GGK
-
Upload
denia-haritsa-apriliani -
Category
Documents
-
view
215 -
download
2
description
Transcript of GGK
GGK (Gagal Ginjal Kronik)
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis denga etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsu ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia (sindroma
uremik) adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Angka perkembangan penyakit
ginjal kronik ini sangat bervariasi. Perjalanan ESRD (End State Renal Diseases) hingga
tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab gagal ginjal
kronik yang tersering dapat dibagi menjadi delapan kelas seperti yang tercantum pada
tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik
Klasifikasi Penyakit Penyakit
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial
2. Penyakit peradangan
3. Penyakit vaskular hipertensif
4. Gangguan jaringan ikat
5. Gangguan kongenital dan herediter
Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
Glomerulonefritis
Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
Lupus Eritematosus Sistemik
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif
Diabetes melitus
Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timah
Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal.
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra.
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak
aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas
tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β(TFG-β). Beberapa
hal yan juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabiltas interindividual
untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik),
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan
darah gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, saluran
pernafasan, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia. Gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium
dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius dan pasien sudah lebih memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau tranplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal.3
2.7 Manifestasi Klinik
Gagal ginjal kronik disertai sekelompok tanda dan gejala dengan atau tanpa
penurunan curah urin, tetapi selalu disertai dengan konsentrasi nitrogen urea dan
kreatinin serum yang meningkat. Riwayat penyakit sering sangat membantu, terutama
jika terdapat fungsi ginjal yang normal sebelum timbulnya kerugian yang terjadi secara
mendadak.
Adapun manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronik :
1. Gangguan cairan dan elektrolit
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal menjadi tidak mampu
mengatur cairan, elektrolit dan sekresi hormon, sehingga dapat terjadi hipernatremia
dan hiponatremia, hiperkalemia dan hipokalemia, asidosis metabolik,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan yang amat memberatkan pada seseorang yang
mengalami penyakit ginjal kronik. Hipertensi mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, selain juga progresivitas penurunan fungsi
ginjal yang terus berlangsung. Sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh
meningkatnya produksi renin dan angiotensin, atau akibat kelebihan volume yang
disebabkan oleh retensi garam dan air. Keadaan ini dapat mencetuskan gagal jantung
dan mempercepat kemerosotan GFR bila tidak dikendalikan dengan baik.
3. Kelainan Kardiopulmoner
Gagal jantung kongestif dan edema paru-paru terjadi akibat kelebihan volume.
Aritmia janung dapat terjadi akibat hiperkalemia. Perikarditis uremia mungkin
terjadi pada penderita uremia dan juga dapat muncul pada pasien yang sudah
mendapat dialisis.
4. Anemia
Anemia terutama terjadi akibat menurunnya sintesis eritropoietin pada ginjal.
Sediaan apus darah tepi mengungkapan anemia normokromik, normositik. Selain itu
waktu hidup eritrosit memendek pada penderita gagal ginjal.
5. Kelainan Hematologi
Selain anemia, pasien pada gagal ginjal memiliki waktu perdarahan yang lebih
lama dan kecenderungan untuk berdarah, meskipun waktu protrombin,waktu
tromboplastin parsial, dan hitung trombosit normal. Mukosa gastrointestinal adalah
tempat yang paling lazim untuk perdarahan uremia.
6. Efek gastrointestinal
Anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada uremia. Perdarahan gastrointestinal sering
ditemukan dan dapat diakibatkan oleh gastritis erosif dan angiodisplasia. Kadar
amilase serum dapat meningkat sampai tiga kali kadar normal karena menurunnya
bersihan ginjal.
7. Osteodistrofi ginjal
Hiperparatiroidisme menyebabkan osteitis fibrosa kistika dengan pola radiologik
yang klasik berupa resorpsi tulang subperiosteal (yang paling mudah dilihat pada
falangs distal dan falangs pertengahan jari kedua dan ketiga), osteomalasia dan
kadang-kadang osteoporosis.
8. Efek neuromuskular
Neuropati uremia terutama melibatkan tungkai bawah dan dapat menyebabkan
gejala “restless leg”, mati rasa, kejang dan foot drop bila berat. Penurunan status
jiwa, hiperefleksia, klonus, asteriksis, koma, dan kejang mungkin terjadi pada uremia
yang telah parah.
9. Efek imunologis
Pasien dengan gagal ginjal dapat sering mengalami infeksi bakterial yang berat
karena menurunnya fungsi limfosit dan granulosit akibat beredarnya toksin uremia
yang tidak dikenal.
10. Efek Dermatologis
Pruritus sering ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis, selain itu juga
dijumpai adanya pucat, hiperpigmentasi dan ekimosis.
11. Obat
Banyak obat nefrotoksik dapat memperburuk fungsi ginjal dan harus dihindari
(NSAID, aminoglikosida). Dosis obat-obat mungkin terpaksa diatur pada pasien
dengan gagal ginjal7.
Gambaran Klinis
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti DM, Infeksi Traktus urinarius,
Batu Traktus urinarius, Hipertensi, Hiperurikemia, SLE, dll.
b. Sindroma uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
klorida).
Gambaran Laboratoris
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-
Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan
fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar Hb, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemi, hiponatremia, heper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis, meliputi proteinuria, leukosuria, cast, isostenuria.
Gambaran Radiologik
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak dapat melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi, dikerjakan bila ada indikasi.
Komplikasi
Tabel 4. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik3
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mnt)
Komplikasi
1
2
Kerusakan ginjal
dengan LFG
normal
Kerusakan ginjal
dengan penurunan
LFG ringan
Penurunan LFG
≥90
60-89
-
Tekanan darah
mulai ↑
3
4
5
sedang
Penurunan LFG
berat
Gagal ginjal
30-59
15-29
<15
Hiprfosfatemia
Hipokalsemia
Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia
Malnutrisi
Asidosis Metabolik
Cendrung
hiperkalemia
Dislipidemia
Gagal jantung
Uremia
Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
A. Pengobatan
Terapi yang diberikan pada klien gagal ginjal kronis adalah :
1. Klien diberikan Anti hipertensi yang berfungsi untuk menurunkan
hipertensi klien.
2. Klien kekurangan kalsium, diberikan terapi CaCO3 (Calsium
Carbonat) yang berfungsi untuk meningkatkan kalsium dalam tubuh.
3. Klien mengalami konjungtiva anemis, karena ginjal telah rusak maka
produksi eritropoietinnya berkurang dan sel darah merah juga kurang.
Oleh karena itu klien diberikan terapi asam folat untuk pematangan
sel darah merah.
4. Klien yang mengalami peningkatan kadar kalium dalam darah
diberikan therapi penurun kalium.
5. Klien mengalami sesak. untuk mengurangi rasa sesak, maka klien
diberikan terapi oksigen.
6. Klien diberikan anti diuresis untuk mengurangi kelebihan volume
cairan dalam tubuh.
7. Diberikan terapi aminofusin untuk memenuhi kebutuhan protein
tubuh.
B. Tindakan Medis
Pada penyakit gagal ginjal kronik, tindakan medis yang bisa dilakukan yaitu
hemodialisa dan transplantasi ginjal.
1. Hemodialisa
Dialisis terdiri atas 2 yaitu peritoneal dialisis dan haemodilisa. Pada
kasus ginjal lanjut hemodilasisa harus dilakukan sampai pasien
dilakukan transplantasi ginjal. Dialisis juga berguna untuk mengontrol
uremia dan secara fisik mempersiapkan klien untuk dilkaukan
transplantasi ginjal.
Dialisa terdiri atas 2 mekanisme kerja yaitu ultrafiltrasi dan Difusi.
Ultrafiltrasi untuk mengalirkan cairan dari darah dengan tekanan
osmotik dan hidrostatik sehingga mencapai derajat yang diinginkan.
Difusi adalah lewatnya partikel (ion) dari yang tekanan tinggi ke
tekanan rendah. Hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Tujuan
dari hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa, yaitu:
a) Difusi
b) Osmosis
c) Ultrafiltrasi
Hal-hal yang harus dipantau selama dilakukan hemodialisa yaitu:
1. Pantau terus tekanan darah, dan pastikan klien tidak mengalami
hipotensi selama dilakukan tindakan hemodialisa.
2. Jangan berikan obat antihipertensi pada saat akan menjalani
hemodialisa, karena akan mengakibatkan hipotensi.
Komplikasi Hemodialisa.
a. Demam yang diakibatkan oleh bakteri atau zat penyebab demam
(pirogen) didalam darah.
b. Reaksi anafilaksis yang berakibat fatal yang disebabkan klien
alergi terhadap zat didalam mesin.
c. Tekanan darah rendah akibat terlalu banyak cairan yang
dibuang,
d. Gangguan irama jantung yang disebabkan kadar kalium dan zat
lainnya yang abnormal dalam darah.
e. Emboli Udara yang diakibatkan udara memasuki darah dalam
mesin
f. Pendarahan usus atau perut akibat penggunaan heparin dalam
mesin untuk mencegah pembekuan.
g. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan
cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
2. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita
gagal ginjal kronis. Transplantasi ini menanamkan ginjal dari donor
hidup atau kadave manusia ke resipien yangmengalami gagal ginjal
tahap akhir. Ginjal transplan dari donor hidup yang sesuia dan cocok
bagi pasien akan lebih baik dari transplatasi dari donor kadaver.
Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk transplantasi.
Ginjal transplan diletakan di fosa iliaka anterior samai krista iliaka.
Ureter transplan ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosiskan
ke ureter resipien.
3. Diet
a. Pada klien gagal ginjal kronik, klien harus diet RGRPRK (rendah
garam, rendah protein dan rendah kalium).
b. Pengaturan yang cermat terhadap pengaturan protein, masukan
cairan untuk mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk
mengganti natrium yang hilang dan pembatasan kalium.
c. Pada saat yang sama, masukan kalori dari karbohidrat dan suplemen
vitamin harus dinjurkan.
d. Protein dibatasi karena adanya urea. Protein yang dikonsumsi harus
memiliki nilai biologis tinggi. (produk susu, telur, daging).
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
penyakit, Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC