Resume Hipospadia

25
KONSEP HIPOSPADIA 1. Pengertian Hipospadia berasal dari dua kata yaitu ‘hypo’ yang berarti ‘dibawah’ dan ‘spadon’ yang berarti keratin yang panjang. Berikut beberapa pengertian mengenai hipospadia, yaitu: a. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374). b. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257). c. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288). d. Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum (daerah antara kemaluan dan anus). (Davis Hull, 1994). Gambar : Gambaran penis normal, hipospadia, dan severe hipospadia Hipospadia 1

Transcript of Resume Hipospadia

Page 1: Resume Hipospadia

KONSEP HIPOSPADIA

1. Pengertian

Hipospadia berasal dari dua kata yaitu ‘hypo’ yang berarti ‘dibawah’ dan ‘spadon’ yang

berarti keratin yang panjang.

Berikut beberapa pengertian mengenai hipospadia, yaitu:

a. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa

terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal

(ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).

b. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada

kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal

disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum,

1991 : 257).

c. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian

bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).

d. Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian

belakang batang penis atau bahkan pada perineum (daerah antara kemaluan dan anus).

(Davis Hull, 1994).

Gambar : Gambaran penis normal, hipospadia, dan severe hipospadia

Hipospadia adalah kelainan kongenital yang ditandai dengan letak meatus uretra yang

abnormal, yaitu di posterior penis. Terdapat berbagai derajat kelainan, tergantung pada posisi

meatus uretra. Hipospadia merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering

terjadi pada genetalia laki-laki, terjadi pada salah satu dalam 350 kelahiran laki-laki.

Sebagian besar penderita hipospadia memiliki bentuk penis yang melengkung akibat

terbentuknya jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitar.

Jaringan parut di sekitar muara saluran kencing tersebut disebut chordee. Selain itu, pada

penderita hipospadia biasanya juga memiliki kelainan berupa testis yang belum turun sampai

ke kantung kemaluannya (undescended testis).

Hipospadia 1

Page 2: Resume Hipospadia

2. Anatomi

Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang dibungkus oleh

tunika albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum dibagian tengahnya. Uretra melintasi

penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada alur diantara

kedua korpora kavernosa. Uretra muncul pada ujung distal dari glan penis yang berbentuk

konus. Fascia spermatika atau tunika dartos adalah suatu lapisan longgar penis yang terletak

pada fascia tersebut. Dibawah tunika dartos terdapat fascia Bucks yang mengelilingi korpora

kavernosa dan kemudian memisah untuk menutupi korpus spongiosum secara terpisah.

Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam fascia Bucks diantara kedua kavernosa.

Gambar : Anatomi Penis

Gambar : A. Penis normal dan B.Penis pada hipospadia

Hipospadia 2

Page 3: Resume Hipospadia

3. Embriologi

Pada embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan ektoderm dan entoderm. Baru

kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke

perifer, yang memisahkan ektoderm dan entoderm. Di bagian kaudal ektoderm dan entoderm

tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan

antaraumbilical cord dan tail yang disebut genital tuberkel. Dibawahnya pada garis tengah

terbentuk lekukan dimana bagian lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut genital

fold. Selama minggu ke 7, genital tuberkel akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah

bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi klitoris.

Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tuberkel tak terbentuk, sehingga penis juga

tidak terbentuk. Bagian anterior dari membran kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan

ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu, sepasang lipatan yang disebut genital fold akan

membentuk sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu diatas sinus

urogenitalia maka akan terjadi hipospadia. Selama periode ini juga, akan terbentuk genital

swelling di bagian lateral kanan dan kiri. Hipospadia yang terberat yaitu jenis penoskrotal

skrotal dan perineal, terjadi karena kegagalan fold dan genital swelling untuk bersatu di

tengah–tengah.

4. Etiologi

Hipospadia merupakan hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi pada

usia kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki pada umumnya

tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi reseptor androgen

oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangan sistem endokrin baik faktor-faktor endogen

atau eksogen dapat menyebabkan hipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain juga

telah dilaporkan. Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui. (Brouwers, 2006).

Berikut adalah beberapa faktor yang dianggap paling berpengaruh menurut para ahli :

a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone

Hormone yang dimaksud adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis

kelamin (pria) atau bisa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri didalam

tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah

terbentuk cukup akan tetapi apabila resepyornya tidak ada tetap saja tidak akan

memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim ya yang berperan dalam sintesis

hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

Hipospadia 3

Page 4: Resume Hipospadia

b. Faktor genetik

Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya karena mutasi pada gen yang

mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.

Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu faktor resiko terjadinya hipospadia.

Korelasi antara usia ibu yang tua dapat meningkatkan kejadian hipospadia dan lebih

ditandai dengan bentuk dari cacat lahir. (Fisch, 2001)

c. Lingkungan

Lingkungan yang biasanya menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat

teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Selain itu, kontaminasi lingkungan juga

dapat mengintervensi jalur androgen yang normal dan mengganggu sinyal seluler.

Beberapa bahan yang mengandung aktivitas ekstrogen, seperti pada insektisida untuk

tanaman, estrogen alami pada tumbuhan, produk-produk plastik, produk farmasi, bahan

logam pada industri makanan yang bagian dalamnya dilapisi oleh bahan plastic yang

mengandung substansi estrogen. Substansi estrogen juga dapat ditemukan pada air laut

dan air segar. Kontaminasi estrogen dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan

kesehatan. (Baskin, 2000)

Hipospadia sering disertai kelainan penyerta yang biasanya terjadi bersamaan pada penderita

hipospadia. Kelainan yang sering menyertia hipospadia adalah :

a. Undescensus testikulorum (tidak turunnya testis ke skrotum)

b. Hidrokel

c. Mikophalus / mikropenis

d. Interseksualitas

5. Manifestasi Klinis 

a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal dibagian bawah penis

yang menyerupai meatus uretra eksternus

b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian penis

c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang

hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar

d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis

e. Tunika dartos, fasia buchs dan korpus spongiosum tidak ada

f. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis

g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok

Hipospadia 4

Page 5: Resume Hipospadia

h. Sering disertai undes cended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum)

i. Kadang disertai kelainan congenital pada ginjal

 

6. Klasifikasi

Terdapat berbagai tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium atau posisi meatus uretra,

yaitu :

a. Tipe sederhana/tipe anterior 

Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular (hipospadia glanduler) dan coronal

(hipospadia koronal). Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glans penis. Secara

klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila

meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.

b. Tipe penil/tipe middel

Tipe middle ini terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrontal. Pada tipe

ini, meatus terletak antara glans penis dan skrotum (hipospadia penoskrotal). Biasanya

disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,

sehingga penis terlihat melengkung kebawah atau glans penis menjadi pipih. Pada

kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit

dibagian ventral preposium tidak ada maka sebaiknya sirkumisi karena sisa kulit yang

ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.

c. Tipe posterior

Tipe posterior terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini umumnya pertumbuhan

penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum befida, meatus uretra terbuka

lebar, dan umumnya testis tidak turun. Hipospadia perineal dapat menunjukkan

kemungkinan letak lubang kencing pada pasien hipospadia.

Ada beberapa type hipospadia :

Gambar : Jenis-jenis hipospadia berdasarkan letak lubang saluran kemih

Hipospadia 5

Page 6: Resume Hipospadia

a. Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah zakar.

b. Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan buah zakar.

c. Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah zakar (skrotum)

dan batang penis.

d. Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah pangkal penis.

e. Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian tengah batang penis.

f. Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah ujung batang penis.

g. Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus coronarius penis

(cekungan kepala penis).

h. Hipospadia type Granular, lubang kencing  sudah berada pada kepala penis hanya

letaknya masih berada di bawah kepala penisnya.

Gambar : Macam-macam hipospadia

Hipospadia 6

Page 7: Resume Hipospadia

7. Pemeriksaan Diagnostik

Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-obatan

diawal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan cairan kemih, dan adanya

penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi

kesehatan umum dan perkembangan pertumbuhan dengan perhatian khusus pada sistem

saluran kemih seperti pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir

lainnya. Khas pada hipospadia adalah maetus uretra pada bagian ventral dan perselubungan

pada daerah dorsal serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan

hipospadia berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding

uretra (corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat hipospadia sering

digambarkan sesuai dengan posisi meatus uretra dalam kaitannya dengan penis dan skrotum.

Ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk kemungkinan timbul keraguan karena dengan

adanya Chordee yang signifikan.

 Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin sebenarnya juga sangat

dekat dengan persimpangan penoscrotal dan karena itu setelah koreksi chordee, meatus akan

surut ke daerah proksimal batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang luas.

Sebaliknya, meatus yang terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordeecocok

dengan hipospadia ringan. Oleh karena itu, karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi

meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan penoscrotal dan

korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi dengan

mengompresi kavernosum terhadap rami pubis. Kehadiran satu atau kedua testis di skrotum

harus dicatat. Pada sebagian besar kasus, pasien dengan testis hipospadia ringan sampai

sedang dan kedua testis yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki normal. Namun

dalam kasus hipospadia yang berat terutama bila dikaiatkan dengan testis yang tidak turun

baik unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks. (Man, 1958)

Pada hipospadia jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diognostik,

namun dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospagia sering disertai

kelainan pada ginjal, urethroscopy dan cytosocopy untuk memastikan organ-organ

seksinternal terbentuk secara normal, dan excretory urography dilakukan untuk mendeteksi

ada tidaknya abnormalitas congenital  pada ginjal dan ureter.

Hipospadia 7

Page 8: Resume Hipospadia

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan.

8.1 Tujuan Pembedahan

a. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee

b. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti)

c. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik)

8.2 Teknik Pembedahan

Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada hipospadia glanular

uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat

direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal

advance and glanuloplasty], termasuk preputium plasty).

Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia

prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia

begitu spesial dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain

biasanya miksi dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok

agar urin tidak merembes kemana-mana. Anak yang menderita hipospadia sebaiknya

tindakan penyunatannya ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadia. Hal

ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit

preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita

hipospadia.

Ada banyak variasi tehnik dalam pembedahan hipospadia, yang popular adalah tunneling

sidiq-chaula, tehnik Horton dan devine, berikut penjelasannya :

a. Tehnik tunneling sidg-chaula, dilakukan operasi rekonstruksi dengan melalui 2 tahap : 

1) Tahap pertama dilakukan chordectomy, yaitu meluruskan penis dengan mengeksisi

chorde yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis bengkok.

Setelah itu dilakukan tes ereksi artificial. Bila chorde masih ada, maka diperlukan

reseksi lanjutan. Pada tahap ini bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel

pada usia 1 ½-2 tahun. Penis diharapkan lurus, namun meatus masih pada tempat

yang abnormal. Langkah selanjutnya adalah menutup sulcus uretra dan luka operasi

menggunakan kulit preputium penis.

2) Tahap kedua dilakukan uretroplasti. Tahap ini dilakukan 6 bulan pasca operasi tahap

pertama, saat parut sudah lunak. Uretroplasti yaitu membuat fassanaficularis baru

Hipospadia 8

Page 9: Resume Hipospadia

pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah

terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.

b. Tehnik Horton dan devine, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah

cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung

penis). Uretra dibuat dari flat mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan

pedikel kemudian pindah kebawah.

Gambar : Proses pembedahan hipospadia

8.3 Komplikasi Operasi

Jangka pendek

a. Edema lokal dan bintik-bintik perdarahan dapat terjadi segera setelah operasi dan

biasanya tidak menimbulkan masalah yang berarti.

b. Perdarahan postoperasi jarang terjadi dan biasanya dapat dikontrol dengan balut

tekan. Tidak jarang hal ini membutuhkan eksplorasi ulang untuk mengeluarkan

hematoma dan untuk mengidentifikasi dan mengatasi sumber perdarahan.

c. Infeksi merupakan komplikasi yang cukup jarang dari hipospadia. Dengan persiapan

kulit dan pemberian antibiotika perioperatif hal ini dapat dicegah.

Hipospadia 9

Page 10: Resume Hipospadia

Jangka panjang

a. Fistula : Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering muncul pada

operasi hipospadia.  Fistula jarang menutup spontan dan dapat diperbaiki dengan

penutupan berlapis dari flap kulit lokal.

b. Stenosis meatus :  Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi.  Adanya

aliran air seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas adanya stenosis

meatus.

c. Striktur : Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka panjang dari

operasi hipospadia.  Keadaan ini dapat diatasi dengan pembedahan, dan dapat

membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.

d. Divertikula :  Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan adanya

pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat mengakibatkan

obstruksi aliran dan berakhir pada divertikula uretra. Divertikula dapat terbentuk

walaupun tidak terdapat obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi

berhubungan dengan adanya graft atau flap pada operasi hipospadia, yang disangga

dari otot maupun subkutan dari jaringan uretra asal.

e. Terdapatnya rambut pada uretra : Kulit yang mengandung folikel rambut dihindari

digunakan dalam rekonstruksi hipospadia.  Bila kulit ini berhubungan dengan uretra,

hal ini dapat menimbulkan masalah berupa infeksi saluran kemih dan pembentukan

batu saat pubertas.  Biasanya untuk mengatasinya digunakan laser atau kauter,

bahkan bila cukup banyak dilakukan eksisi pada kulit yang mengandung folikel

rambut lalu kemudian diulang perbaikan hipospadia.

8.4 Perawatan Pasca Operasi

Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pasca

operasi dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk dilalui oleh urin karena

biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya.

Urin untuk sementara dikeluarkan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria

(kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat oleh dokter bedah sekitar daerah di bawah

umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.

8.5 Follow Up

Setelah operasi, pasien dianjurkan tirah barih dan dilakukan kompres dingin pada area

operasi selama 2 hari pertama untuk mengurangi edema dan nyeri serta menjaga daerah

Hipospadia 10

Page 11: Resume Hipospadia

operasi tetap bersih. Pasien yang menggunakan kateter suprapubik, dapat juga memerlukan

stent uretra yang kecil dan dapat dicabut pada hari ke lima postoperasi. Pada pasien yang

menggunakan graft tube atau flap prepusium, proses miksi dilakukan melalui kateter

suprapubik perkutan. Tergantung dari proses penyembuhan luka, kateter ini ditutup pada hari

ke 10-14 untuk percobaan miksi. Bila terdapat kesulitan metode ini diulang 3-4 hari

kemudian.

Bila hingga 3 minggu fistula tetap ada, proses miksi diteruskan seperti biasanya

kemudian pasien disarankkan untuk memperbaiki hasil operasi 6 bulan kemudian bila proses

inflamasi sudah menghilang. Biasanya fistula yang kecil dapat menutup dengan spontan.

Setelah percobaan miksi, pasien dapat mandi seperti biasanya. Balutan dapat lepas

dengan spontan.  Setelah pelepasan dari sten, orang tua diminta untuk menjaga meatus tetap

terbuka dengan menggunakan tutup tabung salep mata Neosporin sehingga krusta pada

meatus tidak mengakibatkan obstruksi distal yang berkembang menjadi fistula.

9. Komplikasi

Komplikasi awal hipospadia :

a. Infertility

b. Resiko hernia inguinalis

c. Gangguan psikososial

d. perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap, dan edema

Komplikasi lanjut :

a. Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis

b. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama

c. Fistula uretrocutaneus

d. Striktur uretra

e. Adanya rambut dalam uretra

10. Prognosis

Dengan perbaikan pada prosedur anestesi, alat jahitan, balutan, dan antibiotik yang ada

sekarang, operasi hipospadia telah menjadi operasi yang cukup sukses dilakukan. Hasil yang

fungsional dari koreksi hipospadia secara keseluruhan sukses diperoleh, insidensi fistula atau

stenosis berkurang, dan lama perawatan rumah sakit serta prognosis juga lebih baik untuk

perbaikan hipospadia.

Hipospadia 11

Page 12: Resume Hipospadia

ASUHAN KEPERAWATAN

Tijauan Kasus

Anak S (6 th) dirawat di RS karena BAKnya dibawah penis. Klien mengeluh malu dengan

teman sebayanya karna kalau BAK harus jongkok dan membuka celananya. Dokter

merencanakan untuk melakukan operasi. Menurut keterangan ibunya, kelainan tersebut sudah

ada sejak lahir. Menurut dokter yang menolong ketika persalinan, An S tidak diperbolehkan

dulu disunat sebelum dilakukan repair. Setelah 2 hari dirawat, pada hari klien dioperasi

Cordectomy dan urethroplasty, POD 1 klien mengeluh nyeri pada penisnya, BAK melalui

kateter. Terapi yang diberikan IVFD NaCl 1500 cc/24 jam, KAEN 3B; Cefotaxime 2x1 gr;

dan Antrain 3x250 mg

1. Pengkajian

Pre-Op

Biodata Klien

Nama : An. S

Usia : 6 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : -

Diagnosa Medis : Hipospadia

Keluhan Utama : BAK di bawah penis

Riwayat Kesehatan Sekarang : -

Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Menurut Ibunya, kelainan tersebut sudah ada sejak lahir.

Menurut dokter yang menolong ketika persalinan, An. S tidak boleh disunat sebelum

dilakukan repair. (Tanyakan juga riwayat pengobatan ibu waktu hamil)

Riwayat Kesehatan Keluarga : -

Riwayat Psikososial : Klien mengeluh malu dengan teman sebayanya karena kalau

BAK harus jongkok dan membuka celananya.

Pemeriksaan Fisik : - (Inspeksi kelainan letak meatus uretra, palpasi adanya

distensi pada kandung kemih)

Pemeriksaan Penunjang : - (Kaji adanya kelainan penyerta, seperti kelainan pada ginja

atau ureter dengan menggunakan USG, sitoskopi, atau pun dengan excretory urography)

Riwayat Terapi : Dokter merencanakan operasi chordectomy dan urethroplasty

Hipospadia 14

Page 13: Resume Hipospadia

Post-Op

Keluhan Utama : Klien mengeluh nyeri pada penisnya.

Riwayat Kesehatan Sekarang : - (Kaji PQRST nyeri)

Pola Eliminasi : BAK melalui kateter

Pemeriksaan Fisik : - (Kaji TTV, keadaan luka, dan drainase kateter)

Pemeriksaan Diagnostik : - (Kaji analisa urin untuk protein, sel darah merah, kaji jumlah

WBC, RBC, platelet)

Riwayat Terapi :

IVFD NaCl 1500 cc/24 jam

KAEN 3B

Cefotaxime 2x1 gr

Antrain 3x250 mg

2. Analisa Data

No Data EtiologiMasalah

Keperawatan

1. DS : Klien mengeluh malu dengan teman sebayanya karena harus jongkok dan membuka celananya saat BAKDO : -

Gangguan body

image

2. DS : Klien mengeluh

nyeri pada penisnya

DO : Antrain

Gangguan rasa

nyaman : Nyeri

3. DS : -

DO : Adanya luka pasca

operasi, terpasangnya

kateter, Cefotaxime

Resiko tinggi

terhadap infeksi

Hipospadia 15

Page 14: Resume Hipospadia

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Pre-Op

a. Dx 1 : Gangguan body image b.d perbedaan penampilan di t.d klien mengeluh malu

dengan teman sebayanya karena harus jongkok dan membuka celananya saat

BAK.

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan, klien menunjukkan sikap penerimaan atas

penampilannya, secara verbal klien mengatakan tidak malu dengan keadaannya.

Intervensi Rasional

1. Kaji perasaan anak dan perhatian anak

terhadap penampilannya.

Membantu dalam penentuan intervensi

yang efektif.

2. Berikan umpan balik positif terhadap

perasaan anak.

Menunjukkan sikap penerimaan dan

meningkatkan rasa percaya diri klien.

3. Dukung sosialisasi anak. Interaksi sosial memperkuat kesan bahwa

klien diterima dan memberikan sistem

pendukung.

4. Bantu klien untuk mengidentifikasi hal

positif yang ada pada diri klien.

Membantu klien berfokus pada

karakterisitik positif, bukan hanya pada

perbedaan citra tubuh yang dialaminya.

Post-Op

a. Dx 1 : Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma jaringan akibat post prosedur

operasi di t.d klien mengeluh nyeri pada penisnya POD 1

Tupen : Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, nyeri klien berkurang dengan KH :

Secara verbal klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang, klien mampu

mengontrol nyeri dengan mengatur possisi tubuh, klien tampak nyaman dan rileks.

Tupan : Setelah dilakukan perawatan 7x24 jam, nyeri yang dialami klien dapat diatasi.

Intervensi Rasional

1. Kaji mengenai PQRST nyeri yang

dialami klien.

Menentukan pilihan intervensi yang tepat.

2. Jelaskan tentang penyebab nyeri dan

prosedur antisipasi yang dapat dilakukan

klien.

Informasi dapat mengurangi ketakutan

klien terhadap sesuatu yang tidak

diketahui.

3. Ajarkan pada klien mengenai teknik

manajement nyeri (relaksasi dengan

Relaksasi dan imajinasi dapat

meningkatkan rasa kontrol dan

Hipospadia 16

Page 15: Resume Hipospadia

nafas dalam, distraksi, imaging, dll). memberikan pengalihan yang

menyenangkan. Distraksi dapat membantu

mengurangi nyeri dengan mengalihkan

fokus perhatian klien terhadap nyeri.

4. Monitor adanya tekukan atau kemacetan

pada kateter.

Menjaga drainase adekuat untuk

menghindari aliran balik akibat kemacetan

kateter.

5. Pertahankan klien untuk tirah baring

sampai kateter dilepas dan lakukan

kompres dingin pada area operasi

selama 2 hari pertama.

Untuk mengurangi edema dan nyeri serta

menjaga daerah operasi tetap bersih.

6. Atur posisi tidur klien sesuai dengan

kebutuhan.

Memberikan rasa nyaman kepada klien.

7. Libatkan keluarga dalam tindakan

keperawatan.

Anak akan berespon lebih terbuka ketika

orang tua hadir, kehadiran orang tua

memberikan dukungan dan meningkatkan

kepercayaan anak.

8. Kolaborasi : Berikan analgesik sesuai

dengan indikasi.

Analgesik secara farmakologis dapat

memblok rangsang nyeri sehingga nyeri

berkurang.

b. Dx 2 : Resiko tinggi terhadap infeksi b.d invasi organisme akibat pemasangan

kateter secara invasif di t.d adanya luka pasca operasi, terpasangnya kateter

Tupen : Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, infeksi tidak terjadi dengan KH : Tidak

ada tanda-tanda infeksi, TTV dalam batas normal, Leukosit dalam batas normal.

Tupan : Setelah dilakukan tindakan perawatan 7x24 jam, infeksi tidak terjadi.

Intervensi Rasional

1. Kaji urine, drainase, purulen, bau, dan

warna luka.

Pemeriksaan urin untuk mengetahui

adanya bakteri dalam urin. Pemeriksaan

luka memberikan deteksi dini terjadinya

proses infeksi, pengawasan penyembuhan

luka.

2. Monitor TTV dan leukosit. Adanya perubahan TTV dan peningkatan

leukosit dapat menjadi tanda terjadinya

Hipospadia 17

Page 16: Resume Hipospadia

infeksi.

3. Monitor intake dan output cairan. Menjaga keseimbangan cairan klien.

4. Berikan cairan oral secara adekuat. Untuk mempertahankan aliran ginjal dan

mengencerkan toksin.

5. Kaji gaya gravitasi urin atau BJ urin. Mengetahui keadaan urin.

6. Lakukan pencucian tangan yang baik

dan gunakan teknik aseptik dalam

melakukan perawatan.

Menurunkan resiko kontaminasi silang.

7. Ajarkan pada klien dan keluarga

mengenai cara prosedur perawatan luka.

Melibatkan keluarga dalam proses

perawatan, mempersiapkan keluarga agar

dapat melakukan perawatan secara

mandiri.

8. Kolaborasi : Berikan antiobiotik sesuai

dengan indikasi.

Mencegah terjadinya infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Hipospadia 18

Page 17: Resume Hipospadia

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi

Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan

Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:

EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Niakurniasih, Sudiariandini S. (1997). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Suriadi SKp, dkk. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Fajar Interpratama.

Tucker, S. (1998). Patient Care Standarts : Nursing Process, Diagnosis, and Outcome.

(Yasmin, Penerjemah) California ; Mosby. (Sumber asli diterbitkan 1992).

Hipospadia 19