DM

25
LAPORAN KASUS NON INFEKSI IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. N Umur : 48 tahun Jenis kelamin : Perempuan Bangsa/suku : Makassar Agama : Islam Pekerjaan : Wiraswata Alamat : Jl. A. Tonro 4 No. 2 Pa’baeng-baeng Tamalate Makassar Tanggal Pemeriksaan : 6-5-2015 ANAMNESIS Keluhan utama : Keram pada kedua kaki Anamnesis terpimpin : Dialami sejak ± 10 hari lalu yang dirasakan hilang timbul, keram dirasakan seperti diitusuk-tusuk, pasien sering tidak merasakan kakinya 1

description

lapsus DM

Transcript of DM

LAPORAN KASUSNON INFEKSI

IDENTITAS PASIENNama: Ny. NUmur: 48 tahunJenis kelamin: PerempuanBangsa/suku: MakassarAgama: IslamPekerjaan: WiraswataAlamat: Jl. A. Tonro 4 No. 2 Pabaeng-baeng Tamalate MakassarTanggal Pemeriksaan: 6-5-2015ANAMNESIS Keluhan utama : Keram pada kedua kakiAnamnesis terpimpin : Dialami sejak 10 hari lalu yang dirasakan hilang timbul, keram dirasakan seperti diitusuk-tusuk, pasien sering tidak merasakan kakinya ketika berjalan, sekitar dua minggu sebelumnya pasien mengeluh sering merasa lemas dan pusing, dan kesulitan tidur, mual tidak ada, muntah tidak ada, penglihatan kabur tidak ada. Pasien banyak makan dan minum sejak 2 tahun terakhir, namun tidak disertai peningkatan berat badan yang sesuai, buang air kecil sering terutama malam hari sebanyak 5 kali. Buang air besar biasa. Riwayat penyakit DM (+) sejak 2 tahun yang lalu mengonsumsi glibenklamid tetapi tidak teratur, , riwayat HT (-). Riwayat penyakit keluarga yang sama (-)PEMERIKSAAN FISISStatus Present :Berat badan : 60 kgTinggi badan : 155 cmSakit sedang / composmentis / gizi cukupTanda vital :Tekanan darah: 120/70 mmHgNadi: 70 x/menitPernapasan: 20 x/menitSuhu: 36,60CPemeriksaan fisisKepala: anemis (-), sianosis (-), ikterus (-) Leher: Tidak ada kelainanThorax: NT (-) vesikuler, Rh -/-, Wh -/-Cor: SI/II reguler, murniAbdomen: Nyeri tekan (-) Peristaltik (+) kesan normalEkstremitas: dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil pemeriksaan GDS : 189 mg/dl DIAGNOSIS DM tipe II Non Obese

PENATALAKSANAAN1. Pengobatan Farmakologi Yang Diberikan :Glibenklamid 2x1Diazepam 0-0-1Ibu Profen 2x12. Pengobatan NonfarmakologisMenyarankan pada pasien untuk : Melakukan diet DM dan menghindari makanan yang tinggi kadar garam untuk mencegah hipertensi Membiasakan diri untuk istirahat secara teratur Kontrol kadar gula darah

HASIL KUNJUNGAN RUMAH Tujuan dilakukannya kunjungan rumah ialah untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal pasien dan menelusuri apakah ada anggota keluarga lainnya yang meiliki penyakit atau keluhan yang sam, juga untuk menilai pola psikososial pasien.

a. Profil Keluarga :Pasien adalah seorang ibu yang tinggal bersama suaminya dan 3 anaknya yang berumur 13, 18, dan 20 tahun. Pasien juga tinggal dengan ibunya yang berumur 70 tahun dan seorang keponakannya yang masih kuliah.b. Status Sosial dan Kesejahteraan KeluargaPekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang wiraswasta yang menjual bahan pokok di rumahnya sendiri. Pasien ini tinggal dirumah pribadi yang telah dihuni selama +10 tahun. Suaminya bekerja sebagai pegawai negeri, pasien juga tinggal dengan ibunya dan keponakannya yang masih kuliah. Rumah pasien dalam kondisi baik dan cukup luas. Rumah inti terdiri dari 5 kamar dan 2 kamar mandi. Ventilasi di rumah baik, sirkulasi udara baik . Peralatan rumah tangga lengkap, dan terdapat 3 buah kendaraan bermotor berupa sepeda motor.c. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit dalam keluarga yang menderita Diabetes melitus tidak ada.d. Pola Konsumsi Makanan KeluargaPola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan kebutuhan asupan gizi.e. Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota KeluargaPasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga yang lainnya, baik yang tinggal didalam rumah maupun yang tidak. Keponakanan ibu si pasien tampak sangat akrab.f. LingkunganLingkungan pemukiman keluarga bersih dan tertata dengan baik. Sampah tersimpan pada tempatnya demikian juga dengan tata letak peralatan dan perlengkapan rumah.

DIABETES MELLITUS A. DEFINISIMenurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 4B. Klasifikasi Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005, yaitu1 :1. Diabetes Melitus Tipe 1DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.2. Diabetes Melitus Tipe 2DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.3. Diabetes Melitus Tipe laina. Defek genetik pada fungsi sel betab. Defek genetik pada kerja insulinc. Penyakit eksokrin pankreasd. Endokrinopatie. Diinduksi obat atau zat kimiaf. Infeksig. Imunologi4. DM GestasionalC. PrevalensiWorld Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.2D. Patogenesis1. Diabetes mellitus tipe 1Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.52. Diabetes Melitus Tipe 2Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5E. Manifestasi KlinikBerdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1. Kriteria diagnostik : Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atauKadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atauKadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8 Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dlF. PenatalaksanaanTujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :1. EdukasiPemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. 2. Terapi gizi medisTerapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :1. Kadar glukosa darah yang mendekati normala) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dlb) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dlc) Kadar HbA1c < 7%2. Tekanan darah 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. 4. Intervensi FarmakologisIntervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.1. obat hipoglikemik orala. insulin secretagogue :sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid.b. insulin sensitizersThiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPAR yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak.c. glukoneogenesis inhibitorMetformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.d. Inhibitor absorbsi glukosa glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemiHal-hal yang harus diperhatikan :OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan. 2. Insulin Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin)Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.3. Terapi KombinasiPemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulinG. PENCEGAHAN Pencegahan PrimerPencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer.6 Pencegahan SekunderPencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes. Pencegahan TersierPencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008 [ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 20115. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 20067. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 19208. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 18739. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.12592