Lapsus Ikterus Neonatorum

55
Tanggal/Jam Masuk RSU Mataram (NICU) : 16 JULI 2012/13.00 WITA No. RM : 04-72-93 Tanggal pemeriksaan : 20 JULI 2012/ 09.00 WITA I. IDENTITAS PASIEN Nama : By. A Tanggal/Jam Lahir : 16 JULI 2012 / pukul 13.00 WITA Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 4 hari Cara Persalinan : SC A – S : 7-9 BBL : 3300 gram BBS : 3250 gram Alamat : Ampenan Ibu Ayah Nama Ny. A Tn. P Umur 26 th 28 th Pendidikan/Berapa tahun SMP SMA Pekerjaan Ibu rumah tangga Swasta Diagnosis MRS : Icterus Neonatorum II. ANAMNESIS Keluhan Utama : kuning seluruh badan. Neonatologi Page 1

description

Lapsus Ikterus Neonatorum, Laporan kasus ikterus Neonatorum

Transcript of Lapsus Ikterus Neonatorum

Page 1: Lapsus Ikterus Neonatorum

Tanggal/Jam Masuk RSU Mataram (NICU) : 16 JULI 2012/13.00 WITA

No. RM : 04-72-93

Tanggal pemeriksaan : 20 JULI 2012/ 09.00 WITA

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : By. A

Tanggal/Jam Lahir : 16 JULI 2012 / pukul 13.00 WITA

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 4 hari

Cara Persalinan : SC

A – S : 7-9

BBL : 3300 gram

BBS : 3250 gram

Alamat : Ampenan

Ibu Ayah

Nama Ny. A Tn. P

Umur 26 th 28 th

Pendidikan/Berapa tahun SMP SMA

Pekerjaan Ibu rumah tangga Swasta

Diagnosis MRS : Icterus Neonatorum

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : kuning seluruh badan.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Bayi lahir SC di OK Cito UGD dengan indikasi PK I aktif mecet drip Oxytocin.

A-S: 7-9 masuk NICU tangis (+) merintih, retraksi (-), sianosis (-), hipotermi (-). Bayi

kemudian diletakkan di bawah radiant warmer, diinfus. Setelah diletakkan di bawah

radiant warmer, suhu tubuh bayi noral, tapi bayi masih merintih. Beberapa jam kemudian

bayi diletakkan di box bayi tanpa warmer, bayi dapat minum susu ASI.

Neonatologi Page 1

Page 2: Lapsus Ikterus Neonatorum

Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sekarang :

Ibu pasien mengaku ini adalah kehamilannya yang pertama. Ibu pasien

mengetahui kehamilannya saat kandungan berumur 1 bulan. Ibu pasien melakukan

pemeriksaan kehamilan di polindes, posyandu dan puskesmas. ANC rutin tiap bulan,

lebih dari 5 kali tapi tidak pernah USG. HPHT 2/10/2011. Selama hamil, ibu sudah

mendapatkan imunisasi. Ibu pasien mengaku pernah menderita sakit (sakit kepala karena

tidak bisa tidur) saat hamil. Ibu mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan atau

jamu saat hamil selain yang diresepkan dari puskesmas berupa vitamin yang berwarna

merah. Riwayat perdarahan (-), tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-). Ibu pasien

mengaku selama mengontrol kehamilannya tekanan darahnya selalu normal yaitu

berkisar antara 110 / 60 mmHg. Kaki bengkak disangkal (-).

Bayi lahir SC di OK Cito UGD drip oxytocin A-S: 7-9 masuk NICU tangis (+)

merintih, sianosis (-), tampak sesak (-), retraksi (-), hipotermi (-). BL 3250 gram.

Kelainan letak atau penyulit lainnya (-), ketuban bercampur mekonium (-) . Suntikan vit

K dan salep mata (+). Bayi lahir dalam kondisi cukup bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat Penyakit Jantung (-), Hipertensi (-), Ginjal (-), Asma (-)

Riwayat Nutrisi Ibu:

Ibu bayi mengaku selama hamil nafsu makan baik, mual muntah hampir tidak dirasakan.

Ibu mengaku terutama mengkonsumsi bubur, buah-buahan dan sayur. Ibu makan nasi

sedikit-sedikit. Lauk yang tersedia berupa tahu, tempe, daging, ikan dsb.

Riwayat Sosio ekonomi

Ibu bayi tinggal di rumah berlima bersama suami dan orang tuanya. Sehari-hari Ayah

bayi bekerja sebagai swasta. Penghasilan perbulan kurang lebih 200-300 ribu rupiah.

Neonatologi Page 2

Page 3: Lapsus Ikterus Neonatorum

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : ringan

Kesadaran : waspada

Merintih (+), stridor (-), apneu (-)

Anemis (-), ikterik (+), sianosis (-)

Skor Down : 4

SpO2 : 99 % tanpa O2

1. Tanda – Tanda Vital :

Suhu : 36,0 oC

DJ : 140 x/menit

Respirasi : 46 x/menit, reguler, retraksi (-)

CRT : < 3 detik.

2. Menilai Pertumbuhan :

Berat Badan : 3300 gram

Panjang Badan : 48 cm

Lingkar Kepala : 33 cm

3. Penampakan Umum :

Aktivitas : Bangun

Warna Kulit : merah

Cacat Bawaan yang Tampak : (-)

4. Kepala

Bentuk kepala : normocephali, kelainan (-), fontanella terbuka datar, sutura

normal, caput succedaneum (-), dan cephal hematom (-),

Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (+), pupil isokor, Refleks cahaya +/+,

miosis (-), midriasis (-), sekret mata (-)

Telinga: dalam batas normal

Hidung: pernapasan cuping hidung (-)

Mulut: Mukosa sianosis (-).

Kulit kuning pada wajah (+).

Neonatologi Page 3

Page 4: Lapsus Ikterus Neonatorum

5. Leher

pembesaran kel. Tiroid (-).

Pembesaran KGB (-).

7. Thoraks

Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-).

Palpasi : tampak kuning (+).

Auskultasi :

Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).

Pulmo: bronkovesikuler +/+, rh -/-, wh -/-

Penilaian pernapasan : napas teratur (+), stridor (-), tarikan dinding dada(-),

sianosis (-). Kulit kuning (+).

9. Abdomen

Inspeksi : distensi (-), organomegali (-), kelainan congenital (-), tali pusat bersih

tanda-tanda radang (-).

Auskultasi : bising usus normal

Palpasi : massa (-), supel (+), hepar-lien tidak teraba.

Perkusi : timpani (+) diseluruh lapang abdomen

11. Uro- Genitalia

Normal, Hipospadia (-), epispadia (-), hidrokel (-)

12. Anus dan rektum

Anus (+), mekoninum (+) 24 jam pertama.

13. Ekstremitas

Kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema (-). Icterus (-).

14. Kulit

Ikterus (+) regio thorax, ruam (-), pustula (-)

Turgor kulit normal

Kelainan kulit lainnya (-)

15. Vertebrae

Kelainan (-)

Neonatologi Page 4

Page 5: Lapsus Ikterus Neonatorum

VIII. Pemeriksaan Penunjang

Bilirubin tgl 20 JULI 2012:

Bilirubin Total : 10,12 mg/dL

Bilirubin direct : 3,65 mg/dL

GDS : 101 mg%

IX. Diagnosis Kerja

- Aterm

- Icterus Neonatorum hr ke IV.

X. Rencana Terapi

ASI tiap 2 jam. Foto Terapi

Neonatologi Page 5

Page 6: Lapsus Ikterus Neonatorum

FOLLOW UP

Hari/ tgl S O A PI

16/7/2012 Aktifitas (+) Menangis (+)

merintih Respon (+).

RR: 46 x/m HR: 140 x/m T : 36.0 C SpO2: 99% (tanpa

O2) Kulit kemerahan Retraksi (-) Sianosis (-) BB: 3300 g

Bayi Cukup Bulan (Aterm)

ASI

II20/07/2012

Aktifitas (+) Menangis (+)

merintih Respon (+).

RR: 56 x/mN: 130x/mT : 35,4 CSpO2: 98% Kulit kekuningan

(+), Retraksi (-).BB: 3250 g

Aterm Icterus Neonatorum hr ke 4.Lab 20/07/2012 :Bilirubin total 10,12 mg/dLBilirubin direct 3,65 mg/dL

ASI Foto terapi

III21/07/2012

Aktifitas (+). Respon (+). Menangis

(+).

RR: 48 x/m.N: 116 x/m.T : 35,6 CSpO2: 99% Kulit kemerahan,

Retraksi (-)BB: 3250 g.

AtermIcterus neonatorum hr ke 5.

ASI Foto Terapi

Neonatologi Page 6

Page 7: Lapsus Ikterus Neonatorum

Tinjauan Pustaka

HIPERBILIRUBINEMIA

Pendahuluan

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering

ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat

dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia

menyebabkan bayi terlihat bewarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen

Pilirubin (4Z, 15 Z bilirubin IX alpha) yang bewarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer

bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen hemoglobin

mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal,

sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan

menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi

baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang

normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan

sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila

bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele

neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan

apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta

dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi

hiperbilirubinemia yang berat.

Pengertian

Ikterus neonatorum

Adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan

sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis

akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.

Hiperbilirubinemia

Adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari

kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persenti190.

Neonatologi Page 7

Page 8: Lapsus Ikterus Neonatorum

Ikterus fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu

pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin

akan mencapai sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun

cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar I mg/dL selama 1

sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak

akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat.

Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi

kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan

puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak

diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran

fisiologis bahkan hingga 15 mg/Dl tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. Kadar

normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg/dL dan berkisar dari 1,4 sampai 1,9 mg/dL.

Ikterus non fisiologis

Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis.

Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut.

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

3. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam)

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis,

malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu

yang tidak stabil).

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup hulan, atau setelah 14 hari pada

bayi kurang bulan.

Bilirubin ensefalopati dan kernikterus

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kcpada manitestasi klinis yang timbul

akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai

nuklei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir dan

dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah Kern ikterus adalah

perubahan neuropatolugi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa

Neonatologi Page 8

Page 9: Lapsus Ikterus Neonatorum

daerah di otak terutama di ganglia basalispons dan serebelum. Kern ikterus digunakan

untuk keadaan klinis yang kronik dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin.

Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan ikterus

berat akan tampak letargis, hipotonik, dan reflek hisap buruk. sedangkan pada fase

intermediate ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan hipertoni. Untuk

selanjutnya bayi akan demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan

hipotoni. Manifestasi Hipertonia dapat berupa rerrocullis dan opistotonus.

Manifestasi klinis kern ikterus : pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati,

bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid cerebal palsy yang

berat, gangguan pendengaran, displasia dental-enamel, paralisis upward gaze.

Patofisiologi

pembentukan bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir

dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah

oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim

heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan

organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali untuk

pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO), yang diekskresikan ke dalam

paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin

reduktase. (gambar 1).

Neonatologi Page 9

Page 10: Lapsus Ikterus Neonatorum

Gambar 9.1 Metabolisme Bilirubin

Sumber : MacMahon Jr, dkk'

Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin

melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik

dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut Jika tubuh akan

mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.

Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme

heme haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34

mg bilirubin dan sisanya ( 25%) disebut early labelled bilirubin yang berasal dari

pelepasan hemoglobin karena eritropoesis yang tidak efektif didalam sumsum tulang,

jaringan yang mengaridung protein heme (mioglobin, sitokrom,katalase, peroksidase) dan

heme bebas.

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang

dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir

disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan

orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang

Neonatologi Page 10

Page 11: Lapsus Ikterus Neonatorum

meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi

enterohepatik).

Transportasi bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya

dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai

kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang

rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin

serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan

ditransportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki

susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, albumin juga mempunyai afinitas

yang tinggi terhadap obat-obatan yang bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid.

Obat-obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin

sehingga bersifat kompetitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan

albumin. Obat-obatan yang dapat melepaskan bilirubin dari albumin dengan cara

menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid dan seperti yang

terlihat pada tabel 1.

Tabel 9.1 Obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin

Analgetik, antipiretik

Antiseptik, dwsinfektan

Antibiotik dengan kandungan

sulfa

Cefalosporin

Penisilin

Lain-lain

Natrium salisilat, Fenilbutazon

Metil, isopopil, dll

Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole,

dll

Ceftriakson, cefoperazon, dll

Propicilin, cloxacilin

Novabiosin. Triptophan, asam mendelik,

kontras X-ray

Sumber : Mac Mahon JR,dkk.

Pada BKB ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan omplikasi dari

hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemi Hal

tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas dan berisiko

Neonatologi Page 11

Page 12: Lapsus Ikterus Neonatorum

pula untuk keadaan nerotoksisitas oleh bilirubin. Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4

bentuk yang berbeda, yaitu :

1. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian

besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum

2. Bilirubin bebas

3. Bilirububin terkonjugasi (terutama monoglukuronida dan diglukuronida) yaitu

bilirubin yang siap diekskresikan melalui ginjal atau sistem bilier.

4. Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum ( a-bilirubin).

Pada 2 minggu pertama kehidupan, a-bilirubin tidak akan tampak. Peningkatan ladar

a-bilirubin secara signifikan dapat ditemukan pada bayi baru lahir normal yang lebih

tua dan pada anak. Konsentrasinya meningkat bermakna pada keadaan

hiperlubilirubinemia terkonjugasi persisten karena berbagai kelainan pada hati.

Asupan bilirubin atau bilirubin intake

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin

terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran

yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitosolik

lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari sintesis de

novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan

bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin tak

terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.

Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan

berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini

terjadi karena adanya defisiensi ligandin, tetapi hal itu tidak begitu penting dibandingkan

dengan defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke

empedu selama 3-4 hari pertama kehidupan. Walaupun demikian defisiensi ambilan ini

dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi ringan pada minggu kedua

kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan normal yang sama

dengan orang dewasa.

Neonatologi Page 12

Page 13: Lapsus Ikterus Neonatorum

Konjugasi bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam

air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucuronosyl

transferase (UDPG-T). Katalisa oleh ezim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin

monoglukoronida ; yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.

Substrat yang digunakan untuk transglukoronidase kanalikuler adalah bilirubin

monoglukoronida. Enzim ini akan memindahkan satu molekul asam glukuronida dari

satu molekul bilirubin monoglukuronida ; ke yang lain dan menghasilkan pembentukan

satu molekul bilirubin diglukuronida.

Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan

satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk

rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke

hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis

kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukuronida.

Penelitian in vitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir didapatkan

defisiensi aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat

melebihi bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan

menurun. Kapasitas total konjugasi akan sama dengan orang dewasa pada hari ke-4

kehidupan. Pada periode bayi baru lahir, konjugasi monoglukuronida merupakan

konjugat pigmen empedu yang lebih dominan.

Ekskresi bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi kedalam kandung empedu,

kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Proses ekskresinya

sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada dalam usus halus,

bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan

kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat

dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk

dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa

usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim β-glukoronidase yang dapat

Neonatologi Page 13

Page 14: Lapsus Ikterus Neonatorum

menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak

terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,

lumen usus halusnya; steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi

sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).

Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif

tinggi didalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis

bilirubin glukuronida yang berlebih dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan

didalam mekonium. Pada bayi baru lahir, kekurangan relatif flora bakteri untuk

mengurangi bilirubin menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin

usus, dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis

bilirubin konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktivitas β-glukuronidase mukosa

yang tinggi dan ekskresi monoglukuronida terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang

tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan

kadar bilirubin dalam tinja dan mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini

menggambarkan peran kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada bayi baru lahir.

Ikterus fisiologis

Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang maupun cukup

bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan dan

kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Untuk kebanyakan bayi fenomena

ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. lkterus fisiologis tidak disebabkan oleh

faktor tunggal tapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas

fisiologis bayi barn lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi

pada bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan

penurunan clearance bilirubin. (Tabel 9.2)

Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan

early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia set darah merah. Resirkulasi aktif

bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar serum bilirubin tidak terkonjugasi,

disebabkan oleh penurunan bakteri flora normal, aktifitas β-glucuronidase yang tinggi

dan penurunan motilitas usus halus.

Neonatologi Page 14

Page 15: Lapsus Ikterus Neonatorum

Tabel 9.2 Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis

Dasar Penyebab

Peningkatan bilirubin yang tersedia

Peningkatan produksi bilirubin

Peningkatan resirkulasi melalui

enterohepatik shunt

Penurunan bilirubin clearance

Penurunan clearance dari

plasma

Penurunan metabolisme

hepatik

Peningkatan sel darah merah

Penurunan umur sel darah merah

Peningkatan early bilirubin

Peningkatan aktifitas β-glukoronidase

Tidak adanya flora bakteri

Pengeluaran mekonium yang terlambat

Defisiensi protein karier

Penurunan aktifitas UDPGT

Sumber: Blackburn ST 2

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi

dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung

mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi

minum susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya

selama 3 hari pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang

mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih

sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus

fisiologis.

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early

(berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI). Bentuk early

onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late onset diyakini

dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi.

Penyebab late onset tidak diketahui, tetapi telah dihubungkan dengan adanya faktor

spesifik dari ASI yaitu : 2α-20β-pregnanediol yang mempengaruhi aktifitas UDPGT atau

Neonatologi Page 15

Page 16: Lapsus Ikterus Neonatorum

pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang

kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi

akibat peningkatan asam lemak unsaturated; atau β-glukorunidase atau adanya faktor lain

yang mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.

Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi

keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi

kurang bulan dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena

peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada

bayi imatur.

Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi

dibanding bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain; frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat

badan/dehidrasi (Tabel 9.3).

Tabel 9.3 Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada

bayi yang mendapat ASI (sumber Gourley).

Asupan cairan :

Kelaparan

Frekuensi menyusui

Kehilangan berat badan/dehidrasi

Harnbatan eksresi bilirubin hepatik

Pregnandiol

Lipase-free fatty acids

Unidentified inhibitor

Intestinal reabsorptiari of bilirubin

Pasase mekonium terlambat

Pembentukan urobilinoid bakteri

Beta-glukoronidase

Neonatologi Page 16

Page 17: Lapsus Ikterus Neonatorum

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena

peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini

hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10 mg/dL. Peningkatan

penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin kali Iipat.

Tabel 9.4 Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek

Dasar Penyebab

Peningkatan produksi bilirubin

Peningkatan penghancuran

hemoglobin

Peningkatan jumlah hemoglobin

Peningkatan sirkluasi

enterohepatik

Perubahan clearance bilirubin hati

Perubahan produksi atau aktivitas

uridine diphosphoglucoronyl

transferase

Perubahan fungsi dan perfusi hati

(kemampuan konjugasi)

Incomptabilitas darah

fatomaternal (Rh, ABO)

Defisiensi enzim kongenital

(G6PD, galaktosemia)

perdarahan tertutup

(sefalhematom, memar) sepsis

Polisitemia (twin-to-twin

transfusion, SGA)

Keterlambatan klem tali pusat

Keterlambatan pasase

mekonium, ileus mekonium,

Meconium plug syndrome.

Puasa atau keterlambatan

minum atresia atau stenosis

intestinal

Imaturitas

Gangguan metabolik/endokrin

(Criglar-Najjar disease

Hiportiroidisme, gangguan

metabolisme asam amino)

Asfiksia, hipoksia, hipotermi,

hipoglikemi. Sepsis (juga

Neonatologi Page 17

Page 18: Lapsus Ikterus Neonatorum

Obstruksi hepatik (berhubungan

dengan hiperbilirubinemia direk)

proses imflamasi).

Obat-obatan dan hormon

(novobiasin,pregnanediol).

Anomali kongenital (atresia

biliaris, fibrosis kistik) statis

biliaris (hepatitis, sepsis)

Billirubin load berlebihan

(sering pada hemolisis berat)

Sumber : Blackburn ST.

Diagnosis

Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu

penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk bayi-bayi yang

pulang lebih awal Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan

disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya. Tampilan ikterus

dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik,

dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan

subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4

mg/dL.

Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dan salah satu penyebab

ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar

kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya

dehidrasi.

Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui

daerah letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia

yang berat.

Tabel 9.5 Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan ≥ 35 mg. (sumber AAP)

Neonatologi Page 18

Page 19: Lapsus Ikterus Neonatorum

Faktor risiko major

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada

daerah risiko tinggi (gambar 2)

- Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan

- Inkomparibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau

penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETOO)

- Umur kehamilan 35-36 minggu

- Riwayat anak sebelamnya yang mendapat fototerapi

- Sefalhematom atau memar yang bermakna

- ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang

berlebihan

- Ras Asia Timur

Faktor risiko minor

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak

pada daerah risiko sedang (gambar 2)

- Umur kehamilan 37-38 minggu

- Sebelum pulang, bayi tampak kuning

- Riwayat anak sebelumnya kuning

- Bayi makrosomia dari ibu DM

- Umur ibu ? 25 tahun

- Laki-laki

Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus

yang signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah resiko

makin rendah)

- Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko

rendah

- Umur kehamilan ≥ 41 minggu

- Bayi mendapat susu formula penuh

- Kulit hitam

- Bayi dipulangkan setelah 72 jam

Manajemen

Neonatologi Page 19

Page 20: Lapsus Ikterus Neonatorum

Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan

hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan

farmakologi, fototerapi dan tranfusi tukar.

Strategi pencegahan

American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam

pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau

lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia

berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak

menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi

yang tidak diperlukan. Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera

mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang

kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas usus halus.

Strategi pencegahan hiperbilirubinernia

1. Pencegahan primer

Rekomendasi 1.0 : Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12

kali perhari untuk beberapa hari pertama. :

Rekomendasi 1 1 : Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air

pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

2. Pencegahan sekunder

Rekomendasi 2.0

Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya

hiperbilirubinemia berat. selama periode neonatal

Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus diperiksa

golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun

yang tidak biasa.

- Rekomendasi 2.1 : Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,

dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan darah dan tipe

Rh(D) darah tali pusat bayi.

Neonatologi Page 20

Page 21: Lapsus Ikterus Neonatorum

- Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu 0, Rh positif, terdapat pilihan

untuk dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat

bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian

terhadap risiko sebelum keluar Rumah Sakit (RS) dan tindak lanjut yang

memadai.

Rekomendasi 2.2 tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa semua bayi

secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol

terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital

bayi,tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.

- Rekomendasi 2.2.1 : protokol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh

staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara

transkutaneus atau memeriksa bilirubin serum total.

3. Evaluasi laboratoriurn

Rckomendasi 3.0 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum

total harus dilakukan pada setiap yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama

setelah Iahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin

transkutaneus atau bilirubin serum total tergantung pada daerah dimana kadar

bilirubin serum total terletak (Gambar. 3), umur bayi, dan evolusi

hiperbilirubinemia.

Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum

total harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus

meragukan, pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum harus

dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh ksrena pemeriksaan derajat ikterus

secara visual seringkah salah.

Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan

umur bayi dalam jam.

4. Penyebab kuning

Rekomendasi 4.1 :memikirkan Kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang

menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat

dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Neonatologi Page 21

Page 22: Lapsus Ikterus Neonatorum

Rekomendasi 4.1.1 : Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau

konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium

tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Rekomendasi 4.1.2 : Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu

harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi

untuk mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan

terhadap tiroid dan galaktosemia.

Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi

meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis.

Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase

dehydrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat

fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang

menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon

terhadap fototerapi yang buruk.

5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan

Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai

terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan

harus menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting

pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam.

Rekomendasi 5. 1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:

- Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total

sebelum keluar RS , secara individual atau kombinasi untuk pengukuran

yang sistimatis terhadap risiko :

- Penilaian foktor risiko klinis,

6. Kebijukan dan prosedur rumah sakit

Rekomendasi 6.1 : Hams memberikan informasi tertulis dan lisan kepada

orangtua saat keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya

monitoring terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan.

Neonatologi Page 22

Page 23: Lapsus Ikterus Neonatorum

Rekomendasi 6.1.1 : tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas

kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk,

menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dari tempat untuk

melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau

tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal

lainnya.

Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :

Tabel 9.6 Saat tindak lanjut

Bayi Keluar RS Flarus Dilihat Saat Umur

Sebelum unwr 24 jam 72 jamAntara umur 24 dan 47,9 jam 96 jamAntara umur 48 dan 72 jam 120 jam Sumber : AAP

Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2

kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara 24-72 jam dan kedua

antara 72-120 jam. Penilaian klinik harus digunakan dalam menentukan tindak

lanjut. Pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap hiperbilirubinemia,

harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan

bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko, waktu pemeriksaan kembali dapat

lebih lama.

Rekomendasi 6.1.3 : Menunda pulang dari Rumah Sakit :

Bila tindak lanjut yang memadai tidak dapat dilakukan terhadap adanya

peningkatan risiko timbulnya hiperbiliruhinemia berat, mungkin diperlukan

penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut yang memadai dapat

dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati (72-96 jam)

Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut Penilaian tindak lanjut harus

termasuk berat badan bayi dan perubahan persentase berat lahir, asupan yang

adekuat, pola buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kunino.

Penilaiati klinis harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan

petneriksaan bilirubin Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin

Neonatologi Page 23

Page 24: Lapsus Ikterus Neonatorum

transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperiksa. Perkiraan kadar

bilirubin secara visual dapat keliru, terutama pada bayi dengan kulit hitam.

7. Pengelolaan bayi dengan ikterus

Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASl Berikut ini adalah elemen-elemen

kunci yaitu perlu diperhatikan pada pengelolaan early jaundice pada bayi yang

mendapat ASI (Tabel 9.7).

Tabel 9.7 Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI

1. Observasi scmua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang

pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam.

2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering

dengan waktu yang singkat lebih efektif dibundingkan dengan menyusui yang

lama dengan frekuansi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan

adalah sama

3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganci.

4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui

5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum,

rangsang pengeluaran/ produkai ASI dengan cara memompa, dan

menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP

6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnortnalitas

ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan

jika ikrerus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL, atau

ibu memiiiki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Sumber : Blackburn ST

Penggunaan farmakoterapi

Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang

induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran

heme, atau untuk mengikat billirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik

menurun. , antara lain :

Neonatologi Page 24

Page 25: Lapsus Ikterus Neonatorum

1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan

inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan tranfusi

ganti.

2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan konsentrasi

UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. Penggunaan

fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak direkomendasikan.

Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan bermakna , hal ini membuat

penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali

pada inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan tranfusi ganti. Penggunaan

fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi atau tranfusi ganti pada bayi

dengan defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil.

3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga

telah diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. Protoporphyrin telah terbukti efektif

sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk

katabolisme heme menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari

katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam ctnpcdu.

4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa

penyakit hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat

menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP .

berhubungan dengan timbulnya eritema fota toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik,

khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi. Pada penelitian terbaru

dengan penggunaan Sn-MP, maka fototerapi pada bayi cukup bulan tidak diperlukan

lagi, sedangkan pada bayi kurang bulan penggunaanya telah banyak berkurang.

Pemakaian obat ini masih dalam percobaan dan keluaran jangka panjang belum

diketahui, sehingga pemakaian obat ini sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang

mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian hiperbilirubinemia yang berkembang

menjadi disfungsi neurologi dan juga sebagai clinical trial.

5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor β-glukuronidase pada bayi sehat

cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein hoidrolisat

dalam jumlah kecil (5 ml/dosis -6 kali/hari) dapat meningkatkan pengeluaran

bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol.

Kelompok bayi yang mendapat campuran whey/kasein (bukan inhibitor β-

Neonatologi Page 25

Page 26: Lapsus Ikterus Neonatorum

glukuronidase) kuningnya juga tampak menurun dibandingkan dengan kelompok

kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang

berakibat pada penurunan jalur enterohepatik.

7. Foto terapi dan tranfusi tukar

Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus

meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan telah terjadi

hemolisis dan direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi.

Neonatologi Page 26

Page 27: Lapsus Ikterus Neonatorum

Tabel 9.8 Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia.

Terapi

Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi (lihat Gambar 9.3 dan gambar 9.4) Lakukan pemeriksaan laboratorium:

Bilirubin total dan direk Golongan darah (ABO, Rh) Test antibodi direct (Coombs) Serum albumin Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi Jumlah retikulosit ETCO (bila tersedia) G6PD bila terdapat Lecurigaan (berdasarkan etnis dan geografis) atau respon

terhadap foto terapi kurang Urinalisis Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan kemungkinan sepsis

lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, dan Iiyur untuk protein, glukosa, hitung sel dan kultur.

Tindakan: Bila billirubin total ≥ 25 mg atau ≥ 20 mg padahal sakit atau bayi ≤ 38

minggu, lakukan petneriksaan golongan darah dan cross match pada pasien yang akan direncanakan transfusi ganti

Pada bayi dengan penyakit omimun hemolitik dan kadar bilirubin total meningkat walau telah dilakukan foto terapi intensi atau daLun 2-3 mg/dL kadar transfusi ganti, berikan imunoglobulin intravena 0,5-1 g/Kg selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.

Pada bayi pang mengalami penurunan berat badan lebih dari 12% atau secara klinis atau bukti secara biokimia menunjukantanda dehidrasi, dianjurkan pemberian susu formula atau ASI tambahan.Bila pemberian peroral kulit dapat diberikan intravena .

Pada bayi mendapat foto terapi intensif Pemberian minurn dilakukan setiap 2-3 jam Bila Bilirubin total ≥ 25 mg /dL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3

jam Bila bilirubin total 20-25 mg/dL pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 3-4

jam, bila <20 mg/dl diulanag dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun periksa Gang dalam 8 -12 jam

Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati kadar transfusi tukar atau perbandingan billirubin total dengan albumin (TSB/albumin) meningkat mendekati angka untuk transfusi tukar maka lakukan tranfusi ganti.

Bila kadar bilirubin total kurang dari 13-14 mg/dL foto terapi dihentikan Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan bilirubin

ulangan boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melihat kemungkinan terjadinya rebound.

Neonatologi Page 27

Page 28: Lapsus Ikterus Neonatorum

Rekomendasi 7.1.1 : Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan tranfusi ganti,

kadar bilirubin direk atau konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total.

Dalam kondisi dimana kadar bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total,

tidak tersedia data yang baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan untuk

berkonsultasi kepada ahlinya.

Rekomendasi 7.1.2 : Jika kadar bilirubin total serum berada pada angka untuk

rekomendasi dilakukan tranfusi ganti (Gambar 9.4) atau jika kadar bilirubin total

sebesar 25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu, hal ini merupakan keadaan

emergensi dan bayi harus segera masuk dan mendapatkan perawatan fototerapi

intensif Bayi-bayi ini tidak harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini

dapat menunda terapi.

Rekomendasi 7.1.3: Tranfusi ganti harus dilakukan hanya oleh personel yang

terlatih di ruangan NICU dengan observasi ketat dan mampu melakukan

resusitasi.

Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian y-globulin (0,5-1 g/

kgBB selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar bilirubin total serum meningkat

walaupun telah mendapat fototerapi intensif atau kadar bilirubin total serum

berkisar 2-3 mg/dL dari kadar tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat

diulang dalam 12 jam.

Rasio albumin serum clan rasio bilirubin/albumin

Rekomendasi 7.1.5: Merupakan suatu pilihan utnuk mengukur kadar serum

albumin dan mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3 g/dl sebagai satu

faktor risiko untuk menurunkan ambang batas penggunaan fototerapi. (Gambar

9.3)

Rekomendasi 7.1.6: Jika dipertimbangkan tranfusi ganti, kadar albumin serum

harus diukur clan cligunakan rasio bilirubin/albumin yang berkaitan dengan kadar

bilirubin total serum dan faktor-faktor lainnya yang menentukan dilakukannya

tranfusi ganti.

Neonatologi Page 28

Page 29: Lapsus Ikterus Neonatorum

Bilirubin ensefalopati akut

Rekomendasi 7.1.7: Direkomendasikan untuk segera melakukan tranfusi ganti

pada setiap bayi ikterus dan tampak manifestasi fase menengah sampai lanjut dari

akut bilirubin ensefalopati (hipertonia; arching, retrocollis, opistotonus, demairi,

menangis melengking) meskipun kadar bilirubin total serum telah turun

Rekomendasi 7.2 : Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus memiliki

peralatan untuk fototerapi intensif.

Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan

Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan fototerapi (Gambar

9.3), AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan, menyusui harus

diteruskan. Juga terdapat pilihan memilih untuk menghentikan menyusui sementara

dan menggantinya dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin clan

atau meningkatkan efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui

yang.mendapat.,fototerapi suplementasi, dengan pemberian A$I yang dipompa atau

formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat, berat badan turun berlebihan,

atau bayi tampak dehidrasi.

Sebagai patokan gunakan kadar billirubin total

Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi GOD, asfiksia, letargis, suhu

tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis,atau kadar albumin ≤ 3 g/dL

Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan untuk melakukan

foto terapi pada kadar biliruhin total sekitar medium risk line. Merupakar, pilihan

untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk

bayi-bayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total serum

yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7 minggu.

Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau di rumah pada kadar

bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukan, namun pada bayi-bayi yang

memiliki faktor risiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah.

Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green

spectrum(panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30

Neonatologi Page 29

Page 30: Lapsus Ikterus Neonatorum

uW/cm2 .. (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi

langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas).

Bila kosentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi

yang mendapat foto terapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

Neonatologi Page 30

Page 31: Lapsus Ikterus Neonatorum

Tabel 9.9 Efek samping fototerapi

Efek samping Perubahan spesifik Implikasi klinis

Perubahan suhu dan metabolik lainnya

Peningkatan suhu lingkungan dan tubuh

Dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori (energi untuk merespon perubahan suhu), Peningkatan konsumsi oksigen adekuat atau tidaknya penyesuaian terhadap Peningkatan lain respirasi suhu pada unit fototerapi, jarak dari unit ke bayi Peningkatan aliran darah ke dan inkubator (berkaitan dengan aliran udaraWit dan kehilangan udara pada radiant wanner), penggunaanservoconnul

Perubahankardiovaskular

Perubahan sementara curahjantung dan penurunan curahventrikel kiri

Terbukanya kembali duktus arteriosus, kemungkinan karena fotorrlaksasi, hiasanya tidak signitikan terhadap hemodinamik perubahan hemodinamik terlihat pada 12 jam pertama fototerapi, setelah itu kembali ke awal

Status cairan Peningkatan aliran darah perifer

Meningkatkan kehilangan cairan melalui dapat mengubah keperluan pemakaian medikasi intramuskular

Peningkatan insensible water loss

Disebabkan oleh kehilangan cairan melaui evaporasi, metabolik, dan respirasi dipengaruhi oleh lingkungan (aliran udara, kelembaban, temperature), karakteristik unit fototerapi, perubahan suhu kulit dan suhu inti bayi, denyut jantung laju respirasi, laju metabolik, asupan kalorai bentuk tempat tidur (meningkat dengan penggunaan radiant warner dan inkubator)

Fungsi saluran cerna Peningkatan jumlah dan frekuensi buang air besar

Berkaitan dengan peningkatan aliran empedu yang dapat menstimulasi aktivitas saluran cerana

Feses cair, berwarna hijau kecokelatan

Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses

Penurunan waktu tranis usus

Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses dan resiko dehidrasi

Penurunan absorpsi, retensi nitrogen, air dan elektrolit

Perubahan mendadak paada cairan dan elektrolit

Perubahan aktivitas laktosa, riboflavin

Intoleransi sementara laktosa dengan penurunan laktase pada silia epitel dan

Neonatologi Page 31

Page 32: Lapsus Ikterus Neonatorum

peningkatan frekuensi BAB dan konstensi air pada feses

Perubahan aktivitas Letargis, gelisah Dapat mempengaruhi hubungan orang tua-bayi

Perubahan berat badan

Penurunan nafsu makan

Menyebabkan perubahan asupan cairan dan kalori

Penurunan pada awalnya namun terkejar dalam 2-4 minggu

Disebabkan oleh pemberian asupan makanan penutup mata meningkatkan risiko infeksi aberasi korne, peningkatan tekanan intrakranial (jika terlalu kencang)

Perubahan kulit Tanning Disebabkan oleh induksi sintesa melanin atau disperse oleh sinar ultraviolet

Rashes Disebabkan oleh cedera pada sel mast kulit dengan pelepasan histamine, eritmea dan sinar ultriolet.

Burns Disebabkan oleh pemaparan yang berlebihan dari emisi gelombang pendek sinar fluorescent

Bronze baby syndrome Disebabkan oleh interaksi fototerapi dan ikterus kolestrasis, menghasilkan pigmen cokelat (bilifuscin) yang mewarnai kulit, dapat pulih dalam hitungan bulan.

Perubahan endoktrin Perubahan kada honadortopin serum (peningkatan LH dan FSH)

Belum diketahui secara pasti

Perubahan hematologi Peningkatan turnover trombosit

Merupakan masalah bagi bayi dengan trombosit yang rendah dan yang dalam keadaan sepsis

Cedera pada sel darah merah dalam sirkulasi dengan penuruna kalum dan peningkatan aktivitas ATP

Menyebabkan hemalisi, meningkatkan kebutuhan energi

Perhatian terhadap perilaku psikologis

Isolasi Efek diatasi oleh perawatan yang baik

Perubahan status organisasi dan menajemen perilaku

Dapat diatasi dengan interaksi orang tua-bayi dapat mempengaruhi ritme kardiak.

Neonatologi Page 32

Page 33: Lapsus Ikterus Neonatorum

Gambar 9.5 Panduan Transfusi tukarSumber AAP

Gambar 9.5. Panduan transfusi tukar. (Sumber AAP).

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan tanpa patokan pasti

karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap

foto terapi

Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala ensefalopati

akut ( hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch cry, demam) atau bila

kadar bilirubin total > 5 mg/dL diatas garis patokan.

Faktor risiko: penyakit hemulitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis,

suhu tidak stabil, sepsis, asidosis

Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total / albumin (lihat tabel 9.9)

Sebagai patokan adalah bilirubin total

Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko sedang) transfusi tukar

dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya

Neonatologi Page 33

Page 34: Lapsus Ikterus Neonatorum

Tabel 9.10 Rasio bilirubin albumin sebagai penunjang untuk memutuskan untuk transfusi tukar

Katageri Risiko

Rasio B/A saat Transfusi TukarHarus DipertimbangkanBil Tot (mg/dl)Alb, g/dl

Bil Tot (µ mol/L)/Alb, µmol/L

Bayi > 38 0/7 mgBayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat atau > 380/7 mg

8,0 0,94

Jika risiko tinggi atau isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD

7,2 0,84

Bayi 350/7 mg jika risiko tinggi atau Isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD

6,8 0,80

Dikutip dari AAP 2004

Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat dilihat pada

Tabe19.11. Penatalaksanaan fototerapi dan tranfusi tukar berdasarkan berat badan

pada Tabel 9.12

Tabel 9.11 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan

berdasarkan - American Academy of Pediatrics

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/Dl [µmol/L])

Usia (jam) Pertimbangan

Fototerapi

Fototerapi Transfusi tukar

jika fototerapi

intensip gagal

Transfusi tukar

dan fototerapi

intensip

25 -48

49-72

>72

≥ 12 (170)

≥ 15 (260)

≥ 17 (290)

≥ 15 (260)

≥ 18 (310)

≥ 20 (340)

≥ 20 (340)

≥ 25 (430)

≥ 25 (430)

≥ 25 (430)

≥ 30 (510)

≥ 30 (510)

Neonatologi Page 34

Page 35: Lapsus Ikterus Neonatorum

Tabel 9.12 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan

bayi baru lahir yang relatif sehat.

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL)

Sehat Sakit

Berat Badan Fototerapi Transfusi Tukar Fototerapi Transfusi Tukar

Kurang Bulan

< 1000 g 5-7 bervariasi 4-6 Bervariasi

1001 -1500 g 7-10 bervariasi 6-8 Bervariasi

1501- 2000 g 10-12 bervariasi 8-10 Bervariasi

2001-2500 g 12-15 bervariasi 10-12 Bervariasi

Cukup bulan

>2500 15-18 20-25 12-15 18-20

(sumber : Madan dkk.)

Komplikasi transfusi tukar

1. Hipokalsemia dan hipomagnesia

2. Hipeglikimia

3. Gangguan keseimbangan asam basa

4. Hiperkalemia

5. Gangguan kardiovaskular

Perforasi pembuluh darah..

Emboli.

Infark.

Aritmia.

Volume overload.\

Arrest.

6. Pendarahan.

Trombositopenia.

Defisiensi faktor pembekuan.

7. Infeksi.

8. Hemolisis.

Neonatologi Page 35

Page 36: Lapsus Ikterus Neonatorum

9. Graft-versus host disease.

10. Lain-lain: hipotermia, hipertemia, dan kemungkinan terjadinya

enterokolitis nekrotikans.

Neonatologi Page 36

Page 37: Lapsus Ikterus Neonatorum

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong Rj, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal jaundice ; Bilirubin

Physiology and , Clinical Chemistry. NeoReviews 2007; 8 : 58-67 .

2. Blackburn ST, penyunting, Bilirubin metabolism. Maternal, fetal neonatal

physiologi, a clinical perspective, Edisi ke-3 Saunders. Missouri ; 2007.

3. Hansen TWR, Jaundice, neonatal, E Medicine, 2006, june. Diunduh dari : URL :

www.emedicine . Com/ped/topic 1061. Htm.

4. Martin CR, Cloherty JP Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam : Cloherry ]P,

Eichenwaald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke 5.

Philadelphia: Lippincott Williams_ & Wilkins. 2004; h.185-221.

5. Madan A, Macmahon JR, Stevenson DK. Neonatal hype rbilirubinemia. In : Taeusch

HW, Ballard RA, Gleason CA, editors. Avery's disease of the newborn. Edisi ke 8.

Philadelphia : WB Saunders CO. 2005; h.1226-53.

6. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on hype rbilirubinemia, Management

of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Clinical

Practice Guidelines. Pediatrics 2004; 114: 297-316.

7. Mac Mahon JR, Stevenson DK, Oski FA. Bilirubin metabolism. Dalam : Taeusch

HW, Ballard RA, editors. Avery's diseases of thee newborn. Edisi ke 7. Philadelphia:

WB Saunders Company, 1998;h.995-1002.

8. Maisels MJ. Jaundice. Dalam : Avery GB, Fletcher MA, Mac Donald MG, penyunting.

Neonatology, pathophysiology & management of the newborn. Edisi ke 5. Baltimore:

Lippincot William & Wilkins, 1999; h.765-819.

9. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. Dalam : Fanaroff

AA, Martin RJ, penyunting. Neonatal-perinatal medicine. Diseases of the fetus and

infant. Edisi ke 7. St Louis: Mosby inc, 2002; h.1309-50

10. Gourley GR. Breastfeeding diet and neonatal hype rbilirubinemia. Neoreviews 2000;

1:25-3 1.

11. Porter ML, Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the newborn. Am Fam Phy 2002;

Diunduh dari :

URL : http:www.aaffp.org/afp.html.

Neonatologi Page 37

Page 38: Lapsus Ikterus Neonatorum

12. Wong RJ, Bhutani VK, Vreman HJ, Stevenson DK. Tin mesoporphyrin for the

prevention of severe neonatal hyperbilirubinemia. Pharmacology review. Neo reviews

2007; 3: 77-84.

Neonatologi Page 38