tahap halusinasi
Embed Size (px)
description
Transcript of tahap halusinasi

Tahap halusinasi
Menurut Townsend (1998) tahap dari halusinasi antara lain :
Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan)
Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran
untuk mengurangi ansietas; individu mengetahui bahwa pikiran yang dialaminya tersebut dapat
dikendalikan jika ansietasnya dapat diatasi (nonpsikotik).
Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara,gerakan mata yang cepat, respon verbal yang
lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
Condemning (secara umum halusinasi menjijikan)
Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari
sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas
misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan kemampuan
konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realitas.
Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa)
Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa
permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir
(psikotik).
Perilaku pasien yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain,rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dan ansietas berat seperti berkeringat,
tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
Conquering (secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan
jumlah pasien yang masuk adalah delusi).
41

Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi
terapeutik (psikotik).
Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror seperti panik, sangat
potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lebih
dari satu orang.
Diagnosis
Penemuan negative penting untuk diagnosis. Gejala mania atau depresi tidak ada dan
tidak pernah ada sebelumnya. Riwayat penyalahgunaan alcohol atau obat, yang mungkin akan
menimbulkan gejala yang mirip harus juga disingkirkan. Kesadaran harus jernih, ingatan dan
orientasi utuh. Jika tidak ada waham atau halusinasi, maka harus ada kelainan pikiran yang jelas.
Epilepsi harus disingkirkan.
Lalu skizofrenia baru dapat didiagnosis secara pasti, jika beberapa gejala utama dari
Schneider dapat ditimbulkan. Gejala tersebut terdiri dari penyisipan pikiran, penarikan pikiran
serta penyiaran pikiran; perasaan pasivitas (yaitu pengalaman sensasi, emosi atau bahkan
gerakan uang disebabkaan atau dikendalikan oleh sesuatu di luar); terdengar suara yang
membicarakan pasien pada orang ketiga, suara yang terus-menerus mengomentari pikiran atau
perilaku pasien, suara yang menyuarakan pikiran pasien sendiri, dan yang terakhir waham
primer.
Dalam kasus dini, diagnosis meragukan. Hal ini terjadi, bila gejala positif seperti waham
dan halusinasi tidak ada dan permulaan penyakit terjadi secara diam-diam dan hanya ada gejala
negative (penarikan diri, penumpulan emosi, kehilangan kemauan). Riwayat keluarga dan
kepribadian premorbid merupakan fakta yang menyokong, tetapi seringkali untuk memastikan
diagnosis perjalanan penyakit harus terus diamati.
Kesulitan untuk memastikan diagnosis pada tahap dini telah merangsang banyak peneliti
untuk menggunakan wawancara terstruktur dan analisis computer.
Kriteria Feighner
1. Keduanya harus ada:
42

a. Penyakitnya menahun telah bergejala selama 6 bulan
b. Tidak ada penyakit afektif
2. Paling kurang harus ada satu dari:
a. Waham atau halusinasi tanpa kebinguanagn atau disoroentasi
b. Kelainan pikiran
3. Harus ada tiga untuk ’’diagnosis pasti’’; atau dua untuk ’’diagnosis kemungkinan’’,
a. Bujangan
b. Kepribadian premorbid atau riwayat pekerjaan buruk
c. Riwayat keluarga positif
d. Tanpa alkoholisme atau penyalahguanaan obat dalam tahun terkhir
e. Terjadinya sebelum 40 tahun
Menurut Bleurer diagnosis skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat gangguan-
gangguan primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau ketidakseimbangan) pada unsur-
unsur kepribadian (proses berpikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor), diperkuat dengan
adanya gejala-gejala sekunder.
Schneider (1939) menyusun 11 gejala ranking pertama (first rank symptoms) dan
berpendapat bahwa diagnosis skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat satu gejala dari
kelompok A dan satu gejala dari kelompok B, dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak
menurun. Gejala-gejala ranking pertama menurut Schneider ialah:
A. Halusinasi pendengaran
1. Pikirannya dapat didengar sendiri
2. Suara-suara yang sedang bertengkar
3. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita
B. Gangguan batas ego
4. Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar
5. Pikirannya diambil atau disedot keluar
6. Pikirannya dipengaruh oleh orang lain atau pikirannya itu dimasukkan ke dalamnya
oleh orang lain
7. Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum
8. Perasaannya dibuat oleh orang lain
9. Kemuannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain
43

10. Dorongannya dikuasai orang lain
11. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
Kusumanto Setyonegoro (1967) membuat diagnosis skizofrenia dengan memperhatikan
gejala-gejala pada tiga buah koordinat,yaitu:
Koordinat pertama (intinya organobiologis),yaitu: autism,gangguan afek dan emosi, gagguan
asoisasi (proses berpikir), ambivalensi (gangguan kemauan), gangguan aktivitas (abulia atau
kemauan yang menurun) dan gangguan konsenterasi.
Koordinat kedua (intinya psikologis),yaitu:gangguan pada cara berpikir yang tidak sesuai
dengan perkembangan kepribadian, dengan memperhatikan perkembangan ego, sistematis
motivasi dan psikodinamika dalam interaksi dengan lingkungan.
Koordinat ketiga (intinya sosial),yaitu gangguan pada kehidupan sosial penderita yang
diperhatikan secara fenomenologis. Skizofrenia simplex kadang-kadang perlu dibedakan dari
gangguan kepribadian,dan jenis hebefrenik dari retardasi mental. Skizofrenia paranoid tidak
jarang sukar dibedakan dari reaksi paranoid akut dan kadang-kadang dari kepribadian paranoid
dan obsesi yang berat. Episode skizofrenia akut dan jenis gaduh-gelisah katatonik hampir serupa
dengan gaduh-gelisa reaktif (psikosis reaktif).
Dengan pemeriksaan yang teliti dapat ditemukan gejala-gejala primer skizofrenia yang
tidak terdapat pada yang bukan skizofrenia.
Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III atau ICD-10
Persyaratan normal untuk diagnosis skizofrenia adalah: dari gejala-gejala dibawah ini harus ada
paling sedikit satu gejala yang sangat jelas(dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-
gejala itu kurang jelas) dari salah satu kelompok (a) sampai (d), atau paling sedikit dua dari
kelompok (e) sampai (h) yang harus ada secara jelas pada sebagian besar waktu selama satu
bulan atau lebih.
a) Thought echo, thought insertion atau thought withdrawal,dan thought broadcasting.
b) Waham dikendalikan (delusion of control),waham dipengaruhi (delusion of influence),
atau waham pasivitas (delusion of passivity) yang jelas merujuk pada gerakan tubuh atau
gerakan extremitas, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensasi) khusus;delusional
perception
44

c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau
mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain
yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta
sama sekali mustahil, seperti misalnya megenai identitas keagamaan atau politik, atau
kekuatan dan kemampuan “manusia super” (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain)
e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas,apabila disertai baik oleh waham yang
mengembang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, atau pun ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus
f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas serea (waxy flexibility), negativisme, mutisme dan stupor
h) Gejala-gejala negative seperti bersikap masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptik
i) Suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tidak bertujuan, sikap
malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Apabila didapati kondisi yang memenuhi kriteria gejala di atas tetapi baru dialami kurang
dari satu bulan, maka harus dibuat diagnosis Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia Akut (F23.2).
Apabila gejala-gejala berlanjut lebih dari satu bulan dapat dilakukan klasifikasi ulang.
Dahulu bila diagnosis dibuat skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak
ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan,bahwa kepribadiannya selalu akan menuju
kemunduran mental (deteriorasi mental). Dan bila seorang dengan skizofrenia kemudian menjadi
sembuh, maka diagnosisnya harus diragukan.
45

Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bila penderita itu datang berobat dalam
tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh
sama sekali (full remission atau recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke
masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit dan mereka masih harus sering diperiksa dan
diobati selanjutnya (social recovery). Yang sisanya biasanya mempunyai prognosis yang jelek,
mereka tidak dapat berfungsi di dalam masyarakat dan menuju kemunduran mental,sehingga
mungkin menjadi penghuni tetap di rumah sakit jiwa.
Dengan intervensi dini yang komprehensif, yang antara lain meliputi pemberian
antipsikotik secara optimal, terapi kognitif perilaku, pelibatan keluarga, perawatan di masyarakat
dan manajemen kasus yang baik, angka kesembuhan skizofrenia dapat ditingkatkan.
Untuk menetapkan prognosis kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini:
1. Kepribadian prepsikotik:bila skizoid dan hubungan antarmanusia memang kurang
memuaskan, maka prognosis lebih jelek
2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosis lebih baik daripada bila penyakit itu
mulai secara perlahan-lahan.
3. Jenis: prognosis jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderita
dengan skizofrenia katatonik sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikotik. Kemudian
menyusul prognosis jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke
masyarakat.
Skizofrenia hebefrenik dan skizofrenia simplex mempunyai prognosis yang sama jelek.
Biasanya penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju kea rah kemunduran mental.
1. Umur. Makin muda umur permulaannya,makin jelas prognosis
2. Pengobatan: makin lekas diberi pengobatan, makin baik prognosisnya
3. Dikatakan bahwa bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres
psikologis, maka prognosisnya lebih baik
4. Faktor keturunan:prognosis menjadi lebih berat bila didalam keluarga terdapat seorang
atau lebih yang juga menderita skizofrenia.
Diagnosis banding
Skizofrenia harus dibedakan dari:
46

1. Kesuliatan psikologik pada adolesen normal. Bila sangat sulit pada murid pemalu,
sensitif, dan sangat cerdas.
2. Skizofrenia simtomatik. Dalam beberapa keadaan, terutama psikosis yang berhubungan
dengan epilepsy lobus temporalis dan adiksi amfetamin, gejala mungkin tidak bisa
dibedakan dari skizofrenia.
3. Psikosis afektif. Beberapa depresi atau mania tidak spesifik mungkin menimbulkan
kesulitan dignosis. Bila ada keraguan dan gejala afektif menonjol, maka istilah psikosis-
afektif kadang-kadang digunakan.
4. Psikosis paranoid yang ditimbulkan oleh alkholisme atau gejala awal suatu demensia
organik mungkin meniru skizofrenia.
Modalitas terapi
Penggunaan Obat Antipsikosis
Obat-obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala schizophrenia adalah
chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk
kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut
obet penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak
mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat
dengan mudah terbangun). Obat ini tampaknya mengakibatkan sikap acuh pada stimulus. luar.
Obat ini cukup tepat bagi penderita schizophrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring
stimulus yang tidak relevan).
Bukti menunjukkan bahwa obat antipsikotik ini bekerja pada bagian batang otak, yaitu
sistem retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan berita dari alat indera pada cortex
cerebral. Obat-obatan ini tampaknyamengurangi masukan sensorik pada sistem retikuler,
sehingga informasi tidak mencapai cortex cerebral. Obat antipsikotik telah terbukti efektif untuk
meredakan gejala schizophrenia, memperpendek jangka waktu pasien di rumah sakit, dan
mencegah kambuhnya penyakit. Namun, obat-obatan tersebut bukan untuk penyembuhan
menyeluruh. Kebanyakan pasien harus melanjutkannya dengan perbaikan dosis pengobatan agar
dapat berfungsi di luar rumah sakit.
Di samping itu, efek penggunaan obat-obatan antipsikotik tersebut memiliki dampak
sampingan yang kurang menyenangkan, yaitu mulut kering, pendangan mengabur, sulit
47

berkonsentrasi, sehingga banyak orang menghentikan pengobatan mereka. Selain itu juga
terdapat dampak sampingan yang lebih serius dalam beberapa hal, misalnya tekanan darah
rendah dan gangguan otot yang menyebabkann gerakan mulut dan dagu yang tidak disengaja.
Selain itu, dalam 2-3 tahun terakhir ini, obat-obat psikotropik anti schizophrenic
bermunculan dan mulai digunakan di Indonesia. Obat-obat ini seperti clozapine, risperidone,
olanzepine, iloperidol, diyakini mampu memberikan kualitas kesembuhan yang lebih baik,
terutama bagi yang sudah resistendengan obat-obat lama. Obat-obat generasi kedua ini bisa
menetralisir gejala-gejala akut schizophrenia seperti tingkah laku kacau, gaduh gelisah, waham,
halusinasi pendengaran, inkoherensi, maupun menghilangkan gejala-gejala negatif (kronik)
seperti autistik (pikiran penuh fantasi dan tak terarah0, perasaan tumpul, dan gangguan dorongan
kehendak. Namun, obat-obat anti schizophrenia ini memiliki harga yang cukup tinggi.
Sementara, penderita schizophrenia di Indonesia kebanyakan berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah dan biasanya menggunakan obat-obatan klasik (generik).
Terapi Elektrokonvulsif
Terapi Elektrokonvulsif disingkat ECT juga dikenal sebagai terapi elektroshock. ECT
telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. Di masa
lalu ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk
schizophrenia. Namun terapi ini tidak membuahkan hasil yang bermanfaat. Sebelum prosedur
ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat
menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke
tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan
pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai
serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik.
Namun, sekarang ECT sudah tidak begitu menyakitkan. Pasien diberi obat bius ringan
dan kemudian disuntik dengan penenang otot. Aliran listrik yang sangat lemahdialirkan ke otak
melalui kedua pelipisatau pada pelipis yang mengandung belahan otak yang tidak dominan.
Hanya aliran ringan yang dibutuhkan untuk menghasilkan serangan otak yang diberikan, karena
serangan itu sendiri yang bersifat terapis, bukan aliran listriknya. Penenang otot mencegah
terjadinya kekejangan otot tubuh dan kemungkinan luka. Pasien bangun beberapa menit dan
tidak ingat apa-apa tentang pengobatan yang dilakukan. Kerancuan pikiran dan hilang ingatan
48

tidak terjadi, terutama bila aliran listrik hanya diberikan kepada belahan otak yang tidak dominan
(nondominan hemisphere). Empat sampai enam kali pengobatan semacam ini biasanyadilakukan
dalam jangka waktu 2 minggu. Akan tetapi, ECT ini tidak cukup berhasil untuk penyembuhan
schizophrenia, namun lebih efektif untuk penyembuhan penderita depresi tertentu.
Pembedahan bagian otak
Pada tahun 1935, Moniz memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu preoses
pembedahan pada lobus frontalis penderita schizophrenia. Menurut Moniz, cara ini cukup
berhasil dalam proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang
berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahin 1950 -an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan
penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.
Psikoterapi
Gejala-gejala gangguan schizophrenia yang kronik telah membuat situasi pengobatan di
dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Para
psikiater dan petugas kesehatan terkondisi untuk menangani schizophrenia dengan obat saja
selain terapi kejang listrik (ECT). Psikoterapi suportif, terapi kelompok, maupun terapi perilaku
hampir tidak pernah dilakukan, karena dianggap tidak akan banyak manfaatnya. Wawancara
tatap muka yang rutin dengan pasien jarang dilakukan. Psikoterapi adalah perawatan dan
penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis. beberapa pakar psikoterapi beranggapan
bahwa perubahan perilaku tergantung pada pemahaman individu atas motif dan konflik yang
tidak disadari.
Terapi Psikoanalisa.
Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep Freud. Tujuan psikoanalisis
adalah menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan
yang digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya . Hal yang paling penting pada terapi
ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang direpress oleh penderita. Metode terapi ini dilakukan
pada saat penderita schizophrenia sedang tidak "kambuh". Macam terapi psikoanalisa yang dapat
dilakukan, adalah Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk membebaskan
pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannya tanpa penyuntingan
atau Penyensoran. Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi relaks
baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika penderita dinyatakan sudah berada
49

dalam keadaan relaks, maka pasien harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu
secara verbal. Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam pikiran
dan perasaan yang ada di benaknya dan penderita mengalami blocking, maka hal itu merupakan
manifestasi dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya berupa dorongan vital
seperti sexual dan agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang
selalu diwakili oleh father dan mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah satu
bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat dari blocking
tersebut, maka integrasi kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat
besar.
Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas, maka penderita
akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat menimbulkan insight pada penderita.
Analisa pada waktu terjadi blocking bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya
lebih proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan ketegangan dan
penderita lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya. Seperti yang telah diungkapkan
terdahulu bahwa penderita diberi kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala traumatic
events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut dengan moment chatarsis.
Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneg-uneg yang ia rasakan , sehingga
terjadi redusir terhadap pelibatan emosi dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dalam
teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference, yaitu suatu keadaan dimana pasien
menempatkan therapist sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan masalah
bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu (1) transference positif, yaitu apabila
therapist menggantikan figur yang disukai oleh penderita, (2) transference negatif, yaitu therapist
menggantikan figur yang dibenci oleh penderita.
Terapi Perilaku (Behavioristik)
Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan,
karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terpist mencoba menentukan stimulus
yang mengawali respon malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau
mempertahankan perilaku itu. Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh
variabel kognitif pada perilaku (misalnya, pemikiran individu tentang situasi menimbulkan
kecemasan tentang akibat dari tindakan tertentu) dan telah mencakupkan upaya untuk mengubah
variabel semacam itu dengan prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut. Pada
50

kongres psikiatri di Malaysia beberapa bulan lalu tahun 2000 ini, cognitif - behavior therapy
untuk pasien schizophrenia ditampilkan pakar psikiatri dari Amerika maupun dari Malaysia
sendiri. Ternyata, terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk kasus-kasus baru, dengan
menggunakan cognitif - behavior therapy tersebut. Rupanya ada gelombang besar optimisme
akan kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih komprehensif ini.
Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung membentuk dan
mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita
untuk kembali berperan dalam masyarakat. Paul dan Lentz menggunakan dua bentuk program
psikososial untuk meningkatkan fungsi kemandirian.
Social Learning Program
Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk mempelajari perilaku-
perilaku yang sesuai. Program ini menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk
menguatkan perilaku dengan memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil
melakukan suatu perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward), seperti
makanan atau hak-hak tertentu Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic
community. Dalam program ini, penderita dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang
mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu
untuk bersama-sama dan saling membantu dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan
masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini berusaha memasukkan penderita
schizophrenia dalam proses perkembangan untuk mempersiapkan mereka dalam peran sosial
yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh penderitan dan staf pembimbing.
Dalam penelitian, social learning program mempunyai hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan perawatan dalam rumah sakit jiwa dan millieu program. Persoalan yang
muncul dalam terapi ini adalah identifikasi tentang unsur-unsur mana yang efektif. Tidak jelas
apakah penguatan dengan tanda (token) ataukan faktor-faktor lain yang menyebabkan perubahan
perilaku; dan apakah program penguatan dengan tanda tersebut membantu perubahan perilaku
hanya selama tanda diberikan atau hanya dalam lingkungan perawatan.
Social Skills Training.
51

Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian sosial, seperti
kemampuan percakapan, yang dapat membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat. Social
Skills Training menggunakan latihan bermainsandiwara. Para penderita diberi tugas untuk
bermain peran dalam situasi-situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi
yang sebenarnya. Bentuk terapi seperti ini sering digunakan dalam panti-panti
rehabilitasin psikososial untuk membantu penderita agar bisa kembali berperan dalam
masyarakat. Mereka dibantu dan didukung untuk melaksanakan tugas-tugas harian seperti
memasak, berbelanja, ataupun utnuk berkomunikasi, bersahabat, dan sebagainya.
Meskipun terapi ini cukup berhasil, namun tetap ada persoalan bagaimana
mempertahankan perilaku bila suatu program telah selesai, dan bagaimana dengan situasi situasi
yang tidak diajarkan secara langsung.
Terapi Humanistik
Terapi Kelompok.
Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan Dengan
orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang
lain, mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya
tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menagani kasus tersebut, terapi
kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya klien
schizophrenia. Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini,
beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan
sebagai pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback
tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Klien dihadapkan pada setting sosial
yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya pengalaman
mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan.
Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan tercipta, sehingga
klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang tidak
realistis.
Terapi Keluarga.
Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Kelomoknya
terdiri atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang bertemu denga satu atau dua terapist.
52

Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama
keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit
penderita kambuh kembali diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara
untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara
konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga
diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga
juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan
sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota keluarga diatu
dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi.
Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon ternyata campur tangan
keluarga sangan membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah
kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.
Penatalaksanaan
Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi:
1. Terapi somatik: terdiri dari obat anti psikotik
2. Terapi psikososial
3. Perawatan rumah sakit (Hospitalize)
53