Dermatitis
-
Upload
mona-purwitasari -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of Dermatitis
BAB II
DERMATITIS
A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang dapat menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal.(1) Tanda polimorfik tidak selalu muncul bersamaan, bahkan
mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan dapat menjadi
kronik.(1) Sinonim dermatitis adalah ekzem.(1)
B. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh:
detergen, bahan asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar matahari, panas),
mikroorganisme (contoh: bakteri, jamur); dapat pula berasal dari dalam (endogen), misalnya
dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.(1)
C. Gejala Klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
stadium penyakit, batasnya dapat sirkumsrip, dapat pula difuse. Penyebarannya dapat
setempat, generalisata, dan universalis.(1)
1. Stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi, sehingga tampak basah (madidans).
2. Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta.
3. Stadium kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan likenifikasi,
mungkin bisa terdapat erosi dan eksoriasi akibat garukan
Stadium tersebut tidak harus selalu berurutan, bisa saja sejak awal memberi gambaran klinis
berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensi tidak selalu harus
polimorfik, mungkin hanya oligomorfik.
D. Histologi
Perubahan histologik dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung pada
stadiumnya.(1)
1. Stadium akut; kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis, dan
eksositosis, terutama sel mononuclear. Dermis sembab, pembuluh darah melebar,
ditemukan sebukan terutama sel mononuclear, eosinofil kadang ditemukan,
tergantung penyebab dermatitis.
2. Stadium subakut; hampir seperti stadium akut akan tetapi jumlah vesikel berkurang
di epidermis, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis,
edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas, demikian pula sebukkan
sel radang.
3. Stadium kronik; epidermis hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridges
memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan, vesikel tidak ada lagi, pigmen
melanin terutama di sel basal bertambah. dinding pembuluh darah menebal, terdapat
sebukan sel radang mononuclear di dermis bagian atas, jumlah fibroblast dan kolagen
bertambah.(1)
DERMATITIS KONTAK
Definisi
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit dan menyebabkan alergi atau reaksi iritasi.(2) ruamnya terbatas pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas.(3) Ada 2 macam dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA). Meskipun mekanisme patogenesiskeduanya berbeda, namun kerap kali sulit dibedakan secara klinis, histologis maupun di tingkat molekuler.(4)
1. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi akibat reaksi peradangan kulit non-imunologik, jadi
kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa didahului proses sensitasi. terjadi ketika
kulit terpajan bahan iritan seperti detergen, asam, basa, serbuk kayu, semen, dan
sebagainya. Dapat menyebabkan kerusakan pada kulit apabila teriritasi berulang
selama periode tertentu.(1)
2. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis yang hanya mengenai orang dengan kulit hipersensitive. terjadi ketika
kulit tersensitisasi oleh antigen (alergen) dimana memunculkan reaksi hipersensitivitas
tipe IV (cell-mediated atau tipe lambat).(5)
Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Definisi:
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah efek sitotoksik lokal langsung dari bahan yang bersifat
tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis.(6) DKI bersifat
toksik, maka reaksi inflamasi hanya terbatas pada daerah paparan, batasnya tegas dan tidak
pernah menyebar.(5)
Epidemiologi:
Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin.(6) Penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja).(1)
Etiologi:
Penyebab munculnya dermatitis ini adalah bahan yang bersifat iritan misalnya bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Selain itu juga dipengaruhi
faktor lain speerti lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang) (1)
Inflamasi dapat terjadi setelah satu kali pemaparan ataupun pemaparan berulang.
Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut DKI akut dan
biasanya disebabkan oleh iritan yang kuat, seperti asam kuat, basa kuat, garam, logam berat,
aldehid, bahan pelarut, senyawa aromatic, dan polisiklik. Sedangkan, DKI yang terjadi
setelah pemaparan berulang disebut DKI kronis, dan biasanya disebabkan oleh iritan lemah.(6)
Patogenesis:
Bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerusakan
membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida
(DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG)
dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga
bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast
melepaskan histamin, LT dan PG lain dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler. (6)
keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat
mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan
pelepasan sitokin yang akhirnya menyebabkan terjadinya inflamasi.(6)
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan
lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan
kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan
kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.(1)
Gejala Klinis
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat
memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberikan gejala kronis.(1)
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan dan reaksi segera timbul. Kulit
terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula dapat muncul. Luas kelainan umumnya
sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas dan umumnya asimetris. Penyebabnya adalah
iritan kuat seperti larutan asam sulfat dan asam hidrokloid, atau basa kuat seperti natrium dan
kalium. Biasanya terjadi karena kecelakaan dan reaksi segera timbul. (1)
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24
jam atau lebih lama setelah kontak. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu
serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih
esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau
bahan nekrosis.(1)
3. Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif / Kronis
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi; nama lainnya ialah DKI kronis.
Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan yang lemah. Faktor fisis misalnya;
gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan lain misalnya;
detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air. DKI kumulatif/kronis mungkin terjadi karena
kerjasama berbagai faktor. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulan,
bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor
yang sangat penting.(6)
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan terjadi likenifikasi. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat
retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak
terus menerus dengan detergen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena
kulit retak, ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema. DKI
kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan. Oleh karena itu lebih banyak ditemukan di
tangan dibandingkan dengan di bagian lain tubuh. Contoh pekerjaan yang beresiko tinggi
untuk DKI kumulatif adalah tukang cuci, kuli bangungan, montir di bengkel, penata rambut,
dll.(1)
Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat anamnesis dermatologis terutama
mengandung pertanyaan-pertanyaan: onset dan durasi, fluktuasi, perjalanan gejala-gejala,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, pekerjaan dan hobi, kosmetik yang digunakan,
serta terapi yang sedang dijalani.(6)
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilicus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah
penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel).(6)
Dilakukan juga pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena
munculnya lebih cepat. Sebaliknya DKI kronis timbulnya lebih lambat serta mempunyai
gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak
alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.(1)
Pengobatan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan,
baik yang bersifat mekanik, fisis, maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang
memperberat (lama kontak, kekerapan). Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan
tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh sempurna. Apabila diperlukan
untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical, misalnya hidrokortison
atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan
bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan.
Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna,
maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang
penyebabnya multi factor, juga pada penderita atopi.(1)
DERMATITIS KONTAK ALERGI (DKA)
Definisi
Dermatitis kontak alergi atau DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat, atau
reaksi imunologi tipe IV, dimediasi terutama oleh limfosit yang sebelumnya tersensitisasi.(5)
Timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi terhadap substansi yang
beraneka ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang
mengalami hipersensivitas terhadap alergen.(1)
DKA adalah reaksi imun yang cenderung melibatkan kulit di sekitarnya (spreading
phenomenon) dan bahkan dapat menyebar di luar area yang terkena. Pada DKA dapat terjadi
penyebaran yang menyeluruh.(5)
Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
sederhana dengan berat molekul biasanya rendah (<1000 dalton). Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, lama pajanan, dan luasnya daerah yang terkena,
suhu, kelembapan lingkungan dan PH.(1)
Patofisiologi
Fase sensitasi: Hapten atau antigen masuk ke kulit epidermis melewati stratum korneum
kemudian ditangkap oleh sel langerhans lewat cara pinositosis, kemudia diproses secara
kimiawi oleh enzim lisosom dan dikonjugasi terhadap HLA-DR yang menjadi antigen
lengkap. Sel langerhans awalnya dalam keadaan istirahat hanya berfungsi sebagai makrofag
dan sedikit kemampuan untuk menstimulasi sel T. Tetapi setelah keratinosit terpajan oleh
hapten yang juga mempunyao sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL1) yang akan
mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu menstimulasi sel T. Sitokin pro inflamasi lain
yang dilepaskan oleh keratinosit adalah TNFα yang dapat mengaktifasi sel T , makrofag, dan
granulosit.(1)
TNF α memperlancar sel langerhans dalam bermigrasi ke kelenjar linfa regional untuk
mempresentasikan kompleks HLA-DR dengan antigen ke sel Th spesifik. Sel langerhans
mensekresi IL-1 untuk menstimulasi set Tuntuk sekresi IL-2. Sitokin ini menstimulasi
proliferasi sel T spesifik kemudian menjadi jumlahnya semakin banyak. Turunan sel T
spesifik ini adalah sel T memori atau sel T teraktifasi kemudian sel ini meninggalkan kelenjar
getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Proses sensitasi ini berlangsung 2 sampai 3
minggu.(1)
Fase elisitasi: Reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat
sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai
fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada
kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak
dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan
ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase
elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.(1)
Gejala Klinis
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis dan lokasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas
jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut ditempat tertentu, misalnya kelopak
mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak
jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis (DKI). DKA dapat
meluas ketempat lain misalnya dengan autosensitisasi.(1)
Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan oleh kelainan kulit yang
ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat
topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui dapat
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi baik dari yang
bersangkutan maupun dari keluarganya. Pada pemeriksaan fisik dilihat lokasi dan pola
kelainan kulit. (1)
Diagnosis Banding
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas,
dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis.(5) Diagnosis banding yang terutama ialah dengan DKI. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji
tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak
alergi.(1)
Uji Tempel
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel(1) :
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat
dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif palsu dapat pula
menyebabkan penyakit yang diderita pasien semakin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan, sebab dapat menyebabkan reaksi negatif palsu. Pemberian
kortikosteroid topikal dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes
dilaksanakna. Luka bakar matahari (sunburn) yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes
dilakukan juga dapat member hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik
tidak mempengaruhi hasil tes kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan
pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji temple menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberikan hasil negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga agar
lokasi penempelan tetap kering.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticarial type), karena dapat
menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.(1)
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang
atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut;
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrem) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan, hanya macula eritematosa
5 = iritasi seperti terbakar, pustul atau purpura
6 = reaksi negatif
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT= not tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72
atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaab kedua ini penting untuk membantu membedakan
antar respon alergik atau iritasi dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif
alergen.(1)
1. Reaksi positif: terdiri atas eritema, edema, dan vesikel-vesikel kecil yang letaknya
berdekatan.
2. Reaksi positif palsu: Terjadi bila konsentrasi bahan terlalu tinggi, atau bahan
tersebut bersifat iritan bila tertutup. Kulit dalam keadaan terlalu peka, misalnya
bekas dermatitis, sedang menderita dermatitis yang akut atau luas.
3. Reaksi negatif: Kemungkinannya adalah memang penderita tidak peka terhadap
bahan yang diteskan. Atau negatif palsu, misalnya karena konsentrasi terlalu
rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik atau
longgar karena pergerakkan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian
kortikosteroid sistemik ataupun topikal yang dipakai di tempat uji tempel
dilakukan. (1)
Pengobatan
Hal yang terpenting dalam penanganan DKA adalah upaya pencegahan terulangnya
kontak kembali dengan alergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang timbul.
Kortikosteroid dapat diberikian dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan akut yang
ditandai dengan eritema, edema, vesikel, atau bula serta eksudatif (madidans), misalnya
prednisone 30 mg/hari. Untuk DKA yang ringan, atau DKA akut yang telah mereda (setelah
mendapat pengobatan kortikesteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal(1)
Terapi Gejala:
Bahan pengering seperti aluminium sulfat topikal, kalsium asetat bermanfaat untuk
vesikel akut dan erupsi yang basah, sedangkan erupsi likenifikasi paling baik ditangani
dengan emolien. Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritus topikal atau antihistamin oral,
antihistamin topikal atau anestesi sebaiknya dihindari karena risiko merangsang alergi
sekunder pada kulit yang sudah mengalami dermatitis.(5)
Prognosis
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh
faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan dengan
alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaaan tertentu atau
yang terdapat didalam lingkungan penderita.(1)
DERMATITIS ATOPIK
Definisi
Dermatitis atopik (D.A) adalah keadaan peradangan kulit disertai gatal, yang umumnya
kronis dan residif (menahun dan gampang kambuh) disertai gatal yang umunya sering terjadi
selama masa bayi dan masa kanak-kanak. Sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE
dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderitan (D.A , rinitis alergi, atau asma
bronkial).(1)
Epidemiologi
D.A cenderung diturunkan, lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita
atopi akan mengalami D.A pada masa kehidupan bulan pertama. Bila salah satu orangtua
menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2
tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orangtua menderita atopi. Resiko mewarisi D.A
lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A dibandingkan dengan ayah. Tetapi bila D.A yang
dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka resiko untuk mewariskan kepada anaknya sama
saja yaitu kira-kira 50%.(1)
Etiopatogenesis
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti D.A belum semuanya diketahui,
demikian pula pruritus pada D.A. Tanpa pruritus diagnosis D.A tidak dapat ditegakkan.
Sebagian patogenesis D.A dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik:
a) Reaksi imunologis D.A
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma
bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%),
terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama
yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari
(allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu
penyakit atopi. (7)
b) Faktor non imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor
genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang
lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit
yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan
rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan
mengakibatkan rasa gatal. (7)
Faktor-Faktor Pencetus:
a) Makanan: pada anak kecil, maknan dapat berperan dalam patogenesis D.A,, tapi tidak
biasa terjadi pada penderita D.A yang lebih tua. Makanan paling sering adalah telur,
susu, gandum, kedelai, dan kacang tanah. Hasil laboratorium dari bayi dan anak-anak
kecil dengan D.A sedang atau berat, menunjukkan reaksi positif terhadap tes kulit
dadakan (intermmediate skin test) dengan berbagai jenis makanan. Reaksi positif ini
diikuti kenaikan mencolok histamin dalam plasma dan aktivasi eusinofil (1)
b) Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan
dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi
positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan
in vitro (RAST), 95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR
dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga
diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya seperti bulu
binatang rumah tangga, jamur. (7)
c) Infeksi kulit: Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit
oleh kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat
ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107
koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan
dilepaskan sejumlah toksin yang mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang
selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi
harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman stafilokokus dan steroid
topikal. (7)
Gejala Klinis
Kuit penderita D.A umunya kering dan pucat. Gejala utama DA adalah pruritus dapat
hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya
penderita akan sering menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan kulit berupa
papul, likenifikasi, eritema, erosi, aksoriasi, eksudasi dan krusta. DA dapat dibagi menjadi 3
fase, yaitu; DA infantil, DA pada anak, dan DA pada remaja dan dewasa.(1)
1. DA infantil (2 bulan sampai 2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah 2 bulan. Lesi
mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus, karena digaruk dapat
pecah, eksudatif, lalu timbul krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain yaitu ke scalp,
leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu
sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Bila anak mulai merangkak lesi
ditemukan di lutut. Sekitar usia 18 bulan lesi mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian
penderita sembuh setelah berusia 2 tahun, sebagian lagi berlanjut menjadi DA anak. (1)
2. DA anak (2 tahun sampai 10 tahun)
Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan sedikit
skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,
kelopak mata, leher, dan lebih jarang pada wajah. Garukan karena gatal dapat menyebabkan
erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder.(1) garukan juga menyebabkan
kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi siklus “gatal-
garuk”. Penderita sensitif terhadap wol, bulu kucing, dan anjing juga bulu ayam, burung dan
sejenisnya.(1)
3. DA remaja dan dewasa (lebih dari 10 tahun)
Lesi berupa plak popular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal.
Pada DA remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekita
mata. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat pula ditemukan di bibir (kering, pecah, berisisik), vulva, putting
susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas, paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi
lambat laun terjadi hiperpigmentasi. DA remaja atau dewasa berlangsung lama, dan
cenderung menurun pada usia 30 tahun, hanya sebagian kecil yang berlangsung sampai tua. (1)
Diagnosis
Diagnosis dermatitis atopik berdasarkan keluhan dan gambaran klinis yang tampak,
terutama gejala gatal. George Rajka menyatakan bahwa diagnosis dermatitis atopik tidak
dapat dibuat tanpa adanya riwayat gatal.(8)
Pedoman diagnosis DA diantaranya;
- Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang tuanya
bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.
- Ditambah 3 atau lebih criteria berikut:
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian depan
pergelangan atau sekeliling leher (termasuk pipi pada anak usia dibawah 10 tahun)
2. Riwayat asma bronchial atau hay fever pada penderita (atau riwayat penyakit
atopi pada kelurga)
3. Riwayat kulit keirng secara umum pada tahun terakhir
4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan kulit (atau dermatitis pada pipi/dahi dan
anggota badan bagian luar anak dibawah 4 tahun)
5. Awitan di bawah usia 2 tahun. (1)
Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding DA ialah; dermatitis seboroik (terutama pada bayi),
dermatitis kontak, skabies.
Pengobatan
1. Pengobatan Topikal
- Hidrasi kulit
Kulit penderita DA kering dan fungsi sawarnya berkurang, mudah retak sehingga
mempermudah masuknya mikroorganisme pathogen, bahan iritan, dan alergen.
Berikan pelembab misalnya; krim hidrofilik urea 10% dapat pula ditambahkan
hidrokortison 1% didalamnya.
- Kortikosteroid topikal
Digunakan sebagai antiinflamasi lesi kulit. Namun demikian harus waspada karena
dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. Pada bayi digunakan salep steroid
berpotensi rendah, mislanya hidrokortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa
digunakan steroid berpotensi menengah misalnya triamnisolon, kecuali pada muka
digunakan steroid berpotensi lebih rendah.
- Imunomudulator topikal (Takrolimus)
Dapat diberikan dalam bentuk salep 0,03% dan 0,1%. Takrolimus menghambat
aktivitas sel yang terlibat dalam DA yaitu; sel Langerhans, sel T, sel mast dan
keratinosit.(1)
2. Pengobatan Sistemik
- Kortikosteroid
Digunakan untuk mengendalikan eksarsebasi akut, dalam jangka pendek dan dosis
rendah. Diberikan berselang-seling (alternate) atau diturunkan secara bertahap
(tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal.
- Antihistamin
Memebantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama di malam hari. Oleh karena
itu antihistamin yang dipakai adalah yang memiliki efek sedative, misalnya;
hidroksisin atau difenhidramin.
- Anti-infeksi
Pada DA ditemukan peningkatan koloni S.aureus. Untuk yang belum resisten dapat
diberikan eritromisin, asitromisin, atau kalritromisin, sedangkan bagi yang sudah
resisten dapat diberikan golongan sefalosporin.
- Interferon
IFNγ diketahui dapat menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi
TH2, dan dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
3. Terapi sinar
Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy) seperti
yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB juga efektif. Kombinasi UVA dan UVB
lebih baik dibandingkan hanya dengan UVB. UVA bekerja pada sel Langerhans dan
eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif. (1)
Prognosis
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA diantaranya; DA luas pada
anak, menderita rhinitis alergik dan asma bronchial, riwayat DA pada orang tua dan saudara
kandung, awitan DA pada usia muda, anak tunggal, dan kadar serum IgE yang tinggi. Ada
kecendrungan perbaikana spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa
remaja. Dan sebagian kasus menetap pada usia diatas 30 tahun. (1)
NEURODERMATITIS SIRKUMSKRIPTA
Definisi
Peradangan kulit kronis, gatal, dengan batas yang jelas, ditandai dengan penebalan kulit
dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi), Likenifikasi timbul sebagai akibat
garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik, dalam
waktu yang cukup lama sehingga garis kulit tampak lebih menonjol menyerupai kulit batang
kayu. (1)
Etiopatogenesis
Liken simpleks kronis bisa terjadi sebagai akibat sesuatu (misalnya baju)
yang bersentuhan dengan kulit atau mengiritasi kulit sehingga seseorang menggaruk-garuk
daerah tersebut. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan kulit. Kulit yang
menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang penggarukan yang akan semakin
mempertebal kulit. Penyakit ini menimbulkan warna kecoklatan pada daerah yang terkena.(7)
Gejala Klinis
Pada stadium awal, kulit tampak normal tetapi terasa gatal. Selanjutnya timbul
bercak-bercak bersisik, kering dan berwarna lebih gelap sebagai akibat dari penggarukan dan
penggosokan.(7) Gatal dirasakan sangat mengganggu sulit ditahan untuk tidak digaruk.
Penderita merasa enak jika digaruk setelah luka, baru hilang rasa gatalnya untuk sementara
karena diganti dengan rasa nyeri. (1)
Diagnosis
Diagnosis neurodermatitis sirkumskripta didasarkan gambaran klinis, biasanya tidak
terlalu sulit. (1)
Pengobatan
Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipuritus atau kortikosteroid topikal.
Antipruritus dapat berupa antihistamin dengan efek sedative contoh; difenhidramin.
Kortikosteroid yang dipakai biasanya berpotensi kuat, kalau masih tidak berhasil dapat
diberikan secara suntikan intra lesi. Perlu dicari kemungkinan penyakit yang mendasarinya,
dan ditangani terlebih dahulu. Prognosisnya tergantung pada penyebab pruritus, penyakit
yang mendasarinya. (1)
DERMATITIS NUMULARIS
Definisi
Dermatitis berupa lesi mata uang logam koin atau agak lonjong, berbatas tegas
dengan efloresensi berupa papulo-vesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah.(1) Nama
lain dari dermatitis nummular adalah ekzem nummular; ekzem discoid; atau neurodermatitis
nummular.(1)
Epidemiologi
Dermatitis numularis pada dewasa lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada
wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun. Dermatitis
numularis tidak bisa ditentukan pada anak, bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum satu
tahun, umumnya kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya usia.(1)
Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, banyak faktor yang ikut berperan. Diduga stafilokokus
dan mikrokokus ikut berperan, mengingat jumlah koloninya meningkat walaupun tanda
infeksi secara klinis tidak tampak. Eksarsebasi terjadi bila koloni bakteri meningkat di atas 10
juta kuman/cm2. Dermatitis kontak mungkin ikut memegang peranan pada berbagai kasus
dermatitis numularis, misalnya alergi terhadap nikel, krom, kobal, demikian pula iritasi
dengan wol dan sabun. Trauma fisis dan kimiawi juga dapat berperan. Kulit penderita
dermatitis numularis cenderung kering, hidrasi stratum korneum rendah. Pada anak-anak lesi
numularis terjadi pada dermatitis atopik. (1)
Gejala Klinis
Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal. Lesi akut berupa
vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm), kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau
meluas ke samping, membentuk satu lesi karakteristik saperti uang logam (koin), eritematosa,
sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel pecah menjadi eksudasi,
kemudian mengering menjadi krusta kekuningan. Ukuran garis tengah lesi dapat menjadi 5
cm, jarang sampai 10 cm. Lesi lama berupa likenifikasi dan skuama. Jumlah lesi dapat hanya
satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi
mulai dari miliar sampai nummular, bahkan plakat. Tempat predileksi di tungkai bawah,
badan, lengan, termasuk punggung tangan. Dermatitis numularis cenderung hilang timbul,
ada pula yang terus menerus, kecuali dalam periode pengobatan. Bila terjadi kekambuhan
umumnya timbul pada tempat semula.(1)
Diagnosis
Diagnosis dermatitis numularis didasarkan atas gambaran klinis. Sebagai diagnosis
banding antara lain ialah dermatitis kontak, dermatitis atopik, neurodermatitis sirkumskripta,
dan dermatomikosis.(1)
Terapi
Bila kulit kering berikan emolien atau pelembab. Secara topikal lesi dapat diobati
dengan obat anti inflamasi, contoh: preparat ter, glukokortikoid, takrolimus atau
pimekrolimus. Bila lesi masih eksudatif sebaiknya dikompres terleih dahulu misalnya dengan
larutan permanganas kalikus 1:10.000. Antibiotik sistemik diberikan jika ditemukan infeksi
bakteri. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan diberikan dalam
jangka pendek. Pruritus diobati dengan anthistamin golongan H1, misalnya hidroksisin HCl.
DERMATITIS STASIS
Definisi
Dermatitis Stasis adalah suatu peradangan menahun (berupa kemerahan, dan
pembengkakan) pada tungkai bawah yang teraba hangat, yang sering meninggalkan bekas
berupa kulit yang berwarna coklat gelap.(7) dermatitis statis adalah kondisi kulit yang
mengalami pembengkakan karena penumpukan cairan dibawah kulit. (9)
Etiologi
Mekanisme pembentukan dermatitis statis ini belum jelas. Dermatitis stasis
merupakan akibat dari penimbunan darah dan cairan di bawah kulit sehingga sirkulasi yang
buruk di vena (venous insufficiency) dapat menyebabkan dermatitis stasis dan ulkus (borok)
di kulit. Varises, gagal jantung kongestif, dan kondisi lain dapat menyebabkan lengan dan
kaki membengkak, terutama kaki dan pergelangan kaki.(9)
Gambaran Klinis
Akibat tekanan vena yang meningkat pada tungkai bawah, akan terjadi pelebaran vena
atau varises dan edema. Pada awalnya kulit menjadi merah dan sedikit bersisik. Setelah
beberapa minggu atau beberapa bulan lambat laun kulit berwarna merah kehitaman dan
timbul purpura karena ekstravasasi sel darah merah ke dalam dermis. Pengumpulan darah
dibawah kulit yang terjadi sebelumnya sering tidak dihiraukan, sehingga terjadi
pembengkakan dan kemungkinan infeksi, yang akhirnya menyebabkan kerusakan kulit yang
berat (ulserasi).(1)
Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas gambaran klnis.(1)
Tatalaksana
Pengobatan jangka panjang bertujuan mengurangi kemungkinan penimbunan darah di
dalam vena di sekitar pergelangan kaki.
Mengangkat kaki dalam posisi yang lebih tinggi dari dada akan menghentikan
penimbunan darah di dalam vena dan penimbunan cairan di dalam kulit.
Menggunakan stoking penyangga yang tepat bisa membantu mencegah kerusakan
kulit yang serius dengan cara mencegah penimbunan cairan di tungkai yang lebih
bawah.
Eksudat dikompres, setelah kering berikan krim kortikosteroid potensi rendah-sedang.
Antibiotik sistemik jika ada infeksi sekunder. (7)
DERMATITIS AUTOSENSITISASI
Definisi
Dermatitis autosensitisasi adalah dermatitis akut yang timbul pada tempat jauh dari
fokus inflamasi lokal, sedangkan penyebabnya tidak berhubungan langsung dengan penyebab
fokus inflamasi tersebut. (1)
Etiopatogenesis
Etiopatogenesis dermatitis autosensitisasi belum diketahui. Truck dan Brown
mengemukakan bahwa “cytos” atau sitokin yang dilepaskan oleh jaringan inflamasi dan
beredar di dalam darah mungkin adalah penyebabnya. Faktor seperti iritasi, sensitisasi,
infeksi dan luka dilaporkan melepaskan berbagai jenis sitokin sitokin epidermal. Bila jumlah
sitokin yang beredar telah cukup, akan meningkatkan sensitivitas kulit terhadap stimuli non-
spesifik tapi tidak membahayakan dan menimbulkan reaksi auto sensitisasi. (1)
Gambaran Klinis
Autosensitasi umunya dalam bentuk erupsi vesikular akut dan luas, sering
berhubungan dengan dermatitis statis dengan atau tanpa ulkus. Kelainan timbul 1 sampai
beberapa minggu setelah terjadinya peradangan lokal pertama (biasanya dermatitis pada
tungkai bawah/dermatitis statis). Berupa erupsi akut yang tersebar simetris, sangat gatal,
terdiri atas eritem, papul, dan vesikel. Keadaan ini baru menghilang bila penyakit utamanya
disembuhkan. (1)
Diagnosis
Diagnosis dermatitis autosensitisasi adalah eksklusif, artinya bila tidak bisa
dibuktikan bahwa suatu kelainan berupa erupsi akut papulo-vesikel yang tersebar setelah
adanya fokus inflamasi di suatu tempat, bukan disebabkan oleh dermatitis kontak alergi
sekunder, atau infeksi sekunder. (1)
Pengobatan
Pengobatan ditujukan pada penyakit awal yang memicu timbulnya dermatitis
autosensitisasi. Bila lesi basah, dikompres. Bila lesi cukup berat dapat diberikan
kortikosteroid sistemik. Bila lesi ringan cukup diberikan kortikosteroid topikal. (1)
Bila gatal diberikan antihistamin atau antipruritus topikal. Bila ada infeks sekunder
bisa diberikan antibiotik per-oral.(1)