Herpes Zoster 2

23
PENDAHULUAN 1. DEFINISI Herpes zoster merupakan penyakit infeksi oleh virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi sebagai reaktivasi virus varisela zoster yang masuk melalui saraf kutan selama episode awal cacar air, kemudian menetap di ganglion spinalis posterior. Herpes zoster umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama orang tua dan individu yang mengalami imunitas tubuh yang kurang. Adapun faktor penting yang mempengaruhi penyakit ini adalah umur, obat imunosupresif, limfoma, kelelahan, gangguan emosional, dan terapi radiasi yang berdasarkan hasil penelitian terbukti juga dapat terlibat dalam pengaktifan kembali virus herpes, yang kemudian kembali ke saraf sensorik dan menginfeksi kulit. 1 2. EPIDEMIOLOGI Herpes zoster merupakan reaktivasi infeksi varisela laten dan berkembang sekitar 20% pada orang dewasa yang sehat dan 50% pada orang yang mengalami penurunan sistem imun. Insiden dan keparahan dari herpes zoster meningkat berdasarkan umur, dengan insiden peningkatan 1

description

Herpes zoster

Transcript of Herpes Zoster 2

PENDAHULUAN

1. DEFINISIHerpes zoster merupakan penyakit infeksi oleh virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi sebagai reaktivasi virus varisela zoster yang masuk melalui saraf kutan selama episode awal cacar air, kemudian menetap di ganglion spinalis posterior. Herpes zoster umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama orang tua dan individu yang mengalami imunitas tubuh yang kurang. Adapun faktor penting yang mempengaruhi penyakit ini adalah umur, obat imunosupresif, limfoma, kelelahan, gangguan emosional, dan terapi radiasi yang berdasarkan hasil penelitian terbukti juga dapat terlibat dalam pengaktifan kembali virus herpes, yang kemudian kembali ke saraf sensorik dan menginfeksi kulit.1

2. EPIDEMIOLOGIHerpes zoster merupakan reaktivasi infeksi varisela laten dan berkembang sekitar 20% pada orang dewasa yang sehat dan 50% pada orang yang mengalami penurunan sistem imun. Insiden dan keparahan dari herpes zoster meningkat berdasarkan umur, dengan insiden peningkatan eksponensial setelah usia 50 tahun yang berhubungan dengan penurunan yang berkaitan dengan penuaan dalam perantaraan imunitas sel. Diantara orang dewasa yang berusia 22 tahun ke atas, sekitar 70% dari kasus herpes zoster terjadi setelah 50 tahun. Selain peningkatan usia, penurunan respon imun dari setiap penyebab, termasuk keganasan hematologi, HIV dan obat imunosupresif, merupakan faktor resiko penting untuk herpes zoster, meningkatkan resiko herpes zoster setidaknya 10 kali lipat.2, 3

3. ETIOLOGIVZV adalah anggota keluarga virus herpes. Spesies lain yang patogen bagi manusia termasuk HSV-l dan HSV-2, sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr (EBV), human herpes virus-6 (HHV-6) dan HHV-7, yang menyebabkan roseola, dan sarkoma Kaposi yang terkait virus herpes yang disebut HHV-8.4

4. PATOGENESISVirus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.5

Gambar 1 Transpor intraseluler dan maturasi VZV 6

5. GEJALA KLINISPenyakit ini dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase pre-eruptif, fase eruptif akut dan fase kronis (neuralgia post herpetik).1, 2i. Fase pre-eruptif atau preherpetik neuralgiaGejala prodomal yang timbul ialah rasa terbakar, gatal dan nyeri yang terlokalisir mengikut dermatom atau belum timbul erupsi difus setelah 4-5 hari berikutnya. Tanda-tanda prediktif pada herpes zoster ialah adanya hiperesthesi pada daerah kutaneus pre-erupsi yang lunak sejajar dengan dermatom. Disertai juga gejala demam, nyeri kepala dan malaise yang terjadi beberapa hari sebelum gejala lesi timbul, limfadenopati regional juga bisa terjadi pada pasien. Nyeri segmental dan gejala lain secara bertahap mereda apabila erupsi mulai muncul. Gejala prodromal mungkin tidak didapatkan pada anak-anak.1ii. Fase eruptifErupsi pada kulit diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapular muncul secara dermatomal. Lesi kulit yang sering dijumpai adalah vesikel herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. Kemudian, vesikel-vesikel ini terumblikasi dan ruptur sebelum menjadi krusta yang terjadi dalam waktu 2 hingga 3 minggu. Dalam 12-24 jam tampak lesi jernih, biasanya timbul di tengah plake eritematosa, dalam masa 2-4 hari vesikel bersatu, setelah 72 jam akan terbentuk pustul. Vesikel baru akan tumbuh terus dan berlangsung selama 1-7 hari. Biasanya pada penderita lansia dan memiliki daya imunitas lemah, masa perbaikan lebih lama dan erupsinya lebih luas, vesikel hemoragik, ada nekrosis kulit, infeksi sekunder bakteri atau skar yang biasa berubah menjadi keloid dan hipertrofik.1Bagian sering terkena adalah dada (55%), kranial (20% dengan keterlibatan N.Trigeminal), lumbal (15%) dan sakral (5%). Erupsi yang sedikit dapat mencapai keseluruhan dermatom.7

Gambar 2. Eritematosa, plak edema dengan bentuk vesikel awal.2iii. Fase kronis atau fase neuralgia post herpetikFase ini ditandai dengan adanya nyeri menetap setelah semua lesi menjadi krusta atau setelah infeksi akut atau sering rekurens yang berlangsung selama sebulan. Keterlibatan N.Trigeminal sering terjadi pada penderita berumur diatas 40 tahun. Nyerinya dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu rasa terbakar terus menerus dengan hiperaesthesia dan tipe shooting spasmodic. Allodinia adalah nyeri akibat dari stimuli yang tidak berbahaya dan disebabkan oleh simptom stress.8Variasi dari sindroma zoster tergantung dorsal root yang terkena, dan intensitasnya tergantung reaksi inflamasi yang terjadi pada motor root dan anterior horn cells. Nyeri abdominal, pleura atau gangguan elektrokardiografi yang disebabkan keterlibatan viseral. Beberapa sindrom yang disebabkan oleh Herpes Zoster, yaitu:8a. Keterlibatan motorikOnset terjadinya pada 5% kasus dengan penderita yang tua dan melibatkan nervus spinalis. Erupsi dan nyeri diikuti dengan penurunan motorik. Biasanya mengikuti dermatom yang disebabkan oleh virus dan biasa juga terjadi pada segmen dermatom yang berbeda. Herpes zoster pada anogenital bisa menyebabkan adanya gangguan defekasi dan urinasi.8b. Herpes zoster trigeminalPada kasus herpes zoster trigeminal yang biasa terjadi adalah sebanyak dua pertiga kasus terjadi pada bagian mata, jika ada vesikel pada hidung akan melibatkan N. nasosiliar (hutchinsons sign). Komplikasi yang terjadi pada ocular adalah uveitis, keratitis, konjunctivitis, edema konjunctiva (chemosis), palsy ototokular, proptosis, skleritis, oklusi vaskular pada retina dan ulkus, skar dan bias terjadi nekrosis pada kelopak mata. Keterlibatan ganglia siliaris dapat menyebabkan Argyll-Robertson pupil. Jika terjadi pada bagian maksilaris terdapat vesikel pada uvula dan tonsil. Vesikel pada lidah, basal mulut dan mukosa buccal menunjukkan adanya keterlibatan divisi mandibularis. Pada Zoster orofasial, sakit gigi adalah petandanya.8

Gambar 3. Herpes Zoster oftalmikus.8

Gambar 4. Herpes Zoster oftalmikus.6

c. Herpes zoster otikusN. fasialis merupakan saraf yang utama berjalan dengan fiber-fiber sensoris vestigial pada telinga bagian eksternal (pinna dan meatus) dan fossa tonsilaris. Biasa menyebabkan rasa nyeri dan vesikel biasanya terdapat pada daerah meatus auditorius eksterna saja, jarang melibatkan bagian lebih yang dalam. Adapun faktor tertekannya N.fasialis merupakan salah satu faktor terjadinya facial palsy disertai dengan nyeri pada telinga dan yang berkaitan dengan sindroma Ramsay-Hunt. Tertekannya N.vestibulokoklearis menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural, vertigo dan keterlibatan N.intermedius mengakibatkan gangguan pengecapan pada dua pertiga lidah dan mengubah sistem lakrimasi.8

Gambar 5. Bells Palsy.7d. Sindroma Ramsay-HuntSindrom ini adalah akibat dari gangguan N.fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (bells palsy), kelainan kulit sesuai dengan perjalanan saraf, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea juga gangguan pengecapan.8

6. DIAGNOSISDiagnosis klinis dapat ditegakkan dengan gejala klinis dan pemeriksaan fisis, sangat penting karena keputusan mengenai terapi antivirus yang kritis.

7. DIAGNOSIS BANDINGHerpes SimpleksDiagnosis herpes zoster biasanya jelas. Herpes simplex dapat menjadi luas, terutama di tubuh. Mungkin akan terbatas pada dermatom dan proses fitur yang banyak seperti zoster. Ukuran vesikel dari herpes zoster bervariasi, sedangkan herpes simplex seragam dalam berkelompok. Kekambuhan kemudian membuktikan diagnosis.1

Gambar 6. Lesi pada penderita herpes simpleks.7

8. PENATALAKSANAANTujuan utama dari pengobatan herpes zoster adalah mengurangi nyeri pada pasien yang imunokompeten dan menghentikan replikasi virus pada pasien imunokompeten dan herpes zoster oftalmikus.6a) Terapi topikalPada herpes zoster fase akut, aplikasi kompresi dingin, losion calamine, tepung jagung, atau soda bikarbonat mampu mengurangi gejala luka dan mempercepat pengeringan pada lesi vesikuler. Salep yang oklusif, cream, atau losion yang mengadung glukokortikoid tidak boleh diaplikasikan pada lesi herpes zoster. Lidocaine patch 10 cm x 14 cm mengandungi 5% basa lidocaine, adhesive, dan bahan-bahan lain. Selain mudah digunakan, tidak disertai dengan efek toksisitas sistemik. Pemberian lidocaine patch bisa mencapai maksimal 3 kali sehari pada bagian yang terkena lesi herpes selama 12 jam sehari.4b) Antivirus Tujuan utama terapi herpes zoster adalah (1) mengurangi ekstensi, durasi, dan keparahan nyeri dan ruam pada dermatom primer; (2) mencegah terjadinya penyakit di bagian tubuh yang lain; (3) mencegah terjadinya post-herpetic neuralgia.4 Pada pasien yang normal, pemberian asiklovir oral (800 mg 5 kali sehari selama 7 hari), famsiklovir (500 mg setiap per 8 jam untuk 7 hari), dan valasiklovir (1g 3 kali sehari selama 7 hari) mampu mempercepat proses penyembuhan lesi dan durasi serta keparahan nyeri akut yang dialami oleh pasien herpes zoster (pasien dengan umur kurang dari 50 tahun) yang dirawat dalam jangka waktu 72 jam selepas timbulnya gejala pada kulit. Pasien dengan umur lebih dari 50 tahun dan disertai dengan lesi herpes zoster pada bagian oftalmikus pula diberikan pengobatan seperti berikut, asiklovir (800mg peroral sebanyak 5 kali sehari selama 7 hari), atau valasiklovir (1g peroral setiap per 8 jam selama 7 hari) atau famsiklovir (500mg peroral setiap per 8 jam selama 7 hari). Pengobatan ini diberikan pada pasien yang dirawat dalam jangka waktu 72 jam selepas timbulnya gejala pada kulit.4, 6Pada pasien dengan penurunan tingkat imunitas yang ringan atau pasien HIV, diberikan asiklovir (800 mg peroral sebanyak 5 kali sehari selama 7-10 hari) atau valasiklovir atau famsiklovir. Pada pasien dengan penurunan tingkat imunitas yang berat, diberikan asiklovir (10 mg/kg secara intravena setiap per 8 jam selama 7-10 hari).4c) KortikosteroidTingkat nyeri hebat yang tinggi merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya post herpetic neuralgia dan nyeri akut juga menyebabkan sensitivitas sentral serta genesis untuk terjadinya nyeri yang kronik. Oleh sebab itu, nyeri pada herpes zoster harus dikontrol secara agresif. Tingkat nyeri hebat ditentukan dengan menggunakan skala nyeri yang standar dan mudah. Analgetik yang diberikan adalah analgetik yang opioid dan non-opioid dengan tujuan untuk membatasi nyeri dibawah skala 3 atau 4 dari skala 0 sampai 10 serta tidak mengganggu siklus tidur pasien. Pilihan pengobatan, dosis, dan waktu pemberian analgetik adalah berdasarkan tingkatan nyeri, penyakit yang menyertai dan respon terhadap obat. Apabila nyeri masih tidak berkurang, anastesi regional atau lokal bisa dilakukan untuk mengontrol nyeri akut.4

9. KOMPLIKASINyeri setelah terkena herpes zoster disebut post-herpetic neuralgia (PHN). Ini adalah komplikasi yang paling umum dan menjadi penyebab utama morbiditas. Resiko PHN terjadi seiring dengan peningkatan usia (terutama pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun) dan meningkat pada pasien yang mengalami sakit parah atau munculnya ruam yang berat. Rasa sakit ini sering memberat dan bertambah parah.4

10. PROGNOSISPrognosa bagi penyakit herpes zoster umumnya baik. Pada herpes zoster oftalmikus, prognosisnya bergantung pada tindakan perawatan secara dini.5

PEMBAHASANSampai vaksinasi varisella yang universal sangat mengurangi jumlah orang yang terinfeksi secara laten dengan VZV tipe liar, pencegahan herpes zoster harus bertujuan untuk mencegah reaktivasi dan penyebaran dari VZV laten tipe liar. Pengobatan supresif acyclovir jangka panjang hanya praktis pada pasien dengan imunitas tubuh rendah yang beresiko terbukti mengembangkan herpes zoster dalam jangka waktu yang ditetapkan, misalnya, pada tahun berikut sumsum tulang atau transplantasi organ padat.4Satu pendekatan untuk pencegahan herpes zoster adalah stimulasi kekebalan terhadap VZV, yang berkurang pada orang tua dan pada individu yang beresiko tinggi lainnya. Studi pada orang dewasa yang sehat selama 55 tahun dengan riwayat varicella telah menunjukkan peningkatan limfosit T VZV yang spesifik dan imunitas humoral setelah vaksinasi dengan VZV yang telah dilemahkan yang mirip untuk mengamati peningkatan setelah epidose herpes zoster.4Vaksin zoster dapat diberikan tanpa skrining untuk riwayat varicella atau herpes zoster, tidak harus satu melakukan pengujian serologi untuk kekebalan varicella sebelum vaksinasi. Orang-orang yang diketahui seronegatif terhadap VZV harus divaksinasi dengan varicella menurut rekomendasi saat ini. 4Pada tahun 2005, kemanjuran vaksin herpes zoster, Zostavax, ditunjukkan antara orang-orang berusia 60 tahun. Pada tahun 2006, US Food and Drug Administration (FDA) menyetujui Zostavax untuk mencegah herpes zoster pada individu berusia 60 tahun. Pada tahun 2008, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan vaksinasi rutin antara orang-orang berusia 60 tahun.9

Vaksinasi Herpes Zoster Zostavax adalah pasar yang berwenang terhadap vaksin herpes zoster tersedia di Inggris. Ini berisi hidup, virus yang dilemahkan berasal dari strain Oka/Merck virus varicella zoster, pada dosis jauh lebih tinggi daripada vaksin varicella Varivax.10Dalam percobaan klinis, satu dosis Zostavax dinilai pada 38.546 orang dewasa berusia 60 tahun ke atas di antaranya 17.775 berusia 70 atau lebih. Vaksin Zostavax mengurangi kejadian shingles oleh 51,3 dan 38%, dan kejadian PHN oleh 66.5 dan 66.8% pada mereka yang berusia 60 dan 70 tahun dan masing-masing lebih tua. Vaksin ini ditoleransi dan juga imunogenik pada individu yang memiliki riwayat herpes zoster sebelum vaksinasi.10Dalam uji klinis dengan Zostavax, penularan virus vaksin belum dilaporkan. Namun, pengalaman dengan vaksin varicella yang menggunakan dosis yang lebih rendah dari strain virus yang sama menunjukkan bahwa penularan virus vaksin jarang terjadi antara vaksin yang mengembangkan virus varicella-zoster (VZV) seperti ruam dan kontak dekat yang rentan (misalnya, bayi rentan). Penularan virus vaksin dari penerima vaksin varicella tanpa VZV seperti ruam belum dikonfirmasi. Oleh karena itu tetap ada risiko teoritis dari transmisi virus vaksin yang dilemahkan kepada individu yang rentan tetapi ini harus ditimbang terhadap penurunan risiko alam shingles dan potensi penularan virus alami (Zostavax SPC).10Durasi perlindungan setelah dosis tunggal Zostavax tidak diketahui. Rata-rata tindak lanjut dalam uji klinis asli adalah 3.09 tahun meskipun ada kemungkinan bahwa vaksin memberikan perlindungan lebih lama, dan terus ditindaklanjuti. Kebutuhan, atau waktu, vaksinasi ulang dengan Zostavax oleh karenanya belum ditentukan.10

Penyimpanan Vaksin yang disusun kembali dan diencerkan harus disimpan dalam kemasan aslinya pada +2C hingga +8C dan terlindung dari cahaya. Semua vaksin sensitif sampai batas tertentu terhadap panas dan dingin. Efektivitas dapat dikurangi kecuali vaksin disimpan pada suhu yang benar. Pembekuan dapat menyebabkan peningkatan reaksi lokal dan hilangnya potensi untuk beberapa vaksin. Hal ini juga dapat menyebabkan retak serambut dalam wadah, yang mengarah ke kontaminasi dari isi.10Presentasi10Zostavax tersedia sebagai preparat lyophilised (konektor off-white kristal yang padat) untuk pemulihan dengan pengencer (cairan jernih yang tidak berwarna). Ketika dilarutkan, Zostavax adalah semi-kabur untuk tembus, off-white pucat cairan kuning. Zostavax diberikan berupa botol dan jarum suntik prefilled, dengan dua jarum terpisah dalam kemasan sekunder. Zostavax hanya tersedia dalam kemasan tunggal. Setelah pemulihan dari suspensi lyophilised, vaksin harus segera digunakan, tetapi dapat digunakan hingga 30 menit setelah pemulihan. Dosis dan jadwal10Orang dewasa harus menerima 0.65 ml dosis tunggal Zostavax Kebutuhan dan waktu dosis penguat belum ditentukan.

Administrasi Zostavax harus diberikan melalui suntikan subkutan di regio deltoid lengan atas. Seharusnya tidak diberikan melalui suntikan intramuskular karena ada data yang memadai mengenai efektivitas vaksin yang diberikan melalui intramuskular. Vaksin juga tidak boleh diberikan melalui intravaskular.10Zostavax dapat diberikan pada waktu yang sama seperti vaksinasi influenza. Jika diberikan pada saat yang sama dengan vaksinasi influenza, perawatan harus dilakukan untuk memastikan bahwa tempat injeksi digunakan untuk semua vaksinasi dan untuk memeriksa tidak ada kontraindikasi untuk pemberian vaksin hidup untuk individu pada kelompok berisiko dalam pemberian vaksinasi influenza musiman.10Administrasi bersamaan Zostavax dan obat anti-virus dikenal efektif melawan VZV yang belum dievaluasi, tapi obat-obatan seperti asiklovir cenderung mengurangi replikasi virus vaksin dan karena itu melemahkan respon.10

Rekomendasi untuk penggunaan vaksin Tujuan dari program imunisasi nasional herpes zoster adalah untuk menurunkan insiden dan keparahan herpes zoster pada orang tua. Disarankan secara rutin ditawarkan kepada orang-orang berusia 70 tahun tetapi dapat diberikan kepada perorangan sampai ulang tahunnya yang kedelapan.10Dampak dan biaya efektivitas vaksinasi paling besar pada mereka yang berusia 70-79 tahun, karena kombinasi faktor berikut:10 beban penyakit herpes zoster dalam kelompok usia ini (yang meningkat dengan usia), efektivitas perkiraan vaksin dalam kelompok usia ini (yang menurun sesuai dengan usia), durasi perlindungan vaksin, dan kurangnya pengetahuan tentang efektivitas dosis vaksin kedua.

Sementara vaksin berwenang untuk digunakan dari usia 50 tahun dan efektif pada kelompok usia ini, beban penyakit herpes zoster umumnya tidak parah bila dibandingkan dengan usia yang lebih tua. Selain itu, mengingat bahwa durasi perlindungan tidak diketahui untuk bertahan lebih dari sepuluh tahun dan kebutuhan akan dosis kedua tidak diketahui, vaksin ini tidak dianjurkan untuk diberikan secara rutin di bawah 70 tahun. Administrasi setelah 80 tahun kurang efektif karena terbatasnya efektivitas vaksin setelah usia ini.10Zostavax tidak diindikasikan untuk pencegahan infeksi VZV primer (cacar air) dan tidak boleh digunakan pada anak-anak dan remaja.10

KontraindikasiVaksin tidak boleh diberikan kepada orang yang:10 memiliki keadaan imunodefisiensi primer atau didapatkan karena kondisi seperti: Leukemia akut dan kronis Limfoma Kondisi lain yang mempengaruhi sumsum tulang atau sistem limfatik Imunosupresi akibat HIV / AIDS Defisiensi imun seluler Sedang dalam terapi imunosupresif (termasuk kortikosteroid dosis tinggi); Namun, kontraindikasi Zostavax tidak untuk digunakan pada orang yang menerima kortikosteroid topikal/inhalasi atau dosis rendah kortikosteroid sistemik atau pada pasien yang menerima kortikosteroid sebagai terapi pengganti, misalnya untuk insufisiensi adrenal memiliki infeksi TB yang tidak aktif diobati hamil telah dikonfirmasi memiliki reaksi anafilaksis untuk dosis vaksin varicella sebelumnya telah dikonfirmasi memiliki reaksi anafilaksis untuk setiap komponen vaksin, termasuk neomycin atau gelatin.

Efek samping Keamanan Zostavax telah banyak dievaluasi dalam uji klinis; efek samping yang paling sering dilaporkan untuk Zostavax, setidaknya terjadi pada satu dari sepuluh orang, yaitu reaksi di tempat suntikan termasuk eritema (kemerahan), nyeri, bengkak, dan gatal. Reaksi umum lainnya dilaporkan dalam setidaknya satu dari 100 orang yang hematoma, indurasi dan kehangatan di tempat suntikan, sakit di lengan atau kaki dan sakit kepala.10

DAFTAR PUSTAKA

1.Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. USA: Mosby; 2003.2.Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, et al. Dermatology. 2nd ed. New York: William Coleman III retains copyright of his original figures in chapter 156; 2008.3.group SW. Herpes zoster vaccines. Cochrane database of systematic reviews 2012. 2014:2-17.4.Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 8th ed. United States of America: McGraw-Hill Medical; 2012:3388-3409.5.Handoko RP. Penyakit Virus. In: Juanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011:110-112.6.Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, et al. Recommendations for the Management of Herpes Zoster. Clinical Infectious Diseases 2007. 2007:S1-S26.7.James WD, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases. Andrews' diseases of the skin: Clinical dermatology. 10th ed. Canada: Sauders Elsevier; 2006:379-383.8.Sterling JC. Virus Infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, eds. Rooks Textbook of Dermatology. United Kingdom: Wiley-Blackwell; 2010:33.25-33.28.9.Li H-t, Lu S, Liu J-m. Herpes Zoster Vaccination in People Aged 5059 Years. See the Major Article by Schmader et al, on pages 9228. 2012:929-930.10.England PH. Shingles (herpes zoster). The Green Book Chapter 28a; 2013. 14