Dermatitis Autosensitisasi

download Dermatitis Autosensitisasi

of 2

Transcript of Dermatitis Autosensitisasi

  • 8/10/2019 Dermatitis Autosensitisasi

    1/2

    DERMATITIS AUTOSENSITISASI

    Epidemiologi

    Dermatitis autosensitisasi merujuk pada fenomena dimana dermatitis akut berkembang

    pada lokasi kulit yang jauh dari focus inflamasi, dan dermatitis akut sekunder tersebut tidak

    dapat dijelaskan oleh penyebab inflamasi primer. Dermatitis autosensitisasi klasik terjadi

    pada pasien dengan penyakit stasis vena, diaman sebanyak 37% pasien telah dilaporkan

    mendapat minimal 1 episode dermatitis autosensitisasi.

    Etiologi dan patogenesis

    Istilah dermatitis otosensitisasi dipakai oleh Whitfield pada tahun 1921 untuk

    menggambarkan pola reaksi erupsi urtikarial, morbiliformis, eritematosa, generalisata setelah

    trauma dan dermatitis papulovesikuler, ptekial, generalisata setelah iritasi akut dari dermatitis

    stasis kronik. Belakangan, reaksi id vesikuler disertai dengan infeksi oleh tuberculosis,

    histoplasmosis, dermatofit, dan bacteria dimasukkan dalam kategori penyakit. Faktor

    pencetus lain dari fenomena ini adalah pemakaian bahan kimia iritan atau sensitizing,

    ionizing radiation dan benang jahitan luka yang tertinggal.

    Walaupun penyakit ini awalnya diduga akibat otosensitasi terhadap antigen epidermal,

    tetapi konsep ini belum terbukti secara eksperimental.

    Istilah otosensitisasi mungkin suatu kesalahan. Penyakit ini lebih banyak karena

    hiperiritabilitas kulit yang diinduksi oleh stimulus imunologik maupun non-imunologik.

    Faktor seperti iritasi, sensitisasi, infeksi, dan luka, yang diketahui mencetuskan otosensitisasi,

    dilaporkan melepaskan berbagai sitokin epidermal. Bila sitokin ini menyebar hematogen

    dalam jumlah yang cukup, maka sitokin tersebut dapat meningkatkan sensitivitas kulit

    terhadap berbagai stimuli dan menghasilkan reaksi yang secara klasik dinamai otosensitisasi.

    Gambaran klinis

    Satu sampai 2 minggu setelah inflamasi akut, timbul erupsi macula, papul, dan vesikel

    eritematosa, simetris, yang sangat gatal. Erupsi mengenai lengan, tungkai, badan, wajah,

    tangan, leher dan kaki.

    Histopatologi

    Tidak patognomonik: vesikel epidermal spongiotik disertai infiltrat limfohistiositik perivaskuler

    dan eosinofil dalam dermis superfisial. Pemeriksaan imunofenotipik kulit menunjukkan bahwa

  • 8/10/2019 Dermatitis Autosensitisasi

    2/2

    sebagian besar limfosit dalam epidermis adalah sel T CD3+ dan CD8+, sedangkan dalam

    dermis sel utama adalah sel T CD4+. Deposit antibodi atau komplemen pada lesi, tidak

    dijumpai.

    Diagnosis banding

    1. DKA

    2. DKI

    3. DA

    4. Dermatitis numularis

    5. polymorphous light eruption

    Prognosis

    Erupsi sering bertahan dan menyebar sampai penyebab yang mendasari lokasi peradangan

    primer diobati.

    Pengobatan

    Erupsi vesikuler dan membasah diobati dengan agen yang mengeringkan seperti

    aluminum sulfat dan kalsium asetat. Untuk mengatasi peran sitokin dan mediator inflamasi,

    diberikan steroid atau makrolaktam secara topical atau sistemik. Antihistamin oral diberikan

    untuk mencegah ekskoriasi akibat gatal.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Belsito DV. Autosensitization. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller

    AS, David J. Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, VII ed.

    New York: McGraw-Hill; 2008. p. 167-168.