eklampsia lengkap

download eklampsia lengkap

of 43

Transcript of eklampsia lengkap

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    1/43

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Tingginya angka kematian yang disebabkan hipertensi dalam kehamilan

    merupakan masalah di bidang obstetri. Angka Kematian Maternal (AKM) dan

    Angka Kematian Perinatal (AKP) merupakan parameter keberhasilan dalam

    pelayanan obstetri. Di samping perdarahan dan infeksi, preeklampsia, impending

    eklampsia serta eklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan kematian

    perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang.1

    Keadaan ini tentunya menjadi tantangan bagi kita untuk senantiasa

    waspada agar dapat mendeteksi dini secara dini kasus-kasus preeklampsia. Oleh

    karena itu, diagnosa dini dari preeklampsia maupun impending eklampsia yang

    merupakan tingkat pendahuluan eklampsia serta penanganannya perlu segera

    dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.1

    Eklampsia dan sindroma HELLP merupakan bagian dari klasifikasi

    hipertensi dalam kehamilan. Sampai saat ini penyebab eklampsia belum diketahui

    secara pasti dan belum dapat menjawab semua pertanyaan memuaskan. Penyebab

    utamanya adalah disfungsi vaskuler pada ibu dan dapat menyebabkan penurunan

    perfusi utero plasenta. Tindakan satu-satunya yang dapat memperbaiki sindroma

    ini adalah terminasi kehamilan.1

    Terminologi HELLP diperkenalkan pertama sekali oleh Weinstein (1982)

    yang merupakan singkatan dari hemolisis, elevated liver enzim dan low platelets

    counts. Sindrome ini merupakan kumpulan dari gejala multi sustem pada PE berat

    dan eklamsi dengan karakteristik trombositopenia, hemolisis (anemia hemolisis

    mikro angiopatik) dan system hepar abnormal.1,2

    Sibai(1986), melaporkan 4-14 % penderita PE berat mengalami SindromaHELLP . Sindroma ini juga dapat muncul pada PE ringan . Sindroma HELLP

    selalu dianggap sebagai varian dari PE tetapi sindroma ini juga dapat berdiri

    sendiri.1,2

    1

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    2/43

    1.2. Tujuan dan Manfaat

    Adapun tujuan dan manfaat dari laporan kasus ini adalah:

    1. Mengetahui bagaimana mendiagnosa kasus-kasus eklampsia dan

    penanganannya

    2. Mengetahui komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada penderita

    eklampsia

    3. Mengetahui tentang sindroma HELLP dan penanganannya

    2

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    3/43

    BAB 2

    EKLAMPSIA

    2.1. Definisi

    Preeklampsia merupakan gejala yang timbul pada ibu hamil di atas usia 20

    minggu, bersalin dan dalam masa nifas yang ditandai dengan adanya: hipertensi

    dan proteinuria. Sedangkan seorang wanita dikatakan eklampsia bila memenuhi

    kriteria preeclampsia dan disertai dengan kejang-kejang (yang bukan disebabkan

    oleh penyakit neurologis seperti epilepsy) dan atau koma. Ibu tersebut tidak

    menunjukkan tanda-tanda atau hipertensi sebelumnya. 1,3,4

    Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata

    tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba

    tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang

    disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma. Eklampsia merupakan

    kasus akut dari penderita preeklampsia yang disertai kejang menyeluruh dan

    koma. Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia

    dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,

    mual yang hebat, nyeri epigastrium dan hiperreflexia. Preeklampsia yang diikuti

    dengan tanda-tanda ini disebut dengan impending eklampsia.3

    Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan salah satu atau lebih

    gejala dan tanda di bawah ini:2

    1. Tekanan darah dalam keadaan istirahat sistolik 160mmHg dan diastolik

    110 mmHg

    2. Proteinuria 5 gr/ jumlah urine selama 24 jam atau dipstick +4

    3. Oliguria: produksi urine 400-500cc/24jam

    4. Kenaikan kreatinin serum

    5. Edema paru dan sianosis

    6. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran kanan atas abdomen

    7. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata,

    dan pandangan kabur

    8. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanin dan aspartat amino

    3

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    4/43

    transferase

    9. Hemolisis mikroangiopati

    10. Trombositopenia < 100.000/mm3

    11. Sindroma HELLP

    Menurut saat timbulnya, eklampsia dibagi atas:4

    1. Eklampsia antepartum (eklampsia gravidarum) yaitu eklampsia yang

    terjadi sebelum masa persalinan.

    2. Eklampsia intrapartum (eklampsia parturientum) yaitu eklampsia yang

    terjadi pada saat persalinan.

    3. Eklampsia post partum (eklampsia puerperium) yaitu eklampsia yang

    terjadi setelah persalinan, umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam

    pertama setelah persalinan.

    2.2. Frekuensi

    Preeklampsia terjadi pada primigravida sebanyak 5,8% dan 0,4% gravida

    kedua. Eklampsia adalah komplikasi yang jarang namun serius dari

    preeklampsia serta merupakan penyulit. Menurut WHO pada tahun 1987

    insiden preeklampsia dan eklampsia berkisar antara 0,5%-38,4%. Di Amerika

    Serikat sekitar 3-5% dari seluruh kehamilan. Satu dari 2000 kehamilan di

    Eropa, dan antara 1:100 sampai 1:1700 kehamilan di negara berkembang. Di

    Inggris penyakit hipertensi dalam kehamilan menyebabkan 18,6% kematian

    ibu, dimana eklampsia menyebabkan 10% kematian tersebut. Insidensi dari

    preeklampsia dan eklampsia lebih tinggi di negara-negara berkembang,

    dengan angka kejadian preeklampsia tertinggi di Zimbabwe yaitu 7,1% dari

    seluruh kelahiran dan eklampsia di Colombia sebesar 0,81% dari kelahiran. Di

    RSUD Pirngadi Medan, insidens preeklampsia dan eklampsia tahun 1990

    adalah 6,94% dan tahun 1991 adalah 6,35%. Di RSCM pada tahun 1993-1994

    adalah 14,3%.3,4

    Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang

    lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya

    4

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    5/43

    pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup

    dan penanganan preeklampsia yang sempurna. Di negara-negara sedang berkembang

    frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedang di negara-negara

    maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%.3,4

    2.3. Etiologi

    Sampai saat ini penyebab eklampsia belum diketahui secara pasti dan belum dapat

    menjawab semua pertanyaan memuaskan. Zweifel (1916) menyebutkan bahwa

    preeklampsia adalah The disease of theories.3

    Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal tersebut:3

    1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,

    hidramnion dan mola hidatidosa

    2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan

    3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian

    janin dalam uterus

    4. Sebab jarangnya kejadian-kejadian preeklampsia pada kehamilan-

    kehamilan berikutnya

    5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma

    Saat ini ada 4 hipotesis utama yang paling banyak diteliti :

    1. Iskemik Plasenta

    Menurut kelompok Oxford, PE merupakan penyakit plasenta yang terdiri

    atas 2 tahap. Pada tahap pertama iskemik mempengaruhi arteri spiralis

    sehingga terjadi defisiensi aliran darah utero plasenta. Tahap kedua adalah

    merupakan kelanjutan iskemik plasenta baik pada ibu maupun janin.

    2. VLDL versus aktivitas anti toksin

    Pada PE, asam lemak bebas sudah meningkat 15-20 minggu sebelum onset

    penyakit. Diantara asam lemak bebas ini, asam oleat, asam linoleat dan

    asam plamitat meningkat sebesar berturut-turut 37%, 25% dan 25%.

    Inkubasi asam linoelat menurunkan kadar monofosfat guanosin siklik pada

    5

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    6/43

    endotel sampai 70% sehingga kemampuannya untuk menginhibisi

    agregasi platelet sebesar 40%. Plasma albumin merupakan zat isoelektrik

    dengan kadar isoelektrik ISO (isoelectric point) pl 4,8 5,6. Semakin

    banyak asam lemak bebas terikat ke albumin maka pH 5,6 akan menurun

    menjadi 4,8 yang akan mengakibatkan toksisitas VLDL tidak tercegah dan

    terjadi PE.

    3. Maladaptasi Imun

    Pada manusia, transplantasi organ akan ditolak bila terdapat perbedaan

    HLA donor resipien. Pada kehamilan normal tampak bahwa sel-sel

    trofoblas yang berhubungan dengan darah ibu tidak mengandung MHC

    kelas I dan kelas II alloantigen, sedang yang berhubungan dengan darah

    ibu mengandung adalah MHC kelas I positif. Sel-sel desidua banyak

    mengandung CD45 yang berasal dari sumsum tulang. Pada endometrium

    fase sekresi lanjut akan ditemukan CD56 yang tidak umum dijumpai,

    suatu marker leukosit granul besar pada pembuluh darah perifer yangbersifat dominan. Leukosit ini sangat mirip dengan natural killer NK

    (penghancur alamiah) sel-sel walaupun tidak sekuat sel-sel NK pada

    pembuluh darah perifer.

    4. Genetic Imprinting

    Cooper dan Liston meneliti bahwa penyakit PE dan E diwariskan melalui

    suatu gen tunggal. Hipotesa ini baru hanya sampai pada lambat

    berkembang mungkin disebabkan besarnya dana yang dibutuhkan serta

    teknologi dan peralatan yang sangat kompleks dan mahal yang dibutuhkan

    untuk membuktikan hipotesa ini. Namun menarik untuk diperhatikan

    bahwa salah satu predisposisi PE dan E yang kita kenal bukanlah lagi

    primigravida tetapi primi paternal. Walaupun seorang ibu multigravida,

    tetapi bila ia hamil dengan suami yang baru maka ia mempunyai

    kemungkinan yang sama besarnya untuk menderita PE/E dibanding

    dengan primigravida. Demikian juga kehamilan secara inseminasi buatan

    6

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    7/43

    atau bayi tabung dengan menggunakan sperma donor.

    2.4. Patofisiologi

    Etiologi dan preecl pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui secara

    pasti. Teori timbulnya preeclampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu

    sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi dengan

    bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin

    intrauterine, sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia.3

    Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:

    1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

    Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi tropoblast

    ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot

    sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Infasi tropoblast juga memasuki jaringan

    sekitar arteri spiralis sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan

    umen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi

    lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan

    resistensi preeklampsia, dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta.

    Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga

    meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini

    dinamakan preeclamps arteri spiralis. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak

    terjadi invasi sel-sel trofoblast pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan

    matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan deras

    sehingga lumen arteri spriralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan

    vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis preeclam mengalami vasokonstriksi dan

    terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah uteroplasenta

    menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemik plasenta. Dampak iskemik plasenta

    akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan preeclampsia

    hipertensi dalam kehamilan sebelumnya.

    2. Iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel

    Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblast, pada hipertensi dalam

    7

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    8/43

    kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis dengan akibat plasenta

    mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan

    menghasilkan oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan

    plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadao

    preeclam sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak preeclam

    se yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.

    Peroksida lemak akan merusak preeclam sel juga akan merusak preecla dari

    protein sel endotel. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis akan

    beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah yang akan merusak preeclam sel

    endotel. Kerusakan preeclam sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi

    endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel yang disebut dengan

    disfungsi endotel, yang akan mengakibatkan terjadinya: gangguan preeclamps

    prostaglandin, agregasi trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan,

    perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus, peningkatan permeabilitas

    kapiler, peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor dan peningkatan preecl

    koagulasi.

    3. Teori Intoleransi imunologik antara ibu dan janin

    Pada perempuan hamil normal, respon imunologik tidak menolak adanya hasil

    konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen

    protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga

    ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi

    trofoblast janin dari lisi oleh sel natural killer ibu. Selain itu adanya HLA-G akan

    mempermudah infasi sel trofoblast ke dalam jaringan desidua ibu. Pada hipertensi

    dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di

    desidua daerah plasenta akan menghambat invasi trofoblast ke dalam desidua.

    4. Teori adaptasi kardiovaskular preecla

    Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.

    Refrakter berarti, pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan

    vasopressor atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi. Pada hipertensi

    8

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    9/43

    dalam kehamilan, kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan

    ternyata kepekaan terhadap bahan vasopressor. Fakta ini dapat dipakai sebagai

    prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

    5. Teori defisiensi gizi

    Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan gizi berperan dalam

    terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa

    konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeclampsia. Minyak ikan

    banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat

    tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokonstriksi

    pembuluh darah.

    6. Teori inflamasi

    Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi

    darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan

    normal plasenta juga melepaskan debris trofoblast sebagai sisa-sisa proses

    apoptosis dan nekrotik trofoblast, akibat reaksi stress oksidatif dimana jumlahnya

    masih dalam batas wajar sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas

    normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeclampsia dimana terjadi

    peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik juga

    meningkat. Hal ini menyebabkan reaksi inflamasi yang jauh lebih besar

    dibandingkan dengan pada hamil normal. Respon inflamasi ini akan mengaktifasi

    sel endotel dan sel-sel makrofag, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi

    sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeclampsia.

    2.5. Faktor Predisposisi

    Seorang gravida cenderung dan mudah mengalami hipertensi dalam kehamilan

    bila mempunyai faktor predisposisi sebagai berikut:1,2,3

    1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi yang ekstrem,

    yaitu umur remaja muda (teenager) atau umur 35 tahun keatas (primitua).

    2. Multigravida dengan kondisi klinis:

    9

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    10/43

    a. Kehamilan ganda dan hidrops fetalis

    b. Penyakit vaskuler termasuk hipertensi essensial kronik

    c. Penyakit-penyakit ginjal

    d. Hidrops fetalis

    3. Riwayat keluarga preeklampsia-eklampsia

    4. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

    5. Faktor nutrisi, genetika, ras dan golongan etnik

    2.6. Gejala dan Tanda

    Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan

    proteinuria, merupakan kelaninan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil.

    Pada waktu keluhan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri

    epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat. 1,3

    Tekanan darah

    Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak

    mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah

    peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda

    prognostik yang lebih andal dibandingkan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik

    sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukkan keadaan abnormal. 1,3

    Kenaikan Berat badan

    Peningkatan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba dapat mendahului serangan

    preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan

    tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45

    kg per minggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kilo dalam seminggu

    atau 3 kilo dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus

    dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama

    disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala

    edema nondependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak,

    kedua tangan atau kaki yang membesar.1,3

    10

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    11/43

    Proteinuria

    Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukkan adanya suatu penyebab

    fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal,

    proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada

    kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10

    gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudia dibandingkan dengan hipertensi

    dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. 1,3

    Nyeri kepala

    Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada

    kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan

    oksipitalis dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita

    hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir dipastikan

    mendahului serangan kejang pertama. 1,3

    Nyeri epigastrium

    Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupaan keluhan yang seting

    ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menunjukkan serangan kejang

    yang dapat terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar

    akibat edema atau perdarahan. 1,3

    Gangguan Penglihatan

    Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau

    total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan petekie pada korteks

    oksipital. 1,3

    Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia

    dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,

    11

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    12/43

    mual yang hebat, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal

    dan tidak segera diobati, akan timbul kejang; terutama pada persalinan bahaya ini besar.

    Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni:3

    1. Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)

    Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan

    gerakan-gerakan kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa

    melihat, kelopak-mata dan tangan bergetar. Setelah beberapa detik seluruh

    tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlangsung

    selama sekitar 30 detik.

    2. Stadium kejang tonik

    Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam

    dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai

    kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira

    20 - 30 detik.

    3. Stadium kejang klonik

    Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulangulang

    dalam tempo yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah

    berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti

    dan sianotik. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya sehingga

    penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung

    selama 1 - 2 menit, kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,

    menarik nafas seperti mendengkur.

    4. Stadium koma

    Lamanya koma ini beberapa menit sampai berjam jam. Secara

    perlahan-lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara

    kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam

    keadaan koma

    Setelah terjadi koma, penderita tidak akan mengingat serangan kejang

    12

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    13/43

    tersebut atau, pada umumnya kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring

    dengan waktu, ingatan ini akan pulih.

    Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya

    yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai

    bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang

    jarang, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang

    bersangkutan tampak mengalami kejang yang berkepanjangan dan hampir

    kontinu. Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita

    yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan.

    Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan.

    Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan

    pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat

    diikuti oleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya kematian tidak

    terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.

    Laju pernafasan setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat

    mencapai 50 kali permenit, mungkin sebagai respons terhadap hiperkarbia akibat

    asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat

    dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39C atau lebih adalah tanda yang buruk

    karena dapat merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.

    Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin

    kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria.

    Setelah melahirkan, peningkatan pengeluaran urin biasanya merupakan tanda

    awal perbaikan. Proteinuria dan edema biasanya hilang dalam seminggu.

    Pada sebagian besar kasus, tekanan darah kembali ke normal dalam beberapa

    hari sampai 2 minggu setelah melahirkan. Pada eklampsia antepartum, tanda-

    tanda persalinan dapat mulai segera setelah kejang dan berkembang cepat.

    Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat

    meningkat dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami

    hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami

    bradikardia setelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5

    menit; apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan,

    13

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    14/43

    misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.1,3,8

    Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Paling tidak terdapat

    dua mekanisme penyebab:

    1. Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila

    kejang disertai oleh muntah.

    2. Gagal jantung yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat dan

    pemberian cairan intravena yang berlebihan.

    Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak terjadi

    bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak masif.

    Perdarahan subletal dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar

    kemungkinannya pada wanita yang lebih tua dengan hipertensi kronik. Walaupun

    jarang, perdarahan tersebut mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma beri (berry

    aneurysm) atau malformasi arteriovena. Pada sekitar 10 persen wanita, sedikit

    banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang. Kebutaan juga dapat timbul

    spontan pada preeklampsia paling tidak terdapat dua kausa:

    1. Ablasio retina dengan derajat bervariasi

    2. Iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis

    Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik

    dan biasanya tuntas dalam seminggu.1,3,4

    2.7. Diagnosis

    Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya

    tanda dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah

    diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian,

    eklampsia harus dibedakan dari:9

    1. Epilepsi ; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau

    pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada.

    2. Kejang karena obat anestesi; apabila obat anestesi lokal tersuntikkan ke

    dalam vena, dapat timbul kejang.

    3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,

    ensefalitis dan lain-lain.

    14

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    15/43

    2.8. Komplikasi

    Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

    melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia atau eklampsia.

    Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan

    eklampsia3,10

    1. Solusio plasenta

    Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut

    atau lebih sering terjadi pada preeklampsia. Di RS dr. Cipto

    Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai preeklampsia.

    2. Hipofibrinogenemia

    Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%

    hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan

    pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

    3. Hemolisis

    Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala

    klinis hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan

    pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel

    darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada

    autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.

    4. Perdarahan otak

    Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

    eklampsia.

    5. Kelainan mata

    Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai

    seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada

    retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia

    serebri.

    6. Edema paru

    Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dan 69 kasus eklampsia,

    hal ini disebabkan karena payah jantung.

    15

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    16/43

    7. Nekrosis hati

    Nekrosis periportal hati pada preeklampsia - eklampsia merupakan akibat

    vasospasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,

    tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel

    hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan

    enzim-enzimnya.

    8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low

    platelet.

    9. Kelainan ginjal

    Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan

    sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.

    Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

    10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat

    kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (Disseminated Intravascular

    Coagulation).

    11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.

    2.9.Prognosis

    Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan dengan

    meminta korban besar dari ibu dan bayi. Diketahui kematian ibu berkisar 9,8%

    - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%.

    Sebaliknya kematian ibu dan janin di negara maju lebih kecil. Kematian ibu

    biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema

    paru-paru, _ payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan

    sewaktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterine dan

    prematuritas.3,11

    Kriteria Eden

    Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia :

    1. Koma yang lama (prolonged coma)

    2. Nadi diatas 120

    16

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    17/43

    3. Suhu 103F atau 39,4C atau lebih

    4. Tekanan darah di atas 200 mmHg5. Konvulsi lebih dari 10 kali

    6. Proteinuria 10 gr atau lebih

    7. Tidak ada edema, edema menghilang

    Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas eklampsia masuk kelas

    ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk kelas berat dan prognosis akan lebih

    jelek. Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan

    oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita eklampsiasering datang terlambat; karenanya terlambat memperoleh pengobatan yang tepat

    dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni, tidak menyebabkan

    hipertensi menahun.3,4

    2.10. Pencegahan

    Mencegah timbulnya eklampsia jauh lebih penting dari mengobatinya, karena

    sekali ibu hamil mendapat serangan, prognosa akan jauh lebih jelek. Pada

    umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.3

    Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri dari :

    1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsia

    bukanlah penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka

    masyarakat awam.

    2. Meningkatkan jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta

    mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan kehamilannya

    sejak hamil muda.

    3. Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu mencari pada tiap-tiap

    pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya sedini mungkin

    bila dijumpai

    4. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke

    atas, apabila setelah dirawat mondok; tanda-tanda tidak dapat menghilang.

    2.11. Penanganan2,4,12

    17

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    18/43

    Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan preeklampsia berat. Dengan

    tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri

    kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu

    mengizinkan. Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena

    penyebab eklampsia belum diketahui dengan pasti.

    Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan medikamentosa

    dan obstetrik. Prinsip penanganan eklampsia adalah:

    1. Menghentikan dan mencegah kejang

    2. Mengatasi hipertensi dan penyulit

    3. Mengatasi oksigenasi jaringan/mencegah asidosis

    4. Terminasi kehamilan

    Dasar-dasar pengelolaan eklampsia menurut Pedoman Pengelolaan Hipertensi di

    Batam 2005 :

    1. Terapi supotif untuk stabilisasi pada ibu

    a. Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)

    b. Pastikan jalan nafas atas tetap tebruka

    c. Mengatasi dan mencegah kejang

    d. Koreksi hipoksemia dan academia

    e. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis

    f. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang

    tepat.

    2. Perawatan kejang:

    a. Tempatkan pendenta di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu

    terang

    b. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi

    trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi

    c. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna

    mencegah aspirasi pneumonia

    d. Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas

    e. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur

    18

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    19/43

    f. Rail tempat tidur harus terpasang dan terkunci dengan kuat.

    3. Perawatan koma

    a. Derajat kedalaman koma diukur dengan "Glasgow-Coma Scale"

    b. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka

    c. Hindari decubitus

    d. Perhatikan nutrisi

    4. Pengobatan Medisinal

    a. MgSO4

    1) Loading dose

    - MgSO4 20% (4gr) dalam larutan 10 cc IV/bolus selama 5-10 menit

    - MgSO4 40% (4gr) dalam larutan 10 cc IV/bolus selama 5-10 menit

    2) Maintenance dose

    - IVFD RL + MgSO4 40% (12gr) 30 cc 14 gtt/i

    3) Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20% 2 gram IV

    Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.

    Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapatdiberikan Phenobarbital 3-5 mg/kgBb IV perlahan-lahan

    b. Infus Ringer Laktat sebanyak 1000 cc kemudian disambung dengan

    Dextrose 5% 500 cc. Jumlah cairan selama 24 jam sekitar 2000 cc.

    c. Antibiotika dengan dosis yang cukup

    d. Perawatan pada serangan kejang

    - Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang

    - Masukkan tongue spatel ke mulut penderita

    - Kepala direndahkan dan lendir dihisap dari daerah nasofaring

    - Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna

    menghindari fraktur

    - Pemberian oksigen

    - Pasang kateter menetap

    e. Perawatan pada penderita koma :

    - Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow

    19

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    20/43

    Pittsburg Coma Scale Skor Tanda Vital (STV)

    - Perlu diperhatikan pencegahan terhadap dekubitus

    - Pada koma yang lama (> 24 jam) diberikan makanan melalui naso

    gastric tube (NGT) sonde feeding

    f. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika terdapat edem paru, gagal

    jantung dan edema anasarka. Anti hipertensi bila setelah pemberian

    MgSO4 TD sistole 180 mmHg atau diastole 120 mmHg

    g. Kardiotonikum (cedilanid) jika ada indikasi

    h. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbanganseksio sesarea

    2.12. Tindakan Obstetrik2

    Pengelolaan eklampsia berdasarkan Pedoman Pengelolaan Hipertensi di Batam

    2005 :

    1. Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang

    umur kehamilan dan keadaan janin2. Terminasi kehamilan

    Sikap dasar: bila sudah terjadi stabilisasi dalam 4-8 jam, yaitu setelah salah

    satu atau keadaan dibawah ini :

    a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir

    b. Setelah kejang terakhir

    c. Setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir

    d. Penderita mulai sadar

    e. Pada penderita koma dipakai Skor Tanda Vital (STV)

    STV = 10 : boleh terminasi

    STV = 9 : tunda 6 jam, bila tidak ada perubahan lakukan terminasi

    3. Persalinan

    Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil.

    Cara persalinan :

    Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya,

    20

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    21/43

    maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.

    1. Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas

    kejang dengan atau tanpa amniotomi

    2. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forseps.

    Bila janin mati embriotomi.

    3. Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi), kepala janin masih

    tinggi; atau ada kesan disproporsi sefalopelvik; _ atau ada indikasi obstetrik

    lainnya; sebaiknya dilakukan seksio sesaria (bila janin hidup).

    BAB 3

    SINDROMA HELLP

    3.1. Definisi

    Definisi dari sindroma HELLP masih kontroversi. Menurut Godlin (1982)

    Sindroma HELLP merupakan bentuk awal dari PE berat. Weinstein (1982)

    melaporkan Sindroma HELLP merupakan varian yang unik dari PE , tetapi

    Mackenna dkk (1983) melaporkan bahwa sindroma ini tidak berhubungan

    dengan PE. Di lain pihak banyak penulis melaporkan bahwa sindroma HELLP

    merupakan bentuk lain dari Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) yang

    21

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    22/43

    terlewatkan karena proses pemeriksaan laboratorium yang tidak adekuat.2,3

    3.2. Insidens

    Sampai saat ini insidens Sindroma HELLP belum diketahui dengan pasti. Hal ini

    disebabkan sindroma ini sulit diduga serta gambaran klinisnya mirip dengan

    penyakit non obstetri.

    Menurut Sibai (1964) angka kejadian Sindroma HELLP berkisar antara 4

    s/d 14% dari seluruh penderita PE berat, sedangkan angka kejadian Sindroma

    HELLP pada seluruh kehamilan adalah 0,2 0,6%. Sindroma ini secara bermakna

    lebih tinggi pada wanita kulit putih dan multigravida.

    3.3. Etiologi dan Patofisiologi1,7,11

    Etiologi dan patogenesis dari Sindroma HELLP ini selalu dihubungkan dengan

    PE, walaupun etiologi dan patogenesis dari PE sampai saat ini belum dapat

    diketahui dengan pasti.

    Banyak teori yang dikembangkan dari dulu hingga sekarang untuk

    mengungkapkan patogenesis dari PE , namun dalam dekade terakhir ini perhatian

    terfokus pada aktivasi atau disfungsi dari sel endotel. Tetapi apa penyebab

    perubahan sel endotel ini belum diketahui dengan pasti. Saat ini ada 4 hipotesis

    yang sedang diteliti untuk mengungkapkan etiologi dari PE, yaitu : iskhemia

    plasenta, Very Low Density Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas,

    maladaptasi imun dan penyakit genetic.

    Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari hasil kerusakan

    endotel mikrovaskuler dan aktivasi dari trombosit intravaskuler.

    Adanya kegagalan invasi dari trofoblas dari trimester kedua dalam

    menginvasi tunika muskularis arteri spiralis, menyebabkan vasokonstriksi arterial

    pada bagian uteroplasenta. Kegagalan ini disebabkan oleh gagalnya sel-sel

    trofoblas dalam mengekspresikan integrin yang merupakan molekul perekat

    (adhesion molecules) atau kegagalan vasculae Endothelial Growth Factor

    ( VEGF) dalam mengekspresikan integrin.

    Keadaan ini menyebabkan penurunan aliran darah intervilus, hipoksia dan

    22

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    23/43

    akhirnya terjadi kerusakan sel endotel ibu dan janin. Selanjutnyan mengakibatkan

    efek terhambatnya pertumbuhan janin intrauterine (PJT) . Akibat kerusakan dari

    endotel ini terjadi pelepasan zat-zat vasoaktif dimana tromboksan (TXA2)

    meningkat dibandingkan dengan prostasiklin (PgI2).

    Adanya perubahan respon imun ibu terhadap trofoblas akibat dari

    perubahan polymorphism HLA-G (human leucocyte antigens-G) terhadap

    trofoblas, menyebabkan terjadinya proses imunologis . Hal ini mengakibatkan

    terjadinya gangguan pertumbuhan dan invasi dari trofoblas. Proses imunologis

    akibat perubahan respon imun ibu juga mempengaruhi terjadinya kerusakan selendotel.

    Pada akhirnya terjadilah gangguan sirkulasi sistemik dan gangguan

    organ-organ tubuh. Pada Sindroma HELLP , hepar mengalami perubahan berupa

    nekrosis parenkhim periportal yang disertai dengan deposit hialin yang besar dari

    bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid. Pada penelitian dengan

    imunofluorescen dijumpai mikrotrombi fibrin dan deposit fibrinogen pada

    sinusoid dan daerah hepatoselluler yang nekrosis. Adanya mikrotrombi dandeposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi aliran darah di hepar

    yang merupakan dasar terjadinya peningkatan enzim hepar dan nyeri perut kanan

    atas. Pada kasus yang berat dijumpai adanya perdarahan intrahepatik, hematoma

    subkapsuler atau rupture hepar.

    Pada Sindroma HELLP sel darah merah mengalami perubahan

    komposisi pada membran sel sehingga lebih fragil. Passase sel darah merah ini

    pada pembuluh darah yang spasme dan mengalami kerusakan endotel serta

    agregasi trombosit menyebabkan sel darah merah berubah bentuk dan mudah

    menjadi lisis. Jadi hemolisis pada Sindroma HELLP terjadi karena proses

    mikroangiaopati.

    3.4. Gejala dan Tanda Klinis

    Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium

    atau kuadran kanan atas (90%) , nyeri kepala ,malaise sampai beberapa hari

    23

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    24/43

    sebelum dibawa ke rumah sakit (90%), serta mual dan muntah (45 86%).1,4

    Penambahan berat badan dan edema (60%), hipertensi tidak dijumpai

    sekitar 20% kasus , hipertensi ringan (30%) dan hipertensi berat (50%).

    Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali , kejang-kejang, jaundice,

    perdarahan gastrointestinal dan perdarahan gusi. Sangat jarang dijumpai

    hipoglikemi, koma, hiponatremia, gangguan mental, buta kortikal, dan diabetes

    insipidus yang nefrogenik. Edema pulmonum dan gagal ginjal akut biasa

    dijumpai pada kasus Sindroma HELLP yang onsetnya postpartum atau

    antepartum yang ditangani secara konservatif.1,4

    Pemeriksaan laboratorium pada Sindroma HELLP sangat diperlukan ,

    karena diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium. Walaupun saat ini

    belum ada batasan yang tegas mengenai nilai batas untuk masing-masing

    parameter. Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian terhadap Sindroma HELLP

    yang bertujuan untuk membuat suatu keputusan nilai batas dari masing-masing

    parameter.1,4

    3.5. Klasifikasi1,2,7

    Ada 2 klasifikasi yang digunakan pada Sindroma HELLP, yaitu

    1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang dijumpai.

    Audibert dkk (1996 ) melaporkan pembagian Sindroma HELLP

    berdasarkan jumlah keabnormalan parameter yang didapati , yaitu :

    Sindroma HELLP murni , bila didapati ketiga parameter berikut :

    hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan penurunan jumlah trombosit

    dengan karakteristik : gambaran darah tepi dijumpainya burr cell ,

    schistocyte atau spherocytes: LDH > 600 IU/L ; SGOT > 70 IU/ L ;

    bilirubin > 1,2 ml/dl , dan jumlah trombosit < 100.000/mm3. Sedangkan

    sindroma HELLP parsial yaitu bila dijumpai satu atau lebih tetapi tidak

    ketiga parameter Sindroma HELLP.

    2. Berdasarkan jumlah trombosit.

    Martin (1991) mengelompokkan penderita Sindroma HELLP dalam tiga

    kelas ;

    24

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    25/43

    Kelas I : jumlah trombosit 50.000/mm3

    Kelas II : jumlah trombosit > 50.000 - 100.000/mm3

    Kelas III : jumlah trombosit > 100.000 - 150.000/mm3

    3.6. Penatalaksanaan1,2,8,9

    Bagian obstetri dan ginekologi FK USU/ RS HAM RSPM membentuk satgas

    manajemen Sindroma HELLP dan telah menghasilkan Protokol Manajemen

    Sindroma HELLP.

    Prinsip penatalaksanaan :

    Penanganan dimulai sebagaimana penanganan pada PE berat.

    Adanya Sindroma HELLP bukan merupakan indikasi untuk segera melakukan

    seksio sesaria. Stabilisasi ibu adalah prioritas utama

    Pengobatan Medisinal :

    - Tirah baring

    - Oksigen

    - Kateter menetap

    - IVFD : Ringer Asetat , Ringer laktat , Kolloid

    - Jumlah input cairan 2000ml/24 jam , berpedoman pada diuresis, insensible

    waterloss dan CVP .

    - Sulfas Magnesikus

    Initial dose:

    Loading dose : 4 gr SM 20% IV (4-5 menit)

    8 gr SM 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4gr bokong kiri

    Maintenance dose : 4 gr SM 40% IM setiap 4 jam

    - Anti hiperrtensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110 mmHg. Dapat

    diberikan nifedipine sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika TD masih tinggi

    dapat diberikan nifedifine ulangan 5 10 mg sublingual atau oral dengan

    25

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    26/43

    intgerval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan TD tidak

    boleh terlalu agresif. TD diastole jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan

    TD maksimal 30%.

    - Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada : Edema paru, gagal jantung

    kongestif, edema anasarka.

    - Deksametason 10 mg IV dengan interval 12 jam 2 kali pemberian saja.

    - N-Acetyl Cystein 3 x 600 mg.

    - Jika terjadi penurunn trombosit < 50.000 /mm3 beri trombosit 10 unit.

    - Atasi anemia dengan Fresh Whole Blood

    - Antibiotik

    - Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU

    - Konsul ke bagian interna, hematologi, mata, neurologi

    - Jajaki kemungkinan terjadinya DIC. Jika trombosit < 50.000 periksa kadar

    fibrinogen, protombine time, partial tromboplastin time, D-Dimer

    Penanganan Obstetrik

    Pada keadaan ibu sudah stabil, tetapkan suatu keputusan apakah dilakukan

    terminasi kehamilan atau tindakan konservatif.

    Penanganan konservatif dilakukan pada keadaan :

    - TD terkontrol < 160/110 mmHg

    - Oliguria respon dengan cairan

    - Tidak dijumpai nyeri epigatrik

    - Usia kehamilan < 34 minggu

    - Jika diputuskan untuk terminasi kehamilan, persalinan diharapkan selesai

    dalam 48 jam penanganan.

    - Jika servik sudah matang dan tidak ada kontra indikasi obstetri, dilakukan

    induksi persalinan dengan oksitosin drips dan amniotomi. Kala II

    dipercepat dengan EV/EF.

    - Seksio sesarea dilakukan pada :

    Skor pelvic < 5

    26

  • 7/30/2019 eklampsia lengkap

    27/43

    Dengan drips oksitosin, setelah 12 jam belum ada tanda-tanda anak

    akan lahir pervaginam. Indikasi obstetric.

    Manajemen SC

    - Insisi midline

    - Plika vesika uterine dibiarkan terbuka

    - Sebaiknya pasang drain abdominal

    - Pasien pasca SC dirawat di ICU- Analgesia dan anastesia

    Baik anastesia epidural maupun general dapat diberikan pada pasien

    sindroma HELLP, tergantung kondisi ibu. Dengan anestesia epidural

    fungsi hemodinamik ibu lebih stabil, namun pada jumlah trombosit 160/110 mmHg dengan dosis

    maksimal 12 mg/ 24 jam dan dosis maintenance 3x10mg

    2. Evaluasi keadaan janin

    Dengan Daphtone didapati DJJ dalam batas normal

    3. Terminasi kehamilan

    Setelah operasi lahir bayi , BB 1600 gr, PB 38 cm, A/S 4/7, Anus (+),

    kemudian pasien dirawat di ICU untuk perawatan selanjutnya. Dua hari

    kemudian, pasien dipindahkan ke ruangan. Selama dirawat di ruangan

    keadaan pasien stabil dengan TD di bawah 160/100 mmHg dan didapati

    proteinuria negative setelah nifas hari ketiga. Dari pemeriksaan

    laboratorium didapati tanda-tanda sindrom HELLP. Setelah dirawat

    selama 5 hari pasca operasi, maka pasien dipulangkan dan dianjurkan

    untuk kontrol ke poli PIH RSHAM 3 hari kemudian.

    Permasalahan:

    1. Kapan diberikan lovenox pada pasien ini? Dan apakah penggantian lovenox

    ke aspirin sudah tepat?

    2. Mengapa pada pasien ini, walaupun sudah dilakukan terminasi kehamilan,

    tetapi tekanan darah masih tinggi?