Eklampsia LO
-
Upload
robbysyahputra -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
description
Transcript of Eklampsia LO
EKLAMPSIA
DEFINISI
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh
tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita
hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada wanita yang menderita
eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma. Eklampsia lebih sering pada
primigravida daripada multipara. Tergantung dari saat timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia
gravidarum (eklampsia antepartum), eklampsia parturientum (eklampsia intrapartum), dan
eklampsia puerperale (eklampsia postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum. Perlu
dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama
kemudian.2
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-eklampsia, tampak
pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah
timbulnya penyakit itu.2
Eklampsia lebih sering terjadi pada :1
1) Kehamilan kembar
2) Hydramnion
3) Mola hydatidosa
ETIOLOGI / PATOGENESIS
Etiologi dan patogenesis preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
difahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the
disease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan
terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan
keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan
invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan
menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan
turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal
bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai
organ.
PATOFISIOLOGI
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsi-eklampsi. Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya
vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi
kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu
Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan
terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi
plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan
proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan
demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses
oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak
merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana
peroksidase dan oksidan lebih domi-nan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess
oksidatif.3
Pada Preeklampsi-eklampsi serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi
sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya
mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang
cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.
Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel
endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel
tersebut akan meng-akibatkan antara lain :3
adesi dan agregasi trombosit,
gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma
terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dai rusaknya
trombosit
produksi prostasiklin terhenti
terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan
terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lema
PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan
Perawatan dara eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk
stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation
(ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia
mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan
darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu
yang tepat dan dengan cara yang tepat.1
Perawatan medikamentosa dan perawatan suprotif eklampsia,
merupakan perwatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan
medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah
dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu
seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara
yang tepat. 1
1. Mengendalikan Kejang
Pada kasus preeklamsia yang lebih berat, juga kasus eklamsia,
magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral merupakan
antikonvulsan yang efektif dan tidak menimbulkan penekanan sistem
saraf pusat pada ibu maupun janin. Magnesium sulfat dapat diberikan
secara intravena melalui infus kontinu atau secara intramuskular melalui
injeksi berkala. Dosis untuk preeklamsia berat adalah sama dengan dosis
untuk eklamsia. Karena persalinan dan pelahiran merupakan saat yang
paling mungkin untuk terjadinya kejang, perempuan dengan preeklamsia-
eklamsia biasanya diberikan magnesium sulfat selama persalinan dan 24
jam pascapartum. 2
Kejang eklamtik hampir selalu dicegah atau dihentikan oleh kadar
magnesium dalam plasma yang dipertahankan pada kisaran 4,8-8,4
mg/dL. Refleks patella menghilang jika kadar plasma mencapai
sekitar 10 meq/L atau 12 mg/dL, tanda ini merupakan peringatan akan
terjadinya keracunan magnesium. Jika kadar plasma meningkat melebihi
10 meq/L, pernapasan melemah, dan pada kadar≥ 12 meq/L terjadi
paralisis pernapasan yang diikuti dengan henti napas. 2
Terapi dengan kalsium glukonat atau kalsium klorida 1 g
intravena, disertai dengan penghentian magnesium sulfat, biasanya
memulihkan depresi napas ringan hingga sedang. Untuk depresi
napasyang berat dan henti napas, intubasi trakea segera dan ventilasi
mekanis dapat menyelamatkan jiwa. 2
2. Mengendalikan hipertensi
Hipertensi yang berbahaya dapat menyebabkan perdarahan
serebrovaskuler, ensefalopati hipertensif, dan dapat memicu kejang
eklamtik pada perempuan dengan preeklamsia. Komplikasi lainnya
meliputi gagal jantung kongestif afterload dan solusio plasenta. 2
Karena itu, National High Blood Pressure Education Program
Working Group secara khusus merekomendasikan bahwa tatalaksana
mencakup penurunan tekanan darah sistolik hingga ≤ 160
mmHg.Berdasarkan hasil pengamatan, terapi antihipertensi diberikan
pada perempuan yang memiliki tekanan darah sistolik ≥ 160mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. 2
Terdapat beberapa obat yang tersedia untuk menurunkan
tekanan darah yang sangat tinggi secara cepat pada perempuan dengan
penyakit hipertensi gestational. Tiga obat utama yang paling sering
digunakan di Amerika Utara dan Eropa adalah hydralazine, labetalol, dan
nifedipine. Selama bertahun-tahun hydralazine parenteral merupakan
satu-satunya diantara ketiga obat ini yang tersedia. Namun, saat
ditemukannya labetalol parenteral, banyak yang beranggapan bahwa
obat ini sama efektifnya dengan hydralazine untuk penggunaan
obstetris. Kemudian ditemukan nifedipine yang diberikan per oral, dan
obat ini menjadi sangat populer sebagai terapi lini pertama untuk
hipertensi gestational berat. 2
Hydralazine diberikan secara intravena dalam dosis inisial 5 mg,
diikuti dengan dosis 5 hingga 10 mg dalam interval 15-20 menit hingga
tercapainya respons yang diharapkan. Respons sasaran antepartum atau
intrapartum adalah penurunan tekanan darah diastolik hingga 90-100
mmHg, tetapi tidak lebih rendah dari ini agar tidak terjadi
perburukan perfusi plasental. Hydralazine yang diberikan dengan cara
tadi telah terbukti sangat efektif dalam mencegeha perdarahan otak. 2
Obat antihipertensif lain yang efektif dan lazim digunakan di
Amerika Serikat adalah labetalol intravena- penyekat α1 dan
penyekat β nonselektif. Sebagian ahli lebih memilih labetalol
dibandingkan hydralazine karena efek sampingya sedikit (Sibai,
2003). Sibai (2003) menganjurkan dosis labetalol 20 hingga 40 mg tiap
10-15 menit sebanyak yang diperlukan, dengan dosis maksimum
220 mg per siklus terapi. 2
Nifedipine menjadi populer karen efektivitasnya dalam mengendalikan
hipertensi akut terkait kehamilan. Kelompok kerja NHBPEP menganjurkan
dosis inisial 10 mg per oral, yang dapat diulang dalam 30 menit jika
diperlukan. 2
3. Terapi Cairan
Larutan ringer Laktat diberikan secar rutin dalam laju 60 ml hingga
tidak melebihi 125 ml per jam, kecuali terdapat kehilangan cairan
berlebihan akibat muntah, diare, atau diaforesis, atau yang lebih
mungkin, kehilangan darah dalam jumlah berlebihan akibat pelahiran. Oliguria
umum dijumpai pada preeklampsia berat. Jadi, bila digabungkan dengan
pengetahuan bahwa volume darah ibu kemungkinan berkurang dibandingkan
pada kehamilan normal, timbul keinginan untuk memperbanyak cairan
intravena. Infus cairan dalam jumlah besar akan menambah maldistribusi cairan
ekstravaskular sehingga meningkatkan resiko edema paru dan otak secara nyata.
4. Pelahiran
Untuk menghindari resiko pada ibu akibat pelahiran dengan bedah
caesar, awalnya dilakukan langkah-langkah untuk mencapai pelahiran per
vaginam pada perempuan dengan eklampsia. Setelah kejang, persalinan
sering kali maju secara spontan atau dapat berhasil diinduksi bahkan
pada perempuan yang masih jauh dari aterm sekalipun. Penyembuhan
cepat tidak langsung terjadi setelah pelahiran melalui jalan apapun,
tetapi morbiditas berat saat masa nifas lebih jarang terjadi pada
perempuan yang melahirkan per vagina.
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia
harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Persalinan diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemuliham
hemodinamika dan metabolism ibu. Pada perawatan
pascapersalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring
tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.
PROGNOSIS
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling
berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat
eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10
% - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat
adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan
bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang
mengancam jiwa ibu hamil.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di
bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.2
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.2
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen
secara berkala.2
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati
yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkanikterus tersebut.2
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.2
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.2
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.2
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan
faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.2
8. Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet count.2
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang
dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.2
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang
pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).2
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.2