editan

26
6.1 Aljabar Vektor Dalam besaran vektor berlaku operasi penjumlahan, pengurangan perkalian, dan pembagian suatu bilangan. Beberapa definisi penting dalam aljabar vektor yaitu: 1. Dua vektor A dan B dikatakan sama, jika keduanya memiliki sama, jika keduanya memiliki besar dan arah yang sama. 2. Sebuah vektor yang besarnya sama dengan vektor A , tetapi arahnya berlawanan dinyatakan dengan A A A Gambar 6.1 dua buah vektor sama besar, tapi arahnya berlawanan 3. Jumlah atau resultan vektor A dan B Adalah vektor Cyang diperoleh dengan cara menempatkan titik pangkat vektor B pada titik ujung vektor A .

description

dd

Transcript of editan

Page 1: editan

6.1 Aljabar Vektor

Dalam besaran vektor berlaku operasi penjumlahan, pengurangan perkalian, dan pembagian

suatu bilangan. Beberapa definisi penting dalam aljabar vektor yaitu:

1. Dua vektor A dan B dikatakan sama, jika keduanya memiliki sama, jika keduanya

memiliki besar dan arah yang sama.

2. Sebuah vektor yang besarnya sama dengan vektor A, tetapi arahnya berlawanan

dinyatakan dengan − A

A

− A

Gambar 6.1 dua buah vektor sama besar, tapi arahnya berlawanan

3. Jumlah atau resultan vektor A dan B Adalah vektor Cyang diperoleh dengan cara

menempatkan titik pangkat vektor B pada titik ujung vektor A.

Penjumlahan vektor ini dapat di tulis sebagai berikut : A+ B=C

(a) (b)

(c)

Page 2: editan

4. Selisih vektor A dan B dinyatakan dengan A−B, yang dapat pula dipandang sebagai

bentuk penjumlahan yaitu : A−B= A+(−B )

5. Perkalian vektor A dengan skalar m akan menghasilkan vektor m A dengan panjang

|m| kali vektor A dan arahnya sama atau berlawanan dengan vektor A bergantung

nilai m (positif atau negatif).

Jika vektor-vektor A, B, dan C dikalikan dengan besaran skalar m dan n, maka

berlaku hukum-hukum aljabar vektor.

1. A+ B=B+ A Hukum komutatif untuk penjumlahan

2. A+( B+C )= ( A+ B )+C Hukum asosiatif untuk penjumlahan

3. m (n A )= (mn ) A=n (m A ) Hukum asosiatif untuk perkalian

4. (m+n ) A=m A+n A Hukum distributif

5. m ( A+ B )=m A+m B Hukum distributif

contoh 6.1

Buktikan hukum asosiatif untuk penjumlahan vektor, yaitu :

A+( B+C )= ( A+ B )+C

Penyelesaian :

Dari gambar di atas berlaku :

OP+PQ=OQ=( A+ B ) dan PQ+QR=PR=( B+C )

Karena, OP+PR=¿=D , yaitu A+( B+C )=D

OQ+PR=¿=D, yaitu ( A+ B )+C=D

Page 3: editan

diperoleh,

A+( B+C )= ( A+ B )+C

Perkalian Vektor

Ada dua jenis perkalian vektor, yaitu perkalian titik dan perkalian silang.

a. Perkalian Titik

A . B=ABcos θ menghasilkan besaran skalar

¿ ( Ax i+Ay j+ Az k ). ( Bx i+By j+Bz k )¿ AxBx+ AyBy+ AzBz

¿ B . A

b. Perkalian Silang

A x B=C=A . B sin θ, adalah suatu vektor yang tegak lurus bidang yang dibentuk

oleh vektor A dan B.

Jika vektor A=A x i+ A y j+A z k, dan B=B x i+B y j+B z k,

Maka,

A x B=( Ax i+A y j+ A z k ) x ( Bx i+B y j+B z k )

¿ Ax By k−Ax B z j−A y Bx k+ Ay B z i+A z Bx j−A z By i

¿ ( A y Bz−A z B y) i+( A z Bx−Ax B z ) j+( Ax B y−A y Bx) k

Pernyataan di atas dapat juga ditulis dalam determinan matriks yaitu :

A x B=| i j kA x A y A z

Bx B y B z|

¿ i|A y A z

By Bz|− j|Ax A z

Bx B z|+k|Ax A y

Bx By|

¿ ( A y Bz−A z B y) i+( A z Bx−Ax B z ) j+( Ax B y−A y Bx) k

Bila dari kiri dikalikan titik dengan vektor C , maka diperoleh :

Page 4: editan

C . A x B=C x ( A y B z−A z B y)+C y ( A z Bx−Ax B z )+C z ( Ax By−A y Bx )

Dalam matriks determinan dapat dituliskan :

C= A x B=|C x C y C z

A x A y A z

Bx B y B z|=D

Bila di tukar tempatnya maka :

A . (B x C )=C . ( A x B ), dan ( A x B ) . C=(C x A ) . B

Atau,

A . (B x C )=C . ( A x B )=( A x B ) .C=( C x A ). B

A . (B x C )=|Ax A y A z

Bx B y B z

C x C y C z|=D

Kedua matriks mempunyai determinan yang sama.

Dalam fisika besaran-besaran yang bersifat vektor antara lain : gaya (F), kecepatan (

v), percepatan (a), medan listrik (E), medan magnet (B), momen gaya (τ ), dan lain-

lainnya.

Momen Gaya :

τ=r x F=| i j kx y zF x F y F z

|r=x i+ y j+z k

F=F x i+F y j+F z k

Contoh 6.2 :

Jika diketahui 3 titik A(1,0,2 ); B (0,1 ,−1 ); dan C (1,2,1 ) di dalam sistem koordinat catesian.

Tentukanlah sudut α di titik sudut A dari pada segitiga ABC.

Penyelesaian:

Page 5: editan

Kita perhatikan gambar berikut :

Sudut α dapat di cari dari persamaan berikut:

b . c=bc cos α ataupun b x c=bc sin α

Untuk itu perlu terlebih dahulu dicari vektor-vektor a , b ,c. Dari gambar terlihat bahwa :

a=O B−OC=( j−k )−(i+2 j+k )=−i− j−2k yang berarti,/

ax=−1 , a y=−1 , az=−2 dan a=(a¿¿ x2+ay2 +az

2)12=√6¿

Dengan jalan seperti itu akan diperoleh :

b=OC−O A=2 j+3k

Yang berarti,

bx=0 , b y=2 , bz=3dan b=(bx2+b y

2+bz2 )

12=√13

Kemudian :

c= a+b=(ax+bx )i+( ay+b y) j+ (az+bz ) k=−i+ j+k

Yang menghasilkan :

c x=−1 , cy=1, c z=1 dan c (C x2+C y

2+C z2)

12=√3

Selanjutnya :

Page 6: editan

b . c=bc cos α=√39 cos α sehingga cos α=√ 2539

Dengan cara lain, yaitu dari :

|b . c=bc sin α|

Kita hitung :

b x c=| i j kbx b y bz

cx c y cz|( by cz−bz c y )i+( bzc x−bx cz ) j+(bx cx−b y cx ) k=−i−3−2 k

Sehingga :

|b . c|={(−1)2+(−3)2+22 }12 =√14

Di lain pihak,

b x c=bc sin α=√39 sin α sehingga sin α=√ 1413

.

Dan ternyata memang cocok dengan persamaan berikut :

sin2 α+cos2 α=1

6.2 Vekor Deferensial

Misal vektor A bergantung pada waktu t, diferensial vektor pada vektor A,

ditulis :

d Ᾱdt

= ddt

¿

Bila Ᾱ sebagai sebagai vektor posisi, maka:

r=x i+ y j+z k=Ᾱ

d rdt

=idxdt

+ jdydt

+ kdzdt

= i x+ j y+ k z

¿Vx i+Vy j+Vz k= x i+ y j+ z k=V (Vektor kecepatan)

Page 7: editan

Bila dideferensialkan sekali lagi diperoleh:

ddr ( dr

dt )=iddt

Vx+ jddt

Vy+ kddt

Vz= id2 xdt 2 + j

d2 ydt 2 +k

d2 zdt 2

ddr ( d r

dt )=ax i+ay j+az k= x i+ y j+ z k

d2rdr

=a →vektor percepatan

Diferensial dan perkalian dua vektor

ddt

( Ᾱ . B )= ddt

Ᾱ . B+ Ᾱ .dBdt

ddt

( Ᾱ x B )=dᾹdt

xB+Ᾱ .dBdt

Diferensial terhadap variabel jarak x , ydan z, ditulis:

∇=i∂

∂ x+ j

∂∂ y

+k∂

∂ z = biasa dibaca del

Bentuk ∇ini sebagai operator vektor, dan bila dikenakan pada besaran skalar ∅ , maka akan

dihasilkan bentuk gradien, seperti berikut:

∇∅=(i ∂∂ x

+ j∂

∂ y+ k

∂∂ z )∅=i

∂∂ x

+ j∂

∂ y+k

∂∂ z

∇∅disebut grad ∅

Misal, ∅=x2 y+xz ,

maka

∇∅=grad∅=i (2xy+z )+ j x2+k x

Bila ∅=x2+ y2, maka ∇∅=2x i+2 y j

Operasi del (∇ )Terhadap vektor

a) Operasi Titik

Page 8: editan

Operasi titik operator del pad vektor adalah sebagai berikut :

∇ ∙ A=(i ∂∂ x

+ j∂

∂ y+k

∂∂ z )∙ ( Ax i+Ay j+ Az k )

¿ ∂ Ax∂ x

+ ∂ Ay∂ y

+ ∂ Az∂ z

b) Operasi curel (Rotasi)

Dalam determinan matriks ditampilkan:

∇ x A=| i j k∂

∂ x∂

∂ y∂

∂ zAx Ay Az

|( ∂

∂ xA z−

∂∂ z

A y) i+( ∂∂ z

Ax−∂

∂ xA z) j+( ∂

∂ xA y−

∂∂ y

Ax) k

c) Operasi Divergensi terhadap Gradien

Operasi suati divergensi terhadap gradien menghasilkan suatu besaran skalar, karena

operasi ini sama dengan perkalian titik dush buah vektor.

∇ .∇∅=(i ∂∂ x

+ j∂

∂ y+k

∂∂ z )∙(i ∂∅

∂ x+^j

∂∅∂ y

+ k∂∅∂ z )

¿ ∂2∅∂ x2 + ∂2∅

∂ y2 + ∂2∅∂ z2 =∇2∅

∇ .∇∅=∇2∅ →disebut operator Lapplace

Gradien, Divergensi, Curl danArti Fisisnya.

1. Gradiendan Turunan Arah

Tinjaulah sebuah medan saklar ∅ (x , y , z ) yang terdefinisikan dalam daerah D,

misalkan suhu dalam ruang. Diferensial totalnya∂ f , diberikan oleh:

d ∅=∂∅∂ x

dx+ ∂∅∂ y

dy+ ∂∅∂ z

dz

Page 9: editan

Ruas kanan dapat dituliskan dalam pernyataan hasil kali titik :

d ∅=( ∂∅∂ x

i+ ∂∅∂ y

j+ ∂∅∂ z

k ) . (dx i+dy j+dz k )

Ini adalah hasil kali titik antara vector posisi dr dengan medan vector

i( ∂∅∂ x )+ j( ∂∅

∂ y )+ k ( ∂∅∂ z ). Medan vector ini disebut gradien ∅ yang dilambangkan

dengan grad ∅ atau ∇∅ (baca “ del∅”).

Secara definisi dituliskan:

∇∅=grad∅=i∂∅∂ x

+ j∂∅∂ y

+ k∂∅∂ z

(1.2)

Dengan demikian, persamaan (1.4) dapat diringkas menjadi:

∂∅=∇∅ . dr (1.3)

Jika d r adalah diferensial vector kedudukan sepanjang kurva C :r=r ( t ), maka:

d r=( d rdt )dt=v dt ,

dan

ds=|v|dt=√ (dx )2+(dy )2+(dz )2 (1.4)

Adalah deferensial panjang atau metric dari kurva C.

Jikas diambil sebagai parameter kurva C, maka:

drds

= 1|v|

drdt

= v|v|

v (1.5)

adalah vector singgung satuan dari kurva C.

Kita selanjutnya mendefinisikan turunan medan scalar ∅ dalam arah v sebagai:

d∅ds

=∆∅ . v (1.6)

Page 10: editan

Dengan v vector satuan dalam arah v lazim disebut turunan arah medan scalar

∅ .

Secara fisika, d∅ds

menyatakan laju perubahan (rate) medan scalar ∅ dalam arah

v.

Jika θ adalah sudut antara vector ∇∅ dan dr , maka:

d∅ds

=|∇∅|(cosθ ).

Karena −1 ≤cos θ ≤1, maka d∅ds

maksimum, yakni:

( d ∅ds )

m

=|∇∅|, untuk θ=0, atau

Dalam arah v=∇∅= ∇∅|∇∅|, yaitu arah ∇ f .

Contoh 1.1:

Jika f =2 x z2−x2 yang, carilah:

a. Medan vector gradient ∇∅

b. Turunan medan scalar ∅ dalam arah vector 2 i− j+2 k , di titik P (1 ,−2,1 ) .

Penyelesaian:

a. Dari definisi (1.5) mengenai medan vector gradient, kita peroleh:

∇∅= ∂∂ x

(2 x z4−x2 y ) i+ ∂∂ y

(2 x z4−x2 y ) j+ ∂∂ z

( 2 x z4−x2 y ) k

¿ (2 z4−2 xy ) i−x2 j+8 x z3 k

b. Untuk menghitung turunan arah medan scalar ∅ dalam arah vector

v=2 i− j+2 k, yakni d∅ds

, kita hitung dahulu vector satuan v.

Karena panjang vector v adalah:

|v|=√(22 )+(−12)+ (22 )=3

maka,

Page 11: editan

v= v|v|

=( 2 i− j+2 k )/3

Dengan demikian,

d∅ds

=∇∅ . v=(2 z4−2 xy ) i−x2 j+8 x z3 k . (2 i− j+2 k ) /3

¿ (4 ( z4−xy )+x2+16 x z3 )/3Di titik P (1 ,−2,1 ), misalnya adalah:

d∅ds

(1 ,−2,1 )=[ 4 {14−(1 ) (−2 ) }+(1 )2+16 (1 ) (12) ]=29 /3

2. Divergensi dan Curl

Tinjau aliran air pada suatu daerah D dengan kecepatan aliran di setiap titik

diberikan oleh medan vector kecepatan v=v ( x , y , z ). Kurva-kurva dengan vector

singgung v ini disebut garis arus (streamlines). Jika ρ adalah rapat massa fluida, maka

jumlah massa fluida yang menembus tegak lurus elemen vector luas dA permukaan S

dalam selang waktu dt , adalah jumlah massa yang terdapat dalam volume

d V '=( vdt ) . dA, sehingga jumlah massa fluida yang menembus permukaan S dengan

luas dA tiap satuan waktu atau debit fluida adalah:

dmdt

=ρv . dA=U . n dA (1.7)

Dengan U=( ρv ), dan n adalah normal satuan permukaan luas dA .

Sekarang, tinjaulah elemen volume empat persegi panjang dV =dx dy dz dalam

daerah aliran fluida (Gambar 1.1), dengan titik pusat P ( x , y , z ). Aliran fluida

menembus (masuk maupun keluar) keenam sisi elemen volume dV ini.

Gambar 1.1 Elemen volume dV dalam aliran fluida

Page 12: editan

Merujuk gambar 1.1, debit fluida yang menembus permukaan (1) adalah:

dm1

dt=U (x , y−1

2dy , z) . ( j dx dz )=U y (x , y−1

2dy , z)dx dz

¿(U y (x , y , z )− 1 ∂2 ∂ y

(U y) dy )dx dz (1.8)

Sedangkan yang menembus permukaan (2) adalah:

dm2

dt=U (x , y+ 1

2dy , z) . ( j dx dz )

¿(U y (x , y , z )+ 1 ∂2 ∂ y

(U y ) dy )dx dz (1.9)

Jadi, neto laju massa fluida yang keluar dari elemen volume dV dalam arah

aliran j, adalah:

dm21

dt=( dm2

dt−

dm1

dt )=[ ∂∂ y

(U y ) dy ]dxdz (1.10)

Dengan cara yag sama, neto laju massa fluida yang keluar dari elemen volume

dV dalam arah aliran i, dan k , berturut-turut adalah:

dm43

dt=( dm2

dt−

dm3

dt )=[ ∂∂ x

(U x ) dx ]dy dz

dm65

dt=( dm6

dt−

dm5

dt )=[ ∂∂ z

(U z ) dz ]dx dz (1.11)

Jadi, total neto laju massa fluida yang keluar dari elemen volume dV adalah:

( ∂∂ x

(U x)+ ∂∂ y

(U y )+ ∂∂ z

( U z )) (dx dy dz ) (1.12)

Besaran di dalam tanda kurung, secara matematis, dapat dirumuskan sebagai

hasil kali titik:

(i ∂∂ x

+ j∂

∂ y+ k

∂∂ z ) . (U x i+U y j+U z k )=∇ . U (1.13)

Secara umum, jika F=F ( x , y , z )adalah sebuah medan vector deferensiabel,

maka divergensime dan vector F, yang disingkat ¿ F, didefinisikan sebagai berikut:

¿ F=∇ . F=∂ F x

∂ x+

∂ F y

∂ y+

∂ F z

∂ z(1.14)

Secara fisika, bila persamaan (1.12) dibagi dengan (dx dy dz ), kita peroleh tafsiran

bahwa (∇ .U ) menyatakan neto laju massa fluida yang keluar dari suatu volume satuan

di titik ( x , y , z ). Medan vector diferensial F (r ) yang memenuhi sifat: ∇ . F=0 disebut

solenoidal.

Page 13: editan

Contoh 1.2:

Jika f =2 x z2 i− yz j+3 x z3 k , hitunglah ∇ xF di titik (1 ,1 , 1 ).

Penyelesaian:

∇ xF= y i+( 4 xz−3 z3 ) j

Jadi di titik(1 ,1 , 1 ), kitaperoleh:

∇ x F ¿ (1 ,1 ,1 )=i+ j

atau,

∇ xF=| i j k∂∂x

∂∂y

∂∂z

2 x z2 − yz 3x z3|=i( ∂∂ y

(3 x z3 )− ∂∂ z

(− yz ))+¿

j( ∂∂ z

(2 x z2 )− ∂∂ x

(3 x z3 ))+k ( ∂∂ x

(− yz )− ∂∂ y

(2 x z2))

Integral Permukaan

Misal S suatu permukaan yang dinyatakan dengan persamaan z = f(x,y) dan D

merupakan proyeksi s pada bidang XOY. Bila diberikan lapangan vektor F(x,y,z) = f(x,y,z) i

+ g(x,y,z) j + h(x,y,z)k dan vektor n merupakan vektor normal dari S. Maka integral dari

lapangan vektor F atas permukaan S yang disebut dengan integral permukaan, dinyatakan

dengan persamaan (1) :

Dengan n disebut vektor satuan normal permukaan dA. Dalam elektrodinamika, jika medan

vektor F menyatakan medan elektrostatik, integral permukaan yang didefinisikan pada

persamaan di atas menyatakan jumlah garis yang menembus permukaan S. perhitungan

integral permukaan ini dilakukan dengan melakukan transformasi variabel melalui dua

parameter.

Dalam kaitan ini, akan membahas beberapa definisi dan rumusan dasar persamaan

parameter permukaan dalam ruang tiga dimensi.

I=∬s

F . n dA

Page 14: editan

Sebuah parameter S pada dasarnya merupakam himpunan titik (x,y,z) dalam ruang

tiga dimensi yang koordinatnya diberikan oleh persamaan parameter berikut :

x = x(u,v), y = y(u,v), z = (u,v) (2)

dengan u dan v adalah dua parameter permukaan. Dengan demikian, dalam notasi vektor

permukaan S adalah tempat kedudukan,

r(u,v) = x(u,v)i +¿ y(u,v) j +¿ z(u,v)k (3)

Persamaan di atas menunjukkan bahwa jika u = c1, dengan c1 tetapan maka r(u,v) =

r(c1,v)= r(u) menyatakan kurva pada permukaan S. Demikian pula jika v = c2, dengan c2

tetapan maka r(u,v) = r(c2,v)= r(u) juga merupakan kurva pada permukaan S. Menurut

definisi garis singgung kurva, dru = (∂ r /∂ u)du dan drv = (∂ r /∂ v)dv berturut-turut

menyinggung kurva r(u) dan r(v) pada permukaan S. Kedua garis singgung ini membentuk

dua sisi elemen jajaran genjang singgung pada permukaan S. Menurut aljabar vektor, luasan

jajaran genjang ini merupakan elemen vektor luasan permukaan S, yaitu:

n dA=( d xu ×d rv )=( ∂r∂ u

×∂ r∂ v )(du dv ) (4)

Parameter dalam Koordinat Kartesian

Misalkan permukaan S di berikan oleh persamaan permukaan dalam koordinat

kartesis: ∅ (x,y,z) = 0, yang adalah normal terhadap bidang x,y, seperti pada gambar.

Koordinat x dan y dapat diambil sebagai parameter permukaan S. karena kedua

parameter ini mempunyai tafsiran geometris yang jelas dalam koordinat kartesis, maka

pernyataan elemen vektor luasnya dA= n dA . kemudian dihitung secara geometris.

Tahapan perhitungannya sebagai berikut :

a. Menentukan vektor satuan normal permukaan ∅ (x , y , z)= 0, sebagaimana telah

diuraikan sebelumnya. Vektor satuan permukaan ∅ (x , y , z)= 0, yaitu :

n=∇∅ /|∇∅|=n( x , y , z ) (5)

b. Menyatakan persamaan permukaan ∅ (x , y , z)= 0 ke dalam variabel z = z(x,y).

Dalam hal ini kesesuaian dengan pilihan x dan y sebagai parameter.

c. Menyatakan medan vektor F dan vektor satuan n dalam variabel x dan y.

F ( x , y , z )=F ( x , y , z ( x , y ) )=F (x , y) (6)

n ( x , y , z )=n ( x , y , z ( x , y ) )=n (x , y )

Page 15: editan

d. Menentukan vektor elemen luas dA dalam dxdy. Untuk menyatakan vektor luas ini,

perhatikan gambar di atas. Secara geometris, dxdy adalah proyeksi dA pada bidang xy

mempunyai vektor normal permukaan k . Jika Υ adalah sudut antara bidang yang

memuat dA dengan dxdy maka

dxdy = dA cos γ (7)

perhatikan bahwa Υ yang menunjukkan sudut antara n dengan vektor permukaan

dxdy, yaitu k . Dengan demikian

n . k=|n||k|cosγ (8)

Jadi, dari persamaan (7) dan (8) didapatkan persamaan

dA=dxdy

n . k(9)

e. Menentukan proyeksi S pada bidang xy , yaitu Dxy

f. Dengan mensubtitusi persamaan (9) dan (6) ke dalam integral permukaan persamaan

(1), diperoleh persamaan (10):

I=∬D xy

(F ( x , y ) . n (x , y )

n ( x , y ) . k)dxdy

Langkah-langkah di atas juga berlaku untuk permukaan yang normal terhadap bidang

yx dan xz.

Contoh soal:

Jika F=18 z i−12 j+3 y k , dan S adalah bidang 2 x+3 y+6 z=12 yang terletak dalam

oktan pertama, hitunglah ∬s

F . n dA

Penyelesaian:

Kita dapat memilih x dan yang sebagai parameter bidang S . Dari persamaan bidang

2 x+3 y+6 z=12 diperoleh ¿(12−2 x−3 y)/6 . Nilai vektor F pada bidang S adalah

F=18( 12−2 x−3 y6 ) i−12 j+3 y k=(36−6 x−9 y) i−12 j+3 y k

Vektor normal permukaan n=∇∅ /|∇∅|, dengan ∇ ϕ=2 i+3 j+6 k dan √4+9+36=7. jadi,

n=17

(2 i+3 j+6 k ) . Vektor bidang satuan xy adalah k , Sehingga n . k=6/7. Proyeksi

bidang S dalam oktan pertama xy adalah daerah dalam kuadran pertama yang dibatasi oleh

sumbu x positif, yang positif dan garis perpotongan bidang S dengan bidang xy atau z=0

yaitu 2 x+3 y=12 atau y=(12−2 x) /3, jadi integral yang diinginkan adalah

Page 16: editan

∬s

F . n dA=∬D xy

❑ ( [ (36−6 x−9 y ) i−12 j+3 y k ] . 17

(2 i+3 j+6 k )

17

( 2 i+3 j+6 k ) )dxdy

¿ ∫x=0

x=6

∫y=0

y=(12−2 x)/3

(6−2 x)dxdy

¿ ∫x=0

x=6

(24−12 x+ 43

x2)dx=24

Parameter dalam Koordinat silinder

Diandaikan S adalah permukaan silinder x2+ y2+z2=a2 dengan z sebagai sumbu

simetrisnya. Dalam sistem koordinat silinder θ dan z dapat dipilih sebagai parameter. Jadi,

persamaan parameter permukaan S adalah

x=a cosθ , y=a sinθ , z=z (11)

Dengan demikian, vektor kedudukan semua titik pada permukaan S adalah

r (θ , z )=(acosθ ) i+(a sinθ ) j+z k

∂ r /∂ θ=(−asnθ)i+(a cosθ ) j , dan ∂ r /∂ z=k (12)

Dengan menggunakan persamaan (7) dapat diperoleh vektor elemen luas permukaan silinder

S yaitu:

n dA=( ∂ r∂θ

×∂ r∂ z )dθ dz| i j k

−asnθ acosθ 00 0 1|dθ dz (13)

¿a ( i cosθ+ j sinθ ) dθ dz

¿a ( x i+ y j )dθ dz

Medan vektor F=(x , y , z ) pada permukaan S sekarang menjadi F=[x (θ) , y (θ), z ]

Parameter dalam Koordinat Bola

Page 17: editan

Diandaikan S adalah permukaan bola x2+ y2+z2=a2 ,dengan pusat bola terletak pada

titik asal (0,0,0) maka ϕ dan θ dapat dipilh sebagai parameter. Dengan demikian, persamaan

permukaan S adalah,

x=a sinθ cosϕ , y=a sin θ sin ϕ , z=a cosθ (14)

Vektor kedudukan semua titik pada permukaan S adalah

r (θ ,ϕ )=a¿

Sehingga,

∂ r∂ θ

=(asinθ cosϕ ) i+ (sinθ sin ϕ ) j−( asin θ ) k

Dan,

∂ r∂ ϕ

=−(asinθ sin ϕ ) i+( sinθcos ϕ ) j

Dengan demikian, vektor elemen luas permukaan bola S adalah

n dA=( ∂ r∂θ

×∂ r∂ ϕ )dθ dϕ (15)

= | i j k(acosθ cosϕ ) (acosθsin ϕ ) −(asinθ )−( asinθsin ϕ ) 0 (sinθ cos ϕ ) 0 |

¿ [a2 (cosθ cosϕ ) i+ (sinθ sin ϕ ) j+(cosθ ) k ] (sinθ dθ dϕ )

= ( x i+ y j+z k ) (a sinθ dθ dϕ )

Medan vektor pada permukaan bola S sekarang menjadi

F {x (θ , ϕ ) , y (θ , ϕ ) , z (θ , ϕ )}=F (θ ,ϕ) .seperti pada koordinat silinder, untuk menyederhanakan

perhitungan, mula-mula dihitung terlebih dahulu F . n dalam sistem koordinat kartesian.

Kemudian, ganti variabelnya dengan persamaan (15).

Contoh soal :

Teorema Stokes

Misalkan A adalah permukaan berarah dalam ruang dengan batas-batasnya adalah kurva C

yan g tertutup, misalkan F (x,y,z) adalah fungsi vektor kontinu yang mempunyai turunan

parsial pertama yang kontinu dalam domain yang memuat A, maka

Page 18: editan

∮c

F . dr=∬A

(∇× F ) . ndA=∬A

(∇× F ) . dA

Dari rumus di atas dapat disimpulkan, integral garis dari sebuah vektor F yang mengelilingi

sebuah kurva tertutup sederhana C sama dengan integral permukaan dari curl F melalui

sebarang permukaan A dengan C sebagai batasnya dan n adalah vektor satuan normal.

Contoh 1

Hitunglah ∬s

(∇× A) . dS dengan menggunakan teorema stokes jika diketahui

A=(2x− y )i− y z2 j− y2 z k dimana S adalah separuh dari permukaan bola x2+ y2+z2=1

bagian atas dan C batasnya.

Penyelesaian:

Batas C dari S suatu lingkaran dengan persamaan x2+ y2=1 , z=0 dengan persamaan

parameternya adalah x=cos t , y=sin t , z=0, dimana 0 ≤ t ≤ 2π . Berdasarkan teorema stokes

∬s

(∇× A ) .ndS=∮c

A . dr

∮c

A . dr=∮c

[ (2x− y )i¿¿− y z2 j− y2 zk ]. d (x i+ y j+ zk )¿¿

¿∮0

2 π

(2 x− y )dx− y z2 dy− y2 zdz

¿∮0

2 π

(2cos t−sin t )(−sin t)dt

Page 19: editan

¿∮0

2 π

(−2sin t cos t+sin2t )dt

¿∮0

2 π

(−sin t+ 12−cos 2t

2)dt

¿ 12

cos2 t+ 12

t + 14

sin 2 t … ..=π

Jadi ∬s

(∇× A ) . dS=∮c

A . dr=π

Contoh 2

Buktikan ∮dr × B=∮s

(n ×∇)× B dS

Penyelesaian:

Misalkan A=B ×C dalam teorema stokes, di mana C sebuah vektor konstan, maka

∮dr . ( B× C )=∬s

(∇× ( B ×C ) ). n dS

∮C . (dr × B )=∬s

[ (C .∇ ) B−C (∇ . B ) ] . n dS

C .∮dr × B=∬s

[ (C .∇ ) B ] . n dS−∬s

¿¿¿¿

¿∬s

C .[¿∇(B . n)]dS−∬s

C . [ I (∇ . B ) ]dS ¿

¿C .∬s

[∇ (B .n )−n (∇ . B ) ] dS

¿C .∬s

( n×∇ )× B dS

Karena vektor C vektor konstan sebarang maka ∮c

dr × B=∬s

(n ×∇ ) × B dS

Teorema Divergensi

Teorema ini menjelaskan hubungan antara integral volume dengan integral

permukaan. Jika F adalah fungsi vektor yang kontinu dan diferensiabel. S adalah permukaan

tertutup yang melingkupi volume V, maka teorema divergensi menyatakan bahwa :

Page 20: editan

∬s

A .dA=¿∭V

V . F dV ¿

Bila dinyatakan dengan kata-kata, teorema divergensi menyatakan bahwa integral

permukaan dari komponen normal fungsi vektor F pada sebuah permukaan tertutup sama

dengan integral divergensi F pada volume yang dibatasi oleh permukaan tersebut.

Contoh soal:

Periksalah kebenaran teorema konvergensi jika F=( x2+ y2+ z2 ) ( x i+ y j+z k ) dan V adalah

volume bola pejal yang dibatasi oleh permukaan bola x2+ y2+z2=25.

Penyelesaian :

Kita telah tahu bahwa∬s

F . ndA=¿ (52 )(4 π )¿

Untuk memeriksa kebenaran teorema divergensi, mula-mula dihitung div F.

¿ F=∇ . F=∇ . ( x2+ y2+z2 ) ( x i+ y j+z k )=5 ( x2+ y2+ z2 )

Selanjutnya menghitung integral volume dengan menggunakan persamaan berikut:

∭V

(∇ . F ) dV=¿5∭V

( x2+ y2+ z2) dV ¿

Dengan melakukan transformasi ke dalam sistem koordinat bola, yaitu

x=rsinθ cos ϕ, y=rsinθ sin ϕ, z=r cosθ,

Dan dV =r2 sinθ dr dθ dϕ

I=∭V

( x2+ y2+z2 ) dV =∭V

(r2 ) (r2 sinθ ) dr dθ dϕ

¿ ∫ϕ=0

2 π

∫θ=0

π

∫r=0

5

r 4=sin θ dr dθ dϕ=15

(55 )(4 π )

Dengan demikian

∭V

(∇ . F ) dV=¿5 I=(55 )(4 π )¿

Sebagaimana hasil yang telah diperoleh pada integral permukaan. Jadi teorema divergensi

terbukti kebenarannya.