tahap halusinasi

21
Tahap halusinasi Menurut Townsend (1998) tahap dari halusinasi antara lain : Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan) Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas; individu mengetahui bahwa pikiran yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya dapat diatasi (nonpsikotik). Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara,gerakan mata yang cepat, respon verbal yang lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan. Condemning (secara umum halusinasi menjijikan) Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik). Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas. Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa) 41

description

maybe help u

Transcript of tahap halusinasi

Page 1: tahap halusinasi

Tahap halusinasi

Menurut Townsend (1998) tahap dari halusinasi antara lain :

Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan)

Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,

kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran

untuk mengurangi ansietas; individu mengetahui bahwa pikiran yang dialaminya tersebut dapat

dikendalikan jika ansietasnya dapat diatasi (nonpsikotik).

Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara,gerakan mata yang cepat, respon verbal yang

lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

Condemning (secara umum halusinasi menjijikan)

Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang yang

berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari

sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan

menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).

Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas

misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan kemampuan

konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk

membedakan halusinasi dengan realitas.

Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa)

Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman

halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa

permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir

(psikotik).

Perilaku pasien yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh

halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain,rentang

perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dan ansietas berat seperti berkeringat,

tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.

Conquering (secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan

jumlah pasien yang masuk adalah delusi).

41

Page 2: tahap halusinasi

Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti

perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi

terapeutik (psikotik).

Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror seperti panik, sangat

potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik merefleksikan isi

halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lebih

dari satu orang.

Diagnosis

Penemuan negative penting untuk diagnosis. Gejala mania atau depresi tidak ada dan

tidak pernah ada sebelumnya. Riwayat penyalahgunaan alcohol atau obat, yang mungkin akan

menimbulkan gejala yang mirip harus juga disingkirkan. Kesadaran harus jernih, ingatan dan

orientasi utuh. Jika tidak ada waham atau halusinasi, maka harus ada kelainan pikiran yang jelas.

Epilepsi harus disingkirkan.

Lalu skizofrenia baru dapat didiagnosis secara pasti, jika beberapa gejala utama dari

Schneider dapat ditimbulkan. Gejala tersebut terdiri dari penyisipan pikiran, penarikan pikiran

serta penyiaran pikiran; perasaan pasivitas (yaitu pengalaman sensasi, emosi atau bahkan

gerakan uang disebabkaan atau dikendalikan oleh sesuatu di luar); terdengar suara yang

membicarakan pasien pada orang ketiga, suara yang terus-menerus mengomentari pikiran atau

perilaku pasien, suara yang menyuarakan pikiran pasien sendiri, dan yang terakhir waham

primer.

Dalam kasus dini, diagnosis meragukan. Hal ini terjadi, bila gejala positif seperti waham

dan halusinasi tidak ada dan permulaan penyakit terjadi secara diam-diam dan hanya ada gejala

negative (penarikan diri, penumpulan emosi, kehilangan kemauan). Riwayat keluarga dan

kepribadian premorbid merupakan fakta yang menyokong, tetapi seringkali untuk memastikan

diagnosis perjalanan penyakit harus terus diamati.

Kesulitan untuk memastikan diagnosis pada tahap dini telah merangsang banyak peneliti

untuk menggunakan wawancara terstruktur dan analisis computer.

Kriteria Feighner

1. Keduanya harus ada:

42

Page 3: tahap halusinasi

a. Penyakitnya menahun telah bergejala selama 6 bulan

b. Tidak ada penyakit afektif

2. Paling kurang harus ada satu dari:

a. Waham atau halusinasi tanpa kebinguanagn atau disoroentasi

b. Kelainan pikiran

3. Harus ada tiga untuk ’’diagnosis pasti’’; atau dua untuk ’’diagnosis kemungkinan’’,

a. Bujangan

b. Kepribadian premorbid atau riwayat pekerjaan buruk

c. Riwayat keluarga positif

d. Tanpa alkoholisme atau penyalahguanaan obat dalam tahun terkhir

e. Terjadinya sebelum 40 tahun

Menurut Bleurer diagnosis skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat gangguan-

gangguan primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau ketidakseimbangan) pada unsur-

unsur kepribadian (proses berpikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor), diperkuat dengan

adanya gejala-gejala sekunder.

Schneider (1939) menyusun 11 gejala ranking pertama (first rank symptoms) dan

berpendapat bahwa diagnosis skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat satu gejala dari

kelompok A dan satu gejala dari kelompok B, dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak

menurun. Gejala-gejala ranking pertama menurut Schneider ialah:

A. Halusinasi pendengaran

1. Pikirannya dapat didengar sendiri

2. Suara-suara yang sedang bertengkar

3. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita

B. Gangguan batas ego

4. Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar

5. Pikirannya diambil atau disedot keluar

6. Pikirannya dipengaruh oleh orang lain atau pikirannya itu dimasukkan ke dalamnya

oleh orang lain

7. Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum

8. Perasaannya dibuat oleh orang lain

9. Kemuannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain

43

Page 4: tahap halusinasi

10. Dorongannya dikuasai orang lain

11. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham

Kusumanto Setyonegoro (1967) membuat diagnosis skizofrenia dengan memperhatikan

gejala-gejala pada tiga buah koordinat,yaitu:

Koordinat pertama (intinya organobiologis),yaitu: autism,gangguan afek dan emosi, gagguan

asoisasi (proses berpikir), ambivalensi (gangguan kemauan), gangguan aktivitas (abulia atau

kemauan yang menurun) dan gangguan konsenterasi.

Koordinat kedua (intinya psikologis),yaitu:gangguan pada cara berpikir yang tidak sesuai

dengan perkembangan kepribadian, dengan memperhatikan perkembangan ego, sistematis

motivasi dan psikodinamika dalam interaksi dengan lingkungan.

Koordinat ketiga (intinya sosial),yaitu gangguan pada kehidupan sosial penderita yang

diperhatikan secara fenomenologis. Skizofrenia simplex kadang-kadang perlu dibedakan dari

gangguan kepribadian,dan jenis hebefrenik dari retardasi mental. Skizofrenia paranoid tidak

jarang sukar dibedakan dari reaksi paranoid akut dan kadang-kadang dari kepribadian paranoid

dan obsesi yang berat. Episode skizofrenia akut dan jenis gaduh-gelisah katatonik hampir serupa

dengan gaduh-gelisa reaktif (psikosis reaktif).

Dengan pemeriksaan yang teliti dapat ditemukan gejala-gejala primer skizofrenia yang

tidak terdapat pada yang bukan skizofrenia.

Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III atau ICD-10

Persyaratan normal untuk diagnosis skizofrenia adalah: dari gejala-gejala dibawah ini harus ada

paling sedikit satu gejala yang sangat jelas(dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-

gejala itu kurang jelas) dari salah satu kelompok (a) sampai (d), atau paling sedikit dua dari

kelompok (e) sampai (h) yang harus ada secara jelas pada sebagian besar waktu selama satu

bulan atau lebih.

a) Thought echo, thought insertion atau thought withdrawal,dan thought broadcasting.

b) Waham dikendalikan (delusion of control),waham dipengaruhi (delusion of influence),

atau waham pasivitas (delusion of passivity) yang jelas merujuk pada gerakan tubuh atau

gerakan extremitas, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensasi) khusus;delusional

perception

44

Page 5: tahap halusinasi

c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau

mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain

yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta

sama sekali mustahil, seperti misalnya megenai identitas keagamaan atau politik, atau

kekuatan dan kemampuan “manusia super” (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain)

e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas,apabila disertai baik oleh waham yang

mengembang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang

jelas, atau pun ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi

setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus

f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat

inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu

(posturing), atau fleksibilitas serea (waxy flexibility), negativisme, mutisme dan stupor

h) Gejala-gejala negative seperti bersikap masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti,

dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas

bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptik

i) Suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa

aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tidak bertujuan, sikap

malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

Apabila didapati kondisi yang memenuhi kriteria gejala di atas tetapi baru dialami kurang

dari satu bulan, maka harus dibuat diagnosis Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia Akut (F23.2).

Apabila gejala-gejala berlanjut lebih dari satu bulan dapat dilakukan klasifikasi ulang.

Dahulu bila diagnosis dibuat skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak

ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan,bahwa kepribadiannya selalu akan menuju

kemunduran mental (deteriorasi mental). Dan bila seorang dengan skizofrenia kemudian menjadi

sembuh, maka diagnosisnya harus diragukan.

45

Page 6: tahap halusinasi

Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bila penderita itu datang berobat dalam

tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh

sama sekali (full remission atau recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke

masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit dan mereka masih harus sering diperiksa dan

diobati selanjutnya (social recovery). Yang sisanya biasanya mempunyai prognosis yang jelek,

mereka tidak dapat berfungsi di dalam masyarakat dan menuju kemunduran mental,sehingga

mungkin menjadi penghuni tetap di rumah sakit jiwa.

Dengan intervensi dini yang komprehensif, yang antara lain meliputi pemberian

antipsikotik secara optimal, terapi kognitif perilaku, pelibatan keluarga, perawatan di masyarakat

dan manajemen kasus yang baik, angka kesembuhan skizofrenia dapat ditingkatkan.

Untuk menetapkan prognosis kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini:

1. Kepribadian prepsikotik:bila skizoid dan hubungan antarmanusia memang kurang

memuaskan, maka prognosis lebih jelek

2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosis lebih baik daripada bila penyakit itu

mulai secara perlahan-lahan.

3. Jenis: prognosis jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderita

dengan skizofrenia katatonik sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikotik. Kemudian

menyusul prognosis jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke

masyarakat.

Skizofrenia hebefrenik dan skizofrenia simplex mempunyai prognosis yang sama jelek.

Biasanya penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju kea rah kemunduran mental.

1. Umur. Makin muda umur permulaannya,makin jelas prognosis

2. Pengobatan: makin lekas diberi pengobatan, makin baik prognosisnya

3. Dikatakan bahwa bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres

psikologis, maka prognosisnya lebih baik

4. Faktor keturunan:prognosis menjadi lebih berat bila didalam keluarga terdapat seorang

atau lebih yang juga menderita skizofrenia.

Diagnosis banding

Skizofrenia harus dibedakan dari:

46

Page 7: tahap halusinasi

1. Kesuliatan psikologik pada adolesen normal. Bila sangat sulit pada murid pemalu,

sensitif, dan sangat cerdas.

2. Skizofrenia simtomatik. Dalam beberapa keadaan, terutama psikosis yang berhubungan

dengan epilepsy lobus temporalis dan adiksi amfetamin, gejala mungkin tidak bisa

dibedakan dari skizofrenia.

3. Psikosis afektif. Beberapa depresi atau mania tidak spesifik mungkin menimbulkan

kesulitan dignosis. Bila ada keraguan dan gejala afektif menonjol, maka istilah psikosis-

afektif kadang-kadang digunakan.

4. Psikosis paranoid yang ditimbulkan oleh alkholisme atau gejala awal suatu demensia

organik mungkin meniru skizofrenia.

Modalitas terapi

Penggunaan Obat Antipsikosis

Obat-obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala schizophrenia adalah

chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk

kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut

obet penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak

mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat

dengan mudah terbangun). Obat ini tampaknya mengakibatkan sikap acuh pada stimulus. luar.

Obat ini cukup tepat bagi penderita schizophrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring

stimulus yang tidak relevan).

Bukti menunjukkan bahwa obat antipsikotik ini bekerja pada bagian batang otak, yaitu

sistem retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan berita dari alat indera pada cortex

cerebral. Obat-obatan ini tampaknyamengurangi masukan sensorik pada sistem retikuler,

sehingga informasi tidak mencapai cortex cerebral. Obat antipsikotik telah terbukti efektif untuk

meredakan gejala schizophrenia, memperpendek jangka waktu pasien di rumah sakit, dan

mencegah kambuhnya penyakit. Namun, obat-obatan tersebut bukan untuk penyembuhan

menyeluruh. Kebanyakan pasien harus melanjutkannya dengan perbaikan dosis pengobatan agar

dapat berfungsi di luar rumah sakit.

Di samping itu, efek penggunaan obat-obatan antipsikotik tersebut memiliki dampak

sampingan yang kurang menyenangkan, yaitu mulut kering, pendangan mengabur, sulit

47

Page 8: tahap halusinasi

berkonsentrasi, sehingga banyak orang menghentikan pengobatan mereka. Selain itu juga

terdapat dampak sampingan yang lebih serius dalam beberapa hal, misalnya tekanan darah

rendah dan gangguan otot yang menyebabkann gerakan mulut dan dagu yang tidak disengaja.

Selain itu, dalam 2-3 tahun terakhir ini, obat-obat psikotropik anti schizophrenic

bermunculan dan mulai digunakan di Indonesia. Obat-obat ini seperti clozapine, risperidone,

olanzepine, iloperidol, diyakini mampu memberikan kualitas kesembuhan yang lebih baik,

terutama bagi yang sudah resistendengan obat-obat lama. Obat-obat generasi kedua ini bisa

menetralisir gejala-gejala akut schizophrenia seperti tingkah laku kacau, gaduh gelisah, waham,

halusinasi pendengaran, inkoherensi, maupun menghilangkan gejala-gejala negatif (kronik)

seperti autistik (pikiran penuh fantasi dan tak terarah0, perasaan tumpul, dan gangguan dorongan

kehendak. Namun, obat-obat anti schizophrenia ini memiliki harga yang cukup tinggi.

Sementara, penderita schizophrenia di Indonesia kebanyakan berasal dari golongan sosial

ekonomi rendah dan biasanya menggunakan obat-obatan klasik (generik).

Terapi Elektrokonvulsif

Terapi Elektrokonvulsif disingkat ECT juga dikenal sebagai terapi elektroshock. ECT

telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. Di masa

lalu ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk

schizophrenia. Namun terapi ini tidak membuahkan hasil yang bermanfaat. Sebelum prosedur

ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat

menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke

tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan

pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai

serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik.

Namun, sekarang ECT sudah tidak begitu menyakitkan. Pasien diberi obat bius ringan

dan kemudian disuntik dengan penenang otot. Aliran listrik yang sangat lemahdialirkan ke otak

melalui kedua pelipisatau pada pelipis yang mengandung belahan otak yang tidak dominan.

Hanya aliran ringan yang dibutuhkan untuk menghasilkan serangan otak yang diberikan, karena

serangan itu sendiri yang bersifat terapis, bukan aliran listriknya. Penenang otot mencegah

terjadinya kekejangan otot tubuh dan kemungkinan luka. Pasien bangun beberapa menit dan

tidak ingat apa-apa tentang pengobatan yang dilakukan. Kerancuan pikiran dan hilang ingatan

48

Page 9: tahap halusinasi

tidak terjadi, terutama bila aliran listrik hanya diberikan kepada belahan otak yang tidak dominan

(nondominan hemisphere). Empat sampai enam kali pengobatan semacam ini biasanyadilakukan

dalam jangka waktu 2 minggu. Akan tetapi, ECT ini tidak cukup berhasil untuk penyembuhan

schizophrenia, namun lebih efektif untuk penyembuhan penderita depresi tertentu.

Pembedahan bagian otak

Pada tahun 1935, Moniz memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu preoses

pembedahan pada lobus frontalis penderita schizophrenia. Menurut Moniz, cara ini cukup

berhasil dalam proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang

berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahin 1950 -an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan

penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.

Psikoterapi

Gejala-gejala gangguan schizophrenia yang kronik telah membuat situasi pengobatan di

dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Para

psikiater dan petugas kesehatan terkondisi untuk menangani schizophrenia dengan obat saja

selain terapi kejang listrik (ECT). Psikoterapi suportif, terapi kelompok, maupun terapi perilaku

hampir tidak pernah dilakukan, karena dianggap tidak akan banyak manfaatnya. Wawancara

tatap muka yang rutin dengan pasien jarang dilakukan. Psikoterapi adalah perawatan dan

penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis. beberapa pakar psikoterapi beranggapan

bahwa perubahan perilaku tergantung pada pemahaman individu atas motif dan konflik yang

tidak disadari.

Terapi Psikoanalisa.

Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep Freud. Tujuan psikoanalisis

adalah menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan

yang digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya . Hal yang paling penting pada terapi

ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang direpress oleh penderita. Metode terapi ini dilakukan

pada saat penderita schizophrenia sedang tidak "kambuh". Macam terapi psikoanalisa yang dapat

dilakukan, adalah Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk membebaskan

pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannya tanpa penyuntingan

atau Penyensoran. Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi relaks

baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika penderita dinyatakan sudah berada

49

Page 10: tahap halusinasi

dalam keadaan relaks, maka pasien harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu

secara verbal. Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam pikiran

dan perasaan yang ada di benaknya dan penderita mengalami blocking, maka hal itu merupakan

manifestasi dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya berupa dorongan vital

seperti sexual dan agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang

selalu diwakili oleh father dan mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah satu

bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat dari blocking

tersebut, maka integrasi kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat

besar.

Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas, maka penderita

akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat menimbulkan insight pada penderita.

Analisa pada waktu terjadi blocking bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya

lebih proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan ketegangan dan

penderita lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya. Seperti yang telah diungkapkan

terdahulu bahwa penderita diberi kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala traumatic

events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut dengan moment chatarsis.

Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneg-uneg yang ia rasakan , sehingga

terjadi redusir terhadap pelibatan emosi dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dalam

teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference, yaitu suatu keadaan dimana pasien

menempatkan therapist sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan masalah

bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu (1) transference positif, yaitu apabila

therapist menggantikan figur yang disukai oleh penderita, (2) transference negatif, yaitu therapist

menggantikan figur yang dibenci oleh penderita.

Terapi Perilaku (Behavioristik)

Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan,

karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terpist mencoba menentukan stimulus

yang mengawali respon malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau

mempertahankan perilaku itu. Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh

variabel kognitif pada perilaku (misalnya, pemikiran individu tentang situasi menimbulkan

kecemasan tentang akibat dari tindakan tertentu) dan telah mencakupkan upaya untuk mengubah

variabel semacam itu dengan prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut. Pada

50

Page 11: tahap halusinasi

kongres psikiatri di Malaysia beberapa bulan lalu tahun 2000 ini, cognitif - behavior therapy

untuk pasien schizophrenia ditampilkan pakar psikiatri dari Amerika maupun dari Malaysia

sendiri. Ternyata, terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk kasus-kasus baru, dengan

menggunakan cognitif - behavior therapy tersebut. Rupanya ada gelombang besar optimisme

akan kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih komprehensif ini.

Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung membentuk dan

mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita

untuk kembali berperan dalam masyarakat. Paul dan Lentz menggunakan dua bentuk program

psikososial untuk meningkatkan fungsi kemandirian.

Social Learning Program

Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk mempelajari perilaku-

perilaku yang sesuai. Program ini menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk

menguatkan perilaku dengan memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil

melakukan suatu perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward), seperti

makanan atau hak-hak tertentu Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic

community. Dalam program ini, penderita dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang

mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu

untuk bersama-sama dan saling membantu dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan

masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini berusaha memasukkan penderita

schizophrenia dalam proses perkembangan untuk mempersiapkan mereka dalam peran sosial

yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh penderitan dan staf pembimbing.

Dalam penelitian, social learning program mempunyai hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan perawatan dalam rumah sakit jiwa dan millieu program. Persoalan yang

muncul dalam terapi ini adalah identifikasi tentang unsur-unsur mana yang efektif. Tidak jelas

apakah penguatan dengan tanda (token) ataukan faktor-faktor lain yang menyebabkan perubahan

perilaku; dan apakah program penguatan dengan tanda tersebut membantu perubahan perilaku

hanya selama tanda diberikan atau hanya dalam lingkungan perawatan.

Social Skills Training.

51

Page 12: tahap halusinasi

Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian sosial, seperti

kemampuan percakapan, yang dapat membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat. Social

Skills Training menggunakan latihan bermainsandiwara. Para penderita diberi tugas untuk

bermain peran dalam situasi-situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi

yang sebenarnya. Bentuk terapi seperti ini sering digunakan dalam panti-panti

rehabilitasin psikososial untuk membantu penderita agar bisa kembali berperan dalam

masyarakat. Mereka dibantu dan didukung untuk melaksanakan tugas-tugas harian seperti

memasak, berbelanja, ataupun utnuk berkomunikasi, bersahabat, dan sebagainya.

Meskipun terapi ini cukup berhasil, namun tetap ada persoalan bagaimana

mempertahankan perilaku bila suatu program telah selesai, dan bagaimana dengan situasi situasi

yang tidak diajarkan secara langsung.

Terapi Humanistik

Terapi Kelompok.

Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan Dengan

orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang

lain, mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya

tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menagani kasus tersebut, terapi

kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya klien

schizophrenia. Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini,

beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan

sebagai pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback

tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Klien dihadapkan pada setting sosial

yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya pengalaman

mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan.

Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan tercipta, sehingga

klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang tidak

realistis.

Terapi Keluarga.

Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Kelomoknya

terdiri atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang bertemu denga satu atau dua terapist.

52

Page 13: tahap halusinasi

Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama

keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit

penderita kambuh kembali diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara

untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara

konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga

diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga

juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan

sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota keluarga diatu

dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi.

Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon ternyata campur tangan

keluarga sangan membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah

kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

Penatalaksanaan

Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi:

1. Terapi somatik: terdiri dari obat anti psikotik

2. Terapi psikososial

3. Perawatan rumah sakit (Hospitalize)

53