DAYA CERNA SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR WAFER …rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat...
Transcript of DAYA CERNA SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR WAFER …rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat...
i
DAYA CERNA SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR
WAFER TONGKOL JAGUNG MENGANDUNG
SUMBER PROTEIN BERBEDA PADA
KAMBING KACANG JANTAN
SKRIPSI
Oleh
ERWIN EKO WARTOYO
I 111 11 277
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
DAYA CERNA SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR
WAFER TONGKOL JAGUNG MENGANDUNG
SUMBER PROTEIN BERBEDA PADA
KAMBING KACANG JANTAN
SKRIPSI
Oleh
ERWIN EKO WARTOYO
I 111 11 277
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Erwin Eko Wartoyo
NIM : I 111 11 277
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab
Hasil dan Pembahasan, tidak asli alias plagiasi maka bersedia dibatalkan
dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Februari 2015
Ttd
Erwin Eko Wartoyo
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi.
Shalawat dan Salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang
membawa perubahan besar dari masa jahiliyah menuju masa yang beradab.
Penulis dengan rendah hati mengucapakan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini
utamanya kepada Prof. Dr. Ir, Muhammad Rusdy, M. Agr sebagai penasehat
akademik yang terus memberikan arahan, nasihat dan motivasi selama ini.
Kemudian dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih banyak
kepada Kedua Pembimbing yaitu Bapak Prof. Dr. Ir. Asmuddin Natsir, M.Sc
sebagai pembimbing utama dan Ibu Dr. Harfiah, S.Pt,MP selaku pembimbing
anggota yang telah banyak meluangkan waktunya untuk mendidik, membimbing,
dan memberikan nasihat serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
Ucapan terima kasih dan cinta kasih penulis persembahkan kepada Ibunda
Lilik Endang Susanti dan juga kepada Ayahanda Supangat (semoga Allah
senantiasa menjaga dan memberkahi segala aktivitasnya) atas kasih sayang, cinta,
didikan dan dukungan yang tulus diberikan. Kepada adikku Dwi Mistriono selalu
memberi suasana hangat melalui canda tawa sehingga penulis semakin
bersemangat dalam menyelesaikan skripsi.
vi
Penulis mengucapakan terima kasih banyak kepada rekan-rekan Penelitian
Muhammad Faisal Saade, Kak Sri Hidayanti Jaspin, Kak Fitri Basit, Harumi Bunga
Kasih, Novianti dan Nevyani Asikin atas kerjasama dan dukungannya. Teman-
teman Posko Tindang, KKN UNHAS GELOMBANG 88 tetap kompak dalam
pertemanan dan persaudaraan yang ada.
Tak lupa penulis mengucapakan terima kasih kepada rekan-rekan
SOLANDEVEN, HUMANIKA UNHAS dan HIMAJATI Makassar yang terus
memberi dukungan dan bantuan kepeda penulis selama penulis menjalani proses
perkuliahan.
Sebagai ungkapan terakhir, penulis memohon kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala untuk senantiasa melimpahkan rahmat dan berkahnya kepada kita semua.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena itu penulis memohon saran untuk memperbaiki kekurangan tersebut.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi saya sendiri. Amin.
Makassar, Februari 2015
Erwin Eko Wartoyo
vii
ABSTRAK
ERWIN EKO WARTOYO (I 111 11 277). Daya Cerna Serat Kasar dan Protein
Kasar Wafer Tongkol Jagung Mengandung Sumber Protein Berbeda pada Kambing
Kacang Jantan. (Dibawah bimbingan ASMUDDIN NATSIR sebagai Pembimbing
Utama dan HARFIAH sebagai Pembimbing Anggota)
Tongkol jagung sangat potensial digunakan sebagai bahan pakan sumber
serat bagi ternak ruminansia, misalnya untuk ternak kambing. Namun demikian
penggunaannya sebagai pakan ruminansia dibatasi oleh kandungan serat yang
tinggi, serta palatabilitas dan kandungan protein yang rendah, sehingga diperlukan
pengolahan dan penambahan sumber protein sebelum diberikan pada ternak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya cerna serat kasar dan protein kasar
wafer tongkol jagung yang dibuat dengan sumber protein berbeda pada kambing
kacang jantan. Percobaan dilaksanakan berdasarkan Rancangan Bujur Sangkar
Latin (4 x 4). Perlakuan adalah P1 = wafer tongkol jagung mengandung ampas
tahu, P2 = wafer tongkol jagung mengandung tepung ikan, P3 = wafer tongkol
jagung mengandung tepung bulu, P4 = wafer tongkol jagung mengandung urea.
Hasil penelitian memperlihatkan rataan daya cerna serat kasar untuk perlakuan
P1=45.66%, P2=44.42%, P3=43.17% dan P4=36.21%, sementara rataan daya
cerna protein kasar untuk perlakuan P1=62.14%, P2=63.19%, P3=55.87% dan
P4=52.26%. Analisis statistik memperlihatkan bahwa penggunaan sumber protein
berbeda dalam wafer tongkol jagung tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap daya
cerna serat kasar tetapi perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya cerna
protein kasar. Kesimpulan, sumber protein ampas tahu atau tepung ikan merupakan
sumber protein yang lebih baik dibandingkan tepung bulu dan urea dalam
pembuatan wafer tongkol jagung.
Kata Kunci: Tongkol jagung, Wafer tongkol jagung, Daya cerna serat kasar dan
protein kasar.
viii
ABSTRACT
Erwin Eko Wartoyo (I 111 11 277). Digestibility of Crude Fiber and Crude
Protein of Corn Cobs Wafer Containing Different Sources of Protein on Male
Kacang Goat. (Under Promotor ASMUDDIN NATSIR and as copromotor
HARFIAH)
Corn cobs is very potential as fiber source for ruminants, such as goats.
However, its use as ruminant feed is limited due to its high fiber and low protein
content as well as low palatability, so that corn cobs need to be proceeded in form
of complete feed (corn cobs wafer) with addition of protein sources prior feeding to
animal. The objective of this study was to determine the digestibility of crude fiber
and crude protein of corn cobs wafer enriched with different sources of protein on
male kacang goat. The experiment was conducted according to Latin Square
Design (4 x 4). The treatments were P1 = corn cobs wafer containing soy bean
meal waste, P2 = corn cobs containing fish meal, P3 = corn cobs containing feather
meal, P4 = corn cobs containing urea. The results showed that the average crude
fiber digestibility of treatment P1=45.66%, P2=44.42%, P3=43.17% and
P4=36.21%, while the average crude protein digestibility of treatment P1=62.14%,
P2=63.19%, P3=55.87% and P4=52.26%. Statistical analysis showed that the
treatments had no effect (P>0,05) on the digestibility of crude fiber but
significantly affected (P<0,05) the digestibility of crude protein. In conclusion, the
use of soy bean meal waste or fish meal much better than the use uf the feather
meal or urea as protein sources in formulation of corn cobs wafer.
Keyword: Corn cobs, Corn cobs wafer, Digestibility of crude fiber and crude
protein.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN ................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK .............................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
Hipotesis ........................................................................................................... 3
Tujuan dan Kegunaan ...................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tongkol Jagung .................................................................. 4
Gambaran Umum Kambing Kacang ................................................................ 5
Wafer ................................................................................................................ 7
Bahan Pakan Sumber Protein ........................................................................... 8
Daya Cerna ....................................................................................................... 11
Daya Cerna Serat Kasar ................................................................................... 13
Daya Cerna Protein Kasar ................................................................................ 14
x
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ........................................................................................... 15
Materi Penelitian .............................................................................................. 15
Metode Penelitian ............................................................................................. 15
Prosedur Pembuatan Wafer Tongkol Jagung .................................................. 17
Kandang Metabolisme ..................................................................................... 18
Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................... 18
Pengambilan Sampel ........................................................................................ 19
Peubah yang Diukur ......................................................................................... 19
Pengolahan Data ............................................................................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daye Cerna Serat Kasar ................................................................................... 23
Daya Cerna Protein Kasar ................................................................................ 24
PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................................... 27
Saran ................................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 28
LAMPIRAN ............................................................................................................ 32
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Komposisi Zat-zat Makanan Ampas Tahu ................................................. 8
2. Kandungan Nutrien Tepung Bulu Ayam .................................................... 10
3. Denah Perlakuan Wafer Tongkol Jagung pada Kambing Kacang Jantan
Selama Penelitian ....................................................................................... 16
4. Komposisi Bahan Pakan Tiap Perlakuan ................................................... 16
5. Komposisi Kimia Wafer Tongkol Jagung Tiap Perlakuan ....................... 18
6. Rataan Daya Cerna Serat Kasar dan Protein Kasar pada Kambing Kacang
Jantan .......................................................................................................... 23
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Jenis Kambing Kacang ............................................................................... 6
2. Prosedur Pembuatan Wafer Tongkol Jagung untuk Kambing Kacang Jantan 17
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Hasil Perhitungan Daya Serat Kasar ................................................... 32
2. Hasil Perhitungan Protein Kasar .......................................................... 34
3. Dokumentasi ........................................................................................ 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu faktor keberhasilan yang sangat penting dalam usaha
peternakan adalah pakan. Ternak ruminansia membutuhkan pakan hijauan yang
cukup dan berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan,
produksi dan reproduksi. Hijauan memegang peranan penting pada produksi
ternak ruminansia, karena hijauan merupakan sumber serat yang sangat
dibutuhkan dalam proses pencernaan. Namun ketersediaan hijauan sangat
bervariasi dan dipengaruhi oleh musim, pada saat musim hujan ketersediaan
hijauan cukup melimpah sehingga melebihi kebutuhan namun pada musim
kemarau produksi hijauan turun sehingga peternak kesulitan untuk mendapatkan
hijauan yang berakibat pada menurunnya produksi ternak. Oleh karena itu
pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan dapat menjadi solusi untuk
mengatasi hal tersebut karena persediaan yang melimpah dan tidak bersaing
dengan manusia.
Sulawesi Selatan merupakan daerah yang memiliki lahan pertanian luas
dan bervariatif sehingga potensi limbah pertanian dapat digunakan sebagai pakan
terutama ternak ruminansia. Akan tetapi pemanfaatan limbah pertanian untuk
pakan belum dilakukan secara optimal, umumnya limbah pertanian hanya dibakar
begitu saja dan sebagian kecil digunakan sebagai pupuk organik. Pemanfaatan
limbah sebagai bahan pakan tentu menjadi solusi untuk mengatasi kurangnya
persediaan hijauan pada musim tertentu dan dapat mengurangi pencemaran
lingkungan oleh limbah pertanian.
2
Salah satu limbah pertanian yang dapat digunakan pakan ruminansia
sebagai pengganti hijauan adalah tongkol jagung. Tongkol jagung memiliki
potensi yang tinggi sebagai bahan pakan namun pemanfaatan masih sangat
rendah. Kendala pemanfaatan tongkol jangung sebagai bahan pakan adalah
kandungan serat kasar yang tinggi sedangkan protein dan kecernaan rendah serta
palatabilitas rendah. Oleh karena itu, dalam pemanfaatannya sebagai bahan pakan
tongkol jagung perlu ditingkatkan kualitasnya antara lain dengan pengolahan
menjadi pakan komplit.
Upaya peningkatan kualitas tongkol jagung sebagai pakan ruminasia dapat
dilakukan dengan perlakuan fisik, kimiawi, biologi atau gabungan perlakuan
tersebut. Sehingga pengolahan menjadi wafer tongkol jagung dengan berbagai
jenis bahan pakan sumber protein adalah salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas tongkol jagung baik kandungan nutrisi maupun palatabilitas.
Rumusan Masalah
Tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang sangat melimpah dan
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia, kandungan serat kasar (46,52%)
dan protein kasar (2,67%). Kendala untuk digunakan sebagai bahan pakan karena
kandungan serat kasar yang tinggi dan protein kasar yang rendah serta
palatabilitas rendah sehingga perlu dilakukan pengolahan. Informasi tentang
berbagai macam bahan pakan sumber protein yang dapat digunakan dalam
pembuatan ransum komplit dengan bahan dasar tongkol jagung masih terbatas.
3
Hipotesis
Diduga bahwa pengolahan tongkol jagung menjadi wafer tongkol jagung
dengan berbagai jenis bahan pakan sumber protein (ampas tahu, tepung ikan,
tepung bulu atau urea) akan berpengaruh terhadap daya cerna serat kasar dan
protein kasar pada kambing kacang jantan.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya cerna serat kasar
dan protein kasar wafer tongkol jagung dengan berbagai jenis bahan pakan
sumber protein pada kambing kacang jantan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada
peternak tentang pengolahan tongkol jagung menjadi wafer tongkol jagung
menggunakan berbagai jenis bahan pakan sumber protein yang berbeda untuk
meningkatkan kualitas tongkol jagung sebagai pakan ternak ruminansia.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tongkol Jagung
Tongkol jagung atau janggel, merupakan bagian dari buah jagung setelah
biji dipipil. Kandungan nutrisi tongkol jagung berdasarkan analisis meliputi kadar
air, bahan kering, protein kasar dan serat kasar berturut-turut sebagai berikut
29,54%; 70,45%; 2,67% dan 46,52% dalam 100% bahan kering (BK).
Palatabilitas tongkol jagung yang rendah masih dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ruminansia dengan pengolahan terlebih dahulu (Wardhani dan Musofie, 1991).
Faktor pembatas dari limbah tanaman sebagai pakan adalah protein yang
rendah dan sudah terjadi lignifikasi lanjut sehingga selulosa terikat oleh lignin.
Lignifikasi meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman. Selulosa dan
hemiselulosa merupakan karbohihrat struktural penyusun utama dinding sel
tanaman, dan sering berikatan dengan lignin dalam bentuk kristal lignoselulosa.
Lignoselulosa merupakan komponen utama tanaman dan terdapat pada
dinding sel. Lignoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Selulosa merupakan penyusun dinding sel tanaman yang sukar didegradasi karena
monomer glukosanya dihubungkan dengan ikatan B-(1.4) (Rasjid, 2012).
Kecernaan limbah pertanian yang rendah disebabkan keberadaan lignin
yang bertindak sebagai penghalang proses perombakan polisakarida dinding sel
oleh mikroba rumen. Karakteristik umum beberapa jenis pakan asal limbah
dicirikan oleh kandungan protein yang rendah, serat yang tinggi dan mineral yang
tidak seimbang. Kondisi tersebut menyebabkan pemanfaatan limbah pertanian
5
sebagai pakan tidak mampu memenuhi kecukupan nutrisi untuk produksi dan
hanya sebagai pakan basal saja (Harfiah, 2010).
Gambaran Umum Kambing Kacang
Kambing merupakan ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat luas,
karena memiliki sifat yang menguntungkan bagi pemeliharaannya seperti, ternak
kambing mudah berkembang biak, tidak memerlukan modal yang besar dan
tempat yang luas, dapat digunakan memanfaatkan tanah yang kosong dan
membantu menyuburkan tanah, serta dapat dibuat sebagai tabungan
(Sasroamidjojo dan Soeradji, 1978).
Kambing kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia yang
mampu beradaptasi dengan baik, mempunyai bulu yang relatif tipis dan bulu yang
relatif kasar dan hewan jantan memiliki bulu surai yang panjang dan kasar.
Kegunaan umum dari kambing kacang ialah sebagai ternak penghasil daging
(Davendra dan Burns, 1994).
Menurut Murtidjo (1993), kambing kacang merupakan kambing lokal asli
Indonesia. Tubuh kambing kacang relatif kecil, kepala ringan dan kecil, telinga
pendek dan tegak lurus mengarah ke atas depan, dengan kehidupan yang
sederhana, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat
dan reproduksinya dapat digolongkan sangat tinggi. Jenis kambing ini juga
terdapat di Filipina, Myanmar, Thailand, Malaysia dan sekitarnya. Lebih lanjut
dikatakan bahwa kambing kacang memiliki warna tunggal, yakni: putih, hitam
dan coklat, serta adakalanya warna campur dari ketiga warna tersebut. Kambing
Kacang kelamin jantan maupun betina mempunyai tanduk 8 – 10 cm. Berat tubuh
6
kambing kacang dewasa rata-rata sekitar 17 – 30 kg. Betina umumnya memiliki
bulu pendek pada seluruh tubuh, kecuali pada bagian ekor dan dagu. Gambaran
beberapa ciri kambing kacang dapat disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Jenis Kambing Kacang
Damshik (2001) mengemukakan bahwa kambing kacang berbadan relatif
kecil dengan tinggi pundak dewasa rata-rata 50 cm dan bobot badan 30 kg. Bila
dibandingkan dengan bagian-bagian lainnya maka kepala mempunyai proporsi
yang sangat baik dan seimbang; ukuran telinga sedang, selalu bergerak, tidak
tergantung tetapi tegak. Tanduk terdapat baik pada yang jantan maupun pada
betina dan ukurannya relatif pendek. Janggut tumbuh dengan baik pada kambing
jantan, namun juga terdapat pada yang betina dewasa walaupun tidak begitu lebat.
Leher pendek dan memberi kesan tebal dan tegap. Punggung lurus dan pada
beberapa kasus terlihat agak melengkung dan memberi kesan makin kebelakang
makin tinggi sampai pinggul.
Devendra dan Burns (1970) menyatakan bahwa profil kambing kacang
berbentuk lurus. Ekor kelihatan kecil dan tegang. Ambing kecil dengan
konformasi baik dengan puting yang besar. Bulu pendek serta kasar pada yang
betina, tetapi pada yang jantan lebih panjang. Kambing kacang tahan hidup pada
7
keadaan kondisi lingkungan yang sangat beragam dan sanggup beradaptasi pada
metode manajemen yang berubah-ubah dan sangat beragam. Umur ketika
mencapai pubertas sekitar enam bulan pada yang jantan. Umur beranak pertama
dicapai ketika umur 12 – 13 bulan.
Wafer
Wafer adalah salah satu bentuk pakan yang merupakan modifikasi dimana
proses pembuatannya mengalami proses pencampuran (homogenisasi), pemadatan
dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu. Bahan baku yang digunakan
terdiri dari sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang
disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak dan dalam proses pembuatannya
mengalami pemadatan dengan tekanan 12 kg/cm2 dan pemanasan pada suhu
120°C selama 10 menit (Ningrum, 2013).
Keuntungan wafer menurut Basymeleh (2009), adalah : (1) kualitas nutrisi
lengkap (wafer ransum komplit), (2) mempunyai bahan baku tidak saja dari
hijauan makanan ternak seperti rumput dan legum, tapi juga dapat memanfaatkan
limbah pertanian, perkebunan, atau limbah pabrik pangan, (3) tidak mudah rusak
oleh faktor biologis karena mempuyai kadar air kurang dari 14%, (4)
ketersediaannya berkesinambungan karena sifatnya yang awet dapat bertahan
cukup lama sehingga dapat mengantisipasi ketersediaan pakan pada musim
kemarau sertadapat dibuat pada saat musim hujan pada saat hasil-hasil hijauan
makanan ternak dan produk pertanian melimpah, (5) memudahkan dalam
penanganan, karena bentuknya padat kompak sehingga memudahkan dalam
penyimpanan dan transportasi.
8
Bahan Pakan Sumber Protein
Ampas tahu telah lama digunakan sebagai konsentrat dan menghasilkan
pertumbuhan yang baik bagi ternak ruminansia meskipun hanya dikombinasikan
dengan rumput lapangan saja. Pulungan dkk., (1985) menunjukkan bahwa ampas
tahu yang diberikan ad libitum akan meningkatkan pertambahan bobot badan
domba sebesar 123 g/hari. Di Taiwan ampas tahu digunakan sebagai pakan sapi
perah mencapai 2-5kg per ekor per hari (Heng-Chu, 2004), sedangkan di Jepang
penggunaan ampas tahu untuk pakanternak terutama sapi perah dan babi dapat
mencapai 70% (Amaha et al, 1996). Knipscheer et al. (1983) melaporkan bahwa
penggunaan ampas tahu pada kambing cukup baik untuk pertumbuhan dan akan
memberikan keuntungan usaha. Komposisi zat gizi ampas tahu dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Zat-zat Makanan Ampas Tahu
Zat Makanan Kandungan (%)
Bahan kering 13.3
Protein kasar 21.0
Serat Kasar*
23.58
Lemak kasar**
10.49
NDF 51.93
ADF 25.63
Abu 2.96
Kalsim 0.53
Phosfor 0.25
Sumber: Pulungan, dkk., (1985)
*) Sutardi dkk., (1983)
**) Arianto (1983)
9
Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupunmakro
yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm,Co kurang
dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983). Tepung ikan
merupakan salah satu bahan pakan yang berpotensi sebagai sumber protein
maupun lemak terutama asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated
fatty acids–PUFA) yang diketahui banyak berperan dalam memperbaiki
penampilan reproduksi ternak (Ashes et al, 1992). Mandell et al. (1997)
melaporkan bahwa tepung ikan banyak mengandung asam lemak esensial
eicosapentaenoic acid (EPA, C20:5n-3) yaitu sebanyak 5,87 g dan
docosahexanoic acid (DHA, C20:6n-3) sebanyak 9,84 g/kg.
Tepung ikan yang baik mempunyai kandungan protein kasar 58-68%, air
5,5% serta garam 0,5-3,0% (Boniran, 1999). Tepung bulu memiliki kandungan
leusin dan isoleusin yang baik, tetapi rendah akan metionin dan triptopan. Tepung
bulu ayam kaya akan kandungan leusin, isoleusin dan valin yang berturut-turut
adalah 4,88%, 3,12% dan 4,44% (Siregar, 2003). Kandungan nutrisi tepung bulu
dapat dilihat pada Tabel 2.
10
Tabel 2. Kandungan Nutrien Tepung Bulu Ayam
Nutrien Tepung bulua Tepung bulu
b Tepung bulu
c
Bahan kering (%) 93,3 91 91,96
Serat kasar (%) 0,9 0,6 -
Protein kasar (%) 85,8 81,7 83,74
Lemak (%) 7,21 3,0 3,81
Abu (%) 3,5 3,7 2,76
Ca (%) 1,19 0,25 1,17
P (%) 0,68 0,65 0,13
DE (Kkal/Kg) 3.000 2.200 3.952*
GE (Kkal/Kg) - - 5.200
Sumber : a) NRC (1996)
b) Hartadi dkk., (1997)
c) Hasil analisa Laboratorium Balitnak, Ciawi, Bogor
*DE = 0,76 GE
Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia
adalah adanya sejumlah protein yang tahan terhadap perombakan oleh
mikroorganisme rumen (rumen undegradable protein/RUP), namun mampu diurai
secara enzimatis pada saluran pencernaan pasca rumen. Nilai RUP tersebut
berkisar antara 53-88%, sementara nilai kecernaan dalam rumen berkisar 12-46%
(Adiati dkk., 2003).
Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea
juga dikenal dengan nama carbamide yang terutama digunakan di kawasan Eropa.
Nama lain yang juga sering dipakai adalah carbamide resin, isourea, carbonyl
diamide dan carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa organik sintesis
pertama yang berhasil dibuat dari senyawa anorganik, yang akhirnya meruntuhkan
11
konsep vitalisme. Urea digunakan dalam UMB sebagai sumber nitrogen non
protein (NPN) yang di perlukan dalam proses fermentasi dalam rumen sehingga
sangat bermanfat bagi ternak ruminansia (Hatmono dkk., 1997).
Daya Cerna
Menurut Maynard et al. (1983). Tongkol jagung tergolong pakan serat
bermutu rendah, kecernaan dan palatabilitasnyapun rendah.Rendahnya kecernaan
disebabkan kandungan lignin yang tinggi yang membentuk komplek dengan
selulosa dan hemiselulosa, Oleh karena itu agar nilai gizi dan kecernaannya dapat
ditingkatkan perlu dilakukan pengolahan.
Kemampuan seekor ternak mengkonsumsi pakan tergantung pada hijauan,
temperatur lingkungan, ukuran tubuh ternak dan keadaan fisiologi ternak.
Konsumsi makanan akan bertambah jika aliran makanan cepat tercerna atau jika
diberikan makanan yang berdaya cerna tinggi. Penambahan makanan penguat atau
konsentrat ke dalam pakan ternak juga dapat meningkatkan palatabilitas pakan
yang dikonsumsi dan pertambahan berat badan (Anggorodi, 1990).
Pakan yang masuk ke mulut akan mengalami proses pengunyahan atau
pemotongan secara mekanis sehingga membentuk bolus. Pada proses ini, pakan
bercampur dengan saliva kemudian masuk ke rumen melalui esofagus untuk
selanjutnya mengalami proses fermentatif. Bolus di dalam rumen akan dicerna
oleh enzim mikroba. Partikel pakan yang tidak dcerna di rumen dialirkan ke
abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim pencernaan. Hasil pencernan
tersebut akan diserap oleh usus halus dan selanjutnya masuk dalam darah (Sutardi,
1980). Rumen mengandung banyak tipe bakteri, protozoa dan jamur.Beberapa
12
spesies mikroba rumen mampu menghasilkan enzim selulase dan hemiselulase
yang dapat menghidrolisa isi sel dan dinding sel tanaman pakan. Degradasi pakan
oleh ternak ruminansia dilakukan di dalam rumen dan sebagian besar kebutuhan
zat makanan ternak ruminansia merupakan hasil degradasi sel tanaman pakan oleh
mikroba rumen. Dalam rumen, degradasi dan fermentasi pakan oleh mikroba
rumen terjadi baik secara sendiri-sendiri, bersama-sama maupun interaksi bakteri,
protozoa dan fungi rumen. Konsumsi pakan akan ditentukan oleh kecernaan
pakan dan kapasitas rumen, sedangkan kecernaan pakan akan ditentukan oleh
karakteristik degradasi dan kecepatan aliran (outflow rate) atau laju dari zat pakan
tersebut meninggalkan rumen (Ismartoyo, 2011).
Pada ternak ruminansia sebagain protein yang masuk ke dalam rumen
akan mengalami prombakan/degradasi menjadi amonia oleh enzim proteolitik
yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Produksi amonia tergantung pada kelarutan
protein ransum, jumlah protein ransum, lamanya makanan berada dalam rumen
dan pH rumen (Orskov, 1982). Sebagian besar mikroba rumen (82%)
mengandung NH3 (amonia) untuk perbanyakan diriya, terutama dalam proses
sintesis selnya. Kadar amonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan
mikroba rumen yang maksimal menurut Sutardi (1980) berkisar antara 4-12 mM.
Pengukuran N-NH3 in vitro dapat digunakan untuk mengestimasi degradasi
protein dan kegunaannya oleh mikroba. Produksi amonia dipengaruhi oleh waktu
setelah makan dan umumnya produksi maksimum dicapai pada 2-4 jam setelah
pemberian pakan yang bergantung kepada sumber protein yang digunakan dan
mudah tidaknya protein tersebut didegradasi. Jika pakan defisien protein atau
13
tinggi kandungan protein yang lolos degradasi, maka konsentrasi N-NH3 rumen
akan rendah (lebih rendah dari 50 mg/1 atau 3,57 mM) dan pertumbuhan
organisme rumen akan lambat. Sebaliknya, jika degradasi protein lebih cepat dari
pada sintesis protein mikroba maka NH3 akan terakumulasi dan melebihi
konsentrasi optimumnya. Kisaran optmum NH3 dalam rumen berkisar antara 85 –
300 mg/l atau 6-21 mM.
Daya Cerna Serat Kasar
Serat kasar bagi ruminansia digunakan sebagai sumber energi utama dan
lemak kasar merupakan sumber energi yang efisien dan berperan penting dalam
metabolisme tubuh sehingga perlu diketahui kecernaannya dalam tubuh ternak
(Suprapto dkk., 2013). Menurut Despal (2000) serat kasar memiliki hubungan
yang negatif dengan kecernaan.Semakin rendah serat kasar maka semakin tinggi
kecernaan ransum.
Tillman dkk., (2005) menyatakan bahwa kecernaan serat kasar tergantung
pada kandungan serat kasar dalam ransum dan jumlah serat kasar yang
dikonsumsi. Kadar serat kasar terlalu tinggi dapat mengganggu pencernaan zat
lain. Daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kadar
serat dalam pakan, komposisi penyusun serat kasar dan aktivitas mikroorganisme
(Maynard et al, 2005). Mourino et al. (2001) menjelaskan bahwa aktivitasbakteri
selulolitik di dalam rumenberlangsung secara normal apabila pHrumen di atas 6,0.
pH normal rumen kambing sekitar 6,8-7 sehingga optimal untuk aktivitas
mikroba. Apabila pH rumenlebihrendah dari 5,3 maka aktivitas bakteriselulolitik
menjadi terhambat. Pakan dengan perlakuan silase memiliki pH rendah yaitu 4-5.
14
Pakan silase yang diberikan pada kambing akan menghambat aktivitas mikroba
rumen sehingga mikroba sulit dalam mendegradasi pakan, hal tersebut
menyebabkan menurunnya kecernaan serat kasar.
Daya Cerna Protein Kasar
Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan dalam bentuk protein
kasar (PK). Kebutuhan protein ternak dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur
fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi
protein. Kondisi tubuh yang normal membutuhkan protein dalam jumlah yang
cukup, defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut
sehingga menurunkan konsumsi (Rangkuti, 2011).
Mikroorganisme retikulo-rumen dapat mendegradasi semua protein
danasam amino baru dari nitrogen dan kerangka karbon yang terdapat
dalamretikulo-rumen, gambaran asam amino protein yang keluar dari rumen
tidakmencerminkan gambaran asam amino protein pakan. Perombakan
proteinadalah cepat, sehingga mengasilkan kadar amonia rumen yang tinggi
dansebagian diserap dan di ekskresikan sebagai urea (Tillman dkk., 1982).
Seluruh protein yang berasal dari makanan pertama kali dihidrolisisoleh
mikrobia rumen. Tingkat hidrolisis protein tergantung dari daya larutnyayang
berkaitan dengan kenaikan kadar amonia. Hidrolisis protein menjadi asam amino
diikuti oleh proses deaminasi untuk membebaskan amonia (Arora, 1989).
Disamping itu mikroba-mikroba yang mati masuk ke dalamusus menjadi sumber
protein bagi ruminansia (65% sumbangan protein bagi ruminansia berasal dari
mikroba-mikroba tersebut) (Subagdja, 2000).
15
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2014.
Penelitian dimulai dengan pembuatan wafer tongkol jagung yang dilaksanakan di
Laboratorium Industri Pakan Universitas Hasanuddin yang kemudian dilanjutkan
dengan analisis kandungan serat kasar dan protein kasar berdasarkan analisis
proksimat di Laboratorium Kimia Pakan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin.
Materi Penelitian
Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung,
dedak padi, tumpi jagung, bungkil kelapa, tepung tapioka, tepung ampas tahu,
tepung bulu, tepung ikan, urea, mineral sapi, dan garam dapur.
Peralatan yang digunakan adalah timbangan, gilingan sampel, oven,
cetakan UMB, baskom, dandang, kompor, pisau dan talang
Metode Penelitian
Penelitian ini di rancang dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar
Latin (RBSL) 4 4 (4 perlakuan dan 4 ulangan). Adapun keempat perlakuan
tersebut sebagai berikut:
P1 : Ransum komplit mengandung protein nabati (ampas tahu)
P2 : Ransum komplit mengandung protein hewani (tepung ikan)
P3 : Ransum komplit mengandung protein limbah peternakan (tepung bulu)
P4 : Ransum komplit mengandung non protein nitrogen (urea)
16
Adapun denah perlakuan wafer tongkol jagung pada kambing kacang jantan
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Denah Perlakuan Wafer Tongkol Jagung pada Kambing Kacang
Jantan Selama Penelitian
Periode Kambing
A B C D
I P1 P2 P3 P4
II P3 P4 P2 P1
III P4 P3 P1 P2
IV P2 P1 P4 P3
Komposisi bahan pada setiap perlakuan tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Bahan Pakan Tiap Perlakuan
Bahan (%) Perlakuan
P1 P2 P3 P4
Tongkol Jagung 45 45 45 45
Dedak 15 15 15 15
Tumpi Jagung 3 10.5 13 16.5
Bungkil Kelapa 10 10 10 10
Tapioka 10 10 10 10
Ampas Tahu 25 0 0 0
Tepung Bulu 0 0 5 0
Tepung Ikan 0 7.5 0 0
Urea 0 0 0 1.5
Garam 1 1 1 1
Mineral Mix 1 1 1 1
Total 100 100 100 100
17
Prosedur Pembuatan Wafer Tongkol Jagung
Tongkol jagung dan bahan pakan lainnya yang masih kasar di giling halus
terlebih dahulu dengan menggunakan grinder. Kemudian setiap bahan pakan
ditimbang berdasarkan formulasi tiap perlakuan dan dicampur secara merata dan
campuran diberi uap panas sampai matang. Dilakukan pencetakan dengan
menggunakan cetakan UMB dan dikeringkan dalam oven.
Adapun prosedur pembuatan wafer tongkol jagung untuk kambing kacang
jantan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Prosedur Pembuatan Wafer Tongkol Jagung untuk Kambing Kacang
Jantan.
Tongkol
Jagung
Penggilingan Bahan Pakan
Yang Masih
Kasar
Formulasi
Penimbangan
Mixing
Pemberian uap panas
Pencetakan
Pengeringan
Wafer Tongkol Jagung Siap Saji
18
Komposisi kimia Wafer Tongkol Jagung setelah melalui proses pemberian
uap panas dan pengeringan berdasarkan hasil analisis di laboratorium dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Kimia Wafer Tongkol Jagung Tiap Perlakuan
Nutrisi Kandungan (%) Perlakuan
P1 P2 P3 P4
Bahan kering 79.9 83.2 83.9 90.7
Bahan organik 75.4 77.6 78.7 84.1
Protein kasar 10.7 12.0 11.7 11.9
Serat kasar 18.8 15.0 20.8 15.7
BETN 59.5 62.6 56.6 61.8
NDF 61.2 53.6 55.2 57.3
ADF 27,9 23.9 24.5 25.4
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Kimia Pakan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, 2014
Kandang Metabolisme
Penelitian ini menggunakan 4 ekor kambing kacang jantan dengan umur
1,5 – 2,0 tahun. Kambing di tempatkan dalam kandang metabolisme yang
dilengkapi tempat pakan dan urine. Kandang ini dipasangi ram plastik di bawah
lantai kandang yang berfungsi sebagai filtrasi feses dan urine, corong plastik dan
toples dipasang di bawah ram plastik untuk menadah urine, sehingga feses dan
urine tertampung dalam penampungan masing-masing.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini berlangsung 4 periode penelitian, tiap periode dibagi 2 tahap
yaitu tahap pertama pembiasaan selama 10 hari dan tahap kedua yaitu
19
pengambilan data selama 3 hari. Pembiasaan pakan dimasukkan agar ternak
terbiasa dengan pakan yang ditawarkan, dan semua pakan yang dimakan
sebelumnya sudah keluar semua selama 10 hari. Sedangkan periode koleksi atau
pengambilan data selama 3 hari adalah data yang diambil merupakan pengaruh
pakan perlakuan.
Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah pakan yang ditawarkan
hanya satu kali diambil, sampel sisa pakan diambil tiap hari selama 3 hari
sebanyak 10% demikian juga feses.Feses di simpan di freezer selama 3 hari dan
hari terakhir dikompositkan kemudian diambil sampel sebanyak 10% dari berat
sampel yang terkumpul untuk kebutuhan analisis di Laboratorium.
Peubah yang Diukur
Serat Kasar
Analisa serat kasar dengan cara sampel kira-kira sebanyak 0.5-1 gram
sampel ditimbang (x gram), dimasukkan ke dalam gelas piala 600 ml dan
ditambahkan 50ml H2SO4 0.3N lalu dipanaskan di atas pemanas listrik selama 30
menit. Selanjutnya ditambahkan 25 ml NaOH 1.5 N dan terus dimasak selama 30
menit. Cairan disaring melalui kertas saring yang bobotnya telah diketahui (a
gram) serta sudah dikeringkan dalam alat pengering pada suhu 105 - 110oC
selama satu jam, kemudian dimasukkan ke dalam corong Buchner. Penyaringan
dilakukan dalam labu penghisap yang dihubungkan dengan pompa vakum.
Selama penyaringan endapan dicuci berturut-turut dengan aquades panas
secukupnya, 50 ml H2SO4 0.3N, aquades panas secukupnya dan terakhir dengan
20
25 ml acetone. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselen
dan dikeringkan selama satu jam dalam oven pada suhu 105oC, kemudian
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (b gram). Selanjutnya cawan porselen
serta isinya dibakar atau diabukan dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC
sampai abu menjadi putih seluruhnya, kemudian diangkat dan didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang (c gram).
Kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
x = bobot contoh
a = bobot kertas saring
b = bobot kertas saring + sampel setelah dioven
c = bobot kertas saring + sampel setelah ditanur
Kecernaan dihitung berdasarkan rumus :
SK yang dikonsumsi – SK feses
Kecernaan Serat Kasar = ---------------------------------------------- x 100%
SK yang dikonsumsi
Protein Kasar
Penentuan kadar protein melalui metode Kjeldahl dengan tahapan sebagai
berikut:
Destruksi; 0.2 gram sampel (x) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
destruksi atau labu Kjeldahl dan ditambahkan katalis (3 sendok teh campuran
selen) dan 20 ml H2SO4 pekat teknis. Kemudian dicampur dengan cara
menggoyang-goyangkan labu tersebut. Campuran tersebut dipanaskan diatas
nyala api pembakar Bunsen mulai dengan api kecil di dalam kamar asam
21
(ruang asam) sampai tidak berbuih dan nyala api Bunsen dibesarkan. Sampel
terus dipanaskan (didestruksi) hingga larutan menjadi jernih dan berwarna
hijau kekuning-kuningan dan kemudian didinginkan.
Destilasi; setelah labu destruksi didinginkan, larutan dimasukkan ke dalam
labu penyuling/destilasi yang telah diisi dengan batu didih dan diencerkan
dengan aquades sebanyak 300 ml. Setelah dipasangkan pada rak destilasi
ditambahkan kurang lebih 90 ml NaOH 33%, lalu labuh dihubungkan dengan
pipa destilasi. Hasil destilasi berupa NH3 dan air, ditangkap dengan erlen
meyer yang telah diisi dengan 10 ml H2SO4 0.3N dan 2 tetes indicator
campuran merah metil(MM) dan biru metil(BM). Proses destilasi dilakukan
hingga semua N yang ada dalam labu telah tertangkap oleh H2SO4, dan
proses destilasi berakhir setelah ada letupan pada labu destilasi.
Titrasi; labu Erlenmeyer yang berisi hasil sulingan diambil dan kelebihan
H2SO4 0.3 N dititar dengan larutan NaOH 0.3 N. Proses titrasi dihentikan
setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan titik
akhir titrasi.Volume NaOH dicatat sebagai (z) ml. Kemudian dikerjakan
blanko dengan prosedur yang sama tetapi tanpa sampel (y) ml.
Kadar protein kasar dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan: y = ml NaOH untuk penitar blanko z = ml NaOH untuk titar sampel titarNaOH = konsentrasi NaOH
= normalitas NaOH
x = bobot sampel (gr)
22
Kecernaan dihitung berdasarkan rumus :
PK yang dikonsumsi – PK feses
Kecernaan Protein Kasar = -------------------------------------------x 100%
PK yang dikonsumsi
Pengolahan Data
Data dianalisis dengan analisis ragam menurut Rancangan Bujur Sangkar
Latin 4 4 (4 perlakuan dan 4 ulangan). Adapun perlakuan berpengaruh nyata
terhadap parameter yang diukur akan diuji dengan menggunakan uji BNT
(Sudjana, 1991). Dengan model matematika sebagai berikut.
Yijk = µ + ßi + Κj + Ƭk + ξ ijk
Ket: µ = rataan umum
ßi = pengaruh baris ke-i
Κj = pengaruh kolom ke-j
Ƭk = pengaruh perlakuan ke k
ξ ijk = pengaruh galat
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil rataan daya cerna serat kasar dan protein kasar pada kambing kacang
jantan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Daya Cerna Serat Kasar dan Protein Kasar pada Kambing Kacang
Jantan
Parameter Perlakuan
P1 P2 P3 P4
Daya cerna Serat Kasar (%) 45.66 44.42 43.17 36.21
Daya cerna Protein Kasar (%) 62.14a
63.19a
55.87b
52.26b
Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0.05)
Daya Cerna Serat Kasar
Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap daya cerna serat kasar pada kambing kacang jantan. Rataan
daya cerna serat kasar tiap perlakuan yaitu P1 sebanyak 45.66%, P2 sebanyak
44.42%, P3 sebanyak 43.17%, dan P4 sebanyak 36.21% (Tabel 6).
Secara statistik memperlihatkan bahwa daya cerna serat kasar tiap
perlakuan tidak menunjukkan perbedaan, artinya semua perlakuan yang diberikan
sama pengaruhnya terhadap daya cerna serat kasar pada kambing kacang jantan.
Daya cerna serat kasar yang tidak berbeda ini disebabkan karena jenis dan kualitas
bahan pakan sumber serat yang diberikan pada keempat perlakuan sama sehingga
degradasi serat dalam rumen hampir sama. Hal ini sesuai dengan pendapat
McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa fraksi serat pakan sangat menentukan
kecernaan baik dalam jumlah maupun komposisi kimia serat itu sendiri. Diperkuat
24
oleh pendapat Tillman dkk., (2005) menyatakan bahwa kecernaan serat kasar
tergantung pada kandungan serat kasar dalam ransum dan jumlah serat kasar yang
dikonsumsi. Kadar serat kasar terlalu tinggi dapat mengganggu pencernaan zat lain.
Selain kandungan dan jumlah serat kasar dalam ransum faktor lain yang
mempengaruhi daya serat kasar adalah aktivitas bakteri selulolitik di dalam rumen.
Maynard et al. (2005) menyatakan daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun serat kasar dan
aktivitas mikroorganisme.
Daya Cerna Protein Kasar
Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap daya cerna protein kasar pada kambing kacang jantan. Rataan daya cerna
protein kasar tiap perlakuan yaitu P1 sebanyak 62.14%, P2 sebanayak 63.19%,
P3 sebanyak 55.87%, dan P4 sebanyak 52.26%. Uji lanjut menunjukkan bahwa
rataan daya cerna protein kasar pada P1 dan P2 nyata (P<0,05) lebih tinggi
daripada rataan daya cerna P3 dan P4, sementara rataan daya cerna P1 dan P2
tidak berbeda nyata, begitupun antara P3 dan P4 tidak menunjukkan perbedaan
nyata.
Perlakuan P1 menggunakan protein nabati yang berasal dari ampas tahu
sehingga lebih mudah terdegradasi dalam rumen. Suryahadi (1990) menyatakan
bahwa Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam
rumen dengan laju degradasi sebesar 9,8% per jam dan rataan kecepatan produksi
N-amonia nettonya sebesar 0,677 mM per jam. Sedangkan perlakuan P2
menggunakan protein hewani yang berasal dari tepung ikan yang mudah dicerna
25
karena kandungan asam amino essensial. Nugroho (2012) menerangkan bahwa
perlakuan penambahan tepung ikan yang bersifat protein low by-pass
meningkatkan degradasi protein yang diduga juga meningkatkan mikroba rumen.
Perlakuan P3 menggunakan protein limbah peternakan berasal dari tepung
bulu, meskipun memiliki kandungan protein kasar yang tinggi namun zat anti
nutrisi berupa keratin yang terdapat pada tepung bulu dapat mengakibatkan
kecernaan yang rendah. Zerdani et al. (2004) menyatakan bulu ayam, meskipun
kadar proteinnya mencapai 80-90% akan tetapi protein tersebut tersusun dari
protein keratin yang sulit dicerna oleh unggas. Sedangkan perlakuan P4
menggunakan non protein nitrogen berasal dari urea, memiliki daya cerna protein
kasar yang rendah dikarenakan urea untuk menghasilkan protein harus dirombak
terlebih dahulu oleh mikroba rumen dalam proses fermentasi. Parakkasi (1999)
menyatakan urea yang diberikan di dalam pakan ternak ruminansia, di dalam
rumen akan dipecah oleh enzim urease menjadi ammonia dan karbon dioksida,
kemudian amonia bersama mikroorganisme akan membentuk protein mikroba
dengan bantuan energi. Apabila urea berlebih atau tidak tercerna oleh tubuh
ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa oleh
aliran darah ke hati dan di dalam hati diubah menjadi amonia yang akhirnya
dieksresikan melalui urine dan feses.
Walaupun dalam rumen urea dapat dicerna dengan cepat menjadi amonia,
namun ketersediaan energi dari serat tidak tersedia pada saat yang bersamaan
sehingga urea yang mudah dipecah menjadi amonia tidak dapat dimanfaatkan
26
dalam sintesis protein mikroba yang berakibat pada rendahnya tingkat kecernaan
ransum komplit dengan sumber protein berbeda (Natsir, 2005).
27
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa sumber protein terbaik yang dapat digunakan ransum komplit dengan
bahan dasar tongkol jagung adalah ampas tahu dan tepung ikan dibandingkan
dengan tepung bulu dan urea.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh ransum
komplit terhadap kinerja produksi dan efisiensi ekonomisnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adiati, U.,W. Puastuti Dan I-W. Mathius . 2002. Explorasi Potensi Produk
Samping Rumah Potong (Bulu dan Darah) Sebagai Bahan Pakan Imbuhan
Pascarumen. Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
2002.
Adiati, U.,W. Puastuti Dan I-W. Mathius . 2003. Peluang Pemanfaatan Tepung
Bulu Ayam sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Laporan Penelitian
Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Amaha, K., Y. Sasahi, and T. Segawa. 1996. Utilization of Tofu (Soybean Curd)
By-Product as Feed for Cattle. http//www.agnet.org.
Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT.Gramedia. Jakarta.
Arora, S. P., 1989.Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Penerjemah: R.
Murwani dan B. Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Arianto, B.D. 1983. Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu Sebagaiterhadap
Potongan Karkas Komersial Broiler Betina Strain Hybro umur 6 Minggu.
Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Ashes, J.R., B.D. Sieber, S.K. Gulati, A.Z. Cuthbertson, and T.W. Scott. 1992.
Incorporation of nfatty acids of fish oil into tissue and serum lipids of
ruminants. Lipids. 27 (8) : 629-631.
Basymeleh, S. 2009. Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan
Terhadap Sifat Fisik Wafer. Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Hal 17-19
Boniran, S. 1999. Quality control untuk bahan baku dan produk akhir pakan
ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop.
American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. Hlm. 2-7
Damshik M. 2001. Produktivitas Kambing Kacang yang Mendapat Ransum
Penggemukan dengan Kandungan Protein yang Berbeda.[tesis] Bogor:
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Devendra dan Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB.
Bandung.
Hartadi, H., S . Reksohadiprodjo Dan A.D . Tillman. 1997 . Tabel Komposisi
Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press.
Harfiah, 2010. Optimalisasi Penggunaan Jerami Padi Sebagai Pakan Ruminansia.
Disertasi. PPS Unhas, Makassar
29
Hatmono, H. dan Indriyadi, H. 1997. Urea Molase Blok Pakan Suplemen untuk
Ternak Ruminansia.PT. Trubus Agriwidya. Ungaran
Heng-Chu, A. 2004. Utilization of Agricultural By-Product in Taiwan.
http//www.agnet.org.
Ismartoyo. 2011. Pengantar Teknik Penelitian Degradasi Pakan Ternak
Ruminansia. Brilian Internasional. Surabaya.
Knipscheer, H.C., T.D. Soedjana and A. Prabowo. 1983. Survey of Six
Specialized Small Ruminant Farms in West Java. BPT/SR-CRSP Working
paper No. 9.
Maynard, LA., JK Loosli, HF Hintz dan RG Warner, 1983. Animal
Nutrition.Seventh Edition. Hill Publishing Company Limited. New Delhi.
_______, L.A., J.K Loosil,H.F. Hintz and Warner, R.G. , 2005. Animal Nutrition.
(7th Edition) McGraw-Hill Book Company. New York, USA.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalg, and C. A. Morgan. 1995.
Animal Nutrition. Fifth Edition. Longman Scientific and Technical
Publisher.
Mourino, F., R. Akkarawongsa and P. J. Weimer. 2001. Initial pH as a
Determinant of Sellulose Digestion Rate by Mixed Ruminal
Microorganisms in vitro. J. Dairy Science.84: 848–859.
Murtidjo, B. A. 1993. Keuntungan Usaha Peternakan Dari Kualitas Pakan.
Kanisius, Yogyakarta
National Research Council. 1996. Nutrient Requirement of beef cattle . 71h
Revised Edition . National Academy Press. Washington, D.C
Natsir, A. 2005. Efficient Utilization of Fibre in the Diets of Ruminants. Ph.D
Disertation, The university of Melbouene, Australia.
Ningrum, D.L, 2013. Sampah Potensi Pakan Ternak yang Melimpah.
http://rizal15fauzi.blogspot.com/2013/02/sampah-potensi-pakan-ternak-
yang.html. Diakses Pada tanggal 28 Agustus 2014, Makassar.
Nugroho, T. 2012. Kecernaan Nutrien pada Domba Lokal Jantan dengan Ransum
Tongkol Jagung dan Kombinasi Berbagai Sumber Protein. Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Laporan
Penelitian IPB. Bogor.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
30
Pulungan, H., J.E. Van Eys dan M. Rangkuti. 1985. Penggunaan Ampas Tahu
sebagai Makanan Tambahan pada Domba Lepas Sapih yang Memperoleh
Rumput Lapangan. Ilmu dan Peternakan Vol. I No. 8.
Putra, S. dan A. W. Puger. 1995. Manipulasi Mikroba dalam Fermentasi Rumen
Salah Satu Alternatif untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Zat-zat
Makanan. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.
Rangkuti, J. H. 2011. Produksi dan Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah
(PE) pada Kondisi Tatalaksana yang Berbeda.Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Rasjid, S. 2012. The Great Ruminant Nutrisi, Pakan dan Manajemen Produksi.
Cetakan Kedua. Brilian Internasional. Surabaya.
Sastroamidjojo, M. S. dan Soeradji. 1978. Peternakan Umum. Cet. II. C. V.
Yasaguna. Jakarta.
Siregar, Z. 2003. Peningkatan Pertumbuhan Domba Persilang dan Lokal Melalui
Suplementasi Hidrolisat Bulu Ayam dan Mineral Esensial Dalam Ransum
Berbasis Limbah Perkebunan. Disertasi.Universitas Brawijaya. Malang.
Subagdja, D., 2000. Peran Probiotik untuk TernakRuminansia. Gelar Teknologi
Festival PeternakanJawa Barat. Paper. Fakultas PeternakanUniversitas
Padjadjaran, Bandung.
Sudjana, Nana. 1991. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Sinar Baru: Bandung.
Sumardi dan L.P.S. Patuan. 1983. Kandungan Unsur-unsur Mineral Essensial
dalam Limbah Pertanian dan Industri Pertanian di Pulau Jawa. Proceeding
Seminar. Lembaga Kimia Nasional-LIPI, Bandung.
Suprapto, H., F.M. Suhartati, dan T. Widiyastuti. 2013. Kecernaan serat kasar dan
lemak kasar complete feed limbah rami dengan sumber protein berbeda
pada kambing pernakan etawa lepas sapih. Jurnal Ilmiah Peternakan
1(3):938-946.
Sutardi, T. 1980. Peningkatan Mutu Hasil Limbah Lignoselulosa sebagai
Makanan Ternak.Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Sutardi, T., M.A. Sigit T. Toharmat. 1983. Standarisasi Mutu Protein Bahan
Makanan Ruminansia Berdasarkan Parameter Metabolismenya oleh
Mikroba Rumen. Fapet IPB bekerjasama dengan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
31
, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Wardhani, N. K. dan A. Musofie. 1991. Jerami jagung segar, kering dan
teramoniasi sebagai pengganti hijauan pada sapi potong. Jurnal Ilmiah
Penelitian Ternak Grati. 2. (1):1-5.
Zerdani, I., Faid M., Malki, A. 2004. Feather wastes digestion by new isolated
strains Bacillus sp. in Morocco. African J Biotechnol 3 (1): 67-70.
32
LAMPIRAN
Tabel 7. Daya Cerna Protein Kasar Wafer Tongkol Jagung Berdasarkan
Rancangan Percobaan
Periode Daya Cerna Serat Kasar
Total 1 2 3 4
I 38.38(P1) 48.94(P2) 42.31(P3) 33.35(P4) 162.98
II 20.63(P3) 38.04(P4) 39.69(P2) 39.07(P1) 137.43
III 44.13(P4) 55.94(P3) 56.54(P1) 36.17(P2) 192.78
IV 52.9(P2) 48.66(P1) 29.33(P4) 53.79(P3) 184.68
Total 156.04 191.58 167.87 162.38 677.87
Jumlah dan Rataan Perlakuan Masing-masing Perlakuan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 182.65 45.6625
2 177.70 44.4250
3 172.67 43.1675
4 144.85 36.2125
Perhitungan Sidik Ragam
FK =
=
=
= 28719.23356
JKT = ∑ FK
= [(38.38)2
+ (48.94)2
+….+ (53.79)2] – 28719.23356
= 30246.5057 – 28719.23356
= 1527.272144
JK Baris = ∑i
–
= (162.98)2+(137.43)
2+(192.78)
2 +(184.68)
2
4
= 29180.07903 - 28719.23356
- 28719.23356
33
= 460.8454687
JK Kolom = ∑j
–
= (156.04)2+(191.58)
2 +(167.87)
2 +(162.38)
2
4
= 28899.74483 - 28719.23356
= 180.5112687
JKP = ∑k
–
= (182.65)2
+ (177.70)2
+ (172.67)2 + (144.85)
2
4
= 28933.69098 - 28719.23356
= 214.4574187
JKG = JKT – JKB – JKK – JKP
= 1527.272144 – 460.8454687 – 180.5112687 – 214.4574187
= 671.4579875
Daftar Sidik Ragam Daya Cerna Serat Kasar Wafer Tongkol Jagung
SK DB JK KT F Hit F 0.05 F 0.01
Baris 3 460.8455 153.6152 1.372671 4.76 9.78
Kolom 3 180.5113 60.17042 0.53767 4.76 9.78
Perlakuan 3 214.4574 71.48581 0.638781 4.76 9.78
Galat 6 671.458 111.9097
Total 15 28719.23
- 28719.23356
- 28719.23356
34
Tabel 10. Rataan Daya Cerna Protein Kasar Wafer Tongkol Jagung Berdasarkan
Rancangan Percobaan
Periode Daya Cerna Protein Kasar
Total 1 2 3 4
I 58.11(P1) 66.92(P2) 47.09(P3) 51.01(P4) 223.13
II 56.78(P3) 49.3(P4) 57.78(P2) 66.39(P1) 230.25
III 56.67(P4) 56.29(P3) 61.28(P1) 59.35(P2) 233.59
IV 68.71(P2) 62.79(P1) 52.06(P4) 63.3(P3) 246.86
Total 240.27 235.3 218.21 240.05 933.83
Jumlah dan Rataan Perlakuan Masing-masing Perlakuan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 248.57 62.1425
2 252.76 63.1900
3 223.46 55.8650
4 209.04 52.2600
Perhitungan Sidik Ragam
FK =
=
=
=54502.40431
JKT = ∑ FK
= [(58.11)2+(66.92)
2+….+(63.3)
2] – 54502.40431
= 55113.6613 – 54502.40431
= 611.2569938
JK Baris = ∑i
–
= (223.13)2+(230.25)
2+(233.59)
2 +(246.86)
2
4
= 54576.5518 - 54502.40431
= 74.147468
- 54502.40431
35
JK Kolom = ∑j
–
= (240.27)2+( 235.3)
2 +(218.21)
2 +(240.05)
2
4
= 54583.8424 - 54502.40431
= 81.43806875
JKP = ∑k
–
= (248.57)2
+ (252.76)2
+ (223.46)2 + (209.04)
2
4
= 54826.6889 - 54502.40431
= 324.2846188
JKG = JKT – JKB – JKK – JKP
= 611.2569938 – 74.147468 – 81.43806875 – 324.2846188
= 131.386837
Tabel 12. Sidik Ragam Daya Cerna Protein Kasar Wafer Tongkol Jagung Plus
SK DB JK KT F Hit F 0.05 F 0.01
Baris 3 74.14746875 24.71582292 1.128689 4.76 9.78
Kolom 3 81.43806875 27.14602292 1.239669 4.77 9.78
Perlakuan 3 324.2846188 108.0948729 4.936333*
4.76 9.78
Galat 6 131.3868375 21.89780625
Total 15
*) berpengaruh nyata (P<0,05)
Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
BNTα = t (α,dbg) √
= t (0,005, 6) √
= 2.447 x 3.308912680172
= 8.0969
Pengaruh Perlakuan
P4 = 52.2600a P3 = 55.8650ab P1 = 62.4125b P2 = 63.1900b
Perlakuan Terbaik pada P1 dan P2
- 54502.40431
- 54502.40431
36
DOKUMENTASI
PENGGILINGAN TONGGOL JAGUNG
PENCAMPURAN BERBAGAI BAHAN PAKAN
PENGUKUSAN SETELAH PENCAMPURAN
PENCETAKAN DENGAN ALAT PRES
\
37
WAFER TONGKOL JAGUNG PLUS
KAMBING PERLAKUAN
ANALISIS DI LABORATORIUM
38
RIWAYAT HIDUP
ERWIN EKO WARTOYO, lahir pada tanggal 27 Juni 1993
di Argomulyo, Kec. Kalaena, Kab. Luwu Timur. Penulis
adalah anak pertama dari dua bersaudara. Anak dari pasangan
Supangat dan ibu Lilik Endang Susanti. Jenjang pendidikan
formal yang pernah ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri
No.155 Karya Mukti di Argomulyo pada tahun 1999 sampai tahun 2005. Pada
tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke MTs.Miftahul Ulum di Argomulyo
dan lulus pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1
Kalaena, lulus pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA, pada
tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Hasanuddin Fakultas
Peternakan Prodi Ilmu Peternakan.