Hipospadia
-
Upload
ifa-achmad -
Category
Documents
-
view
22 -
download
3
description
Transcript of Hipospadia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan
uretra anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian
ventral dari penis proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat
pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke proksimal defek
uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk
kurvatur yang disebut “chordee”.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3
diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan
lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Prevelansi hipospadia secara umum sangat bervariasi dari 0,37
sampai 41/10.000 bayi. Kejadian hipospadia telah di laporkan di beberapa
Negara seperti Inggris, Wales, Swedia, Norwegia, Denmark, Finlandia,
Spanyol, New Zealand, Australia, dan Cekoslovakia. Penelitian di
Amerika melaporkan kejadian yang lebih tinggi pada kulit putih dari pada
kulit hitam. Sedangkan di Finlandia kejadiannya lebih rendah yaitu
5/10.000 dibandingkan dengan negara Skandinavia lainnya yaitu
14/10.000 bayi. (Vos JG, Dybing E, Greim HA, 1999) .
Banyak penulis melaporkan angka kejadian hipospadia yang
bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini kita
asumsikan ke negara Indonesia karena Indonesia belum mempunyai data
pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapa angka kejadian
hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000
menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu
10.295.701 anak yang menderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang
memerlukan penanganan repair hipospadia.
Page | 1
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien Hipospadia ?
C. TUJUAN
Mengetahui definisi Hipospadia
Mengetahui etiologi Hipospadia
Mengetahui patofisiologi Hipospadia
Mengetahui manifestasi klinis Hipospadia
Mengetahui penatalaksanaan Hipospadia
Mengetahui komplikasi Hipospadia
Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan Hipospadia
Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra
eksternus terletak dipermukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari
tempatnya yang normal pada ujung gland penis. (Duccket, 1986, Mc
Aninch, 1992)
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan
penutupan uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang
mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral
penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu
tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum
( daerah antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 ).
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana
meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke
proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif
Mansjoer, 2000 : 374).
B. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang
belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa
factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen
yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bias juga
karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang
kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen
sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak
Page | 3
ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya.
Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya
terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen
tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat
mengakibatkan mutasi. Johnson, Marion dkk. (2000).
C. Patofisiologi
Penyebab dari Hypospadia belum diketahui secara jelas dan dapat
dihubungkan dengan faktor genetik dan pengaruh Hormonal.
Pada embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan
ektoderm dan entoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-
tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, yang
memisahkan ektoderm dan entoderm. Di bagian kaudal ektoderm dan
entoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada permulaan
minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical corddan tail yang disebut
genital tuberkel. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana
bagian lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut genital fold.
Selama minggu ke 7, genital tuberkel akan memanjang dan membentuk
glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki.
Bila wanita akan menjadi klitoris. (Anonim. Hipospadia. 2011)
Bila agenesis dari mesoderm, maka genital tuberkel tak terbentuk,
sehingga penis juga tidak terbentuk. Bagian anterior dari membran kloaka,
yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara
itu, sepasang lipatan yang disebut genital fold akan membentuk sisi dari
sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenitalia
maka akan timbul hipospadia. Selama periode ini juga, akan terbentuk
Page | 4
genital swelling di bagian lateral kanan dan kiri. Hipospadia yang terberat
yaitu jenis penoskrotal skrotal dan perineal, terjadi karena kegagalan fold
dan genital swelling untuk bersatu di tengah – tengah. (Anonim.
Hipospadia. 2011)
Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra
dalam utero. Terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan minggu ke 10 sampai minggu ke 14. Gangguan ini terjadi
apabila uretra jatuh menyatu ke midline dan meatus terbuka pada
permukaan ventral dari penis. Propusium bagian ventral kecil dan tampak
seperti kap atau menutup.
Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit
depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan nanti.
Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak
mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan
sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi
kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti,
mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seks.(Price,
Sylvia Anderson. (1995).
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai
derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran
pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di
perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang
menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai
chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral
dari penis. (Price,Sylvia Anderson. (2001). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses Penyalur, Edisi 6. Jakarta : EGC)
Page | 5
D. Klasifikasi Hipospadia
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Hipospadia Glandular
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,
kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan.
Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Hipospadia Pene-escrotal
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan
peneescrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan
skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya
kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke
bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya.
Page | 6
3. Tipe Posterior
Hipospadia Perineal
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun. Purnomo, B Basuki. (2000).
E. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda yang biasanya di timbulkan antara lain :
a. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah
penis
b. Penis melengkung ke bawah
c. Penis tampak seperti kerudung karena kelaianan pada kulit di
depan penis.
d. Ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri
e. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di
bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
f. Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis
g. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus
dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari
jaringan sekitar
h. Kulit penis bagian bawah sangat tipis
i. Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada
j. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans
penis
Page | 7
k. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi
bengkok
l. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung
skrotum)
m. Kadang disertai kelainan congenital pada ginjal
n. Ketidaknyamanan anak saat BAK karena adanya tahanan pada
ujung uretra eksterna. (Santosa, Budi. (2005-2006)).
F. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya
dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini
adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra
ditempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing
arahnya kedepan. Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh
tipe hipospadia dan besar penis. Semakin kecil penis dan semakin ke
proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan
operasinya. (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Langkah – Langkah Pada Operasi Hipospadia
1. Koreksi meatus
2. Koreksi chordee bila ada
3. Rekonstruksi uretra
4. Pengalihan kulit dorsal penis yang berlebihan ke ventral
5. Koreksi malformasi – malformasi yg berhubungan Teknik operasi
Teknik Operasi Secara Garis Besar
1. Perbaikan multi tahap
Perbaikan dua tahap
Tahap I : Chordectomy, Chordectomy dgn memotong uretra plat
distal, meluruskan penis sehingga meatus tertarik lebih proksimal
Page | 8
Tahap II: Urethroplasty, Penutupan kulit bagian, ventral dilakukan
dengan memindahkan prepusium dorsal dan kulit penis
mengelilingi bagian ventral dalam tahap uretroplasti (Browne
1953, Byars 1955, dan Smith 1981)
2. Perbaikan Satu Tahap
Akhir tahun 1950, pelepasan korde kendala utama, tetapi dapat
dihilangkan sejak ditemukan teknik ereksi buatan). (Broadbent
(1961), McCormack (1954), Devine & Horton (1961), Teknik Y-
V)
Modifikasi Mathieu, Teknik Lateral Based (LB)Flap
a. Teknik Y-V Modifikasi Mathieu
Page | 9
b. Teknik Lateral Based (LB) Flap
Perawatan Pasca Operasi
Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk
memberikan kompres post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk
mengatasi oedema dan untuk mencegah pendarahan setelah operasi.
Dressing harus segera dihentikan bila terlihat keadaan sudah membiru
Page | 10
disekitar daerah tersebut, dan bila terjadi hematoma harus segera
diatasi. Setiap kelebihan tekanan yang terjadi karena hematoma akan
bisa menyebabkan nekrosis. Oleh karena efek tekanan pada
penyembuhan, maka pemakaian kateter yang dipergunakan harus
kecil, dan juga steril, dan terbuat dari plastik dan dipergunakan kateter
dari kateter yang lunak. Dalam keadaan dimana terjadi luka yang
memburuk sebagai akibat edema pada luka, ereksi atau hematoma,
maka sebaiknya dikompres dengan mempergunakan bantalan saline
steril yang hangat. Diversi urine terus dilanjutkan sampai daerah yang
luka itu sembuh. Bila jaringan tersebut telah sembuh, maka
masalahnya bisa direparasi dalam operasi yang kedua 6 – 12 bulan
yang akan datang.
G. Komplikasi
Komplikasi pasca bedah dapat terjadi pada masa dini atau lanjut.
Komplikasi dini adalah edema local dan perdarahan. Perdarahan pasca
operasi dini dapat diatasi dengan kompresi hingga perdarahan akan
berhenti dengan sendirinya.
Infeksi pada era modern ini jarang terjadi karena penggunaan
antibiotic profilaksis yang diberikaan pre operatif dan di lanjutkan
pasca operasi sampai stent atau kateter dilepas.
Komplikasi lanjut adalah fistula uretrokutan, komplikasi ini cukup
sering terjadi. Secara umum fistula terjadi kurang dari 10% namun
resiko fistula pada hipospadia yang berat kurang lebih 40% (Gatti,
2006). Fistula jarang sekali menutup secara spontan dan terapi yang
tepat adalah dilakukan flap local kulit. Fistula ini dapat terjadi
berulang pada 10% penderita, untuk mencegah terjadinya fistula.
Dianjurkan untuk melakukan teknik pembedahan yang baik, pemilihan
benang serta penutupan kulit yang baik. Bila fistulanya kecil dapat
dilakukan eksisi dan di jahit. Bila besar dapat dilakukaan onlay flap.
Stenosis muara uretra, biasanya terjadi karena tidak adekuatnya suplai
Page | 11
darah pada daerah distal uretra, hal ini lebih mudah dicegah dari pada
melakukan terapi sesudah terjadi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. Pemeriksaan BNO-IVP
Karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal. Suriadi SKp, dkk. (2001).
Page | 12
Page | 13
ETIOLOGI Gangguan dan ketidakseimbangan hormone (Hormon androgen) Genetika (Terjadi karena gagalnya sintesis androgen) Lingkungan (Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi)
Gangguan & ketidak- seimbangan hormon
Hormone androgen tdk seimbang
Genetik
Mutasi Gen
Gagalnya sintesis androgan
Lingkungan
Genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenital
Hipospadia
Polutan dan zat teratogenik
Gangguan virilisasi duktus mesonefros oleh kompleks testosterone-reseptor
Gangguan pembentukan tuberkel genital
Gangguan pembentukan lekukan di bawahnya, bagian lateral seharusnya menjadi genital fold
Pre Op Post Op
Page | 14
Terjadi kelainan pada lubang uretra
Lubang pipis tdk berada di ujung penis (berada di bawah gland penis)
Ketidakmampuan berkemih dengan cara adekuat/ BAK jongkok
Malu
MK. Harga diri rendah
Kurang pengetahuan penyakitt yg di derita
Cemas
MK. Ansietas
Luka bekas operasi
Port de entry
MK. Resiko infeksi
Luka bekas operasi
Terputusnya kontinuitas jaringan di area genitalia
Stenosis (obstruksi aliran darah) uretra
MK. Gangguan citra tubuh
Cortex cerebri
Pengeluaran zat neurosistem oleh hipotalamus
MK. Nyeri
Merangsang spinothalamus
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. DENGAN HIPOSPADIA
DI RUANG KEMUNING BEDAH ANAK LT. 2
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
1. PENGKAJIAN ANAK
1) Identitas Klien
Nama : An. R
Tanggal lahir : 23 November 2006
Umur : 7 Tahun
Agama : Islam
Kultur : Jawa-Sunda
Anak ke : 1 (pertama) dari 2 bersaudara
Jenis kelamin : Laki-laki
Diagnosa medis : Fistula Urethracutan Midshaft post Chordectomy-
Urethoplasty ai Hipospadia tipe penoskrotal +
chorda
Tgl. Masuk RS : 13 November 2014
Tgl. Dikaji : 14 November 2014
No. Medrek : 0001124564
2) Identitas Orang tua
AYAH
Nama : Tn.L
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Suku bangsa : Sunda/Indonesia
Alamat : Pasir Biru Cibiru
Bandung
Page | 15
1. Keluhan utama/alasan masuk RS:
Klien mengatakan saat BAK rembes hingga ke bokong
2. Riwayat penyakit sekarang:
Saat ini An.R mengatakan nyeri dibagian operasi. skala nyeri 6,
dengan intensitas waktu yang hilang timbul.
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a) Postnatal:
Klien diberikan ASI selama ± 4 bulan tanpa makanan pendamping
ASI, dan dilanjutkan sampai usia 2 tahun dengan makanan
pendamping. Klien sudah mendapatkan imunisasi lengkap.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Klien telah menjalani operasi rekonstruksi pertamanya pada tahun
2012. Setelah itu klien menjalani terapi penyuntikan hormon untuk
memperpanjang penis sebanyak 4x, dan saat ini ukuran penis bertambah
1cm.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ibu klien mengatakan dikeluarganya banyak yang tidak memiliki
anak, namun tidak tahu alasan mandul apakah dari hipospadia ataupun
gejala yang serupa.
6. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Tinggal satu rumah
: klien laki-laki
; klien perempuan
Page | 16
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Compos mentis, kulit bersih dan lembab, turgor
kembali kurang dari 3 detik.
Tanda Vital
- TD : -
- Nadi : 84x/mnt
- Suhu badan : 36,30C
- RR : 30X/mnt
a. Pernafasan B1 (Breath)
Bentuk Dada Normal, pernafasan normal, tidak ada pernapasan cuping
hidung, sekret (-), kebersihan cukup, patensi hidung baik.
b. Kardiovaskuler B2 (Blood)
Irama Jantung Reguler tidak ada nyeri, tidak terdapat retraksi
interkostalis. Suara paru vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-). Suara
jantung S1 dan S2 murni irama regular lup dup, tidak ada suara
tambahan, tidak ada sianosis.
c. Persyarafan B3 ( Brain ) Penginderaan
Bentuk kepala dan wajah simetris, rambut tebal, kebersihan cukup,
tidak ada lesi dan konjungtiva tidak anemis. Bentuk telinga normal,
simetris, kebersihan cukup, pendengaran baik. Bentuk mata simetris,
sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), pergerakan bola mata sesuai,
pupil bulat isokor, edema orbita (-). Bentuk hidung normal, simetris,
pernafasan normal, tidak ada pernapasan cuping hidung, sekret (-),
kebersihan cukup, patensi hidung baik.
d. Perkemihan B4 (Bladder)
Daerah genitalia cukup bersih, testis teraba dua berada dalam skrotum
dan pada puncak ujung penis terdapat lubang kencing setelah
dilakukan operasi yang pertama, BAK (+) nyeri (+), perdarahan (-).
Page | 17
e. Pencernaan B5 (Bowel)
Makan 3 kali sehari. Lebih menyukai lauk daging, saat dikaji tidak ada
keluhan mual dan muntah. Klien minum air putih ± 1800 cc per hari,
kadang juga susu. Mukosa bibir lembab, bibir, gusi, langit-langit utuh
dan tidak ada bagian yang terbelah. Bentuk abdomen datar, kontur
lembut, tidak ada distensi. Hepar tidak teraba, limpa/lien tidak teraba,
BU (+) 10 x/menit. Klien BAB sehari 1 kali. Konsistensi padat
berwarna kuning kecoklatan, kadang berbentuk bulat-bulat. Saat ini
klien terpasang kateter. Ekstremitas simetris, pergerakan normal dan
kuat 5/5 baik atas maupun bawah, akral teraba teraba hangat, CTR < 2
detik. Tidak ada edema pada ektremitas bawah dan atas, kebersihan
cukup, jumlah jari-jari tangan dan kaki normal, tidak ada nyeri, reflex
patella +/+, tidak terpasang infus.
f. Muskuloskeletal/ Integumen B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien bebas tidak ada masalah.
8. Pemeriksaan Perkembangan
a. Pertumbuhan:
BBL = 3200 gr, BB saat dikaji adalah 20 kg
PBL = 50 cm, TB saat dikaji adalah 122 cm
b. Perkembangan:
Klien saat ini sudah memasuki sekolah dasar kelas 1 SD. Klien saat
ini sedang memasuki usia belajar. Klien adalah salah satu siswa yang
berprestasi karena mendapatkan ranking 1, senang dalam membaca
dan belajar. Dari segi perkembangan motorik kasar maupun motorik
halus klien sudah banyak hal yang dapat dilakukan seperti lari di
dalam lorong RS, meloncat, dapat berpakaian lengkap. Dilihat dari
segi mental, klien sudah dapat menghitung mundur, mengetahui nama
hari dan bulan, lebih suka membaca, sering menanyakan jam, dan suka
menggambar mobil. Dari segi bahasa klien sudah mampu
Page | 18
berkomunikasi dengan siapapun dan sudah memiliki banyak kosakata.
Hubungan klien dengan keluarga maupun lingkungan sekitarnya
terlihat baik. Klien cukup mandiri dan dapat membangun pertemanan
baru di lingkungan rumah sakit (di ruangan khususnya). Klien sudah
menunjukkan minat yang disukainya. Ibu klien mengatakan An.R suka
membantu mengerjakan tugas rumah seperti menyapu, An.R juga
selalu menyiapkan kebutuhan sekolahnya sendiri, dan suka pelajaran
olah raga. Ibu klien mengatakan An.R lebih suka bermain dirumah
dengan adiknya, namun saat di RS, klien merupakan anak yang suka
meminjamkan mainannya, sopan, dan mandiri. Berdasarkan hasil
uraian diatas, An.R usia 7 tahun mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sesuai dengan usianya.
12. Hasil Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium (11 November 2014)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Albumin 3,92 3,97 – 4,94
SGOT/AST 34 <= 40
SGPT 29 <=41
BUN 6,60 6,00-20,00
CREATININ 0,30 0,70 – 1,20
Glukosa sewaktu 104 80 -140
Natrium 136 136-145
Kalium 4,30 3,50-5,10
Klorida 102 98-107
PPT 13,7 12,3-15,3
INR 0,99 0,90-1,10
Kontrol PPT 14,2 -
APPT 63,7 27.7-37
Kontrol APTT 32,5
HbsAg NON REAKTIF
Eritrosit 5,82 4,10-5,30
Page | 19
Hemoglobin 11,5 11,3-14,1
Hematokrit 35,6 33,0-41,0
MCH 19,8 27-32
MCV 61,2 80-99
MCHC 32,3 32-36
RDW-SD 33,7 35-45
RDW-CV 16,2 11,5-14,5
NRBC# 0,00,00 -
LEUKOSIT 8,75 6,00
9. Terapi
Ceftriaxon 2x 500mg
Ranitidine 2x 1/2amp
Tramadol 2x1/2 amp drip
2. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
DS :
- Klien mengatakan nyeri
dirasakan menusuk seperti ada
luka
- Klien mengatakan nyerinya
timbul pada saat sedang BAK
DO :
- Klien tampak meringis
kesakitan saat BAK
P : luka bekas insisi
Q : cenut-cenut
R : di area genetalia
S : Skala nyeri 6
T : Hilang timbul
Hipospadia
↓
Post operasi uretroplasti
↓
Terputusnya kontinuitas jaringan
di area genitalia
↓
Stenosis (obstruksi aliran darah)
uretra
↓
Pengeluaran zat neurosistem oleh
hipotalamus
↓
Merangsang spinothalamus
↓
Nyeri
Page | 20
Data Etiologi Masalah
Cortex cerebri
↓
Nyeri saat berkemih
DS :
-
DO :
- Adanya kemerahan pada skrotum
- Suhu : 37,5 C
- Nadi : 80 x/menit
Luka bekas operasi
Port de entry
Resiko Infeksi
Resiko Infeksi
DS : klien mengatakan malu saat berkemih dengan posisi jongkok
DO : klien tampak lebih pendiam dan menyendiri
Terjadi kelainan pada lubang uretra
Lubang pipis tdk berada di ujung penis (berada di bawah gland penis)
Ketidakmampuan berkemih dengan cara adekuat/ BAK jongkok
Malu
Harga diri
rendah
3. PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri berhubungan dengan bekas luka insisi uretra
2. Harga diri rendah berhubungan dengan kelainan pada lubang uretra
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka bekas operasi
Page | 21
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan bekas luka insisi uretra2. Harga diri rendah berhubungan dengan kelainan pada lubang uretra3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka bekas operasi
Page | 22
5. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri berhubungan
dengan bekas luka
insisi uretra
Tujuan :
Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
klien mengatakan nyeri hilang,
berkurang, atau terkontrol
Kriteria hasil :
1. Menggunakan skala nyeri
untuk mengidentifikasi
tingkat nyeri : skala nyeri
turun
2. Memeriksa TTV dengan hasil
dalam batas normal
3. Klien mengatakan bahwa
nyeri berkurang/hilang/dapat
Manajemen nyeri
Intervensi :
1. Kaji komprehensif tentang
karakteristik nyeri : lokasi,
kualitas, frekuensi
2. Berikan kesempatan klien
untuk mengungkapkan
nyeri
3. Observasi isyarat-isyarat
nonverbal dari
ketidaknyamanan
4. Berikan informasi tentang
nyeri
5. Ajarkan teknik distraksi
dan teknik relaksasi (tarik
napas dalam, tahan
1. Mengetahui keadaan nyeri
serta untuk mengevaluasi
keefektifan intervensi
2. Mengkaji mekanisme koping
dalam menghadapi nyeri
3. Mengetahui ketidaknyamanan
pasien
4. Meningkatkan pengetahuan
tentang nyeri bagi klien
5. Meningkatkan kontrol diri dan
menurunkan ketidaknyamanan
afterpain dengan mengalihkan
Page | 23
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
dikontrol dengan
menggunakan managemen
nyeri
4. Klien mengatakan kebutuhan
tidur dan istirahat cukup
5. Klien dapat BAK tanpa rasa
sakit
6. Klien tampak tenang
kemudian tiupkan lewat
mulut secara perlahan)
6. Atur posisi klien senyaman
mungkin sesuai kebutuhan
klien.
7. Berikan lingkungan yang
nyaman dan tenang
8. Ajak klien untuk
melakukan aktivitas
bermain atau berbincang
9. Kolaborasi pemberian
analgetik dengan dokter bila
tindakan tidak berhasil
perhatian atau merelaksasi
otot-otot
6. Membantu mengurangi nyeri
7. Mengurangi stimulus dengan
menurunkan ketegangan dapat
menurunkan persepsi nyeri
8. Bermain yang dilakukan klien
dapat sebagai teknik distraksi
untuk mengalihkan nyeri yang
dirasakan klien
9. Pemberian analgetik dapat
mengurangi atau
menghilangkan stimulus nyeri.
Mengantisipasi bila tindakan
non farmako tidak berhasil
Page | 24
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
2 Harga diri rendah berhubungan dengan kelainan pada lubang uretra
Tujuan :
Melatih Perilaku yang dapat meningkatkan rasa percaya diri
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam 1x24 jam,
klien dapat melakukan tindakan
yang dapat meningkatkan
kepercayaan diri.
1. Pantau pernyataan klien
tentang harga diri
2. Ajarkan keterampilan
untuk bersikap positif
melalui bermain peran,
model peran, diskusi
3. Hindari tindakan yang
dapat mengusik pasien
4. Arahkan orang tua tentang
pentingnya minat dan
dukungan mereka dalam
perkembangan konsep diri
positif klien
5. Bantu pasien
mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
1. Meminimalkan penyebaran dan
penularan agens infeksius
Memantau pernyataan klien
tentang harga diri untuk
membantu meningkatkan harga
diri klien
2. Mmbantu klien meningkatkan
penilaian penghargaan
terhadap diri klien
3. Menciptakan keamanan,
kestabilan, pemulihan, dan
pemeliharaan klien yang
mengalami disfungsi alam
perasaan baik depresi maupun
peningkatan alam perasaan
4. Memfasilitasi perkembangan
penampilan positif pada situasi
Page | 25
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
tertentu
5. Membantu individu
mengklarifikasi nilai mereka
untuk memfasilitasi pembuatan
keputusan yang efektif.
3 Resiko infeksi berhubungan dengan luka bekas operasi
Tujuan : - Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
Kriteria hasil:-Setelah dilaukan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam dengan kriteria hasil
Suhu :360 ctanda –tanda infeksi : rubor (-) , tumor (-) , color (-) , dolor (-)
1. Kaji tanda-tanda infeksi setiap 8 jam sekali
2. Observasi TTV3. Lakukan perawatan luka
dengan teknik aseptic4. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang factor yang dapat menyebabkan infeksi
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic
6. Batasi jumlah pengunjung jika perlu
1. Untuk memantau gejala infeksi yang mungkin terjadi pada pasien seperti tanda leukosit yang meningkat, adanya rubor, tumor, color, dan dolor.
2. Observasi TTV klien untuk mengetaui TTV pasien dalam rentang normal dan mengetaui adanya peningkatan suku pasien yang menandakan adanya infeksi.
3. Mencegah terjadinya komplikasi pada luka dan
Page | 26
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
memfasilitasi proses penyembuhan luka
4. Meminimalkan terjadinya infeksi
5. Mencegah terjadinya infeksi pada pasien yang beresiko
6. Meminimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius
1.
Page | 27
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TGL DX IMPLEMENTASI EVALUASI
14 November
2014
1. Nyeri berhubungan dengan bekas luka insisi uretra
- mengkaji komprehensif tentang karakteristik
nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
- memberikan kesempatan klien untuk
mengungkapkan nyeri
- Observasi isyarat-isyarat nonverbal dari
ketidaknyamanan
- memberikan informasi tentang nyeri
- mengajarkan teknik distraksi dan teknik
relaksasi (tarik napas dalam, tahan kemudian
tiupkan lewat mulut secara perlahan)
- mengatur posisi klien senyaman mungkin
sesuai kebutuhan klien.
- memberikan lingkungan yang nyaman dan
tenang
- mengajak klien untuk melakukan aktivitas
bermain atau berbincang
- Kolaborasi pemberian analgetik
S: klien mengatakan nyeri di area genitalia, nyeri,
perih, dan nyeri hanya di area genitalia saja, nyeri
berada pada skala 6,
O: klien tampak meringis, hampir menangis.
- KU : composmentis
- TD: 110/80mmHg
- HR: 84x/menit
- RR: 30x/menit :
- S: 36,3°C
P : luka bekas insisi uretra
Q : cenut-cenut
R : di area genetalia
S : Skala nyeri 6 dari 10
T : Hilang timbul (nyeri terjadi saat klien miksi)
A: nyeri teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
Ranitidine 2x 1/2amp
Tramadol 2x1/2 amp drip
Page | 28
TGL DX IMPLEMENTASI EVALUASI
15 November
2014
- mengkaji komprehensif tentang karakteristik
nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
- memberikan kesempatan klien untuk
mengungkapkan nyeri
- Observasi isyarat-isyarat nonverbal dari
ketidaknyamanan
- memberikan informasi tentang nyeri
- mengajarkan teknik distraksi dan teknik
relaksasi (tarik napas dalam, tahan
kemudian tiupkan lewat mulut secara
perlahan)
- mengatur posisi klien senyaman mungkin
sesuai kebutuhan klien.
memberikan lingkungan yang nyaman dan
tenang
- mengajak klien untuk melakukan aktivitas
bermain atau berbincang
- Kolaborasi pemberian analgetik
Ranitidine 2x 1/2amp
Tramadol 2x1/2 amp drip
S: klien mengatakan bila nyeri akan tarik nafas dalam
O: klien tampak mempraktekan tarik nafas dalam,
- KU : composmentis
- HR: 84x/menit
- RR: 22x/menit
- S: 36,0°C
P : luka bekas insisi
Q : cenut-cenut
R : di area genetalia
S : Skala nyeri 4 dari 10
T : Hilang timbul (nyeri terjadi saat klien miksi)
A: nyeri teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
Page | 29
TGL DX IMPLEMENTASI EVALUASI
16 November
2014
- mengkaji komprehensif tentang karakteristik
nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
- memberikan kesempatan klien untuk
mengungkapkan nyeri
- Observasi isyarat-isyarat nonverbal dari
ketidaknyamanan
- memberikan informasi tentang nyeri
- mengajarkan teknik distraksi dan teknik
relaksasi (tarik napas dalam, tahan
kemudian tiupkan lewat mulut secara
perlahan)
- mengatur posisi klien senyaman mungkin
sesuai kebutuhan klien.
memberikan lingkungan yang nyaman dan
tenang
- mengajak klien untuk melakukan aktivitas
bermain atau berbincang
- Kolaborasi pemberian analgetik
Ranitidine 2x 1/2amp
Tramadol 2x1/2 amp drip
S: klien mengatakan nyeri mulai berkurang
A: klien tampak ceria, sudah bisa berjalan ke kamar
mandi
- KU : composmentis
- HR: 86x/menit
- RR: 20x/mennit
- S: 36,0°C
P : luka bekas insisi
Q : cenut-cenut
R : di area genetalia
S : Skala nyeri 2 dari 10
T : Hilang timbul (nyeri terjadi saat klien miksi)
A: nyeri teratasi
P: lanjutkan intervensi
14 November 2. Harga diri - memantau pernyataan klien tentang harga S : Klien mengatakan malu saat petugas (perawat,
Page | 30
TGL DX IMPLEMENTASI EVALUASI
2014 rendah berhubungan dengan kelainan pada lubang uretra
diri
- mengajarkan keterampilan untuk bersikap
positif melalui bermain peran, model peran,
diskusi
- menghindari tindakan yang dapat mengusik
pasien
- mengarahkan orang tua tentang pentingnya
minat dan dukungan mereka dalam
perkembangan konsep diri positif klien
- membantu pasien mengidentifikasi respon
dokter) dan keluarga yang lain menghampirinya
O : klien tampak diam saat di tanya
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
15 November
2014
- memantau pernyataan klien tentang harga
diri
- mengajarkan keterampilan untuk bersikap
positif melalui bermain peran, model peran,
diskusi
- menghindari tindakan yang dapat mengusik
pasien
- mengarahkan orang tua tentang pentingnya
minat dan dukungan mereka dalam
perkembangan konsep diri positif klien
S : Klien mengatakan mulai merasa terbiasa dengan
adanya petugas (dokter, perawat) yang datang
menghampirinya dan klien mengatakan sedikit malu
saat tetangga dan temannya menjenguknya
O : klien mulai bisa menyatakan secara langsung
tentang apa yang dia rasakan kepada perawat dan
dokter
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Page | 31
TGL DX IMPLEMENTASI EVALUASI
- membantu pasien mengidentifikasi respon
16 November
2014
- memantau pernyataan klien tentang harga
diri
- mengajarkan keterampilan untuk bersikap
positif melalui bermain peran, model peran,
diskusi
- menghindari tindakan yang dapat mengusik
pasien
- mengarahkan orang tua tentang pentingnya
minat dan dukungan mereka dalam
perkembangan konsep diri positif klien
- membantu pasien mengidentifikasi respon
S : klien mengatakan tidak merasa malu saat bertemu
dengan teman-teman yang menjenguknya
O : klien tampak ceria
A : masalah teratasi
P : intervensi dilanjutkan
14 November
2014
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka bekas operasi
- mengaji tanda-tanda infeksi setiap 8 jam sekali
- Observasi TTV- meakukan perawatan luka dengan teknik
aseptic- menelaskan pada pasien dan keluarga tentang
factor yang dapat menyebabkan infeksi- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antibiotic
Ceftriaxon 2x 500mg
S : klien mengatakan tidak terasa gatal, panas, pada
area genetalianya, hanya ada rasa nyeri yang terasa
O : tidak ada tanda-tanda infeksi
Suhu :36,30 ctanda –tanda infeksi : rubor (-) , tumor (-) , color (-) , dolor (-)
A : masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Page | 32
TGL DX IMPLEMENTASI EVALUASI
- mematasi jumlah pengunjung
15 November
2014
- mengaji tanda-tanda infeksi setiap 8 jam sekali
- Observasi TTV- meakukan perawatan luka dengan teknik
aseptic- menelaskan pada pasien dan keluarga tentang
factor yang dapat menyebabkan infeksi- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antibiotic
Ceftriaxon 2x 500mg
- mematasi jumlah pengunjung
S : klien mengatakan tidak terasa gatal, panas, pada
area genetalianya
O : tidak ada tanda-tanda infeksi
Suhu :360 ctanda –tanda infeksi : rubor (-) , tumor (-) , color (-) , dolor (-)
A : masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
16 November
2014
- mengaji tanda-tanda infeksi setiap 8 jam sekali
- Observasi TTV- meakukan perawatan luka dengan teknik
aseptic- menelaskan pada pasien dan keluarga tentang
factor yang dapat menyebabkan infeksi- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antibiotic
Ceftriaxon 2x 500mg
- mematasi jumlah pengunjung
S : klien mengatakan tidak terasa gatal, panas, pada
area genetalianya
O : tidak ada tanda-tanda infeksi
Suhu : 36,00 ctanda –tanda infeksi : rubor (-) , tumor (-) , color (-) , dolor (-)
A : masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Page | 33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia
merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra
terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah
batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali
berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
B. Saran
Kepada klien agar lebih mengetahui tentang hipospadia baik pengertian maupun gejalanya, sehingga apabila dijumpai tanda
gejala tersebut maka klien memahami dan mengerti tindakan apa saja yang diberikan oleh tim kesehatan.
Kepada tenaga kesehatan terutama perawat agar dapat memberi penanganan segara bila menemui kasus hipospadia, sehingga
tidak terjadi komplikasi yang berlanjut.
Kepada pembaca agar memahami apa itu hipospadia dan pencegahan yang dapat dilakukan, sehingga pembaca dapat menerapkan
prinsip preventif sebelum kuratif.
Page | 34
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby
Suriadi SKp, dkk. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Fajar Interpratama
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions classification (NIC). Mosby
Price, Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi. Jakarta: EGC
Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika
Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :EGC.
Page | 35
Tanggal Refisi Paraf Pembibing
27-03-2014 1. Tambahin latar belakang di indonesia
Page | 36
Page | 37