Doc

download Doc

If you can't read please download the document

Transcript of Doc

PEMANFAATAN DAUN SENGON (ALBIZIA FALCATARIA) SEBAGAI PEWARNA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN MORDAN TAWAS DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA PADA BUSANA CAMISOL SKRIPSI Diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Disusun Oleh : Nama : Dewi Kusriniati NIM : 5401401028 Jurusan : Teknologi Jasa dan Produksi Program Studi : S1 PKK Konsentrasi Tata Busana FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007

ii PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang pada : Hari : .......................................... Tanggal : ........................................... Pembimbing I Pembimbing II Dra. Erna Setyowati, M.Si. Dra. Uchiyah Achmad, M.Pd. NIP.131570062 NIP. 130604209 Mengetahui, Ketua Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Dra. Dyah Nurani S., M.Kes. NIP. 131764485 PENGESAHAN

iiiii Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang pada: Hari : Selasa Tanggal : 27 Febuari 2007 Panitia Ujian Ketua Sekretaris Dra. Dyah Nurani S., M.Kes. Dra. Erna Setyowati, M.Si. NIP.131764485 NIP. 131570062 Ketua Penguji Dra. Erna Setyowati, M.Si NIP. 131570062 Penguji I Dra. Uchiyah Achmad NIP. 130604209 Penguji II Adhi Kusumastuti, S.T,M.T NIP. 132303193 Mengetahui Dekan Fakultas Teknik Prof. Dr. Soesanto NIP. 130875753

iivi SARI Kusriniati Dewi, 2007. Pemanfaatan Daun Sengon (Albizia Falcataria) Sebagai Pewarna Kain Sutera Menggunakan Mordan Tawas dengan Konsentrasi yang Berbeda Pada Busana Camisol. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang, Pembimbing I : Dra. Erna Setyowati, M.Si, Pembimbing II : Dra. Uchiyah Achmad M.Pd. Kata Kunci : Daun Sengon, Mordan Tawas, Pewarna Kain Sutera. Daun sengon dapat digunakan sebagai pewarna tekstil khususnya yang berasal dari serat protein, misalnya serat sutera, kain ini memiliki daya serap yang cukup tinggi. Agar warna dapat terserap dengan baik diperlukan zat pembangkit misalnya dengan menggunakan mordan tawas. Berdasarkan kenyataan tersebut permasalahan penelitian ini : 1) Apakah daun sengon dapat digunakan sebagai pewarna pada proses pencelupan kain sutera?, 2) Apakah ada perbedaan kualitas warna kain sutera yang dicelup menggunakan bantuan mordan tawas dengan konsentrasi yang berbeda? dan 3) Konsentrasi mordan tawas manakah yang tepat untuk menghasilkan kualitas warna yang optimal?. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengetahui apakah daun sengon dapat dipakai sebagai pewarna pencelupan kain sutera, 2) Mengetahui perbedaan kualitas warna kain sutera yang dicelup menggunakan bantuan mordan tawas dengan konsentrasi yang berbeda, dan 3) Mengetahui berapa besar minimal pemakaian konsentrasi mordan tawas yang tepat untuk menghasilkan warna yang optimal. Obyek dalam penelitian ini adalah daun sengon, kain sutera dan tawas. Variabel dalam penelitian ini adalah mordan tawas dengan konsentrasi 25gr/l, 50gr/l, 75gr/l, 100gr/l, 150gr/l dan 200gr/l sebagai variable bebas, kualitas wa rna kain sutera sebagai variabel terikat dan konsentrasi larutan ekstrak daun sengon 500 gr/l, temperatur 400C, waktu mordanting 60 menit, waktu pencelupan 60 menit, frekuensi pencelupan 5 , jenis tawas AL 2 (SO4)3 dan jumlah orang yang mencelup sebagai variabel kontrol. Pengumpulan data menggunakan metode eksperimen. Analisis data menggunakan analisis varian dilanjutkan uji tukey untuk data yang berdistribusi normal dan analisis kruskal wallis dilanjutkan uji mann whitney untuk data yang tidak berdistribusi normal. Berdasarkan hasil penelitian hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa daun sengon dapat dipakai sebagai pewarna pada proses pencelupan kain sutera yang menggunakan mordan tawas. Kualitas warna kain sutera yang dicelup dengan ekstrak daun sengon menggunakan mordan tawas berbeda secara signifikan. Semakin tinggi konsentrasi mordan tawas yang digunakan, ketahanan luntur warna terhadap pencuciannya semakin baik, dan warna kain sutera yang dihasilkan semakin tua. Pemakaian mordan tawas yang tepat untuk menghasilkan kualitas pewarnaan kain sutera yang optimum dengan ekstrak daun sengon yaitu pada konsentrasi minimal 150 g/l. Saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini: 1) Bagi produsen kain sutera dapat memanfaatkan ekstrak daun sengon sebagai bahan pewarna alami pengganti bahan pewarna sintetik. Untuk memperoleh ketahanan luntur warna yang baik, dan arah warna yang bervariasi dapat digunakan garam tawas sebagai mordan, 2) dapat dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan mordan lain.

ivi PRAKATA Segala puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul: Pemanfaatan Daun Sengon (Albizia Falcataria) Sebagai Pewarna Kain Sutera Menggunakan Mordan Tawas dengan Konsentrasi yang Berbeda Pada Busana Camisol dapat peneliti selesaikan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini selesai berkat bantuan, petunjuk, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian. 2. Ketua Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan pengarahan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Dra. Erna Setyowati, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah membantu dan memberikan bimbingan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 4. Dra. Uchiyah Achmad, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 5. Kepala Laboratorium Evaluasi Tekstil UII Yogyakarta, atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

viii 6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam menyusunan skripsi ini. Sebagai akhir kata, peneliti tak lupa mohon maaf bila dalam penyusunan skripsi ini ada kesalahan-kesalahan dan peneliti juga berharap semoga skripsi in i dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Semarang, Februari 2007 Peneliti Dewi Kusriniati

viii MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO : Apa yang telah kamu bangun bertahun-tahun mungkin akan dihancurkan dalam waktu semalam, bagaimanapun juga teruslah membangun. (T. Krispurwana Cahyadi, SJ) PERSEMBAHAN : Skripsi ini kupersembahkan kepada : .. Bapak dan Ibuku tercinta .. Budh tercinta .. Kakak-kakakku yang tersayang .. Semua keluargaku yang tersayang .. Teman-teman Tata Busana 01

viiii i DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................... ....................... i PENGESAHAN KELULUSAN............................................................ ............ ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................... ......... iii PRAKATA......................................................................... ................................ iv SARI............................................................................ ....................................... vi DAFTAR ISI...................................................................... ................................ vii DAFTAR GAMBAR .................................................................. ....................... ix DAFTAR TABEL.................................................................... .......................... x DAFTAR LAMPIRAN................................................................. ..................... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul ..................................................... .............. 1 1.2 Permasalahan ............................................................... .................... 4 1.3 Penegasan Istilah .......................................................... .................. 4 1.4 Tujuan Penelitian........................................................... .................. 6 1.5 Manfaat Penelitian.......................................................... ................. 7 1.6 Sistematika Skripsi ........................................................ .................. 7 BAB II LANDASAN TEORI........................................................... ................. 9 2.1 Pemanfaatan Daun Sengon Sebagai Pewarna Tekstil ..................... 9 2.2 Konsentrasi Tawas Sebagai Mordan ........................................... .... 11 2.3 Kain Sutera ................................................................ ...................... 12 2.4 Pembuatan Busana Camisol ................................................... ......... 14 2.5 Pencelupan Kain Sutera dengan Ekstrak Daun Sengon .................. 16 2.6 Kualitas Hasil Pencelupan .................................................. ............. 17 2.7 Kerangka Berpikir .......................................................... ................. 25 2.8 Hipotesis Penelitian ....................................................... .................. 26 BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... .............. 27 3.1 Deskripsi Obyek Penelitian ................................................. ............ 27 3.2 Variabel Penelitian ........................................................ .................. 28 3.3 Metode Pendekatan Penelitian................................................ ......... 29 3.3.1 Metode Eksperimen.........................................................

............. 29 3.4 Langkah-langkah Eksperimen ................................................. ........ 30 3.5 Metode Pengumpulan Data .................................................... ......... 43 3.6 Metode Analisis Data ....................................................... ............... 47

iixi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 52 4.1 Hasil Penelitian ........................................................... ................... 52 4.2 Pembahasan.................................................................. .................. 64 4.3 Keterbatasan Penelitian..................................................... ............. 67 BAB V PENUTUP................................................................... .......................... 68 5.1 Simpulan ................................................................... ..................... 68 5.2 Saran....................................................................... ........................ 69 DAFTAR PUSTAKA ................................................................. ....................... 70 LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................... .................. 71

ixi DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1 Standar Penilaian Perubahan Warna Gray Scale ............................... .......... 21 2.2 Standar Penilaian Penodaan Warna Staining Scale ............................ ......... 23 3.1 Desain Eksperimen........................................................... ............................ 30 3.2 Rancangan Harga ............................................................ ............................. 41 3.3 Hasil Uji Coba Eksperimen I Nilai Tahan Luntur Warna dan Ketuaan Warna .......................................................................... ................................. 47 3.4 Hasil Uji Coba Eksperimen II Nilai Tahan Lumtur Warna dan Ketuaan Warna .......................................................................... ................................. 47 3.5 Persiapan Analisis Varians.................................................. ......................... 49 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Penilaian Ketuaan Warna.......................... ....... 52 4.2 Rata-rata Grey Scale Kaun Sutera............................................ .................... 54 4.3 Rata-rata Staining Scale Kain Sutera ....................................... .................... 55 4.4 Hasil Uji Normalitas ....................................................... ............................ 57 4.5 Hasil Uji Homogenitas Data ................................................. ...................... 57 4.6 Hasil Analisis Varians Ketuaan Warna Kain Sutera Menggunakan Ekstrak Daun Sengon dengan Mordan Tawas ........................................ ... 58 4.7 Hasil Analisis Kruskal Wallis Ketahanan Luntur Warna Kain Sutera Menggunakan Ekstrak Daun Sengon dengan Mordan Tawas ........ 59 4.8 Hasil Uji Tukey Ketuaan Warna .............................................. ................... 61 4.9 Hasil Uji Mann Whitney Perubahan Warna...................................... .......... 62 4.10 Hasil Uji Mann Whitney Penodaan Warna...................................... .......... 63

xiii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Pohon Sengon dan Daun Sengon ............................................... .................. 10 2.2 Disain Sketsa Busana Camisol................................................ ..................... 15 2.3 Disain Produksi Busana Camisol ............................................. .................... 15 2. 4 Disain Sajian Busana Camisol .............................................. ...................... 16 3.1 Bagan Langkah-langkah Eksperimen Pencelupan Kain Sutera ................... 30 3.2 Bagan Proses Ekstraksi Daun Sengon ......................................... ................ 34 3.3 Pola Dasar Badan Skala 1 : 6 ............................................... ........................ 38 3.4 Pola Dasar Camisol Sistem Alwine Skala 1 : 6 ............................... ............ 39 3.5 Pecah Pola Camisol dan Pengembangannya Skala 1 : 6 ......................... .... 40 4.1 Grafik Nilai Ketuaan Warna pada Konsentrasi Mordan Tawas yang Berbeda ........................................................................ ................................ 53 4.2 Grafik Nilai Perubahan Warna Pada Konsentrasi Tawas Berbeda .............. 5 4 4.3 Grafik Nilai Penodaan Warna pada Konsentrasi Tawas Berbeda................ 5 6

xiii DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Uji Laboratorium Ketuaan Warna ............................... ...... 70 Lampiran 2. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian ................................. ............. 93 Lampiran 3 Deskripsi Data Penelitian ........................................... ................. 94 Lampiran 4. Uji Normalitas Data dan Uji Homogenitas Data........................ . 95 Lampiran 5. Analisis Varians Ketuaan Warna...................................... ........... 96 Lampiran 6. Hasil Uji Tukey Ketuaan Warna ...................................... ........... 97 Lampiran 7. Hasil Uji Kruskal Wallis............................................ .................. 99 Lampiran 8. Hasil Uji Mann Whitney.............................................. ................ 100 Lampiran 9. Hasil Pencelupan Kain Sutera Dengan Ekstrak Daun Sengon ..... 111 Lampiran 10. Dokumentasi Alat Penelitian........................................ .............. 113 Lampiran 11. Dokumentasi Busana Camisol ........................................ ........... 115 Lampiran 12. Surat Tugas Pembimbing............................................. ............... 116 Lampiran 13. Surat Permohonan Ijin Penelitian................................... ............ 117 Lampiran 14. Surat Keterangan Penelitian ....................................... ............... 118 Lampiran 15. Surat Tugas Ujian Skripsi.......................................... .................. 119

1 BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Perkembangan Industri tekstil di Indonesia di era global mengalami peningkatan yang pesat, pada tahun 1994 2004 WTO memberlakukan pembatasan eksport, hal ini menimbulkan masalah bagi pertekstilan. Namun mulai awal tahun 2005 telah dibukanya pasar bebas yang meluas dan industri tekstil mulai dapat berkembang lagi menjadi lebih pesat, baik tekstil tradisional seperti (batik, tenun, songket, rajut) maupun tekstil modern seperti tekstil dengan bahan campuran, misalnya cotton, polyester, cotton dengan polyester, woll, (misalnya kain mori, oxfort, drill, brocade, satin). Bangsa Indonesia kaya akan keanekaragaman tanaman baik dari segi varietas maupun jumlahnya. Keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurang optimalnya pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Masyarakat hanya mengetahui sebagian jenis tanaman sebagai obat tradisional dan sayuran serta bahan bakar saja. Luasnya kawasan Indonesia yang memiliki beranekaragam macam tanaman yang spesifik yang menyebabkan ragam hias industri pewarna alam mampu bersaing dipasar Internasional. Meningkatnya persaingan warna alami menyebabkan adanya tuntutan baru terhadap warna tekstil yang bervariasi. Warna pada bahan tekstil merupakan suatu unsur pokok untuk menarik perhatian konsumen,

2 karena warna mempunyai kekuatan tersendiri yang dapat menciptakan suatu keindahan atau suasana tertentu. Kemajuan teknologi membuat orang dapat menciptakan atau memproduksi zat warna sintetis dengan berbagai macam variasi warna, namun demikian tidak berarti tidak terdapat masalah. Pembuatan zat warna dengan teknologi yang tinggi dapat berpengaruh pada harga zat warna sintetis tersebut, selain itu harga yang semakin mahal juga pabrik yang memproduksi zat buatan limbahnya menimbulkan banyak pencemaran lingkungan disekitarnya. Zat warna sintetis ini memang lebih baik dibandingkan dengan zat warna alami, karena komposisinya tetap, pilihan warnanya lebih bervariasi, penggunaannya jauh lebih mudah, hasil pewarnaan lebih cerah, tersedia untuk semua jenis serat dan pada umumnya tahan luntur. Penggunaan zat warna sintetis selain mempunyai kelebihan juga mempunyai kekurangan, yaitu selain harganya relatif mahal juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena pada proses pewarnaan dan penyempurnaannya menggunakan zat kimia yang berbahaya yang dapat meracuni lingkungan seperti kostik soda, asam sulfat, asam klorida dan sebagainya. Usaha usaha untuk menggali kembali potensi alam Indonesia mulai banyak diminati oleh para peneliti. Konsep gerakan kembali kealam (back to nature) pada zat warna alam telah direkomendasikan sebagai pewarna yang ramah baik bagi lingkungan maupun kesehatan karena

3 kandungan komponen alaminya mempunyai nilai beban pencemaran yang relatif rendah, mudah terdegradasi secara biologis dan tidak beracun. Proses pewarnaan alam juga mengeluarkan limbah cair namun limbah tersebut tidak beracun sehingga potensi untuk mencemari lingkungan kecil, karena zat zat pembantu yang digunakan tidak berasal dari zat kimia. Tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pewarna alami banyak ditemui dan mudah tumbuh di Indonesia salah satunya adalah daun Sengon ( Albizia Falcataria ). Tanaman sengon merupakan spesies asli dari kepulauan sebelah timur Indonesia yakni sekitar Maluku dan Irian Jaya. Penyebaran tanaman sengon yang luas itu disebabkan karena pohon ini mudah tumbuh dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan (Budi Setiawan Atmosuseno,1997:2). Awalnya pohon sengon hanya tumbuh bebas di kebun kebun, karena masyarakat belum memperhatikan kaidah kaidah pembudidayaan tanaman sengon ini, masyarakat mengenal tanaman sengon ini tak lebih dari sekedar pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai kayu bakar, daunnya hanya digunakan sebagai makanan ternak, dan pohonnnya digunakan sebagai peneduh di perkebunan teh, kopi, atau vanili. Dengan adanya perkembangan dalam bidang perkayuan yang sangat pesat dan semakin menipisnya persediaan kayu, saat ini sengon merupakan jenis pohon yang cukup potensial untuk dikembangkan.

4 Daun sengon ini dapat menghasilkan warna hijau, daun ini dapat digunakan untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap Nitrogen (N2) dan karbon dioksida (CO2) dari udara bebas (Hieronymus Budi Santosa,1997:15). Percobaan awal menunjukkan daun sengon dapat digunakan sebagai pewarna tekstil khususnya yang berasal dari serat protein, misalnya serat sutera, kain ini memiliki daya serap yang cukup tinggi. Proses pewarnaan ini menggunakan zat pembangkit tawas agar warna dapat terserap dengan baik. Terjadinya penyerapan pada kain yang diwarna dengan menggunakan mordan tawas perlu diteliti lebih lanjut secara empiris, bagaimana ketahanan luntur warna, ketuaan warna kain yang dihasilkan apabila menggunakan tawas dengan konsentrasi yang berbeda. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang daun sengon apakah dapat digunakan sebagai pewarna dari alam, hal ini yang menjadi perhatian untuk diteliti lebih lanjut hasil pewarnaan dengan daun sengon pada ketuaan warna dan tahan luntur warnanya. Berdasarkan pada uraian diatas, maka peneliti mengangkat judul penelitian Pemanfaatan Daun Sengon Sebagai Pewarna Kain Sutera Menggunakan Mordan Tawas dengan Konsentrasi yang Berbeda pada Busana Camisol . B. PERMASALAHAN Kualitas hasil pencelupan kain sutera dengan larutan dari daun sengon dapat dipengaruhi oleh banyaknya kadar mordan yang digunakan.

5 Permasalahan yang ingin diselidiki dari penelitian tentang pemanfaatan daun sengon sebagai bahan penelitian yaitu : 1. Apakah daun sengon dapat digunakan sebagai pewarna pada proses pencelupan kain sutera ? 2. Apakah ada perbedaan kualitas warna kain sutera yang dicelup menggunakan bantuan mordan tawas dengan konsentrasi yang berbeda? 3. Konsentrasi mordan tawas manakah yang tepat untuk menghasilkan kualitas warna yang optimal ? C. PENEGASAN ISTILAH Memandang perlu untuk menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul Pemanfaatan Daun Sengon (Albizia Falcataria) sebagai Pewarna Kain Sutera Menggunakan Mordan Tawas dengan Konsentrasi yang Berbeda pada Busana Camisol , agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap istilah istilah yang digunakan dalam judul, maka perlu penegasan istilah sebagai berikut : 1. Pemanfaatan Daun Sengon Pemanfaatan berasal dari kata manfaat yang artinya guna atau faedah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,2003:1153). Daun sengon adalah bagian dari pohon sengon (Albizia Falcataria) yang tersusun majemuk menyirip ganda, sedangkan anak daunnya kecil kecil dan mudah rontok (Hieronymus Budi Santosa, 1992:15).

6 2. Pencelupan Kain Sutera Pencelupan adalah proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata (Rasyid Djufri,1979:2). Kain sutera adalah jenis tekstil dari tenunan benang yang berasal dari ulat sutera Bombyx mori yang banyak terdapat di Negara Tiongkok. 3. Mordan Tawas Mordan tawas adalah sejenis zat yang dapat membangkitkan dan memperkuat warna. Tawas adalah garam rangkap sulfat dan aluminium sulfat, yang dipakai untuk menjernihkan air atau campuran bahan celup Al2 ( SO4 ) (Depdikbud,1992:152). Mordan tawas adalah zat pembangkit dan pemperkuat warna dengan menggunakan bahan aluminium sulfat. Pemanfaatan daun sengon untuk pencelupan kain sutera dengan mordan tawas dalam penelitian ini adalah penggunaan daun sengon untuk pewarnaan alami pada proses pencelupan jenis tekstil dari tenunan benang yang berasal dari ulat sutera Bombyx mori dengan menggunakan zat aluminium sulfat sebagai pembangkit dan penguat warna. 4. Busana Camisol Busana adalah segala sesuatu yang dikenakan pada tubuh, baik dengan maksud melindungi tubuh maupun memperindah penampilan tubuh.

7 Camisol adalah pakaian dalam yang digunakan sebagai pelapis busana yang tembus pandang bagian atas (Soekarno,2002:145). D. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui apakah daun sengon dapat dipakai sebagai pewarna pencelupan kain sutera. 2. Mengetahui perbedaan kualitas warna kain sutera yang dicelup menggunakan bantuan mordan tawas dengan konsentrasi yang berbeda. 3. Mengetahui berapa besar minimal pemakaian konsentrasi mordan tawas yang tepat untuk menghasilkan warna yang optimal. E. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini dimaksudkan bisa bermanfaat untuk : 1. Memanfaatkan zat pewarna alam khususnya daun sengon dalam pencelupan kain sutera. 2. Memberikan informasi pada masyarakat yang menjadi pengrajin kain tradisional tentang manfaat daun sengon sebagai alternatif bahan pewarna alami pada pencelupan kain sutera. 3. Menciptakan keanekaragaman zat pewarna tekstil yang berasal dari alam.

8 F. SISTEMATIKA SKRIPSI Sistematika skripsi terdiri dari dari tiga bagian yaitu pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir skripsi : 1. Bagian Pendahuluan Skripsi Bagian pendahuluan skripsi ini berisikan halaman judul, sari, halaman pengesahan, motto, persembahan, prakata, daftar isi, dartaf tabel, daftar gambar dan daftar lampiran. 2. Bagian Isi Skripsi Bagian isi skripsi terdiri dari lima bab yang meliputi : Bab I Pendahuluan Bab ini berisi mengenai isi skripsi yang mencakup alasan pemilihan judul, permasalahan, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi. Bab II Landasan Teori Bab ini memuat kajian teori, kerangka berfikir dan hipotesis yang digunakan sebagai landasan berfikir untuk melakukan penelitian sebagai pegangan dalam melaksanakan penelitian. Bab III Metode Penelitian Bab ini akan menjelaskan mengenai penentuan objek penelitian, pendekatan penelitian, variabel penelitian, langkah eksperimen, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan tentang penelitian.

9 Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran. 3. Bagian Akhir Skripsi Bagian akhir skripsi ini berisi daftar pustaka dan lampiranlampiran. Daftar pustaka merupakan daftar literatur yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian. Lampiran berisi alat bantu dan tabel-tabel yang memperjelas data dan perhitungan atau analisis data.

10 BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Kain Sutera Sutera adalah serat yang diperoleh dari sejenis serangga yang disebut Lepidoptera. Serat sutera berbentuk filamen, yang dihasilkan oleh larva ulat sutera waktu membentuk kepompong. Species utama dari ulat sutera yang dipelihara untuk menghasilkan sutera adalah Bombyx mori (Jumaeri, 1977:46). Proses terjadinya filamen sutera berawal dari kupu kupu bertelur dan bila telur menetas akan keluar ulat sutera, setelah ulat sutera dewasa akan membuat sarang kepompong yang berlangsung selama 2-5 hari dan kemudian ulatnya akan berubah menjadi pupa didalam kepompong. Sebelum ulat sutera dewasa keluar dari kepompong, kepompong yang baik dikelompokkan terlebih dahulu menurut jenis, ukuran dan warna kemudian kepompong dimasak dalam air panas untuk melunakan serisin atau mematikan pupa yang berada didalam kepompong. Pencarian ujung filamen pada kepompong dilakukan dengan cara menyikat kepompong. Hasil dari pelepasan kira kira panjangnya 3200 meter, untuk penggulungan biasanya 8-20 helai filamen dirangkap menjadi satu benang dan diberi gintiran (Supriyono,1977). Benang sutera ini kemudian dijadikan kain dengan cara dipintal dan ditenun, serat sutera yang dipintal biasanya berasal dari serat sutera yang berfilamen pendek.

11 Sutera mentah tidak berkilau, kaku dan sukar menghisap warna karena masih mengandung zat perekat. Menghilangkn zat perekat pada filamen sutera dilakukan dengan proses deguming dengan larutan air sabun yang ditambah sedikit abu soda selama 1 2 jam, kemudian dilanjutkan dengan pembilasan dengan air dingin agar didapatkan sutera yang halus dan berkilau. Proses ini dikerjakan sesudah sutera itu menjadi tenun. Hasil proses tenunan sutera menjadi lunak, warnanya putih, sangat berkilau dan mudah menghisap warna. 2. Karakteristik Kain Sutera Karakteristik atau sifat sifat yang dimiliki kain sutera antara lain : a. Bunyi gemerisik (scoop) bila dipakai karena serat saling bergeseran (Jumaeri,1977:48). b. Kekuatan serat sutera dalam keadaan kering 4 sampai 4,5 gr perdenier dengan mulur 20 sampai 25% dan dalam keadaan basah kekuatannya 3,5 sampai 4,0 perdenier dengan mulur 25 sampai 30% bila melebihi 30% tidak dapat kembali sepanjang semula (Jumaeri,1977:48) c. Sutera kurang terhadap zat-zat oksidator (kaporit dan sinar matahari) tetapi lebih tahan terhadap serangga (Jumaeri,1977:49) d. Mempunyai daya isolator yang baik terhadap listrik dan panas (S.K Sewan Susanto S,1980:48) e. Daya serap terhadap air besar, sampai 30% sutera masih tetap terasa kering (S.K Sewan Susanto S,1980:48)

12 f. Density sutera antara 1,22 1,25 (lebih ringan dari cotton) (S.K. Sewan Susanto S,1980:48) g. Kekuatan tarik tinggi. Breaking strength = 65.000 lb/m (kurang lebih 2 kali kekuatan cotton) (S.K. Sewan Susanto S,1980:48) h. Sutera tidak tahan terhadap panas sampai 140C tidak mengalami kerusakan pada suhu 170C mulai mengalami kerusakan (S.K. Sewan Susanto S,1980:49) B. Pemanfaatan Daun Sengon sebagai Pewarna Tekstil 1. Daun Sengon sebagai Pewarna Tekstil Keanekaragaman tanaman di Indonesia merupakan kekayaan alam sebagai bahan pangan, sandang, bahan obat obatan dan zat warna. Salah satu tanaman yang menghasilkan zat warna alam yaitu daun sengon seperti gambar berikut: Gambar Pohon dan Daun Sengon Gambar 1. Tanaman Pohon Sengon

13 Gambar 2. Foto Daun Sengon Daun sengon merupakan salah satu bagian dari pohon sengon (Albizia Falcataria), famili Memosacceae (Hieronymus Budi Santosa,1997:15). Pohon sengon merupakan spesies asli dari kepulauan sebelah timur Indonesia yakni disekitar Maluku dan Irian Jaya, namun tanaman ini sekarang sudah menyebar dan banyak dikenal oleh masyarakat karena tanaman ini mudah beradaptasi dan mudah menyesuaikan diri untuk tumbuh dan berkembang.

14 Tanaman ini pada awalnya hanyalah pohon biasa yang tumbuh secara bebas di kebun kebun masyarakat yang penanamannya belum memperhatikan kaidah kaidah pembudidayaan tanaman ini. Masyarakat mengenal tanaman ini hanya sebatas tanaman yang kayunya bisa digunakan sebagai kayu bakar saja dan daunnya sebagai makanan ternak. Secara morfologis tanaman sengon ini tumbuh berbatang tegak lurus, tidak berbanir, kulit berwarna kelabu keputih putihan, licin, tidak mengelupas, dan memiliki batang bebas cabang mencapai 20 meter. Tajuk berbentuk perisai, agak jarang dan selalu hijau (Budi Setiawan Atmosuseno,1997:9). Tanaman sengon ini berdaun tersusun majemuk menyirip ganda, sedangkan anak daunnya kecil kecil dan mudah rontok (Hieronymus Budi Santoso,1997:15). 2. Proses Ekstraksi Daun Sengon Ekstraksi berasal dari bahasa Inggris yang berarti saripati atau kekentalan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,2002:223). Ekstraksi yaitu pemisahan unsur dari suatu campuran yang melarutkan didalam suatu pelarut untuk mendapatkan sari dari zat yang dilarutkan. Daun sengon yang berbentuk majemuk dan menyirip ganda ini supaya dapat digunakan pada pencelupan kain sutera dapat diperoleh dengan cara ekstraksi. Proses ekstraksi dari daun sengon dapat dilihat seperti pada bagan berikut: Gambar 3 halaman 14.

15 Bagan Proses Ekstraksi Daun Sengon Gambar 3. Bagan Proses Ektraksi Daun Sengon Daun Sengon Pemilihan Pencucian Penimbangan Penumbukan Penyaringan Ekstrak Daun Sengon Mentah Ekstrak Daun Sengon Penyaringan Pendinginan / pengendapan Perebusan Ekstrak Daun Sengon

16 Berdasarkan skema diatas dapat dijelaskan yaitu daun sengon yang digunakan untuk ekstraksi dipilih daun sengon yang sudah tua, berwarna hijau pekat dan belum menguning. Proses ekstraksi dimulai dari menyiapkan daun sengon yang sudah dipilih, kemudian daun dipisahkan dari tangkainya dan setelah itu dicuci untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun sengon. Daun yang sudah dicuci kemudian ditimbang dengan ukuran 500gr/l air. Setelah ditimbang daun kemudian ditumbuk sampai halus dan ditambah air 1 liter untuk setiap 500gr/l daun sengon untuk mendapatkan ekstraknya, pengambilan ekstrak dengan cara disaring sampai bersih. Ekstrak daun sengon kemudian direbus sampai mendidih, setelah mendidih didinginkan supaya mengendap selam 1 malam kemudian disaring lagi sampai benar-benar bersih untuk mendapatkan ekstrak yang siap digunakan untuk mencelup kain sutera. C. Konsentrasi Tawas sebagai Mordan Mordan berasal dari bahasa latin, modere yang berarti menggigit. Mordan juga disebut sebagai zat khusus yang dapat meningkatkan lekatnya berbagai pewarna pada kain. Sebelumnya mordan adalah mordan yang mengandung bahan kimia seperti krom, timah, tembaga, seng dan besi. Namun demikian mordan untuk pewarna alam telah dikembangkan yang tidak mengandung zat kimia dan ramah terhadap lingkungan seperti kapur tohor, tawas, jeruk nipis, gula aren, tunjung dan soda abu sebagai alternatif yang digunakan sebagai mordan dalam pewarna tekstil. Menutut Djufri Rasyid (1979:137), pencelupan dengan mordan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :

17 a. Cara mordan pendahuluan (pre mordan), pencelupan bahan yang dilakukan dengan mencelupkan bahan dengan senyawa logam terlebih dahulu baru kemudian dicelup dengan zat warna. b. Cara mordan simultan (meta-chrom, mono-chrom), pencelupan bahan yang dilakukan dalam larutan celup yang terdiri dari zat warna dan zat mordan. c. Cara mordan akhir (after chrom), pencelupan bahan yang dilakukan dalam zat warna terlebih dahulu setelah zat warna terserap ke dalam bahan dilanjutkan dengan pencelupan larutan mordan. Peneliti menggunakan mordan tawas sebagai zat pembangkit warna pada daun sengon. Tawas adalah garam rangkap sulfat aluminium sulfat, yang dipakai untuk menjernihkan air atau campuran bahan celup AL 2 (SO 4 ) 3 (Kamus Kimia Terapan,1992:152). Tawas berupa kristal putih gelap, tembus cahaya, rasanya agak asam kalau dijilat, bersifat menguatkan warna tetapi juga dapat digunakan sebagai penjernih air keruh, walaupun tawas berupa zat warna sintetis, tawas tidak mengandung racun dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Secara sederhana tawas sering digunakan sebagai obat untuk penghilang bau badan dan sariawan, karena PH 9 derajat keasaman yang rendah yaitu 8 mendekati normal maka pengaruh terhadap kulit semakin baik. D. Pembuatan Busana Camisol 1. Pembuatan Busana Camisol

18 Busana camisol adalah pakaian dalam yang digunakan sebagai pelapis busana yang tembus pandang bagian atas. Busana ini biasanya dipakai sebagai busana dalam pada saat mengenakan kebaya. Hasil pencelupan kain sutera dengan ekstrak daun sengon ini akan disajikan dalam bentuk busana camisol dengan disain busana sebagai berikut (gambar 4) : Gambar Tampak Depan Gambar Tampak Belakang

19 Gambar 4. Gambar Disain Busana Camisol Tampak Depan dan Belakang 2. Pembuatan Pola Camisol Ukuran : Lingkar badan : 92 cm Panjang dada I : 42 cm Panjang dada II : 33 cm Lebar dada : 34 cm Lingkar pinggang : 64 cm Tinggi bahu I : 42 cm Tinggi bahu II : 41 cm Panjang pungung : 38 cm Lebar punggung : 36 cm Lebar bahu : 12 cm Panjang sisi : 18 cm Tinggi dada : 26 cm Jarak dada : 18 cm Kerung lengan : 46 cm Kerung leher : 34 cm Lingkar panggul : 94 cm Gambar 5. Gambar Pola Dasar Camisol

20 3. Pecah Pola Camisol Pecah Pola Camisol dan Pengembangannya Gambar 6. Gambar Pecah Pola Camisol dan Pengembangannya

21 E. Pencelupan Kain Sutera dengan Ekstrak Daun Sengon Proses pencelupan adalah proses penggabungan antara serat dan zat warna. Pencelupan pada umumnya melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil kedalam larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Penyerapan zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi keseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau yang lainnya ditambahkan kedalam larutan sehingga diperoleh warna yang dikehendaki (Rasyid Djufri, 1978: 91). Proses pencelupan zat warna alam atau pewarnaan langsung (direct), selain prosesnya lama dan hasilnya kurang maksimal juga mempunyai nilai daya tahan luntur yang rendah karena zat warna tersebut mempunyai sifat yang mudah larut dalam air. Pencelupan zat warna alam sebaiknya menggunakan serat yang berasal dari alam meskipun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan serat buatan. Menurut Vikerstaff dalam Rasyid Djufri (1978:92) menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi 5 tahap, yaitu : 1) Dispersi, penguraian zat warna dalam larutan celup pada temperatur yang tinggi akan lebih cepat. 2) Adsorpsi proses menempelnya molekul zat warna pada permukaan serat. 3) Difusi, proses perembasan zat warna dalam serat. 4) Absorsi, proses penyerapan zat warna dari permukaan serat kedalam serat. 5) Fiksasi, terikatnya molekul zat warna dalam serat.

22 Proses pencelupan kain sutera dengan ekstrak daun sengon dilakukan melalui beberapa tahap antara lain : (a) persiapan alat dan bahan untuk eksperimen, (b) proses pemasakan kain sutera, (c) proses pembuatan larutan mordan, (d) proses pembuatan ekstrak daun sengon dan (e) proses pencelupan kain sutera. a. Persiapan Alat dan Bahan untuk Eksperimen Alat yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut : (a) baki untuk tempat pewarnaan, (b) penjepit, (c) jam untuk mengukur, (d) gelas ukur dan (e) pengaduk. Bahan yang dibutuhkan untuk eksperimen adalah (a) kain sutera, (b) daun sengon 500 gr dengan larutan air 1000 ml dan (c) tawas dengan konsentrasi 25 gr, 50 gr, 75 gr, 100 gr, 150 gr dan 200 gr dengan pelarut mordan tawas 1000 ml. b. Proses Pemasakan Kain Sutera Kain sutera dimasak dalam air dengan sushu 70C selama 60 menit. Kain diangkat dibilas dengan air hangat kemudian dikeringkan dengan cara diangin anginkan. c. Proses Pembuatan Larutan Mordan Tawas ditumbuk dan diayak supaya mordan cepat larut. Tawas ditimbang sesuai dengan resep pencelupan, kemudian tawas dimasukkan kedalam baki untuk direndam dengan air sebanyak 1000 ml. Tawas yang sudah direndam dalam baki kemudian disaring sampai bening dan siap dipakai untuk mencelup kain sutera.

23 d. Pre mordanting Pre mordanting dilakukan sebelum proses pencelupan kain sutera dalam ekstrak daun sengon. Cara pre mordanting dengan memasukkan kain sutera kedalam larutan tawas dengan mengaduk aduk supaya merata selama 1 jam. Kain sutera yang telah dipre mordanting dibilas dengan air untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kain kemudian dijemur ditempat yang teduh atau diangin anginkan. e. Proses Pengekstraksian Daun Sengon Daun sengon yang sudah ditimbang sesuai dengan resep pencelupan dan sudah dibersihkan kemudian diproses dengan cara ditumbuk dan diberi air kemudian disaring untuk ekstraknya. Ekstrak dari daun sengon kemudian direbus sampai mendidih dan diendapkan, setelah itu disaring lagi untuk membersihkan endapannya sampai benar benar bersih dan diambil ekstraknya. f. Proses Pencelupan Kain Sutera Larutan ekstrak daun sengon dengan konsentrasi yang telah ditentukan diletakkan didalam panci atau ember kemudian kain sutera yang sudah dipre mordanting dimasukkan dalam ekstrak sambil diaduk aduk selama 60 menit supaya warna yang dihasilkan merata kedalam serat. Kain sutera diangkat dan dibilas dengan air bersih, hal ini dilakukan untuk menghindari menempelnya kotoran ekstrak sehingga mendapatkan hasil warna yang optimal. Pengeringan dilakukan dengan cara diangin

24 anginkan supaya warna tidak berubah. Untuk hasil yang baik pencelupan dilakukan sebanyak tiga kali. 4. Kualitas Hasil Pencelupan Warna merupakan hal yang sangat penting pada kehidupan manusia, warna tidak hanya berfungsi untuk menambah atau merubah sesuatu menjadi lebih indah atau menarik, tetapi juga akan mempengaruhi perasaan terhadap panca indera dan jiwa manusia (Jumaeri,1997:270). Dimensi warna dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Arah warna (Hue) Arah warna dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu warna primer, sekunder dan tertier. Warna primer disebut juga warna pokok yang terdiri dari merah, kuning dan biru. Warna sekunder merupakan perpaduan dari dua warna primer seperti warna biru dengan warna kuning akan menghasilkan warna hijau. Warna tertier yaitu perpaduan antara warna primer dengan warna sekunder, seperti merah jingga merupakan campuran antara warna merah dengan warna jingga. Warna warna tersebut diperoleh dari warna sintetik yang mampu meberikan arah warna yang beragam. Warna alam memiliki arah warna yang terbatas dan khas karena tidak terdapat warna sintetik. 2. Ketuaan Warna Ketuaan warna bahan tekstil akan diperoleh jika pada saat proses pencelupan zat warna masuk kedalam bahan yang diwarnai secara maksimal. Ketuaan warna dipengaruhi oleh perbandingan larutan. (Rasyid

25 Djufri, 1979:121). Perbandingan larutan atau perbandingan ketuaan celup maksudnya adalah perbandingan antara besarnya larutan dengan bahan tekstil yang dicelup. Warna tua dapat dilakukan dengan pemakaian perbandingan celup yang kecil dengan tujuan agar zat warna yang terbuang atau hilang akan sedikit. Ketuaan warna pada proses pencelupan dapat ditunjukkan dari nilai gelap terang warna hasil pencelupan. Warna tua dan warna muda dalam teknik pewarnaan diperoleh dengan jalan memberikan campuran warna normal atau disebut dengan istilah shade dan warna muda diperoleh dengan menambah warna putih. 3. Ketahanan Luntur Luntur dapat diartikan sebagai peristiwa berkurangnya zat warna atau hilangnya warna pada bahan tekstil akibat proses kimia atau fisika. Larutnya zat warna dapat mengakibatkan warna kain polos maupun motif menjadi berkurang kapasitasnya berubah atau memudar. Kain yang tahan luntur adalah kain yang awet warnanya, untuk menentukan mutu atau kualitas pewarnaan pada kain dapat dilakukan dengan pengujian pengujian ketahanan luntur (Colour fastness) pada kain berwarna. Ketahanan dapat diartikan sebagai kekuatan, ketahanan luntur warna adalah suatu kondisi yang tetap setelah mengalami proses tertentu. Ketahanan luntur warna merupakan unsur yang sangat menentukan mutu suatu pakaian atau bahan berwarna. Warna yang bagus pada bahan tekstil

26 menjadi tidak diminati konsumen jika bahan tekstil tersebut mudah pudar warnanya. Macam macam ketahanan luntur warna meliputi ketahanan luntur terhadap pencucian, keringat, gosokan, pemutihan dengan chloor, cahaya matahari, sinar lampu karbon, panas penyeterikaan dan pencucian kering. Pada penelitian ini yang digunakan sebagai indikator ketahanan luntur adalah ketahanan terhadap pencucian. Proses pewarnaan adalah terjadinya penyerapan zat warna kedalam bahan. Kondisi pewarnaan yang baik dimana pada saat konsentrasi pencampuran larutan, baik itu zat warna yang menggunakan zat zat pembantu dan proses yang tepat maka akan menghasilkan warna yang baik. Proses pewarnaan yang tepat akan menghasilkan warna yang baik. Proses pewarnaan dapat dikatakan berhasil apabila terjadi keseimbangan antara masuknya zat warna kedalam bahan secara maksimum. Keseimbangan pada proses pewarnaan tergantung dari beberapa faktor diantaranya yaitu suhu larutan celup, pengadukan dan gerakan pada pencelupan, keadaan bahan yang diwarnai, konsentrasi larutan celup dan PH larutan celup. Proses pencelupan kain akan berpengaruh terhadap hasil yang meliputi ketuaan dan ketahanan luntur warna. Rasyid Djufri (1979:121) menjelaskan bahwa ketuaan warna juga dipengaruhi oleh perbandingan larutan artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan tesktil yang diproses.

27 Ketahanan luntur warna merupakan perubahan warna karena suatu sebab sehingga gradasi warnanya berubah atau luntur, ketahanan luntur warna mengarah pada kemampuan warna untuk tetap stabil dan tidak berubah. Ditinjau dari segi kepentingan konsumen maupun produsen ketahanan luntur warna meliputi ketahanan luntur tehadap sinar matahari, pencucian, gosokan seterika, keringat dan lain lain (Wibowo Moerdoko,1975:151). Nilai tahan luntur warna dapat dilihat dari perubahan warna asli dari uji dan penilaian penodaan terhadap kain putih (Wibowo Moerdoko,1975:54). Hasil penilaian tahan luntur warna biasanya dilaporkan secara visual dengan cara membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan International Standart Organization (ISO) yaitu standart skala abu abu untuk menilai perubahan warna, contoh uji dan standart skala penodaan warna putih (Wibowo Moerdoko,1975:154). Pengukuran ketahanan luntur warna kain dapat dilihat dari 2 skala yaitu standart skala abu abu dan skala penodaan. a. Standat skala abu abu (Gray Scale) Standart skala abu abu digunakan untuk menilai perubahan warna pada uji tahan warna. Nilai Gray Scale menentukan tingkat rendah sampai tingkat tertinggi, yaitu nilai 1 sampai dengan 5. Kriteria yang digunakan dapat dilihat pada table1 berikut :

28 Table 1. Standart Penilaian Perubahan Warna Gray Scale Nilai tahan luntur warna Perbedaan warna ( dalam satuan CD ) Toleransi untuk standart kerja ( dalam satuan CD ) Kriteria 5 0 0,0 Baik sekali 4 5 0,8 0,2 Baik 4 1,5 0,2 Baik 3 4 2,1 0,2 Cukup baik 3 3,0 0,2 Cukup 2 3 4,2 0,3 Kurang 2 6,0 0,5 Kurang 2 1 8,5 0,7 Jelek 1- 12,0 1,7 jelek (Wibowo Moerdoko, 1975:154 ) Standar skala abu-abu terdiri dari 9 lempeng standar abu-abu dan setiap pasang menunjukkan perbedaan atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai tahan luntur warnanya. Hasil dari pengujian tahan luntur warna dinilai dengan membandingkan perbedaan warna dari contoh yang diuji dan bahan tekstil yang asli terhadap perbedaan yang digambarkan oleh Gray Scale tersebut. Penilaian tahan luntur warna yang sesuai, dinyatakan dengan rumus nilai kechromatikan adams seperti yang tercantum pada lajur pertama dan kedua dalam tabel 1. Nilai 5 terdiri dari sepasang standar abu-abu yang identik dengan warna abu-abu netral dengan daya pantul 12 1% dan beda warnanya sama dengan nol. Nilai-nilai dibawahnya terdiri dari pasangan lempeng standar abu-abu dengan beda warna seperti yang tercantum pada tabel 1 (halaman 25). Cara penggunaan Gray Scale yaitu, sebagian dari bahan tekstil yang asli dan contoh yang telah diuji diletakkan berdampingan dengan

29 arah yang sama diatas dasar yang berwarna abu abu sedikit lebih tua dari warna abu-abu pada nilai 5 standar Skala abu-abu. Gray Scale diletakkan disampingnya pada bidang yang sama. Permukaan bahan diterangi dengan cahaya yang mempunyai kuat penerangan 540 lumen per square foot atau lebih. Cahaya harus dijatuhkan pada permukaan membentuk sudut kira-kira 45C dan arah pengamatan kira-kira tegak lurus pada bidang permukaan. Perbedaan visual antara contoh uji asli dan yang telah diuji dibandingkan dengan perbedaan yang ditunjukkan oleh Gray Scale (Wibowo Moerdoko, 1975:155 ). Nilai tahan luntur contoh uji adalah angka Gray Scale yang sesuai dengan kekontrasan antara contoh uji asli dan contoh yang telah diuji. Nilai 5 hanya diberikan apabila tidak ada perbedaan warna (shade dan strength) antara contoh asli dan contoh yang telah diuji. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan contoh uji terhadap Gray Scale. Nilai 5 : yaitu tidak ada perubahan warna sesuai dengan tingkat ke 5 dalam Gray Scale. Nilai 4 : yaitu perubahan warna sesuai dengan tingkat ke 4 dalam Gray Scale. Nilai 3 : yaitu perubahan warna sesuai dengan tingkat ke 3 dalam Gray Scale. Nilai 2 : yaitu perubahan warna sesuai dengan tingkat ke 2 dalam Gray Scale.

30 Nilai 1 : yaitu perubahan warna sesuai dengan tingkat ke 1 dalam Gray Scale (Departemen Perindustrian,1983:5). b. Standart Skala Penodaan ( Staining Scale ) Staining Scale suatu alat yang digunakan untuk menilai penodaan warna pada kain putih dalam menentukan tahan luntur warna, seperti pada standar skala abu abu penilaian penodaan pada kain adalah 5, 4, 3, 2 dan 1 yang mengatakan perbedaan penodaan tekstil sampai terbesar. Kriteria ketahanan luntur kain dapat dilihat pada tabel 2 berikut (halaman 29). Table 2. Standart Penilaian Penodaan Warna Nilai tahan luntur warna Perbedaan warna ( dalam satuan CD ) Toleransi untuk standart kerja ( dalam satuan CD ) Kriteria 5 0,0 0,0 Baik sekali 4 5 2,0 0,3 Baik 4 4,0 0,3 Baik 3 4 5,6 0,4 Cukup baik 3 8,0 0,5 Cukup 2 3 11,3 0,7 Kurang 2 16,0 1,0 Kurang 2 1 22,6 1,0 Jelek 1 32,0 2,0 Jelek (Wibowo Moerdoko,1975:159) Standar skala penodaan terdiri dari sepasang lempeng standar putih dan delapan lempeng standar putih dan abu-abu, yang tiap pasang menunjukkan perbedaan atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai penodaan warna. Penodaan pada kain putih dalam pengujian tahan luntur warna dinilai dengan membandingkan

31 perbedaan warna dari kain putih yang dinodai, terhadap perbedaan yang digambarkan oleh Staining Scale tersebut. Nilai 5 ditunjukkan oleh sepasang lempeng standar putih yang mempunyai daya pantul tidak kurang dari 85% dan perbedaan warnanya sama dengan nol. Nilai-nilai dibawahnya terdiri dari pasangan lempeng standar putih dan abu-abu dengan perbedaan warna seperti pada tabel 2 diatas. Cara penggunaan Staining Scale yaitu, sepotong kain putih yang tidak diberi warna dan yang sudah diuji dengan Spectrophotometer diletakkan secara berdampingan pada bidang dan arah yang sama diatas dasar yang berwarna abu-abu yang merata dengan kecerahan sedikit lebih kecil dari kecerahan lempeng Staining Scale yang paling tua. Staining Scale diletakkan disampingnya pada bidang yang sama. Permukaan bahan deterangi dengan cahaya yang mempunyai kuat penerangan 540 lumen per square foot atau lebih. Cahaya harus dijatuhkan pada permukaan memebentuk sudut kira-kira 45C dan arah pengamatan kira-kira tegak lurus pada bidang permukaan. Perbedaan visual antara contoh uji asli dan yang sudah diuji dibandingkan dengan perbedaan yang ditunjukkan oleh Staining Scale (Departemen Perindustrian,1983:2). Nilai tahan luntur contoh uji adalah angka Staining Scale yang sesuai dengan kekontrasan antara potongan kain putih asli dan yang telah diuji. Nilai 5 hanya diberikan apabila ada perbedaan warna antara kain putih asli dan yang telah diuji.

32 Evaluasi dilakukan dengan membandingkan penodaan warna pada kain putih terhadap Staining Scale. Nilai 5 : yaitu tidak ada penodaan seperti yang ditunjukkan oleh tingkat 5 dalam Staining Scale. Nilai 4 : yaitu penodaan ekivalen dengan tingkat ke 4 dalam Staining Scale. Nilai 3 : yaitu penodaan ekivalen dengan tingkat ke 3 dalam Staining Scale. Nilai 2 : yaitu penodaan ekivalen dengan tingkat ke 2 dalam Staining Scale. Nilai 1 : yaitu penodaan ekivalen dengan tingkat ke 1 dalam Staining Scale (Departemen Perindustrian,1983:5). 5. Kerangka Berfikir Sutera adalah serat alam yang diperoleh dari kepompong ulat sutera Bombyx mori. Kain sutera merupakan jenis kain dari serat alam yang mempunyai sifat yang sangat baik misalnya daya serap tinggi sampai 11%, pegangannya lembut, kenampakannya mewah, berkilau, tahan terhadap jamur dan ngengat. Zat warna yang biasa digunakan dalam pencelupan kain sutera adalah zat warna sintetik. Mengingat zat warna sintetik dapat menimbulkan pencemaran lingkungan juga harga yang semakin mahal, maka kendala tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan sumberdaya alam sebagai pengganti zat warna sintetik. Pewarna alam yang dapat digunakan sebagai pengganti zat warna sintetik salah satunya adalah daun sengon yang banyak tumbuh disekitar

33 peneliti. Daun sengon ini biasanya digunakan sebagai makanan ternak, tetapi ada juga sebagian kecil yang memanfaatkannya sebagai pewarna makanan dengan cara diekstraksi. Larutan ekstraksi ini juga dapat menghasilkan pewarnaan pada pencelupan kain sutera dengan kualitas warna yang rendah, sehingga diperlukan mordan sebagai pembangkit warna. Mordan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tawas yang berfungsi mengikat warna dan membangkitkan warna pada proses pencelupan kain sutera dengan ekstrak daun sengon terlebih dahulu dimordan supaya warna yang dihasilkan lebih menyerap dan tidak mudah luntur karena zat warna alam memiliki gugus karboksil yang bermuatan negatif yang akan berikatan dengan serat sutera. Tawas berfungsi sebagai pembangkit warna pada kain sutera yang dicelup dengan ekstrak daun sengon sehingga warna yang dihasilkan akan lebih menyerap pada serat, dan warna yang dihasilkan lebih tajam. Penggunaan konsentrasi tawas yang bervariasi menyebabkan adanya perbedaan warna pada hasil celup. Semakin tinggi konsentrasi tawas dalam larutan dimungkinkan warna yang dihasilkan lebih tajam. Mengingat fungsi dari mordan sendiri sebagai pembangkit warna dalam pencelupan maka kain yang dicelup dengan ekstrak daun sengon mempunyai ketuaan warna dan ketahanan luntur warna yang semakin optimal. Berdasarkan kerangka berfikir tersebut dapat diduga bahwa ada perbedaan kualitas warna kain sutera yang dicelup dengan daun sengon dengan mordan tawas yang berbeda.

34 6. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian. Hipotesis penelitian ini berbunyi sebagai berikut : Ada perbedaan kualitas warna kain sutera yang dicelup dengan ekstrak daun sengon menggunakan mordan tawas yang berbeda konsentrasinya.

35 BAB III METODE PENELITIAN A. Deskripsi Obyek Penelitian Deskripsi adalah gambaran atau paparan dengan kata-kata secara jelas dan teliti (Kamus Besar Bahasa Indonesia,2003:258). Obyek penelitian adalah sasaran yang diteliti ( Kamus Besar BI, Balai Pustaka : 2003 ), sedangkan penelitian adalah kegiatan pengumpulan persoalan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji hipotesis untuk mengembangkan ( KBBI, Balai Pustaka : 2003:1163 ). Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Daun Sengon Daun sengon diperoleh dari pohon sengon yang mempunyai nama lain Albizia Falcataria. Daun sengon yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai cirri-ciri warna hijau tua dan belum menguning, daun agak kaku dan masih segar. Daun sengon ini diambil dari perkebunan sengon yang berada di desa Mekarsari, Ampel, Boyolali. Tanaman sengon ini banyak ditanam didaerah Ampel, karena tanaman ini mudah tumbuh dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. 2. Kain Sutera Kain sutera yang digunakan termasuk tenunan rapat, kain sutera ini dibeli dari sebuah toko di kota Solo dengan harga Rp 150.000,00 per potong.

36 3. Tawas Tawas dengan rumus AL 2 (SO 4 ) 3 yang berbentuk blok, berwarna putih kristal dan rasanya asam bila dijilat. Tawas diperoleh dari sebuah toko di pasar Ampel, Boyolali. B. Variable Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu : 1. Variabel Bebas Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah mordan tawas dengan konsentrasi 25gr/l, 50gr/l, 75gr/l, 100 gr/l, 150 gr/l dan 200gr/l. 2. Variabel Terikat Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas warna kain sutera dengan indikator ketuaan warna dan ketahanan luntur tehadap pencucian. 3. Variabel Kontrol Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah variabel pengendali. Variabel yang mengendalikan percobaan supaya mendapat perlakuan yang sama dalam penelitian antara lain: a. Konsentrasi larutan ekstrak daun sengon : 500 gr/l b. Temperatur : 40C c. Waktu Mordanting : 60 menit d. Waktu pencelupan : 60 menit e. Frekuensi pencelupan : 5 pencelupan f. Jenis tawas : AL2 (SO 4 ) 3 g. Jumlah orang yang mewarna/mencelup : 7 orang

37 C. Metode Pendekatan Penelitian Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Dalam pendekatan ini akan diuraikan tentang metode eksperimen, desain eksperimen dan pelaksanaan eksperimen. 1. Metode Eksperimen Metode eksperimen adalah salah satu percobaan yang sistematis dan terencana untuk memperoleh hasil yang dikehendaki. Metode ini diterapkan dalam pembuatan pencelupan kain sutera dengan ekstrak daun sengon dan mordan tawas dengan konsentrasi yang berbeda. 2. Desain Eksperimen Desain eksperimen merupakan langkah-langkah yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan, agar data yang semestinya dapat dikumpulkan sehingga dapat dibawa analisis yang obyektif dan kesimpulan yang berlaku pada permasalahan yang sedang dibahas (Sudjana,2002:1). Eksperimen pada penelitian ini adalah produk kain sutera hasil pencelupan ekstrak daun sengon dengan konsentrasi tawas 0 g/l, 25 g/l, 50 g/l. 75 g/l,100 g/l, 150 g/l dan 200 g/l. Skema desain eksperimen tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini : Tabel 3.1 Desain Eksperimen Pengujian Konsentrasi Mordan 0 g/l 25 g/l 50 g/l 75 g/l 100 g/l 150 g/l 200 g/l Ketuaan warna Ketahanan luntur terhadap pencucian

38 D. Langkah-langkah Eksperimen Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yaitu membandingkan hasil pewarnaan yang meliputi ketuaan warna dan ketahanan luntur warna, akibat pencelupan. Langkah-langkah eksperimen kain sutera dengan ekstrak daun sengon adalah sebagai berikut gambar 7 : Langkah langkah Eksperimen Pencelupan Kain Sutera Gambar 7. Bagan Langkah-langkah Eksperimen Pencelupan Kain Sutera Persiapan Pemilihan daun sengon Kain Sutera Ekstraksi Proses pemasakan kain Pencelupan Pengujian hasil pencelupan Kualitas ketuaan warna Kualitas ketahanan luntur terhadap Analisis data Hasil

39 1. Persiapan Ekstrak Daun Sengon menjadi Pewarna Alam a. Alat 1) Timbangan 2) Gelas ukur 3) Baskom 4) Kain penyaring 5) Pengaduk 6) Panci stainless 7) Kompor 8) Alat untuk menumbuk daun b. Bahan 1) Daun sengon 2) Air c. Ekstraksi Daun Sengon 1) Menyiapkan daun sengon yang sudah dipilih. 2) Memisahkan daun sengon dari tangkainya. 3) Mencuci daun sengon untuk menghilangkan kotoran, tiriskan tunggu sampai airnya kering. 4) Setelah kering daun sengon ditimbang dengan berat 500 gr/l air. 5) Menumbuk daun sengon sampai halus. 6) Setelah selesai ditumbuk kemudian diberi air 1 liter per 500gr daun sengon sambil diremas-remas, setelah itu disaring diatas kain penyaring untuk diambil ekstraknya.

40 7) Ekstrak daun sengon yang masih mentah kemudian direbus sampai mendidih dan didinginkan (diendapkan selama 1 malam). 8) Ekstrak daun sengon yang sudah mengendap kemudian disaring lagi sampai benar-benar bersih.. 9) Ekstrak daun sengon siap digunakan untuk mencelup kain sutera. 2. Pemasakan Kain Sutera a. Alat 1) Panci stainless 2) Pengaduk 3) Kompor 4) Ember b. Bahan 1) Kain sutera 2) Soda abu 3) Air c. Proses pemasakan kain sutera Kain sutera dimasukkan dalam larutan air sebanyak 2 liter yang ditambah dengan soda abu 2 gram dengan suhu 60C selama 30 menit sambil diaduk-aduk. Kain diangkat selanjutnya dibilas dengan air panas kemudian terakhir dibilas dengan air dingin sampai bersih dan diangin-anginkan ditempat yang teduh. 3. Proses Pembuatan Larutan Tawas a. Alat 1) Alat untuk menumbuk

41 2) Ayakan 3) Loyang atau baki 4) Baskom 5) Pengaduk 6) Penyaring 7) timbangan b. Bahan 1) Tawas dengan konsentrasi 25gr, 50gr, 75gr, 100gr, 150gr dan 200gr 2) Air c. Proses pembuatan larutan tawas Tawas ditumbuk sampai halus dan diayak supaya mudah larut, selanjutnya ditimbang sesuai dengan konsentrasi masing-masing. Tawas yang sudah ditimbang masing-masing dimasukkan dalam baskom untuk dilarutkan dan diberi air masing-masing 1 liter. Setelah tawas larut kemudian disaring untuk membersihkan kotorannya dan dimasukkan dalam loyang, siap dipakai untuk mordanting. 4. Pencelupan Kain Sutera dengan Pewarna Ekstrak Daun Sengon a. Proses Mordanting 1) Kain sutera yang sudah dimasak direndam dalam larutan tawas selama 60 menit, setelah 60 menit angkat dan angin-anginkan sampai kering.

42 2) Setelah kering bilas dengan air dingin kemudian dicelup dengan pewarna daun sengon. b. Proses Pencelupan Kain Sutera dengan Ekstrak Daun Sengon 1) Menyiapkan baki dan ekstrak daun sengon dan kain sutera yang sudah dimordanting. 2) Masukkan kain sutera yang sudah dimordan kedalam loyang ekstrak daun sengon selama 1 jam sambil dibolak-balik supaya ekstrak daun sengon dapat menyerap secara merata kedalam kain. 3) Kain yang sudah dicelup kemudian dibilas dengan air, agar sisa ekstrak dapat hilang. 4) Kain sutera yang sudah dicelup kemudian dijemur ditempat yang teduh tanpa bantuan sinar matahari. 5. Pengujian Pengujian dilakukan untuk mengetahui hasil eksperimen yaitu pengujian ketuaan warna secara laboratories dan pengujian katahanan luntur warna terhadap pencucian secara laboratories yaitu dengan gray scale dan staining scale. E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan ( Mohammad Nazir, 2003:174 ).

43 Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian kualitas warna yang terdiri dari ketuaan warna dan ketahanan luntur pada kain sutera dengan pewarna ekstrak daun sengon menggunakan mordan tawas. 1. Metode Pengujian Ketuaan Warna Pelaksanaan uji ketuaan warna dengan uji laboratorium Spectrophotometer (UV-PC). Cara uji ketuaan warna (Refleksi = R%) (menggunakan program UV-PC model IRS). Langkah kerja alat: a. Pertama menghidupkan computer yang sudah diisi dengan program UV-PC diklik 2 kali, kemudian hidupkan mesin UV-PC supaya konek dengan computer, lalu b. Membuka menu CONFIGURE pilih PC CONFIGURE keluar menu dan diisi jenis printernya yang dipakai lalu klik OK. c. Membuka menu CONFIGURASI pilih UTILITAS keluar menu UV-PC pilih ON (artinya : didalam UV-PC lampu sinar harus menyala semua) lalu diklik OK, tunggu sampai lampu tanda warna hijau menyala semua 15 menit, kemudian baru klik OK. d. Membuka CONFIGURASI pilih PARAMETER keluar menu dan diisi, umpama pilih (R% untuk mencari uji ketuaan warna) Ring grafiknya diisi, untuk kolom star didisi 780 nm dan untuk kolom Finis diisi 380 nm, lalu di OK.

44 e. Kalibrasi grafik, kain yang asli ukuran 5 5 cm dijepit dan masukkan ke UV-PC kemudian klik BASELINE ditunggu sampai menunjukkan angka 380 nm. f. Awal uji kain yang asli untuk standar, lalu masukkan sampel kain yang sudah diwarnai yang akan diuji dengan ukuran 5 5 cm dijepit dan dimasukkan ke dalam UV-PC lalu klik STAR tunggu sampai keluar menu file name, kemudian kolom 1 diberi nama sample dan kolom 2 diberi nama mahasiswa lalu diklik OK. g. Kemudian pengujian selanjutnya dengan sampel-sampel kain yang sudah divariasi atau konsentrasi lainnya dan langkahnya seperti diatas, begitu seterusnya. h. Mencari grafik yang belum kelihatan dalam layar monitor buka menu PERSENTASE pilih RADAR. i. Mencari File yang telah diuji buka MANIPULE pilih PEAK PICK di klik keluar menu gambar lalu move ke atas biar kelihatan grafik dan data hasil pengujian. j. Mencari nilai rata ratanya Buka OPTIONS pilih menu FIND VALLEY. k. Nilai yang diambil angka R% urutan yang terakhir, makin kecil nilai R% nya, warna kain makin tua. Cara mengeprint PEAK PICK : Buka OUTPUT pilih menu GRAFIC PLOT di klik langsung keluar data grafiknya.

45 Spesifikasi alat Spectrophometer (UV - PC) : UV-240-PC Cat No : 206-82201-93 Merek SHIMADZU CORPORATION INSTRUCTION MANUAL : ISR-2200 Inetegrating Sphere Attachment for UV-2200 Series (P/N 206-61600) 2. Metode Pengujian Ketahanan Luntur Warna terhadap Pencucian Pelaksanaan uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian perlu memperhatikan beberapa hal antara lain : pereaksi, peralatan, bahan, cara pengujian dan cara evaluasi hasil. a. Pereaksi Pereaksi untuk pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian terdiri dari : 1) Na- 2 CO3 2) Obat pembasah 3) Larutan asam asetat 28% b. Peralatan 1) Lounderometer yaitu alat untuk memutar bejana yang tertutup di dalam pemanas air yang suhunya dapat dikendalikan secara termostatikdengan kecepatan 42 putaran per menit. Alat ini dilengkapi dengan bejana bejana dan kelereng kelereng dari baja tahan karat. 2) Seterika listrik

46 3) Grey scale dan Stanning scale c. Kain Penjepit Bahan untuk menguji ketahanan luntur warna terhadap pencucian adalah 2 helai kain putih masing masing berukuran 5 10 cm dimana yang sehelai sejenis dengan contoh uji yaitu kain sutera dan yang sejenis adalah kain kapas. d. Cara Pengujian Cara pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada suhu 40C adalah sebagai berikut : 1) Bejana diisi dengan 200 ml larutan yang dibuat dari 11 air, 2 gr Na- 2 CO3 , obat pembasah 1 cc dan 10 buah kelereng baja tahan karat. Bejana ditutup rapat dan dipanasi lebih dahulu sampai 40C. 2) Meletakkan bejana tersebut pada tempatnya dengan penutup menhadap keluar. Pemasangan bejana diatur sedemikian rupa sehingga setiap sisi terdiri dari sejumlah bejana yang sama. 3) Alat dijalankan selama 2 menit untuk pemanasan pendahuluan. 4) Alat dihentikan dengan bejana tegak lurus ke atas, tutup bejana dibuka, masukan contoh uji yang telah diremas remas kemudian ditutup kembali. Lounderometer dijalankan selama 45 menit. 5) Mesin dihentikan bejana bejana diambil kemudian isinya dikeluarkan, masing masing contoh uji dicuci 2 kali didalam gelas piala dengan 100 ml larutan asam asetat 0,014 % selama 1

47 menit pada suhu 27C. Cuci lagi didalam 100 ml air pada suhu 27 selama 1 menit, kemudian bahan diperas dengan tangan setelah itu contoh uji dikeringkan dengan cara diseterika pada suhu 135 150C. Data yang diperoleh melalui dua pengujian diatas selanjutnya disajikan pada Tabel 3.2 berikut (halaman 45) untuk dianalisis. Tabel 3.2 Tabel Hasil Uji Coba Eksperimen I Nilai Tahan Luntur Warna dan Ketuan Warna Pengujian Konsentrasi Hasil Tawas Durasi Perlakuan Pencelupan Nilai Kelunturan (Grey Scale) Nilai Penodaan (Staining Scale) Kriteria Tahan Luntur Warna Tanpa tawas 25 gr 50 gr 75 gr 100gr 1 jam 1 jam 1 jam 1 jam 1 jam 5x pencelupan 5x pencelupan 5x pencelupan 5x pencelupan 5x pencelupan 2 2 3 3 3-4 2 2-3 3 3 3-4 2 2-3 3 3 3-4 3-4 4 4 4 4-5 4 3-4 4

4 4 4 4 4 4 4 K C C C CB B B B B B Ketuaan Warna Tanpa tawas 25 gr 50 gr 75 gr 100 gr 1 jam 1 jam 1 jam 1 jam 1 jam 5x pencelupan 5x pencelupan 5x pencelupan 5x pencelupan 5x pencelupan 28,97 % 21,13 % 16,19 % 14,88 % 11,33 % 30,94% 20,64% 15,55% 13,26% 10,01% 32,22 % 20,64 % 17,55 % 13,26 % 10,01 % w.pudar sangat muda w.muda w.tua w.tua danpekat Tabel 3.3 Tabel Hasil Uji Coba Eksperimen II Nilai Tahan Luntur Warna dan Ketuan Warna Pengujian Konsentrasi Hasil Tawas Durasi Perlakuan

Pencelupan Nilai Kelunturan (Grey Scale) Nilai Penodaan (Staining Scale) Kriteria Hasil Tahan Luntur Warna 150 gr 200 gr 1 jam 1 jam 5x pencelupan 5x pencelupan 4 4 4 4 4 4 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 B B B B Ketuaan Warna 150 gr 200 gr 1 jam 1 jam 5x pencelupan 5x pencelupan 9,05 % 7,97 % 9,13% 6,57% 8,13 % 6,86 % w.tua pekat w.sangat tua dan tajam

48 F. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu analisis deskriptif dan uji statistik. Analisis deskriptif untuk mengetahu i gambaran tentang data yang diperoleh yaitu ketuaan warna, perubahan warna dan penodaan warna. Dalam analisis deskriptif ini dapat dilihat dari rata-rata setiap data yang diperoleh. Uji statistik digunakan untuk menguji hipotesis. Uji statistik meliputi analisis varians yang dilanjutkan uji Tukey apabila data berdistribusi normal dan homogen, dan apabila kenormalan data serta homogenitas data tidak terpenuhi maka pengujian hipotesis digunakan statistik non parametrik yaitu Kruskall Wallis digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan hasil pewarnaan dari keempat variasi konsentrasi mordan. 1. Uji Normalitas Data Untuk menguji data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak digunakan statistik Liliefors. Adapun langkah-langkah dalam pengujian ini sebagai berikut : a. Data yang diperoleh diubah terlebih dahulu menjadi skor baku dengan rumus : S Z . - . = 1 1 Keterangan : Z1 = Skor baku .1 = Rata rata S1 = Standar deviasi b. Dihitung peluang untuk setiap bilangan baku yaitu F ( ) ( ) 1 1 Z = P z = Z c. Dihitung proporsi 1 Z , Z 2 , Z 3 .Z n ( ) 1 z = z

49 S(Z1 ) = n BanyaknyaZ Z Z Z Z2 3 11 1 , , ..., = d. Dihitung harga mutlak F ( ) ( ) 1 1 Z - S Z e. Diambil Lo yaitu nilai terbesar dari ( ) ( ) 1 1 F Z - S Z f. Apabila Lo < L tabel, maka data berdistribusi normal ( Sudjana, 2002 : 466-476 ). Perhitungan selanjutnya apabila menggunakan program SPSS release 10.00 apabila diperoleh nilai signifikan > 0.05, dapat disimpulkan data berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Untuk menguji homogenitas data digunakan uji Bartlet dengan rumus sebagai berikut : . { ( ) 2} 1 1 2= ln10 B - S n -1 LogS Dengan Nilai B ditentukan rumus : B = ( ) ( ) 1 1 LogS2 S n Dengan S 2 merupakan varians gabungan yang dinyatakan dengan rumus : S ( ) ( ) 1 1 1 2 2 1 S S = n n S (Sudjana,2002:263) 1, maka dapat dijelaskan bahwa Apabila nilai . 2 p . 2 tabel dengan dk = k data tersebut homogen, atau jika menggunakan program SPSS dinyatakan homogen apabila nilai signifikan > 0.05. 3. Analisis Varians

50 Analisis varians digunakan untuk menguji kesamaan dua rata-rata populasi. Tabel 4. Persiapan Analisis Varians Sumber Variasi DK JK KT F Rata rata 1 Ry R= Ry / 1 Antar kelompok k-1 Ay A = Ay / ( k-l ) Dalam kelompok Sn1 Dy D = Dy / S( 1) 1 n A / D Total Sn 11 Sy 2 (Sudjana,2002:305) Keterangan : Ry = J 2 /S ni Ay = S (ji2 / ni)- Ry Dy = SY 2-Ry - Ay Apabila F hitung > F tabel , atau nilai signifikan < 0.05 maka dapat dijelaskan ada perbedaan yang signifikan. Uji lanjut untuk analisis varians menggunakan uji Tukey dengan nilai pembanding sebagai berikut : Standar Error = jumlah sampel rata - rata jumlah kuadrat error (Bambang Kartika, 1988:87) Kemudian dilanjutkan dengan mencari nilai LSD (Least Significant Difference) dari tabel, nilai LSD ini digunakan untuk mencari nilai pembanding antar sampel. Nilai pembanding (Np) dapat ditentukan dengan rumus: Np = Standart Error x nilai LSD (Bambang Kartika, 1988:91) 4. Analisis Kruskal Wallis

51 Untuk Kruskal Wallis digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yang berbunyi ada perbedaan kualitas warna kain sutera yang dicelup dengan ekstrak daun sengon menggunakan mordan tawas yang berbeda konsentrasinya, dapat dihitung dengan menggunakan rumus : h = ( 1) 12 n n + S= k i i in r 1 2 - 3 (n + 1) Bila h berada dalam wilayah kritik dengan h > tabel . 2 dengan dk = k-1 derajat bebas maka Ho ditolak pada taraf nyata a ; apabila h berada diluar wilayah kritik atau nilai signifikansi < 0.05. U2 = n 1 2 n + 2 ( 1) 2 2 n n + - R 2 Keterangan : n1 = jumlah sampel 1 n 2 = jumlah sampel 2 U1 = jumlah perimgkat 1 U2 = jumlah peringkat 2 R1 = jumlah rangking pada sampel 1 R2 = jumlah rangking pada sampel 2 Kriteria pengujiannya Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan apabila U lebih kecil besar dari U tanel atau nilai signifikansi lebih besar dari 0.05. Uji lanjut untuk analisis Kruskal Wallis menggunakan uji Man Whitney untuk mengetahui perbedaan antar sample dengan rumus sebagai berikut :.

52 U1 = n1 n2 + 1 1 1 2 ( 1) R n n + U2 = n1 n2 + 2 2 2 2 n (n 1) R + Dimana: n1 = jumlah sampel1 n2 = jumlah sampel 2 U1 = jumlah peringkat 1 U2 = jumlah peringkat 2 R1 = jumlah rangking pada sampel n1 R2 = jumlah rangking pada sampel n2

52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini berisi tentang hasil penelitian, pembahasan dan keterbatasan penelitian. 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Kualitas Warna Kain Sutera Beberapa hal yang akan diuraikan dalam sub bab berikut ini adalah deskripsi yang berkaitan dengan kualitas kain sutera dengan atribut mutu ketuaan warna dan ketahanan luntur warna terhadap pencucian, yang dianalisis secara deskriptif. 4.1.1.1 Analisis Deskriptif Ketuaan Warna Kain Sutera Ketuaan warna dari kain sutera dapat di lihat dari hasil uji laboratorium dengan alat spectrophotometer yang memperoleh nilai tembus cahaya dan dinyatakan dalam satuan %. Hasil penilaian tersebut dapat di lihat pada lampiran (halaman 92) dan terangkum pada tabel 4.1 (halaman 52) berikut ini. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Penilaian Ketuaan Warna No. Kosentrasi Larutan Reflektansi (%) Mordan (g/l) Uji I Uji II Uji III Rerata 1 Tanpa tawas 28.97 30.94 32.22 30.71 2 Tawas 25 g/l 21.13 20.64 20.64 20.80 3 Tawas 50 g/l 16.19 15.55 17.55 16.43 4 Tawas 75 g/l 14.88 13.26 13.26 13.80 5 Tawas 100 g/l 11.33 10.01 12.01 11.12 6 Tawas 150 g/l 9.05 9.13 8.13 8.77 7 Tawas 200 g/l 7.97 6.57 6.86 7.13 Sumber : Data Penelitian 2006

53 Secara grafis penilaian ketuaan warna kain sutera yang dicelup menggunakan ekstrak daun sengon dengan bantuan mordan tawas dengan konsentrasi yang berbeda dapat disajikan sebagai berikut: Gambar 4.1 Grafik Nilai Ketuaan Warna Pada Konsentrasi Mordan Tawas berbeda Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi mordan tawas 0 g/l nilai reflektansi sebesar 30,71% sedangkan pada penambahan mordan tawas hingga 200 g/l, nilai reflektansinya dapat mencapai 7,13 %. Secara umum dapat dijelaskan bahwa seiring dengan bertambahnya konsentrasi mordan tawas akan meningkatkan ketuaan warna kain sutera ditunjukkan dari nilai persentase reflektansi yang semakin kecil. 4.1.1.2 Analisis Deskriptif Ketahanan Luntur Warna terhadap Pencucian Hasil pengujian terhadap ketahanan luntur warna dapat di lihat dari perubahan warna (grey scale) dan penodaan warna (staining scale) dalam satuan Colour Difference (CD). Rata-rata grey scale kain sutera dapat di lihat pada lampiran (halaman 93) dan terangkum pada tabel 4.2 (halaman 54). 30,71 20,80 13,80 11,12 8,77 7,13 16,43 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 0 25 50 75 100 150 200 Kosentrasi Tawas (gr/l) Reflektansi (R) (%)

54 Tabel 4.2 Rata-rata Grey Scale Kain sutera No. Kosentrasi Larutan Mordan (g/l) Nilai CD Tahan Luntur Kriteria 1 Tanpa tawas 6.0 2 Kurang 2 Tawas 25 g/l 4.8 2-3 Kurang 3 Tawas 50 g/l 3.0 3 Cukup 4 Tawas 75 g/l 3.0 3 Cukup 5 Tawas 100 g/l 2.1 3-4 Cukup baik 6 Tawas 150 g/l 2.1 3-4 Cukup baik 7 Tawas 200 g/l 2.1 3-4 Cukup baik Data Penelitian 2006 Secara grafis penilaian perubahan warna kain sutera yang dicelup menggunakan ekstrak daun sengon dengan bantuan mordan tawas dengan konsentrasi yang berbeda dapat disajikan sebagai berikut: Gambar 4.2 Grafik Nilai Perubahan Warna Pada Konsentrasi Mordan Tawas berbeda Berdasarkan gambar 4.2 (halaman 54) terlihat bahwa dengan bertambahnya konsentrasi mordan tawas, nilai perubahan warnanya semakin berkurang atau kualitas semakin meningkat. Penggunaan 6,0 4,8 3,0 2,1 2,1 2,1 3,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 0 1 2 3 4 5 6 Kosentrasi Tawas (g/l) Nilai Perubahan Warna (CD)

55 konsentrasi larutan mordan tawas 0 g/l dan 25 g/l kualitas perubahan warnanya dalam kategori kurang, pada konsentrasi larutan mordan tawas 50 g/l dan 75 g/l kualitas perubahan warnanya dalam kategori cukup sedangkan pada konsentrasi larutan mordan tawas 100 g/l, 150 g/l dan 200 g/l kualitas perubahan warnanya dalam kategori cukup baik. Rata-rata staining scale atau nilai penodaan warna kain sutera dapat di lihat pada lampiran (halaman 93) dan terangkum pada tabel 4.3 (halaman 55). Tabel 4.3 Rata-rata Staining Scale Kain sutera No. Kosentrasi Larutan Mordan (g/l) Nilai CD Tahan Luntur Kriteria 1 Tanpa tawas 4.5 3-4 Cukup baik 2 Tawas 25 g/l 4.5 3-4 Cukup baik 3 Tawas 50 g/l 4.0 4 Cukup baik 4 Tawas 75 g/l 4.0 4 Cukup baik 5 Tawas 100 g/l 3.3 4 Cukup baik 6 Tawas 150 g/l 2.0 4-5 Baik 7 Tawas 200 g/l 2.0 4-5 Baik Sumber : Data Penelitian 2006 Secara grafis penilaian penodaan warna kain sutera yang dicelup menggunakan ekstrak daun sengon dengan bantuan mordan tawas dengan konsentrasi yang berbeda dapat disajikan sebagai berikut gambar 4.3 (halaman 56):

56 Gambar 4.3 Grafik Nilai Penodaan Warna Pada Konsentrasi Mordan Tawas Berbeda Berdasarkan gambar 4.3 di atas terlihat bahwa dengan bertambahnya konsentrasi mordan tawas, nilai penodaan warnanya semakin berkurang atau kualitas semakin meningkat. Pada konsentrasi larutan mordan tawas 0 g/l sampai 100 g/l kualitas perubahan warnanya dalam kategori cukup baik sedangkan pada konsentrasi larutan mordan tawas 150 g/l hingga 200 g/l kualitas perubahan warnanya dalam kategori baik. 4.1.2 Analisis Statistik Analisis statistik parametrik dapat digunakan apabila data berdistribusi normal dan homogen. 4.1.2.1 Uji Normalitas Hasil uji normalitas berdasarkan output SPSS release 11.5 dapat dilihat pada lampiran (halaman 95) dan terangkum pada tabel 4.5 (halaman 57) berikut. 4,5 4,5 4,0 3,3 2,0 2,0 4,0 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 0 1 2 3 4 5 6 Kosentrasi Tawas (g/l) Nilai Penodaan Warna (CD)

57 Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas No Data Kolmogorov Smirnov Prob. Ket 1 2 3 Ketuaan warna Grey Scale Staining scale 0,139 0,294 0,336 0,200 0,000 0,000 Normal Tidak normal Tidak normal Sumber : Analisis Data Penelitian 2006 Berdasarkan tabel 4.5 tersebut di atas, nilai probabilitas dari ketuaan warna lebih besar dari 0,05, sedangkan grey scale dan staining scale kurang dari 0,05, berarti ketuaan warna tersebut berdistribusi normal sedangkan , grey scale dan staining scale tidak berdistribusi normal. 4.1.2.2 Uji Homogenitas Hasil uji homogenitas data dapat di lihat pada lampiran (halaman 95) dan terangkum pada tabel 4.6 (halaman 57) berikut ini. Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data No Data F Probabilitas Ket 1 Ketuaan warna 1,411 0,278 >0,05 Homogen 2 Grey Scale 16,000 0,000< 0,05 Tidak homogen 3 Staining scale 10,760 0,000< 0,05 Tidak homogen Sumber : Analisis Data Penelitian 2006 Berdasarkan tabel 4.6 (halaman 57) tersebut, tampak bahwa nilai probabilitas untuk ketuaan warna lebih besar dari 0,05 sedangkan grey scale dan staining scale kurang dari 0,05, berarti ketuaan warna homogen, sedangkan grey scale dan staining scale tidak homogen, maka kedua data ini dianalisis dengan statistik non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis.

58 4.1.3 Analisis Perbedaan Kualitas Warna Kain Sutera yang Dicelup Menggunakan Daun Sengon dengan Bantuan Mordan Tawas Perbedaan pemakaian mordan tawas terhadap hasil pewarnaan kain sutera dengan ekstrak daun sengon digunakan analisis varians (satu arah) dan analisis Kruskal Wallis. Analisis varians digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan data ketuaan warna yang berdistriubusi normal dan homogen sedangkan analisis Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan data grey scale dan staining scale yang tidak berdistribusi normal dan tidak homogen. 4.1.3.1 Analisis Perbedaan Ketuaan Warna Akibat Pemakaian Konsentrasi Mordan Tawas yang Berbeda Hasil analisis dapat dilihat dari besarnya nilai F hitung dan probabilitasnya. Apabila nilai probabilitas kurang taraf kesalahan (a = 0.05), maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada perbedaan yang signifikan. Hasil analisis varians data ketuaan warna tersebut dapat dilihat pada lampiran (halaman 96) dan terangkum pada tabel 4.7 (halaman 58) berikut. Tabel 4.7 Hasil Analisis Varians Ketuaan Warna Kain Sutera Menggunakan Ekstrak Daun Sengon dengan Mordan Tawas Sumber Variasi Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1193.166 6 198.861 211.963 .000 Within Groups 13.135 14 .938 Total 1206.301 20 Sumber : Analisis Data Penelitian 2006

59 Berdasarkan tabel 4.7 (halaman 58) di atas, terlihat bahwa ada perbedaan ketuaan warna kain sutera yang dicelup dengan daun sengon menggunakan mordan tawas yang berbeda. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis varians yang memperoleh F hitung sebesar 211,963, dengan probabilitas 0,000 < 0,05. 4.1.3.2 Analisis Perbedaan Tahan Luntur Warna Akibat Pemakaian Konsentrasi Mordan Tawas yang Berbeda Ketahanan luntur warna terhadap pencucian dapat di lihat dari perubahan warna (grey scale) dan penodaan warna (staining scale). Perbedaan perubahan warna kain sutera yang dicelup ekstrak daun sengon menggunakan mordan tawas diuji dengan analisis nonparametrik (Kruskal Wallis) yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran (halaman 99) dan terangkum pada tabel 4.8 (halaman 59) berikut ini : Tabel 4.8 Hasil Analisis Kruskal Wallis Ketahanan Luntur Warna Kain Sutera Menggunakan Ekstrak Daun Sengon dengan Mordan Tawas Indikator .2 Prob. Ket Grey scale 19,825 0,003 Signifikan Staining Scale 15,806 0,015 Signifikan Sumber : Analisis Data Penelitian 2006 Berdasarkan tabel 4.8 di atas, menunjukkan bahwa hasil uji Kruskal Wallis perubahan warna kain sutera diperoleh nilai chi square 19.825 dengan probabilitas 0,003 < 0,05 berarti ada perbedaan yang signifikan dalam perubahan warna kain sutera dari hasil pencelupan menggunakan ekstrak daun sengon dengan konsentrasi mordan tawas yang berbeda. Semakin banyak konsentrasi mordan yang digunakan maka nilai

60 perubahan warnanya akan menjadi semakin baik karena warna yang dihasilkan tidak mudah berubah atau tahan lunturnya menjadi semakin kuat. Uji Kruskal Wallis penodaan warna kain sutera diperoleh nilai chi square 15,806 dengan probabilitas 0,015 < 0,05 berarti ada perbedaan penodaan warna kain sutera yang signifikan dari hasil pencelupan menggunakan ekstrak daun sengon dengan konsentrasi mordan tawas yang berbeda. Semakin tinggi konsentrasi mordannya maka nilai penodaan warnanya akan menjadi semakin baik karena warna yang dihasilkan menjadi semakin tua dan semakin kuat dan tidak mudah menodai kain putih. 4.1.4 Analisis Perbedaan Antar Sampel Analisis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan antar sampel digunakan uji Tukey untuk data ketuaan warna dan uji Mann Whitney untuk data gray scale dan staining scale. Apabila hasil pengujian dengan program SPSS release 11.5 memperoleh nilai probabilitas kurang dari taraf kesalahan (a = 0.05), berarti ada perbedaan yang signifikan dari tiap-tiap sampel. 4.1.4.1 Uji Tukey Ketuaan Warna antar Sampel Hasil uji Tukey untuk data ketuaan warna dari masing-masing sampel dapat dilihat pada lampiran (halaman 97) dan terangkum pada tabel 4.9 (halaman 61) berikut.

61 Tabel 4.9 Hasil Uji Tukey Ketuaan Warna Pasangan Perbedaan Mean Probabilitas Kriteria 0 g/l-25 g/l 0 g/l-50 g/l 0 g/l-75 g/l 0 g/l-100 g/l 0 g/l-150 g/l 0 g/l-200 g/l 9.907 14.280 16.910 19.593 21.940 23.577 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan 25 g/l-50 g/l 25 g/l-75 g/l 25 g/l-100 g/l 25 g/l-150 g/l 25 g/l-200 g/l 4.373 7.003 9.687 12.033 13.670 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan 50 g/l-75 g/l 50 g/l-100 g/l 50 g/l-150 g/l 50 g/l-200 g/l 2.630 5.313 7.660 9.297 0.059 0.000 0.000 0.000

Tidak signifikan Signifikan Signifikan Signifikan 75 g/l-100 g/l 75 g/l-150 g/l 75 g/l-200 g/l 2.683 5.030 6.667 0.052 0.000 0.000 Tidak signifikan Signifikan Signifikan 100 g/l-150 g/l 100 g/l-200 g/l 2.347 3.983 0.109 0.003 Tidak signifikan Signifikan 150 g/l-200 g/l 1.637 0.418 Tidak signifikan Sumber : Analisis Data Penelitian 2006 Berdasarkan tabel hasil uji Tukey pada tabel 4.9 tersebut di atas terlihat bahwa antara penggunaan konsentrasi mordan tawas yang berbeda menghasilkan ketuaan yang berbeda signifikan, dengan probabilitas yang lebih kecil dari 0.05 kecuali penggunaan mordan tawas 150 g/l dengan 200 g/l yang menghasilkan ketuaan warna relatif sama, karena probabilitas lebih besar 0,05. Pada pemakaian konsentrasi tawas 50 g/l dengan 75 g/l, 75 g/l dengan 100 g/l dan 100 g/l dengan 150 g/l juga menghasilkan ketuaan warna yang relatif sama dan tidak sgnifikan karena probabilitasnya lebih besar dari 0.05. Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi tawas yang di pakai maka

62 nilai ketuaan warnanya semakin bagus namun di sini ada titik atau puncak kepekatan warna yaitu pada konsentrasi 150 g/l. Pemakaian konsentrasi tawas diatas 150 g/l sudah tidak menunjukkan tingkat ketuaan warna, meskipun ditambah konsentrasi tawasnya maka hasilnya akan tetap sama tidak berubah. 4.1.4.2 Uji Perbedaan Perubahan Warna (Grey Scale) antar Sampel Hasil uji Mann Whitney untuk data perubahan warna dari masing-masing sampel dapat dilihat pada lampiran (halaman 100-110) dan terangkum pada tabel 4.10 (halaman 62) berikut. Tabel 4.10 Hasil Uji Mann Whitney Perubahan Warna Pasangan Nilai U Probabilitas Kriteria 0 g/l-25 g/l 0 g/l-50 g/l 0 g/l-75 g/l 0 g/l-100 g/l 0 g/l-150 g/l 0 g/l-200 g/l 1,500 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,144 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 Tidak signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan 25 g/l-50 g/l 25 g/l-75 g/l 25 g/l-100 g/l 25 g/l-150 g/l 25 g/l-200 g/l 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,034 0,034 0,034 0,034 0,034 Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan 50 g/l-75 g/l 50 g/l-100 g/l 50 g/l-150 g/l

50 g/l-200 g/l 0,000 0,000 0,000 0,000 0,025 0,025 0,025 0,025 Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan 75 g/l-100 g/l 75 g/l-150 g/l 75 g/l-200 g/l 0,000 0,000 0,000 0,025 0,025 0,025 Signifikan Signifikan Signifikan 100 g/l-150 g/l 100 g/l-200 g/l 4,500 4,500 1,000 1,000 Tidak signifikan Tidak signifikan 150 g/l-200 g/l 4,500 1,000 Tidak signifikan Sumber : Analisis Data Penelitian 2006 Berdasarkan tabel hasil uji Mann Whitney tersebut di atas terlihat bahwa antara penggunaan konsentrasi mordan tawas yang

63 berbeda menghasilkan perubahan warna (gray scale) yang berbeda signifikan, dengan probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 kecuali penggunaan mordan tawas 100 g/l,150 g/l dan 200 g/l yang menghasilkan perubahan warna relatif sama, karena probabilitas lebih besar 0,05. 4.1.4.3 Uji Perbedaan Penodaan Warna (Staining Scale) antar Sampel Hasil uji Mann Whitney untuk penodaan warna dari masingmasing sampel dapat dilihat pada tabel pada lampiran (halaman 97-107) dan terangkum pada tabel 4.11 (halaman 63) berikut. Tabel 4.11 Hasil Uji Mann Whitney Penodaan Warna Pasangan Nilai U Probabilitas Kriteria 0 g/l-25 g/l 0 g/l-50 g/l 0 g/l-75 g/l 0 g/l-100 g/l 0 g/l-150 g/l 0 g/l-200 g/l 4,500 3,000 3,000 2,000 0,000 0,000 1,000 0,317 0,317 0,197 0,034 0,034 Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Signifikan Signifikan 25 g/l-50 g/l 25 g/l-75 g/l 25 g/l-100 g/l 25 g/l-150 g/l 25 g/l-200 g/l 3,000 3,000 2,000 0,000 0,000 0,317 0,317 0,197 0,034 0,034 Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Signifikan Signifikan 50 g/l-75 g/l 50 g/l-100 g/l 50 g/l-150 g/l

50 g/l-200 g/l 4,500 3,000 0,000 0,000 1,000 0,317 0,025 0,025 Tidak signifikan Tidak signifikan Signifikan Signifikan 75 g/l-100 g/l 75 g/l-150 g/l 75 g/l-200 g/l 3,000 0,000 0,000 0,317 0,025 0,025 Tidak signifikan Signifikan Signifikan 100 g/l-150 g/l 100 g/l-200 g/l 1,500 1,500 0,114 0,114 Tidak signifikan Tidak signifikan 150 g/l-200 g/l 4,500 1,000 Tidak signifikan Sumber : Analisis Data Penelitian 2006

64 Berdasarkan tabel 4.11 hasil uji Mann Whitney tersebut di atas terlihat bahwa pencelupan dengan selisih konsentrasi tawas antara 0 g/l samapi dengan 75 g/l dapat menghasilkan pencelupan yang tidak signifikan karena tingkat penodaan warnanya lebih dari 0,05 dan tingkat penodaan warnanya sama. Pemakaian konsentrasi tawas lebih dari 75 g/l terlihat penodaan warnanya sangat mencolok. 4.2 Pembahasan Proses pewarnaan adalah terjadinya penyerapan zat warna ke dalam bahan. Kondisi pewarnaan yang baik dimana pada saat konsentrasi pencampuran larutan, baik itu zat warna yang menggunakan zat zat pembantu dan proses yang tepat maka akan menghasilkan warna yang baik. Proses pewarnaan dapat dikatakan berhasil apabila terjadi keseimbangan antara masuknya zat warna kedalam bahan secara maksimum. Keseimbangan pada proses pewarnaan tergantung dari beberapa faktor diantaranya yaitu suhu larutan celup, pengadukan dan gerakan pada pencelupan, keadaan bahan yang diwarnai, konsentrasi larutan celup dan PH larutan celup. Ekstrak daun sengon merupakan pewarna alami yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna kain sutera. Ekstrak daun sengon tersebut hanya dapat menimbulkan warna hijau muda dan mudah luntur. Pada pemakaian selanjutnya perlu penambahan mordan yang berfungsi sebagai penguat dan pengikat warna. Tawas merupakan salah satu mordan yang dipakai sebagai penguat pada pewarnaan kain dengan ekstrak daun sengon. Tawas berupa kristal putih gelap, tembus cahaya, rasanya agak asam kalau

65 dijilat, bersifat menguatkan warna tetapi juga dapat digunakan sebagai penjernih air keruh, walaupun tawas berupa zat warna sintetis, tawas tidak mengandung racun dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Secara sederhana tawas sering digunakan sebagai obat untuk penghilang bau badan dan sariawan, karena pH 9 derajat keasaman yang rendah yaitu 8 mendekati normal maka penggunaan tawas dalam proses pencelupan kain sutera tidak akan berpengaruh negatif terhadap kulit. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pemakaian konsentrasi tawas yang berbeda terhadap ketuaan warna kain sutera. Semakin tinggi konsentrasi tawas yang digunakan, akan menghasilkan warna kain sutera yang semakin tua. Hal ini disebabkan karena konsentrasi larutan tawas yang semakin tinggi akan memperbesar molekulmolekul zat warna terserap ke dalam kain. Kenyataan tersebut didukung pendapat Rasyid Djufri (1978: 91) yang menyatakan bahwa penyerapan zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi keseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau yang lainnya seperti tawas perlu ditambahkan kedalam larutan agar diperoleh warna yang dikehendaki. Selain ditinjau dari ketuaan warna, kualitas warna hasil pencelupan juga ditinjau dari ketahanan luntur warna terhadap pencucian. Secara umum dengan adanya penambahan konsentrasi tawas, nilai perubahan warnanya terhadap pencucian menurun atau ketahanan luntur warna semakin baik. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasinya, maka persentase molekul zat

66 warna yang diikat serat kain bertambah, atau zat warna yang terikat pada serat mempunyai berat molekul yang lebih besar, dan daya afinitasnya bertambah sehingga ketahanan lunturnya semakin baik. Berdasarkan hasil uji Tukey, penggunaan konsentrasi tawas yang berbeda, menghasilkan perbedaan ketuaan warna yang berbeda signifikan kecuali untuk konsentrasi 150 g dengan 200 g. Secara umum dapat dijelaskan bahwa seiring dengan penambahan konsentrasi tawas hingga 150 g, maka ketuaan warna yang dihasilkan semakin meningkat secara signifikan sedangkan pada konsentrasi lebih dari 150 g sudah tidak menunjukkan adanya peningkatan ketuaan warna yang signifikan. Dalam arti dengan penambahan konsentrasi tawas diatas 150 g/l warna yang dihasilkan akan tetap sama karena konsentrasi tawas 150 g merupakan titik kesetimbangan atau puncak kejenuhan dari pemakaian konsentrasi tawas dalam proses pencelupan ini. untuk lebih jel