Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

22
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TERKINI TUBERKULOSIS PADA ANAK Adi Utomo Suardi Divisi Respirologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 melaporkan jumlah kasus TB di dunia pada tahun 2009 sebesar 9,4 juta atau sekitar 137 kasus per 100.000 populasi. 1 Sepuluh sampai duapuluh persen dari keseluruhan kasus TB terjadi pada anak (0-14 tahun) 2 bahkan di daerah endemis dapat mencapai 40%. 3 Walaupun demikian, data mengenai TB anak di daerah endemis tidak banyak dan tidak akurat dilaporkan. 4,5 Hal ini dikarenakan sulitnya mendiagnosis TB pada anak secara akurat, sistem pelaporan yang kurang baik dan adekuat di negara berkembang serta kurangnya perhatian dari pemegang otoritas program. 6 Di Indonesia jumlah kasus baru TB pada tahun 2009 adalah 289.044 dengan kasus pada anak usia kurang dari 15 tahun adalah 30.662 . 7 Diagnosis TB pada anak tidaklah mudah, seringkali terjadi overdiagnosis diikuti overtreatment, dan di sisi lain terjadi underdiagnosis dalam menegakkan diagnosis TB anak diikut undertreatment, bahkan TB anak seringkali tidak menjadi perhatian atau neglected. 8,9 Masalah diagnosis TB pada anak dikarenakan beberapa hal antara lain gejala dan tanda penyakit yang tidak

Transcript of Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

Page 1: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TERKINI TUBERKULOSIS PADA ANAK

Adi Utomo Suardi

Divisi Respirologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi dengan morbiditas dan mortalitas

tinggi. World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 melaporkan jumlah kasus TB di

dunia pada tahun 2009 sebesar 9,4 juta atau sekitar 137 kasus per 100.000 populasi.1 Sepuluh

sampai duapuluh persen dari keseluruhan kasus TB terjadi pada anak (0-14 tahun)2 bahkan di

daerah endemis dapat mencapai 40%.3 Walaupun demikian, data mengenai TB anak di daerah

endemis tidak banyak dan tidak akurat dilaporkan.4,5 Hal ini dikarenakan sulitnya mendiagnosis

TB pada anak secara akurat, sistem pelaporan yang kurang baik dan adekuat di negara

berkembang serta kurangnya perhatian dari pemegang otoritas program.6 Di Indonesia jumlah

kasus baru TB pada tahun 2009 adalah 289.044 dengan kasus pada anak usia kurang dari 15

tahun adalah 30.662 .7

Diagnosis TB pada anak tidaklah mudah, seringkali terjadi overdiagnosis diikuti

overtreatment, dan di sisi lain terjadi underdiagnosis dalam menegakkan diagnosis TB anak

diikut undertreatment, bahkan TB anak seringkali tidak menjadi perhatian atau neglected.8,9

Masalah diagnosis TB pada anak dikarenakan beberapa hal antara lain gejala dan tanda penyakit

yang tidak spesifik, kesulitan memperoleh spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologis,

pemeriksaan beberapa pemeriksaan konvensional yang ada tidak dapat membantu diagnosis dan

bahkan beberapa pemeriksaan yang dikembangkan dan bahkan sudah diperkenalkan di

laboratorium seyogyanya belum terbukti dapat digunakan untuk kepentingan praktek klinis

sehari-hari. Oleh karena itu, mendiagnosis pasti TB pada anak merupakan permasalahan yang

hingga saat ini masih dihadapi.5,10

WHO telah mengeluarkan kebijakan terbaru WHO Stop TB Strategy dan mencanangkan

Global Plan to Stop TB 2006-2015. Strategi tersebut mencakup masalah anak penderita TB

kronis yang terlantar yang selama ini tidak tercakup dalam program penanggulangan Guidance

for National Tuberculosis Programmes on The Management of Tuberculosis in Children.

Page 2: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

Panduan tersebut memuat beberapa hal baru penting yaitu Program Tuberkulosis Nasional harus

mencatat dan membuat pelaporan TB anak secara berkala yang dibagi menjadi 2 kategori umur

yaitu 0-4 tahun dan 5-14 tahun secara rutin tiap 3 bulan, rekomendasi penggunaan etambutol

pada anak, serta penanganan TB anak harus mengacu pada program Stop TB Strategy.11 Panduan

global dalam manajemen TB anak, anak-anak dengan HIV serta rekomendasi dosis terbaru obat

anti tuberkulosis (OAT) lini pertama juga termasuk di dalamnya.12

EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis termasuk dalam 10 penyebab kematian terbanyak pada anak-anak di seluruh dunia.

Namun, anak-anak dengan TB seringkali diberikan prioritas yang rendah dalam berbagai

program kesehatan nasional. Tuberkulosis pada anak merupakan konsekuensi dari TB pada

dewasa dan merupakan petunjuk yang baik mengenai penyebaran/transmisi TB di komunitas.13

Seorang dewasa dengan infeksi TB paru akan menginfeksi 8-15 individu sebelum didiagnosis

TB. Beberapa pasien dapat sangat menularkan TB, namun beberapa pasien yang yang lain tidak

menularkan sama sekali. Sekitar 5-10% orang dengan infeksi TB laten akan menderita sakit TB.

Risiko menderita TB akan lebih tinggi pada anak-anak dan penderita imunokompromi.9 Sekitar 1

juta anak-anak menderita TB dan 75% terjadi di berbagai negara berkembang. Berdasarkan data

regional WHO pada tahun 2007, anak-anak kurang dari 14 tahun dengan sputum positif TB

berkisar antara 0,6%-3,6%. Namun, karena 95% kasus pada anak-anak di bawah 12 tahun

mempunyai hasil sputum negatif, maka data ini hanya menunjukkan kenyataan kecil mengenai

TB pada anak-anak.13 Indonesia berada pada peringkat ketiga di antara 22 negara dengan kasus

TB terbesar. Survey nasional tahun 2004 menunjukkan prevalensi TB paru apus positif di

Indonesia diperkirakan mencapai 104 per 100.000 populasi dan saat ini direncanakan untuk

melakukan penilaian di tingkat provinsi untuk memperkirakan resiko infeksi tuberkulosis

pertahun (Annual Risk of tuberculosis infections/ARTI). ARTI didefinisikan sebagai

kemungkinan rata-rata dari sekelompok individu untuk terkena infeksi tuberkulosis selama 1

tahun, ARTI didapatkan dari perkiraan prevalensi infeksi dari survey tuberkulin. ARTI dapat

memberikan petunjuk adanya epidemi TB dan pengaruh dari program pengendalian TB. ARTI

juga dapat menggambarkan situasi epidemiologis TB terakhir. Saat ini sedang direncanakan

untuk melakukan survey uji tuberkulin di 5 provinsi.14

Page 3: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

RIWAYAT ALAMIAH

Secara alamiah, setelah kontak TB dan masuknya kuman ke dalam tubuh dengan timbulnya sakit

seringkali berlangsung dalam waktu lama, sehingga umumnya individu yang telah terinfeksi

membawa kuman dan asimptomatik. Gejala penyakit bisa timbul bertahun-tahun setelah infeksi

primer. Infeksi terjadi setelah percikan ludah yang mengandung kuman Mycobacterium

tuberculosis terinhalasi. Seorang anak yang menderita penyakit TB sulit dibedakan apakah

penyakitnya berasal dari infeksi primer atau reaktivasi kuman MTB dorman, infeksi bisa terjadi

kapan saja sepanjang hidupnya. Berikut ini skala waktu untuk timbulnya berbagai manifestasi

TB.15

Tabel 1. Skala waktu manifestasi TB

Bentuk Tuberkulosis Waktu Sejak Infeksi Sampai Onset Penyakit

Konversi imunitas 4-8 mingguKompleks primer 1-3 bulanKomplikasi lokal paru 3-9 bulanEfusi pleura 3-12 bulanMilier/meningitis 3 bulanTulang 10-36 bulanKulit 5 tahunGinjal 10 tahunReaktivasi 5 tahun

Sumber: Hoskyns W15

Anak mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami progresifitas penyakit dibanding

dewasa dan untuk terjadinya milier serta meningitis, hal ini berhubungan dengan daya tahan

tubuhnya dan maturitas sistem imunnya, terutama pada anak < 3 tahun. Belum maturnya sistem

imun merupakan predisposisi untuk penyebaran TB di tubuh anak. Oleh karena itu pada anak

kemoprofilaksis dapat diberikan untuk pengobatan infeksi TB laten namun tidak demikian pada

dewasa. TB anak biasanya primer dan jumlah kuman sedikit (paucybacillary), sehingga

transmisi TB meskipun kontak erat tidak akan terjadi. Sedangkan TB dewasa dan remaja adalah

post-primer dengan kavitas pada paru dan infeksius.15 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

bayi, risiko progresifitas TB primer sangat tinggi, risiko menurun sedikit sampai usia 2 tahun,

risiko terendah pada usia antara 5-10 tahun.16 Di paru-paru MTB difagositosis oleh makrofag dan

akan dibunuh atau dapat tetap hidup serta bermultiplikasi, bila sel pecah akan menyebarkan lebih

banyak mikroorganisme. Selanjutnya akan terjadi perang antara respon imun tubuh dengan

Page 4: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

organisme yang invasive. Pertahanan tubuh merupakan dinding untuk infeksi, sehingga anak

tidak sakit, namun bila system imun tidak bisa mencegah, timbul penyakit yang aktif. Sebagai

mekanisme pertahanan tubuh akan dibentuk granuloma berupa kapsul yang mengelilingi kuman

MTB. Bakteri yang terkurung dalam dinding granuloma bisa mati namun lebih sering menjadi

koloni dorman yang menetap. Berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian organisme dorman

tersebut keluar dan menyebabkan penyakit. Penyakit lebih sering muncul pada lansia, keadaan

stress, kurang gizi dan atau imunokompromis. Risiko terjadinya sakit setelah infeksi primer

tertinggi pada kurun waktu 1 tahun setelah infeksi dan menurun secara drastis setelah 2 tahun.

Rata-rata hanya 10% saja indivisu yang terinfeksi akan menjadi sakit. Hampir semua individu

yang terinfeksi akan memberikan respon imun sel (cell mediated immune response) dalam waktu

2-10 minggu setelah infeksi inisial yang dapat dideteksi dengan uji kulit tuberkulin positif.

DEFINISI KASUS

Penting untuk membedakan antara terpapar, infeksi primer dengan penyakit yang aktif.16

Seseorang terpapar TB bila kontak dengan penderita TB aktif, selanjutnya apakah anak akan

masuk kelompok terinfeksi atau penyakit tergantung pada derajat status penderita TB, umur

penderita TB yang menularkan (bila usia <25 tahun lebih infeksius), hubungan keduanya

(apakah 1 kamar, 1 runah), kondisi rumah, kepadatan huniah dan ada tidaknya HIV.17 Faktor

risiko untuk sakit TB adalah usia muda (bayi, balita), kontak serumah, malnutrisi berat, infeksi

yang baru, imunosupresi terutama karena HIV.12,17

Terpapar TB

Terpapar TB dikategorikan sebagai anak yang asimptomatik namun memiliki kontak dengan

orang yang dicurigai menderita penyakit TB serta anak menunjukkan uji kulit tuberculin

negative dan foto ronsen dada normal. Anak usia < 4 tahun dan anak yang imunokompromis

mulai diobati dengan INH tanpa menunggu hasil uji tuberkulin ulang yang dilakukan pada 2-3

bulan kemudian, karena kelompok ini berisiko berkembang menjadi penyakit TB. Apabila hasil

uji kulit tuberculin negatif, maka obat dapat dihentikan dan apabila positif maka INH dapat

dilanjutkan selama 9 bulan. Anak dengan paparan TB berusia > 3 tahun dan imunokompeten

dapat diobservasi dan OAT ditunda sampai ada hasil uji tuberkulin ulang.9

Page 5: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

Infeksi TB (latent TB infection)

Anak dengan uji tuberkulin positif harus diberikan pengobatan sebagai infeksi TB laten untuk

menurunkan risiko berkembang menjadi penyakit di kemudian hari. Pengobatan infeksi TB laten

adalah monoterapi dengan INH selama 9 bulan, sebagai alternative untuk penderita yang tidak

toleran terhadap INH adalah rifampisin yang diberikan selama 9 bulan.9

Penyakit TB

Anak yang menderita penyakit TB memiliki jumlah kuman yang lebih banyak dan langsung

dimulai terapi kombinasi. Semua penderita dengan penyakit TB sebaiknya dikelola dengan

prinsip strategi directly observed treatment shortcourse (DOTS).9

DIAGNOSIS

Anak yang terinfeksi TB bersifat tidak menularkan, kebanyakan anak mendapat infeksi berasal

dari orang dewasa yang berada disekitarnya. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan

kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologis namun pada anak, sulit untuk mendapatkan

spesimen diagnostik yang representatif. Seringkali M. tuberkulosis jarang ditemukan pada

sediaan langsung maupun kultur. Hanya sekitar 0-3/100.000 kasus saja yang mendapatkan hasil

positif dengan pemeriksaan sputum.8

Gejala klinis

Kekeliruan mendiagnosis TB pada anak dapat terjadi antara lain tenaga medis menganggap

gejala klinis pasien TB anak sama dengan dewasa. Suatu gejala klinis langsung dihubungkan

dengan TB tanpa atau kurang memikirkan kemungkinan diagnosis banding. Manifestasi klinis

TB terbagi dua, yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ/lokal. Manifestasi

sistemik umumnya bersifat tidak khas yang hal ini sesuai dengan sifat kuman TB dan manifestasi

berlangsung bertahap dan perlahan. Salah satu gejala sistemik yang sering terjadi adalah demam

yang terjadi pada sekitar 40%-80% kasus. Demam biasanya tidak tinggi dan dan hilang timbul

dalam jangka waktu yang cukup lama. Manifestasi sistemik yang lain yang sering dijumpai

adalah anoreksia, berat badan tidak naik atau turun, malaise. Batuk kronik bukan merupakan

gejala utama anak dengan TB. Hal ini berbeda dengan penderita TB dewasa dimana batuk kronik

merupakan gejala tersering. Manifestasi spesifik lokal organ/lokal tergantung dari organ yang

Page 6: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang dan sendi, kulit, dan lain-

lain.10,18,19

Pemeriksaan Penunjang

Penegakkan diagnosis tuberkulosis pada anak menjadi rumit karena tidak adanya baku emas

yang praktis. Pemeriksaan mikroskopik sputum, seringkali menjadi satu-satunya uji diagnostik

yang tersedia di daerah endemik. Pemeriksaan tersebut memberikan hasil positif pada <10-15%

anak-anak yang diduga terinfeksi, begitu pula pemeriksaan kultur yang juga memberikan hasil

yang kurang baik, yaitu hanya <30-40%.8,20,21

Uji kulit tuberkulin cara Mantoux sangat bermanfaat dalam mendeteksi infeksi

Mycobacterium tuberculosis pada anak meskipun cakupan BCG di daerah tersebut cukup

tinggi.22 Uji kulit tuberkulin juga bukan tes yang ideal, harus diintrpretasikan secara kontekstual.

Uji kulit tuberculin positif hanya menunjukkan bahwa ada indikasi infeksi kuman MTB.

Penyuntikan dengan larutan purified protein derivative (PPD) 0,1 cc intrakutan. Menurut WHO

sebaiknya disepakati dipergunakan PPD-S 5 TU atau PPD-RT23-2TU, dan hasil dibaca setelah

48-72 jam kemudian, dinilai diameter indurasi transversal terpanjang. Batas positif disepakati

≥10mm baik sudah maupun belum BCG dan > 5mm pada anak dengan HIV atau

imunokompromis. Pada anak yang telah mendapat vaksinasi BCG uji kulit tuberculin sulit

diinterpretasi dan hasil negative tidak berarti anak tidak sakit TB.12,15,23 Sekali seorang anak

pernah menunjukkan hasil uji kulit tuberculin positif, sebaiknya tidak dilakukan lagi uji

tuberculin, karena hasilnya tidak lagi bermanfaat dan dapat menimbulkan jaringan parut.9

Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang

mudah, murah dan cepat. Pemeriksaan ini dapat diperiksa dari specimen yang berasal dari dahak,

aspirasi cairan lambung, bronchoalveolar lavage, cairan serebrospinal dan cairan tubuh lain.

Pada anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak, bahan pemeriksaan dapat diperoleh dari

induksi sputum maupun aspirasi cairan lambung dini hari selama 3 hari berturut-turut. Aspirat

lambung sebanyak 50 ml setelah sebelumnya puasa selama 8-10 jam, kemudian harus dinetralisir

dengan natrium bikarbonat (100 mg tiap 5-10 ml specimen). Pemeriksaan ini membutuhkan

kuman 5000-10.000 kuman/mm specimen untuk mendapatkan hasil yang positif.24

Tes serologis yang tersedia saat ini hendaknya tidak digunakan secara rutin untuk

mendiagnosis TB anak karena belum ada data yang cukup mengenai penggunaanya pada anak.

Page 7: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

Penelitian terhadap penderita dewasa menunjukkan reliabilitas dengan variasi yang luas. WHO

juga tidak merekomendasikan penggunaannya pada negara-negara berkembang. Meski

Interferon-gamma release assays (IGRA) menunjukkan keunggulan dibandingkan uji kulit

tuberkulin pada anak terinfeksi HIV, bayi dan anak dengan malnutrisi namun tidaklah demikian

untuk diagnosis infeksi TB laten.5

Sistem skoring

Kesulitan untuk menegakkan diagnosis TB pada anak menyebabkan banyak usaha membuat

pedoman diagnosis dengan sistem skoring dan alur diagnostik, misalnya pedoman yang dibuat

oleh WHO, Jones, International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) dan

Unit Koordinasi Kerja (UKK) Respirologi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP-

IDAI).19,20

Beberapa hal yang dinilai pada kriteria Kenneth Jones (sistem poin) adalah konfirmasi

bakteriologis, granuloma TB, uji tuberkulin cara Mantoux, pemeriksaan foto toraks, pemeriksaan

fisis yang berhubungan dengan TB, riwayat kontak dengan penderita TB dewasa, batas usia

dibawah 2 tahun, tidak berespons terhadap terapi, status gizi, dan imunisasi BCG. Sistem skoring

Kenneth Jones ini dipergunakan di India dan Brazil.20

Pada sistem Keith Edwards yang dinilai adalah lama/durasi penyakit, status gizi, riwayat

penderita TB dewasa dalam keluarga, uji tuberkulin cara Mantoux, malnutrisi tidak mengalami

perbaikan setelah penanganan 1 bulan, pembesaran kelenjar pada leher yang tidak terasa nyeri,

keringat malam atau demam lama, deformitas tulang, pembengkakan pada sendi, asites, koma

lebih dari 48 jam atau adanya perubahan status neurologis.

Pada sistem skoring WHO kriteria diagnostik adalah kontak dengan penderita TB

dewasa, kesehatan tidak pulih kembali setelah terkena campak atau whooping cough, penurunan

berat badan, batuk dan mengi yang tidak berespons dengan pemberian antibiotik, pembengkakan

yang tidak terasa nyeri pad kelenjar limfe superfisial, uji tuberkulin cara Mantoux, foto toraks,

adanya riwayat pernah mengalami perbaikan dengan pemberian obat anti-tuberkulosis,

konfirmasi bakteriologis.20

Page 8: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

Kriteria diagnosis TB anak pada sistem skoring yang diajukan International Union

Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD) adalah adanya riwayat kontak dengan

penderita TB, uji tuberkulin cara Mantoux, batuk persisten, kurangnya berat badan terhadap

umur, demam yang tidak diketahui penyebabnya.20

TATALAKSANA

Penatalaksanaan TB anak merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara pemberian

medikamentosa, penanganan gizi, dan pengobatan penyakit penyerta. Selain itu penting untuk

dilakukan pelacakan sumber infeksi, dan bila terdapat sumber infeksi juga harus mendapat

pengobatan. Prinsip penatalaksanaan TB adalah pencegahan infeksi TB, pencegahan infeksi TB

menjadi penyakit TB, dan pengobatan penyakit TB.12

Pencegahan infeksi TB

Upaya pencegahan agar tidak terinfeksi TB adalah dengan cara vaksinasi pada anak yang belum

terinfeksi (pre-exposure) vaksin yang tersedia saat ini adalah Bacilli Calmette-Guerin (BCG)

suatu vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak ulang selama 1-3 tahun,

sehingga virulensinya hilang tetapi masih mempunyai imunogenisitas.9 Pengaturan jadwal

imunisasi di Indonesia sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu sesegera mungkin setelah lahir.

Imunisasi ini sebaiknya diberikan pada bayi <2 bulan. Apabila diberikan pada bayi > 3 bulan,

maka sebelumnya harus dilakukan uji tuberkulin, pada bayi yang kontak erat dengan penderita

TB BTA(+) maka sebaiknya diberikan terlebih dahulu INH profilaksis. Apabila kontak sudah

tenang, maka dilakukan uji tuberkulin, jika hasil negativ dapat diberikan BCG.25

Upaya pencegahan lain adalah dengan penemuan kasus dan pengobatan pada penderita

TB dewasa yang menjadi prioritas kegiatan yang paling tinggi dalam program pemberantasan TB

paru. Penemuan pasien dan pengobatan TB bertujuan secara epidemiologi untuk memutuskan

rantai penularan. Apabila menemukan anak dengan TB maka harus dicari sumber penularannya,

orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan ini

dilakukan secara sentripetal yaitu dilakukan pemeriksaan radiologis dan BTA sputum pada orang

dewasa yang kontak dengan anak tersebut. Bila telah ditemukan sumbernya perlu dilakukan

Page 9: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

pelacakan sentrifugal yaitu mencari anak disekitarnya yang mungkin tertular yaitu dengan uji

tuberkulin.10

Pencegahan infeksi TB menjadi sakit TB

Pencegahan infeksi TB menjadi sakit TB dapat dilakukan melalui kemoprofilaksis.11

Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB yaitu pada anak yang

kontak erat dengan penderita TB dewasa BTA positif tetapi belum terinfeksi (uji tuberculin

negative) dengan pemberian INH 5-10 mg/kg/hari dosis tunggal selama 6 bulan. Pada bulan

ketiga pengobatan dilakukan kembali uji tuberculin dan jika hasilnya tetap negative maka

pengobatan diteruskan sampai 6 bulan. Apabila terjadi konversi menjadi positif maka perlu

dinilai kembali status TB anak. Pada akhir bulan keenam dilakukan kembali uji tuberculin, jika

hasil tetap negative maka pemberian INH dihentikan, tetapi jika menjadi positif maka nilai

kembali status TB anak.9

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan infeksi TB tetapi tidak sakit TB yaitu

yang ditandai dengan uji tuberculin positif tetapi klinis dan radiologis normal. Anak yang

mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah anak yang berisiko tinggi menjadi sakit TB yaitu

anak yang dalam keadaan imunokompromis seperti usia balita, remaja, mendapat

imunosupresif, menderita varisela, morbili, pertusis dan infeksi TB baru (konversi uji

tuberculin dalam waktu kurang dari 12 bulan) dengan lama pemberian 6-12 bulan

Page 10: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

INFEKSIPaparan dengan agen yang mungkin infeksius atau

adanya bukti respon imunologis infeksi

2) PENYAKITUji tapis berdasarkan gejala dan atau diagnosis dan atau

radiologis mengindikasikan infeksi atau dengan konfirmasi bakteriologis

3) RISIKO PROGRESIFITAS PENYAKIT(bila ada infeksi atau terpapar infeksi) < usia 3

tahun atau dengan immunocomprmised

4) KELOMPOK GEJALA

BTA -negatifdiobati dengan 3 obat

BTA-positif diobati dengan 4 obat

Milier Diseminata diobati dengan 4 obat

5) PERTIMBANGAN FAKTOR KOMPLIKASI

Resiko tinggi kemoterapiprofilaksis

Resiko rendahPantau kemungkinan munculnya penyakit

Tidak Ya

Tidak Ya

Tidak Ya

Gambar 1. Diagram Alur Panduan Diagnosis Dan Penatalaksanaan Anak Yang Dicurigai Menderita TB Paru Sumber: Marais BJ16

Page 11: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

Regimen pengobatan TB anak

Pengobatan TB anak dibagi menjadi dua fase yaitu, fase intensif (2 bulan pertama) dan

selanjutnya fase lanjutan atau fase sterilisasi. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga

macam obat pada fase intensif dan dilanjutkan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau

lebih). Pemberian paduan obat ini bertujuan untuk membunuh kuman interseluler dan

ekstraseluler. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH, dan PZA sedangkan fase lanjutan

hanya diberikan rifampisin dan INH. Apabila pengobatan terhenti sampai lebih dari 14 hari maka

pengobatan TB harus dimulai lagi. Foto ronsen toraks pada akhir pengobatan 6 bulan umumnya

masih menunjukkan abnormalitas dan keadaan ini bukan merupakan indikasi untuk melanjutkan

pengobatan sampai resolusi sempurna.9

Tabel 2. Obat anti-tuberkulosis (OAT) lini pertama dan lini kedua serta dosis yang

direkomendasikan untuk TB anak

Dosis (mg/kg/dosis) (Dosis Maksimum) Cara Kerja Dosis per hari Dosis 2-3 kali perminggu

Obat Lini PertamaIsoniazid Bakterisidal 10 – 15 (300 mg) 20-30 (900 mg)Rifampisin Bakterisidal dan sterilisasi 10-20 (600 mg) 10-20 (600 mg)Pirazinamid Sterilisasi 20-40 (2000 mg) 50 ( 2000 mg)Etambutol Bakteriostatik 15 – 25 ( 1200 mg) 30-50 (2500 mg)

Obat Lini Kedua Ethionamide /Prothionamide

Bakterisidal 15-20 (1000 mg) Tidak ada penerapannya

Streptomisin Bakteriostatik 20-40 ( 1000 mg) Tidak ada penerapannyaFluorokuinolon Bakterisidal Tidak ada penerapannya

Siprofloksasin 20 – 40 (1000 mg)Aminoglikosid Bakteriostatik Tidak ada penerapannya

Kanamisin 15 – 30 (1000 mg) Amikasin 15 – 30 (1000 mg)

Kapreomisin 15- 30 (1000 mg)Sikloserin/Terizidone Bakteriostatik 10-20 (1000 mg) Tidak ada penerapannyaPara-aminosalysilic acid Bakteriostatik 200-300 (10 g) Tidak ada penerapannya

Etambutol pada anak usia < 7 tahun harus diberikan dengan hati-hati, karena ketajaman penglihatan belum dapat dinilai. Dosis yang direkomendasikan adalah 15 mg/kgBB, tetapi pada kasus resisten , dosis 25 mg/kgBB dapat diberikan.Sumber : Marais BJ16

Pada keadaan TB berat baik TB paru maupun ekstraparu seperti TB milier, TB susunan saraf

pusat, TB skeletal dan lain-lain, pada fase intesif diberi minimal 4 macam obat yaitu rifampisin,

INH, PZA, dan Etambutol atau streptomisin. Pada fase lanjutan diberi INH dan rifampisin

Page 12: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

selama 10 bulan. Rekomendasi lain adalah pemberian selama 9-12 bulan untuk TB tulang dan

sendi.26

Tabel 3. Rekomendasi WHO untuk regimen terapi

Kasus TB dan kategori diagnostic

Pasien baru TB paru BTA positifTB paru BTA (-) dengan keterlibatan parenkim ekstensifTB ekstra paru berat selain meningitis

2HRZE 4HR

Pasien baruTB paru BTA (-) tanpa keterlibatan parenkim paru ekstensifTB ekstra paru less severe seperti TB adenitis servikal

2HRZ 4HR

Pasien baruMeningitis TBretreatment

2HRZSa 4HR

TB paru BTA (+) pernah diterapi (relaps, terapi terinterupsi, atau gagalBila risiko rendah MDR TB atau risiko tidak diketahui: lanjtkan regimen retreatment

2HRZES/1HRZE 5HRE

Bila risiko tinggi MDR TB: gunakan regimen MDR TB dibawah iniMDR regimenMDR TB individualisasi

Rekomendasi di atas berlaku hingga Agustus 2010 dan telah di revisoleh Guidelines Review Committee. Perubahan utama adalah

semua kasus TB (kecuali meningitis TB dan TB osteoartikuler) pada daerah endemis HIV harus mendapatkan 4 macam obat

selama fase intensif yaitu 2RHZE/4RH, meningitis TB dan TB osteoartikuler harus mendapatkan 2RHZE/10RH, dan

streptomisin sudah tidak direkomendasikan lagi sebagai lini pertama terapi pada anak.

aRegimen lain merekomendasikan strptomisin diganti dengan ethionamide untuk terapi meningitis TB selama 9-12 bulan.

Sumber : Graham SM4

WHO juga telah merekomendasikan penggunaan etambutol sebagai lini pertama menggantikan

streptomisin. Penelitian membuktikan etambutol aman digunakan dan risiko toksisitas pada anak

dapat diabaikan bila pemberiannya sesuai dengan rentang dosis yang direkomendasikan.

Perubahan rekomendasi WHO lainnya adalah perubahan dosis OAT lini pertama untuk anak

karena berdasarkan penelitian ternyata anak membutuhkan dosis lebih besar dari dosis

rekomendasi sebelumnya untuk mencapai kadar serum terpeutik, yang dapat dilihat dibawah ini:4

Page 13: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

Tabel 2. Obat-obatan Lini Pertama dan Dosis yang Direkomendasikan WHO

Obat Dosis rekomendasi terbaru

Dosis yang Direkomendasikan sebelumnya

Dosis Harian Dosis 3 mingguanDosis harian (mg/kgBB)

Dosis harian (mg/kgBB)

Dosis Maksimum (mg)

Dosis (mg/kgBB) Dosis Maksimal Harian

Isoniazid 10 (10-15) 5 (4-6) 300 10 (8-12) -Rifampisin 15 (10-20) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600Pirazinamid 35 (30-40) 25 (20-30) - 35 (30-40) -Ethambuthol 20 (15-25) 15 (15-20) - 30 (25-35) -streptomisin 15(12-18) 15 (12-18) - 15 (12-18) -

Rekomendasi dosis harian etambutol lebih tinggi (20 mg/kgBB) dibandingkan dewasa (15 mg/kgBB) disebabkan perbedaan

aktivitas farmokinetik (kadar maksimal etambutol serum anak lebih rendah pada anak dibandingkan dewasa pada dosis yang

sama). Diperlukan pemantauan toksisitas etambuthol (neuritis optika) pada anak. Pemberian dosis aman untuk anak yang

disarankan adalah 20 mg/kgBB perhari. Streptomisin harus dihindari pada anak sedapat mungkin, karena pemberiannya

menyebabkan rasa sakit saat injeksi dan dapat menyebabkan kerusakan saraf pendengaran yang irreversibel. Penggunaan

streptomisin dianjurkan pada 2 bulan pertama untuk TB meningoensefalitis.

Sumber : Graham SM4

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid bermanfaat pada adanya kerusakan jaringan sebagai akibat respon

penderita terhadap MTB. Kortikosteroid dapat diberikan pada meningoensefalitis TB, TB milier,

obstruksi bronkus akibat pembesaran kelenjar limfe hiler, pleuritis TB, efusi pericardial, dan TB

paru berat/luas, TB endobronkial, TB abdomen. Dosis yang diberikan yaitu prednisone 1-2

mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 60 mg/hari selama 4-6 minggu diikuti pengurangan dosis

atau dosis 2-4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, maksimal 60 mg/hari dengan lama pemberian

2-4 minggu dosis penuh diikuti pengurangan dosis selama 2-4 minggu.9

Page 14: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global tuberculosis control 2010: WHO report 2010. 2010 [updated 2010; cited 4 Januari 2011]; Available from: http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241564069_eng.pdf.

2. Nelson L, Wells C. Global epidemiology of childhood tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis 2004;8:636-47.

3. Marais B, Scaaf H. Childhood tuberculosis: an emerging and previously neglected problem. Infect Dis Clin North Am 2010;24:727-49.

4. Graham S. Treatment of paediatric TB: revised WHO guidelines. Paed Respir Rev 2011;12:22-26.

5. Zar H, Pai M. Childhood Tuberculosis-a new era. Paed Respir Rev 2011;12:1-2.6. Shingadia D, Novelli V. Diagnosis and tratment of tuberculosis in children. Lancet 2003;3:624-

32.7. WHO. Tuberculosis profile. World Health Organization; [cited 6 Januari 2011]; Available from:

www.who.int/tb/data.8. Marais B, Pai M. Specimen collection methods in the diagnosis of childhood tuberculosis. J Med

Microbiology 2006;24(4):249-51.9. Cruz A, Starke J. Pediatric tuberculosis. Pediatr Rev 2010;31:13-26.10. Rahajoe N, Basir D, Makmuri M, Kartasasmita C, penyunting. Pedoman Nasional Tuberkulosis

Anak. Jakarta. UKK Respirologi IDAI. 2007.11. WHO. Global tuberculosis control: epidemiology, strategy,financing: WHO report 2009.

WHO/STM/TB/2009.411. Geneva: World Health Organization, 2009.12. World Health Organization. Guidance for National Tuberculosis and HIV Programmes on the

management of tuberculosis in HIV-infected children: recommendations for a public health approach. Geneva: World Health Organization; 2010.

13. Swaminathan S, Rekha B. Pediatric tuberculosis : global overview. Clin Infect Dise 2010;50:184-194.

14. Bachtiar A, Miko T, R Machmud , Besral B, Yudarini P, Metha F, et al. Annual risk of tuberculosis infection in East Nusa Tenggara and Central Java Provinces Indonesia. Int J Tuberc Lung Dis 2009;13: 32-38.

15. Hoskyns W. Paediatric tuberculosis. Postgrad Med J 2003;79:272-8.16. Marais B, Gie R, Schaaf H, Beyers N, Donald P, Starke J. Childhood pulmonary tuberculosis.

Old wisdom and new challenges. Am J Respir Crit Care Med 2006;173: 1078-90.17. Marais B, Gie R, Obihara C, Hasseling A, Scaaf H, Beyers N. Well defined symptoms are value

in the diagnosis of childhood pulmonary tuberculosis. Arch Dis Child 2005;90:1162-5.18. Marais B, Gie R, Hesseling A, Schaaf H, Lombard C, Enarson D, et al. A Refined Symptom-

based approach to diagnose pulmonary tuberculosis in children. Pediatrics 2006;118;e1350-e9 19. Alcais A, Fieschi C, Abel L, Casanova J. Tuberculosis in children and adults: two distinct genetic

diseases. JEM 2005:12:1617-1621. 20. Ahmed T, Sobhan F, Ahmed A, Banu S, Mahmood A, Hyder K. Childhood tuberculosis: a

Review of epidemiology, diagnosis and management. J Infect Dis Pakistan Vol 17 Issue 02 Apr-Jun 2008. Tersedia dari: http://www idspak org/journal/2008/april-june/page52-60pdf. Diunduh tanggal 2 Agustus 2009

21. Schaaf S, Marais B, Whitelaw A, Hesseling A, Eley B, Hussey G, et al. Culture-confirmed childhood tuberculosis in Cape Town, South Africa: a review of 596 cases. BMC Infect Dis 2007, 7:140.

22. Sancho C, Garcia L, Corona E, Martinez M, Reyes L, Quintero S, et al. Is tuberculin skin testing useful to diagnose latent tuberculosis in BCG-vaccinated children? Int J Epid 2006;35: 1447-54.

23. Graham S, Gie R, Schaaf H, Coulter J, Espinal M, Beyers N. Childhood tuberculosis: clinical research needs. Int J Tuberc Lung Dis 8(5):648-57

Page 15: Diagnosis Dan Tatalaksana Terkini Tuberkulosis Pada Anak

24. Lowinsohn D, Gennaro M, Scholvinck L, Lewinsohn D. Tuberculosis immunology in children:diagnostic and theurapeutic challenges and opportunities. Int J Tuberc Lung Dis 2004;8(5);658-74.

25. WHO. BCG in immunization programmes. Wkly Epidemiol Rec 2001;76:33-40.26. Mandalakas A, Starke J. Tuberculosis and non tuberculous mycobacterial disease. Dalam:

Chernick V, Boat T, Wilmot R, Bush A. Kendig's disorders of the respiratory tract in children. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h. 507-29.