halusinasi
-
Upload
handz-superners -
Category
Documents
-
view
42 -
download
0
Transcript of halusinasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan akibat adanya gangguan dalam proses berpikir dan
orientasi realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal dan
eksternal. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya suatu rangsangan dari luar. Gangguan persepsi ini meliputi seluruh panca
indra.
Disfungsi yang terjadi pada halusinasi menggambarkan hilangnya
kemampuan menilai realitas, klien hidup dalam dunianya sendiri dan merasa
terganggu dalam interaksi sosialnya sehingga menyebabkan gangguan
berhubungan sosial, komunikasi susah, dan kadang-kadang membahayakan diri
klien, orang lain maupun lingkungan, menunjukan bahwa klien memerlukan
pendekatan asuhan keperawatan secara intensif dan komprenhensif.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di ruang Perkutut, terdapat ± 70 %
(dari 24 klien) yang mengalami halusinasi. Masalah keperawatan yang ada, yakni
klien belum tahu bagaimana cara mengontrol halusinasinya, klien menunjukan
perilaku menarik diri, hubungan interpersonal dan komunikasi kurang sebagai
dampak dari timbulnya halusinasi.
Menilik kondisi tersbut di atas kami kelompok terdorong mengambil topik
“Asuhan Keperawatan Klien S. dengan Masalah Utama Halusinasi Dengar “
dengan harapan dapat bersama-sama tim keperawatan ruang Perkutut pada
khususnya untuk memberikan asuhan keperawatan klien halusinasi.
B. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari mata kuliah Keperawatan Jiwa tentang Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Halusinasi, Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Pengertian Halusinasi
2. Etiologi Halusinasi
3. Klasifikasi Halusinasi
4. Rentang Respon Halusinasi
5. Psikopatologi Halusinasi
6. Proses terjadinya Halusinasi
7. Manifestasi Klinis Halusinasi
8. Hubungan Schizoprenia dengan Halusinasi
9. Penatalaksanaan Medis
10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
b. Pohon Masalah Halusinasi
c. Diagnosa Keperawatan
d. Rencana Tindakan Keperawatan
e. Evaluasi
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode :
1. Studi literatur dari beberapa buku dan internet
2. Diskusi kelompok
3. Konsultasi dengan dosen pembimbing
D. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam penulisan laporan ini adalah bagaimana aplikasi
Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah keperawatan utama kerusakan
interaksi sosial pada pasien dengan Halusinasi.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari : Latar Belakang, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, Ruang Lingkup dan Sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teoritis, yang terdiri dari :
1. Landasan Teoritis, meliputi : Pengertian, Etiologi, Klasifikasi,
Faktor Penyebab Halusinasi, Tahapan Halusianasi, Manifestasi
Klinis dan Penatalaksanaan Medis
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan, meliputi : Pengkajian,
Pohon Masalah Halusinasi, Diagnosa Keperawatan, Rencana
Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
BAB III : Gambaran Kasus
BAB IV : Asuhan keperawatan
BAB V : Penutup
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health
Nursing, 1987).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari
seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa
lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif
dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana
klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada
halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal
dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.
B. Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan
dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan /
atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis
dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang
terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
C. Etiologi
a. Faktor predisposisi
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat
dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah :
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik
diri.
2. Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons
psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien.
3. Sosiol Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor. Pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :
1) With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asyik dengan
pengalaman internalnya.
2) Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan ( alam mengalihkan respon kepada sesuatu atau seseorang ).
3) Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari-hari untuk memproses
masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas.
Pada klien dengan halusinasi, biasanya menggunakan pertahanan diri
dengan menggunakan pertahanan diri dengan cara proyeksi yaitu untuk
mengurangi perasaan emasnya klien menyalahkan orang lain dengan tujuan
menutupi kekurangan yang ada pada dirinya.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala
yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
E. Akibat Dari Halusinasi
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
F. Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1
orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
Manifestasi Klinis
Fase I
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Fase II
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Fase III
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari
pada menolaknya
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk
Fase IV
a. Prilaku menyerang teror seperti panic
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik
diri atau katatonik
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan
dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti
psikosis.
Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
Kelas Kimia Nama Generik (Dagang) Dosis Harian
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin
(Thorazine)
Flufenazine (Prolixine,
Permiti
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin
(Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin
(Vesprin)
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan
Tiotiksen (Navane)
75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
BAB III
GAMBARAN KASUS
Tn. S. , laki-laki, usia 40 tahun, pendidikan terakhir SMP kelas III, status
menikah tidak mempunyai anak, pernah bekerja di Koperasi Simpan Pinjam
selama 3 tahun, kemudian keluar karena merasa jenuh / bosan, kemudian bekerja
di bengkel bubut selama 1 tahun, kemudian keluar karena klien merasa capek.
Setelah itu klien tidak bekerja. Klien beragama Islam, suku jawa. Klien
merupakan anak ke 4 dari 8 bersaudara.
Klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Jakarta pada bulan Pebruari 1994 dengan
keluhan klien sering menyendiri, melamun, marah-marah, yaitu dengan
membanting gelas, piring karena disuruh roh halus yang membisiki ditelinganya.
Klien dirawat di RSJ Jakarta untuk keempat kalinya dengan masalah atau
keluhan utama yang sama. Dari RSJ Jakarta klien dinyatakan sembuh, tetapi
sampai di rumah kambuh lagi, lalu keluarga membawanya ke RSJ Jakarta.
Sebelum dirawat di RSJP. Jakarta, 10 tahun yang lalu klien mengalami
kecelakaan ketika mengendarai sepeda motor. Menurut klien waktu itu ada yang
mendorong dari belakang sehingga klien terjatuh. Kemudian klien dirawat di RSU
Pekalongan - Jawa Tengah dan dilakukan operasi pada lengan bawah karena
patah.
Dari hasil observasi tanggal 10 April 1997 sampai dengan 24 April 1997,
klien sering menyendiri, tidur di tempat tidur, jarang berinteraksi dengan klien
lainnya. Klien cenderung diam, mendengarkan pembicaraan orang lain dalam
berinteraksi, klien tampak putus asa. Klien memberikan jawaban bila ditanya oleh
perawat, meskipun jawabannya singkat, jarang membicarakan masalahnya dengan
orang lain. Pada saat tiduran kadang sepertinya klien mendengar sesuatu, mulut
komat-kamit, dan kadang-kadang tersenyum sendiri. Penampilan diri klien :
rambut tidak disisir rapih, gigi kotor, pakaian kusut, klien malas mandi, klien
mandi satu kali sehari, gosok gigi jarang, ganti pakaian dua hari sekali, mencuci
rambut seminggu sekali, kulit agak kotor, rambut kotor, kuku panjang dan hitam.
Jarang melakukan aktifitas.
Pada pengkajian keluarga: keluarga mengatakan belum bisa merawat klien
dengan halusinasi, dengan marah, dengan menarik diri, dan gangguan kebersihan
diri.
A. Pengkajian
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP kelas III
Pekerjaan : Pernah bekerja di Koperasi simpan Pinjam
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
II. Alasan Masuk
Dari hasil observasi tanggal 10 April 1997 sampai dengan 24 April
1997, klien sering menyendiri, tidur di tempat tidur, jarang berinteraksi
dengan klien lainnya. Klien cenderung diam, mendengarkan pembicaraan
orang lain dalam berinteraksi, klien tampak putus asa. Klien memberikan
jawaban bila ditanya oleh perawat, meskipun jawabannya singkat, jarang
membicarakan masalahnya dengan orang lain.
III. Keluhan Utama
Pada saat tiduran kadang sepertinya klien mendengar sesuatu,
mulut komat-kamit, dan kadang-kadang tersenyum sendiri. Penampilan
diri klien : rambut tidak disisir rapih, gigi kotor, pakaian kusut, klien malas
mandi, klien mandi satu kali sehari, gosok gigi jarang, ganti pakaian dua
hari sekali, mencuci rambut seminggu sekali, kulit agak kotor, rambut
kotor, kuku panjang dan hitam. Jarang melakukan aktifitas.
IV. Faktor Predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
2. Apakah px pernah mengalami trauma pada dirinya ?
Pasien mengatakan pernah kecelakaan.
3. Adakah anggota keluarga yang mengalami sakit jiwa?
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa.
V. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital : TD:110/80 mmHg N:100x/m S:36,80C R
:50x/m
Ukur : TB:155 cm BB:50 kg
Keluhan fisik : Klien cenderung diam
VI. Psikososial
1. Genogram :
Keterangan :
: Laki – laki meninggal
: perempuan meninggal
: pasien
: Perempuan
: tinggal serumah
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Pasien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya dan tampak
bingung menentukan bagian mana yang paling ia sukai.
b. Identitas Diri
Pasien mengatakan ia anak ke 4 dari 8 bersaudara. Status pasien sudah
menikah dan pasien merasa puas sebagai laki-laki.
c. Peran
Sebelum masuk RSJ pasien bekerja sebagai di Koperasi simpan Pinjam
d. Ideal diri
Pasien masih ingin berada di rumah sakit jiwa.
e. Harga diri
Hubungan pasien dengan perawat / dokter maupun pasien lainnya kurang
baik, pasien lebih senang menyendiri, jarang berkomunikasi dengan
pasien lain.
MK : Harga diri rendah
VII. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan ia sangat menyayangi istrinya.
b. Peran serta dalam kegiatan Kelompok/masyarakat :
Selama pasien dirumah, pasien tidak pernah aktif dalam kegiatan
bermasyarakat.
MK : gangguan konsep diri : menarik diri
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Pasien suka menyendiri, banyak diam, kurang bergaul deengan orang lain
dan pasien terkadang sibuk dengan dirinya sendiri.
VIII. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien beragama islam
b. Kegiatan beribadah
Sebelum masuk rumah sakit jiwa, pasien mengatakan jarang beribadah.
Setelah masuk rumah sakit, pasien tidak pernah beribadah.
IX. Status Mental
1. Penampilan
Pasien terlihat kurang rapi, pakaian tampak kotor.
MK : Defisit Perawatan Diri : Berpakaian
2. Pembicaraan
Pembicaraan pasien lambat, saat ditanya masih terlihat bingung
menjawabnya, terkadang hanya dapat menjawab seadanya dan kurang
mampu untuk memulai pembicaraan.
Masalah Keperawatan : Gangguan Komunikasi verbal
3. Aktivitas Motorik
Aktivitas motorik pasien : baik, ADL : mandiri
4. Alam Perasaan
Pasien tampak diam, suka melamun dan suka menyendiri.
5. Afek
Datar yaitu pasien tampak biasa-biasa saja saat berkomunikasi tanpa ada
perubahan tinggi rendahnya suara dan roman muka.
Masalah Keperawatan : Gangguan Interaksi Sosial
6. Interaksi selama wawancara
Selama wawancara pasien cukup kooperatif dan menjawab dengan
singkat dan lambat setiap pertanyaan yang ditanyakan perawat. Terdapat
kontak mata.
7. Persepsi
Pasien mengatakan ia mendengar suara-suara orang yang berbicara
dengannya. Suara tersebut datang tiba-tiba. Kadang kurang jelas, suara
datang kira-kira 2-3 menit pada malam hari.
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
8. Arus pikir
Pasien tidak mengalami gangguan arus pikir.
9. Isi pikir
Pasien tidak mengalami gangguan isi pikir.
10. Tingkat kesadaran
Pasien bingung dengan lingkungan sekitarnya, namun kadang pasien sadar
bahwa dia sedang di RSJ.
11. Memori
Pasien hanya mampu mengingat kejadian jangka pendek.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pasien mampu berhitung sederhana, misalnya tambahan dan pengurangan.
13. Kemampuan penilaian
Pasien dapat mengambil keputusan secara mandiri tanpa bantuan orang lain,
ditandai dengan perawat member kesempatan pasien untuk memilih mandi
dahulu sebelum makan atau makan dahulu sebelum mandi. Dan pasien
langsung memilih mandi dulu sebelum makan.
B. Masalah Keperawatan
Dari data diatas dapat dirumuskan masalah keperawatan sebagai berikut:
Halusinasi dengar
Data Subyektif: Klien mengatakan :
a. Sering mendengar suara-suara, terutama kalau sedang melamun, menjelang
tidur.
b. Saya dibawa ke rumahh sakit karena membanting gelas dan piring karena
disuruh oleh roh halus.
c. “Bolehkah saya berteman dengan roh halus karena ia yang sering mengajak
saya berbicara ?”
Data Obyektif :
a. Klien tampak sedang mendengar sesuatu.
b. Klien sering senyum sendiri, mulut komat-kamit
Gangguan hubungan sosial : Isolasi sosial
Data Subyektif : Klien mengatakan:
a. Sering tiduran di tempat tidur dan jarang berbicara dengan klien lain atau
perawat.
b. Bila berinteraksi klien lebih suka diam dan mendengarkan pembicaraan.
c. Jarang membicarakan masalahnya dengan orang lain.
Data Obyektif:
a. Klien sering tiduran, bengong di tempat tidur, melamun
b. Klien tampak putus asa
Gangguan kebersihan diri
Data Subyektif : Klien mengatakan:
a. Mandi sehari sekali, kadang-kadang dua hari sekali, mencuci rambut
seminggu sekali, mengganti pakaian dua hari sekali.
Data Obyektif :
a. Kulit agak kotor, rambut kotor tidak disisir, gigi kotor, pakaian kusut, kuku
panjang dan hitam.
Kurangnya minat
Data Subyektif : Klien mangatakan:
a. Malas untuk mandi, mencuci rambut, memotong kuku, menggosok gigi.
Data Obyektif:
a. Klian banyak tiduran di tempat tidur
b. Bila klien disuruh mandi, klien menunda-nunda untuk mandi.
Potensial melukai diri sendiri dan orang lain.
Data Subyektif : Klien mengatakan:
a. Saya di bawa ke rumah sakit karena membanting gelas dan piring karena
disuruh oleh roh halus.
b. Klien mendengar suara-suara yang mengancam, yaitu: “saya tidak takut sama
kamu !” Klien juga menjawab: “Saya juga tidak takut pada kamu !”
Potensial amuk
Data Subyektif : Klien mengatakan :
a. Kalau di rumah pernah mengamuk
b. Jika kesal berdiam diri dan masuk ke kamar
c. Klien tidak tahu cara mengatasi marah yang baik.
C. Pohon Masalah (Problem Tree)
BAB IV
TINJAUAN TEORI
A. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi dapat terjadi oleh karena berbagai faktor diantaranya gangguan
mental organik, harga diri rendah, menarik diri, sidrome putus obat, keracunan
obat, gangguan afektif dan gangguan tidur.
Halusinasi klien timbul karena perubahan hubungan sosial. Perkembangan
sosial yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar dan
mempertahankan komunikasi dengan orang lain. Akibatnya klien cenderung
memisahkan diri dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak
memerlukan kontrol orang lain. Sehingga timbulnya kesepian, isolasi sosial,
hubungan yang dangkal dan tergantung (Haber, 1987).
Akibat dari menikmati suara-suara yang didengar, maka klien S. hanya
terlibat dalam pikirannya sendiri, sehingga klien malas atau kurang berminat
dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari seperti; kebersihan diri, makan, dan lain-
lain.
Pada klien S. terjadi halusinasi dengar, hal ini disebabkan oleh karena klien
mempunyai riwayat putus cinta dengan kekasihnya satu kali, kemudian oleh
keluarga klien dinikahkan. Setelah menikah selama tiga bulan, isteri
meninggalkannya dan klien S. merasa sangat kecewa, sering menyendiri,
melamun, tak mau makan kemudian klien dirawat di rumah sakit jiwa Jakarta
selama 8 bulan.
Hal ini sesuai dengan proses terjadinya halusinasi pada fase pertama yang
diungkapkan oleh Haber, Dkk, 1982. Pada fase ini klien mengalami kecemasan,
stress, perasaan yang terpisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau
memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan dan stres . Cara ini menolong sementara, klien masih dapat mengontrol
kesadarannya dan mengenal pikirannya namun intensitas persepsi meningkat.
Setelah delapan bulan dirawat, klien dinyatakan sembuh dan boleh pulang.
Pada saat di rumah, klien mangalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor
kemudian dirawat di rumah sakit. Setelah keluar dari rumah sakit, beberapa hari
kemudian klien mulai melamun dan mendengar suara-suara yang mengatakan
atau menyuruh dia melemparkan gelas dan piring. Gejala-gejala pada klien S. ini
menunjukan bahwa klien mengalami gejala halusinasi fase ke dua, yaitu dimana
klien berada pada tingkat listening, pemikiran internal lebih menonjol seperti
gambaran suara dan sensasi.
Satu bulan yang lalu klien mendengar suara-suara tersebut dan klien
menanyakan kepada perawat apakah boleh berteman dengan roh halus, karena dia
yang sering mengajaknya berbicara. Sesuai dengan tahapan halusinasi, klien
berada pada fase ketiga, yaitu halusinasi lebih menonjol, menguasai, halusinasi
memberikan kesenangan tersendiri dan rasa aman yang sementara.
Dan selanjutnya klien memasuki fase keempat yaitu dengan gejala halusinasi
bersifat mengancam yaitu klien mendengar suara-suara “ Saya tidak takut sama
kamu !”. Lalu klien S. menjawab “ Saya juga tidak takut sama kamu !”
Dengan adanya halusinasi ini, maka masalah yang timbul pada klien S. adalah
potensial amuk, potensial melukai diri sendiri dan orang lain, gangguan
kebersihan diri, gangguan ADL. Klien cenderung menarik diri, tersenyum dan
berbicara sendiri.
Akibatnya ia tidak dapat memberi respon emosional yang adekuat, klien
tampak bisar, tidak sesuai (Fortinash, 1991; Benner, 1989; Hater,1987). Potensial
melukai diri sendiri dan orang lain, potensial amuk dapat terjadi pada klien S,
karena klien S. mendengar suara-suara yang bersifat mengancam, mengejek, klien
S disuruh oleh roh halus untuk membanting piring dan gelas.
B. Masalah Keperawatan
Dari masalah-masalah itu ditemukan masalah keperawatan sejumlah sebelas buah,
yaitu :
1. Gangguan orientasi realitas
2. Gangguan hubungan interpersonal : Menarik diri
3. Gangguan komunikasi verbal dan nonverbal
4. Koping individu tidak efektif
5. Gangguan persepsi: Halusinasi dengar
6. Gangguan perawatan mandiri
7. Koping keluarga tidak efektif
8. Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
9. Potensial amuk
10. Potensial gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
11. Potensial kambuh
Pada klien S. ini timbul masalah keperawatan sebagai berikut:
1. Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
2. Menarik diri
3. Potensial amuk
4. Kurangnya minat terhadap kebersihan diri
5. Potensial kambuh.
C. Tindakan Keperawatan untuk semua masalah kepada klien
Adapun tindakan keperawatan pada klien S adalah sebagai berikut :
Masalah Keperawatan 1
Halusinasi dengar.
Tujuan jangka panjang : Klien dapat mengontrol halusinasinya dan tidak melukai
diri sendiri atau orang lain.
Rencana tindakannya :
a. Adakan kontak yang sering dan singkat
b. Observasi tingkah laku verbal dan nonverbal yang berhubungan dengan
halusinasi
c. Berikan kesempatan kepada klien mengungkapkan apa yang dirasakan klien
sesuai dengan respon verbal dan nonverbal klien.
d. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan berikan pendapat
bahwa halusinasi tidak nyata pada perawat.
e. Ajukan pertanyaan terbuka yang membutuhkan jawaban luas.
Masalah keperawatan 2:
Isolasi sosial sehubungan dengan menarik diri
Tujuan jangka panjang : Klien tidak menarik diri dan berinteraksi dengan orang
lain
Rencana tindakannya:
a. Bina hubungan saling percaya
b. Dengarkan apa yang diungkapkan oleh klien
c. Lakukan kontak yang sering dan singkat
d. Support dan anjurkan klien untuk berkomunikasi dengan perawat bila ada
sesuatu yang dipikirkan.
e. Berikan reinforcement positif
f. Dorong klien untuk melihat hal-hal yang positif tentang dirinya.
Masalah Kepererawatan 3
Ketidakmampuan mengungkapkan cara marah yang konstruktif.
Tujuan jangka panjang : Klien tidak amuk dan dapat mengungkapkan marah yang
konstruktif
Rencana tindakannya:
a. Berespons terhadap respons verbal dan nonverbal klien dengan sikap yang
tenang dan tidak mengancam
b. Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan hal-hal yang
menyebabkan marah.
c. Anjurkan klien untuk mengungkapkan cara-cara mengekspresikan marah
yang dilakukan selama ini.
Masalah Keperawatan 4
Kurangnya minat terhadap kebersihan diri
Tujuan Jangka Panjang: Klien berminat dan mampu memelihara kebersihan
dirnya
Rencana tindakan
a. Kaji perasaan klien dan pengetahuan tentang kebersihan diri
b. Berikan dukungan yang posisif terhadap hal-hal yang dicapai oleh klien
c. Support secara terus menerus agar mempertahankan dan meningkatkan
kebersihan dirinya.
d. Beri reinforcement positif terhadap hal-hal yang telah dilakukan klien
Masalah Keperawatan 5
Ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
Tujuan Jangka Panjang : Klien tidak kambuh
Recana tindakannya :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
b. Kaji persepsi keluarga tentang perilaku maldaptif klien
c. Ajak klien untuk mengunjungi sanak keluarga lainnya.
d. Libatkan seluruh anggota keluarga untuk menerima klien apa adanya
e. Libatkan klien dalam pertemuan keluarga.
f. Libatkan klien dalam aktifitas kegiatan di rumah sesuai dengan kemampuan
klien
g. Buat jadwal bersama klien (kegiatan yang dapat dilakukan klien)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
¡ Masalah : Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
¡ Pertemuan ke 1 ( satu )
A. Proses Keperawatan1. Kondisi :
· Klien tampak bicara sendiri
· Klien terlihat mondar-mandir
· Klien mengatakan mendengar suara seperti roh halus
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi
3. Tujuan
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawatTUK 2: Klien dapat mengenal halusinasi yang dialami
B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas, nama saya Hendra, Nama bapak siapa, senang dipanggil
dengan nama apa”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ?” “Kok saya melihat bapak sering
berbicara sendiri, dengan siapa bapak berbicara tadi ?”
c. Kontrak
¡ Topik :
“Bagaimana kalau kita berbicara tentang suara-suara dan bayangan-bayangan
yang bapak dengar?”
¡ Tempat :
“Dimana kita akan bercerita, pak? ”
“O.o … disini saja baiklah”
¡ Waktu :
“Kita akan berbicara berapa menit ?”
“15 menit ? Baiklah, kita berbicara ± 15 menit ya pak?”
2. Kerja
— “Sekarang kita sudah duduk santai disini”
— “Tolong bapak ceritakan tentang suara-suara yang bapak dengar”
— “Kapan suara itu sering muncul pak ?”
— “Situasi bagaimana yang dapat menyebabkan suara tersebut muncul?”
— “Berapa sering dan berapa lama suara itu muncul ?”
— “Apa yang bapak lakukan, jika suara itu muncul ?”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan bapak sekarang, setelah bercerita tentang suara yang
bapak dengar?”
b. Evaluasi Obyektif
“Jadi suara yang bapak dengar adalah seperti suara roh halus munculnya saat
bapak sendirian, dan yang bapak lakukan saat suara-suara dan bayangan itu
muncul adalah dengan marah-marah”
c. Kontrak
— Topik :
“Bagaimana kalau kita bercerita tentang cara mengendalikan suara-suara
tersebut.”
— Tempat :
“Baiklah kalau begitu, dimana kita akan bercerita? disini lagi ?”
— Waktu :
“Berapa lama besok kita akan bercerita? 10 menit atau 15 menit? Baiklah
sampai ketemu besok ya ……”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
¡ Masalah : Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
¡ Pertemuan ke 2 (dua)
A. Proses Keperawatan1. Kondisi :
· Klien sudah dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
· Klien dapat mengenal: halusinasinya
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi
3. Tujuan
TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi pak“ Masih ingat dengan saya kan ?” “Ya, betul saya perawat
Hendra”.
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ? Sudah lebih baik daripada kemarin ?”
“ Masih ingat dengan kontrak kemarin, bahwa hari ini kita akan berbincang-
bincang tentang bagaimana cara mengendalikan halusinasi?, Ya bagus….”.
c. Kontrak:
“bapak mau berapa lama kita mengobrol ?”
“ Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang selama ± 15 menit? setuju ya
pak?
2. Kerja
a. “Kemarin bapak sudah bercerita tentang suara-suara yang muncul dan apa saja
yang bapak lakukan saat suara itu muncul?”
“ Bagus sekali…”.
b. “Kalau bapak saya beritahu cara-cara lain yang harus dilakukan ketika suara-
suara muncul, apakah bapak mau ?”
c. “Oke pertama kalau suara itu datang kita harus menghardik suara itu dengan
mengatakan : “Saya benci kamu pergi … pergi …!!” lalu tarik nafas panjang
dan keluarkan lewat mulut”
d. “Jangan lupa berdoa sesuai dengan kepercayaan bapak”.
e. “Jangan melamun, lakukan kegiatan yang dapat bapak kerjakan.”
f. “ Jangan lupa bapak juga harus taat minum obat dan kontrol, ya pak?”
g. “Bagaimana pak, mudahkan … ?
h. “bapak bisa memilih cara-cara tersebut yang kira-kira bisa bapak lakukan.”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah kita berbincang-bincang ?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali cara-cara yang dapat bapak lakukan untuk menghindari
atau memutus halusinasi tersebut.”
“Wah … pandai sekali.”
c. Waktu
“Baiklah pak karena kita sudah berbincang-bincang selama ± 15 menit, bincang-
bincang kita cukup sekian dulu, nanti bila bapak ingin berbincang-bincang lagi
dengan saya, bapak bias temui saya. Besok kita berbincang-bincang lagi ya pak.
Ingin berapa lama besok kita ngobrol lagi dengan topik yang sama kira-kira 10
menit ? Baiklah. Sampai ketemu besok ya ”
“ Terima kasih pak, Selamat siang”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
¡ Masalah : Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
¡ Pertemuan ke 3 (Tiga)
A. Proses Keperawatan1. Kondisi :
· Klien sudah dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
· Klien dapat mengenal: halusinasinya
1. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi
3. Tujuan
TUK 3 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi pak…” “ Masih ingat dengan saya kan ?”
“ Ya, betul saya perawat Hendra”.
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ? Sudah lebih baik daripada kemarin ?”
“ Masih ingat dengan kontrak kemarin, bahwa hari ini kita akan berbincang-
bincang lagi tentang bagaimana cara memanfaatkan obat dengan baik. masih
ingat kan? Ya bagus….”.
c. Kontrak:
“bapak mau berapa lama kita mengobrol ?”
“Bagaimana kalau hari ini kita ngobrol selama ± 10 menit? setuju ya pak ?
Bagus sekali”
2. Kerja
a. “Kemarin bapak sudah bercerita tentang suara-suara yang didengar dan apa
saja yang bapak lakukan saat suara itu muncul?”
“ Bagus sekali” Setiap hari berapa obat yang bapak minum? Ya, bagus sekali”.
b. Warna apa saja obat yang diminum pak?”
c. Menurut bapak manfaat dari obat itu apa?”Ya bagus sekali.
d. Ya bagus, bapak mau tidak diberitahu tentang manfaat, jumlah obat, waktu
pemberian obat serta ciri-ciri obat yang diminum bapak?”
e. “Kalau bapak minum obat 3 kali sehari warnanya putih dan biru, diminum
setelah makan pagi, siang dan malam. Dan obat yang berwarna kuning
diminum sekali setelah makan malam. Efek obat ini akan membuat bapak
lebih baik dan efek sampingnya akan membuat bapak mengantukan.”
f. Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang?”
g. Bagus sekali…”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah kita berbincang-bincang ?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali jumlah obat yang diminum pak, manfaat serta warna
obatnya”.
“Wah … pandai sekali.”
c. Waktu
“Baiklah pak karena kita sudah berbincang-bincang selama ± 10 menit, bincang-
bincang kita cukup sekian dulu, nanti bila bapak ingin berbincang-bincang lagi
dengan saya, kita bisa lanjutkan nanti.
“ Terima kasih pak, Selamat siang”.
BAB VPENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi ditemukan
adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus
menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat menciptakan suasana
terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu
perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam
memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi
perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa peran
serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan klien.
B. SARAN
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti langkah-
langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis
agar tindakan berhasil dengan optimal
2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan pendekatan
secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan saling percaya
antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan yang diberikan