DEMENSIA Perdossi
-
Upload
fajar-rudy-qimindra -
Category
Documents
-
view
340 -
download
3
description
Transcript of DEMENSIA Perdossi
DIAGNOSIS DINI DAN PENATALAKSANAAN DEMENSIA
(PERDOSSI)
dr. Hanik Badriyah Hidayati
RSUD dr. Soetomo Surabaya
BAB I
PENDAHULUAN
Demensia adalah kumpulan gejala klinik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang
penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek, gangguan global fungsi mental,
termasuk fungsi bahas, mundurnya kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri
sendiri, perubahan perilaku, emosi labil, dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa
adanya gangguan tingkat kesadaran atau siruasi stress, sehingga menimbulkan gangguan dalam
pekerjaan, aktivitas harian dan social. Demensia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan dan
sebagian di antaranya bersifat reversibel.
Demensia dapat terjadi karena berbagai proses di otak, di antaranya: gangguan
serebrovaskuler, infeksi susunan saraf pusat (SSP), defisiensi vitamin, gangguan metabolik,
maupun proses penuaan yang abnormal. Sebagian besar penyebab ini ditemukan pada usia
lanjut.
Peningkatan usia harapan hidup di Indonesia akan meningkatkan jumlah penduduk usia
lanjut. Pada tahun 2000 jumlah penduduk usia lanjut mencapai 7,28%. Jumlah ini akan terus
meningkat, dan pada tahun 2020 diproyeksikan jumlah lansia akan mencapai 11,34%. Perlu
diwaspadai adanya peningkatan penyakit yang berhubungan dengan proses degenerative, di
antaranya demensia yang gejalanya akan menurunkan kualitas hidup sehingga penderita tidak
dapat hidup mandiri dan akan menjadi beban bagi kelurga, masyarakat, dan Negara. Proses
penuaan otak abnormal merupakan bagian dari proses degenerasi pada seluruh organ tubuh.
Hal ini akan menimbulkan berbagai gangguan neuropsikologis, dan masalah yang terbesar
adalah demensia. Prevalensi demensia diperkirakan sekitar 15% pada penduduk berusia lebih
dari 65 tahun.
Pada saat ini perhatian dan pengetahuan masyarakat akan demensia masih sangat
kurang. Demensia dianggap sebagai bagian dari proses menua yang wajar. Penderita baru
dibawa berobat pada stadium lanjut di mana sudah terjadi gangguan kognisi yang berat dan
gangguan perilaku, sehingga penatalaksanaannya tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Diagnosis demensia perlu ditegakkan secara dini dan dibedakan berdasarkan etiologi,
usia awitan, dan gambaran klinisnya. Penatalaksanaan pada stadium dini, baik secara
farmakologis maupun non farmakologis dapat menyembuhkan atau memperlambat
progresivitas penyakit, sehingga penderita tetap mempunyai kualitas hidup yang baik.
Pengenalan dini gejala demensia pelu diketahui oleh seluruh jajaran kesehatan
terutama yang bekerja di pusat pelayanan primer yang menjadi ujung tombak pelayanan
kesehatan, sehingga dapat ditegakkan diagnosis dini dan dilakukan penatalaksanaan atau
rujukan ke pusat pelayanan yang mempunyai kompetensi untuk melakukan penatalaksanaan
lengkap.
BAB II
PROSES OTAK MENUA
Proses otak menua merupakan bagian dari proses degenerasi pada seluruh organ tubuh
yang dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti anatomi, fisiologi, usia, genetic) dan faktor
eksogen (di antaranya pengaruh lingkungan dan gaya hidup seperti merokok, konsumsi alcohol,
dan makan berlebihan). Proses degenerasi otak yang menyertai penuaan otak akan
berpengaruh pada fungsi kognitif. Pada penuaan normal akan ditemukan gangguan memori,
tetapi gangguan ini masih bisa diatasi bila diberi petunjuk (clue) dan tidak menimbulkan
gangguan pada aktivitas hariannya. Keadaan ini disebut gangguan memori terkait usia/ Aged-
associated Memory Impairment (AAMI).
Tahap yang lebih lanjut adalah gangguan kognitif ringan. Pada tahap ini gangguan
memori tidak dapat diatasi dengan diberikan petunjuk (clue), namun fungsi kognitif lain masih
baik dan belum terjadi gangguan pada aktivitas hariannya. Keadaan ini disebut gangguan
kognitif ringan / Mild Cognitive Impairment (MCI). Keadaan ini perlu diwaspadai karena
kemungkinan kelompok ini menjadi demensia lebih tinggi, yaitu 12% per tahun, dibandingkan
dengan kelompok AAMI yang kemungkinannya menjadi demensia 2% per tahun.
Degenerasi otak patologis akan memberikan gambaran kognitif multiple disertai
gangguan neuropsikiatri yang akan menimbulkan gangguan dalam aktivitas harian. Sindroma ini
disebut sebagai demensia.
BAB III
JENIS-JENIS DEMENSIA
Jenis-jenis demensia berdasarkan etiologi dan reversibilitas:
Reversibel/ potensial reversibel
o Demensia vaskuler
o Demensia akibat hidrosefalus
o Demensia akibat kelainan psikiatri
o Demensia akibat penyakit umum berat
o Demensia akibat intoksikasi
o Demensia akibat defisiensi vitamin B12
o Demensia akibat gangguan/ penyakit metabolic misalnya hipertiroidi/ hipotiroidi
Ireversibel
o Demensia Alzheimer
o Demensia akibat infeksi (HIV)
o Demensia akibat trauma kapitis
o Demensia akibat penyakit Parkinson
o Demensia akibat penyakit Huntington
o Demensia akibat penyakit Pick
o Demensia akibat penyakit Creutzfeld Jacob
Frekuensi demensia yang tertinggi adalah demensia Alzheimer yang meliputi 50-55%
dari seluruh demensia. Namun, beberapa laporan penelitian di Asia, di antaranya Singapura,
Jepang, dan India menunjukkan frekuensi demensia vascular lebih tinggi dari demensia
Alzheimer.
BAB IV
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional, dan perilaku, sehingga
terjadi ganguan pada pekerjaan, aktivitas harin, dan social.
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan anamnesia, pemeriksaan fisik dan
neuropsikologis. Anamnesis / wawancara meliputi awitan penyakit (akut/ perlahan), perjalanan
penyakit (stabil, progresif, membaik), usia awitan, riwayat medis umum dan neurologis,
perubahan neurobehaviour, riwayat psikiatri, riwayat yang berhubungan dengan etiologi
(seperti infeksi, gangguan nutrisi, intoksiksi, penggunaan obat, dan riwayat keluarga).
Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis dan
neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi pemerikaan laboratorium dan radiologis.
ANAMNESIS
Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang
sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang penting diperhatikan
dalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif dibandingkan dengan sebelumnya, awitan
(mendadak/ progresif lambat), dan adanya perubahan perilaku dan kepribadian.
Riwayat Medis Umum
Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari ebrbagai penyakit, sehingga perlu
diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dab sifilis), gangguan endokrin (hiper/
hipotiroidi), diabetes mellitus, neoplasma, kebiasaan merokok, penyakit jantung, penyakit
kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, dan aterosklerosis.
Riwayat Neurologis
Riwayat neurologis diperlukan untuk mencari etiologi demensia seperti riwayat
gangguan serebrovaskuler, trauma kapitis, infeki SSP, epilepsy, tumor serebri, dan hidrosefalus.
Riwayat Gangguan Kognisi
Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian terpenting dalam diagnosis demensia.
Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang: gangguan orientasi
ruang, waktu dan tempat; gangguan berbahasa/ komunikasi (meliputi kelancaran, menyebut
nama benda, maupun gangguan komprehensi); gangguan fungsi eksekutif (meliputi
pengorganisasian, perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis dan
visuospasial.
Selain itu perlu ditanyakan mengenai aktivitas harian, di antaranya melakukan
pekerjaan, mengatur keuangan, mepersiapkan keperluan harian, melaksanakan hobi, dan
mengikuti aktivitas social. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan berdasarkan pendidikan dan
social budaya.
Riwayat Gangguan Perilaku dan Kepribadian
Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia. Hal ini perlu
dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi, skizofrenia, terutama tipe
paranoid. Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham,
halusinasi, misidentifikasi, depresi, apatis, dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian
tanpa tujuan (wandering), agitasi, agresivitas fisik maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi.
Riwayat Intoksikasi
Perlu ditanyakan adanya riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida,
dan lem; alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis obat
antidepresan dan antidepresan dan narkotik perlu diketahui pula.
Riwayat Keluarga
Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, Sindroma Down, dan
retadarsi mental.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, neurologis dan neuropsikologis.
Pemeriksaan fisik umum
Terdiri dari pemeriksaan medis umum sebagaimana yang dilakukan dalam praktek klinis.
Pemeriksaan neurologis
Adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal, misalnya: gangguan berjalan,
gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi, gangguan penglihatan, pendengaran,
keseimbangan, tonus otot, gerakan abnormal/ apraksia, dan adanya refleks patologis dan
primitif.
PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI
Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial, dan
visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) adalah
pemeriksaan penapisan yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai
efektivitas pengobatan, dan untuk menentukan progresivitas penyakit. Nilai normal MMSE
adalah 24-30. Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE
kuurang dari 27, terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Selain itu pula dilakukan
pemeriksaan aktivitas harian dengan pemeriksaan Activity of Daily Living (ADL) dan
Instrumental Activity of Daily Living (IADL). Hasil pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, social, dan budaya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium, pencitraan otak,
elektroenseflografi dan pemeriksaan genetika.
Pemeriksaaan laboratorium
Pemeriksaaan yang dianjurkan oleh American Academy of Neurology berupa pemeriksaan
darah lengkap termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, hormone tiroid, dan kadar vitamin
B12. Pemeriksaan HIV dan neurosifilis pada penderita dengan resiko tinggi. Pemeriksaa cairan
otak dilakukan hanya atas indikasi.
Pemeriksaaan pencitraan otak
Pemeriksaan ini berperan dalam menunjang diagnosis, menentukan beratnya penyakit,
meupun prognosis.
Computerized Tomography (CT)- Scan atau Metabolic Resonance Imaging (MRI) dapat
mendeteksi adanya kelainan structural, sedangkan Positron Emission Tomography (PET) dan
Single Photon Emission Tomography (SPECT) digunakan untuk mendeteksi pemeriksaan
fungsional. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya:
Gambaran normal sesuai dengan usia
Atrofi serebri umum
Perubahan pada pembuluh darah kecil yang tampak sebagai leukoensefalopati
Atrofi fokal terutama pada lobus temporal medial yang khas pada demensia Alzheimer
Infark serebri, perdarahan subdural, atau tumor otak
MRI dapat menunjukkan kelainan struktur hipokampus secara jelas. MR spectroscopy dan MRI
fungsional berguna untuk membedakan demensia Alzhimer dengan demensia vascular pada
stadium awal. Pemeriksaan PET dan SPECT bukan merupakan pemeriksaan rutin, namun masih
terbatas untuk penelitian.
Pemeriksaaan EEG
EEG tidak menunjukkan kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut dapat ditemukan
adanya perlambatan umum dan kompleks periodik.
Pemeriksaaan Genetika
Pemeriksaan genetika belum merupakan pemeriksaan rutin, dalam penelitian dilakukan
untuk mencari maka APOE, protein Tau, dll.
BAB V
DIAGNOSIS BANDING
Demensia potensial reversibel (yang dapat membaik dengan pengobatan efektif, fungsi
intelektualnya dapat kembali normal / mendekati normal) perlu ditentukan dan dibedakan
dengan demensia ireversibel.
DEMENSIA REVERSIBEL
Ditemukan pada kurang dari 20% penderita demensia. Demensia reversibel dapa
disebabkan oleh:
Alkoholisme
Pemakaian jangka panjang berbagai jenis obat antidepresan secara bersamaan,
antiaritmia, antihipertensi, analgetik, dan digitalis.
Gangguan psikiatri
Depresi, skizofrenia (terutama tipe paranoid), gangguan bipolar, dan gangguan
kepribadian berat.
“Normal Pressure Hydrocephalus”
Ditemukan pada 2-6% demensia, biasa ditemukan pada usia lanjut dengan gejala
gangguan memori, bingung, reaksi lambat, gangguan berjalan, dan inkontinensia. Pada
penderita dapat dijumpai riwayat trauma, meningitis, atau perdarahan subarachnoid,
tetapi pada sebagian besar kasus tidak ditemukan kelainan sebelumnya. Dengan
pemasangan ventriculo-peritoneal shunt, keadaan dapat pulih kembali.
Demensia Vaskular
Meliputi 15-25% demensia. Faktor resiko yang dapat ditemukan antara lain: hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung, usia lanjut, stroke, merokok, obesitas, alkoholisme,
dan faktor resiko serebrovaskuler lain. Awitan biasanya mendadak, usia lebih muda dari
demensia Alzheimer, dan didapatkan adanya pseudobulbar palsy, gangguan berjalan
dan gangguan afek. Gangguan kognitif tidak selalu dimulai dengan gangguan memori.
Gejala yang paling menonjol adalah gangguan fungsi eksekutif. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan skala iskemik Hachinski (berdasarkan awitan dan perjalanan
penyakit, adanya gangguan/ defisit neurologis fokal atau umum, adanya faktor resiko
vaskuler dan adanya lesi fokal pada pemeriksaan pencitraan).
DEMENSIA IREVERSIBEL
Pada umumnya berhubungan dengan proses degenerasi otak yang bersifat permanen.
Demensia Alzheimer
Penyakit ini merupakan 50% atau lebih dari seluruh demensia, dan biasanya mempunyai
faktor resiko, di antaranya: usia lebih dari 40 tahun, riwayat keluarga Alzheimer, Parkinson, dan
sindroma Down. Demensia Alzheimer dibagi dalam tiga stadium:
Stadium ringan
Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat melakukan aktivitas harian
sederhana.
Stadium sedang
Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain. Penderita membutuhkan bantuan
untuk melakukan aktivitas harian, terutama yang kompleks.
Stadium lanjut/ berat
Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif berat. Gangguan
kognitif biasanya diikuti oleh penurunan fungsi motorik, sehingga penderita sulit
bergerak dan memerlukan bantuan penuh untuk melakukan aktivitas hariannya.
Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat, sehingga kadang-
kadang tidak diketahui awal penyakitnya. Makin muda usia awitan, makin cepat
perjalanan penyakitnya.
Perubahan perilaku dapat terjadi pada stadium ringan, sedang, maupun lanjut.
Perubahan dimulai dengan penarikan fungsi social, indiferen, impulsive, gangguan tidur
dan wandering.
Pick’s Disease
Penyakit neuodegeneratif yang ditandai oleh atrofi kortikal berat, terutama di daerah
frontotemporal. Gejala terutama berhubungan dengan gangguan lobus fronal/ temporal yang
ditandai dengan penurunan fungsi mental, perubahan perilaku, dan gangguan tilikan diri. Pada
stadium lanjut diikuti gangguan memori jangka panjang dan gangguan berbahasa, munculnya
refleks primitive. Pada stadium akhir dapat dijumpai gangguan ganglia basalis.
Parkinson’s Disease Demensia (PDD)
Penyakit neuodegeneratif progresif yang ditandai oleh adanya rigisitas, bradikinesia,
tremor, dan instabilitas postural, diikuti oleh gangguan bicara, berjalan, dan koordinasi. Gejala
demensia terdapat pada kurang lebih 40% penderita, biasanya diawali dengan gejala
disorientasi pada malam hari, diikuti oleh gangguan kognitif lainnya.
Demensia Terkait AIDS
Dipertimbangkan pada penderita dengan riwayat transfuse, penyimpangan perilaku
seksual, pemakaian obat NAPZA terutama suntikan. Gejala dimulai dengan mudah lupa,
lamban, gangguan konsentrasi, dan pemecahan masalah.
Gangguan perilaku yang menonjol adalah apatis dan menarik diri. Dapat ditemukan pula
adanya kelainan fisik, berupa tremor, ataksia, hipertonus, hiperrefleks, dan gangguan gerak
bola mata.
BAB VI
PENATALAKSANAAN
Pendekatan farmakologis dan non farmakologis bertujuan untuk:
Mempertahankan kualitas hidup dengan memanfaatkan kemampuan yang ada secara
optimal
Menghambat progresifitas penyakit
Mengobati gangguan lain yang menyertai demensia
Membantu keluarga untuk menghadapi keadaan penyakitnya secara realistis dan
memberikan informasi cara perawatan yang tepat.
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS
Penatalaksanaan farmakologis pada penderita dementia reersibel bertujuan untuk
pengobatan kausal, misalnya pada hiper/ hipotiroidi, defisiensi vitamin B12, intoksikasi,
gangguan nutrisi, infeksi dan ensefalopati metabolic. Progresifitas demensia vaskuler dapat
dihentikan dengan pengobatan terhadap faktor resiko dan pengobatan simptomatis untuik
substitusi defisit neurotransmitter. Namun hal ini tidak dapat menyembuhkan penderita.
Pada demensia Alzheimer pengobatan bertujuan untuk menghentikan progresivitas
penyakit dan mempertahankan kualitas hidup. Beberapa golongan obat yang
direkomendasikan, antara lain:
Pengobatan simptomatis:
Pengobatan dengan golongan penghambat asetilkoloinesterase (seperti donepezil hidroklorida,
rivastigmin dan galantamin) bertujuan untuk mempertahankan jumlah asetilkolin yang
produksinya menurun. Obat golongan NMDA seperti memantindipasarkan di Indonesia saat ini.
Pengobatan dengan disease modifiying agents:
Obat golongan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Pada proses pembentukan senile plaque dan neurofibrillary tangle dapat diidentifikasi
adanya elements of cell mediated immune response, sehingga pemakaian OAINS dapat
menguranga proses ini.
Antioksidan
Antioksidan berfungsi menghambat oksidasi oleh radikal bebas yang berlebihan
sehingga merusak sel neuron. Antioksidan ini terdapat pada sayuran dan buah-buahan,
vitamin E, A, dan C.
Neurotropik
Obat golongan ini merupakan derivate neurotransmitter GABA yang mempunyai efek
fasilitasi neurotransmisi kolinergik dengan stimulasi sintesis dan pelepasan asetilkolin.
Obat yang bekerja pada beta amiloid protein tau, dan presenilin
Vaksin untuk demensia Alzheimer, masih dalam penelitian.
PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGIS
Penatalaksanaan ditujukan untuk keluarga, lingkungan, dan penderita dengan tujuan:
Menetapkan program aktivitas harian penderita
Orientasi realist
Modifikasi perilaku
Membrikan informasi dan pelatihan yang benar pada keluarga, pengasuh dan penderita.
Program Harian Penderita:
Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk memacu aktivitas fisik
dan otak yang baik (brain- gym)
Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah dicerna,
penyajian menarik dan praktis
Mencegah/ mengelola faktor resiko yang dapat memperberat penyakit, misalnya:
hipertensi, gangguan vascular, diabetes, dan merokok.
Melaksanakan hobi dan aktivitas social sesuai dengan kemampuan
Melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang, Perhatian, dan Asosiasi0
Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan cahaya
cukup
Orientasi realitas:
Penderita diingatkan akan waktu dan tempat
Beri tanda khusus untuk tempat tertentu, misalnya kamar mandi
Pemberian stimulasi melalui latihan/ permainan, misalnya permainan monopoli, kartu,
scrabble, mengisi teka-teki silang, sudoku, dll. Hal ini member manfaat yang baik pada
predemensia (Mild Cognitive Impairment)
Menciptakan lingkungan yang familiar , aman, dan tenang. Hindari keadaan yang
membingungkan dan menimbulkan stress. Berikan keleluasaan bergerak.
Modifikasi Periaku:
Gangguan perilaku berupa agitasi, agresivitas, wandering, dan disinhibisi seksual
Observasi perilaku penderita dan mencari faktor pencetusnya
Memberikan informasi yang benar mengenai penyakit pada keluarga dan pengasuh
Member rencana pola asuh/ perawatan dengan melibatkan seluruh anggota keluarga
maupun pengasuh.
Kesejahteraan Keluarga dan Pengasuh Perlu Diperhatikan:
Keluarga dan pengasuh harus bekerja sama dalam merawat penderita
Pengasuh diberi pelatihan dalam penanganan penderita terutama untuk mengatasi
gangguan perilaku dan inkontinens
Pengasuh diberi waktu istirahat dan kesempatan untuk berkomunikasi dengan
pengasuh lain
Terapi Operatif:
Demensia yang menyertai Normal Pressure Hydrocephalus dapat disembuhkan dengan
melakukan tindakan operatif dengan pemasangan ventriculo-peritoneal shunt.
Kapan Pasien demensia harus dirujuk ke spesialis yang kompeten dalam penanganan
demensia?
Bila terdapat keraguan dalam diagnose baik pada saat awal essesmen maupun setelah
masa follow up tertentu
Permintaan pendapat kedua dari pasien atau keluarga atau bila terdapat
ketidaksepakatan dalam keluarga pasien baik menegenai diagnosis maupun
penatalaksanaannya.
Aspek medikolegal
Penderita demensia akan kehilangan kemampuan dalam mengurus keuangan sehari-hari ,
mengemudi dan membuat keputusan hokum sehingga perlu pengampunan terbatas maupun
penuh berdasarkan keputusan pengadilan.
BAB VII
RINGKASAN
Deteksi dini demensia perlu dilakukan dengan mengenal gejala, emlakukan pemeriksaan
klinis yang akurat, dan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan.
Pemeriksaan neuropsikologis dilakukan untuk penapisan demensia, menentukan derajat
keparahan, tindak lanjut, dan evaluasi hasil pengobatan.
Bila diagnosis demensia masih meragukan, lakukan rujukan ke spesialis yang
mempunyai kompetensi dalam penatalaksanaan demensia atau ke rumah sakit dengan sarana
diagnostik yang lebih lengkap.
Penggolongan tipe demensia sangat penting terutama untuk memilah tipe yang
reversibel dan ireversibel, sehingga tidak terjadi pemeriksaan dan pengobatan yang berlebihan.
Penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis secara dini dan tepat dapat
mengoptimalkan dan mempertahankan kualitas hidup penderita.
Alhamdu lillaahi Robbil ‘Aalamiin