Gangguan Bipolar Dan Alkohol

21

Click here to load reader

description

Gangguan bipolar dan alkohol umumnya sering terjadi. Banyak penjelasan yang mengatakan adanya hubungan antara kondisi yang dimaksud tapi hubungan ini sangat minim untuk dapat dimengerti. Beberapa bukti memperkirakan adanya faktor genetik yang berperan di dalamnya. Komorbiditas ini juga dapat berimplikasi pada diagnosis dan pengobatannya. Alkohol juga dapat berpengaruh buruk pada gangguan bipolar dan semakin sulit diobati. Terdapat sedikit penelitian pada pengobatan pasien-pasien yang komorbid. Beberapa penelitian telah dilakukan evaluasi untuk efek valproat, lithium dan naltrexone disamping intervensi psikososial, dalam mengobati pasien bipolar yang alkoholik, tetapi penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan.

Transcript of Gangguan Bipolar Dan Alkohol

GANGGUAN BIPOLAR DAN ALKOHOLSusan C. Sonne, PharmD, dan Kathleen T. Brady, M.D., Ph.D.

Gangguan bipolar dan alkohol umumnya sering terjadi. Banyak penjelasan yang mengatakan adanya hubungan antara kondisi yang dimaksud tapi hubungan ini sangat minim untuk dapat dimengerti. Beberapa bukti memperkirakan adanya faktor genetik yang berperan di dalamnya. Komorbiditas ini juga dapat berimplikasi pada diagnosis dan pengobatannya. Alkohol juga dapat berpengaruh buruk pada gangguan bipolar dan semakin sulit diobati. Terdapat sedikit penelitian pada pengobatan pasien-pasien yang komorbid. Beberapa penelitian telah dilakukan evaluasi untuk efek valproat, lithium dan naltrexone disamping intervensi psikososial, dalam mengobati pasien bipolar yang alkoholik, tetapi penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan.Keywords: komorbiditas; psikosis manik-depresif; AODD (alkohol dan ketergantungan obat lainnya); minuman beralkohol; prevalensi; hubungan genetik; onset penyakit; perkembangan penyakit; diagnosis; terapi obat; lithium; valproate; naltrexone; kepatuhan pasien; cara penanganan psikososial; tinjauan pustaka.

G

angguan bipolar dan pecandu alkohol dapat terjadi dengan angka tertinggi daripada nilai rata-rata pada umumnya. Hal tersebut dapat terjadi lebih sering daripada yang dapat diperkirakan oleh kemungkinan kejadiannya dibandingkan dengan pecandu alkohol dan depresi unipolar. Artikel ini banyak menjelaskan hubungan antara gangguan bipolar, fokus pada prevalensi komorbid yang secara teoritis dijelaskan bahwa berpotensi untuk menjadi angka kematian yang tinggi, dampak dari pecandu alkohol dengan komorbiditas yang tinggi karena disertai gangguan bipolar, penegakkan diagnosis dan pengobatan ditujukan pada pasien-pasien dengan komorbid tersebut.Gangguan bipolar sering disebut gangguan manik depresi, yang merupakan suatu gangguan mood dengan karakteristik terjadi peningkatan mood yang ekstrim dari euphoria menjadi depresif berat, diantara periode mood yang normal (misalnya eutim). Gangguan bipolar mewakili masalah kesehatan yang sangat signifikan sering terjadi di masyarakat, yang mana sering tidak terdiagnosis dan tidak terobati karena dianggap wajar dalam waktu yang cukup lama. Dalam survei pada 500 pasien bipolar, 48 persen dikonsultasikan pada 5 centre terbaik pada tenaga medis professional baru mereka dapat terdiagnosis gangguan bipolar, dan 35 persen harus menghabiskan waktu sekitar 10 tahun selama onset penyakitnya untuk terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan (Lish et al, 1994). Gangguan bipolar mempengaruhi oleh sekitar satu sampai dua persen populasi dan sering terjadi pada awal memasuki masa dewasa.

Terdapat pula klasifikasi gangguan pada kejadian bipolar, mencakup gangguan bipolar I, gangguan bipolar II dan Siklotimia. Gangguan bipolar I yang paling parah, sebab mempunyai karakteristik adanya episode manik yang terjadi sekitar 1 minggu dan adanya episode depresi yang terjadi paling sedikit 2 minggu. Pasien yang dengan episode manik penuh sering memerlukan perawatan untuk mengurangi risiko menyakiti diri sendiri atau orang lain. Mereka dapat juga mempunyai kedua gejala sekaligus seperti depresi dan mania dalam waktu yang bersamaan, biasanya disebut mania campuran (siklotimia) yang dapat muncul disertai dengan risiko bunuh diri yang besar dan lebih sulit lagi untuk ditangani.Pasien dengan 4 atau lebih episode mood yang terjadi dalam 12 bulan yang sama harus dipertimbangkan untuk terdiagnosis sebagai gangguan bipolar, yang mana dapat diprediksikan respon pengobatannya. Gangguan bipolar II mempunyai karakteristik dengan episode hipomania, tidak separah bentuk mania, yang dapat terjadi sekitar 4 hari paling cepat dan tidak cukup parah untuk mendapatkan perawatan. Hipomania terjadi dengan episode depresi paling sedikit 14 hari. Mereka yang dengan gangguan bipolar II sering mengalami keadaan menjadi hipomanik (keadaan mood elevasi dan meningkat kepede-annya) dan kebanyakan suka mencari pengobatan selama episode depresi daripada episode manik. Siklotimia adalah gangguan bipolar dengan karakteristik yang disebabkan oleh penurunan mood yang berada diantara keadaan hipomania dan level terendah dari depresi, dengan gejala yang menetap selama paling sedikit 2 tahun (American Psychiatric Association [APA], 1994).Ketergantungan alkohol, juga diketahui sebagai kecanduan alkohol yang mempunyai karakteristik seperti keinginan untuk mengkonsumsi alkohol meningkat, kemungkinan ketergantungan alkohol, ketidakmampuan untuk mengontrol keinginan minum alkohol pada setiap kesempatan yang ada dan peningkatan toleransi terhadap efek dari alkohol itu sendiri (APA, 1994). Sekitar 14 persen mereka mengalami ketergantungan alkohol pada beberapa waktu selama hidup mereka (Kessler et al, 1997). Agak sering dimulai pada waktu awal memasuki masa dewasa. Kriteria untuk mendiagnosis penyalahgunaan alkohol, disisi lain, tidak termasuk keinginan atau kurang bisa mengontrol rasa ingin minum sebagai karakteristik dari seseorang yang kecanduan alkohol. Lebih tepatnya, penyalahgunaan alkohol didefinisikan sebagai pola peminum dari akibat dalam kegagalan memenuhi tanggungjawabnya di tempat ia bekerja, sekolah atau rumah; minum dalam situasi yang berbahaya; punya riwayat sering minum berulang-ulang yang berhubungan dengan masalah hukum dan masalah yang diperburuk dengan minuman (APA, 1994). Umumnya masa hidup seseorang dengan penyalahgunaan alkohol sekitar 10 persen (Kessler et al, 1997). Penyalahgunaan alkohol sering terjadi pada awal masa dewasa dan biasanya menjadi indikator ketergantungan alkohol (APA, 1994).Prevalensi KomorbiditasBeberapa studi telah melaporkan adanya hubungan antara kecanduan alkohol dan gangguan mood. Sampai sekarang, telah ada dua studi epidemiologi gangguan psikiatri: the National Institute of Mental Healths Epidemiologic Catchment Area (ECA) study (Regier et al. 1990) dan the National Comorbidity Survey (NCS) (Kessler et al. 1996). Studi dari ECA (Regier et al. 1990) mengungkapkan bahwa 60.7 persen pasien dengan gangguan bipolar I pernah mempunyai diagnosis masa hidup tersendiri yang dapat digunakan sebagai bagian dari gangguan tersebut (misalnya, seorang pecandu alkohol dan obat-obatan lainnya); 46.2 persen dari mereka dengan gangguan bipolar I adalah pecandu alkohol; dan 40.7 persen adalah penggunan obat-obatan (persentasi dari mereka yang dengan penyalahgunaan alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan tidak mencapai 100 persen). Empat puluh delapan persen mereka dengan gangguan bipolar II mempunyai bakat untuk terjadinya gangguan, dan 21 persen adalah yang penyalahgunaan obat-obatan atau tergantung diagnosis (angka ini sedikit lebih tinggi).

Pada tabel menunjukkan bahwa, ketergantungan alkohol dua kali yang mungkin dapat terjadi pada pasien dengan gangguan bipolar daripada pasien yang hanya mengalami depresi unipolar (misalnya, depresi tanpa mania). Dapat pula menonjol pada gangguan bipolar yang mungkin terjadi dengan ketergantungan alkohol daripada penyalahgunaan alkohol (liat tabel). Sebagaimana bagian dari ECA studi Helzer and Przybeck (1988) menemukan terdapat mania (seperti gangguan bipolar I) dan penyalahgunaan alkohol jauh lebih mungkin terjadi secara bersamaan (6.2 kali lebih mungkin) daripada hanya salah satunya saja. Semua diagnosis psikiatri lainnya juga menyelidiki studi ini, hanya orang-orang dengan gangguan kepribadian antisosial yang tampaknya sangat kuat berkaitan dengan kecanduan alkohol daripada mania. Temuan dari NCS dianggap dapat terjadi kesakitan pada gangguan mood dan kecanduan alkohol yang sangat serupa.Penjelasan Paling Mungkin Untuk KomorbiditasMeskipun penelitian ini bertujuan menjelaskan kuatnya hubungan antara kecanduan alkohol dan gangguan bipolar, hubungan yang tepat antara kedua gangguan ini tidak dapat dimengerti dengan baik. Tujuan penjelasan pasti mengenai gangguan psikiatri (seperti gangguan bipolar) mungkin dapat digunakan sebagai faktor risiko. Begitu pula, gejala dari gangguan bipolar dapat muncul selama adanya intoksikasi kronik alkohol atau gejala putus zat. Sebagai contoh, gejala putus zat seperti alkohol dapat menjadi pencetus gejala bipolar. Studi lainnya masih menyatakan bahwa pasien dengan gangguan bipolar dapat mengkonsumsi alkohol selama episode manik sebagai usaha pengobatan sendiri, yang salah satu efeknya dapat diperpanjang untuk kesenangan mereka atau menjadi sedasi agitasi dari mania. Akhirnya, penelitian lainnya menyatakan bahwa kecanduan alkohol dan gejala putus zat dapat mempengaruhi zat kimiawi di otak (misalnya, neurotransmitter) yang terlibat dalam penyakit bipolar, terdapat kemungkinan salah satu gangguan dapat berubah menjadi gangguan lainnya. Dengan kata lain, pengguna alkohol atau gejala putus zat dapat muncul gejala gangguan bipolar (Tohen et al. 1998). Ketidakjelasan dari mekanisme yang bertanggungjawab pada kuatnya hubungan antara kecanduan alkohol dan gangguan bipolar. Sangat mungkin terdapat hubungan diantaranya, namun bukan tidak semudah antar hubungan data tersebut menjadi efek yang sangat kompleks dan tidak berpetunjuk. Faktor genetik mungkin dapat berperan, akan dijelaskan setelah ini.Risiko keluarga dengan gangguan bipolar dan kecanduan alkohol

Peran dari faktor genetik dalam gangguan psikiatri mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini. Beberapa bukti dapat menunjang adanya kemungkinan riwayat keluarga dengan kedua gangguan seperti gangguan bipolar dan kecanduan alkohol (Merikangas and Gelernter 1990; Berrettini et al, 1997). Bisanya faktor genetik mempunyai peran dalam perkembangan komorbidnya tetapi terdapat hubungan yang kompleks (Tohen et al. 1998). Preisig dan rekannya (2001) menunjukkan studi keluarga dengan gangguan perasaan dan kecanduan alkohol yang dievaluasi 226 orang dengan kecanduan alkohol dengan dan tanpa gangguan perasaan pada anggota keluarga mereka tersebut. Penelitian menemukan bahwa terdapat risiko yang besar dari riwayat keluarga kecanduan alkohol dan gangguan bipolar (OR 14.5 persen) dibandingkan kecanduan alkohol dan depresi unipolar (OR 1.7 persen). Temuan ini mempunyai dampak untuk pencegahan dan pengobatan. Riwayat keluarga yang positif terdapat gangguan bipolar dan kecanduan alkohol adalah faktor risiko yang penting untuk anak-anaknya kelak.Pembahasan Tentang Pengobatan Komorbid Gangguan Bipolar Dan AlkoholismeBagian ini menguji beberapa hal untuk mempertimbangkan perawatan pasien-pasien yang komorbid dan bagian dari pendekatan fakmakologi dan psikoterapi.Efek alkohol pada komorbid gangguan bipolar

Perkembangan angka studi kasus menunjukkan bahwa terdapat penyalahgunaan, termasuk alkoholisme memperburuk gangguan bipolar. Sonne dan rekannya (1994) mengevaluasi gangguan bipolar pada pasien-pasien dengan atau tanpa riwayat penyalahgunaan. Mereka menemukan perbandingan penyalahgunaan yang mendasar dan tidak mendasar yang memungkinkan pasien tersebut untuk mendapatkan perawatan yang layak terhadap gejala yang timbul, onset yang lebih awal pada gangguan bipolar, dan mania campuran (yang belakangan keduanya dipertimbangkan akan menjadi lebih parah pengobatan pada gangguan bipolar yang sudah resisten seperti ini). Keller dan rekannya (1986) membandingkan pasien yang murni depresi atau murni mania saja pada pasien dengan campuran atau bipolar yang terjadi secara cepat dan ditemukan presentasi yang tinggi pada pasien dengan gangguan bipolar yang campuran atau bipolar yang terjadi secara cepat disertai kecanduan alkohol dalam waktu yang bersamaan (13 persen) dan pasien-pasien ini telah mengalami perbaikan gangguan bipolar secara perlahan-lahan.Meskipun perhimpunan ini tak perlu menunjukkan bahwa alkoholisme memperburuk gejala bipolar, tapi itu merupakan hal yang berkaitan satu dengan lainnya. Perbandingan pasien gangguan bipolar dan keberadaan gangguan tersebut pada pasien lainnya yang hanya mengalami murni gangguan bipolar ditemukan adanya komorbiditas yang terjadi pada mereka dengan usia lebih muda dan kemungkinan untuk mengalami gangguan mood lebih besar, yang paling mungkin sering terjadi pada laki-laki yang punya bakat gangguan komorbid psikiatri dalam kejadian gangguan bipolar, dan secara signifikan bisa pula didapatkan gejala mania yang bercampur pada saat wawancara dengan mereka (Sonne dan Brady, 1999).Meskipun penelitian memperkirakan peyalahgunaan alkohol dan obat-obatan lainnya dapat memperburuk ganguan bipolar, beberapa data membuktikan bahwa pasien dengan gangguan bipolar dan alkoholisme akan menjadi lebih baik dalam pengobatan yang teratur daripada alkoholisme dengan gangguan perasaan. OSullivan dan rekannya (1988) menemukan alkoholik dengan gangguan bipolar dapat berfungsi lebih baik selama 2 tahun masa perawatan daripada alkoholik murni (mereka yang tanpa komorbid depresi gangguan perasaan) atau alkoholik dengan depresi unipolar. Penyataan pada pasien bipolar dengan penggunaan alkohol pertama kali berarti bahwa pengobatan dikhususkan pada gejala afektifnya, dan bila gejala bipolar mereka ditangani secara baik, mereka dapat berhenti dari kecanduan atau penyalahgunaan alkohol. Hasin dan rekannya (1989) menemukan pasien gangguan bipolar II yang mungkin lebih awal mengalami remisi dari alkoholisme dibandingkan pasien dengan gangguan skizoafektif atau gangguan bipolar I. Peneliti juga membuktikan adanya mania sebagai faktor pencetus atau eksaserbasi dari alkoholisme (Hasin et al, 1985).

Pada akhirnya, tampaknya alkoholisme dapat memperburuk kondisi gangguan bipolar dan membutuhkan lebih banyak perawatan. Pasien-pasien dalam masa perawatan namun gejala yang tetap muncul (mania campuran) yang lebih mungkin mempunyai komorbid alkoholisme daripada pasien-pasien dengan gejala bipolar yang parah. Bila tidak ditangani, ketergantungan alkohol dan gejala putus zat yang memungkinkan gejala perasaannya menjadi lebih buruk. Itulah salah satu bentuk penyalahgunaan alkohol dan perasaan yang tidak stabil. Bagaimanapun juga beberapa data menunjukkan bahwa pengobatan efektif pada gejala perasaan, pasien dengan gangguan bipolar dapat mejadi suatu remisi bila mereka juga kecanduan alkohol.Onset Faktor penting dalam studi ini mempengaruhi salah satu gangguan pada komorbiditas lainnya apalagi komorbiditas pada kedua gangguan tersebut. Gangguan mood yang terjadi lebih penting onsetnya dari gangguan psikiatri lainnya yang disebut juga dengan gangguan afektif primer. Gangguan afektif sekunder terjadi setelah onset dari gangguan psikiatri lainnya. Feinman dan Dumner (1996) menunjukkan grafik restrospektif dari pemantauan pada tiga kelompok pasien:

1. Pasien dengan gangguan bipolar primer tanpa riwayat penggunaan alkohol (kelompok primer) dengan 103 pasien.

2. Pasien dengan gangguan bipolar primer yang sudah ada komplikasi penggunaan alkohol, yang dimulai setelah onset gangguan bipolar (kelompok komplikasi) dengan 35 pasien.3. Pasien dengan gangguan bipolar yang datang setelah onset penggunaan alkohol (kelompok sekunder) dengan 50 pasien.

Penelitian ini menemukan bahwa pasien pada kelompok komplikasi banyak ditemukan pada usia awal dari onset gangguan bipolar daripada kelompok lainnya. Mereka juga menemukan kelompok komplikasi dan kelompok sekunder yang punya risiko tinggi untuk usaha bunuh diri daripada kelompok primer. Preisig dan rekannya (2001) juga melaporkan bahwa onset pada gangguan bipolar cenderung mendahului alkoholisme. Mereka menyimpulkan bahwa penemuan mereka sesuai dengan hasil studi klinis yang menyatakan bahwa alkoholisme agaknya sering menjadi suatu komplikasi pada gangguan bipolar daripada menjadi faktor risiko untuk hal tersebut.Dalam 5 tahun menindaklanjuti studi tersebut, Winokur dan rekannya (1995) mengevaluasi kelompok pasien bipolar dengan dan tanpa alkoholisme. Pada pasien alkoholik, penyakit bipolar dan alkoholisme dikategorikan menjadi primer atau sekunder. Pada tindak lanjut perawatan ditemukan pasien dengan alkoholisme primer sangat sedikit mengalami episode gangguan perasaan, yang menyatakan pasien ini mempunyai jenis yang tidak terlalu parah dari penyakit bipolar.Dengan demikian, terdapat bukti yang berkembang bahwa penyalahgunaan alkohol dapat berpengaruh pada gangguan bipolar, dan onset dari kedua gangguan dapat berimplikasi pada prognosis. Secara spesifik, pasien bipolar dengan alkoholisme sekunder dapat menjadi lebih baik bila mereka berhenti minum dan gangguan bipolarnya dapat ditangani secara memadai. Sebaliknya, pasien bipolar dengan alkoholisme primer (alkoholisme yang terjadi pertama kali) dapat menjadi lebih baik untuk mengontrol gejala perasaan mereka bila mereka berhenti untuk minum.

Komorbiditas dan Diagnostik

Hampir setiap pengguna alkohol melaporkan mempunyai perasaan yang kurang menyenangkan tentunya hal tersebut sangat penting untuk dibedakan dengan induksi alkohol oleh karena gejala nyata dari gangguan bipolar. Bagaimanapun diagnosa gangguan bipolar menunjukkan bahwa pengguna alkohol dapat menjadi sulit karena penggunaan alkohol itu sendiri. Dengan gejala putus zat, apalagi pada pengguna kronis, dapat menyerupai gangguan psikiatri lainnya. Intoksikasi alkohol tidak dapat dibedakan dari bentuk mania atau hipomania, dengan karakteristik euforia, peningkatan energi, penurunan selera, merasa diri hebat, dan kadang-kadang menjadi paranoid. Bagaimanapun, alkohol juga dapat menginduksi gejala manik yang secara umum terjadi selama intoksikasi alkohol berlangsung aktif, yang membuat mereka agak mudah dibedakan dari fase mania dengan gangguan bipolar I.Pasien alkoholik dengan gejala putus zat dari alkohol dapat menjadi depresi. Depresi disini merupakan gejala utama dari gejala putus zat dari beberapa kasus penyalahgunaan, dan studi kasus mengenai gejala putus obat yang berhubungan dengan depresi dapat berlangsung 2 4 minggu (Brown dan Scuckit, 1988). Karena fenomena ini, yang memungkinkan observasi dilakukan selama periode dari gejala itu muncul (misalnya observasi terus menerus selama gejala putus obat berlangsung) yang penting untuk mendiagnosa depresi dibandingkan dengan mania.

Gangguan bipolar II dan siklotimia dapat menjadi sulit terdiagnosa karena hal tersebut tidak dapat dimengerti dengan baik dari gejala psikiatri, karena kesulitan mendiagnosis, didapatkan kelompok diagnostik yang sering gagal, meskipun bentuk gangguan bipolar ini tidak dapat menjadi penyebab sebagai gangguan bipolar I, hal penting tersebut masih dapat ditangani dan berpotensi terhadap penyalahgunaan, yang diawali dengan perburukan gejala perasaannya. Secara umum peraturannya, terlihat sebagai diagnosis gangguan bipolar pada gejala yang dapat muncul dengan jelas sebelum onset alkoholisme terjadi atau mereka yang sudah ada gejalanya selama periode penyalahgunaan berlangsung mungkin terbesar pada gejala yang muncul menjadi tujuan diagnosis tidak dapat dijelaskan dengan baik. Riwayat keluarga dan beberapa gejala seharusnya juga mengambil peran dalam penegakkan diagnostik. Gangguan bipolar dan penyalahgunaan juga dapat terjadi secara bersamaan dan hal tersebut dapat berpengaruh pengobatan terhadap gangguan bipolar.Pengobatan Komorbid Gangguan Bipolar dan AlkoholismeMeskipun prevalensi yang signifikan terhadap komorbid alkoholisme dan gangguan bipolar terdapat sangat sedikit data yang spesifik mengenai pengobatan secara farmakologi yang spesifik dan pengobatan psikoterapi pada gangguan bipolar dalam kejadian alkoholisme. Obat-obatan yang sering digunakan untuk menangani gangguan bipolar sebagai mood stabilizer adalah lithium dan valproat. Seperti pada keadaan sebelumnya, bukti menunjukkan bahwa pasien bipolar dengan alkoholik dapat memiliki keadaan manik dan depresi rapid cycling dan mania campuran disamping pasien bipolar lainnya. Terdapat pula bukti yang menyatakan bahwa gangguan bipolar subtipe yang punya perbedaan respon terhadap pengobatan (Prien at al, 1988), yang dapat memberikan terapi residual sebagai pilihan untuk pasien bipolar yang alkoholik. Penelitian yang ada terhadap penggunaan lithium, valproate dan naltrexone untuk pasien komorbid akan dijelaskan berikut ini.Lithium

Lithium telah menjadi standar pengobatan untuk gangguan bipolar selama beberapa dekade terakhir ini. Sayang sekali, beberapa studi telah melaporkan penyalahgunaan telah menjadi salah satu prediktor respon minimal dari gangguan bipolar terhadap lithium. Lebih spesifik lagi, sebagai standar sebelumnya, dapat dibandingkan dengan yang tidak mengalami penyalahgunaan, tampaknya alkohol dapat menjadi risiko yang besar terhadap perkembangan mania campuran dan perubahan keadaan antara manik dan depresi secara cepat. Penelitian baru-baru ini menemukan bahwa pasien dengan mania campuran kurang berespon terhadap lithium daripada pasien dengan non campuran mania (Prien et al, 1988). Penyataan terhadap lithium tidak dapat menjadi pilihan terbaik untuk pasien bipolar yang melakukan penyalahgunaan. Bagaimanapun, dalam percobaan 6 minggu, dari lithium dibandingkan placebo pada 25 anak remaja dengan gangguan bipolar dan ketergantungan zat, Geller dan rekannya (1998) menemukan secara signifikan terdapat penurunan angka positif pada tes urin pada pasien dengan penyalahgunaan dan berarti bahwa gejala psikiatri semakin meningkat. Penyataan tentang lithium dapat menjadi pilihan terbaik pada anak remaja yang ketergantungan. Kehadiran subtipe gangguan bipolar tidak didapatkan pada studi ini, maka tidak dapat dijelaskan pada anak remaja dengan gangguan bipolar subtipe akan lebih sulit untuk diobati.Valproat

Pada tahun 1998, antikonvulsan Depakote (disebut juga divalproex sodium atau valproat) telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan awal episode manik pada pasien dengan gangguan bipolar. Banyak studi telah menyimpulkan bahwa pasien dengan perubahan depresi dan manik secara cepat yang mungkin berespon terhadap obat antikonvulsan daripada lithium (Bowden 1995). Karena pada keadaan sebelumnya, pasien bipolar dapat muncul keadaan depresi dan manik pada pengguna alkohol daripada pasien bipolar yang tidak alkoholik, pasien bipolar alkoholik dapat berespon lebih baik terhadap obat antikonvulsan (seperti, valproat) daripada terapi lithium. Kenyataannya, studi terbuka (seperti studi pada partisipan yang termasuk dalam pengobatan percobaan), Brady dan rekannya (1995) menemukan bahwa valproat lebih aman dan efektif dalam pengobatan pasien bipolar manik yang campuran dengan secara simultan pada ketergantungan zat (ketergantungan alkohol pertama kalinya) yang sebelumnya tidak dapat mentoleransi litihium atau tidak berespon terhadapnya. Dengan cara serupa, Albanese dan pekerjanya (2000) melaporkan 20 pasien yang diobati dengan divalproex sodium dan menemukan bahkan dengan dosis rendah divalproex dapat efektif terhadap pengobatan gejala gangguan perasaan, dan berdasarkan laporannya, semua pasien yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat percobaan berlangsung.Konsumsi valproat dan alkohol keduanya diketahui dapat menjadi penyebab tingginya hasil tes fungsi hati dan pada kasus yang langka, dapat terjadi gagal hati (Sussman dan McLain 1979; Lieber dan Leo 1992). Karenanya, keamanan valproate pada penduduk yang mengkonsumsi alkohol telah dipertanyakan karena berpotensi terjadinya hepatotoksik pada pasien yang mempunyai risiko terhadap komplikasi tersebut. Bagaimanapun juga, bukti terkini menyatakan bahwa enzim hati tidak secara dramatis meningkat pada pasien alkoholik yang mengkonsumsi valproate, bahkan jika mereka adalah pengkonsumsi alkohol yang aktif (Sonne dan Brady 1999). Dengan demikian, valproate tampaknya menjadi obat yang aman dan efektif untuk pasien bipolar yang alkoholik.Naltrexone

Karena beberapa fakta menyatakan bahwa peminum aktif dapat menjadikan gejala bipolar semakin buruk, hal tersebut dapat masuk akal oleh karena pengobatan yang dirancang untuk menurunkan angka konsumsi alkohol yang berguna untuk alkoholik bipolar. Naltrexone (ReVia) adalah FDA - yang sudah disetujui untuk menurunkan keinginan mengkonsumsi alkohol. Maxwell dan Shinderman (2000) melakukan pemantauan terhadap penggunaan naltrexone pada pengobatan alkoholisme pada 72 persen dengan gangguan mental mayor, termasuk gangguan bipolar dan depresi mayor. Delapan puluh dua persen dari pasien-pasien yang mengkonsumsi naltrexone selama 8 minggu, 11 persen mengalami putus obat karena efek samping dan 7 persen tidak melanjutkan pengobatan karena berbagai alasan. Mereka menyimpulkan bahwa naltrexone berguna untuk terapi pasien dengan psikiatri komorbid dan msalah alkohol. Bahkan, Sonne dan Brady (2000) melaporkan terdapat dua kasus bipolar wanita (gejala hipomanik yang aktif) yang menerima pengobatan naltrexone, dan keduanya secara signifikan mempunyai efek samping yang serupa untuk terjadinya keadaan putus zat. Hasil dari data tahap awal, penggunaan naltrexone pada bipolar yang alkoholik hingga sekarang, naltrexone seharusnya digunakan dengan secara hati-hati pada pasien-pasien yang mempunyai gejala hipomanik aktif.Kepatuhan PasienKepatuhan pengobatan adalah hal yang sangat penting untuk pertimbangan saat memperikirakan efektifitas dari pengobatannya. Salah satu studi selama kepatuhan dalam pengobatan lithium dan valproat pada 44 alkoholik dan penyalahgunaan obat lainnya pada pasien bipolar ditemukan secara signifikan pasien yang mendapat valproat (50 persen yang patuh) dibandingkan dengan lithium (21 persen yang patuh). Efek samping, termasuk letargi, berat badan lebih, tremor yang terdaftar sebagai alasan utama ketidakpatuhan terhadap lithium (Weiss et al, 1998). Bagaimanapun juga penting untuk peresepan lithium biasanya mempunyai label peringatan pada botolnya untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama obat tersebut diminum. Dengan demikian, bila alkoholik punya pilihan antara mendapat lithium atau minum alkohol, akan sangat mungkin untuk pasiennya tidak patuh dengan lithium. Peningkatan kepatuhan pengobatan dengan valproat dapat menjadi faktor yang penting dalam memilih mood stabilizer untuk pasien bipolar dengan alkoholik.Intervensi Psikososial

Intervensi psikososial sering dipertimbangkan merupakan pengobatan utama dan penyalahgunaan zat lainnya. Beberapa studi telah menunjukkan keberhasilan terapi perilaku kognitif dalam pengobatan alkoholisme (Project MATCH Research Group 1998). Banyak prinsip terapi perilaku kognitif yang umumnya diterapkan dalam pengobatan alkoholisme dan gangguan perasaan. Weiss dan rekannya (1999) telah mengembangkan upaya terapi pencegahan pada terapi perilaku kognitif dengan teknik untuk mengobati pasien dengan komorbid gangguan bipolar dan penyalahgunaan lainnya. Terapi ini digunakan sebagai pendekatan yang terintegrasi; partisipan mendiskusikan topik yang berkaitan dengan kedua gangguan tersebut, seperti insomnia, aspek yang umumnya dapat terjadi setelah fase penyembuhan dan kemungkinan kambuh kembali.Menariknya, penyeledikan yang sama (Weiss et al, 2000) mengevaluasi kemajuan dari kelompok penyalahgunaan dengan komorbid bipolar, dengan adanya gangguan psikososial yang tidak lagi ketergantungan pada pengobatannya. Dibandingkan hasil dari penelitian sebelumnya mengenai suatu studi yang mengatakan bahwa penyelidikan ini lebih baik dan dapat dimengerti hubungan antara gangguan bipolar dengan penyalahgunaan zat dan dapat dilihat perkembangan mereka selama 6 bulan perawatan. Penyelidik menemukan bahwa kehadiran psikoterapi dan Alcoholic Anonymous (AA) dapat menurunkan angka kejadian penyalahgunaan yang makin meningkat dari bulan pertama hingga bulan keenam. Fokus studi dari partisipan juga telah berubah dengan ketegasan yang kurang terhadap gangguan khusus mereka dan ketegasan dari keluarga, sekolah, tempat bekerja dan kriteria personal lainnya. Meskipun perbedaan pada perasaan akan penyalahgunaan antara bulan pertama dan keenam tidak terlalu signifikan, yang ada hanyalah peningkatan penyalahgunaan, bila studi partisipan dilanjutkan dengan AA dan bila psikoterapi dilanjutkan pada gangguan bipolar dan alkoholisme, penyalahgunaan pasien dapat diperbaiki. Secara umum, prognosis yang buruk disebabkan oleh gangguan bipolar dan alkoholisme, yang sangat penting adalah dilanjutkan edukasi kepada pasiennya mengenai kaitan tentang kedua gangguan tersebut. Para peneliti menyimpulkan bahwa perkembangan terapi psikososial untuk pasien-pasien seperti ini dapat menolong peningkatan yang efektif dari kedua gangguan tersebut.

Kesimpulan

Gangguan bipolar dan alkoholisme umumnya dapat terjadi secara bersamaan. Dan dua studi survei epidemiologi, ketergantungan alkohol mungkin dapat terjadi dengan gangguan bipolar daripada semua gangguan psikiatri lainnya, kecuali gangguan pribadi antisosial. Kaitan alami antara gangguan bipolar dan alkoholisme begitu rumit dan belum dapat dimengerti dengan baik. Hal tersebut dapat muncul karena penggunaan alkohol yang buruk dan dalam perkembangan klinis gangguan bipolar, yang semakin susah untuk diobati. Terdapat pula bukti yang mengatakan bahwa faktor genetik yang berperan diantara kedua kondisi tersebut. Gangguan bipolar sangat rumit karena dipengaruhi oleh penggunaan alkohol yang meningkatkan masa perawatan, mania campuran, usia yang lebih muda dari onset gangguan bipolar, dan ide-ide percobaan bunuh diri. Umumnya prevalensi dan morbiditas kedua gangguan tersebut, sangat penting untuk menyeleksi penyalahgunaan zat pada semua pasien untuk diterapi secara rutin. Sayang sekali, terdapat sedikit studi kasus mengenai terapi yang semestinya untuk komorbidnya. Beberapa studi menyatakan mood stabilizer (seperti valproat) dapat bekerja lebih baik daripada lithium dalam terapi pasien bipolar yang alkoholik, tapi para peneliti membandingkan antara lithium dan valproat tidak punya pengaruh yang cukup baik. Studi lebih lanjut mengenai komorbiditas ini sangatlah dibutuhkan untuk memahaminya dengan lebih baik lagi demi pengobatan dan terapi yang baik kepada pasien.Komorbid Gangguan Perasaan* dan Penyalahgunaan Zat

Banyaknya penyalahgunaan zat atau ketergantungan (%)Ketergantungan Alkohol (%)Penyalahgunaan Alkohol (%)Banyaknya Gangguan Perasan32.04.96.9Banyaknya Gangguan Bipolar 56.127.616.1Bipolar I60.731.514.7Bipolar II48.120.818.4Depresi Unipolar27.211.65.0Catatan: *Gangguan perasaan termasuk depresi dan gangguan bipolar.

Gangguan Bipolar atau depresi manik, yang mempunyai karakteristik perubahan perasaan yang ekstrim.

Gangguan Bipolar I adalah gangguan yang paling parah kejadiannya.

Gangguan Bipolar II adalah gangguan yang kurang parah kejadiannya.

Depresi Unipolar adalah depresi tanpa episode manik.

Sumber: Data yang dilaporkan dalam tabel didapatkan dari the Epidemiologic Catchment Area Study (Regier et al, 1990)

Vol. 26, No.2, 2002