DIFTERI

29
PREVALENSI DIFTERI Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Surveilans Kesehatan Disusun oleh: FKM ALIH JENIS B 2014 Maydiya Restacendi N 101411123006 Riza Apriyanti 101411123012 Chyntia Winny W 101411123116 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

description

Surveilans penyakit difteri di Jawa Timur

Transcript of DIFTERI

PREVALENSI DIFTERI

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Surveilans Kesehatan

Disusun oleh: FKM ALIH JENIS B 2014

Maydiya Restacendi N101411123006

Riza Apriyanti101411123012

Chyntia Winny W101411123116

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2014

BAB IPENDAHULUAN

Difteri merupakan penyakit akut pada saluran pernafasan akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae. Difteri dapat menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa dengan penularan kontak langsung maupun tidak langsung dan penanganannya disesuaikan usia penderita.Difteri termasuk penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Difteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis Bmerupakan penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Indikator untuk menghitung angka kejadian difteri melalui prevalensi difteri. Pada tahun 2012 diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau5% pada balita diIndonesia adalah akibat PD3I. Sehingga imunisasi merupakan program yang efektif untuk menurunkan angka kematian bayi akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).Menurut Kemenkes (2012) jumlah kasus difteri pada tahun 2012 sebanyak 1.192 kasus, dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 76 kasus. Dari 18 provinsi yang melaporkan adanya kasus difteri, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur sebanyak 954 kasus (80%), diikuti oleh Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan masing-masing sebanyak 61 kasus (5,1%) dan 50 kasus (4,2%). Dalam Profil Kesehatan Jawa Timur, dijelaskan bahwa kasus difteri di Jawa Timur cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 sebanyak 133 kasus dalam 125 KLB dengan jumlah kematian 8 penderita, dan ditahun 2010 meningkat secara pesat menjadi 304 kasus dengan jumlah kematian 21 penderita. Data Dinas Kesehatan Jatim, kasus difteri pada 2012 meningkat dibandingkan dengan 2011 yang mencapai 664 kasus dan menyebabkan 20 orang meninggal. Kenaikan tertinggi yang terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 954 kasus (80%) dan menyebabkan 29 penderita meninggal. Hingga awal November 2012, difteri terbanyak di Kabupaten Situbondo (117 kasus), Jombang (90 kasus), dan Surabaya (65 kasus). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2014), pada tahun 2013 jumlah kasus difteri turun tetapi masih dalam jumlah yang tinggi dimana Provinsi Jawa Timur menduduki urutan pertama kasus difteri di Indonesia yaitu mencapai 621 kasus dengan jumlah kematian 26 kasus. Orang-orang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi anak-anak dan orang dewasa. Sekitar 33% penderita di atas usia 15 tahun, sisanya anak-anak. Difteri ini terjadi disebabkan oleh orang yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru, orang yang hidup dalam kondisi tempat tinggal penuh sesak atau tidak sehat, orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan, dan siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri. Seseorang dapat terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut apabila menyentuh orang yang sudah terinfeksi. Orang yang telah terinfeksi bakteri difteri dan belum diobati dapat menginfeksi orang nonimmunized selama enam minggu - bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala apapun.BAB IITUJUAN

A. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran umum difteri berdasarkan indikator prevalensi difteri

B. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran umum difteri

2. Mengetahui data kasus difteri di Jawa Timur3. Mengetahui prevalensi difteri

4. Mengetahui cut off point difteri

5. Mengetahui trigger level difteri

6. Mengetahui tujuan pengumpulan data difteri

7. Mengetahui sumber data difteri

BAB IIIPENGUMPULAN DATA

A. Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan data Dilakukan secara pasif (menggunakan data sekunder) dan aktif (menggunakan data primer). Sebaiknya menggunakan data rutin yang telah dicatat atau dilaporkan dalam sistem pencatatan dan pelaporan yang sedang berjalan.2. Sumber data

Indeks kasus atau dari mana kemungkinan kasus berawal Kasus-kasus tambahan yang ada di sekitarnya Cara penyebaran kasus Waktu penyebaran kasus Arah penyebaran penyakit Siapa, dimana, berapa orang yang kemungkinan telah kontak (hitung pergolongan umur untuk keperluan perencanaan prophilaksis dan imunisasi/ORI). Untuk mempermudah kemungkinan penyebaran kasus, sebaiknya dibuat peta lokasi KLB dan kemungkinan mobilitas penduduknya Persiapan pemberian prophilaksis dan imunisasi (ORI) Populasi beresiko Cakupan imunisasi DPT3 dan DT Peta wilayah Kondisi Cool chain Manajemen pengelolaan vaskin Data kasus Difteri/ kasus serupa difteri Data kematian

3. Pengambilan Spesimen Kontak

Untuk kontak yang sudah mempunyai gejala klinis, spesimen yang diambil adalah usap tenggorok dan usap nasofaring (hidung). Untuk kontak yang tidak mempunyai gejala klinis, spesimen yang diambil hanya usap nasofaring saja ( untuk efisiensi ).4. Pengelompokan data

Dikelompokkan berdasarkan usia, dan lokasi5. Pengelolaan data

Data yang diperoleh dibuat grafik berdasarkan usia, dan lokasi. Untuk penyebarluasan kasus digambarkan berdasarkan lokasi menggunakan peta wilayah.B. IndikatorPrevalensi jumlah penderita difteri (kasus lama dan kasus baru) dalam setahun di Jawa Timur dari jumlah penduduk Jawa Timur dalam setahun.C. Cut Off Point1. Cut Off Point Probable (Klinis)

Cut off point adalah gejala klinis maupun pasti seseorang yang terkena difteri. Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukanpseudomembranyang merupakan hasil kerja dari kuman ini.Pseudomembransendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan yang mudah berdarah bila disentuh, dan tanda lainnya antara lain demam berkisar antara 37,8oC 38,9oC, sakit tenggorokan dan nafasnya terdengar ngorok (stridor), nyeri saat menelan, dan sulit bernapas atau napas cepat. Pada difteri berat terdapat bentuk Bullneck atau maglinant difteri (Pembengkakan pada jaringan lunak leher).

2. Cut Off Point Konfirmasi

Kasus probable yang sudah dipastikan dengan hasil laboratorium Positif, berupa hapus tenggorok & hapus hidung atau hapus luka di kulit yang diduga Difteri kulit.Gambar 3.1 Alogaritma untuk diagnosis, terapi, dan follow up suspek difteri dan kontak terinfeksi

D. Trigger Level

Kriteria KLB Difteri adalah 1 (satu) kasus suspek Difteri pada suatu wilayah tertentu.E. Pencatatan Sistem pencatatan penyakit difteri menggunakan form STP (Surveilans Terpadu Penyakit). STP adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor resiko kesehatan, yang bersumber data pada puskesmas, rumah sakit, laboratorium, dan dinas kesehatan kabupaten atau kota. (Form STP terlampir).F. Analisis DataKemenkes (2012) melaporkan jumlah kasus difteri pada tahun 2012 sebanyak 1.192 kasus, dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 76 kasus. Dari 18 provinsi yang melaporkan adanya kasus difteri, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur sebanyak 954 kasus (80%), diikuti oleh Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan masing-masing sebanyak 61 kasus (5,1%) dan 50 kasus (4,2%). Kasus difteri di Jawa Timur cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Profil Kesehatan Jawa Timur, tahun 2009 terdapat 133 kasus dalam 125 KLB dengan jumlah kematian 8 penderita, dan ditahun 2010 meningkat secara pesat menjadi 304 kasus dengan jumlah kematian 21 penderita. Data Dinas Kesehatan Jatim, kasus difteri pada 2012 meningkat dibandingkan dengan 2011 yang mencapai 664 kasus dan menyebabkan 20 orang meninggal. Kenaikan tertinggi yang terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 954 kasus (80%) dan menyebabkan 29 penderita meninggal. Hingga awal November 2012, difteri terbanyak di Kabupaten Situbondo (117 kasus), Jombang (90 kasus), dan Surabaya (65 kasus). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2014), pada tahun 2013 jumlah kasus difteri turun tetapi masih dalam jumlah yang tinggi dimana Provinsi Jawa Timur menduduki urutan pertama kasus difteri di Indonesia yaitu mencapai 621 kasus dengan jumlah kematian 26 kasus. Orang-orang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi anak-anak dan orang dewasa. Sekitar 33% penderita di atas usia 15 tahun, sisanya anak-anak. BAB IV

HASIL

A. Penyajian Data

Gambar 4.1. Prevalensi Difteri di Indonesia Tahun 2012

Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan bahwa dari 1192 pederita difteri seluruh Indonesia mayoritas (80%) terjadi di Jawa Timur dengan 954 penderita.Gambar 4.2. Prevalensi Difteri di Jawa Timur

Berdasarkan gambar 4.2 menunjukkan bahwa kasus difteri fluktuatif dari tahun ke tahun. Tahun 2009 terdapat 133 kasus, dan ditahun 2010 meningkat secara pesat menjadi 304 kasus, sedangkan pada tahun 2011 meningkat mencapai 664 kasus. Pada 2012 terjadi kenaikan tertinggi yaitu sebanyak 954 kasus, dan mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 621 kasus. Gambar 4.3. CFR Difteri di Jawa Timur

Berdasarkan gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2009, CFR difteri berada pada angka 0,06 dan meningkat menjadi 0,069 di tahun 2010. Pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 0,0301 sedangkan di tahun 2012 naik menjadi 0,0304 sedangkan di tahun 2013 mengalami kenaikan pada angka 0,042. Gambar 4.4. Prevalensi Difteri di Jawa Timur Tahun 2012

Berdasarkan gambar 4.4 menunjukkan bahwa dari 954 penderita difteri, Situbundo menjadi Kabupaten yang paling banyak penderitA difteri (117 kasus), kemudian Jombang berada pada urutan kedua dengan 90 kasus dan Surabaya menjadi urutan ketiga penderita difteri dengan 65 kasus.Gambar 4.5 Presentase Difteri Menurut Kelompok Umur Tahun 2009-2012

Berdasarkan gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada tahun 2009-2011 penderita kasus difteri terbanyak pada rentang usia 5-9 tahun, sedangkan di tahun 2012 terbanyak pada rentang usia < 1 tahun.Gambar 4.6 Jumlah Difteri Menurut Kabupaten/Kota Tahun di Jawa Timur 2012Berdasarkan gambar 4.6 menunjukkan bahwa kabupaten/kota peringkat tiga teratas penderita difteri yaitu Kabupaten Situbundo (129 kasus), Kabupaten Jombang (95 kasus), dan Kota Surabaya (78 kasus).B. Pembahasan

Keenganan orang tua untuk melakukan imunisasi pada anaknya sehingga cakupan DPT di daerah yang terdapat di Jawa Timur masih rendah (