Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak

4
TINJAUAN PUSTAKA 427 CDK-241/ vol. 43 no. 6 th. 2016 Alamat Korespondensi email: PENDAHULUAN Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus yang disebabkan oleh virus, biasanya dialami lebih berat pada bayi dan ditandai dengan obstruksi saluran napas dan mengi. Penyebab paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Episode mengi dapat terjadi beberapa bulan setelah serangan bronkiolitis. 1,2 Episode pertama serangan, yang biasanya paling berat, terjadi paling sering pada bayi usia 2 sampai 6 bulan. Kejadian bronkiolitis dapat terjadi pada bulan pertama kehidupan dan episode berulang akan terjadi di tahun kedua kehidupan oleh virus yang sama. 3 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI Bronkiolitis umumnya disebut sebagai disease of infancy, umumnya mengenai bayi dengan insidens puncak pada usia 2 sampai 6 bulan; lebih dari 80% kasus terjadi pada tahun pertama kehidupan. 1,3 Di AS kejadian bronkiolitis lebih sering terjadi pada anak laki-laki, pada anak yang tidak diberi ASI dan tinggal di lingkungan padat penduduk. 1,2,3 Risiko lebih tinggi pada anak dari ibu usia muda atau ibu yang merokok selama kehamilan. 2,3 Etiologi utama epidemi bronkiolitis adalah RSV (Tabel 1). 1,2,3 Sekitar 75,000 – 125,000 anak di bawah 1 tahun dirawat di Amerika Serikat akibat infeksi RSV setiap tahun. 1,2,3 Infeksi saluran napas bawah disebabkan oleh RSV pada 22,4 dari 100 anak pada tahun pertama kehidupan. 1,3 Dari semua infeksi RSV pada anak di bawah 12 bulan, sepertiga kasus diikuti penyakit saluran napas bawah. 3 Meskipun tingkat serangan RSV menurun seiring dengan bertambahnya usia, frekuensi infeksi saluran napas bawah pada anak terinfeksi RSV tidak berkurang hingga usia 4 tahun. 1,3 PATOFISIOLOGI Bronkiolitis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiolus yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir, serta debris-debris seluler. Proses patologis Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak Irwan Junawanto, Ivon Lestari Goutama, Sylvani Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Indonesia ABSTRAK Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas bawah pada bayi yang umumnya disebabkan oleh infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV), ditandai dengan gejala peradangan akut, edema, dan nekrosis dinding sel epitel saluran napas kecil disertai peningkatan produksi mukus. Rendahnya kadar vitamin D turut berperan dalam perkembangan penyakit ini. Gejala dan tanda umumnya dimulai dari batuk dan pilek, dapat berlanjut ke takipneu, mengi, ronki, penggunaan otot bantu napas, dan/atau napas cuping hidung. Tatalaksana suportif meliputi oksigenasi dan hidrasi; penggunaan nebulisasi, antivirus, antibiotik, dan fisioterapi masih kontroversial. Kata kunci: Bronkiolitis, Respiratory Syncytial Virus, vitamin D ABSTRACT Bronchiolitis is a disorder commonly caused by Respiratory Syncytial Virus (RSV) in infants, characterized by acute inflammation, edema, and necrosis of epithelial-cell-lining in small airways, and increased mucus production. Low vitamin D may influence the progress of the disease. Signs and symptoms typically begin with rhinitis and cough, which may progress to tachypnea, wheezing, rales, use of accessory muscles, and/ or nasal flaring. Management includes oxygenation and hydration; application of nebulization, antivirus, antibiotic, and physiotherapy are still controversial. Irwan Junawanto, Ivon Lestari Goutama, Sylvani. Diagnosis and Recent Management of Children Bronchiolitis Keywords: Bronchiolitis, Respiratory Syncytial Virus, vitamin D Tabel 1. Agen penyebab infeksi virus di saluran napas pada anak 3 Agen Penyebab Frekuensi Kejadian Berdasarkan Kelompok Umur 0 – 2 tahun 2 – 5 tahun 5 – 9 tahun 9 – 15 tahun Respiratory Syncytial Virus Adenovirus Parainfluenza viruses Rhinoviruses Metapneumovirus Mycoplasma pneumonia ++++ ++ ++ + ++ + +++ ++ ++ ++ sampai +++ + ++ ++ + ++ ++ sampai +++ + +++ ++ 0 ++ +++ 0 ++++ ++++ =sangat sering, +++ =sering, ++ =kadang-kadang, + =tidak umum, 0 =tidak diketahui [email protected]

Transcript of Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak

Page 1: Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak

TINJAUAN PUSTAKA

427CDK-241/ vol. 43 no. 6 th. 2016

Alamat Korespondensi email:

PENDAHULUANBronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus yang disebabkan oleh virus, biasanya dialami lebih berat pada bayi dan ditandai dengan obstruksi saluran napas dan mengi. Penyebab paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Episode mengi dapat terjadi beberapa bulan setelah serangan bronkiolitis.1,2

Episode pertama serangan, yang biasanya paling berat, terjadi paling sering pada bayi usia 2 sampai 6 bulan. Kejadian bronkiolitis dapat terjadi pada bulan pertama kehidupan dan episode berulang akan terjadi di tahun kedua kehidupan oleh virus yang sama.3

EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGIBronkiolitis umumnya disebut sebagai disease of infancy, umumnya mengenai bayi dengan insidens puncak pada usia 2 sampai 6 bulan; lebih dari 80% kasus terjadi pada tahun pertama kehidupan.1,3

Di AS kejadian bronkiolitis lebih sering terjadi pada anak laki-laki, pada anak yang tidak diberi ASI dan tinggal di lingkungan padat penduduk.1,2,3 Risiko lebih tinggi pada anak dari ibu usia muda atau ibu yang merokok selama kehamilan.2,3

Etiologi utama epidemi bronkiolitis adalah RSV (Tabel 1).1,2,3 Sekitar 75,000 – 125,000 anak di bawah 1 tahun dirawat di Amerika Serikat akibat infeksi RSV setiap tahun.1,2,3 Infeksi saluran napas bawah disebabkan oleh RSV pada 22,4 dari 100 anak pada tahun pertama kehidupan. 1,3 Dari semua infeksi RSV pada

anak di bawah 12 bulan, sepertiga kasus diikuti penyakit saluran napas bawah.3 Meskipun tingkat serangan RSV menurun seiring dengan bertambahnya usia, frekuensi infeksi saluran napas bawah pada anak terinfeksi RSV tidak berkurang hingga usia 4 tahun.1,3

PATOFISIOLOGIBronkiolitis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiolus yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir, serta debris-debris seluler. Proses patologis

Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak

Irwan Junawanto, Ivon Lestari Goutama, SylvaniAlumni Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya

Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas bawah pada bayi yang umumnya disebabkan oleh infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV), ditandai dengan gejala peradangan akut, edema, dan nekrosis dinding sel epitel saluran napas kecil disertai peningkatan produksi mukus. Rendahnya kadar vitamin D turut berperan dalam perkembangan penyakit ini. Gejala dan tanda umumnya dimulai dari batuk dan pilek, dapat berlanjut ke takipneu, mengi, ronki, penggunaan otot bantu napas, dan/atau napas cuping hidung. Tatalaksana suportif meliputi oksigenasi dan hidrasi; penggunaan nebulisasi, antivirus, antibiotik, dan fisioterapi masih kontroversial.

Kata kunci: Bronkiolitis, Respiratory Syncytial Virus, vitamin D

ABSTRACT

Bronchiolitis is a disorder commonly caused by Respiratory Syncytial Virus (RSV) in infants, characterized by acute inflammation, edema, and necrosis of epithelial-cell-lining in small airways, and increased mucus production. Low vitamin D may influence the progress of the disease. Signs and symptoms typically begin with rhinitis and cough, which may progress to tachypnea, wheezing, rales, use of accessory muscles, and/or nasal flaring. Management includes oxygenation and hydration; application of nebulization, antivirus, antibiotic, and physiotherapy are still controversial. Irwan Junawanto, Ivon Lestari Goutama, Sylvani. Diagnosis and Recent Management of Children Bronchiolitis

Keywords: Bronchiolitis, Respiratory Syncytial Virus, vitamin D

Tabel 1. Agen penyebab infeksi virus di saluran napas pada anak3

Agen PenyebabFrekuensi Kejadian Berdasarkan Kelompok Umur

0 – 2 tahun 2 – 5 tahun 5 – 9 tahun 9 – 15 tahun

Respiratory Syncytial VirusAdenovirusParain�uenza virusesRhinovirusesMetapneumovirusMycoplasma pneumonia

++++++++++++

+++++++

++ sampai ++++++

+++++

++ sampai ++++

+++

++0+++++

0++++

++++ =sangat sering, +++ =sering, ++ =kadang-kadang, + =tidak umum, 0 =tidak diketahui

[email protected]

Page 2: Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak

TINJAUAN PUSTAKA

428 CDK-241/ vol. 43 no. 6 th. 2016

yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Ventilasi yang makin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.4

DIAGNOSISGejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi (yang tidak membaik dengan tiga dosis bronkodilator kerja cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada, hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki pada auskultasi, sulit makan, menyusu atau minum.4

Klinisi harus dapat menegakkan diagnosis bronkiolitis dan menilai derajat keparahan berdasarkan riwayat penyakit serta pemeriksaan klinis; pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak harus rutin dilakukan. Di samping itu, faktor risiko penyakit lain perlu diperhatikan, seperti usia kurang dari 12 minggu, riwayat prematuritas, penyakit jantung-paru yang mendasari, serta imunodefisiensi.5

DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding utama bronkiolitis pada anak adalah asma.6 Kedua penyakit ini sulit dibedakan pada episode pertama, namun adanya kejadian mengi berulang, tidak adanya gejala prodromal infeksi virus, dan adanya riwayat keluarga dengan asma dan atopi dapat membantu menegakkan diagnosis asma.6

Beberapa penyakit-penyakit lain harus dibedakan dari bronkiolitis (Tabel 2).3 Kelainan anatomi seperti cincin vaskuler dapat menyebabkan obstruksi saluran napas dan gangguan inspirasi ataupun ekspirasi. 3 Benda asing harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.3 Penyebab mengi lain yang sering pada bayi muda adalah Gastroesophageal Re�ux Disease (GERD).3

Pneumonia bakterialis harus dibedakan dengan bronkiolitis karena terkait dengan perbedaan tatalaksana, walaupun pada pneumonia jarang sekali ditemukan mengi. 3

Tabel 2. Diagnosis banding mengi pada anak3

Infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV), Human metapneumovirus, Parain�uenza, Adenovirus, In�uenza, Rhinovirus, Bocavirus, Chlamydia trachomatis, Tuberculosis, Histoplasmosis, Papilomatosis

Asma Transient wheezer, Persistent wheezer, Late onset wheezer

K e l a i n a n Anatomi

Abnormalitas saluran napas sentral (malacia laring, trakea, dan/atau bronki, trakeoesofageal fistula, laryngeal cleft)Kompresi saluran napas (tumor, benda asing)Anomali saluran napas intrinsik (hemangioma saluran napas, malformasi cystic adenomatoid, kista bronchial atau paru, emfisema lobar kongenital, benda asing, penyakit jantung kongenital)Imunodefisiensi (Imunoglobulin A de�ciency, defisiensi ß-cell, AIDS, bronkiektasis)

K e l a i n a n M u c o c i l i a r y Clearance

Fibrosis kistik, diskinesia silier primer, bronkiektasis

S i n d r o m a Aspirasi

Gastroesofageal refluks, disfungsi faringeal

Lainnya Displasia bronkopulmoner, bronkiolitis obliterans, gagal jantung, anafilaksis, luka bakar

TATALAKSANAInfeksi virus RSV biasanya bersifat self limiting, sehingga pengobatan biasanya hanya suportif.7

Prinsip Pengobatan:1. OksigenasiPemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan distres pernapasan berat, metode yang direkomendasikan adalah dengan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal dengan kadar oksigen 30 – 40%.2 Apabila tidak ada oksigen, anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembapan udara tinggi, sebaiknya dengan uap dingin (mist tent) untuk mencairkan sekret di tempat peradangan.7 Terapi oksigen diteruskan sampai tanda hipoksia hilang.2 Penggunaan kateter nasal >2 L/menit dengan maksimal 8-10 L/menit dapat menurunkan kebutuhan rawat di Paediatrics Intensive Care Unit (PICU).8 Penggunaan kateter nasal serupa efektifnya dengan nasal CPAP bahkan mengurangi kebutuhan obat sedasi. 8

Pemberian oksigen suplemental pada anak dengan bronkiolitis perlu memperhatikan gejala klinis serta saturasi oksigen anak, karena tujuannya adalah untuk pemenuhan kebutuhan oksigen anak yang terganggu akibat obstruksi yang mengganggu perfusi ventilasi paru.5,9 Transient oxygen desaturation pada anak umum terjadi saat anak tertidur, durasinya <6 detik, sedangkan hipoksia pada kejadian bronkiolitis cenderung terjadi dalam hitungan jam sampai hari.9

2. CairanPemberian cairan sangat penting untuk koreksi asidosis metabolik dan respiratorik yang mungkin timbul dan mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan melalui mekanisme penguapan tubuh (evaporasi) karena pola pernapasan cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi, dapat diberikan cairan rumatan, bisa melalui intravena maupun nasogastrik. Pemberian cairan melalui lambung dapat menyebabkan aspirasi, dapat memperberat sesak, akibat tekanan diafragma ke paru oleh lambung yang terisi cairan.7

Pemberian cairan melalui jalur nasogastik atau intravena perlu pada anak bronkiolitis yang tidak dapat dihidrasi oral. 5

3. Bronkodilator dan KortikosteroidAlbuterol dan epinefrin, serta kortikosteroid sistemik tidak harus diberikan.5 Beberapa penelitian meta-analisis dan systematic reviews di Amerika menemukan bahwa bronkodilator dapat meredakan gejala klinis, namun tidak mempengaruhi penyembuhan penyakit, kebutuhan rawat inap, ataupun lama perawatan, sehingga dapat disimpulkan tidak ada keuntungannya, sedangkan efek samping takikardia dan tremor dapat lebih merugikan.5

Sebuah penelitian randomized controlled trial di Eropa pada tahun 2009 menunjukkan bahwa nebulisasi epinefrin dan deksametason oral pada anak dengan bronkiolitis dapat mengurangi kebutuhan rawat inap, lama perawatan di rumah sakit, dan durasi penyakit.10

Nebulisasi hypertonic saline dapat diberikan pada anak yang dirawat.5 Nebulisasi ini bermanfaat meningkatkan kerja mukosilia saluran napas untuk membersihkan lendir dan debris-debris seluler yang terdapat pada saluran pernapasan. 5

4. AntivirusRibavirin adalah obat antivirus bersifat virus statik. Penggunaannya masih kontroversial baik efektivitas maupun keamanannya.6 The American Academy of Pediatrics merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan yang diperkirakan akan menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit paru kronik, imunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur.7 Ribavirin dapat menurunkan angka morbiditas dan

Page 3: Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak

TINJAUAN PUSTAKA

429CDK-241/ vol. 43 no. 6 th. 2016

mortalitas penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung jika diberikan sejak awal.1,3,7

Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol dengan dosis 20 mg/mL diberikan dalam 12-18 jam per hari selama 3- 7 hari. 7

5. AntibiotikAnti-bakterial tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan oleh virus, kecuali bila dicurigai ada infeksi tambahan.5 Terapi antibiotik sering digunakan berlebihan karena khawatir terhadap infeksi bakteri yang tidak terdeteksi,5 padahal hal ini justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut; sehingga penggunaannya diusahakan hanya berdasarkan indikasi.7 Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk anak dengan bronkiolitis yang membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik untuk mencegah gagal napas.5 Antibiotik yang dipakai biasanya yang berspektrum luas, namun untuk Mycoplasma pneumoniae diatasi dengan eritromisin.7

6. FisioterapiFisioterapi dada pada anak bronkiolitis dengan teknik vibrasi ataupun perkusi (5 trials) atau teknik pernapasan pasif tidak lebih baik selain pengurangan durasi pemberian terapi oksigen.5 Penghisapan sekret daerah nasofaring untuk meredakan sementara kongesti nasal atau obstruksi saluran napas atas, namun sebuah studi retrospektif menyatakan deep suctioning berhubungan dengan durasi rawat inap lebih lama pada anak usia 2 – 12 bulan.5

PENCEGAHANSalah satu bentuk pencegahan terhadap RSV adalah higiene perorangan meliputi desinfeksi tangan menggunakan alcohol based rubs atau dengan air dan sabun sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien atau objek tertentu yang berdekatan dengan pasien.5 Perlindungan terhadap paparan asap rokok serta polusi udara serta pemberian ASI

eksklusif selama 6 bulan mencegah kejadian bronkiolitis.5 Perlu dilakukan edukasi anggota keluarga mengenai diagnosis, tatalaksana, dan pencegahan bronkiolitis sesuai evidence-base. 5

Palivizumab merupakan salah satu terapi profilaksis terhadap infeksi paru, terutama yang disebabkan RSV, dapat diberikan terutama pada anak yang memiliki risiko tinggi terinfeksi agen tersebut.5,6 Palivizumab perlu dibatasi pada anak yang dilahirkan sebelum usia kehamilan 29 minggu, kecuali dengan penyakit jantung yang signifikan atau penyakit paru kronik akibat prematuritas; dosis maksimum palivizumab 15 mg/kgBB/dosis diberikan 1 dosis setiap bulan, dapat diberikan 5 bulan berturut-turut selama musim RSV pada anak yang memiliki kualifikasi diberi palivizumab pada tahun pertama kehidupan.5,6

Vitamin D adalah salah satu faktor yang berperan dalam perjalanan penyakit bronkiolitis.11,12 Studi prospektif Birth Cohort oleh Camargo, dkk. pada 922 anak-anak Selandia Baru, menyatakan bahwa rendahnya kadar 25-hydroxyvitamin D (25 [OH] D) darah tali pusat berkaitan dengan peningkatan risiko infeksi pernapasan dan mengi berulang.13 Selain itu, studi case-control oleh Karatekin, dkk. menemukan bahwa pada bayi baru lahir dengan kadar 25-hydroxyvitamin D (25 [OH] D) <10 ng/mL memiliki risiko lebih besar terkena infeksi saluran napas bawah.14 Hal ini terkait dengan peran vitamin D dalam aktivitas sistem kekebalan bawaan.15 Sistem kekebalan tubuh bawaan, khususnya aktivitas cathelicidin, membantu mencegah infeksi bakteri dan virus.16 Wang, et al, menunjukkan bahwa vitamin D adalah pemicu langsung gen cathelicidin ini.17 The American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan konsumsi vitamin D 400 IU setiap hari untuk bayi baru lahir dilanjutkan sampai memasuki usia remaja.18

PROGNOSISBeberapa studi telah mencatat peningkatan

risiko asma bronkiale pada anak-anak yang awalnya menderita bronkiolitis, meskipun tidak jelas apakah karena bronkiolitis atau faktor risiko lain seperti kecenderungan genetik untuk asma dan faktor lingkungan seperti asap rokok.7

Pada sebagian besar kasus, mengi biasanya disebabkan oleh virus.1,3,7 Riwayat episode mengi berulang dan keluarga atau riwayat penyakit asma, riwayat alergi, atau eksim membantu mendukung diagnosis asma.7 Beberapa bayi akan memiliki episode berulang mengi selama masa kanak-kanak. Tatalaksana episode mengi yang dipicu virus sama dengan asma bronkial.4

RINGKASANBronkiolitis merupakan infeksi saluran pernapasan terutama pada tahun pertama kehidupan, dengan insidens puncak pada usia 2 sampai 6 bulan. Diagnosis bronkiolitis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit serta pemeriksaan klinis, berupa mengi, ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada, hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki pada auskultasi, sulit makan, menyusu atau minum. Pemeriksaan laboratorium dan radiografis tidak harus rutin. Bronkiolitis terutama harus dibedakan dari asma dan pneumonia bakterial karena penanganannya berbeda. Tatalaksana bronkiolitis umumnya suportif karena sifat infeksi virusnya umumnya self limiting.

DAFTAR PUSTAKA :

1. Watts KD, Goodman DM. Wheezing in infants: Bronchiolitis. In: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editors. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2011. p. 1456-9.

2. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children: Guidelines for the management of common childhood illnesses. 2nd ed. 2013.

3. Welliver RC. Bronchiolitis and infectious asthma. In: Feigin RD, et al. Feigin Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2009. p. 277-85

4. Mansbach JM. Respiratory viruses in bronchiolitis and their link to recurrent wheezing and asthma. Clin Lab Med. 2009; 29(4): 741–55.

5. Ralston SL, Lieberthal AS, Meissner HC, Alverson BK, Baley JE, Gadomski AM, et al. Clinical practice guideline: The diagnosis, management, and prevention of bronchiolitis. American Academy of Pediatrics 2014; 134(5):1474-502.

Page 4: Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak

TINJAUAN PUSTAKA

430 CDK-241/ vol. 43 no. 6 th. 2016

6. Committee on Infectious Diseases and Bronchiolitis. Updated huidance for pavlizumab prophylaxis among infants and young children at increased risk of hospitalization for respiratory syncytial virus infection. American Academy of Pediatrics 2014;134:415-20.

7. Technical updates of the guidelines on the Integrated Management of Childhood Illness (IMCI): Evidence and recommendations for further adaptations. Geneva: WHO; 2005.

8. Mayfield S, Bogossian F, O’Malley L, Schibler A. High-flow nasal cannula oxygen therapy for infants with bronchioltis: Pilot study. J Paediatrics and Child Health. 2014;50(5):373-8. doi: 10.1111/jpc.12509.

9. Walsh P, Rothenberg SJ. American Academy of Pediatrics 2014 bronchiolitis guidelines: Bonfire of the evidence. Western J Emergency Med. 2015; 16(1):85-8.

10. Plint AC, Johnson DW, Patel H, Wiebe N, Correll R, Brant R, et al. Epinephrine and Dexamethasone in Children with Bronchiolitis. N Engl J Med 2009; 360:2079-89. doi: 10.1056/NEJMoa0900544

11. Carroll KN, Gebretsadik T, Griffin MR, Wu P, Dupont WD, Mitchel EF, et al. Increasing burden and risk factors for bronchiolitisrelated medical visits in infants enrolled in a state health care insurance plan. Pediatrics 2008;122(1): 58–64. doi: 10.1542/peds.2007-2087.

12. Simoes EA. Environmental and demographic risk factors for respiratory syncytial virus lower respiratory tract disease. J Pediatr. 2003;143(5 Suppl):118–26. [PubMed:14615710]

13. Camargo CA Jr, Rifas-Shiman SL, Litonjua AA, Rich-Edwards JW, Weiss ST, Gold DR, et al. Maternal intake of vitamin D during pregnancy and risk of recurrent wheeze in children at 3 y of age. Am J Clin Nutr. 2007;85(3):788–95. [PubMed:17344501]

14. Karatekin G, Kaya A, Salihoglu O, Balci H, Nuhoğlu A. Association of Subclinical Vitamin D decifiency in Newborn with Acute Lower Respiratory Infection and Their Mother. Eur J Clin Nutr. 2009;63(4):473-7. [Epub 2007 Nov 21].

15. Black PN, Scragg R. Relationship between serum 25-hydroxyvitamin d and pulmonary function in the third national health and nutrition examination survey. Chest 2005;128(6):3792–8. [PubMed: 16354847]

16. J, Dockery D, Speizer FE. Low levels of dietary vitamin D intake and pulmonary function in adolescents [abstract]. Proc Am Thoracic Soci. 2006;3 A 526

17. Wang TT, Nestel FP, Bourdeau V, Nagai Y, Wang Q, Liao J, et al. Cutting edge: 1,25-dihydroxyvitamin D3 is a direct inducer of antimicrobial peptide gene expression. J Immunol 2004;173(5):2909–12. [PubMed: 15322146]

18. Walker VP, Modlin RL. The vitamin D connection to pediatric infections and immune function. International Pediatric Research Foundation, Inc; 2009.