DM ulkus.doc

28
I. DEFINISI Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolit dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karenakelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. II. EPIDEMIOLOGI DM tipe I terjadi hingga 10% dari keseluruhan kasus DM dan hal ini diaali dengan paparan agen-agen lingkungan terhadap indi!idu yang rent se"ara genetis. #engaruh gen dan $aktor lingkungan telah umum terjadi p suatu populasi, tetapi perkembangan autoimunitas sel- terjadi kurang d 10% populasi dan peningkatan menjadi DM terjadi kurang dari 1% populasi #re!alensi autoimunitas sel terjadi seimbang dengan insidensi DM pada berbagai populasi. DM tipe II terjadi hingga &0% dari keseluruhan kasus DM pre!alensinya terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. $aktor resiko yang dapat berkembang menjadi DM tipe II antara lain ria keluarga, obesitas, kebiasaan jarang berolahraga, hipertensi, kadar D rendah atau kadar trigliserida yang tinggi, riayat penyakit !askular, III. KLASIFIKASI *lasi$ikasi diabetes melitus se"ara etiologis + a. Diabetes melitus tipe 1 erjadi karena adanya destruksi sel beta, umumnya menjurus ke de$isiens insulin absolut sehinggapenderita diabetes melitus tipe 1 umumnya tergantung dengan terapi insulin. 1

Transcript of DM ulkus.doc

I. DEFINISIDiabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolit dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.II. EPIDEMIOLOGI

DM tipe I terjadi hingga 10% dari keseluruhan kasus DM dan hal ini diawali dengan paparan agen-agen lingkungan terhadap individu yang rentan secara genetis. Pengaruh gen dan faktor lingkungan telah umum terjadi pada suatu populasi, tetapi perkembangan autoimunitas sel- terjadi kurang dari 10% populasi dan peningkatan menjadi DM terjadi kurang dari 1% populasi. Prevalensi autoimunitas sel terjadi seimbang dengan insidensi DM tipe I pada berbagai populasi.

DM tipe II terjadi hingga 90% dari keseluruhan kasus DM dan prevalensinya terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Beberapa faktor resiko yang dapat berkembang menjadi DM tipe II antara lain riwayat keluarga, obesitas, kebiasaan jarang berolahraga, hipertensi, kadar HDL yang rendah atau kadar trigliserida yang tinggi, riwayat penyakit vaskular, dll.III. KLASIFIKASIKlasifikasi diabetes melitus secara etiologis :

a. Diabetes melitus tipe 1

Terjadi karena adanya destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut sehingga penderita diabetes melitus tipe 1 umumnya tergantung dengan terapi insulin.b. Diabetes melitus tipe 2

Merupakan tipe diabetes melitus yang tidak berkaitan dengan terjadinya kerusakan pankreas, tetapi karena ketidakpekaan jaringan terhadap insulin sehingga penderita diabetes melitus tipe 2 tidak tergantung dengan insulin eksogen.c. Diabetes melitus gestasional

Diabetes melitus gestasional merupakan diabetes yang terjadi pada wanita hamil karena intoleransi glukosa pada masa kehamilan. Diabetes gestational memperburuk pada 7% dari semua kehamilan. Beberapa wanita akan kembali normal setelah melahirkan, tetapi 30-50% akan berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2 atau kemudian menjadi intoleransi glukosa. Deteksi klinik sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.

d. Diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lain antara lain terjadi karena konsumsi obat, adanya infeksi bakteri, penyakit eksokrin pankreas dan kelainan genetik yang berkaitan dengan diabetes lainnya.

IV. PATOGENESISa. DM tipe I

DM tipe I dicirikan dengan defisiensi insulin absolut. Biasanya DM tipe I disebabkan destruksi sel pankreas yang diperantarai sistem imun. Ciri utama DM tipe I, yaitu:

1. Periode praklinis yang panjang, ditandai dengan adanya penanda imunitas yaitu saat diperkirakan destruksi sel mulai terjadi.

2. Hiperglikemia, saat 80-90% sel telah rusak.

3. Masa transisi (honeymoon phase), yaitu saat dimana konsentrasi glukosa darah relatif mudah dikontrol dan membutuhkan insulin dalam jumlah sedikit.

4. Perkembangan penyakit yang diikuti resiko komplikasi dan kematian.

b. DM tipe II

DM tipe II dicirikan dengan defisiensi sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot, hati, dan jaringan adipose. Resistensi insulin disebabkan oleh obesitas, sindrom metabolik, dan juga terjadi pada pasien DM tipe II yang berbadan kurus.

Pada jaringan lemak di rongga abdominal, terjadi peningkatan lipolisis, yang berakibat pada peningkatan produksi asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini akan dilepaskan ke dalam sirkulasi portal menuju hepar, di mana hal ini akan menstimulasi produksi VLDL dan menurunkan sensitifitas insulin pada jaringan perifer. Selain itu, jaringan lemak di rongga abdominal ini juga akan memproduksi sitokin yang akan menyebabkan resistensi insulin. Sitokin ini akan dilepaskan ke dalam sirkulasi portal dan mengurangi sensitifitas insulin pada jaringan perifer. Sel lemak juga memiliki kemampuan untuk memproduksi salah satu hormon yang dapat meningkatkan sensitifitas insulin. Hormon ini akan mengalami penurunan produksi seiring dengan pertambahan berat badan seseorang.

V. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik diabetes dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin.

a. Diabetes melitus tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) sering memperlihatkan timbulnya gejala-gejala yang eksplosif disertai polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah dan somnolen (mengantuk) yang berlangsung selama beberapa hari atau minggu. b. Diabetes melitus tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa, bila hiperglikemia pada pasien parah dan pasien tidak memberi respon terhadap terapi diet, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosa pasien. Sebagian besar diantara pasien-pasien ini gemuk, diduga bahwa pemasukan karbohidrat yang tinggi, sel-sel adiposa yang besar dan gangguan metabolisme glukosa intrasel merupakan penyebab penurunan kepekaan terhadap insulin. VI. DIAGNOSIS

Diagnosis akan dilakukan bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah dan penurunan berat badan. Keluhan lain yang terjadi adalah kesemutan, gatal, mata kabur. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Diagnosis DM harus didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat didasarkan pada pemeriksaan glukosa urin. Adanya komplikasi mikrovaskuler yang terjadi dapat digunakan untuk mendukung hasil diagnosis pemeriksaan kadar glukosa dalam darah. Pemeriksaan kadar glukosa darah bisa dilakukan dengan menggunakan bahan darah vena atau darah kapiler. Cara dan kriteria diagnosis diabetes melitus dengan pemeriksaan kadar glukosa darah adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan glukosa plasma vena sewaktu

Dengan keluhan klinis yang jelas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu sudah dapat menegakkan diagnosis diabetes melitus. Keluhan klinis yang dapat terjadi antara lain misalnya haus dan banyak kencing (poliuria), berat badan menurun, glukosuria, bahkan kesadaran menurun sampai koma. Seseorang dikatakan masuk kriteria diabetes melitus apabila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl (plasma vena).

b. Berdasarkan glukosa plasma vena puasa

Kadar glukosa plasma vena puasa memperlihatkan produksi glukosa oleh hepar, di mana hal ini bergantung pada kapasitas sekresi insulin di pankreas. Glukosa plasma dalam keadaan puasa dibagi atas tiga nilai yaitu 200 mg/dl (Adam, 2000).

American Diabetes Association (ADA) juga merekomendasikan pemeriksaan HbA1c untuk memonitoring kemampuan kontrol kadar glukosa pada pasien yang telah diketahui menderita diabetes melitus. HbA1c adalah ujung terminal rantai pada hemoglobin yang mengikat glukosa. Pengukuran HbA1c merupakan standar yang paling baik untuk mengontrol kadar glikemik jangka panjang untuk 3 bulan sebelumnya.

VII. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS

ULKUS

DM ulkus adalah suatu komplikasi kronik yang mengenai kaki. Masalah yang timbul pada kaki ini berupa borok di kaki dengan atau tanpa infeksi yang dapat terlokalisasi, menyerang seluruh kaki, maupun kematian berbagai jaringan tubuh. Pasien diabetes yang sebelumnya mempunyai riwayat ulkus atau amputasi mempunyai peningkatan risiko terjadinya ulkus lebih lanjut, infeksi, dan amputasi berikutnya. Perubahan kondisi kaki seperti terjadinya ulkus, kelainan bentuk, atau amputasi menyebabkan ketidaknormalan tekanan pada kaki dan dapat mengakibatkan timbulnya ulkus baru.Lima puluh persen kasus ulkus atau gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat adanya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. Bakteribakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob karena organ yang terinfeksi kekurangan pasokan oksigen akibat berkurangnya aliran darah. Bakteri anaerob mempunyai peran sangat besar untuk menimbulkan infeksi dan gangren karena bekerja secara sinergis dalam pembentukan gas kemudian menjadi gas gangren.Bakteri Penginfeksi Ulkus Diabetik

AerobAnaerob

Gram +

Staphylococcus aureus (methicillin sensitif dan resisten)

Stapylococcus epidermidis

Streptococcus

Enterococcus (Streptococcus faecalis, Group D Streptococcus)

Corynebacterium (Diptheroids)Peptococcus magnus

Peptostreptococcus

Bacteroides fragilis

Bacteroides

Clostridium perfringens

Clostridium

Gram

Proteus mirablis, Proteus vulgaris, Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter cloacae, Pseudomonas aeruginosa, ActinobacterLainnya

Candida albicans

Candida

VIII. PENATALAKSANAAN TERAPI

A. Outcome terapiOutcome atau dampak terapi yang diharapkan adalah ulkus pasien sembuh. Semakin cepat sembuh memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi.

B. Tujuan terapi Tujuan terapi DM dengan komplikasi ulkus adalah menutup ulkus, mengurangi tekanan pada kaki, dan penyembuhan infeksi. Mengontrol peningkatan kadar glukosa darah, mengelola keadaan lain pada penderita DM seperti hipertensi, gangguan fungsi ginjal, status nutrisi dan hiperlipidemia juga sangat penting untuk mengoptimalkan outcome yang diharapkan.C. Sasaran terapiSasaran terapi ulkus diabetik adalah penutupan luka, bakteri penginfeksi, dan kadar glukosa darah. Bakteri penginfeksi dan antibiotika yang sensitif terhadap kuman penginfeksi tersebut dapat diketahui dengan kultur dan sensitivitas tes.D. Strategi terapi1. Terapi nonfarmakologia. Pengelolaan DM, dengan perencanaan atau pengaturan pola makan dan olahragab. Penanganan ulkus secara nonfarmakologis dapat dilakukan dengan cara debridemen yaitu menggunakan pisau, gunting dan pinset untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan nekrotik. Selain mengeluarkan jaringan juga membuka jalur-jalur nanah agar drainase menjadi baik. Setelah dibersihkan, luka dikompres dengan larutan betadin dan neomisin 1%.c. Mengurangi tekanan pada kaki, yaitu dengan istirahat di tempat tidur. Dengan berjalan akan memberi tekanan pada daerah ulkus dan memungkinkan rusaknya jaringan fibroblast yang menghambat penyembuhan.2. Terapi farmakologi

a. Penanganan ulkus secara farmakologis, dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :1) Penutupan luka, digunakan untuk menyembuhkan luka dengan menciptakan lingkungan yang lembab dan hangat untuk memperbaiki dan menyembuhkan jaringan. Contoh sediaan yang digunakan untuk menutup luka antara lain hidrogel dan hidrokoloid.

2) Faktor pertumbuhan, yaitu suatu substansi protein yang menstimulasi pembelahan dan proliferasi sel. Sebagai contoh faktor pertumbuhan yang biasa digunakan adalah becaplermin, suatu rekombinan platelet manusia. b. Pengelolaan diabetes melitusAda 2 pilihan penatalaksanaan terapi farmakologis untuk penderita DM, yaitu dengan terapi insulin (untuk penderita DM tipe 1 dan 2) dan obat hipoglikemik oral (hanya untuk penderita DM tipe 2). Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat hipoglikemik oral dibagi menjadi 3 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin (obat golongan sulfonilurea dan meglitinid)

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin (biguanid dan thiazolidinedione)

3. Penghambat absorpsi glukosa (inhibitor alfa glukosidase)E. Informasi Kelas Obat1. Insulin

Pengelolaan DM secara farmakologis selain penggunaan antidiabetik oral adalah dengan penggunaan insulin. Insulin bekerja di otot, hati dan jaringan adiposa dengan cara meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel, glikogenesis, sintesis trigliserid. Ada 2 jenis insulin yaitu insulin manusia (humulin) dan insulin hewan (babi dan sapi). Insulin manusia lebih banyak dipakai karena kurang antigenik; dan insulin sapi paling banyak menyebabkan imunogenik karena terdiri dari 5 asam amino yang berbeda.Indikasi insulin antara lain untuk DM tipe 1, DM tipe 2 yang gula darahnya tidak dapat dikendalikan dengan diet dan antidiabetik oral, DM dengan berat badan yang menurun cepat, DM dengan komplikasi akut, DM paska bedah pankreas, ketoasidosis dan koma hiperosmolar, serta DM dengan kehamilan (GDM).Insulin diberikan secara subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari. Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik di bawah kulit.Dosis dan frekuensi penyuntikkan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Oleh karena itu pasien harus diajarkan untuk memantau kadar gula darahnya sendiri. Berikut ini adalah contoh pengaturan dosis insulin sehari-hari.

Dosis awal : berikan insulin NPH 0,2-0,5 unit/kg atau 4-5 unit/hari sebelum sarapan.

Hari berikutnya : dosis disesuaikan berdasarkan kadar gula darah sebelum sarapan. Bila dosis pagi mencapai 50 unit dan kadar gula darah masih lebih dari 200 mg%, sedangkan sorenya pasien mengeluh lapar, maka dosis pagi dikurangi menjadi 50 unit dan sebelum makan malam diberikan 10 unit. Selanjutnya dosis malam hari disesuaikan dengan kadar gula darah sebelum makan.

Bila gula darah pagi masih tetap tinggi, periksalah kadarnya antara pukul 02.00-06.00 untuk menemukan adanya hipoglikemia. Bila tidak ada hipoglikemia, berikanlah dosis pagi hari pada malam sebelum menjelang tidur.

Bila kadar gula darah puasa sudah baik, barulah berikan insulin regular untuk mengatasi hiperglikemia menjelang makan siang dan makan malam.Reaksi alergi dan resistensi insulinSecara teoritis insulin rekombinan lebih rendah sifat imunogeniknya, karena susunan asam aminonya sesuai dengan susunan pada insulin manusia, tetapi kelebihan ini belum terbukti pada uji klinik. Resistensi insulin biasanya terjadi bila kebutuhan insulin lebih dari 200 unit/hari.

Jenis insulinKeterangan

Insulin dan preparatnyaESO: hipoglikemia dan hipokalemia. Insulin juga memacu kalium dari serum masuk ke dalam sel sehingga terjadi hipokalemia yang berefek pada kelemahan otot, takikardi. Insulin diberikan kepada pasien DM tipe I atau tipe II yang sudah mengalami toleransi dan tidak sensitif terhadap obat antidiabetika oral.

Interaksi obat: thiazid, antitiroid, estrogen, glukokortikoid, antidepresan MAOI, trisiklik, aspirin dan antikoagulan oral.

Dosis insulin dalam satuan international unit, tersedia 40, 80, 100 IU/ml. Dosis menyesuaikan kadar gula darah atau dengan patokan sederhana yaitu hasil urin reduksi: +(1): tak memerlukan insulin, ++(+2): memerlukan 5 IU insulin, dan +++ (+3): memerlukan 10 IU insulin, dan dapat dinaikkan setiap kali 5 unit sampai kadar gula normal.

Kerja pendek (short acting)

Insulin RI

(Reguler insulin)Insulin murni, berbentuk kristal, kerja cepat, O: 0,5-1 jam, D: 5-8 jam, maka dapat diberikan berulang kali dalam 1 hari. Digunakan untuk menurunkan kadar gula darah yang cepat, misalnya pada diabetes dengan asidosis dan koma. Efek samping: hipoglikemia.

Actrapid HM 40 UI/ml (O: 0,5 jam, D: 8 jam)

Penfill 100 UI/ml (O: 0,5 jam, D: 6-8 jam)

Prompt Insulin Zinc (O: 1-2 jam, D: 12-16 jam)

Kerja sedang

(intermediate acting)Isophane insulin (O: 1-2 jam, D: 24-48 jam)

Insulin Zinc (lente), insulin babi O: 1-3 jam, D: 24-48 jam, karena tanpa protein asing maka jarang menimbulkan alergi.

Kerja panjang

(long acting)Insulin PZI (protamine Zinc Insulin). Hati-hati karena sering menimbulkan hipoglikemia tengah malam. O: 4-8 jam, D: > 36 jam.

Extended Insulin Zinc (O: 4-8 jam, D: > 36 jam)

Neutral Protamin Hagedorn (NPH), bereaksi netral, jarang menimbulkan hipoglikemia.

D: 18-30 jam.

Insulin ultra lente/ekstra tardum, onset lambat, D: 18-30 jam

Kerja sedang onset singkatInsulatard HM 40 UI/ml (O: 0,4 jam, D: 24 jam)

Insulatard 100 UI/ml (O: 0,4 jam, D: 24 jam)

HM penfill 40 UI/ml (O: 0,4 jam, D: 24 jam)

Monotard HM 100 UI/ml (O: 2,5 jam, D: 25 jam)

Sediaan campuran Humulin 20/80 40 UI/ml (O: 0,5 jam, D: 14-16 jam)

Humulin 30/70 100 UI/ml (O: 0,5 jam, D: 14-15 jam)

Humulin 40/60 (O: 0,5 jam, D: 14-15 jam)

Mixtard 30/70 40 UI/ml

Penfil 100 UI/ml

Ket : O = onset

D = durasi

2. Obat-obat Hipoglikemik Oral (Antidiabetika Oral/OAD)Nama ObatKeterangan

SulfonilureaMerupakan zat kimia dengan rumus hampir sama dengan sulfonamid. Bekerja dengan cara merangsang sel pankreas untuk menghasilkan insulin, sehingga hanya efektif bila sel pankreas masih dapat berproduksi, menghambat produksi glukagon sehingga menghambat perubahan glikogen menjadi glukosa. Tidak diberikan pada pasien DM muda karena sel-sel pankreas belum sempurna.

TolbutamidSulfonilurea generasi I, O: 0,5-1 jam, D: 6-12 jam

Glibenklamid (Abenon, Daonil, Eugucon, Prodiabet, Renabetic, Semi-daonil, dll)Untuk DM tipe II dewasa yang tidak dapat diatasi dengan diet.

Kontraindikasi: DM remaja, asidosis dan koma hiperglikemia, gangguan ginjal parah, kehamilan

TolazamidSulfonilurea generasi I, O: 4-6 jam, D: 10-24 jam

Glipizid (Glucotrol, Aldiab, Minidiab)Sulfonilurea generasi II, O: 1-3 jam, D: 10-24 jam, lebih poten, dosis lebih rendah

AsetoheksamidSulfonilurea generasi I, O: 1-3 jam, D: 12-24 jam

GliburidSulfonilurea generasi II, O 0,5-4 jam, D: 24-60 jam

Klorpropamid (Diabenese, Tesmel)Sulfonilurea generasi I, O: 1-2 jam, D: 60-90 jam, pantau sampai beberapa hari, awasi dengan adanya shock hipoglikemia tengah malam.

Glikasid (Glibet, Glikab, Diamikron, Glumeco, Linodiab, dll)Sulfonilurea, untuk DM tipe II

Glimepirid (Amaryl)Untuk DM tipe II.

Kontraindikasi: DM tergantung insulin, ketoasidosis diabetik, koma/prekoma diabetik, hipersensitivitas.

Dosis awal: 1 x 1mg/hari.

Repaglinid (Novonorm)Antidiabetik oral baru, pasangan kombinasi dengan Metformin.

ESO: hipertensi, gangguan kardiovaskular, aritmia. Hati-hati penggunaan pada usia lanjut, kurang gizi dan gangguan hati berat dapat menyebabkan hipoglikemia.

BiguanidaAntidiabetik oral yang cara kerjanya belum jelas. Dahulu digunakan untuk obat pengurusan badan.

Metformin, Penformin (Glumin, Diabex, Gludepatic, Glucophage, Glucotika, dll)Adalah biguanida, digunakan untuk DM tipe II (NIDDM) yang gemuk atau berat badan normal yang tidak dapat diatasi dengan diet atau DM tipe I kombinasi insulin.

Kontraindikasi: ketoasidosis, infeksi berat kerusakan ginjal dan hati, gagal jantung, alkoholis dan kehamilan. Dimakan saat makan untuk mengurangi rasa tidak enak pada epigastrium.

Ket : O = onset

D = durasi

Interaksi Obat-obat

Berikut adalah interaksi obat-obat yang dapat mempengaruhi kadar glukosa darah: SulfonilureaTerdapat beberapa jenis sulfonilurea yang tidak terlalu berbeda dalam efektivitasnya, yaitu Klorpropamid, Gliklazid, Glibenklamid, Glipizid, Glikuidon, dan Tolbutamid. Perbedaannya terletak pada farmakokinetik dan lama kerja obat, misalnya Klorpropamid sering menimbulkan hipoglikemia pada pasien usia lanjut.

Peringatan dan Kontraindikasi :

Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan Klorpropamid dan Glibenklamid tidak dianjurkan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal dapat digunakan Glikuidon, Gliklazid, atau Tolbutamid yang kerjanya singkat. Kontraindikasi: wanita menyusui, porfiria, dan ketoasidosis. Insulin kadang-kadang diperlukan bila timbul keadaan patologis tertentu seperti infark miokard, infeksi, koma, dan trauma. Insulin juga diperlukan untuk ibu hamil.Efek samping :Umumnya ringan dan frekuensinya rendah, diantaranya gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agranulositosis, dan anemia aplastik dapat terjadi walaupun jarang sekali. Klorpropamid dapat meningkatkan Anti Diuretik Hormon (ADH), dan dengan frekuensi sangat jarang menyebabkan hiponatremia dan fotosensitifitas. Hipoglikemia dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat; juga pada gangguan fungsi hati/ginjal atau pada orang usia lanjut. Hipoglikemia sering ditimbulkan oleh antidiabetik oral kerja lama.Interaksi :

Dosis :

Antidiabetik oral selalu dimulai dengan dosis rendah dengan 1 kali pemberian, dosis dinaikkan sesuai dengan respon terhadap obat.

Klorpropamid dan Glibenklamid yang masa kerjanya panjang dapat diberikan 1 kali sehari sebelum atau bersama makanan. Gliklazid dan Glipizid dosis rendah diberikan 1 kali sebelum atau bersama sarapan, dosis tinggi diberikan dalan dosis terbagi. Glikuidon dosis tinggi diberikan dalam 2-3 kali sehari. Biguanid

Metformin satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, bekerja dengan menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Jadi, obat ini hanya efektif bila terdapat insulin endogen. Karena kerjanya yang berbeda dengan sulfonilurea, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Dapat digunakan sendiri atau bersama dengan golongan sulfonilurea. Kelebihan dari golongan biguanid adalah tidak menaikkan berat badan, dapat menurunkan kadar insulin plasma, dan tidak menimbulkan masalah hipoglikemia.

Dosis dan Pemberian :Metformin immediate-release biasanya digunakan 500 mg dua kali sehari pada waktu makan untuk meminimalkan efek samping gastrointestinal. Metformin dapat ditingkatkan 500 mg setiap minggu hingga dicapai kadar glukosa darah yang diinginkan atau 2000 mg/hari.

Efek samping :Keluhan di GI, seperti abdominal discomfort, stomach upset, dan/atau diare terjadi pada sekitar 30% pasien.Interaksi obat :Penggunaan bersamaan dengan Simetidin akan berkompetisi dengan Metformin dalam proses sekresi di tubular ginjal dan sekaligus dapat menyebabkan peningkatan kadar Metformin dalam plasma.

Inhibitor -glukosidaseTerdapat 2 jenis -Glukosidase Inhibitor seperti Akarbosa dan Miglitol. -Glukosidase Inhibitor menghambat kerja enzim (maltase, isomaltase, sukrase, dan glukoamilase) pada usus halus, menyebabkan penundaan pemecahan sukrosa dan karbohidrat. Golongan ini tidak menyebabkan malabsorbsi nutrisi. Efek yang menguntungkan dari aksi ini adalah menurunkan kadar glukosa darah postprandial.

Indikasi :Sebagai tambahan terhadap sulfonilurea atau biguanid pada DM yang tidak dapat dikendalikan dengan obat dan diet. Efek samping : Pada GI seperti flatulensi, kembung, dan diare.

Dosis dan pemberian:Dosis yang digunakan untuk Miglitol dan Akarbosa sama. Dosis awal dimulai dengan dosis sangat rendah (25 mg bersama makanan sekali sehari); ditingkatkan perlahan-lahan (lebih dari beberapa bulan) sampai dosis maksimum 50 mg tiga kali sehari untuk pasien 60 kg atau 100 mg tiga kali sehari untuk pasien > 60 kg.Kelas terapi obat-obat hormonal (Golongan antidiabetik)

KelompokSub-kelompokZat AktifJenis Obat (Nama Dagang)Dosis (mg/hari)

InsulinKeterangan dapat dilihat pada bagian insulin di atas.

Antidiabe-

tik oralSulfonil-

ureaKlorpropa-midKlorpropamid, Diabenese, Hartamid, Poncomell, TesmelDosis awal 100 mg, 1sehari; maksimal 100-400 mg/hari

GlikazidDiamicron, Glicab, Glucodex, Glukolos, Glumeco, Glycafor, Linodiab, Nufamicron, Pedab,Xepabet, ZumadiacDosis awal 40-80 mg 1sehari bersama sarapan; maksimal 240 mg/hari dalam 1-2 kali

Glibenkla-midGlibenklamid, Condiabet, Daonil, Fimediab, Gliseta, Glidanil, Glimel, Glyamid, Glynase Pres Tab, Harmida, Hisacha, Libronil, Merzanil, Prodiamel, Renabetic, Samclamide, Semi Gliceta, TiabetDosis awal 2,5 mg, bersama sarapan, maksimal 15 mg

GlipizidAldiab, MinodiabDosis awal 2,5-5 mg sebelum sarapan maksimal 20 mg.

GlikuidonGlurenormDosis awal 15 mg, sebelum sarapan ditingkatkan sampai 30-120 (45-60) mg dalam 1-3 (2-3) kali pemberian, sekali pemberian maksimal 60 mg, dosis maks. sehari 180 mg

TolbutamidRecodiabetDosis 500-2000 mg diberikan dalam 2-3 kali

BiguanidMetformin HidrokloridaMetformin, Diabex, Forbetes, Formell, Glucophage, Gludepatic, Glufor, Glumin, Methipica, Metphar, Neodipar, Tudiab, Zendiab, Zumamet250-500 mg tiap 8 jam atau 850 mg tiap 12 jam, bersama/sesudah makan; maksimal 3 gram sehari

Antidia

betik lainAkarbosaGlucobay

Pengobat-an hipogli-kemia-GlukagonGlukagon injeksi, Glikogen, GlukokanPada hipoglikemia: 0,5-1 mg untuk anak dan dewasa, disuntikkan s k i.m., atau i.v

Pada keracunan -bloker: 50-150 mcg/kg dalam larutan laktosa disuntikkan i.v. Bila responnya kurang baik, dosis dapat diulang atau diberikan glukagon secara infus.

Catatan: 1 unit glukagon = 1 mg glukagon atau glukagon HCl.

MeglitinidMekanisme kerja meglitinid sama dengan golongan sulfonilurea yaitu dengan merangsang sekresi insulin pada sel beta pankreas. Contohnya: repaglinid (Dexanorm). Merupakan antidiabetik oral baru, sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan Metformin dan Thiazolidinedione untuk prngobatan DM tipe 2 dimana kondisi hiperglikemik tidak dapat dikontrol dengan diet dan olahraga.Dosis dan pemakaian :

Untuk pasien yang sebelumnya belum pernah menerima obat penurun glukosa darah oral atau pasien dengan HbA1c