Resume Hipospadia
-
Upload
tri-nur-jayanti -
Category
Documents
-
view
435 -
download
6
Transcript of Resume Hipospadia
KONSEP HIPOSPADIA
1. Pengertian
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu ‘hypo’ yang berarti ‘dibawah’ dan ‘spadon’ yang
berarti keratin yang panjang.
Berikut beberapa pengertian mengenai hipospadia, yaitu:
a. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa
terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal
(ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
b. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal
disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum,
1991 : 257).
c. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian
bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
d. Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian
belakang batang penis atau bahkan pada perineum (daerah antara kemaluan dan anus).
(Davis Hull, 1994).
Gambar : Gambaran penis normal, hipospadia, dan severe hipospadia
Hipospadia adalah kelainan kongenital yang ditandai dengan letak meatus uretra yang
abnormal, yaitu di posterior penis. Terdapat berbagai derajat kelainan, tergantung pada posisi
meatus uretra. Hipospadia merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering
terjadi pada genetalia laki-laki, terjadi pada salah satu dalam 350 kelahiran laki-laki.
Sebagian besar penderita hipospadia memiliki bentuk penis yang melengkung akibat
terbentuknya jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitar.
Jaringan parut di sekitar muara saluran kencing tersebut disebut chordee. Selain itu, pada
penderita hipospadia biasanya juga memiliki kelainan berupa testis yang belum turun sampai
ke kantung kemaluannya (undescended testis).
Hipospadia 1
2. Anatomi
Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang dibungkus oleh
tunika albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum dibagian tengahnya. Uretra melintasi
penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada alur diantara
kedua korpora kavernosa. Uretra muncul pada ujung distal dari glan penis yang berbentuk
konus. Fascia spermatika atau tunika dartos adalah suatu lapisan longgar penis yang terletak
pada fascia tersebut. Dibawah tunika dartos terdapat fascia Bucks yang mengelilingi korpora
kavernosa dan kemudian memisah untuk menutupi korpus spongiosum secara terpisah.
Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam fascia Bucks diantara kedua kavernosa.
Gambar : Anatomi Penis
Gambar : A. Penis normal dan B.Penis pada hipospadia
Hipospadia 2
3. Embriologi
Pada embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan ektoderm dan entoderm. Baru
kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke
perifer, yang memisahkan ektoderm dan entoderm. Di bagian kaudal ektoderm dan entoderm
tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan
antaraumbilical cord dan tail yang disebut genital tuberkel. Dibawahnya pada garis tengah
terbentuk lekukan dimana bagian lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut genital
fold. Selama minggu ke 7, genital tuberkel akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah
bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi klitoris.
Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tuberkel tak terbentuk, sehingga penis juga
tidak terbentuk. Bagian anterior dari membran kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan
ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu, sepasang lipatan yang disebut genital fold akan
membentuk sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu diatas sinus
urogenitalia maka akan terjadi hipospadia. Selama periode ini juga, akan terbentuk genital
swelling di bagian lateral kanan dan kiri. Hipospadia yang terberat yaitu jenis penoskrotal
skrotal dan perineal, terjadi karena kegagalan fold dan genital swelling untuk bersatu di
tengah–tengah.
4. Etiologi
Hipospadia merupakan hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi pada
usia kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki pada umumnya
tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi reseptor androgen
oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangan sistem endokrin baik faktor-faktor endogen
atau eksogen dapat menyebabkan hipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain juga
telah dilaporkan. Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui. (Brouwers, 2006).
Berikut adalah beberapa faktor yang dianggap paling berpengaruh menurut para ahli :
a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria) atau bisa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri didalam
tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila resepyornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim ya yang berperan dalam sintesis
hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
Hipospadia 3
b. Faktor genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya karena mutasi pada gen yang
mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu faktor resiko terjadinya hipospadia.
Korelasi antara usia ibu yang tua dapat meningkatkan kejadian hipospadia dan lebih
ditandai dengan bentuk dari cacat lahir. (Fisch, 2001)
c. Lingkungan
Lingkungan yang biasanya menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Selain itu, kontaminasi lingkungan juga
dapat mengintervensi jalur androgen yang normal dan mengganggu sinyal seluler.
Beberapa bahan yang mengandung aktivitas ekstrogen, seperti pada insektisida untuk
tanaman, estrogen alami pada tumbuhan, produk-produk plastik, produk farmasi, bahan
logam pada industri makanan yang bagian dalamnya dilapisi oleh bahan plastic yang
mengandung substansi estrogen. Substansi estrogen juga dapat ditemukan pada air laut
dan air segar. Kontaminasi estrogen dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan
kesehatan. (Baskin, 2000)
Hipospadia sering disertai kelainan penyerta yang biasanya terjadi bersamaan pada penderita
hipospadia. Kelainan yang sering menyertia hipospadia adalah :
a. Undescensus testikulorum (tidak turunnya testis ke skrotum)
b. Hidrokel
c. Mikophalus / mikropenis
d. Interseksualitas
5. Manifestasi Klinis
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal dibagian bawah penis
yang menyerupai meatus uretra eksternus
b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian penis
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis
e. Tunika dartos, fasia buchs dan korpus spongiosum tidak ada
f. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis
g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok
Hipospadia 4
h. Sering disertai undes cended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum)
i. Kadang disertai kelainan congenital pada ginjal
6. Klasifikasi
Terdapat berbagai tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium atau posisi meatus uretra,
yaitu :
a. Tipe sederhana/tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular (hipospadia glanduler) dan coronal
(hipospadia koronal). Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glans penis. Secara
klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila
meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b. Tipe penil/tipe middel
Tipe middle ini terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrontal. Pada tipe
ini, meatus terletak antara glans penis dan skrotum (hipospadia penoskrotal). Biasanya
disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,
sehingga penis terlihat melengkung kebawah atau glans penis menjadi pipih. Pada
kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit
dibagian ventral preposium tidak ada maka sebaiknya sirkumisi karena sisa kulit yang
ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
c. Tipe posterior
Tipe posterior terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini umumnya pertumbuhan
penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum befida, meatus uretra terbuka
lebar, dan umumnya testis tidak turun. Hipospadia perineal dapat menunjukkan
kemungkinan letak lubang kencing pada pasien hipospadia.
Ada beberapa type hipospadia :
Gambar : Jenis-jenis hipospadia berdasarkan letak lubang saluran kemih
Hipospadia 5
a. Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah zakar.
b. Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan buah zakar.
c. Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah zakar (skrotum)
dan batang penis.
d. Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah pangkal penis.
e. Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian tengah batang penis.
f. Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah ujung batang penis.
g. Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus coronarius penis
(cekungan kepala penis).
h. Hipospadia type Granular, lubang kencing sudah berada pada kepala penis hanya
letaknya masih berada di bawah kepala penisnya.
Gambar : Macam-macam hipospadia
Hipospadia 6
7. Pemeriksaan Diagnostik
Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-obatan
diawal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan cairan kemih, dan adanya
penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi
kesehatan umum dan perkembangan pertumbuhan dengan perhatian khusus pada sistem
saluran kemih seperti pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir
lainnya. Khas pada hipospadia adalah maetus uretra pada bagian ventral dan perselubungan
pada daerah dorsal serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan
hipospadia berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding
uretra (corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat hipospadia sering
digambarkan sesuai dengan posisi meatus uretra dalam kaitannya dengan penis dan skrotum.
Ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk kemungkinan timbul keraguan karena dengan
adanya Chordee yang signifikan.
Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin sebenarnya juga sangat
dekat dengan persimpangan penoscrotal dan karena itu setelah koreksi chordee, meatus akan
surut ke daerah proksimal batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang luas.
Sebaliknya, meatus yang terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordeecocok
dengan hipospadia ringan. Oleh karena itu, karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi
meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan penoscrotal dan
korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi dengan
mengompresi kavernosum terhadap rami pubis. Kehadiran satu atau kedua testis di skrotum
harus dicatat. Pada sebagian besar kasus, pasien dengan testis hipospadia ringan sampai
sedang dan kedua testis yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki normal. Namun
dalam kasus hipospadia yang berat terutama bila dikaiatkan dengan testis yang tidak turun
baik unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks. (Man, 1958)
Pada hipospadia jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diognostik,
namun dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospagia sering disertai
kelainan pada ginjal, urethroscopy dan cytosocopy untuk memastikan organ-organ
seksinternal terbentuk secara normal, dan excretory urography dilakukan untuk mendeteksi
ada tidaknya abnormalitas congenital pada ginjal dan ureter.
Hipospadia 7
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan.
8.1 Tujuan Pembedahan
a. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee
b. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti)
c. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik)
8.2 Teknik Pembedahan
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada hipospadia glanular
uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat
direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal
advance and glanuloplasty], termasuk preputium plasty).
Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia
prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia
begitu spesial dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain
biasanya miksi dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok
agar urin tidak merembes kemana-mana. Anak yang menderita hipospadia sebaiknya
tindakan penyunatannya ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadia. Hal
ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit
preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita
hipospadia.
Ada banyak variasi tehnik dalam pembedahan hipospadia, yang popular adalah tunneling
sidiq-chaula, tehnik Horton dan devine, berikut penjelasannya :
a. Tehnik tunneling sidg-chaula, dilakukan operasi rekonstruksi dengan melalui 2 tahap :
1) Tahap pertama dilakukan chordectomy, yaitu meluruskan penis dengan mengeksisi
chorde yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis bengkok.
Setelah itu dilakukan tes ereksi artificial. Bila chorde masih ada, maka diperlukan
reseksi lanjutan. Pada tahap ini bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel
pada usia 1 ½-2 tahun. Penis diharapkan lurus, namun meatus masih pada tempat
yang abnormal. Langkah selanjutnya adalah menutup sulcus uretra dan luka operasi
menggunakan kulit preputium penis.
2) Tahap kedua dilakukan uretroplasti. Tahap ini dilakukan 6 bulan pasca operasi tahap
pertama, saat parut sudah lunak. Uretroplasti yaitu membuat fassanaficularis baru
Hipospadia 8
pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah
terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
b. Tehnik Horton dan devine, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah
cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung
penis). Uretra dibuat dari flat mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan
pedikel kemudian pindah kebawah.
Gambar : Proses pembedahan hipospadia
8.3 Komplikasi Operasi
Jangka pendek
a. Edema lokal dan bintik-bintik perdarahan dapat terjadi segera setelah operasi dan
biasanya tidak menimbulkan masalah yang berarti.
b. Perdarahan postoperasi jarang terjadi dan biasanya dapat dikontrol dengan balut
tekan. Tidak jarang hal ini membutuhkan eksplorasi ulang untuk mengeluarkan
hematoma dan untuk mengidentifikasi dan mengatasi sumber perdarahan.
c. Infeksi merupakan komplikasi yang cukup jarang dari hipospadia. Dengan persiapan
kulit dan pemberian antibiotika perioperatif hal ini dapat dicegah.
Hipospadia 9
Jangka panjang
a. Fistula : Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering muncul pada
operasi hipospadia. Fistula jarang menutup spontan dan dapat diperbaiki dengan
penutupan berlapis dari flap kulit lokal.
b. Stenosis meatus : Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi. Adanya
aliran air seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas adanya stenosis
meatus.
c. Striktur : Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka panjang dari
operasi hipospadia. Keadaan ini dapat diatasi dengan pembedahan, dan dapat
membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.
d. Divertikula : Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan adanya
pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat mengakibatkan
obstruksi aliran dan berakhir pada divertikula uretra. Divertikula dapat terbentuk
walaupun tidak terdapat obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi
berhubungan dengan adanya graft atau flap pada operasi hipospadia, yang disangga
dari otot maupun subkutan dari jaringan uretra asal.
e. Terdapatnya rambut pada uretra : Kulit yang mengandung folikel rambut dihindari
digunakan dalam rekonstruksi hipospadia. Bila kulit ini berhubungan dengan uretra,
hal ini dapat menimbulkan masalah berupa infeksi saluran kemih dan pembentukan
batu saat pubertas. Biasanya untuk mengatasinya digunakan laser atau kauter,
bahkan bila cukup banyak dilakukan eksisi pada kulit yang mengandung folikel
rambut lalu kemudian diulang perbaikan hipospadia.
8.4 Perawatan Pasca Operasi
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pasca
operasi dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk dilalui oleh urin karena
biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya.
Urin untuk sementara dikeluarkan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria
(kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat oleh dokter bedah sekitar daerah di bawah
umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
8.5 Follow Up
Setelah operasi, pasien dianjurkan tirah barih dan dilakukan kompres dingin pada area
operasi selama 2 hari pertama untuk mengurangi edema dan nyeri serta menjaga daerah
Hipospadia 10
operasi tetap bersih. Pasien yang menggunakan kateter suprapubik, dapat juga memerlukan
stent uretra yang kecil dan dapat dicabut pada hari ke lima postoperasi. Pada pasien yang
menggunakan graft tube atau flap prepusium, proses miksi dilakukan melalui kateter
suprapubik perkutan. Tergantung dari proses penyembuhan luka, kateter ini ditutup pada hari
ke 10-14 untuk percobaan miksi. Bila terdapat kesulitan metode ini diulang 3-4 hari
kemudian.
Bila hingga 3 minggu fistula tetap ada, proses miksi diteruskan seperti biasanya
kemudian pasien disarankkan untuk memperbaiki hasil operasi 6 bulan kemudian bila proses
inflamasi sudah menghilang. Biasanya fistula yang kecil dapat menutup dengan spontan.
Setelah percobaan miksi, pasien dapat mandi seperti biasanya. Balutan dapat lepas
dengan spontan. Setelah pelepasan dari sten, orang tua diminta untuk menjaga meatus tetap
terbuka dengan menggunakan tutup tabung salep mata Neosporin sehingga krusta pada
meatus tidak mengakibatkan obstruksi distal yang berkembang menjadi fistula.
9. Komplikasi
Komplikasi awal hipospadia :
a. Infertility
b. Resiko hernia inguinalis
c. Gangguan psikososial
d. perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap, dan edema
Komplikasi lanjut :
a. Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis
b. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama
c. Fistula uretrocutaneus
d. Striktur uretra
e. Adanya rambut dalam uretra
10. Prognosis
Dengan perbaikan pada prosedur anestesi, alat jahitan, balutan, dan antibiotik yang ada
sekarang, operasi hipospadia telah menjadi operasi yang cukup sukses dilakukan. Hasil yang
fungsional dari koreksi hipospadia secara keseluruhan sukses diperoleh, insidensi fistula atau
stenosis berkurang, dan lama perawatan rumah sakit serta prognosis juga lebih baik untuk
perbaikan hipospadia.
Hipospadia 11
ASUHAN KEPERAWATAN
Tijauan Kasus
Anak S (6 th) dirawat di RS karena BAKnya dibawah penis. Klien mengeluh malu dengan
teman sebayanya karna kalau BAK harus jongkok dan membuka celananya. Dokter
merencanakan untuk melakukan operasi. Menurut keterangan ibunya, kelainan tersebut sudah
ada sejak lahir. Menurut dokter yang menolong ketika persalinan, An S tidak diperbolehkan
dulu disunat sebelum dilakukan repair. Setelah 2 hari dirawat, pada hari klien dioperasi
Cordectomy dan urethroplasty, POD 1 klien mengeluh nyeri pada penisnya, BAK melalui
kateter. Terapi yang diberikan IVFD NaCl 1500 cc/24 jam, KAEN 3B; Cefotaxime 2x1 gr;
dan Antrain 3x250 mg
1. Pengkajian
Pre-Op
Biodata Klien
Nama : An. S
Usia : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Diagnosa Medis : Hipospadia
Keluhan Utama : BAK di bawah penis
Riwayat Kesehatan Sekarang : -
Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Menurut Ibunya, kelainan tersebut sudah ada sejak lahir.
Menurut dokter yang menolong ketika persalinan, An. S tidak boleh disunat sebelum
dilakukan repair. (Tanyakan juga riwayat pengobatan ibu waktu hamil)
Riwayat Kesehatan Keluarga : -
Riwayat Psikososial : Klien mengeluh malu dengan teman sebayanya karena kalau
BAK harus jongkok dan membuka celananya.
Pemeriksaan Fisik : - (Inspeksi kelainan letak meatus uretra, palpasi adanya
distensi pada kandung kemih)
Pemeriksaan Penunjang : - (Kaji adanya kelainan penyerta, seperti kelainan pada ginja
atau ureter dengan menggunakan USG, sitoskopi, atau pun dengan excretory urography)
Riwayat Terapi : Dokter merencanakan operasi chordectomy dan urethroplasty
Hipospadia 14
Post-Op
Keluhan Utama : Klien mengeluh nyeri pada penisnya.
Riwayat Kesehatan Sekarang : - (Kaji PQRST nyeri)
Pola Eliminasi : BAK melalui kateter
Pemeriksaan Fisik : - (Kaji TTV, keadaan luka, dan drainase kateter)
Pemeriksaan Diagnostik : - (Kaji analisa urin untuk protein, sel darah merah, kaji jumlah
WBC, RBC, platelet)
Riwayat Terapi :
IVFD NaCl 1500 cc/24 jam
KAEN 3B
Cefotaxime 2x1 gr
Antrain 3x250 mg
2. Analisa Data
No Data EtiologiMasalah
Keperawatan
1. DS : Klien mengeluh malu dengan teman sebayanya karena harus jongkok dan membuka celananya saat BAKDO : -
Gangguan body
image
2. DS : Klien mengeluh
nyeri pada penisnya
DO : Antrain
Gangguan rasa
nyaman : Nyeri
3. DS : -
DO : Adanya luka pasca
operasi, terpasangnya
kateter, Cefotaxime
Resiko tinggi
terhadap infeksi
Hipospadia 15
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Pre-Op
a. Dx 1 : Gangguan body image b.d perbedaan penampilan di t.d klien mengeluh malu
dengan teman sebayanya karena harus jongkok dan membuka celananya saat
BAK.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan, klien menunjukkan sikap penerimaan atas
penampilannya, secara verbal klien mengatakan tidak malu dengan keadaannya.
Intervensi Rasional
1. Kaji perasaan anak dan perhatian anak
terhadap penampilannya.
Membantu dalam penentuan intervensi
yang efektif.
2. Berikan umpan balik positif terhadap
perasaan anak.
Menunjukkan sikap penerimaan dan
meningkatkan rasa percaya diri klien.
3. Dukung sosialisasi anak. Interaksi sosial memperkuat kesan bahwa
klien diterima dan memberikan sistem
pendukung.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi hal
positif yang ada pada diri klien.
Membantu klien berfokus pada
karakterisitik positif, bukan hanya pada
perbedaan citra tubuh yang dialaminya.
Post-Op
a. Dx 1 : Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma jaringan akibat post prosedur
operasi di t.d klien mengeluh nyeri pada penisnya POD 1
Tupen : Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, nyeri klien berkurang dengan KH :
Secara verbal klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang, klien mampu
mengontrol nyeri dengan mengatur possisi tubuh, klien tampak nyaman dan rileks.
Tupan : Setelah dilakukan perawatan 7x24 jam, nyeri yang dialami klien dapat diatasi.
Intervensi Rasional
1. Kaji mengenai PQRST nyeri yang
dialami klien.
Menentukan pilihan intervensi yang tepat.
2. Jelaskan tentang penyebab nyeri dan
prosedur antisipasi yang dapat dilakukan
klien.
Informasi dapat mengurangi ketakutan
klien terhadap sesuatu yang tidak
diketahui.
3. Ajarkan pada klien mengenai teknik
manajement nyeri (relaksasi dengan
Relaksasi dan imajinasi dapat
meningkatkan rasa kontrol dan
Hipospadia 16
nafas dalam, distraksi, imaging, dll). memberikan pengalihan yang
menyenangkan. Distraksi dapat membantu
mengurangi nyeri dengan mengalihkan
fokus perhatian klien terhadap nyeri.
4. Monitor adanya tekukan atau kemacetan
pada kateter.
Menjaga drainase adekuat untuk
menghindari aliran balik akibat kemacetan
kateter.
5. Pertahankan klien untuk tirah baring
sampai kateter dilepas dan lakukan
kompres dingin pada area operasi
selama 2 hari pertama.
Untuk mengurangi edema dan nyeri serta
menjaga daerah operasi tetap bersih.
6. Atur posisi tidur klien sesuai dengan
kebutuhan.
Memberikan rasa nyaman kepada klien.
7. Libatkan keluarga dalam tindakan
keperawatan.
Anak akan berespon lebih terbuka ketika
orang tua hadir, kehadiran orang tua
memberikan dukungan dan meningkatkan
kepercayaan anak.
8. Kolaborasi : Berikan analgesik sesuai
dengan indikasi.
Analgesik secara farmakologis dapat
memblok rangsang nyeri sehingga nyeri
berkurang.
b. Dx 2 : Resiko tinggi terhadap infeksi b.d invasi organisme akibat pemasangan
kateter secara invasif di t.d adanya luka pasca operasi, terpasangnya kateter
Tupen : Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, infeksi tidak terjadi dengan KH : Tidak
ada tanda-tanda infeksi, TTV dalam batas normal, Leukosit dalam batas normal.
Tupan : Setelah dilakukan tindakan perawatan 7x24 jam, infeksi tidak terjadi.
Intervensi Rasional
1. Kaji urine, drainase, purulen, bau, dan
warna luka.
Pemeriksaan urin untuk mengetahui
adanya bakteri dalam urin. Pemeriksaan
luka memberikan deteksi dini terjadinya
proses infeksi, pengawasan penyembuhan
luka.
2. Monitor TTV dan leukosit. Adanya perubahan TTV dan peningkatan
leukosit dapat menjadi tanda terjadinya
Hipospadia 17
infeksi.
3. Monitor intake dan output cairan. Menjaga keseimbangan cairan klien.
4. Berikan cairan oral secara adekuat. Untuk mempertahankan aliran ginjal dan
mengencerkan toksin.
5. Kaji gaya gravitasi urin atau BJ urin. Mengetahui keadaan urin.
6. Lakukan pencucian tangan yang baik
dan gunakan teknik aseptik dalam
melakukan perawatan.
Menurunkan resiko kontaminasi silang.
7. Ajarkan pada klien dan keluarga
mengenai cara prosedur perawatan luka.
Melibatkan keluarga dalam proses
perawatan, mempersiapkan keluarga agar
dapat melakukan perawatan secara
mandiri.
8. Kolaborasi : Berikan antiobiotik sesuai
dengan indikasi.
Mencegah terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Hipospadia 18
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Niakurniasih, Sudiariandini S. (1997). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.
Suriadi SKp, dkk. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Fajar Interpratama.
Tucker, S. (1998). Patient Care Standarts : Nursing Process, Diagnosis, and Outcome.
(Yasmin, Penerjemah) California ; Mosby. (Sumber asli diterbitkan 1992).
Hipospadia 19