KTI HALUSINASI
-
Upload
hasan-nudin -
Category
Documents
-
view
8.926 -
download
5
Embed Size (px)
description
Transcript of KTI HALUSINASI

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan Jiwa masyarakat ( community mental health ) telah menjadi
bagian masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua negara.
Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak
modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan
dan kemajuan teknologi baru. Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara
langsung namun akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan
menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan lingkungan masyarakat sekitarnya,
Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan
sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas
dari gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan bahagia ( well being ),
ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagiaan
dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup sehari-
hari.
Penyakit mental, disebut juga gangguan mental, penyakit jiwa, atau
gangguan jiwa, adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi mental.
Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi,

2
proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Penyakit mental
ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. (Maramis, 2005).
Salah satu penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa karena adanya
stressor psikosial. Pelayanan perawatan kesehatan jiwa bukan hanya ditujukan pada
klien dengan gangguan jiwa tetapi juga dapat ditujukan pada semua orang dan
lapisan masyarakat agar tercapai sehat mental dan hidup secara produktif
Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif kuratif dan
rehabilitatif. Promotif adalah memberikan penjelasan tentang gangguan jiwa
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran pada masyarakat umum, mulai
dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala sampai dengan komplikasi yang akan
terjadi bila tidak segera ditangani. Preventif adalah memberi penjelasan cara
pencegahan pasien dengan gangguan jiwa terutama dengan pasien gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran. Kuratif yaitu peran perawat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien gangguan jiwa terutama dengan gangguan sensori
persespsi: halusinasi pendengaran secara mandiri serta memberikan obat-obatan
sebagai tindakan kolaborasi dengan dokter. Rehabilitatif peran perawat dalam
memperkenalkan pada anggota keluarga cara merawat pasien dengan gangguan jiwa
terutama dengan gangguan sensori persepsi: halusiansi pendengaran di rumah.
Berdasarkan yang penulis peroleh dari Rumah Sakit Umum Duren Sawit
Jakarta Timur, bekerja sama dengan kepala ruangan dan perawat ruangan khususnya
1

3
di ruang berry selama 6 bulan terakhir dari bulan januari 2010 sampai dengan 21 juni
2010, jumlah pasien 341 orang yang meliputi kasus gangguan sensori persepsi:
halusinasi 172 orang (50,44%), isolasi sosial 86 orang (25,22%), waham 12 orang
(7,62%), perilaku kekerasan 25 orang (7,33%), devisit perawatan diri 26 orang
(7,62%) dan harga diri rendah 20 orang (5,87%). Dilihat dari data diatas prevalansi
yang terbanyak adalah kasus halusinasi, sehingga penulis merasa perlu untuk
mngadakan pendekatan yang lebih dalam kepada klien dengan masalah gangguan
sensori persepsi: halusinasi pendengaran.
Melihat data diatas, penulis tertarik dan berminat membahasa kasus “Asuhan
Keperawatan pada Ny. R dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
Pendengaran di ruang Berry Rumah Sakit Umum Duren Sawit Jakarta Timur”
B. Tujuan Khusus
Adapun tujuan penulis makalah ini adalah:
1. Tujuan Umum
Penulis memperoleh gambaran dan pengalaman langsung serta mampu
memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan gangguan
sensori persepsi: Halusinasi pendengaran dengan pendekatan proses
keperawatan
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. R dengan gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran di ruang Berry Rumah Sakit Umum Duren
Sawit.

4
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. R dengan gangguan
sensori persepsi: halusinasi pendengaran di ruang Berry Rumah Sakit Umum
Duren Sawit.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada Ny. R dengan gangguan
sensori persepsi: halusinasi pendengaran di ruang Berry Rumah Sakit Umum
Duren Sawit.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. R dengan gangguan
sensori persepsi: halusinasi pendengaran di ruang Berry Rumah Sakit Umum
Duren Sawit.
e. Mampu melakukan evaluasi pada Ny. R dengan gangguan sensori persepsi:
halusinasi pendengaran di ruang Berry Rumah Sakit Umum Duren Sawit.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus di
ruang Berry Rumah Sakit Umum Duren Sawit.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat serta
mencari solusinya di ruang Berry Rumah Sakit Umum Duren Sawit.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Ny. R di ruang Berry Rumah
Sakit Umum Duren Sawit.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan makalah ilmiah ini adalah “Asuhan Keperawatan
pada Ny. R dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran di ruang
Berry Rumah Sakit Umum Duren Sawit.” Selama tiga hari dimulai dari tanggal 21-
23 juni 2010.

5
D. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ilmiah ini adalah deskriptif dan metode
kepustakaan. Metode deskriptif yaitu metode ilmiah yang bersifat mengumpulkan
data, menganalisa data serta menarik kesimpulan yang selanjutnya disajikan dalam
bentuk narasi yang akan menjadi bahan pembahasan.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan data dan mempelajari buku-
buku kepustakaan sebagai landasan teori berhubungan dengan kasus
2. Wawancara yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara berkomunikasi
lansung dengan klien, perawat ruangan sesuai dengan masalah yang dibahas
sebagai landasan untuk membuat interpretasi data
3. Observasi yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung
dan pemeriksaan pada klien terhadap masalah yang dibahas secara
kesinambungan
4. Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara mempelajari
catatan medik dan keperawatan yang ada pada rekam medik klien sesuai dengan
masalah yang dibahas
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ilmiah ini yang terdiri dari lima bab yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan
dan sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN TEORI

6
Meliputi pengertian, psikodinamika, rentang respon dan asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
BAB III : TINJAUAN KASUS
Meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi keperawatan
BAB IV : PEMBAHASAN
Yang meliputi kesenjangan antara teori dan kasus serta faktor-
faktor pendukung, penghambat dan solusi yang diantaranya :
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
BAB V : PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran.

7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Menurut Varcarolis 2006, Halusinasi dapat didefinisikan sebagai
tergantungnya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe
halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (auditory-hearing
voices or sounds), penglihatana (visual-seeing person or things), penciuman
(olfactory-smelling odors), pengecapan (gustary-experiencing tastes)
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah ketidakmampuan klien menilai dan merespon pada realita.
Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal. (Dalami, dkk. 2009).
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang
yang menimbulkannya atau tidak ada objek. (Sunardi, 2005).
Halusinasi adalah suatu keadaan individu menginterpretasikan stressor yang
tidak ada stimulus dari lingkungan. (Depkes RI, 2000).

8
B. Psikodinamika
Gangguan otak karena keracunan, obat halusinogenik, gangguan jiwa seperti
emosi tertentu yang dapat mengakibatkan ilusi, psikososial yang dapat
menimbulkan halusinasi dan pengaruh sosial budaya, sosial budaya yang berbeda
menimbulkan persepsi yang berbeda (Sunaryo, 2004)
Halusinasi terjadi apabila yang bersangkutan mempunyai kesan tertentu
tentang sesuatu, padahal dalam kenyataan tidak terdapat rangsangan apapun atau
tidak terjadi sesuata apapun atau bentuk kesalahan pengatan tampa objektivitas
pengindraan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat (Suryono, 2004)
Menurut tim kesehatan jiwa fakultas kedokteran Universitas Indonesia tahap-
tahap halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh klien yang
mengalami halusinasi yaitu:
1. Tahap I (non psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat
orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi klien.
a. Karakteristik (non verbal)
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba
berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas, pikiran dan
pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran.
b. Perilaku klien
Tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
7

9
2. Tahap II (non psikotik)
Pada tahap ini klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan
berat, secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati.
a. Karakteristik (non verbal)
Pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori
tersebut, mulai merasa kehilangan kontrol, menarik diri dari orang lain.
b. Perilaku klien
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, perhatian
dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya,
kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita.
3. Tahap III (psikotik)
Klien biasanya dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan
halusinasinya tidak dapat ditolak lagi.
a. Karakteristik (psikotik)
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi), isi
halusinasinya menjadi atraktif, kesepian bila pengalaman sensori berakhir
b. Perilaku klien
Perintah halusinasinya ditandai, sulit berhubungan dengan orang lain,
perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik, tidak mampu
mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.
4. Tahap IV (psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.

10
a. Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi mengancam, halusinasi dapat menjadi beberapa
jam atau beberapa hari.
b. Perilaku klien
Perilaku panik, potensial untuk bunuh diri atau membunuh, tindak kekerasan
agitasi, menarik atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap lingkungan.
Adapun lima jenis halusinasi yaitu:
1. Halusinasi pendengaran atau auditori
Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang.
Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara
mengenai klien, klien mendengar orang orang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkan oleh klien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan
kadang-kadang melakukan yang berbahaya.
2. Halusinasi penglihatan atau visual
Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometris gambar kartun dan atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.
3. Halusinasi penghidu atau olfaktori
Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang
menjijikan seperti darah, urine atau feses. Halusinasi penghidu khususnya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensia.
4. Halusinasi pengecap
Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikan seperti darah, urine dan feses.

11
5. Halusinasi peraba atau tartil
Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang tidak terlihat. Merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
C. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif
Keterangan:
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
Pikiran logis Persepsi akurat Emosi
konsisten Perilaku social Hubungan
sosial
Pikiran terkadang menyimpang
Ilusi Emosional
berlebihan/dengan pengalaman kurang
Perilaku ganjil Menarik diri
Kelainan fikiran Halusinasi Tidak mampu
mengontrol emosi
Ketidakteraturan Isolasi soial

12
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon psikososial
Respon psikosial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.

13
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang
negatif mengancam.
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama dari
proses keperawatan yang terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah
(Keliat, 2005). Data yang dikumpulkan dalam pengkajian meliputi lima aspek
yaitu aspek fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Pengkajian
keperawatan jiwa pada masalah halusinasi meliputi :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang tergangu misalnya : rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya
pada lingkungannya
3) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap ganguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka dialam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffenon dan

14
dimetytranferasi (DMP), akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya: terjadi ke tidak
seimbangan acetylcholine dan dopamine.
4) Faktor psikologis
tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidak
mampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi massa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penilitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini. (Yosep, 2009)
b. Faktor presipitasi
1) Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan perasaan
tidak aman, galisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. (Yosep, 2009)
c. Manifestasi klinis

15
Menurut ahli keperawatan jiwa manifestasi klinis pada gangguan
persepsi sensori halusinasi. Adapun perilaku yang dapat diamati adalah
sebagai berikut:
1) Halusinasi penglihatan
a) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa
yang sedang dibicarakan
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang
tidak berbicara atau pada benda seperti mebel
c) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang
tidak tampak
d) Menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara
2) Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati
a) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti orang lain, benda
mati atau stimulus yang tidak tampak
b) Tiba-tiba lari ke ruangan lain.
3) Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat diamati pada klien gangguan halusinasi penciuman
adalah:
a) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak
b) Mencium bau tubuh
c) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain

16
d) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau
darah
e) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
4) Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku pada klien yang mengalami gangguan halusinasi peraba
adalah:
a) Meludahkan makanan atau minuman
b) Menolak untuk makan atau minuman
c) Menolak untuk makan, minum, atau minum obat
d) Tiba-tiba meninggalkan meja makan
d. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada masalah keperawatan halusinasi meliputi :
1) Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas.
2) Proyeksi, ke inginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk mejelaskan kerancuan persepsi)
3) Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghidar sumber
stressor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas beracun dan lain lain.
Reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri,
tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

17
e. Sumber koping
Sumber koping merupakan sautu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal untuk meyelesaikan masalah. Dukungan
sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
efektif.
f. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan
Isolasi sosial
(Stuart, 2006)
Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji:
a. Gangguan sensori persepsi: Halusinasi
1) Data mayor :
a) Data subjektif : mengatakan mendengar suara bisikan/ melihat
bayangan
Gangguan sensori persepsi:
Halusinasi

18
b) Data objektif : bicara sendiri, tertawa sendiri, marah tanpa
sebab
2) Data minor :
a) Data subjektif : menyatakan kesal, menyatakan senang dengan
suara-suara
b) Data objektif : menyediri, melamun
b. Isolasi sosial
1) Data mayor :
a) Data subjektif : mengatakan malas berinteraksi, mengatakan
orang lain tidak mau menerima dirinya, merasa
orang lain tidak selevel.
b) Data objektif : menyendiri, mengurung diri, tidak mau
bercakap-cakap dengan orang lain, afek
tumpul, komunikasi kurang, mudah
tersinggung, kontak mata kurang.
2) Data minor :
a) Data subjektif : curiga dengan orang lain, mendengar suara-
suara/ melihat bayangan, merasa tak berguna.
b) Data objektif : mematung, mondar-mandir tanpa arah, tidak
berinisiatif berhubungan dengan orang lain.
c. Perilaku kekerasan
1) Data mayor :
a) Data subjektif : mengancam, mengumpat, bicara keras dan
kasar.

19
b) Data objektif : agitasi, meninju, membanting, melempar.
2) Data minor :
a) Data subjektif : mengatakan ada yang mengejek, mengancam,
mendengar suara yang menjelekan, merasa
orang lain mengancam dirinya.
b) Data objektif : menjauh dari orang lain, katatonia
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan sensori persepsi: Halusinasi
b. Isolasi social
c. Perilaku kekerasan

20
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah serangkaian tindakan yang dapat mencapai
setiap tujuan khusus (Keliat, 2005)
a. Perencanaan
Diagnosa I : gangguan sensori persepsi: halusinasi Pendengaran.
Tujuan Umum : klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan Khusus 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Hasil : ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang,
ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau
menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi. Intervensi : bina hubungan saling
percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik, sapa
klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri
dengan sopan, tanyakan naman lengkap, nama panggilan yang disukai
klien, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjuk sikap
empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien.
Tujuan Khusus 2 : klien dapat mengenali halusinasinya. Kriteria
Hasil : klien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus.
Intervensi : adakan kontak sering dan singkat secara bertahap,
observasi tingkah laku klien dengan halusinasinya(dengar/ lihat/
penghidu/ raba/ kecap), jika menemukan klien yang sedang halusinasi:
tanyakan apakah mengalami sesuatu halusinasi(dengar/ lihat/ raba/
penghidu/ kecap), jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang

21
dialaminya, katakana bahwa perawat percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat tidak mengalaminya(dengan nada bersahabat
tanpa menuduh atau menghakimi), katakana bahwa ada klien lain yang
mengalami hal yang sama, katakana bahwa perawat akan membantu
klien, jika klien tidak sedang berhalusinasi klarisifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien, isi, waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi(pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-
kadang), situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi. Kriteria Hasil : klien menyatakan perasaan dan responnya
saat mengalami halusinasi: marah, takut, sedih, senang, cemas dan
jengkel. Intervensi : diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengunkapkan perasaannya,
diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan
tersebut, diskusikan tentang dampak yang akan dialami bila klien
menikmati halusinasinya.
Tujuan Khusus 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria
Hasil : klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukakan untuk
mengendalikan halusinasinya. Intervensi : indentifikasi bersama klien
cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi(tidur, marah,
menyibukan diri, dll). Kriteria Hasil : klien menyebutkan cara baru
mengontrol halusinasi. Intervensi : diskusikan cara yang digunakan
klien, jika cara yang digunakan adaftif beri pujian, jika cara yang
digunakan maladaftif disikusikan kerugian cara tersebut. Kriteria Hasil :
klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi

22
halusinasi(dengarl lihat/ penghidu/ peraba kecap). Intervensi :
diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi: katakana
pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata(saya tidak mau
dengar/lihat/penghidu/raba/kecap, pada saat halusinasi terjadi), menemui
orang lain(perawat/anggota keluarga/teman) untuk menceritakan
halusinasinya. Kriteria Hasil : klien melaksanakan rencana yang telah
dipilih untuk mengendalikan halusinasinya. Intervensi : bantu klien
memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
Kriteria Hasli : klien mengikuti terapi aktivitas kelompok. Intervensi
:beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau
pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil berikan pujian,
anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi halusinai.
Tujuan Khusus 4 : klien dapat dukungan dari keluarga dalam
mengontrol halusinasinya. Kriteria Hasil : keluarga menyatakan setuju
untuk mengikuti pertemuan dengan perawat. Intervensi : buat kontrak
dengan keluarga untuk pertemuan(waktu, tempat dan topik). Kriteria
Hasil : keluarga menyebuutkan pengertian, tanda dan gejala, proses
terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
Intervensi : diskusikan dengan keluarga(pada saat pertemuan
keluarga/ kunjungan rumah): pengertian halusinasi, tanda dan gejala
halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan dan
keluarga untuk memutus halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat
anggota keluarga yang halusinasi di rumah(beri kegiatan, jangan biarkan

23
sendiri, makan besama, berpergian bersama, memantau obat-obatan dan
cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi), beri informasi waktu
kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika
halusiansi tidak dapat diatasi di rumah.
Tujuan Khusus 5 : klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria Hasil : klien menyebutkan: manfaat minum obat, kerugian tidak
minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi, dan efek samping.
Intervensi : diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian
minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping
penggunaan obat. Kriteria Hasil : klien mendemontrasikan penggunaan
obat dengan benar. Intervensi : pantau klien saat penggunaan obat.
Kriteria Hasil : klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter. Intervensi : beri pujian jika klien minum obat dengan
benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter, anjurkan klien untuk konsultasi dokter/ perawat jika terjadi hal-
hal yang tidak dinginkan.
b. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis menurut http://www.google.co.id/nursingtheory
28/06/2010
Chlorpromazine (CPZ)
Untuk mengatasi psikosa, dan mengurangi gejala emesis. Untuk
gangguan jiwa, dosis awal: 3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan
supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
Trihexyphenidil (THP)

24
Diberikan 1 Mg pada hari pertama dan hari kedua diberikan 2 Mg/hari
hingga mencapai 6-10 Mg/hari untuk pengobatan brerbagai bentuk
Parkinson, efek samping mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual,
muntah, takikardi dan konstipasi.
c. Prinsip Keperawatan
Menetapkan hubungan terapeutik, kontak sering dan singkat secara
bertahap, peduli, empati, jujur, menepati janji dan memenuhi kebutuhan
dasar klien. Pada umumnya melindungi dari perilaku yang
membahayakan, tidak membenarkan ataupun menyalahkan halusinasi
klien, melibatkan pasien dan keluarga dalam perencanaan asuhan
keperawatan dan mempertahankan perilaku keselarasan verbal dan
nonverbal
4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan Keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan spesifik untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang mencangkup permasalahan kesehatan dan
memfasilitasi koping (Keliat, 2005). Adapun jenis-jenis pelaksanaan
keperawatan sebagai berikut:
a. Independen, merupakan tindakan keperawatan yang dilakuksn tanpa
arahan atau superpisi dari operasi.
b. Dependen, merupakan tindakan keperawatan yang disertai intruksi
kesehatan yang lain yang di implementasikan dan perawat bertanggung
jawab untuk mengaflikasikan inturksi yang perlu ditanyakan.

25
c. Kolaborasi atau Interdependen, merupakan tindakan keperawatan yang
dibuat perawat bersama tim kesehatan lainnya.
Tindakan keperawatan pada asuhan keperawatan gangguan jiwa
dilaksanakan dalam bentuk straetgi pelaksanaan tindakan keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respon klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan.
Tujuan evaluasi keperaawatan adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan sehingga perawat dapat mengambil keputusan
untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan.
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses atau formatif
dilakukan selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan
tujuan khusus yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP sebagai pola pikir,
dimana masing-masing huruf tersebut diuraikan sebagai berikut:

26
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah bari atau ada data yang
kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien

27
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengara di ruang Berry di rumah sakit umum
Duren Sawit Jakarta timur. Ny. R diantar oleh petugas panti Darmogot. Asuhan
keperawatan ini dilakukan dengan menggunakan proses keperawatan secara
komprehensif mulai dari pengkajian, menyusun diagnosa keperawatan, rencana tindakan
sampai implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan pada Ny. R ini dilaksanakan
mulai dari tanggal 21 juni 2010 sampai dengan 23 juni 2010.
A. Pengkajian
Pada tahap ini penulis mengumpulkan data yang didapat dari klien, perawat
ruangan, catatan medis dan observasi selama melakukan asuhan keperawatan. Data
yang didapat melalui wawancara,observasi pengukuran dan diskusi yang meliputi:
1. Identitas Klien
Nama klien Ny. R, umur 35 tahun, status menikah, agama Kristen katolik,
suku bangsa Indonesia, pendidikan terakhir SLTP, alamat Jl. Poncol lautan, klien
mulai dirawat pada tanggal 10 juni 2010, dengan diagnosa medis skizofrenia
paranoid
26

28
2. Alasan Masuk
Klien mengatakan dibawa kerumah sakit umum Duren Sawit oleh petugas
panti, pada saat itu klien mengatakan mendengar suara bisikan laki-laki yang
mengaku sebagai pangeran Charles.
3. Faktor Predisposisi
Klien mengatakan sebelumnya belum pernah sakit jiwa, klien mengatakan
pernah berantem dengan temannya dipanti, klien mengatakan ia langsung
memukul temannya,klien belum pernah mengalami penganiayaan seksual, klien
mengatakan belum pernah tidak pernah mendapatkan penolakan dari
keluarganya maupan masyarakat, klien mengatakan belum pernah melakukan
ataupan merasakan tindakan keriminal dank lien belum pernah mengalami
kekerasan dalam keluarga. Klien raut wajah klien tampak tegang saat
berinteraksi, nada suara klien agak keras.
Masalah Keperawatan : Resiko prilaku kekerasan
Klien mengatakan keluarganya ada yang mengalami gangguan jiwa yaitu
keponakannya, klien mengatakan tidak pernah mengalami pengalaman yang
tidak menyenangkan
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
4. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan didapatkan : Tekanan Darah; 110/70mmHg, Nadi
90x/menit, pernafasan 18x/ menit, suhu 36,5º, Tinggi Badan 159cm, Berat Badan
50 kg. klien mengatakan tidak ada keluah pusing, panas ataupun batuk.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

29
5. Psikosial
a. Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Satu rumah
: Klien
: Garis keturunan
: Garis pernikahan
Klien mengatakan ia anak ke dua dari empat bersaudara, klien mengatakan ia
tinggal dengan suami dan anaknya, klien mengatakan sudah menikah dan
mempunyai tiga anak.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
b. Konsep diri
Untuk gambaran diri klien mengatakan suka dengan bagian mukanya
karean cantik dan suka dengan tangannya karena bisa buat beraktifitas.
.42
.42

30
Untuk identitas klien mengatakan ia anak ke dua dari empat
bersaudara, klien sudah menikah sekarang klien tinggal satu rumah dengan
suaminya dan ke tiga anaknya, klien mengatakan alamatnya diponcol lautan
Untuk peran klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit umum
Duren Sawit klien adalah seorang ibu rumah tangga yang suka bantu orang
tua dirumah dan klien mengatakan senang bisa membantu orang tuanya.
Untuk ideal diri klien mengatakan ingin cepat pulang dan sembuh,
klien mengatakan berharap keluarga dan lingkungannya bisa menerima ia
kembali selayaknya orang normal.
Klien mengatakan hubungan dengan teman satu ruangan maupun satu
kamar baik semua, klien mengatakan merasa sangat dihargai sama teman satu
ruangannya.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
c. Hubungan Sosial
Klien mengatakan orang terdekat dirumahnya adalah ayahnya karena
saat klien ada masalah yg memlindungi adalah ayahnya. Klien mengatakan
selama dirumah tidak pernah mengikuti kegiatan dilingkungannya karena
malas. Klien megatakan malas bergaul dengan orang lain, klien mengatakan
lebih suka menyendiri.
Masalah Keperawatan: Isolasi Sosial
d. Spiritual
Klien mengatakan agamanya Kristen katolik, tuhannya adalah yesus.
Klien mengatakan tidak pernah beribadah hanya berdoa didalam kamar.

31
6. Status Mental
a. Penampilan
Penampilan klien tampak tidak rapih, rambut klien tampak kusut,
rambut klien tampak kotor, kulit klien tampak kotor,dari badan klien tercium
bau, celana klien tampak kotor, baju klien tampak kotor, kancing baju klien
tidak sesuai.
Masalah Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
b. Pembicaraan
Pada saat beriterkasi klien tampak santai. Nada suara klien tampak
keras.
Masalah Keperawatan: Resiko Prilaku Kekerasan
c. Aktivitas Motorik
Pada saat berinteraksi klien tampak rileks dan tenang,
Masalah Kepeawatan: tidak ada masalah
d. Alam Perasaan
Klien mengatakan perasaannya biasa saja, klien mengatakan tidak sedih,
klien mengatakan tidak khawatir, klien mengatakan tidak takut.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
e. Afek
Afek klien tampak tumpul, klien tampak ngobrol jika ada rangsangan,
kontak mata klien tampak kosong.
Masalah Keperawatan: Isolasi Sosial

32
f. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata klien tampak kurang, klien tampak tidak fokus, klien
tampak melamun, pandangan mata klien tampak tidak fokus.
Masalah Keperawatan: Isolasi social dan Gangguan sensori persepsi:
halusinasi pendengaran
g. Persepsi
Klien mengatakan suka mendengar suara bisikan laki-laki, klien
mengatakan bisikan itu mengaku pangeran Charles, klien mengatakan bisikan
itu timbulnya pada saat sebelum tidur dan saat bangun tidur, klien mengatakan
suara bisikan itu selama 6 menit, klien mengatakan risih dengan suara bisikan
itu, klien mengatakan kalau timbul suara bisikan itu langsung tutup telinga,
klien tampak kumat-kamit sendiri, klien tampak bicara sendiri, klien tampak
ketawa sendiri, klien tampak melamun.
Masalah Keperawatan: Gangguan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran.
h. Proses Pikir
Saat berinteraksi klien tampuk menjawab pertanyaan dengan benar,
klien tampak tidak blocking, klien tampak tidak tangensial, klien tampak tidak
sirkumstansial.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
i. Isi Pikir
Klien tampak tidak fobia, klien tampak tidak obsesi, klien mengatakan
agamanya Kristen katolik.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
j. Tingkat Kesadaran

33
Klien mengatakan sudah 10 hari diruangan Berry, klien mengatakan
kenal dengan semua teman yangg satu ruangan.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
k. Memory
Klien mengatakan saat dibawa ke panti ia sedang tersesat, klien
mengatakan sudah 10 hari diruang Berry. Klien tampak mampu mengingat
kejadian satu bulan yg lalu, klien tampak mampu mengingat kejadian 1 hari
yang lalu.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Klien mengatakan satu tambah satu sama dengan dua, klien
mengatatkan satu di tambah tiga sama dengan empat, klien mengatakan
empat dikurang tiga sama dengan satu, klien tampak mampu berhitung, klien
tampak mampu berkonsentrasi, klien tampak tidak mudah beralih.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
m. Kemampuan Penilain
Saat diberikan pilihan: mandi dulu baru makan atau makan dulu baru
mandi, klien mengatakan madi dulu baru makan.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
n. Daya Tilik Diri
Klien mengatakan ini rumah sakit umum Duren Sawit, klien
mengatakan ini rumah sakit khusus buat orang sakit jiwa.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
7. Kebutuhan Persiapan Pulang

34
Klien mengatakan makan 3x/hari, dengan tiap kali makan menghabiskan
satu porsi makanan yang disajikan, klien mangatakan makannya memakai piring,
sendok dan garpu, klien mengatakan suka mencuci piring, sendok dan garpu.
Klien mengatakan kalau mau BAK/BAB ke kamar WC, klien mengatakan
sehabis BAB/BAK suka membersihkan WC. Klien mengatakan mandi 2x/ hari
tanpa menggunakan sabun, klien mengatakan gosok gigi 2x/ hari, klien
mengatakan cuci rambut 1x/ minggu, dan gunting kuku 1x/ minggu. Klien
mengatakan baju dikasih petugas, klien mengatakan ganti baju 1x/ hari, klien
mengatakan tidak suka berdandan, baju klien tampak kotor, celana klien tampak
kotor, klien tampak tidak berhias, klien tampak tidak rapih.
Klien mengatakan tidur siang dari jam 14.00 WIB sampai jam 15.30 WIB,
klien mengatakan tidur malam dari jam 19.30 WIB samoai 05.00 WIB, klien
mengatakan sebelum tidur suka nonton TV dan setelah bangun tidur suka
merapihkan tempat tidur. Klien mengatakan minum obat 3x/ hari dengan
diingatkan oleh petugas. Klien mengatakan mau berobat jalan, klien mengatakan
pasti keluarga saya juga mendukung.
Klien mengatakan dirumah sering menyiapkan makanan, klien mengatak
suka membersihkan rumah, dan klien suka mencuci pakaian orang tuanya. Klien
mengatakan yang sering belanja keperluan keluarga kakaknya.
Masalah Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
8. Mekanisme Koping
Klien mengatakan kalau ada masalah selalu menghindar, klien mengatakan
kalau ada masalah tidak pernah cerita kepada siapapun
Masalah Keperawatan: Isolasi sosial

35
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien mengatakan mendapat dukungan sembuh hanya dari keluarga, klien
mengatakan dengan tetangga baik-baik saja walaupun klien jarang bergaul, klien
mengatakan lingkungannya menerima dengan baik, klien mengatakan sekolah
sampai SMP, klien mengatakan tidak minder dengan status lulusan SMp,klien
mengatakan tidak bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga, klien mengatakan
tidak mempunyai musuh di lingkungannya, klien mengatakan dihormati dan di
hargai di lingkungannya, klien mengatakan yang mencari uang adalah suaminya,
klien mengatakan apabila sakit langsung dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat
seperti puskesmas, klien mengatakan tidak ada masalah dengan tetangganya.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
10. Pengetahuan Kurang Tentang
Klien mengatakan ia sakit jiwa, klien mengatakan saudaranya juga ada
yang sakit jiwa tapi sudah sembuh.
11. Aspek Medik
Menurut keterangan yang didapatkan dari catatan medik, diagnosa medis yang
ditegakan oleh dokter yaitu F20.0 (skizofrenia Paranoid) dan terapi yang
didapatkan Persidal @2x2 mg, THP @2x1 mg.
Jakarta, 20 juni 2010
Mahasiswa
Hasanudin

36
12. Analisa Data
Initial Klien : Ny. R Ruang : Berry No. RM : 00.08.8093
Tanggal/
Jam
Data Fokus Masalah Keperawatan
21/06/2010
11.00 WIB
Ds:
Klien mengatakan suka
mendengar suara bisikan laki-
laki
Klien mengatakan bisikan itu
mengaku pangeran Charles
Klien mengatakan bisikan itu
timbulnya pada saat sebelum
tidur dan setelah bangun tidur
Klien mengatakan risih
dengan suara bisikan itu
Klien mengatakan suara
bisikan itu selama 1 menit.
Do:
Klien tampak kumat-kamit
sendiri
Klien tampak bicara sendiri
Klien tampak tertawa sendiri
Klien tampak melamun
Gangguan sensori
persepsi: Halusinasi
Pendengaran

37
21/06/2010
11.00 WIB
21/06/2010
11.00 WIB
Ds:
Klien mengatakan selama
dirumah tidak pernah
mengikuti kegiatan
dilinkungannya
Klien mengatakan malas
bergaul dengan orang lain
Klien mengatakan lebih suka
menyendiri
Klien mengatakan saat da
masalah selalu menghindar
Do:
Kontak mata kurang
Klien tampak suka mnyendiri
Klien tampak nunduk saat
berinteraksi
Klien tampak melamun
Klien tampak tidak fokus
Ds:
Klien mengatakan mandi 2x/
hari tanpa menggunakan
sabun
Klien mengatakan cuci rambut
1x/ minggu
Isolasi sosial
Defisit perawatan diri:

38
21/06/2010
11.00 WIB
Klien mengatakan tidak suka
berhias
Klien mengatakan ganti baju
1x/ hari.
Do:
Rambut klien tampak kusam
Rambut klien tampak kotor
Rambut klien tampak kusut
Kulit klien tampak kotor
Celana klien tampak kotor
Baju klien tampak kotor
Kancing baju klien tampak
tidak sesuai
Klien tampak tidak rapih
Dari badan klien tercium bau
Klien tampak tidak berhias
Ds:
Klien mengatakan sebelum
dibawa kesini pernah
melakukan pemukulan dipanti
Klien mengatakan pernah
berantem dengan temannya
dipanti
Resiko prilaku kekerasan

39
Do:
Nada suara klien tampak keras
Expresi klien saat
menceritakan pernah
memukul temannya, klien
sambil mengepalkan
tangannya
13. Pohon Masalah
Resiko prilaku kekerasan
Isolasi sosial defisit perawatan diri
B. Daftar Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial
3. Defisit perawatan diri
4. Resiko prilaku kekerasan
C. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
Diagnosa I : gangguan sensori persepsi: halusinasi Pendengaran.
Gangguan sensori persepsi:
Halusinasi pendengaran

40
Data Subjektif : Klien mengatakan suka mendengar suara bisikan laki-laki, klien
mengatakan bisikan itu mengaku pangeran Charles, klien mengatakan bisikan itu
memanggil nama elisabet, Klien mengatakan bisikan itu timbulnya pada saat
sebelum tidur dan setelah bangun tidur, Klien mengatakan risih dengan suara bisikan
itu.
Data Objektif : Klien tampak kumat-kamit sendiri, klien tampak bicara sendiri,
klien tampak tertawa sendiri, klien tampak melamun.
Tujuan Umum : klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan Khusus 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Hasil : setelah 1x10 menit pertemuan, klien ekspresi wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi : bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik, sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal,
perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap, nama panggilan yang
disukai klien, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjuk sikap
empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.
Pelaksanaan: tanggal 21 juni 2010 pukul 08.00 WIB sampai 08.10 WIB. Sp.1
pertemuan pertama membina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan
prinsip komunikasi terapeutik, sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
verbal, memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan nama lengkap, nama
panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji,

41
menunjukan sikap empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien.
Evaluasi : tanggal 21 juni 2010, pukul 08.10 WIB, Subjektif : klien mengatakan
namanya Ny. R, klien mengatakan suka dipanggil R, klien mengatakan umurnya 35
tahun, klien mengatakan alamatnya di Poncol Lautan. Objektif : klien tampak
menyebutkan namanya, klien tampak menyebutkan nama panggilannya, klien
tampak menyebutkan umurnya, klien tampak menyebutkan alamatnya, klien tampak
bicara sendiri, klien tampak kumat-kamit sendiri, klien tampak tertawa sendiri.
Analisa : klien mampu menyebutkan namanya, klien mampu menyebutkan nama
panggilannya, klien mampu menyebutkan umurnya, klien mampu menyebutkan
alamatnya. Perencanaan : Perawat : lanjutkan Sp.1 mengidentifikasi jenis, isi,
waktu, frekuensi, situasi dan respon saat terjadi halusinasi, klien : anjurkan klien
mengingat nama perawat.
Tujuan Khusus 2 : klien dapat mengenali halusinasinya.
Kriteria Hasil : setelah 1x10 menit pertemuan klien dapat menyebutkan isi, waktu,
frekuensi, situasi pencetus. klien menyatakan perasaan dan responnya saat
mengalami halusinasi: marah, takut, sedih, senang, cemas dan jengkel.
Intervensi : adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah
laku klien dengan halusinasinya(dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap), jika
menemukan klien yang sedang halusinasi: tanyakan apakah mengalami sesuatu
halusinasi(dengar/ lihat/ raba/ penghidu/ kecap), jika klien menjawab ya, tanyakan
apa yang sedang dialaminya, katakana bahwa perawat percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat tidak mengalaminya(dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi), katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang

42
sama, katakan bahwa perawat akan membantu klien, jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarisifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan
klien, isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi(pagi, siang, sore, malam atau
sering dan kadang-kadang), situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi. diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi dan beri kesempatan untuk mengunkapkan perasaannya, diskusikan
dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan
tentang dampak yang akan dialami bila klien menikmati halusinasinya.
Pelaksanaan : tanggal 21 juni 2010, pukul 08.30 WIB sampai dengan 08.10
WIB, Sp.1 pertemuan ke dua, mengadakan kontak sering dan singkat secara
bertahap, observasi tingkah laku klien dengan halusinasinya(dengar/ lihat/ penghidu/
raba/ kecap), jika menemukan klien yang sedang halusinasi: tanyakan apakah
mengalami sesuatu halusinasi(dengar/ lihat/ raba/ penghidu/ kecap), jika klien
menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat
percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat tidak mengalaminya(dengan
nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi), katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang sama, katakana bahwa perawat akan membantu klien, jika
klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien, isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi(pagi, siang,
sore, malam atau sering dan kadang-kadang), situasi dan kondisi yang menimbulkan
atau tidak menimbulkan halusinasi. diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengunkapkan perasaannya, diskusikan
dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan
tentang dampak yang akan dialami bila klien menikmati halusinasinya.

43
Evaluasi : tanggal 21 juni 2010, pukul 08.30 WIB, Subjektif : klien mengatakan
suara bisikan itu laki-laki, klien mengatakan suara bisikan itu pangeran Charles,
klien mengatakan timbulnya suara itu pada saat sebelum tidur dan saat bangun tidur,
klien mengatakan terdengar suara bisikan itu saat sendiri, klien mengatakan suara itu
satu menit timbulnya. Klien mengatakan risih mendengar suara bisikaan itu.
Objektif : klien tampak menyebutkan isi halusinasinya, klien tampak menyebutkan
situasi yang menimbulkan halusinasi, klien tampak kumat-kamit sendiri, klien
tampak bicara sendiri, klien tampak tersenyum sendiri. Analisa : klien mampu
menyebutkan: jenis, isi, waktu, frekuensi dan situasi yang menimbulkan halusinasi,
respon saat terjadi halusinasi. Perencanaan : perawat ; indentifikasi bersama klien
cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi(tidur, marah, menyibukan
diri, dll), diskusikan cara yang digunakan klien, jika cara yang digunakan adaftif beri
pujian, jika cara yang digunakan maladaftif disikusikan kerugian cara tersebut, klien;
anjurkan klien mengikuti kegiatan sesuai denagn jadwal kegiatan.
Tujuan Khusus 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria Hasil : setelah 1x10 menit, klien menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukakan untuk mengendalikan halusinasinya, klien menyebutkan cara baru
mengontrol halusinasi
Intervensi : indentifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi(tidur, marah, menyibukan diri, dll), diskusikan cara yang
digunakan klien, jika cara yang digunakan adaftif beri pujian, jika cara yang
digunakan maladaftif disikusikan kerugian cara tersebut.
Pelaksanaan : tanggal 21 juni 2010, pukul 10.00 WIB sampai dengan 10.10
WIB, Sp1, pertemuan ke tiga mengindentifikasi bersama klien cara atau tindakan

44
yang dilakukan jika terjadi halusinasi(tidur, marah, menyibukan diri, dll),
mendiskusikan cara yang digunakan klien, jika cara yang digunakan adaftif beri
pujian, jika cara yang digunakan maladaftif disikusikan kerugian cara tersebut.
Evaluasi : tanggal 21 juni 2010, pukul 10.10 WIB. Subjektif : klien mengatakan
kalau mendengar suara-suara langsung tutup telinga, klien mengatakan pergi-pergi
jangan ganggu saya. Objektif : klien tampak memperagakan cara menghardik
dengan benar. Klien tampak kumat-kamit sendiri, klien tampak senyum sendiri, klien
tampak bicara sendiri. Analisa : klien mampu menyebutkan cara menghardik, klien
mampu memperagakan cara menghardik. Perencanaan : perawat ; diskusikan cara
baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi: katakan pada diri sendiri bahwa ini
tidak nyata(saya tidak mau dengar/lihat/penghidu/raba/kecap, pada saat halusinasi
terjadi), menemui orang lain(perawat/anggota keluarga/teman) untuk menceritakan
halusinasinya. bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya, klien ; anjurkan klien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal.
Tujuan Khusus 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria Hasil: klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi
halusinasi(dengar lihat/ penghidu/ peraba kecap), klien melaksanakan rencana yang
telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya.
Intervensi : diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi:
katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata(saya tidak mau
dengar/lihat/penghidu/raba/kecap, pada saat halusinasi terjadi), menemui orang
lain(perawat/anggota keluarga/teman) untuk menceritakan halusinasinya. bantu klien
memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya

45
Pelaksanaan : tanggal 22 juni 2010, pukul 09.30 WIB sampai dengan 09.40
WIB, pertemuan ke empat Sp.2, mendiskusikan cara baru untuk mengontrol
timbulnya halusinasi: katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata(saya tidak mau
dengar/lihat/penghidu/raba/kecap, pada saat halusinasi terjadi), menemui orang
lain(perawat/anggota keluarga/teman) untuk menceritakan halusinasinya. membantu
klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
Evaluasi : tanggal 22 juni 2010, pukul 09.40 WIB. Subjektif : klien mengatakan
klien mengatakan cara menghilangkan suara-suara dengan menutup telinga dan
mengatakan “pergi-pergi jangan ganggu saya” klien mengatakan suka ngobrol sama
teman satu kamar, klien mengatakan kalau ngobrol suara-suara itu hilang, klien
mengatakan kalau terdengar suara-suara langsung memanggil teman atau petugas
untuk diajak ngobrol. Objektif : klien tampak memperagakan cara menghardik,
klien tampak memperagakan cara ngobrol dengan orang lain saat terdengar
halusinasi. Analisa : klien mampu memperagakan cara menghardik, klien mampu
memperagakan cara ngobrol dengan orang lain. Perencanaan : perawat ; beri
kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang
telah dipilih dan dilatih, jika berhasil berikan pujian, anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi halusinai, klien : anjurkan klien
melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
Tujuan Khusus 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria Hasil : klien
mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi : beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih,
pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil berikan pujian,

46
anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi
halusinai.
Pelaksanaan : tanggal 22 juni 2010, pukul 11.20 WIB sampai dengan 11.30
WIB, pertemuan ke lima, Sp.3, memberi kesempatan untuk melakukan cara yang
dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil
berikan pujian, anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi halusinai.
Evaluasi : tanggal 22 juni 2010, pukul 11.30 WIB. Subjektif : klien mengatakan
sudah melakukan jadwal menutup telinga, klien mengatakan sudah ngobrol dengan
teman sesuai dengan jadwal, klien mengatakan suka menyapu ruang makan dan
mengelap meja makan, klien mengatakan sudah mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Objektif : klien tampak menyebutkan jadwal kegitan yang telah dibuat, klien
tampak menyebutkan aktivitas diruangan. Analisa : klien mampu melakukan
kegiatan sesuai dengan jadwal, klien mampu menyebutkan aktivitas sehari-hari
diruangan, klien mampu mengikuti kegiatan aktivitas kelompok. Perencanaan :
perawat : diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian minum obat, nama,
warna, dosis, cara efek terapi dan efek samping penggunaan obat, pantau klien saat
penggunaan obat, beripujian jika klien minum obat dengan benar, diskusikan akibat
berhenti minum obat tanpakonsultasi dengan dokter, anjurkan klien untuk konsultasi
dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak dinginkan. Klien : anjurkan klien
melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal.
Tujuan Khusus 4 : klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.

47
Kriteria Hasil : keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan
perawat, keluarga menyebuutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
Intervensi : buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan(waktu, tempat dan
topik), diskusikan dengan keluarga(pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan
rumah): pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, cara yang dapat dilakukan dan keluarga untuk memutus halusinasi,
obatobatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah(beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan besama, berpergian bersama, memantau
obat-obatan dan cara pemeberiannya untuk mengatasi halusinasi), beri informasi
waktu control ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusiansi
tidak dapat diatasi di rumah.
Tujuan Khusus 5 : klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria Hasil : klien menyebutkan: manfaat minum obat, kerugian tidak minum
obat, nama, warna, dosis, efek terapi, dan efek samping, klien mendemontrasikan
penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter.
Intervensi : diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian minum obat,
nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat, pantau
klien saat penggunaan obat, beripujian jika klien minum obat dengan benar,
diskusikan akibat berhenti minum obat tanpakonsultasi dengan dokter, anjurkan
klien untuk konsultasi dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak dinginkan.
Pelaksanaan : tanggal 23 juni 2010, pukul 09.00 WIB sampai dengan 09.10
WIB, pertemuan ke enam Sp.4 mendiskusikan dengan klien tentang manfaat dan

48
kerugian minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping
penggunaan obat, memantau klien saat penggunaan obat, beripujian jika klien
minum obat dengan benar, mendiskusikan akibat berhenti minum obat
tanpakonsultasi dengan dokter, menganjurkan klien untuk konsultasi dokter/ perawat
jika terjadi hal-hal yang tidak dinginkan.
Evaluasi : tanggal 23 juni 2010, pukul 09.10 WIB. Subjektif : Klien
mengatakan masih ingat kegiatan yang lalu( menghardik, cara bercakap-cakap dan
memilih beraktivtas), klien mengatakan minum obat sangat penting untuk
kesembuhannya, klien mengatakan susah sembuhnya jika tidak minum obat, klien
mengatakan mendapatkan obat dari perawat, klien mengatakan prinsip 5 benar:
benar obat, benar dosis, benar cara, benar orang dan benar waktu, klien mengatakan
sudah biasa minum obat, klien mengatakan akan selalu minum obat untuk
kesembuhannya, klien mengatakan sudah bisa minum obat. Objektif : klien tampak
menyebutkan pentingnya minum obat, klien tampak menyebutkan akibat jika putus
obat, klien tampak menyebutkan prinsip 5 benar obat. Analisa : klien mampu
menyebutkan pentingnya minum obat, akibat jika putus obat, prinsip 5 benas obat.
Perencanaan : perawat; observasi kegiatan klien, klien : anjurkan klien melakukan
kegiatan sesuai dengan jadwal.

49
Diagnosa II : Isolasi Sosial.
Data Subjektif : Klien mengatakan selama dirumah tidak pernah mengikuti kegiatan
dilinkungannya, klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain, klien
mengatakan lebih suka menyendiri, klien mengatakan saat da masalah selalu
menghindar.
Data Objektif : Kontak mata kurang, klien tampak suka mnyendiri, klien tampak
nunduk saat berinteraksi, Klien tampak melamun, klien tampak tidak fokus.
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan khusus 1: klien dapat membina hubungan saling percaya,
kriteria evaluasi: ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien
mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Intervensi : bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik sebagai berikut; sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun
non verbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien ciptakan
lingkungan dan nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topik
yang akan dibicarakan, tempat berbicara, waktu berbicara), berikan perhatian dan
penghargaan: temani klien waktu klien tidak menjawab, “saya akan duduk
disamping anda, jika ingin mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan”. Jika klien
menatap perawat katakan“ ada yang ingin anda katakan”, dengarkan klien dengan
empati: beri kesempatan klien bicara (jangan buru-buru), tunjukan perawat
mengikuti pembicaraan klien.

50
Tujuan khusus 2: klien dapat menyebutkan penyebab isolasi social.
Kriteria hasil: klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial yang berasal dari;
diri sendiri, orang lain, lingkungan.
Intervensi ; bicarakan dengan klien penyebab tidak ingin bergaul dengan orang lain,
diskusikan akibat yang dirasakan dari isolasi sosial.
Tujuan khusus 3: klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria evaluasi: klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi ; diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain, bantu klien
mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien untuk bergaul.
Tujuan khusus 4: klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap; klien-
perawat, klien-perawat-klien/perawat, klien-kelompok, dan klien-keluarga.
Kriteria evaluasi: klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap.
Intervensi ; lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien (jika mungkin
perawat yang sama), motivasi atau temani klien untuk berinteraksi/berkenalan
dengan klien/perawat lain: beri contoh cara berkenalan, tingkatkan interaksi klien
secara bertahap (satu klien, dua klien, satu perawat, dua perawat, dan seterusnya),
libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok: sosialisasi, bantu klien melaksanakan
aktivitas hidup sehari-hari dengan interaksi, fasilitasi hubungan klien dengan
keluarga secara terapeutik.
Tujuan khusus 5: klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan
dengan orang lain.

51
Kriteria evaluasi: klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain untuk; diri sendiri dan orang lain.
Intervensi ; diskusikan dengan klien setiap seusai interaksi/kegiatan, beri pujian
akan keberhasilan klien.
Tujuan khusus 6: Klien dapat memberdayakan sistem pendukung.
Kriteria evaluasi: keluarga dapat; menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara
merawat klien isolasi sosial, mendemonstrasikan cara perawatan klien isolasi sosial,
berpartisipasi dalam perawatan klien isolasi sosial.
Intervensi : berikan pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan individu secara rutin dan pertemuan keluarga.
Tujuan khusus 7: Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,
kriteria evaluasi: klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat secara
mandiri, dengan intervensi sebagai berikut; bantu klien menggunakan obat dengan
benar dan tepat, dengan intervensi sebagai berikut; bantu klien menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu, benar
klien), anjurkan klien membicarakan manfaat atau efek samping obat yang
dirasakan.

52
Diagnosa III : Defisit Perawatan Diri.
Data subjektif : Klien mengatakan mandi 2x/ hari tanpa menggunakan sabun, klien
mengatakan cuci rambut 1x/ minggu, klien mengatakan tidak suka berhias, klien
mengatakan ganti baju 1x/ hari.
Data Objektif : Rambut klien tampak kusam, rambut klien tampak kotor, rambut
klien tampak kusut, kulit klien tampak kotor, celana klien tampak kotor, baju klien
tampak kotor, kancing baju klien tampak tidak sesuai, klien tampak tidak rapi, dari
badan klien tercium bau, klien tampak tidak berhias.
Tujuan Umum : Klien dapat mandiri dalam perawatan diri.
Tujuan Khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria hasil: klien dapat menyebutkan pentingnya kebersihan diri dalam waktu
dua kali pertemuan; tanda-tanda bersih, badan tidak bau, rambut rapi, bersih dan
tidak bau, gigi bersih dan tidak bau mulut, baju rapi dan tidak bau, klien mampu
menyebutkan kembali kebersihan untuk kegiatan yaitu; mencegah penyakit,
memberi perasaan segar dan nyaman, mencegah kerusakan gigi dan menjaga
kebersihan mulut, klien dapat menjelaskan cara merawat diri antara lain: mandi dua
kali sehari dengan sabun, mnggosok gigi minimal 2 kali sehari setelah makan dan
akan tidur, mencuci rambut 2-3 kali seminggu dan memotong kuku bila panjang,
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Intervensi :Bina hubungan saling percaya, berikan salam setiap interaksi,
perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuaan perawat berkenalan,
tanyakan nama, dan panggilan kesukaan klien, tunjukan sikap jujur dan menepati
janji setiap kali berintraksi, tanyakan perasaan dan masalah yang di hadapi klien,

53
buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan ungkapan persaan klien dengan empati,
penuhi kebutuhan dasar klien.
Tujuan Khusus 2 : Klien mengetahui pentingnya perawatan diri.
Kriteria hasil; klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri yaitu; mandi pakai
sabun dan disiram pakai air bersih sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari
sekali dan merapikan penampilan.
Intervensi : Diskusikan dengan klien : Penyebab klien tidak merawat diri, manfaat
menjaga perawatan diri untuk keadaan fisik, mental, dan sosial, tanda-tanda
perawatan diri yang baik. penyakit atau gangguan kesehatan yang di alami klien bila
perawatan diri tidak adekuat.
Tujuan Khusus 3 : Klien mengetahui cara-cara melakukan perawatan diri.
Kriteria hasil: setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan dan
kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran; mandi pagi dan sore, ganti baju
setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi : Diskusikan frekuensi menjaga perawatan diri selama ini, mandi, gosok
gigi, keramas, berhias, gunting kuku, berikan pujian untuk setiap respon klien yang
positif.
Tujuan Khusus 4 : Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan
perawat.
Kriteria hasil: klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi : Bantu klien saat perawatan diri : mandi, gosok gigi, keramas, ganti
pakaian, gunting kuku, berikan pujian setelah klien melaksanakan perawatan diri.
Tujuan Khusus 5 : Mendapatkan dukungan kaluarga untuk meningkatkan
perawatan diri.

54
Kriteria hasil; keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan
kebersihan diri. Keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri. Keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga
kebersihan diri.
Intervensi : Diskusikan dengan keluarga, penyebab klien tidak melaksanakan
perawatan diri, tindakan yang telah di lakukan klien selama di rumah sakit dalam
menjaga perawatan diri dan kemajuan yang telah di alami oleh klien , dukungan
yang bisa di berikan oleh kaluarga untuk meningkatkan kemampuaan klien dalam
perawatan diri, diskusikan dengan keluarga tentang: sarana yang di perlukan untuk
menjaga perawatan diri klien, anjurkan kepada keluarga menyiapkan sarana tersebut,
diskusikan dengan kaluarga hal-hal yang perlu di lakukan dalam perawatan diri:
anjurkan keluarga untuk memperaktekan perawatan diri (mandi, gosok gigi,
keramas, ganti baju, berhias, dan gunting kuku), ingatkan klien untuk mandi dan
gosok gigi, keramas dan ganti baju, berhias dan gunting kuku) , bantu jika klien
mengalami hambatan dalam perawatan diri, berikan pujian atas keberhasilan klien

55
Diagnosa IV : Resiko perilaku kekerasan.
Data Subjektif : Klien mengatakan sebelum dibawa kesini pernah melakukan
pemukulan dipanti, klien mengatakan pernah berantem dengan temannya dipanti.
Data Objektif : Nada suara klien tampak keras, expresi klien saat menceritakan
pernah memukul temannya, klien sambil mengepalkan tangannya.
Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasaan.
Tujuan Khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Hasil: klien mau membalas salam, klien mau menjabat tangan, klien mau
menyebutkan nama, klien mau tersenyum, klien mau kontak mata, klien mau
mengetahui nama perawat, klien mau menyediakan waktu untuk kontrak.
Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan: beri salam setiap berintraksi,
perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berintraksi,
tanyakan dan panggilan nama ke sukaan klien, tunjukan sikap empati, kejujuran
dan menepati janji setiap kali berintraksi, tanyakan perasaan klien dan masalah
yang di hadapi,buat kontrak intraksi yang jelas,dengarkan dengan penuh
perhatiaan ungkapkan perasaan klien.
Tujuan Khusus 2 : Klien dapat mengindentifikasi penyebab perilaku kekerasaan
yang di lakukan.
Kriteria Hasil: klien dapat emgungkapkan perasaannya, klien dapat
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/ kesal(dari diri sendiri, dari orang lain/
lingkungan).
Intervensi : Bantu klien mengungkapkan perasaan marah,motivasi klien untuk
menceritakna penyebab rasa kesal jengkel,dengarkan tanpa menyela atau memberi
penilaian setiap ungkapan perasaan klien.

56
Tujuan Khusus 3 : Klien dapat mengindentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasaan.
Kriteria Hasil : klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah/ jengkel, klien
dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami.
Intervensi : Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasaan yang di
alaminya: Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat
perilaku kekerasaan terjadi,motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-
tanda emosional) saat terjadi perilaku kekerasan,motivasi klien menceritakan
kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi perilaku
kekerasan.
Tujuan Khusus 4 : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasaan yang
pernah di lakukan.
Kriteria Hasil : klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan, klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan, klien dapat mengetahui cara yang biasa dilakukan dapat menyelesaikan
masalah atau tidak.
Intervensi : Diskusikan dengan klien perilaku kekerasaan yang di lakukannya
selama ini :Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindakan kekerasaaan yang
selama ini pernah di lakukannya, motivasi klien menceritakan persaan klien setelah
tindakan kekerasaan tersebut terjadi, diskusikan apakah dengan tindakan
kekerasaaan yang di lakukan masalah masalah yang di alami teratasi.
Tujuan Khusus 5 : Klien dapat mengindentifikasi akibat perilaku kekerasaan.
Kriteria Hasil : klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.

57
Intervensi : Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugiaan) cara yang di
lakukan pada: Diri sendiri, orang lain dan keluarga,lingkungan
Tujuan Khusus 6 : Klien dapat mengidentifikasikan cara konstruktif dalam
mengungkapkan kemarahan.
Kriteria Hasil : klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara
konstruktif.
Intervensi : Diskusikan dengan klien, apakah klien mau mempelajari cara baru
mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk
mengungkapkan marah selain prilaku kekersaan yang di ketahui klien, jelaskan
cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah, cara fisik :nafas dalam, pukul bantal
atau kasur, olah raga, Verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada
orang lain, sosial : Latihan asertif dengan orang lain,Spritual;
sembayang/do’a/zikir, meditasi, dan sebagainya sesuai keyakinan agamanya
masing-masing.
Tujuan Khusus 7 : Klien mendemonstrasikan cara mengontrol prilaku kekersaan.
Kriteria Hasil : klien dapat mendemontrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan; fisik; tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman. Verbal;
mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti. Spiritual; sembahyang,
berdoa, beribadah.
Intervensi : Diskusikan cara yang mungkin di pilih dan ajurkan klien memilih cara
yang mungkin untuk di ungkapkan kemarahan, latih klien mempergerakan cara
yang di pilih, peragakan cara melaksanakan cara yang di pilih, jelaskan manfaat
cara tersebut, anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah di lakukan, beri

58
penguatan pada klien, perbaikan cara yang masih belum sempurna, anjurkan klien
menggunakan cara yang sudah di latih saat marah/jengkel.
Tujuan Khusus 8 : Klien mendapatkan dukungan keluarga untuk mengontrol
perilaku kekerasaan.
Kriteria Hasil : keluarga klien dapat; menyebutkan cara merawat klien yang
berperilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.
Intervensi : Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien
untuk mengatasi perilaku kekerasan, diskusikan potensi keluarga untuk membantu
klien mengatasi prilaku kekerasaan, Jelaskan pengertiaan, penyebab, akibat, dan
cara merawat klien perilaku kekerasaan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga,
Peragakan cara merawat klien (mengenai prilaku kekerasaan), berikan kesempatan
keluarga untuk memperagakan ulang, berikan pujian kepada keluarga setelah
peragaan, tanyakan perasaan keluarga setelah peragaan, tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang di latihkan.
Tujuan Khusus 9 : Klien menggunakan obat sesuai program yang telah di
berikan.
Kriteria Hasil : klien dapat menyebutkan obat-obat yang diminum dan
kegunaannya(jenis, waktu dan efek), klien dapat minum obat sesuai dengan
program pengobatan.
Intervensi : Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugiaan jika
tidak mengenal obat, jelaskan kepada klien, jenis obat (nama, warna , dan bentuk
obat), dosis yang tepat untuk klien, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang
akan di rasakan klien, anjurkan klien, minta dan menggunakan obat tepat waktu,

59
lapor ke perawat /dokter jika mengalami efek yang tidak biasa, berikan pujian
terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
BAB IV
PEMBAHASAN

60
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai asuhan keperawatan pada klien
Ny. R dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dimulai dari tanggal
21 juni 2010 sampai dengan 23 juni 2010, dengan membandingkan kesamaan dan
kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus. Mengalasi faktor-faktor
penghambat dan pendukung serta alternatif pemecahan masalah dalam memberikan
asuhan keperawatan ditiap tahap proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada Ny. R ditemukan kesamaan antara teori dan
kasus. Pada etiologi, faktor predisposisi yang mempengaruhi halusinai dengan
meliputi faktor biologis dimana struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien
dengan gangguan orientasi realita yang dapat menyebabkan atropi otak, pembesaran
ventrikel serta perubahan bentuk selkortikel serta limbik. Faktor psikologis terdapat
hubungan interpersonal yang tidak harmonis, peran ganda. Sedangkan faktor
perkembangan terdapat individu mempunyai tugas menetapkan landasan rasa
percaya, masa bermain mempunyai tugas mengembangkan otonomi dan awal
perilaku mandiri, masa prasekolah, mempunyai tugas perkembangan yaitu belajar
berkomunikasi, berkerjasama dan berkompromi, masa pra remaja tugas
perkembangannya yaitu menjadi intim dengan teman sesama jenis dan tidak
tergantung pada dewasa muda tugas perkembangannya yaitu menjadi saling
tergantung pada orang tua, teman, menikah, mempunyai anak, masa tengah baya
tugas perkembangannya yaitu belajar menerima dan dewasa tua tugas
58

61
perkembangannya yaitu berduka karena kehilangan dan mengebangkan perasaan
ketertarikan dengan budaya. Faktor sosial budaya yaitu berbagai faktor dari
masyarakat membuat seseorang merasa disingkirkan dan diasingkan dari faktor
genetik ditemukan pada pasien skizofrenia yang cukup tinggi pada keluaraga yang
anggota keluarganya menderita skizofrenia. Pada klien Ny. R faktor predisposisinya
adalah faktor biologis dimana keponakan klien ada yang mengalami gangguan jiwa
namun kini telah sembuh dan dari faktor sosial budaya klien malas bergaul dengan
orang lain.
Kemudian dari faktor presipitasi pada teori disebutkan karena adanya faktor
stress sosial budaya yaitu adanya stress dan kecemasan meningkat bila terjadi
penurunan stabilitas keluarga, perpisahan keluarga atau dari kelompok. Sedangkan
dari faktor psikologis yaitu adanya intensitas kecemasan yang memanjang serta
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah kemungkinan berkembang gangguan
orientasi realita. Pada Ny. R faktor presitipasi yang ditemukan adalah stressor sosial
budaya dimana klien mengatakan tidak pernah bergaul dilingkungannya karena
malas. Dari manifestasi klinis pada teori dan kasus tidak ditemukan kesenjangan,
diteori disebutkan antara lain pembicaraan tidak teroganisir, aktivitas motorik
meningkat/menurun, alam perasaan berupa suasana emosi yang memanjang, klien
tampak bercakap-cakap sendiri, tertawa sendiri, senyum sendiri, tidak terkait dengan
pembicaraan yang tidak teroganisir, aktivitas motorik meningkat atau menurun,
tertawa sendiri, berbicara sendiri, kumat-kamit sendiri, senyum sendiri, mudah lupa
dan masih dapat mengontrol kesadarannya.
Pada pelaksanaan medis tidak ditemukan perbedaan dari teori dan kasus yaitu
dari teori pelaksanaan medisnya adalah THP dengan indekasi yaitu sindrom psikosis,

62
haloperidor: indekasinya mengurangi halusinasi atau memperbaiki daya pikir klien.
Pada Ny. R mendapatkan terapi THP @ 2x1 mg, persidal @ 2x2 mg. pada pohon
masalah ditemukan ada kesenjangan antara teori dan kasus. Secara teori ditemukan
tiga masah keperawatan pada gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
yaitu perilaku kekerasan, gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan
isolasi sosial. Sedangkan pada Ny. R ditemukan empat masalah keperawatan yaitu:
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, isolasi sosial, defisit perawatan
diri, resiko perilaku kekerasan.
Dalam melakukan pengkajian penulis mendapatkan faktor pendukung yaitu
klien yang kooperatif dalam menjawab pertanyaan, status kesehatan klien dalam
medikal record dan perawat ruangan yang membantu. Selain itu penulis juga
menemukan hambatan dalam melakukan pengkajian karena keluarga klien tidak
pernah datang kerumah sakit. Dengan demikian penulis mengambil solusi dengan
cara menanyakan kepada perawat ruangan untuk mendapatkan data-data yang lebih
lengkap dan dari catatan medik.
B. Diagnosa Keperawatan
Dalam menegakan diagnosa keperawatan ditemukannya kesenjangan antara
teori dan kasus, adapun diagnosa secara teori dikemukakan tiga diagnosa yaitu resiko
perilaku kekerasan, gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan isolasi
sosial. Sedangkan diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada klien Ny. R ada
empat yaitu gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, isolasi sosial, resiko
perilaku kekerasan dan defisit perawatan diri. Diagnosa yang dibuat menggunakan
diagnosa tunggal.

63
Masalah defisit perawatan diri penulis angkat karena penulis menggunakan
faktor pendukung bahwa klien mengatakan mandi 2x/hari tanpa menggunakan
sabun, cuci rambut 1x/minggu, ganti baju 1x/hari dan tidak pernah berhias. Klien
tampak tidak rapih, rambut klien tampak kusam, rambut klien tampak kotor, rambut
klien tampak kusut, kulit klien tampak kotor, celana klien tampak kotor, baju klien
tampak kotor, kancing baju klien tampak tidak sesuai, dari badan klien tercium bau
dan klien tampak tidak berhias.
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan tahap lanjut dari diagnosa keperawatan dimana
perencanaan ini akan menentukan keberhasilan asuhan kepereawatan yang
dilaksanakan. Perencanaan meliputi prioritas maslah, perumusan masalah, penentuan
tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan. Penentuan tujuan dalam perencanaan
meliputi aspek-aspek antara lain spesifik, measurable, actual, reality dan time
(SMART).
Pada perencanaan penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus.
Perencanaan secara teori hanya tiga masalah keperawatan yang diangkat yiatu resiko
perilaku kekerasan, gangguan sensori persepsi: halusinasi dan sioalsi social.
Sedangkan pada klien Ny. R perencanaan dibuat dengan empat masalah keperawatan
yaitu gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, isolasi sosial, defisit
perawatan diri dan resiko perilaku kekerasan. Dalam membuat perencanaan penulis
tidak menemukan kesulitan karena sudah ada ketentuan untuk membuat
perencanaan.

64
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada pelaksanaan perencanaan yang diberikan hanya berfokus pada masalah
utama (core problem) yaitu: gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran.
Strategi pelaksanan 1 : bina hubungan saling percaya dengan klien,
mendiskusikan bersama klien tentang isi, frekuensi dan respons klien terhadap suara-
suara yang didengar, mendiskusikan cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik member contoh kepada klien cara-cara untuk menghardik halusinasi,
menyarankan klien untuk mengulangi kembali cara untuk mengontrol halusinasi,
membuat jadwal kegiatan harian klien, pada strategi pelaksanaan 2 : klien
berhasil melakukan kegiatan yang telah dilatih oleh perawat, pada sp 1,
mendiskusikan bersama klien cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan teman atau perawat, menjelaska saat halusinasi muncul klien
memmanggil temannya atau perawat untuk berbicara, membuat jadwal kegiatan
klien. Pada strategi pelaksanan ke 3 : klien dapat melakukan kegiatan pada sp 2,
mendiskusikan mengedalikan halusinasi dengan cara beraktivitas atau melakukan
kegiatan menyapu dan mengelap meja, menjelaskan kepada klien keuntungan
beraktivitas, membuat jadwal klien. Pada strategi pelaksanaan ke 4 : klien dapat
melakukan kegitan pada Sp.1, 2 dan 3, mendiskusikan cara mengontrol haluisnasi
dengan minum obat teratur, lima benar obat, warna obat, fungsi obat dan membuat
jadwal kegiatan klien.
Dalam pelaksanan penulis menemukan faktor pendukung yaitu klien yang
kooperatif, sedangkan faktor penghambatnya karena memberikan asuhan
keperawatan hanya 3x24 jam, maka penulis mendeligasikan strategi pelaksanaan
yang belum terlaksanakan pada perawat ruangan.

65
E. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi ini penulis melakukan asuhan keperwatan dari tanggal 21
juni 2010 sampai dengan 23 juni 2010, untuk mengetahui keberhasilan tindakkan
yang telah dilakukan dengan cara menanyakan kembali apa yang telah dibicarakan
dan telah dicapai selama ini dengan menggunakan penilaian berdasarkan respon
subjektif, objektif, analisa dan planning (SOAP).
Klien mampu mengidentifikasi isi, frekuensi, durasi serta perasaan klien saat
halusinasi muncul, klien dapat melakukan empat cara yang telah diajarkan untuk
menggontrol halusinasi.
Faktor pendukung yang sangat membantu penulis adalah klien mampu
berinteraksi dan kooperatif. Hambatan yang dirasakan adalah dengan waktu tiga hari
memberikan asuhan keperawatan perawat belum dapat bertemu dengan keluarga
maka penulis mengambil solusi dengan mendelegasikan kepada perawat ruangan
untuk melakukan pengkajian pada saat keluarga kerumah sakit.
BAB V
PENUTUPAN

66
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien Ny. R yang dirawat di
ruang berry di rumah sakit umum duren sawit Jakarta timur, BAB IV asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
dengan diwaktu yang akan datang. Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan
yang dilaksanakan pada tanggal 21 juni 2010 sampai dengan 23 juni 2010 maka dapat
disimpulkan
A. Kesimpulan
Pada pengkajian penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus pada
etiologi di teori disebutkan predisposisi dari gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran yaitu faktor perkembanga, faktor sosial budaya, faktor biologis, factor
psikologis, sedangkan pada klien Ny. R factor predisposisinya adalah faktor biologis
dimana ponakannya pernah mengalami gangguan jiwa. Sedangkan untuk tanda dan
gejala pembicaraan tidak terorganisir, suka tersenyum sendiri dan tertawa sendiri.
Pada perencanaan berdasar core problem pada teori adalah gangguan sensori
persepsi: halusinasi persepsi, sedangkan pada kasus core problem yang ditemukan
adalah ganggun sensori persepsi: halusinasi pendengaran dapat disimpulkan antara
core problem antara teori dan kasus tidak ada perbedaan.
Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan adalah diagnosa pertama gangguan
sensori persepsi: halusinasi pendengaran dilaksanakan sampai strategi pelaksanaan 4
dari 4 strategi pelaksanaan di rencanakan.
Pada evaluasi untuk masalah keperawatan belum dapat teratasi secara
keseluruhan karena waktu untuk member asuhan keperawatan terbatas. Faktor
pendukung bagi penulis dalam mengumpulkan data dimana klien kooperatif dalam
64

67
member infomasi yang dibutuhkan untuk kelengkapan data. Untuk pendokmentasian
asuhan keperawatan pada klien, maka penulis dapat melakukannya sesuai dengan
keperawatan yang dilakukan.
B. Saran
Sehubungan dengan kesimpulan diatas maka penulis dapat menuliskan saran
untuk pendidikan diharapkan supaya melengkapi perpustakaan tentang buku-buku
keperawatan khususnya keperawatan, mahasiswa diharapkan dalam melakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan mental psikiatrik lebih
bersungguh-sungguh sehingga hasilnya sesuai dengan tujuan yang dirumuskan, klien
diharapkan mengikuti progtam therapy yang telah direncanakan baik oleh dokter
maupu oleh perawat sehingga proses penyembuhan dapat lebih cepat. Dan keluarga
pasien diiharapkan keluarga klien mampu memotivasi klien baik di rumah sakit
mapun di rumah.