DM
-
Upload
sivanes-munishan -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
description
Transcript of DM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu
yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin (PERKENI 2006).
Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis
ataupenyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih
merupakan kumpulan gejala yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan oleh
adanya peningkatan glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupunrelatif (Suyono, 2005).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulinatau kedua-duanya(Sudoyo,Aru W,2006).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala
lapisan umur dan sosial ekonomi(Shahab,Alwi, 2006).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
melitusmerupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemiayang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.
2.2 Insiden dan Prevalensi
Insiden ulkus kaki diabetik 2-3% dan prevalensi 4-10%, pria lebih sering dari wanita. Distribusi usia jarang dijumpai pada usia 40-49 tahun dan terbanyak pada usia di atas 60 tahun. Suatu studi di Eropa, mendapatkan prevalensi ulkus KD 3% pada usia <50 tahun dan 7% pada usia ≥ 60 tahun serta 14% pada usia ≥ 80 tahun.
2.3 Patogenesis
Terdapat tiga faktor sebagai latar belakang /yang berperan untuk terjadinya
KD yaitu : angiopati, neuropati, dan infeksi. Untuk mempermudah pengertian, di
bawah ini dapat dilihat bagan dan faktor – faktor tersebut.
Penyakit Pembuluh Darah Periferal
Penyakit pembuluh darah periferal pada penderita diabetes disebabkan oleh
aterosklerosis dan disebut juga dengan aterosklerosis obliterans sering menimbulkan
berbagai keluhan. Aterosklerosis yang terjadi bersifat multisegmental dapat mengenai
bagian proksimal maupun distal kedua tungkai, pada usia lebih muda dan lebih
progresif. Perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama. Penyakit pembuluh
darah peripferal menyebabkan terganggunya suplai oksigen ke sel-sel atau jaringan,
transportasi zat makanan, transportasi antibiotik ke tempat lesi yang terinfeksi, fungsi
berbagai mediator hingga kematian sel atau jaringan, sehingga menghambat
penyembuhan luka.
Penyakit pembuluh darah sering dijumpai pada penderita DM tipe 2 yaitu 8%
saat diagnose diabetes ditegakkan dan 15% setelah menderita diabetes 10 tahun serta
45% setelah menderita diabetes 20 tahun. Pada penderita DM, penyakit pembuluh
darah dapat mengenai pembuluh darah kecil (mikroangiopati) yang cenderung
menyebabkan stroke, infark miokardial serta penyakit pembuluh darah periferal.
Gangguan pembuluh darah yang terjadi umumnya disebabkan oleh berbagai proses
seperti penebalan basement membrane, peningkatan viskositas plasma, agregasi dan
adhesi platelet, deposit selsel otot polos, lemak, kolesterol, dan kalsium menimbulkan
mikrotrombi yang mengenai arteri-arteri kecil, arteriol, dan kadang kalsium
menimbulkan mikrotrombi yang mengenai arteri-arteri kecil, arteriol kadang kalsium
venula dan akhirnya menimbulkan penyumbatan.
Pembuluh darah yang sering terkena gangguan adalah pembuluh darah
dibawah lutut seperti arteri peronealis, tibialis serta cabang-cabangnya. Pembuluh
darah yang lain adalah arteri femoralis, iliaka, dan aorta.
Gambaran klinis dapat berupa klaudikasio intermiten, kaki yang dingin, nyeri
nocturnal, nyeri
menetap waktu istirahat dan berkurang bila tungkai terjungkai, tak teraba denyut
arteri, terlambatnya pengisian vena setelah elevasi tungkai. Faktor resiko selain DM,
yang merupakan factor resiko utama adalah hipertensi, merokok, dislipidemia, usia,
dan genetik.
Berdasarkan gejala dan tanda-tanda penyakit pembuluh darah periferal dapat
dibagi menjadi 4 stadium, yaitu L stadium I : asimtomatik, stadium II : klaudikasio
intermiten, stadium III : nyeri waktu istirahat, dan stadium IV : gangren.
Diagnosa penyakit pembuluh darah periferal dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan fisik kaki, maupun melalui pemeriksaan khusus.
1. Pemeriksaan fisik kaki
Perubahan bentuk kaki, edema, kulit kaki yang menipis, berkilat dingin,
hilangnya bulu terutama pada tungkai dan punggung kaki, jaringan subkutaneus yang
atrofi, kuku menebal, denyutan arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis
melemah atau menghilang, dijumpai tanda-tanda infeksi. Pada yang lebih berat
dijumpai ulserasi, gangren, dan osteomyelitis.
Terdapat 3 tanda yang signifikan yang menunjukkan telah terjadi insufisiensi
vaskuler yaitu pertama, bila posisi tungkai menggantung terjadi warna merah
(dependent rubor), kedua, terjadi perubahan warna kaki menjadi pucat bila posisi kaki
ditinggikan (pallor on elevation). Ketiga, adanya pemanjangan masa pengisian vena
dan kapiler.
Pemeriksaan tungkai dilakukan dengan posisi penderita terlentang, kaki
dinaikkan 45o dan dipertahankan sampai dengan salah satu kaki berubah warna
menjadi pucat, kemudian penderita didudukan lurus dengan posisi kedua kaki dalam
keadaan tergantung, lalu dilakukan pengukuran pengisian vena dan kapiler. Normal
15-25 detik, iskemik berat 25-40 detik sangat berat lebih dari 40 detik.
2. Pemeriksaan Khusus
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan diantaranya, Angiografi, Doppler
Ultrasonik, Platismografi (pulse volume recording), Oksimetri ranskutan, Doppler
Laser, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
2.1.Angiografi
Merupakan pemeriksaan standar baku emas yang bersifat invasive untuk
mengetahui adanya oklusi, posisi dan luasnya oklusi serta mempermudah tindakan
bedah vaskuler yang dilakukan. Tindakan invasive ini mudah terjadi thrombus
sehingga tidak dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostik rutin.
2.2.Doppler Ultrasonik
Pemeriksaan dengan mengirimkan gelombang ultrasonic ke pembuluh darah
yang diperiksa. Apabila gelombang melanggar objek yang bergerak seperti eritrosit,
gelombang akan dipantulkan kembali ke Doppler dengan frekwensi yang berbeda
sesuai dengan efek Doppler. Alat Doppler dipakai juga untuk pemeriksaan Ankle
Brachial Pressure Index (ABPI), yaitu rasio tekanan darah sistolik di pergelangan
kaki dengan tekanan sistolik di pergelangan tangan. Nilai ABPI normal 0,9-1,1.
Diagnosa PVP tegak bila nilainya 0,5-0,9, dikatakan berat jika nilainya < 0,5. Bila
tekanan pergelangan kaki < 50 mmHg, ABPI < 0,26 merupakan resiko besar untuk
kehilangan kaki.
2.3. Pletismografi / Pulse volume recording
Dilakukan bila tekanan ABPI tingi diatas nilai normal atau terdapat kesulitan
mendapatkan pulsasi arteri di dorsalis pedis dengan Doppler. Dengan alat ini akan
direkam perubahan-perubahan volume darah yang diukur segmen persegmen. Oklusi
dalam pembuluh darah akan memberikan gambaran gelombang yang khas pada
segmen yang diukur.
2.4.Oksimetri TranskutanDasar pemeriksaannya adalah dengan dijumpainya perbedaan pada tekanan
partial oksigen transkutan di daerah tungkai dan di daerah badan, alat ini dapat
mengetahui perfusi ke tungkai secara kuantitatif.
2.5. Doppler Laser
Mengukur secara kuantitatif kecepatan aliran di pembuluh-[embuluh darah
kulit pada tungkai.
2.6.Magnetic Resonance Imaging
Digunakan untuk menilai pembuluh darah, mengevaluasi pembedahan arteri dan
morfologi dinding pembuluh darah.
Pengobatan
Macam pengobatan pada umumnya tergantung pada stadiumnya, namun yang
utama adalah pengendalian kadar gula darah, hipertensi dan dislipidemi. Pengobatan
pada stadium I : mengurangi faktor resiko, stadium II : mengurangi faktor resiko,
perubahan gaya hidup, dan terapi farmakologi dengan obat vasoaktif dan anti
agregasi trombosit, Stadium III/IV : sudah harus dipikirkan tindakan operatif.
2. Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik (ND) adalah didapati tanda dan gejala disfungsi dari saraf
perifer pada penderita DM setelah penyebab lain disingkirkan. ND terjadi akibat
adanya lesi kronik pada saraf tepi. Di Amerika Serikat, prevalensi ND 10-20% saat
didiagnosis DM ditegakkan dan meningkat menjadi 50% setelah lebih dari 25 tahun
menderita DM. Beberapa studi menyebutkan prevalensi 30% untuk semua pasien
DM. Neuropati dikatakan juga sebagai penyebab utama pasien menjalani rawat inap
di rumah sakit dan menjalani amputasi di luar trauma. ND memberikan kontribusi
terhadap pembentukan ulkus kaki dan dijumpai 87% dari kasus-kasus diabetik yang
terjadi. Secara morfologi kelainan sel saraf pada ND ini terdapat pada sel-sel Schwan,
selaput myelin dan akson. Kelainan yang terjadi tergantung pada derajat dan lamanya
mengidap diabetes serta jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Lesi serabut saraf
dapat terjadi dibagian proksimal atau distal, fokal atau difus, mengenai serabut kecil
atau besar, mengenai serabut saraf sensorik, motorik atau otonom.
Disamping kelainan morfologi dijumpai pula kelainan fungsional dan
biokimiawi. Kelainan fungsional yang terjadi berupa gangguan kemampuan
penghantaran impuls baik sensorik maupun motorik. Kelainan biokimiaw ditemukan
adanya kelainan dalam jumlah dan bentuk protein sel saraf yang terkena. Kerusakan
serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan
proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu pada umumnya lesi
distal paling banyak ditemukan.
Berdasarkan anatomi system saraf perifer, terdapat 3 sistem saraf yaitu system
saraf sensorik, motorik, dan otonom.
1. Sistem saraf Sensorik
Sistem saraf sensorik dimulai dengan badan sel di ganglion radiks dorsalis
yang mengirim serabut saraf afferent ke perifer menuju organ target bersama serabut
saraf motorik dan otonom, dan juga mengirim serabut ke sentral melalui radiks
dorsalis yang berakhir pada sinaos di kornu dorsalis medulla spinallis. Serabut saraf
sensorik terdiri atas : A-alfa, A-beta, A-delta, dan C dengan sifat dan fungsi yang
berbeda-beda.
Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf
sensoris kaki. Keterlibatan saraf sensorik (neuropati sensorik) menimbulkan berbagai
keluhan yang beraneka ragam, seperti rasa kebas-kebas, hiperestesia, rasa
proprioseptik, vibrasi. Adakalanya didapati rasa nyeri yang tak tertahankan seperti
rasa terbakar terutama di malam hari sehingga pasien tidak dapat tidur, “burning feet
restless leg syndrome”.
Dengan adanya neuropati sensorik akan menyebabkan penderita DM kurang
atau tidak merasakan berbagai trauma, keadaan ini mempermudah terjadinya lesi.
Disamping itu neuropati sendiri menyebabkan perubahan pada tulang (osteolisis
diabetic) sehingga timbul deformitas dan menimbulkan titik tekan baru yang dapat
menyebabkan ulserasi ataupun gangren.
2. Sistem saraf Motorik
Neuron motorik berasal dari kornu anterior medulla spinalis, terletak di badan
selnya. Serabut motorik keluar dari medulla spinalis melalui radiks ventralis dan
menginervasi organ target melalui saraf perifer.
Gejala motorik dapat terjadi di bagian distal, proksimal, atau kelemahan pada
satu tempat. Neuropati ini sering mengenai ujung jari kaki yang menyebabkan atrofi
otot-otot tapak kaki selanjutnya terjadi deformitas tapak kaki sehingga memberikan
kontribusi terhadap lesi pada kaki. Keterlibatan saraf motorik (neuropati motorik)
dapat berupa kelemahan pada otot intrinsic kaki dan terjadi ketidakseimbangan
fleksor dengan ekstensor yang menimbulkan “intrinsic minum foot” dan dapat terjadi
claw toes, penonjolan kaput metatarsal, pergeseran bantalan kaki metatarsal ke depan.
Peninggian tekanan pada daerah ini dapat menimbulkan ulkus. Pada kasus yang berat,
otot-otot proksimal dapat terkena terutama otot dorsofleksor sehingga menimbulkan
drop foot. Perubahan otot-otot tersebut menyebabkan terjadinya deformitas pada kaki
yang menyebabkan daerah tersebut lebih mendapat tekanan dari luar. Dijumpai juga
reflex tendon menurun, parese, pergerakkan sendi-sendi terganggu.
3. Sistem saraf Otonom
Sistem saraf otonom terdiri dari simpatis dan parasimpatis. Di perifer, serabut
preganglionik meninggalkan medulla spinalis bersinaps di ganglion dan serabut pot
ganglion berjalan bersamasama dengan saraf motorik dan sensorik membentuk saraf
perifer.
Keterlibatan saraf otonom (neuropati otonom) mengganggu persepsi,
perubahan pola berkeringat dan regulasi temperature, kulit kering, bersisik, kakum
mudah terjadi pecah-pecah, serta tidak peka terhadap perubahan dan akhirnya mudah
terkena infeksi. Daerah yang kulitnya kering serta mendapat tekanan dapat tumbul
kalus pada daerah tersebut.
Penyebab ND sampai sekarang ini belum diketahui sepenuhnya tetapi diduga
bersifat multifaktorial, beberapa teori yang dianut diantaranya : teori metabolik,
vaskuler, dan Neurotrophic factor yang berkurang.
Teori metabolic
Hiperglikemia menyebabkan kenaikan kadar gula darah intraseluler.
Kelebihan glukosa diubah menjadi sorbitol dan fruktosa. Akumulasi keduanya akan
menyebabkan penurunan mionositol, penurunan aktifitas Na+/K+ - ATPase yang
selanjutnya mengganggu transport aksonal sehingga menyebabkan kecepatan hantar
saraf tepi menurun.
Teori vaskuler (Hypoksik-Iskemik)
Teori ini menyebutkan pada penderita ND terjadi penurunan aliran darah ke
endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat
hiperglikemi dan juga berbagai faktor metabolik dapat menyebabkan penebalan
pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endothelial yang kesemuanya dapat
menyebabkan iskemia, dan keadaan ini juga menyebabkan terganggunya transport
aksonal, aktifitas Na+/K+ - ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.
Teori Neurotrophic factor
Neurotrophic factor (NF) sangat penting untuk system saraf dalam
mempertahankan perkembangan dan respon regenerasi system saraf. Nerve growth
factor (NGF) misalnya merupakan protein yang member dukungan besar terhadap
kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Pada penderita DM, neurotrophic factor
jumlahnya berkurang sehingga transport aksonal yang retrograd terganggu.
Disamping itu terdapat juga teori laminin dan autoimun yang ikut berperan
dalam terjadinya ND.
Mekanisme nyeri pada ND
Pada penderita DM lesi terjadi mulai dari neuron sampai berakhir di organ
target. Lesi tersebutmenyebabkan remodeling dan hipereksibilitas membran. Di
bagian proksimal dari lesi timbul tunas-tunas baru dan berakhir sebagai tonjolan
disebut dengan neuroma. Neuroma merupakan tempat akumulasi ion channel
(terutama Na-channel), molekul-molekul reseptor dan transduser baru yang menjadi
penyebab munculnya impuls ektopik baik yang spontan ataupun yang dibangunkan.
Impuls ektopik melalui serabut saraf C akan merangsang neuron sensorik di kornu
dorsalis terutama wide dynamic range menjadi lebih sensitive dan direspon secara
berlebihan sehingga menimbulkan hiperalgesia dan yang melalui serabut
saraf A- beta menyebabkan alodinia.
Nyeri terjadi larena adanya gangguan keseimbangan antara eksitasi dan
inhibisi yang terdapat pada kerusakan jaringan (inflamasi) atau system saraf
(neuropati). Pada neuropati terjadi disinhibisi yang dapat disebabkan oleh penurunan
gaba/glisin akibat kematian neuron-neuron penghasil kedua zat tersebut. Nyeri
inflamasi dapat dipicu oleh lesi yang terjadi pada serabut saraf afferent yang akan
menyebabkan munculnya mediator inflamasi seperti prostaglandin E2, bradikinin,
histamine, serotonin, dan sebagainya. Mediator tersebut langsung atau tidak langsung
mengaktifasi/mensensitisasi nosireseptor
sehingga timbul nyeri spontan atau hiperalgesia primer. Hal inilah yang diperkirakan
bertanggung jawab terhadap timbulnya nyeri musculoskeletal dan nyeri artropati.
Pengobatan
Nyeri oleh karena neuropati termasuk ND dapat sangat menyakitkan dan lebih
menyebabkan disabilitas dari penyakit primernya. Pengobatan untuk ND hanya
bersifat sebagai terapi simtomatis, farmakoterapi yang dianjurkan adalah :
1. NSAID : khususnya untuk nyeri musculoskeletal dan neuropati
2. Antidepresn : amitriptilin, imipramin, sertralin
3. Antikonvulsan : gamapentin, karbamazepin
4. Antiaritmia : mexiletine
5. Topikal Capsaicin
3. Infeksi
Infeksi adalah masalah yang penting dan sangat sering terjadi sebagai
komplikasi yang serius pada kaki diabetik, perlu penanganan segera yang dimulai
dari lesi yang minimal. Mudahnya terjadi infeksi pada penderita kaki diabetik
diakibatkan oleh adanya iskemia, mikrotrombus, sebelumnya hingga akhirnya
terbentuk abses, gangren, sepsis, dan osteomielitis.
Setiap penderita DM memiliki respon terhadap infeksi yang berbeda-beda.
Tanda-tanda infeksi yang umum dapat berupa demam, edema, eritema, pernanahan,
atau berbau dan leukositosis. Penderita DM dengan infeksi kaki sekalipun berat tidak
selalu diikuti dengan peningkatan temperature tubuh dan jumlah leukosit. Di samping
itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang tampak secara klinis. Menurut
Gibbons dan Eliopoulus, 1984 pada infeksi kaki yang berat pada 2/3 penderita DM
tidak dijumpai tanda tanda infeksi seperti temperature tubuh < 37,8 dan jumlah
leukosit < 10,103/mm3.
Kuman penyebab infeksi meliputi polimikrobial yang bersifat aerob dan
anaerob, gram negative dan gram positif. Leicher dkk, 1988 mendapatkan hasil
pemeriksaan kultur bakteriologi dijumpai mikroorganisme yang tersering adalah
gram positif 72% (Staphylococcus dan Streptococcus grup B) dan gram negative 49%
(E. coli, Klebsiela species, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species, Bacteriodes
species, dan Peptostreptococcus). Peneliti lain mendapatkan kuman yang tersering
adalah kokus gram positif aerobic 89% basil gram negative aerob 36% dan anaerob
17%. Penyebab tersering yang lain adalah jamur candida albicans dan trichopiton
walaupun tidak bersifat sistemik.
Sistem Klasifikasi Derajat Luka Pada KD
Sistem klasifikasi derajat luka yang baik dan sering digunakan, telah dipakai luas dan
mudah penggunaannya yang dapat memberikan gambaran rinci mengenai suatu ulkus
kaki yang akan membantu dalam merencanakan strategi perawatan, dan juga dapat
memprediksikan hasil dalam hal penyembuhan ataupun tindakan amputasi anggota
gerak bawah. Beberapa system klasifikasi telah digunakan untuk menggambarkan
karakteristik pada kaki diabetik yaitu tentang daerah luka, kedalaman luka, apakah
ada neuropati,infeksi atau iskemia.
Terdapat sistem klasifikasi yang sering digunakan yaitu system klasifikasi
Wagner seperti yang tersebut pada tabel-2,3 di bawah ini.
Tabel-2 Kategori derajat luka berdasarkan klasifikasi Wagner
Grade Lesi
0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh dan mungkin terdapat deformitas
kaki seperti : claw, kalus, hallux, valgus, dll
1 Ulkus superficial dan terbatas di kulit
2 Ulkus dalam, tembus kulit sampai ke tendon, ligament, kapsul sendi,
atau fasia bagian dalam tanpa abses atau osteomielitis
3 Ulkus dalam dengan atau abses, osteomielitis, sepsis sendi
4 Gangrene terbatas pada jari kaki/kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
5 Gangrene luas seluruh kaki
Ulkus KD merupakan komplikasi jangka panjang pada penderita DM dapat dicegah
keberadaannya dengan melakukan skrining dini untuk mengidentifikasi resiko tinggi
menderita ulkus kaki diabetik, terdapat beberapa metode identifikasi, yaitu :
Neuropathy symptom score (NSS)
Prinsipnya dengan menanyakan pada pasien tentang ada tidaknya, eksaserbasi
nokturnal kram otot, kebas, sensasi panas/dingin, rasa terbakar, sakit tulang iritasi pakaian
pada tungkai bawah
Penilaian : skor 0 tidak ada gejala, skor 1 telah terdapat gejala, skor 2 gejala
eksaserbasi noktunal, bila skor ≥ 3 abnormal.
Neuropathy disability score (NDS)
Digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan neuropati diabetic
berdasarkan pemeriksaan fisik refleks tendon APR/KPR dan respon sensori. Skor 0 :
reflex normal, skor 1 : refleks timbul dengan bantuan, skor 2 : tidak ada refleks.
Tes sensori : pinprick test dengan menggunakan jarum atau kayu runcing, light
touch dengan menggunakan kapas, vibrasi dengan menggunakan garpu tala, persepsi
temperature dengan air dingin. Skor 0 : semua stimulus memberikan respon (+), skor
1 : stimulus (+) pada ibu jari, skor 2: stimulus (+) pada tapak kaki bagian tengah, skor
3 : stimulus (+) oada tumit kaki, skor 4 : stimulus (+) pada kaki bagian tengah, skor
5 : stimulus (+) pada lutut. Bila dijumpai skor ≥ 5 menunjukan neuropati sedang atau
berat.
Vibration perception threshold (VPT)
Menggunakan biothesiometer dengan getaran 100 Hz, voltase 0-50 V
dihubungkan dengan otot ibu jari. Kemudian voltage dinaikkan sampai pasien
merasakan getaran. Nilai 25 V dianggap sebagai resiko terjadinya ulkus.
Semmes Weinstein monofilament (SWM)
Menggunakan 8 SWF dengan tekanan 1-100 gram yang berguna untuk
menilai kadar ambang persepsi kutaneus. Aspek plantar dari hallux digunakan untuk
percobaan ini. Dengan mata tertutup pasien merasakan filament. Dengan tekanan 5.07
SWF (10 gr tekanan) penderita tidak merasakan filament berarti mempunyai resiko
timbulnya ulkus.
Joint mobility
Gerakan metatarso phalangeal joint (MTPJ) dan subtalar joint (STJ) diukur
dengan menggunakan ganiometer.
Maximal plantar foot pressure
F-Scan mat digunakan untuk mengukur tekanan dinamik plantar, dengan
mengukur berat badan tanpa alas kaki, pasien berjalan tanpa alas kaki di atas mat
kemudian mengukur tekanan maksimal kaki, bila tekanan ≥ 6 kg/cm2 mempunyai
resiko ulkus kaki. Dalam praktek sehari-hari, KD dapat dibagi dua : pertama kaki
neuropati yaitu terdapat neuropati yang lebihmenonjol sedangkan sirkulasi masih
baik. Kedua, kaki neuroiskemik yaitu dijumpai neuropati dan gangguan sirkulasi.
Untuk membedakan gambaran klinis Neuropati dan Neuroiskemik dapat terlihat pada
tabel-3.
Tabel-4. Perbedaan gambaran klinis kaki Neuropati dan Neuroiskemi
Neuropati Iskemik (Neuroiskemik)
Hangat, nadi intak
Sensasi berkurang, kalus
Ulkus biasanya pada ujung jari,
permukaan pkantar dibawah
kepala metatarsal
Sepsis
Nekrosis local
Edema
Sendi charcot
Tidak hangat, nadi berkurang
Biasanya sensasi berkurang
Ulkus biasanya pada tepi kaki,
ujung jari, tumit
Sepsis
Nekrosis atau gangren
Iskemik : kaki kemerahan, sakit,
puls lemah dan dingin
Pemeriksaan Ulkus KDOsteomielitis adalah komplikasi dari ulkus KD yang paling sering dijumpai,
akan tetapi sangatlah sulit untuk mendeteksinya secara klinis. Namun demikian pemeriksaan dengan radiografi biasa sudah dapat membantu walaupun nilai akurasinya rendah sekitar 50-60%, sehingga diagnose osteomielitis pada tahap dini sulit ditegakkan. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan walaupun relative mahal adalah MRI yang memiliki sensitifitas 77-100% dan spesifisitas 79-100%.
Penatalaksanaan Ulkus KDTujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus KD adalah agar terjadi penutupan
dan penyembuhan luka dengan sempurna maupun mencegah ulkus berulang. Beberapa tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan perawatan konservatif, tindakan pencegahan dan intervensi bedah.
1. KonservatifPenatalaksanaan konservatif ditentukan oleh tingkat keparahan (grade), vaskularitas dan adanya infeksi.
1.1 Grade 1 dan 2 Sebaiknya pasien dirawat di rumah saki. Langkah-langkah yang perlu
dilakukan adalah : Kultur ous dengan swab, kuretage, debridement dan irigasi. Disebutkan
dengan kultur pus dapat mengkonfirmasi infeksi mencapai 95% Debridement ulkus merupakan hal yang sangat penting yang bertujuan untuk
menghilangkan benda asingm jaringan nekrosis, menurunkan bacterial load, membersihkan luka dan meningkatkan thrombosis atau growth factor dipinggir luka yang berguna sebagai langkah awal dari penyembuhan luka. Penderita dianjurkan untuk membersihkan untuk membersihkan luka dirumah minimal 2 kali perhari, pertahankan kaki lebih tinggi dan cegah berjalan yang tidak perlu.
Luka yang terbuka ditutupi dengan pembalut steril, tidak lengket dan kering
Pasien dikontrol oleh perawat setiap 3-7 hari, untuk evaluasi luka. Pada
umumnya ulkus75% akan menutup selama 2 minggu dan hanya sekitar 15%
yang memerlukan tambahan pengobatan.
1.2 Grade 3
Pasien harus dirawat dirumah sakit, dilakukan debridement, kultur pus,
penting evaluasi keterlibatan pembuluh darah perifer dan biopsy tulang
membantu pemilihan pengobatan.
Terapi standar dengan pemberian antibiotic iv selama 10-12 minggu.
Intervensi bedah dilakukan bila infeksi telah mengenai tulang dan tidak
terjadi penyembuhan luka.
1.3 Grade 4 dan 5
Pada grade ini pasien harus dirawat di rumah sakit, dilakukan tindakan bedah
ataupun amputasi.
Pencegahan
Pencegahan terjadinya ulkus KD adalah dengan melakukan pengontrolan kadar gula
darah ketingkat kadar gula darah yang normal dirumah. Termasuk keterampilan
mengatur diet penggunaan obat-obatan.
Perawatan ke ahli Podiatri
Kunjungan regular, pemeriksaan dan perawatan kaki secara dini
Penilaian factor resiko
Deteksi dini dan terapi yang agresif pada lesi yang baru
Pemeriksaan denyut nadi
Evaluasi denyut nadi
Menilai pulsasi kaki, tes vaskular noninvasive jika ada indikasi
Sepatu proteksi
Memiliki ruangan yang adekuat, berperan sebagai protektif terhadap cedera,
sepatu karet sepatu yang dalam dan lebar.
Modifikasi khusus jika perlu
Mengurangi tekanan
Sepatu tempahan
Memiliki bantalan yang lembut
Pembedahan propilaksis
Memperbaiki deformitas : Hammer toe, Charcots foot
Mencegah ulkus berulang
Edukasi
Hindari rokok, berjalan menggunakan alas kaki, mencuci kaki dengan air
hangat.
Perawatan kuku
Pemeriksaan tapak kaki regular setiap hari, antara jari kaki
Kaki dibersihkan setiap hari, mempergunakan sabun yang lembut dan
mempergunakan krem atau losion.
Pendekatan baru
Pada ulkus KD walaupun telah dilakukan perawatan yang adekuat, ternyata
sebahagian dari ulkus tersebut tidak mengalami penyembuhan sempurna. Untuk
menanggulangi hal tersebut dapat dilakukan pendekatan baru dengan pemberian;
hyperbaric oxygen theraphy (HBOT), recombinant platelet derivate
growth factor (PDGF) atau kultur dermis.
Prognosis
Walaupun telah terdapat banyak obat-obatan yang efektif sebagai penurun
kadar gula darah, pada penderita DM komplikasi jangka panjang tetap saja
berlangsung , namun pada yang kadar gulanya tidak terkontrol dengan baik,
komplikasi yang terjadi lebih serius dibandingkan dengan yang kadar gulanya
terkontrol baik. Tingkat penyembuhan ulkus tergantung kepada tingkat klasifikasi
luka, sedangkan tinggi tingkat derajat luka semakin sulit suatu luka akan sembuh
dengan demikian akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
Kesimpulan
Penderita DM semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Dengan
demikiran ancaman untuk terjadinya komplikasi pada kaki juga meningkat. Ulkus KD
merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DM. terjadinya KD
meliputi multifaktorial yang saling terkait satu dengan yang lainnya dan berhubungan
dengan angiopati, neuropati, dan infeksi. Bila penanganan dan pengobatan yang
terlambat atau tidak tepat, lesi mudah terinfeksi yang akhirnya akan terjadi
komplikasi yang lebih berat, sehingga kemungkinan ancaman akan kehilangan
anggota gerak lebih besar. Untuk menjawab problem kaki diabetik dapat dilakukan
dengan pendekatan multidisiplin, penyuluhan, perawatan kaki, penggunaan sepatu
khusus, disebutkan melalui edukasi yang baik dapat menurunkan kejadian amputasi
sampai dengan 50%.