sepsis

Darah ekstravaskular

Polisitemia

Sferositosis kongenital

Hitung jenis darah lengkap Urin mikroskopik dan biakanUrin Pemeriksaan terhadap infeksi bakteri

Golongan darah ibu/bayi, uji coomb

Hari ke-5 sd ke-10 Sepsis

Kuning karena ASI

Defisiensi G6PD

Hipotiroidisme

Galaktosemia

Obat-obatan Uji fungsi tiroid Uji tapis enzim G6PD

Gula dalam urin

Pemeriksaan terhadap sepsis

Hari ke-10 atau lebih Atresia biliaris Hepatitis neonatal

Kista kolediokus

Sepsis (terutama infeksi saluran kemih)

Stenosis pilorik Urin mikroskopik dan biakan urin Uji serologik terhadap TORCH

Alfa feto protein, alfa 1 antitripsin

Biopsi hati

Kolesistografi

Uji Rose-bengal

ETIOLOGI

1. produksi bilirubin berlebihan

2. gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin pada epatosit

3. gagalnya proses konyugasi dalam mikrosom hepar

4. peningkatan reabsorbsi dari saluran cerna (siklus enterohepatik).3EPIDEMIOLOGI

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kea rah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikenalikan. Ikterus ini dapat terjadi di seluruh dunia.3Faktor resikoAda beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

1. ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir

2. peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam

3. ikterus yang disertai :

berat lahir < 2000g

masa gestasi < 36 minggu

asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatorum

infeksi

trauma lahir pada kepala

hipoglikemia, hiperkarbia

hiperosmolaritas darah

proses hemolisa (inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD atau sepsis)

4. ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari (NCB) atau 14 hari (NKB).4,5PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan hdala apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosis, polisitemia, memendekkan umur eritrosis janin/bayi,meningkatkan bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambulan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y brkurang atau pada keadaan protein Y dan protein Z terikat leh anion lain, misalnya pada bayi yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuroil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstrahepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar biliruin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.5 MANIFESTASI KLINIKPengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. bayi baru lahir tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg/dl=17,1 mikro mol/L).1-4

metabolisme bilirubin

sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastroinstestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya bebas dari bakeri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi biliruin indirek dan akan direabsorbsi kembali melalui sikulasi enerohepatik ke aliran darah.3,5DIAGNOSIS

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor resiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan atau komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama kehamilan atau persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal dan lain-lain.

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, ptekie, pembesaran lie dan hepar, pendarahan ertutup, ganggan nafas, gangguan sirkulasi atau gangguan saraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat.4-5

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis atau sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena pendarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit, sindrom gawat nafas, toksisitas obat, defisiensi G6PD dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5 mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita sindrom gawat afas, sindrom Crigler-Najjar, sindrom Gilbert, bayi dari ibu penderita diabetes melitus dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama biasanya terjadi pada atresia dukus koledokus, hepatitis neonatal,stenosis pilorus, hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi pasca natal dan lain-lain.5,6WORKING DIAGNOSIS

Ikterus fisiologis vs Ikterus patologisSebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.

Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 mol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 mol/L) pada bayi cukup bulan. 5,6,7Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian 5,6,7. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 mol/L) pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 mol/L).2DIAGNOSIS DIFFERENTIAL

Inkompatibilitas ABO

Mekanisme terjadiya hemolisis pada inkompatibilitas ABO pada dasarnya sama dengan inkompatibilitas Rh yaitu dengan urutan sebagai berikut, golonga darah ibu biasanya O dan golongan darah bayi atau janin A atau B. Masuknya eritrosit janin kedalam dirkulasi maternal melalui pendarahan fetomaternal. Sensitisasi metrnal oleh antigen A atau B eritrosit janin memproduksi anti-A atau anti-B maternal yang besifat imun sehingga dengan melekatnya anti-A atau anti-B imun pada eritrosit janin atau bayi menyebabkan aglutinasi dan lisisnya eritrosit janin atau bayi.3-5

Antibodi ilmiah anti-A atau anti-B yang terdapat pada individu brgolongan darah B atau A termasuk jenis igM yang tidak dapat melalui plasenta. Sedangkan anti-A atau anti-B isoimun yang terdapat pada individu golongan O atau timbul kerena sesitisasi merupakan igG yang dapat melalui plasenta, oleh karena itu kejadian penyakit hemolitik neonatus karena inkompatibilitas ABO iasanya dijumpai pada ibu bergolongan darah O dengan janin bergolongan darah A atau B. Derajat hemolisis yang disebabkan oleh inkompatibilitas ABO lebih ringan dibandingkan dengan hemolisis pada inkompatibilitas Rh. Hl ini disebabkan karena antigen A dan antigen B tidak hanya terdapat pada eritrosit tetapi juga pada sel jaringan tubuh lain. Sebagai akibatnya, antibodi imun ang melalui plasenta aka diabsorbsi pula oleh sel jaringan sehingga hanya sebagian yang masih tersisia dalam sirkulasi. Oleh karena itu umumnya hipebilirubinemia yang terjadi jarang memerlukan transfusi ganti. Alaupun demikian lebih kurang dari 1% kasus menunjukan gejala yag berat. Biasanya ikterus terjadi pada hari kedua atau ketiga tetapi dapat timbul setiap saat postnatal. Anemia umumnya ringan da jarang terjadi hepatomegali. Uji laboratorium menunjukkan penurunan Hb dan kenaikan bilirubin indirek yang ringan.4,5

Breast milk jaundice

Bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih besar kemungkinannya mengalami peningkatan kadar serum bilirubin tidak terkonjugasi dalam minggu pertama setelah lahir dibandingkan bayi yang mendapatkan susu formula. Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi pada ayi yang mendapat ASI juga diketahui berlangsung lebih lama dan kadar puncaknya lebih tinggi daripada bayi yang mendapat susu formula. Sekitar 1 dari setiap 200 bayi yang mendapat Asi mengalami hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi yang berkepanjangan. Kadar biliruin biasanya mencapai rentang 10-20mg/dL, mencapai puncak pada minggu ke-2 sampai ke-3 setelah lahir. Ikterus ASI merupakan fenomena yang dapa ditemukan kembali. Susu dari ibu ikterogenik akan memicu ikterus pada anak berikutnya yang mendapatkan ASI. Ikterus Asi timbul secara perlahan, ikterus mungkin menghilang pada akhir minggu ketiga atau mungkin menetap selama 2 sampai 3 bulan.4,6

Etiologi ikterus Asi tidak diketahui. Laporan megenai gangguan konjugasi bilirubin oleh suatu isomer abnormal pregnandiol atau oleh asam lemak bebas didalam susu dari ibu ikterogenik belum dibuktikan. Penulis lain menduga adanya peran asam lemak bebas, lipase dan komponen lain ASI. Pernah dilaporkan penyerapan bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan diusus yang mengisyaratkan bahwa suatu konstituen ASI mendorong penyerapan bilirubin oleh usus. Komponen ASI ini mungkin adalah beta glukuronidase yang menghidrolisis asam glukuronat dari bilirubin glukuronida sehingga terjadi pembebasan bilirubin tidak terkonjugasi yang kemudian secara efisien diserap untuk kembali masuk ke kompartemen intravaskular.6Neonatus kosestasis dan Atresia biliaris

Penyebab kolestasis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak adalah atresia bilier. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan ham- batan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu.7,8PROGNOSIS

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkinsangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, hipotonia. Selajutnya bayi mugkin kejang, spastik. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatiakn hal diaas, maka sebaiknya pada semua penerita hiperbiliruinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik alam hal pertumbuhan fisis dan motorik ataupun perkembangan mental serta ketajaman penengarannya.5PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapainilai yang dapat menimbulkan kerikterus atau ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubi dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil tranferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar.

Pemberian subtrat yang dapat menghambt metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi eterohepatik (pemberian klesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, meupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.5,6Terapi sinarTeori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresikan oleh hatike dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. Itulah sebabnya terapi sinar secara klinis terlihat tidak bekerja efektif apabila terdapat gangguan peristaltik seperti obstruksi usus atau bayi dengan enteritis. Pada keadaan ini biasanya terjadi peningkatan reabsorbsi siklus enterohepatik.5,6 Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari 10 buah lampu neon yang diletakkan secara paralel dan di pasang dalam kotak yang berventilasi . agar byi mendapatkan energi cahaya yang optimal (350-470 nanometer), lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglas biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat utuk penyinaran.

Transfusi darah tukar dilakukan apabila fototerapi tidak dapat mengendalikan kadar biliruin.8

KOMPLIKASIKernikterus

Kernikterus adalah sindrom neurologist akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak. Resiko pada bayi dengan eritroblastosis foetalis secara langsung berkaitan dengan kadar bilirubin serum, hubungan antara kadar bilirubin serum dan kernikterus pada bayi cukup bulan yang sehat masih belum pasti. Bilirubin indirek yang larut dalam lemak dapat melewati sawar darah otak dan masuk ke otak dengan cara difusi apabila kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin protein plasma lainnya terlampaui dan kadar bilirubin bebas dalam plasma bertambah. Cara lain, bilirubin dapat memasuki otak pasca kerusakan sawar darah otak oleh karena asfiksia atau hiperosmolalitas.

Pada setiap bayi, nilai persis kadar bilirubin yang bereaksi indirek atau kadar bilirubin bebas dalam darah yang kalau dilebihi akan bersifat toksik tidak dapat diramalkan. Tetapi kernikterus jarang terjadi pada bayi cukup bulan yang sehat dan pada tidak adanya hemolisis yaitu bila kadar serum berada di bawah 25 mg/dL. Lamanya waktu pemajanan yang diperlukan untuk menimbulkan untuk menimbulkan pengaruh toksik juga belum diketahui.3,5,6PENCEGAHAN

Tidak ada yang dapat dicegah karena hiperbilirubinemia ini memang sering terjadi pada anak yang baru lahir.DAFTAR PUSTAKA

1. Rudolph AM. Buku Ajar Pediatrik Rudolph.Ed 20.Jakarta: EGC; 2006 p.245-62. Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001. 3. Mansjoer A, Wardhani WI, setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3. Jakarta:Media aesculapius; 2000 p.503-44. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15. Jakarta: EGC;1999 p.610-16

5. Lissauer T, Fanaroff AA. At a Glance Neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009 p.96-8

6. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. Ed IV. Jakarta: Infomedika. 2007.

7. Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Surabaya : FK UNAIR. 8. Manuaba IBG, Chandranita IA. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:EGC; 2007