Editan All Responsi Asma Fix

57
BAB I PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering ditemukan, terutama di negara maju. Penyakit ini pada umumnya dimulai pada masa anak-anak. 1. Dahulu, asma dipandang sebagai suatu episodik akut dengan spasme bronkus sebagai mekanisme yang mendasari, dan sel mast merupakan satu-satunya sel yang bertanggung jawab terhadap mekanisme. Saat ini, diketahui bahwa asma merupakan inflamasi kronik jalan napas, yang bertanggung jawab terhadap peningkatan respon jalan napas (hipereaktivitas bronkus/Hbr) yang merupakan tanda khas asma. Proses inflamasi asma tidak hanya melibatkan sel mast, tetapi berbagai sel inflamasi terlibat di dalamnya terutama sel limfosit dan eosinofil. Sel-sel inflamasi tersebut akan menghasilkan bermacam-macam mediator/ sitokin yang saling berinteraksi sehingga menimbulkan berbagai efek patologik yang kesemuanya bertanggung jawab terhadap Hbr dan gejala klinik asma. 2 Penyakit asma bronkial terdapat pada semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Meskipun penyakit ini sudah dikenal sejak lama, tetapi penyebab yang pasti belum diketahui. Patogenesis penyakit ini dari waktu ke waktu makin banyak terungkap dan makin komplek sejalan dengan perkembangan ilmu biologi molekuler. 2 Definisi asma bronkial dewasa ini adalah suatu kelainan pada saluran napas berupa inflamasi kronik. Inflamasi kronik ini menyebabkan peningkatan kepekaan bronkus terhadap 1

Transcript of Editan All Responsi Asma Fix

Page 1: Editan All Responsi Asma Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering ditemukan, terutama di

negara maju. Penyakit ini pada umumnya dimulai pada masa anak-anak.1. Dahulu, asma

dipandang sebagai suatu episodik akut dengan spasme bronkus sebagai mekanisme yang

mendasari, dan sel mast merupakan satu-satunya sel yang bertanggung jawab terhadap

mekanisme. Saat ini, diketahui bahwa asma merupakan inflamasi kronik jalan napas, yang

bertanggung jawab terhadap peningkatan respon jalan napas (hipereaktivitas bronkus/Hbr)

yang merupakan tanda khas asma. Proses inflamasi asma tidak hanya melibatkan sel mast,

tetapi berbagai sel inflamasi terlibat di dalamnya terutama sel limfosit dan eosinofil. Sel-sel

inflamasi tersebut akan menghasilkan bermacam-macam mediator/ sitokin yang saling

berinteraksi sehingga menimbulkan berbagai efek patologik yang kesemuanya bertanggung

jawab terhadap Hbr dan gejala klinik asma.2

Penyakit asma bronkial terdapat pada semua umur, baik laki-laki maupun

perempuan. Meskipun penyakit ini sudah dikenal sejak lama, tetapi penyebab yang pasti

belum diketahui. Patogenesis penyakit ini dari waktu ke waktu makin banyak terungkap

dan makin komplek sejalan dengan perkembangan ilmu biologi molekuler.2

Definisi asma bronkial dewasa ini adalah suatu kelainan pada saluran napas berupa

inflamasi kronik. Inflamasi kronik ini menyebabkan peningkatan kepekaan bronkus

terhadap berbagai rangsangan. Pada individu yang sensitif, inflamasi kronik ini

memberikan gejala-gejala yang timbul akibat penyempitan saluran udara yang menyeluruh,

dengan derajat yang bervariasi dan sering membaik secara spontan atau dengan

pengobatan. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagai macam rangsangan, misalnya

infeksi, alergen, obat-obatan, beban kerja, pendinginan saluran napas dan bahan kimia.2

Tujuan penatalaksanaan pada asma bronkial adalah mencapai keadaan asma yang

terkontrol dan kualitas hidup yang lebih baik, untuk itu perlu diagnosis penyakit yang

tepat. Asma bronkial kadang- kadang memberikan gejala yang tidak khas dan menyerupai

penyakit paru lain. Disamping itu, beberapa penyakit paru dan saluran pernapasan dapat

memberikan gejala menyerupai asma.2

Selain diagnosis yang tepat, perlu ditentukan klasifikasi penyakit agar dapat

diberikan pengobatan yang tepat dan adekuat. Apabila riwayat penyakit dan gejala klinis

yang terjadi jelas dan khas, maka diagnosis asma bronkial tidaklah sulit ditegakkan. Pada

1

Page 2: Editan All Responsi Asma Fix

sebagian kasus, gejala ini tidak jelas demikian pula dengan riwayat penyakitnya sehingga

diagnosis penyakit mungkin saja sulit ditegakkan. Selain itu, beberapa keadaan seperti

gejala- gejala yang berlangsung lama dan menetap, penyakit asma bronkial sukar

dibedakan dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) Untuk menegakkan diagnosis

asma diperlukan anamnesis dan pemeriksaan yang teliti, mulai dari pemeriksaan yang

sederhana seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.2

BAB II

2

Page 3: Editan All Responsi Asma Fix

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan banyak sel

inflamasi terutama sel mast, eosinofil, dan limfosit T, sehingga menimbulkan gejala

periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama

malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi,

menyebabkan obstruksi jalan napas yang bervariasi derajatnya dan bersifat

reversibel dengan atau tanpa pengobatan, dan inflamasi ini juga menyebabkan

peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan.1

Gambar 1. Penyempitan Saluran Respiratorik Pada Asma3

Pedoman Nasional Asma Anak juga menggunakan definisi yang praktis dalam

bentuk definisi operasional yaitu wheezing dan atau batuk dengan karakteristik sebagai

berikut:1

timbul secara episodik dan/atau kronik

cenderung pada malam/dini hari (nokturnal)

musiman

adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik

3

Page 4: Editan All Responsi Asma Fix

bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan serta

adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/ keluarganya

Pengertian kronik dan berulang mengacu pada batuk yang berlangsung lebih dari

14 hari dan atau tiga atau lebih episode dalam waktu tiga bulan berturut-turut.1

2.2 Epidemiologi

Penelitian mengenai prevalensi asma telah banyak dilakukan dan hasilnya telah

dilaporkan dari berbagai negara. Namun umumnya kriteria penyakit asma yang

digunakan belum sama sehingga sulit untuk membandingkan. Untuk mengatasi hal

tersebut telah dilakukan penelitian prevalensi asma di banyak negara menggunakan

kuisioner baku, yaitu ISAAC fase I pada tahun 1996, yang dilanjutkan dengan ISAAC

fase III tahun pada 2002. Hasilnya ternyata sangat bervariasi. Untuk usia 13-14 tahun

yang terendah adalah di Indonesia (1,6%) dan yang tertinggi adalah di Inggris yaitu

sebesar 36,8%. Survei mengenai prevalensi asma di Eropa telah dilakukan di tujuh

negara dan didapatkan prevalensi populasi current asthma sebesar 2,7%.1

Penelitian mengenai prevalensi asma di Indonesia telah dilakukan di beberapa pusat

pendidikan, namun belum semuanya menggunakan kuisioner baku. Pada Tabel 1 dapat

dilihat beberapa hasil survei prevalens asma pada anak di Indonesia.1

Tabel 1. Hasil Survei Prevalensi Asma di Indonesia1

Peneliti Kota Sampel Umur (thn) Prevalens (%)

Djajanto B Jakarta 1200 6 - 12 16,4

Rosmayudi O Bandung 4865 6 – 12 6,6

Dahlan Jakarta 6 – 12 17,4

Arifin Palembang 1296 13 – 15 5,7

Rosalina Bandung 3118 13 – 15 2,6

Yunus F Jakarta 2234 13 – 14 11,5

Kartasasmita JB Bandung 2678 6 – 7 3,0

2836 13 – 14 5,2

Rahajoe NN Jakarta 1296 13 – 14 6,7

Sebelum pubertas prevalensi asma 3 kali lebih besar pada anak laki-laki

dibandingkan dengan anak perempuan, sedangkan pada masa remaja prevalensi asma

ditemukan sama baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada kebanyakan anak,

4

Page 5: Editan All Responsi Asma Fix

onset asma dimulai pada saat mereka berumur dibawah 5 tahun, dan lebih dari

setengah kasus asma dimulai pada umur dibawah 3 tahun.4

2.3 Faktor Risiko

2.3.1. Faktor Risiko Mendapatkan Asma

Sampai saat ini tidak diketahui pasti penyebab asma bronkial. Berbagai faktor

meningkatkan risiko mendapatkan asma yaitu janin atau bayi dari ibu yang merokok,

pajanan alergen konsentrasi tinggi, infeksi virus pada usia bayi (terutama virus respiratory

syncitial), dan polusi udara (ozon, SO2, NO2). Risiko berkembangnya asma merupakan

interaksi kompleks dari berbagai faktor yang secara garis besar dibagi menjadi:2

1. Faktor predisposisi, yaitu faktor pada individu untuk kecenderungan mendapatkan

penyakit asma. Termasuk dalam faktor predisposisi adalah atopi (kecenderungan

membentuk IgE berlebih) dan jenis kelamin (asma lebih sering terjadi pada anak laki-

laki daripada wanita).2

2. Faktor penyebab, yaitu sesuatu yang mensensitisasi jalan napas dan menyebabkan

timbulnya asma yaitu :2

Alergen dalam ruangan seperti tungau debu rumah, alergen binatang, alegen

kecoa, dan jamur.

Alergen luar ruangan seperti tepung sari, biji-bijian, rumput-rumputan.

Bahan-bahan di lingkungan kerja, asma yang ditimbulkan oleh bahan-bahan di

lingkungan kerja dikenal sebagai asma kerja.

3. Faktor kontribusi, yaitu faktor yang meningkatkan risiko terjadinya asma baik karena

pajanan (faktor penyebab) maupun karena adanya kecenderungan (faktor predisposisi),

yaitu infeksi pernapasan, berat badan lahir rendah,merokok (aktif maupun pasif), pola

makanan dan polusi udara.2

2.3.2. Faktor risiko timbulnya serangan asma/pencetus

Pencetus asma adalah faktor risiko yang menyebabkan timbulnya serangan asma melalui

rangsangan terjadinya bronkokonstriksi akut (reaksi asma cepat) dan rangsangan inflamasi

(reaksi asma lambat) atau keduanya. Termasuk dalam faktor pencetus antara lain : 2

1 Alergen, di dalam atau diluar ruangan. Setelah tersensitisasi alergen (faktor penyebab),

maka alergen juga dapat menimbulkan eksaserbasi (pencetus).

2 Iritan (asap rokok,polusi udara, bau-bauan yang meragsang, dan asap).

3 Infeksi pernapasan terutama infeksi virus dapat mencetuskan serangan asma.

4 Faktor fisik (aktivitas fisik, udara dingin, hiperventilasi)

5

Page 6: Editan All Responsi Asma Fix

5 Makanan dan food additives (pengawet, penyedap, pewarna makanan)

6 Obat-obatan (beta bloker, antiinflamasi nonsteroid, aspirin)

7 Emosi (stres)

8 Faktor endokrin (menstruasi, kehamilan, dan penyakit tiroid)

9 Bahan- bahan di lingkungan kerja.

10 Lain-lain (refluks gastroesofagus, masalah saluran nafas atas seperti rinitis, sinusitis,

dan poliposis).

Sebagian faktor dapat berfungsi dua yaitu sebagai faktor penyebab yang merupakan risiko

mendapatkan asma sekaligus faktor pencetus yang merupakan risiko timbulnya serangan

asma/eksaserbasi, faktor tersebut antara lain alergen, infeksi pernapasan dan bahan-bahan

di lingkungan kerja.2

2.4. Patogenesis

Konsep terkini patogenesis asma yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang

khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan

peningkatan reaktivitas saluran napas. Hiperreaktivitas ini merupakan predisposisi

terjadinya penyempitan saluran respiratorik sebagai respons terhadap berbagai macam

rangsang. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respirator adalah aktivasi eosinofil, sel

mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik. Perubahan

ini dapat terjadi meskipun secara klinis asmanya tidak bergejala. Pemunculan sel-sel

tersebut secara luas berhubungan dengan derajat beratnya penyakit secara klinis. Sejalan

dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang proses reparasi

saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang

menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah airway remodeling.

2.4.1 Mekanisme Imunologis Inflamasi Saluran Respiratorik

Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan

manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi diperkirakan faktor

atopi memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak dan dewasa.1

Sedikitnya ada dua jenis T helper (Th), limfosit subtipe CD4+ telah dikenal

profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T mensekresi IL-3 dan

granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), Th1 terutama

memproduksi IL-2, IF-γ dan TNF-β. Sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin yang

terlibat dalam asma, yaitu IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16. Sitokin yang dihasilkan

6

Page 7: Editan All Responsi Asma Fix

oleh Th2 bertanggungjawab atas terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat maupun

yang cell-mediated.1

Langkah pertama terbentuknya respons imun adalah aktivasi limfosit T oleh

antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan

molekul MHC/major histocompatibility complex (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan

MHC kelas I pada set T CD8+).1

Sel dendritik merupakan Antigen Presenting Cell (APC) yang utama dalam saluran

napas. Set dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang dan

membentuk jaringan luas dan sel-selnya saling berhubungan pada epitel saluran

respiratorik. Kemudian sel-sel tersebut bermigrasi ke kumpulan sel-sel limfoid di bawah

pengaruh GM-CSF yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi set epitel, fibroblas, set T,

makrofag dan set mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik berpindah menuju daerah

yang banyak mengandung limfosit. Di sana, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel

dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif. Sel dendritik juga mendorong

polarisasi set T naive ThO menuju Th2 yang mengkoordinasi sekresi sitokin-sitokin yang

termasuk pada klaster kromosom 5g31-33 (IL-4 genecluster).1

Gambar 2. Mekanisme Imunologis Saluran Respiratorik.1

2.4.2 Inflamasi Akut dan Kronik

Paparan alergen inhalasi pada pasien alergi dapat menimbulkan respon alergi fase

cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan respon fase lambat. Reaksi

cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen IgE spesifik

7

Page 8: Editan All Responsi Asma Fix

terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien-pasien dengan komponen alergi yang

kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Ikatan antara sel tersebut

dan IgE mengawali serial reaksi biokimia yang menghasilkan sekresi mediator-

mediator seperti histamin, proteolitik, enzim glikolitik dan heparin serta mediator

newly generated seperti prostaglandin, leukotrin, adenosin dan oksigen reaktif.

Bersama-sama dengan mediator-mediator yang sudah terbentuk sebelumnya,

mediator-mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran respiratorik dan

menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi dan kebocoran

mikrovaskuler. Reaksi fase lambat dipikirkan sebagai sistem model untuk

mempelajari mekanisme inflamasi pada asma. Selama respon fase lambat dan

selama berlangsung paparan alergen, aktivasi sel-sel pada saluran respiratorik

menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi dan merangsang lepasnya set

leukosit pro inflamasi terutama eosinofil dan sel prekursornya dari sumsum tulang

ke dalam sirkulasi.1

2.4.3 Remodeling Saluran Respiratorik

Remodeling saluran respiratorik merupakan serangkaian proses yang menyebabkan

deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratorik melalui

proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi dan maturasi struktur sel. Kombinasi

kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, produksi berlebih faktor

pertumbuhan profibrotik/ transforming growth factors (TGF-β) dan proliferasi serta

diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang

penting dalam remodeling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-

faktor pertumbuhan, chemokin dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel

otot polos saluran respiratorik dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular,

menambah vaskularisasi, neovaskularisasi dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi

matriks molekul termasuk proteoglikan komplek pada dinding saluran respiratorik

dapat diamati pada pasien yang meninggal karena asma dan hal ini secara langsung

berhubungan dengan lamanya penyakit.1

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratorik timbul pada

bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan berat. Secara keseluruhan,

saluran respiratorik pada pasien asma memperlihatkan perubahan struktur saluran

yang bervariasi yang dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratorik.

Selama ini, asma diyakini merupakan obstruksi saluran respiratorik yang bersifat

8

Page 9: Editan All Responsi Asma Fix

reversibel. Pada sebagian besar pasien, reversibilitas yang menyeluruh dapat

diamati pada pengukuran dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi

kortikosteroid. Beberapa penderita asma mengalami obstruksi saluran respiratorik

residual yang dapat terjadi pada pasien yang tidak menunjukkan gejala. Hal ini

mencerminkan adanya remodeling saluran napas.1

Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperreaktivitas

saluran respiratorik yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam

waktu yang lama (lebih dari 1 sampai 2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna

setelah terapi inhalasi steroid.1

2.5 Patofisiologi Asma

2.5.1 Obstruksi Saluran Respiratorik

Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini

merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi pernapasan. Obstruksi saluran

respiratorik menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara

spontan atau setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan

gejala khas pada asma : batuk, sesak, wheezing dan disertai hiperreaktivitas saluran

respiratorik terhadap berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh

stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik oleh mediator inflamasi dan

terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan satu-satunya gejala asma

yang ditemukan.1

9

Page 10: Editan All Responsi Asma Fix

Gambar 3. Faktor yang Berperan dalam Terjadinya Asma1

Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor.

Penyebab utama adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh

pelepasan dari sel-sel agonis inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamin,

triptase, prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari sel mast; neuropeptida dari saraf

aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot

polos saluran respiratorik diperkuat oleh penebalan dinding saluran napas akibat

edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodeling, hiperplasia dan hipertrofi

kronis otot polos, vaskuler dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks pada dinding

saluran respiratorik. Selain itu, hambatan saluran respiratorik juga bertambah akibat

produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar

submukosa, protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular bronkus dan debris

selular.1

2.5.2 Hiperreaktivitas Saluran Respiratorik

Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis yang

secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang

bertanggungjawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini

belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot

polos saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang

menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran

respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran

respiratorik selama kontraksi otot polos.1

Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan

stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikkan secara progresif

kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau FEV 1).

Provokasi/stimulus lain seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering dan aerosol

garam hipertonik tidak mempunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti

10

Page 11: Editan All Responsi Asma Fix

histamin dan metakolin), akan tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel

mast, ujung serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratorik. Dikatakan

hiperreaktif bila dengan cara histamin didapatkan penurunan FEV 120% pada

konsentrasi histamin kurang dari 8 mg%.1

2.6 Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis memerlukan berbagai evaluasi, baik dari hasil gejala

klinis dan pemeriksaa fisik dan penunjang. Untuk mengurangi underdiagnosis,

perumus Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak menyusun suatu alur

diagnosis asma pada anak.1

Wheezing berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk

menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan kemungkinan asma

adalah anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda, dan

pada saat diperiksa tanda wheezing, sesak dan lain-lain sedang tidak timbul.1

Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak, khususnya anak di

bawah 3 tahun, respons yang baik terhadap obat bronkodilator dan steroid sistemik (5

hari) dan dengan penyingkiran penyakit lain, diagnosis asma menjadi lebih definitif.

Untuk anak yang sudah besar (> 6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan.

Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap

dengan spirometer.1

11

Page 12: Editan All Responsi Asma Fix

Gambar 4. Alur Diagnosis Asma Anak1

Berbagai cara dilakukan untuk memperlihatkan hiperaktivitas bronkus, cara yang sering

digunakan adalah :2

1.Provokasi beban kerja

2.Provokasi dengan hiperventilasi isokapnik udara dingin

3.Provokasi inhalasi

Spesifik : alergen

Nonspesifik : histamin

: metakolin

: prostaglandin F2

Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering

dan dingin, atau dengan NaCl hipertonis, sangat menunjang diagnosis. Pemeriksaan ini

berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui tiga cara yaitu untuk

mendapatkan:1

1. Variabilitas pada PFR atau FEV1 ≥ 15%.

Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penurunan) hasil PFR

dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan

yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu.

2. Reversibilitas pada PFR atau FEV1 > 15%.

Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEV 1 setelah

pemberian inhalasi bronkodilator.

3. Penurunan > 20% pada FEV 1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus dengan

metakolin atau histamin.

Penggunaan peak flow meter merupakan hal yang penting dan perlu diupayakan,

karena selain untuk mendukung diagnosis juga untuk mengetahui keberhasilan tatalaksana

asma. Berhubung alat tersebut tidak selalu ada, maka Lembar Catatan Harian dapat

12

Page 13: Editan All Responsi Asma Fix

digunakan sebagai alternatif karena mempunyai korelasi yang baik dengan faal paru.

Lembar Catatan Harian dapat digunakan dengan atau tanpa pemeriksaan PFR.1

Pada anak dengan gejala dan tanda asma yang jelas, serta respons terhadap

pemberian obat bronkodilator baik, maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.

Bila respons terhadap obat asma tidak baik,sebelum memikirkan diagnosis lain, maka perlu

dinilai dahulu beberapa hal. Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah penghindaran

terhadap pencetus sudah dilakukan, apakah dosis obat sudah adekuat, cara dan waktu

pemberiannya sudah benar, serta ketaatan pasien baik. Bila semua aspek tersebut sudah

dilakukan dengan baik dan benar maka perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis bukan

asma atau asma dengan penyakit penyerta.1

Pada pasien dengan batuk produktif, infeksi respiratorik berulang, gejala respiratorik

sejak masa neonatus, muntah dan tersedak, gagal tumbuh, atau kelainan fokal paru,

diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah foto

rontgen paru, uji fungsi paru, dan uji provokasi. Selain itu mungkin juga perlu diperiksa

foto rontgen sinus paranasalis, uji keringat, uji imunologis, uji defisiensi imun,

pemeriksaan refluks, uji mukosilier, bahkan tindakan bronkoskopi.1

Di Indonesia, tuberkulosis (TB) masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai

dan salah satu gejalanya adalah batuk kronik berulang. Oleh karena itu uji tuberkulin perlu

dilakukan baik pada kelompok yang patut diduga asma maupun yang bukan asma. Dengan

cara tersebut di atas, maka penyakit tuberkulosis yang mungkin bersamaan dengan asma

akan terdiagnosis dan diterapi. Pasien TB yang memerlukan steroid untuk pengobatan

asmanya, steroid sistemik jangka pendek atau steroid inhalasi tidak akan memperburuk

tuberkulosisnya karena sudah dilindungi dengan obat TB1

Menurut pengamatan di lapangan, sering terjadi overdiagnosis TB dan

underdiagnosis asma karena pada pasien anak dengan batuk kronik berulang seringkali

yang pertamakali dipikirkan adalah TB, bukan asma.1

Berdasarkan alur diagnosis asma anak, setiap anak yang menunjukkan gejala batuk

dan/atau wheezing maka diagnosis akhirnya dapat berupa:1

1. Asma

2. Asma dengan penyakit lain

3. Bukan asma.

2.7 Klasifikasi

13

Page 14: Editan All Responsi Asma Fix

PNAA membagi asma anak menjadi 3 derajat dengan kriteria yang lebih lengkap

dibandingkan Konsensus Internasional seperti dapat dilihat dalam tabel 2.1

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Anak1

Parameter klinisAsma Episodik

Jarang

Asma Episodik

SeringAsma Persisten

Frekuensi serangan < 1x / bulan > 1x / bulan Sering

Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir

sepanjang tahun,

tdk ada remisi

Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat

Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada

gejala

Gejala siang dan

malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering

terganggu

Sangat

terganggu

Pemeriksaan fisis

diluar serangan

Normal (tidak

ditemukan

kelainan)

Mungkin

terganggu (ada

kelainan)

Tidak pernah

normal

Obat pengendali Tidak perlu Perlu Perlu

Uji faal paru (di luar

serangan)

PEF/FEV1

> 80%

PEF/FEV1

60-80%

PEF/FEV1

< 60%

Variabilitas faal paru Variabilitas

> 15%

Variabilitas

> 30%

Variabilitas

> 50%

Sebagai perbandingan, GINA membagi derajat penyakit asma menjadi Asma

Intermiten, Asma Persisten Ringan, Asma Persisten Sedang, Asma Persisten Berat.

Dasar pembagiannya adalah gambaran klinis, faal dan obat yang dibutuhkan untuk

mengendalikan penyakit. Dalam klasifikasi GINA dipersyaratkan adanya nilai PEF

atau FEV 1 untuk penilaiannya.1

Konsensus Internasional III juga membagi derajat penyakit asma anak

berdasarkan keadaan klinis dan kebutuhan obat menjadi 3 yaitu, asma episodik jarang

yang meliputi 75% populasi anak asma, asma episodik sering meliputi 20% populasi,

dan asma persisten meliputi 5% populasi.1

2.8 Diagnosis Banding

14

Page 15: Editan All Responsi Asma Fix

Terjadinya mengi dan dispneau ekspiratorik dapat terjadi pada bermacam-macam keadaan

yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas. Adapun diagnosis banding dari asma

diantaranya:5

1. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau fibrosis kistik.

2. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di

bawah umur 6 bulan dan jarang berulang.

3. Bronkitis, apabila tidak ditemukan eosinofilia suhu biasanya tinggi dan tidak herediter.

apabila sering berulang dan kronik sering disebabkan oleh asma.

2.9 Tata Laksana Jangka Panjang

Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi

tumbuh kembang anak secara optimal. Apabila tujuan ini belum tercapai maka perlu

reevaluasi tatalaksananya. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah: 1

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga.

2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.

3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok.

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.

6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul, terutama

yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

2.9.1 Tatalaksana Medikamentosa

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat

pengendali (controller). Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega, atau obat

serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika

sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini

tidak digunakan lagi. Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang sering disebut sebagai

obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar

asma yaitu inflamasi respiratorik kronik. Dengan demikian pemakaian obat ini terus

menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, tergantung derajat penyakit asma dan

responsnya terhadap pengobatan/penanggulangan. Obat-obat pengendali diberikan pada

Asma Episodik Sering dan Asma Persisten. 1

Asma Episodik Jarang. Asma Episodik Jarang cukup diobati dengan obat pereda

berupa bronkodilator beta agonis hirupan kerja pendek atau golongan santin kerja cepat

15

Page 16: Editan All Responsi Asma Fix

bila perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan. Anjuran memakai hirupan tidak mudah

dilakukan mengingat obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Di

samping itu pemakaian obat hirupan (Metered Dose Inhaler atau Dry Powder Inhaler)

memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk anak besar), dan membutuhkan alat

bantu (untuk anak kecil/bayi) yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat

hirupan tidak ada/tidak dapat digunakan, maka beta agonis diberikan per oral.1

Penggunaan teofilin sebagai bronkodilator makin berkurang dalam tatalaksana asma

karena batas keamanannya sempit. Namun mengingat di Indonesia obat beta-agonis

oralpun tidak selalu ada maka dapat digunakan teofilin dengan memperhatikan

kemungkinan timbulnya efek samping. Di samping itu penggunaan beta agonis oral

tunggal dengan dosis besar seringkali menimbulkan efek samping berupa palpitasi, dan hal

ini dapat dikurangi dengan mengurangi dosisnya serta dikombinasi dengan teofilin.1

Konsensus Internasional III dan juga Pedoman Nasional Asma Anak seperti terlihat

dalam klasifikasi asmanya tidak mengajurkan pemberian anti-inflamasi sebagai obat

pengendali untuk asma ringan. Jadi secara tegas PNAA tidak menganjurkan pemberian

obat controller pada Asma Episodik Jarang. Hal ini sesuai dengan GINA yang belum perlu

memberikan obat controller pada Asma Intermiten, dan baru memberikannya pada Asma

Persisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti-inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah

atau kromoglikat hirupan. Dalam alur tatalaksana jangka panjang terlihat bahwa jika

tatalaksana Asma Episodik Jarang sudah adekuat namun responsnya tetap tidak baik dalam

4-6 minggu, maka tatalaksananya berpindah ke Asma Episodik Sering. Dengan mengikuti

panduan tatalaksana yang lazim, yaitu hanya memberikan bronkodilator tanpa anti-

inflamasi pada Asma Episodik Jarang, ternyata dalam jangka panjang (+8 tahun) pada

kelompok tersebut paling sedikit yang mengalami perbaikan derajat asma. Di pihak lain,

Asma Episodik Sering yang mendapat kromoglikat, dan Asma Persisten yang mendapat

steroid hirupan menunjukkan perbaikan derajat asma yang lebih besar. Perbaikan yang

dimaksud adalah menurunnya derajat asma, misalnya dari Asma Persisten menjadi Asma

Episodik Sering atau Asma Episodik Jarang, bahkan sampai asmanya asimtomatik.1

Asma Episodik Sering. Jika penggunaan beta-agonis hirupan sudah lebih dari 3x

perminggu (tanpa menghitung penggunaan praaktivitas fisis), atau serangan sedang/berat

terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali

sudah terindikasi. Pada awalnya, anti-inflamasi tahap pertama yang digunakan adalah

kromoglikat, dengan dosis minimum 10 mg 2-4 kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8

16

Page 17: Editan All Responsi Asma Fix

minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali, pemberian kromoglikat

dapat dikurangi menjadi 2-3 kali perhari. Pemberian kromolin kurang bermanfaat pada

tatalaksana asma jangka panjang. Dengan dasar tersebut PNAA revisi terakhir tidak

mencantumkan kromolin (kromoglikat dan nedokromil) sebagai tahap pertama melainkan

steroid hirupan dosis rendah sebagai anti-inflamasi.1

Tahap pertama obat pengendali adalah pemberian steroid hirupan dosis rendah yang

biasanya cukup efektif. Obat steroid hirupan yang sudah sering digunakan pada anak

adalah budesonid, sehingga digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan

adalah setara dengan 100-200 µg/hari budesonid (50-100 µg/hari flutikason) untuk anak

berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400 µg/hari budesonid (100-200 µg/hari flutikason)

untuk anak berusia di atas 12 tahun.1

Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 100-200 µg/hari, atau

setara flutikason 50-100 µg belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang.

Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat pengendali berupa anti-

inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek tempi. Oleh karena itu penilaian

efek terapi dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk

mengendalikan inflamasinya. Setelah pengobatan selama 6-8 minggu dengan steroid

hirupan dosis rendah tidak respons (masih terdapat gejala asma atau gangguan tidur atau

aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu menaikkan dosis steroid

hirupan sampai dengan 400 µg/hari yang termasuk dalam tatalaksana Asma Persisten. Jika

tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma-sudah adekuat namun responsnya tetap tidak

baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksananya berpindah ke yang lebih berat. 1

17

Page 18: Editan All Responsi Asma Fix

Gambar 5. Alur Tata Laksana Asma Anak Jangka Panjang1

Sebaliknya, jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke

yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan steroid hirupan dihentikan

penggunaannnya. Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan penghindaran

pencetus, cara penggunaan obat, faktor komorbid yang mempersulit pengendalian asma

seperti rinitis dan sinusitis. Telah dibuktikan bahwa penatalaksaan. rinitis dan sinusitis

secara optimal dapat memperbaiki asma yang terjadi secara bersamaan.1

Asma Persisten. Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke

rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis rendah ke tinggi

hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam keadaan tertentu,

khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi

dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan

diturunkan sampai dosis terkecil yang masih optimal.1

Dosis steroid hirupan yang masih dianggap aman adalah setara budesonid 400

pg/hari. Di atas itu dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal, sedangkan dengan dosis

800 p.g/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros HPA (hipotalamus-hipofisis-

adrenal) sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Efek samping steroid hirupan

dapat dikurangi dengan penggunaan alat pemberi jarak berupa perenggang (spacer) yang

akan mengurangi deposisi di daerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik

dan meningkatkan deposisi obat di paru. Selain itu untuk mengurangi efek camping steroid

hirupan, bila sudah mampu pasien dianjurkan berkumur dan air kumurannya dibuang

setelah menghirup obat.1

Cara Pemberian Obat. Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur

anak karena perbedaankemampuan menggunakan alat inhalasi. Demikian juga kemauan

anak perlu dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat hirupan

biasa (Metered Dose Inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar. Pemakaian alas

perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi

18

Page 19: Editan All Responsi Asma Fix

jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya deposisi

dalam paru lebih baik sehingga didapat efek terapetik yang baik. Obat hirupan dalam

bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,

Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler; memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini

dianjurkan untuk anak usia sekolah.1

Tabel 3. Jenis Alat Inhalasi Disesuaikan Dengan Usia1

Sebagian alat bantu yaitu spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhakr,

Autoluder) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman, atau

menggunakan botol dengan dot yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.1

2.10 Tata Laksana Serangan Asma

19

Page 20: Editan All Responsi Asma Fix

Gambar 6. Patofisiologi Serangan Asma1

Serangan asma adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala-

gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala

tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tatalaksana asma jangka

panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus. Derajat serangan asma bisa mulai dari

serangan ringan hingga serangan berat yang dapat mengancam nyawa.1

Serangan asma akut merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di ruang

gawat darurat. Perlu ditekankan bahwa serangan asma berat dapat dicegah, setidaknya

dapat dikurangi dengan pengenalan dini dan terapi intensif.

Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk: 1

1. Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

2. Mengurangi hipoksemia

3. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya rencana re-evaluasi

tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi saluran respiratorik secara

luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, udem mukosa karena

inflamasi saluran respiratorik, dan sumbatan mukus. Sumbatan yang terjadi tidak

seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi.

Sumbatan saluran respiratorik menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratorik,

terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan (hiperinflasi). Perubahan tahanan

saluran respiratorik yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak

paduu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch).1

Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi

peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk

ekspirasi melalui saluran respiratorik yang menyempit, dapat makin mempersempit atau

menyebabkan penutupan dini saluran respiratorik, sehingga meningkatkan risiko terjadinya

pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena

dan mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.1

Ventilasi perfusi yang tidak padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja

napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk

20

Page 21: Editan All Responsi Asma Fix

mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan

dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada saluran respiratorik yang berat, akan

terjadi kelelahan otot respiratorik dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya

hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang

cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai

tanda kelelahan dan ancaman gagal respiratorik (respiratory failure). Selain itu dapat

terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot

napas.1

Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, namun jarang

terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveoli

sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada dan meningkatkan risiko terjadinya

atelektasis. 1

2.11 Penilaian Derajat Serangan Asma

Selain klasifikasi derajat penyakit asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat

yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan derajat serangan, yang

terbagi atas serangan ringan, sedang, dan berat. Jadi perlu dibedakan antara derajat

penyakit asma (aspek kronik) dengan derajat serangan asma (aspek akut). Seorang pasien

Asma Persisten dapat mengalami serangan ringan saja. Sebaliknya bisa saja pasien yang

tergolong Asma Episodik Jarang mengalami serangan asma berat bahkan serangan

ancaman henti napas (kematian).1

Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. GINA melakukan

pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan

pemeriksaan laboratorium. Butir-butir penilaian dalam tabel tidak harus lengkap ada pada

setiap pasien. Pembagian harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma

yang datang ke fasilitas kesehatan dengan berbagai keterbatasan yang ada. Penilaian

tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberi respons yang

kurang terhadap terapi awal, serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.

Pasien tertentu mempunyai risiko tinggi untuk mengalami serangan berat yang dapat

mengancam nyawa. Di antaranya adalah pasien dengan riwayat:1

Serangan asma yang mengancam nyawa

Intubasi karena serangan asma

Pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum

Serangan asma berlangsung dalam waktu yang lama

21

Page 22: Editan All Responsi Asma Fix

Penggunaan steroid sistemik (belum lama atau baru lepas)

Kunjungan ke ugd atau perawatan rs karena asma dalam setahun terakhir

Tidak teratur berobat sesuai rencana

Berkurangnya persepsi tentang sesak napas

Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial

Untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi seperti di atas, steroid sistemik (oral atau

parenteral) perlu diberikan pada awal penanganan meskipun pada penilaian awal,

serangannya masih ringan.1

Tabel 4. Penilaian Derajat Serangan Asma1

22

Page 23: Editan All Responsi Asma Fix

GINA membagi tatalaksana serangan asma menjadi dua, tatalaksana di rumah dan di

rumah sakit. Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri

di.rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi

dengan teratur, clan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan pengobatan di

rumah, terapi awal berupa inhalasi β-agonis kerja pendek hingga tiga kali dalam satu jam.

Kemudian pasien atau keluarganya diminta melakukan penilaian respons untuk penentuan

derajat serangan yang kemudian ditindak lanjuti sesuai derajatnya. Namun untuk kondisi di

negara kita, pemberian terapi awal di rumah seperti di atas cukup riskan, dan kemampuan

melakukan penilaian juga masih dipertanyakan. Dengan alasan demikian maka apabila

setelah dilakukan inhalasi satu kali tidak mempunyai respons yang baik, maka dianjurkan

mencari pertolongan dokter.1

Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan di Unit Gawat Darurat, langsung

dinilai derajat serangannya menurut klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia.

Dalam panduan GINA ditekankan bahwa pemeriksaan uji fungsi paru (spirometer atau

peak flow meter) merupakan bagian integral penilaian tatalaksana serangan asma, bukan

hanya evaluasi klinis. Namun di Indonesia penggunaan alat tersebut belum memasyarakat.1

Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian β-agonis dengan penambahan

garam fisiologis secara nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan selang

20 menit. Pada pemberian ketiga nebulisasi ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana

awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan,

karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.1

23

Page 24: Editan All Responsi Asma Fix

Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam serangan berat, langsung

berikan nebulisasi β-agonis dikombinasikan dengan antikolinergik. Pasien dengan serangan

berat yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis

atau refrakter yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi β-agonis. Pasien seperti

ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena

selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.1

2.11.1 Serangan Asma Ringan

Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang baik (complete response),

berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1 jam, jika tetap baik, pasien

dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat (beta-agonis hirupan atau oral) yang diberikan tiap

4-6 jam. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral,

namun hanya diberikan untuk jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian dianjurkan

kontrol ke Klinik Rawat Jalan dalam waktu 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksananya.

Selain itu jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut

diteruskan hingga reevaluasi di Klinik Rawat Jalan. Sebagian besar pasien tetap dalam

keadaan baik setelah ditatalaksana sebagai Serangan Asma Ringan, namun pada sebagian,

gejala timbul kembali. Jika dalam observasi 1 jam gejala timbul kembali, pasien

ditatalaksana sebagai Serangan Asma Sedang.1

2.11.2 Serangan Asma Sedang

Jika dengan pemberian nebulisasi dua kali, pasien hanya menunjukkan respons parsial

(incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu perlu dinilai

ulang derajatnya sesuai pedoman di depan. Jika serangannya memang termasuk serangan

sedang, pasien perlu diobservasi dan ditangani di Ruang Rawat Sehari (RRS). Pada

Serangan Asma Sedang diberikan steaid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5-

1 mg/kgBB/hari selama 3.5 hari. Steroid lain yang dapat diberikan selain metlprednisolon

adalah prednison. Ada yang berpendapat steroid nebulisasi dapat digunakan untuk

serangan asma, namun perlu dosis yang sangat tinggi (16C)0 ug), meskipun belum banyak

pustaka yang mendukung. Steroid nebulisasi dosis rendah tidak bermanfaat untuk serangan

asma. Walaupun mungkin tidak diperlukan, namun untuk persiapan keadaan darurat, maka

sejak di UGD pasien yang akan diobservasi di RRS sebaiknya langsung dipasangi jalur

parenteral.1

2.11.3 Serangan Asma Berat

24

Page 25: Editan All Responsi Asma Fix

Bila dengan nebulisasi tiga kali berturut-turut pasien tidak menunjukkan respons (poor

response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada (penilaian ulang sesuai pedoman)

maka pasien harus dirawat di Ruang Rawat Inap. Bila sejak awal dinilai sebagai serangan

berat, maka nebulisasi pertama kali langsung P-agonis dengan penambahan antikolinergik.

Oksigen 2-4 l/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral

dan lakukan foto toraks. Sedangkan bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman

henti napas, pasien harus langsung dirawat di Ruang Rawat Intensif. Untuk pasien

dengan.serangan berat dan ancaman henti napas, langsung dibuat foto rontgen toraks guna

mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan atau pneumo-mediastinum.1

2.12 Prevensi dan Intervensi Dini

Penanggulangan asma pada anak sekarang bertujan bukan mengatasi serangan yang

muncul pada saat tersebut, tetapi ditujukan untuk mencegah munculnya serangan asma

yang berulang pada waktu berikutnya. Anak yang menderita asma harus dapat hidup

dengan layak serta tumbuh dan berkembang sesuai dengan umurnya.5

Pencegahan serangan asma terdiri atas:

1. Menghindari faktor-faktor pencetus

Alergi merupakan salah satu faktor penting berkembangnya asma. Paling tidak

75-90% balita asma terbukti mengidap alergi, baik di negara berkembang maupun

negara maju. Atopi merupakan faktor risiko yang nyata untuk menetapnya

hiperreaktivitas bronkus dan gejala asma. Derajat asma yang lebih berat dapat

diperkirakan dengan adanya dermatitis atopik. Terdapat hubungan antara pajanan

alergen dengan sensitisasi. Pajanan yang tinggi berhubungan dengan peningkatan

gejala asma pada anak.Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk setiap

anak asma. Penghindaran terhadap asap rokok merupakan rekomendasi penting.

Keluarga dengan anak asma dianjurkan tidak memelihara binatang berbulu,

seperti kucing, anjing, burung. Perbaikan ventilasi ruangan, dan penghindaran

kelembaban kamar perlu untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan

tungaunya. Perlu ditekankan bahwa anak asma seringkali menderita rinitis

alergika dan/atau sinusitis yang membuat asmanya sukar dikendalikan. Deteksi

dan diagnosis kedua kelainan itu yang diikuti dengan terapi yang adekuat akan

memperbaiki gejala asmanya.1

2. Obat-Obat Dan Terapi Imunologik

25

Page 26: Editan All Responsi Asma Fix

Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau

mengurangi reaksi-reaksi yang akan dan atau sudah timbul oleh pencetus tadi.

Penggunaan obat-obatan seperti bronkodilator secepat-cepatnya dan dengan cara

yang setepat-tepatnya dapat menggagalkan serangan asma akut. Pada anak-anak

obat pencegahan yang ideal adalah obat yang diberikan secara oral dan paling baik

diberikan 1 atau 2 kali sehari, serta diusahakan obat tersebut sedapat mungkin

bebas dari efek samping. Salah satu contoh obat yang sering digunakan adalah

ketotifen dimana cara kerjanya adalah memperkuat dinding sel mast sehingga akan

mencegah pengeluaran mediator. Ketotifen diberikan per oral dengan dosis 2x1 per

hari. Sedangkan untuk terapi imunologik tidak dianjurkan sebagai tindakan rutin.5

2.13 Peran Pendidikan serta KIE

Meskipun asma merupakan penyakit kronik yang tidak jarang pada anak, sering penyakit

ini tidak disadari atau tidak terdiagnosis serta penanggulangannya kurang atau tidak tepat.

Salah satu sarana yang dapat kita kembangkan untuk mengatasi hal ini adalah dengan

mengoptimalkan potensi keluarga khususnya orang tua.5

Dalam terapi penderita asma pada anak sangat diperlukan peran serta orang tua sebagai

orang terdekat dengan anak. Orang tua pasien harus diberi penjelasan mengenai asma

secara menyeluruh dalam merawat anak yang menderita asma. Adapun beberapa hal yang

diharapkan dapat dilakukan oleh keluarga yang salah satu anggotanya mengalami asma

adalah sebagai berikut :5

1. Mencegah serangan asma dengan membuat lingkungan yang serasi dengan anak.

2. Selalu sedia obat asma serta dapat memberikan obat pada saat yang tepat.

3. Mengetahui tanda-tanda permulaan serangan asma.

4. Mengetahui saat kapan harus berkonsultasi ke dokter atau ke rumah sakit. Konsultasi

rutin harus dilakukan walaupun anak dalam keadaan tenang. Konsultasi perlu juga

dilakukan apabila ada persoalan, misalnya apabila persediaan obat sudah habis, atau

obat sudah diberikan tetapi serangan asmanya tidak makin membaik bahkan mungkin

memburuk. Orang tua harus mengetahui kapan harus segera membawa anaknya ke

Unit pelayanan gawat darurat.

5. Menjaga kesehatan anak yang asma.

6. Membina suasana keluarga agar dapat memberikan pengaruh yang positif bagi

kehidupan keluarga umumnya dan anak khususnya.

2.14 Komplikasi

26

Page 27: Editan All Responsi Asma Fix

Apabila serangan asma sering terjadi dan berlangsung lama, maka akan menyebabkan

terjadinya emfisema dan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk thorax yaitu thorax

membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen thorax terlihat diafragma letak

rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kanan dan hilus kiri bertambah. Pada

asma kronik dapat terjadi perubahan bentuk dada seperti burung dara.5

Dapat terjadi atelektasis apabila terjadi penyumbatan pada salah satu bronkus akibat sekret

yang banyak dan kental. Mediastinum akan tertarik ke sisi yang atelektasis, serta apabila

terdapat infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang berlangsung terus

menerus dan berlangsung beberapa hari yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang

biasa disebut status asmatikus. Apabila tidak ditolong dengan semestinya akan

mengakibatkan kematian, gagal nafas, serta gagal jantung.5

2.15 Prognosis

Faktor faktor yang dapat mempengaruhi prognosis pada anak:5

1. Umur ketika serangan pertama timbul.

2. Banyak sedikitnya faktor atopi pada diri anak, dan pada waktu menyusui.

3. Menderita atau pernah menderita eksema infantil yang sulit diatasi.

4. Lamanya minum air susu ibu.

5. Usaha pengobatan serta penanggulangannya.

6. Apakah ibu atau bapak atau teman sekamar/serumah merokok.

7. Penghindaran alergen yang dimakan sejak hamil dan pada waktu menyusui

8. Jenis kelamin, kelainan hormonal dan lain-lain.

Secara umum prognosis jangka panjang pada asma umumnya baik 50% asma episodik

jarang sudah menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma

kronik pada usia 21 tahun. Sedangkan untuk asma episodik sering 60% tetap, 20% sudah

tidak muncul pada masa pubertas, sedangkan sisanya muncul sebagai asma episodik

jarang. Untuk asma kronik/persisten hanya 5% dari asma tersebut yang dapat menghilang

pada umur 21 tahun, 60 % tetap menjadi asma kronik/persisten, dan 20% menjadi asma

episodik sering, dan sisanya menjadi asma episodik jarang.5

27

Page 28: Editan All Responsi Asma Fix

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Kondisi saat masuk rumah sakit

I. Identitas Penderita

Nama : KDT

Umur : 2 tahun 10 bulan 6 hari.

Jenis Kelamin : Perempuan.

Alamat : Jalan Pulau Batam II No. 18 Denpasar.

MRS : 22 Juni 2010, Pukul 08.30 Wita.

II. Anamnesis (didapat dari ibu penderita)

Keluhan utama : sesak napas

Penderita dikeluhkan sesak napas pada tanggal 21 Juni 2010 sejak pukul 17.00, 1 hari

sebelum dibawa ke rumah sakit. Sesak dikatakan seperti rasa berat di dada, dan

berulang sebanyak ± 3x sehari yang dirasakan lebih sering pada malam hari. Akibat

28

Page 29: Editan All Responsi Asma Fix

sesak napas, penderita sulit mengucapkan kalimat lengkap namun masih bisa diajak

berbicara asalkan tidak lama-lama. Selama sesak penderita masih mampu berjalan

sendiri, tetapi pasien lebih suka duduk daripada berjalan atau berbaring. Setelah dibawa

ke rumah sakit pasien sempat mengalami sesak sebanyak 2x dengan gejala serangan

yang lebih berat daripada sebelumnya. Sesak napas dikatakan disertai bunyi ”ngik-

ngik”. Sesak didahului oleh batuk kering tanpa dahak sejak 2 minggu yang lalu. Batuk

lebih sering terjadi pada malam hari dan dikatakan bertambah berat menjelang pagi

hari. Batuk juga disertai dengan pilek, dan keluar ingus kental berwarna putih

kekuningan tanpa disertai darah. Batuk biasanya muncul saat cuaca dingin. Keluhan ini

membuat penderita tidak bisa tidur dan dirasakan sangat mengganggu aktivitasnya.

Pasien dikatakan bertambah rewel sejak munculnya keluhan.

BAB/BAK masih normal, nafsu makan seperti biasa.

Riwayat pengobatan

Pasien sempat masuk rumah sakit oleh karena serangan asma dan dirawat di Ruang

Jempiring yaitu pada tanggal 7 Juni 2010. Setelah pulang dari RS, pasien mendapatkan

obat sirup ambroxol, tablet salbutamol dan metilprednisolon.

Riwayat penyakit sebelumnya

Pasien berulang kali mengalami sesak (1 bulan sekali) sejak bulan November tahun

2009.

Riwayat penyakit dalam keluarga

Terdapat riwayat penyakit asma pada keluarga pasien yaitu ayah pasien.

Riwayat Sosial

Pasien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Ayah pasien merupakan pegawai swasta

dan ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Lingkungan rumah pasien sedikit berdebu

karena halaman rumah berupa tanah. Di rumah pasien terdapat 2 ekor anak kucing dan

sering diajak bermain oleh pasien.

Riwayat persalinan

Penderita lahir spontan di rumah sakit, ditolong oleh bidan. Lahir cukup bulan,

langsung menangis, dengan berat badan lahir 3300 gram dengan panjang badan 50 cm.

Riwayat imunisasi

Riwayat imunisasi dasar diakui lengkap oleh ibu penderita, yaitu BCG pada umur 7

hari, Polio I,II dan III pada umur 2,3, dan 4 bulan, Hepatitis B I,II, III pada umur 7 hari,

29

Page 30: Editan All Responsi Asma Fix

1 bulan dan 6 bulan, DPT I, II, III pada umur 2, 3, dan 4 bulan, dan Campak pada umur

9 bulan).

Riwayat nutrisi

ASI diberikan dari lahir sampai umur 2 tahun, bubur nasi diberikan dari usia 8 bulan

sampai 1 tahun, susu formula diberikan dari 6 bulan sampai sekarang, bubur susu

diberikan dari usia 6 bulan sampai 1 tahun, serta makanan keluarga diberikan dari usia

1 tahun sampai sekarang.

Riwayat tumbuh kembang

Menegakkan kepala : 3 bulan

Membalikkan badan : 4 bulan

Duduk : 7 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 9 bulan

Berjalan : 10 bulan

Bicara : 10 bulan

III. Pemeriksaan fisik

Status present

- KU : tampak sesak

- Kesadaran : compos mentis

- Nadi : 156 x/menit, reguler isi cukup

- RR : 44x/menit, reguler, ekspirasi memanjang

- T˚ax : 36,2 oC

- BB : 13,2 kg

- BBI : 14 kg

- PB : 97,5 cm

- LK : 50 cm

- LLA : 16 cm

- Saturasi oksigen= 92% pada Nasal Canule

Status gizi menurut

1. Waterlow: 13,2/14 x 100% = 94,28% ( gizi baik)

2. CDC Growth Chart

- Berat badan ~ Umur : terletak antara persentil 25 sampai 50

- Tinggi badan ~ Umur : terletak antara persentil 75 sampai 90

30

Page 31: Editan All Responsi Asma Fix

- Berat badan ~ Tinggi badan : terletak antara persentil 50 sampai 75

3. Lingkar kepala menurut Kurva Nellhaus : terletak antara -2 SD sampai +2 SD,

sedangkan menurut CDC didapatkan pada persentil 75-90 ~ kriteria normal.

Status general

Kepala : normosepali

Mata : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, cowong-/-

THT

Telinga : bentuk normal, sekret (-)

Hidung : napas cuping hidung (+), sianosis (-).

Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil hiperemis (-).

Leher

Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)

Palpasi : pembesaran kelenjar (-),

Kaku Kuduk : (-)

Thorak : simetris, retraksi intercostal (+)

Jantung

Palpasi : kuat angkat (-)

Auskultasi : S1 S2 normal regular murmur (-)

Paru

Inspeksi : gerakan dada simetris

Palpasi : gerakan dada simetris

Perkusi : perkusi paru sonor

Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing +/+, stridor -/-

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), meteorismus(-), peristaltik (+) N,

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan -/-, hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Extremitas : akral hangat (+), tonus normal, tenaga normal, refleks

fisiologis positif, edema tidak ada.

IV.Pemeriksaan penunjang

Hasil lab pada pukul 12.48 tanggal 22 Juni 2010

31

Page 32: Editan All Responsi Asma Fix

Darah lengkap RSUP Sanglah (22 Juni 2010)

WBC : 14.4

RBC : 4.52

Neutrofil : 77.9

HCT : 37,2

Limfosit : 14.6

PLT : 373

Monosit : 6.5

Eosinofil : 0,6

AGD RSUP Sanglah (22 Juni 2010)

pH = 7.44

pCO2 = 29.00

pO2 = 131.00

TCO2 = 20.60

HCO3- = 19,70

Na = 135.00

K = 3.5

V. Assesment : Asma Episodik Sering Serangan Berat.

VI. Penatalaksanaan

1. Oksigen 2-4 L/ menit

2. Infus 2 line RL 70 cc/kg/4 jam 700 cc/4 jam 58 tetes/menit

Evaluasi @ 30 menit bila terehidrasi maintenance dengan kebutuhan cairan 1000

cc/hari

3. Nebulizer combivent 1 ampul @ 2 jam selama 12 jam selanjutnya @ 4-6 jam.

4. Bolus steroid intavena 0,5-1 mg/kgBB @ 6-8 jam

5. Aminofilin intravena 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrose 20 ml, diberikan

selama 20-30 menit. Selanjutnya aminofilin dosis rumatan sebesar 0,5-1

mg/kgBB/jam

6. Mucos 3x cth 1/3

3.2. Kondisi saat keluar dari rumah sakit

32

Page 33: Editan All Responsi Asma Fix

Subjektif

Sesak dan batuk berkurang, pilek (-), mual muntah (-), makan dan minum baik,

BAB/BAK normal

Objektif

KU : baik

Kesadaran : composmentis

Nadi : 96 x/menit

RR : 32 x/menit

Tax : 36,5 oC

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : anemia -/-, ikterus -/-, Refleks Pupil +/+ isokor,

THT

Telinga : bentuk normal, sekret (-)

Hidung : napas cuping hidung (-), sianosis (-).

Tenggorokan : faring hiperemis (-),tonsil hiperemis (-).

Leher

Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)

Palpasi : pembesaran kelenjar (-),

Kaku Kuduk : (-)

Thorak : simetris

Jantung

Palpasi : kuat angkat (-)

Auskultasi : S1 S2 normal regular murmur (-)

Paru

Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : gerakan dada simetris

Perkusi : perkusi paru sonor

Auskultasi : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : bising Usus (+) Normal

33

Page 34: Editan All Responsi Asma Fix

Palpasi : hepar tidak teraba, Lien tidak teraba

Extremitas : akral hangat (+), tonus normal, tenaga normal, refleks

fisiologis positif, edema tidak ada

Assesment : Asma episodik sering pasca serangan berat.

Penatalaksanaan

1. Methylprednisolon 4x5 mg

2. Salbutamol dengan dosis 4x1 diberikan 0,05 mg/kg BB setiap kali pemberian.

3.3 Follow up pasien

Tanggal/Jam S O A P

22/06/201011.00

Sesak bertambah berat

KU : sakit beratKesadaran ; CMBB: 10 kgN: 140 x / menitRR : 58 x/mnt, expirasi memanjang.Tax : 37,80CSat O2 : 94%.THT: NCH (+)Pulmo: bves +/+, ronchi -/-, wheezing +/+

Asma episodik sering serangan berat

O2 sungkup 4 lpm-bolus aminophylin 8 mg/kg untuk 80 mg + D5 ¼ ns sampai 20 cc (habis dalam 20 menit 11.00 – 11.20)-pasang infus 2 line RL 70 cc/kg/4 jam 700 cc/4 jam 58 tetes/menitEvaluasi @ 30 menit bila terehidrasi maintenance dengan kebutuhan cairan 1000 cc/hari1.RL 750 cc/hari lebih kurang 14 tetes/menit.2. D5 250 cc + Aminophilin 60 mg lebih kurang 14 tetes/menit (11.30-18.30)-metilprednisolone 2 mg/kgbb/hari 4x5 mg iv-nebulizer combinent 3/4 ampul @ 2 jam.-Paracetamol syrup cth I (K/P)pDx/ AGD, DL, Thorax, RontgenMx / VS, CM-CK

22/06/201012.00

BAK (+) IVFD RL maintenance 750 cc/hari lebih kurang 14 tetes/menit, terapi lain lanjut

22/06/201012.48

Hasil Lab DLWbc 14.4Neut 77.9Limfosit 14.6Hb 13Plt 373

Kimia KlinikpH 7.44pCO2 29.00

34

Page 35: Editan All Responsi Asma Fix

pO2 131.00HCO3

- 19.70

BE(B) -3.30SO2 99.00

22/06/201014.00

Sesak(+) -Nebulizer combinent respule-IVFD RL oral-IVFD D5 250 cc + aminopillin 60 mg lebih kurang 14 tetes/menit (11.30-18.30)

22/06/201017.00

- Sesak nafas sejak dengan suara ngik-ngik. -sesak yang berulang +- 3x sehari dan telah sesak 2x sejak tadi pagi pk 05.00. -Sesak didahului oleh batuk dan pilek, batuk kering tanpa dahak, dan pilek kental berwarna putih kekuningan. -Panas badan (-) -pasien telah dinebulizer 5x sejak kemaren sore, 3 kali di rumah dengan alat sendiri dan 2 kali di UGD RSUP Sanglah. Pasien dipulangkan karena sesak berkurang serta kondisi membaik. Kemudian datang lagi pada pukul 09.30 (2 jam kemudian), dengan panas (-) serta penderita masih dapat berbicara serta makan atau minumnya (+)

KU: tampak sesakNadi=156x/menitRR=44x/menit dengan expirasi memanjang.T axila: 36,20CSO2 : 92% pada nasal canule

O2 sungkup 4 lpmLine I RL Line II D5 250 cc + aminofilin 60 mg lebih kurang 14 tetes/menit (11.30-18.30)-Sampicillin 3x500 mg (IV)-Methylprednisolon 2 mg/kgbb/hari 4x5 mg iV-nebulizer combinent ¾ ampul @ 2 jam- paracetamol syrup cth I (K/P)Planning dx: monitoring vital sign serta CM CK

23/06/201006.00

sesak (+), batuk (+), dahak (+), Muntah (-), menderita sakit perut sejak kem arin malam, BAK (+) Normal, BAB (+) Normal,

KU: tampak sesakNadi=96 x/menitRR=44x/menit dengan expirasi memanjang.T axila: 37 0C

O2 sungkup 4 lpmLine I RL (20 tetes)Line II D5 250 cc + aminofilin 60 mg lebih kurang 14 tetes/menit (11.30-18.30)-Sampicillin 3x500 mg (IV)-Methylprednisolon 2

35

Page 36: Editan All Responsi Asma Fix

makan serta minum baik

mg/kgbb/hari 4x5 mg iV- nebulizer combinent ¾ ampul @ 2 jam (lihat klinisnya)- paracetamol syrup cth I (K/P)Planning dx: monitoring vital sign serta CM CK

23/06/201016.00

keluhan (-), sesak (+), aminofilin habis

Apabila aminofilin habis distop, kemudian dilanjutkan dengan nebulizer@4 jam

23/06/201019.00

keluhan (-), sesak berkurang

Nadi = 90 x/menit.RR =30x/menit.T axila =370C

Nebulizer @ 6 jam (sambil lihat keadaan klinisnya)

24/06/201006.00

Sesak berkurang, panas (-) kejang(-) Batuk (+) pilek(+) muntah(-) minum(+) BAK / BAB(+)

KU=sakit sedangKesadaran=CMRR=32x/menitN=84x/menitT axilla=36,80C

Kebutuhan cairan 1000 cc/literMampu minum 500 cc/liter; IVFD D5 ¼ NS 7 tetes/menitSampicillin 3x500 mgMethylprednisolone 2 mg/kg bb/iv4x5 mgNebulizer combinent ¾ ampul @ 6 jamPdx: monitoring vital sign ama ada atau nggak tanda tanda sesak nafas

25/06/201006.00

sesak(-) panas (-) kejang(-) Batuk (+) sejak tadi malam pilek(-) muntah(-) makan/minum(+) BAK / BAB(+)

KU=sakit sedangKesadaran=CMRR=32x/menitN=84x/menitT axilla=36,30CThorax: Simetris, retraksi intercostal (+)Cor: S1S2 tunggal regular murmur (-)Po: bves+/+, Rh -/-, Wheezing +/+

Sampicillin 3x500 mgMethylprednisolone 2 mg/kg bb/iv4x5 mgNebulizer combinent ¾ ampul @ 6 jamPdx: monitoring vital sign ama ada atau nggak tanda tanda sesak nafas

26/06/201006.00

sesak berkurang, batuk berkurang, pilek (-), panas (-), muntah (-), makan/minum (+), BAB/BAK(+)

Nadi=84x/menitRR=34x/menitT axilla=36,10C

Off infus pasang stopperSampicillin 3x500 mgMethylprednisolone 2 mg/kg bb/iv4x5 mgNebulizer combinent ¾ ampul @ 6 jamPdx: monitoring vital sign

27/06/201006.00

sesak berkurang, batuk (+), pilek (+) sejak kemartin malam, makan

Nadi=95x/menitRR=28x/menitT axila=36,30C

Off infus pasang stopperSampicillin 3x500 mgMethylprednisolone 2 mg/kg bb/iv

36

Page 37: Editan All Responsi Asma Fix

minum(+) normal, bab/bak (+)

4x5 mgNebulizer combinent ¾ ampul @ 6 jamPdx: monitoring vital signUsul BPL

28/06/201006.00

sesak (-) batuk(+) pilek (+) makan minum(+) normal, bab/bak (+) biasa

Nadi=96x/menitRR=32x/menitT axila=36,5 0CTHT: NCH(-)Thorax: Simetris (+), retraksi intercostal(-)Cor:S1S2 tunggal regular murmur (-)Po: bves+/+, Rh -/-, Wheezing -/-

Asma episodik sering pasca serangan berat

Obat PulangMethylprednisolon 4x5 mg/salbutamol 4x1 diberikan 0,05 mg/kg BB setiap kali pemberian

Pasien BPL

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe, N., Supriyatno,B., Setyanto, D.B. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK

Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004.

2. Mangunnegoro, H., Yunus, F., Soerwartha, D.K.S. Asma Patogenesis, Diagnosis,

dan Penatalaksanaan Buku Pegangan Dokter.

3. Asthmatic respiratory tract. Available: http://www.asthme-quebec.ca/eng/asthma/

img/horizon1.jpg (Akses: 01 Juli 2010).

4. Sharma, G.D., Gupta, P., Available: http://emedicine.medscape.com ( Akses: 28

Juni 2010)

5. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

1985.

37