Chapter III VI

35
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan desain sekat silang (cross sectional study), yaitu penelusuran sesaat, artinya subyek diamati hanya sesaat atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variable dependen dan variable independen maka pengukuran dilakukan bersama-sama pada saat penelitian dengan menggunakan kuesioner (Sugiyono, 2005) 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Polonia Medan. 3.2.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilakukan pada Februari sampai Juli 2012. 3.3. Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah penderita yang sudah selesai berobat selama 6 bulan sebanyak 100 orang responden dengan kriteria sebagai berikut: a. Kalau penderita adalah anak BTA Positif, maka responden keluarga adalah orang tuanya. b. Kalau penderita adalah orang tua, maka responden adalah anaknya. Universitas Sumatera Utara

description

hh

Transcript of Chapter III VI

  • BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan desain sekat

    silang (cross sectional study), yaitu penelusuran sesaat, artinya subyek diamati hanya

    sesaat atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variable dependen dan

    variable independen maka pengukuran dilakukan bersama-sama pada saat penelitian

    dengan menggunakan kuesioner (Sugiyono, 2005)

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    3.2.1. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Polonia Medan.

    3.2.2. Waktu Penelitian

    Waktu penelitian dilakukan pada Februari sampai Juli 2012.

    3.3. Populasi dan Sampel

    Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah penderita yang sudah

    selesai berobat selama 6 bulan sebanyak 100 orang responden dengan kriteria

    sebagai berikut:

    a. Kalau penderita adalah anak BTA Positif, maka responden keluarga adalah

    orang tuanya.

    b. Kalau penderita adalah orang tua, maka responden adalah anaknya.

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Yang punya hubungan dekat dan hampir setiap hari berhubungan dan tinggal

    bersama penderita.

    3.4. Metode Pengumpulan Data

    3.4.1. Data Primer

    Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden melalui

    wawancara yang berpedoman pada kuesioner yang dikumpulkan peneliti berupa data

    dukungan keluarga, pengetahuan dan sikap penderita terhadap kepatuhan pengobatan

    TB paru.

    3.4.2. Data Sekunder

    Data sekunder adalah data yang mendukung data primer yang dihimpun

    melalui pencatatan dokumen yang ada dilokasi penelitian yaitu laporan bulanan

    Puskesmas Polonia Medan.

    3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

    Kelayakan dalam menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian

    diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Notoatmodjo (2005) menyatakan sebelum

    dilakukan penelitian kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji validitas

    kuesioner kepada 20 responden. Uji validitas diperlukan untuk mengetahui apakah

    instrument penelitian (kuesioner) yang dipakai cukup layak digunakan sehingga

    mampu menghasilkan data yang akurat. Sugiono (2006) menyatakan bahwa

    instrumen dikatakan valid, apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk

    Universitas Sumatera Utara

  • mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur

    harus mengukur apa yang akan diukur.

    Uji validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan mengukur

    korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus

    teknik korelasi Pearson Product Moment Correlation Coefisient (r), dengan

    ketentuan: a) Bila r hitung > t tabel maka dinyatakan valid dan b) Bila r hitung < t

    tabel maka dinyatakan tidak valid.

    Uji reliabilitas terhadap kuesioner untuk melihat konsistensi jawaban.

    Sugiono (2006) menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan reliable atau konsisten

    jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan

    data atau jawaban yang sama, dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam

    penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode

    Cronbachs Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran,

    dengan ketentuan : a) Jika nilai r Alpha > r table maka dinyatakan reliable dan b) Jika

    nilai r Alpha < r tabel maka dinyatakan tidak reliable.

    Adapun hasil uji validitas variabel bebas ditunjukkan pada Tabel 3.1. sebagai

    berikut :

    Universitas Sumatera Utara

  • (1) Variabel Dukungan Keluarga

    Tabel 3.1. Uji Validitas Variabel Dukungan Keluarga

    Indikator Nomor Soal R Rhitung Keterangan tabel Dukungan informasi 1

    2 0,833 0,701

    0,279 0,279

    Valid Valid

    Dukungan penghargaan 1 2

    0,850 0,794

    0,279 0,279

    Valid Valid

    Dukungan instrumental 1 2

    0,841 0,789

    0,279 0,279

    Valid Valid

    Dukungan emosional 1 2

    0,834 0,772

    0,279 0,279

    Valid Valid

    Dukungan jaringan 1 2

    0,832 0,773

    0,279 0,279

    Valid Valid

    Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa seluruh varibel dukungan keluarga

    (dukungan informasi sebanyak 2 soal, dukungan penghargaan sebanyak 2 soal,

    dukungan instrumental sebanyak 2 soal, dukungan emosional sebanyak 2 soal,

    dukungan jaringan sebanyak 2 soal) masing-masing indikator mempunyai nilai r-

    hitung > 0,279 (r-tabel), maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel

    dukungan keluarga valid.

    (2) Variabel Pengetahuan

    Tabel 3.2 menunjukkan bahwa seluruh variabel pengetahuan sebanyak 10 soal

    masing-masing indikator mempunyai nilai r-hitung > 0,279 (r-tabel), maka dapat

    disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan valid.

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 3.2. Uji Validitas Variabel Pengetahuan

    Indikator Nomor Soal

    R Rhitung Keterangan tabel

    Pengetahuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    0,323 0,319 0,446 0,296 0,339 0,414 0,297 0,645 0,400 0,424

    0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279

    Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

    (3) Variabel Sikap

    Tabel 3.3 menunjukkan bahwa seluruh varibel sikap sebanyak 10 soal masing-

    masing indikator mempunyai nilai r-hitung > 0,279 (r-tabel), maka dapat disimpulkan

    bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap valid.

    Tabel 3.3. Uji Validitas Variabel Sikap

    Indikator Nomor Soal

    R Rhitung Keterangan tabel

    Sikap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    0,398 0,520 0,545 0,592 0,645 0,721 0,679 0,730 0,492 0,541

    0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279

    Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

    Universitas Sumatera Utara

  • (4) Variabel Kesembuhan Pengobatan

    Tabel 3.4 menunjukkan bahwa seluruh varibel kesembuhan pengobatan

    sebanyak 5 soal masing-masing indikator mempunyai nilai r-hitung > 0,279 (r-tabel),

    maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel kesembuhan pengobatan

    valid.

    Tabel 3.4. Uji Validitas Variabel Kesembuhan Pengobatan

    Indikator Nomor Soal

    R Rhitung Keterangan tabel

    Kesembuhan Pengobatan 1 2 3 4 5

    0,334 0,774 0,578 0,780 0,682

    0,279 0,279 0,279 0,279 0,279

    Valid Valid Valid Valid Valid

    Tabel 3.5 menunjukkan bahwa seluruh variabel dukungan keluarga sebanyak

    10 soal, pengetahuan sebanyak 10 soal, sikap sebanyak 10 soal dan kesembuhan

    pengobatan sebanyak 5 soal, mempunyai nilai r-hitung > 0,6 (r-tabel), maka dapat

    disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel dukungan keluarga, pengetahuan,

    sikap dan kesembuhan pengobatan dikatakan reliabel.

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 3.5. Uji Reliabilitas

    Indikator Nomor Soal R Rhitung Keterangan tabel Dukungan informasi 1

    2 0,609 0,609

    0,6 0,6

    Reliabel Reliabel

    Dukungan penghargaan 1 2

    0,721 0,721

    0,6 0,6

    Reliabel Reliabel

    Dukungan instrument 1 2

    0,695 0,695

    0,6 0,6

    Reliabel Reliabel

    Dukungan emosional 1 2

    0,750 0,750

    0,6 0,6

    Reliabel Reliabel

    Dukungan jaringan 1 2

    0,648 0,648

    0,6 0,6

    Reliabel Reliabel

    Pengetahuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    10

    0,680 0,790 0,829 0,699 0,680 0,734 0,799 0,715 0,743 0,733

    0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6

    Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

    Sikap 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    10

    0,795 0,781 0,780 0,777 0,768 0,755 0,762 0,753 0,789 0,782

    0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6

    Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

    Kesembuhan Pengobatan 1 2 3 4 5

    0,641 0,664 0,708 0,755 0,736

    0,6 0,6 0,6 0,6 0,6

    Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

    Universitas Sumatera Utara

  • 3.5. Variabel dan Definisi Operasional

    Tabel 3.6. Variabel dan Definisi Operasional No. Variabel Definisi

    Operasional Cara & Alat

    Ukur Hasil Ukur Skala

    Ukur 3.5.1. Independen Variabel Bebas

    1. Dukungan keluarga

    Peran serta keluarga dalam kegiatan Pengobatan TB Paru

    Wawancara (Kuesioner)

    1. Baik, jika keluarga memperhatikan kemajuan pengobatan penderita

    2. Buruk, jika keluarga tidak memperhatikan atau menghindari penderita karena TB Paru yang diderita.

    Ordinal

    2 Pengetahuan Kemampuan intelektual responden tenang aspek kesehatan yang berhubungan dengan Pengobatan TB Paru.

    Wawancara (Kuesioner)

    1. Baik, jika menjawab benar >75% dari pertanyaan

    2. Buruk, jika menjawab benar 50% dari pertanyaan

    2. Buruk, jika menjawab tidak setuju < 50% dari pertanyaan

    Ordinal

    4. Pendidikan Jenjang sekolah yang diikuti manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang bermanfat untuk memajukan kehidupannya

    Wawancara (Kuesioner)

    1. Pendidikan Dasar dan menengah(SD,SMP, SMA)

    2. Pendidikan Tinggi (Sarjana)

    Ordinal

    5. Tingkat pendapatan keluarga

    Besarnya pendapatan keluarga dalam satu bulan.

    Wawancara (Kuesioner)

    1. < Rp 1.000.000 2. > Rp 1.000.000

    Ordinal

    6. Jarak tempuh ke puskesmas

    Jarak dari rumah penderita ke puskesmas terdekat.

    Wawancara (Kuesioner)

    1. < 1000m 2. > 1000 m

    Ordinal

    7. Cara Transportasi ke puskesmas.

    Alat transportasi yang digunakan penderita ke puskesmas.

    Wawancara (Kuesioner)

    1. Transportasi berbiaya 2. Tak berbiaya

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 3.6. (Lanjutan)

    No. Variabel Definisi Operasional

    Cara &Alat Ukur

    Hasil Ukur Skala Ukur

    3.5.2. Dependen Variabel Terikat 1.

    Sembuh Wawancara Sembuh adalah pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan (AP)

    (Kuesioner) - Keluarga pasien

    - Rekam medis - Pengambilan obat.

    - Pemeriksaan sputum.

    - Hasil pemeriksaan BTA.

    - checklist. -Medical Record

    Sembuh : Hasil akhir BTA (-)

    Ordinal

    2 Tidak sembuh Tidak sembuh adalah pasien gagal menyelesaikan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) dan BTA positif.

    Tidak sembuh : hasil akhir BTA (+)

    3.6. Metode Pengukuran

    Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal seperti

    yang terlihat pada tabel berikut.

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 3.7. Aspek Pengukuran Variabel Bebas

    Variabel Pertanyaan Alternatif jawaban dan bobot nilai

    Total nilai

    Kategori Skala Ukur

    Dukungan keluarga

    10 - Ya = 2 - Tidak = 1

    20 Baik, dengan rentang nilai 15-20. Buruk, dengan rentang nilai 1-14.

    Ordinal

    Pengetahuan 10 Jawaban benar = 1 Jawaban salah = 0

    10 Baik, dengan rentang nilai 7-10 Buruk, dengan rentang nilai < 6

    Ordinal

    Sikap 10 SS = 4 S = 3 TS = 2 STS = 1

    40 Baik, dengan rentang nilai 30-40. Buruk, dengan rentang nilai 1-29.

    Ordinal

    Tabel 3.8. Aspek Pengukuran Variabel Terikat

    Variabel Pertanyaan Alternatif jawaban

    dan bobot nilai Kategori Skala

    Ukur Kesembuhan Pengobatan

    10 - Ya - Tidak

    Sembuh : Menyelesaikan pemeriksaan sampai lengkap dan hasil akhir BTA (-) Tidak sembuh : Gagal pemeriksaan sampai lengkap dan hasil akhir BTA (+)

    Nominal

    Universitas Sumatera Utara

  • 3.7. Metode Analisis Data

    Analisis dapat dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu :

    a. Analisis Univariat. Untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dan presentasi

    dari nilai yang diperoleh masing-masing item pertanyaan kuesioner. Data-data

    yang sudah diolah, disajikan dalam bentuk tabel.

    b. Analisis Bivariat. Untuk melihat pengaruh variabel bebas dan variabel terikat

    digunakan uji Chi-Square dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%,

    sehingga bila ditemukan hasil analisis statistik p < 0,05 maka variabel

    dinyatakan berhubungan secara signifikan.

    c. Analisis Multivariat. Untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersama-sama

    dalam hubungan dengan variabel terikat digunakan analisis Regresi Logistik

    Berganda dengan rumus sebagai berikut :

    1 p = (1 + e-y

    )

    Dimana : p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian. e = bilangan natural y = konstanta +a1x1+ a2x2+ a3x3+ a4x4+ a5x5+ a6x6+ a7x7

    a = nilai koefisien tiap variabel

    x = nilai variabel bebas

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB 4

    HASIL PENELITIAN

    4.1. Gambaran Umum Puskesmas Polonia Medan

    4.1.1. Lokasi dan Sejarah Singkat Puskesmas Polonia Medan

    Puskesmas Polonia terletak di kecamatan Medan Polonia persisnya di jalan

    Polonia Gg.A dan dengan mudah dapat dicapai oleh kendaraan roda dua dan roda

    empat.

    Puskesmas Polonia diresmikan pada tahun 1997 berdiri atas swadaya

    masyarakat kecamatan Polonia. Mulanya kecamatan Polonia termasuk dalam

    kecamatan Medan Baru. Pada tahun 1991, seiring dengan bertambah luasnya

    wilayah serta jumlah penduduk kota Medan. Selanjutnya kecamatan Medan Baru

    mengalami pemekaran menjadi 3 kecamatan dengan masing-masing puskesmas

    sebagai berikut :

    a. Kecamatan Medan Maimun : Puskesmas Kampung Baru.

    b. Kecamatan Medan Polonia : Puskesmas Polonia.

    c. Kecamatan Medan Baru : Puskesmas Padang Bulan.

    4.1.2. Wilayah Kerja Puskesmas

    Dalam melaksanakan kegiatannya, Puskesmas Polonia mempunyai wilayah

    kerja yang mencakup :

    a. Luas wilayah kecamatan : 805,62 Ha.

    b. Jumlah penduduk : 40,423 Jiwa dengan 15035 KK.

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Batas wilayah kerja

    1. Utara : Kecamatan Medan Polonia

    2. Selatan : Kecamatan Medan Johor

    3. Barat : Kecamatan Medan Baru

    4. Timur : Kecamatan Medan Maimun.

    4.2 Analisis Univariat

    4.2.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga Responden tentang TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

    Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 64 orang (64,0%)

    memiliki dukungan keluarga yang baik dan 36 orang (36,0%) memiliki dukungan

    keluarga buruk. Dengan demikian, mayoritas responden memiliki dukungan keluarga

    yang baik yakni sebanyak 64 orang (64,0%).

    Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

    No Dukungan keluarga Frekuensi Proporsi 1 Baik 64 64,0 2 Buruk 36 36,0

    Jumlah 100 100.0 4.2.2. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden

    Tentang TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

    Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 69 orang (69,0%)

    memiliki pengetahuan yang baik tentang TB paru dan 31 orang (31,0%) memiliki

    Universitas Sumatera Utara

  • pengetahuan buruk tentang TB paru. Dengan demikian, mayoritas responden

    memiliki pengetahuan yang baik tentang TB paru yakni sebanyak 69 orang (69,0%).

    Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

    No Pengetahuan Frekuensi Proporsi 1 Baik 69 69,0 2 Buruk 31 31,0

    Jumlah 100 100.0 4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Wilayah Kerja Puskesmas

    Polonia Medan

    Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 65 orang (65,0%)

    memiliki sikap yang baik tentang TB paru dan 35 orang (35,0%) memiliki sikap

    buruk tentang TB paru. Dengan demikian, mayoritas responden memiliki sikap yang

    baik tentang TB paru yakni sebanyak 65 orang (65,0%).

    Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

    No Sikap Frekuensi Proporsi 1 Baik 65 65,0 2 Buruk 35 35,0

    Jumlah 100 100.0 4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja

    Puskesmas Polonia Medan

    Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 61 orang (61,0%)

    berpendidikan dasar sampai menengah 39 orang (39,0%) berpendidikan perguruan

    tinggi.. Dengan demikian, mayoritas responden berpendidikan dasar sampai

    menengah yakni sebanyak 61 orang (61,0%).

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

    No Pendidikan Frekuensi Proporsi 1 Dasar dan Menengah 61 61.0 2 Pend.Tinggi 39 39.0

    Jumlah 100 100.0 4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan di Wilayah Kerja

    Puskesmas Polonia Medan Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan di Wilayah Kerja

    Puskesmas Polonia Medan

    No Pendapatan Frekuensi Proporsi 1 Rp 1 juta 48 48.0

    Jumlah 100 100.0 Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 52 orang (52,0%)

    berpendapatan dibawah Rp. 1 juta dan 48 orang (48,0%) berpendapatan diatas Rp 1

    juta. Dengan demikian, mayoritas responden berpendapatan di bawah Rp 1 juta

    yakni sebanyak 52 orang (52,0%).

    4.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak ke Puskesmas Polonia Medan

    Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 45 orang (45,0%)

    memiliki jarak ke puskesmas dibawah 1.000 m dan 55 orang (55,0%) memiliki jarak

    ke puskesmas di atas 1.000 m. Dengan demikian, mayoritas responden berjarak ke

    puskesmas lebih dari 1.000 m yakni sebanyak 55 (55,0%).

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak ke Puskesmas Polonia Medan

    No Jarak ke puskesmas Frekuensi Proporsi 1 < 1.000 m 45 45.0 2 > 1.000 m 55 55.0

    Jumlah 100 100.0 4.2.7 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Transportasi di Wilayah

    Kerja Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

    Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 11 orang (11,0%)

    menggunakan transportasi tidak berbiaya (jalan kaki) dan 89 orang (89,0%)

    menggunakan transportasi berbiaya baik dengan sepeda motor maupun sarana

    transportasi lainnya. Dengan demikian, mayoritas responden menggunakan

    transportasi berbiaya menuju puskesmas yakni sebanyak 89 (89,0%).

    Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Transportasi di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

    No Cara transportasi Frekuensi Proporsi 1 Tidak berbiaya 11 11.0 2 Berbiaya 89 89.0

    Jumlah 100 100.0 4.2.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kesembuhan di Wilayah

    Kerja Puskesmas Polonia Medan

    Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 84 orang (84,0%)

    sembuh dan 14 orang (14,0%) tidak sembuh. Dengan demikian, mayoritas responden

    adalah sembuh yaitu sebanyak 84 orang (84,0%).

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kesembuhan di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

    No Kesembuhan Frekuensi Proporsi 1 Sembuh 84 84,0 2 Tidak sembuh 14 14,0

    Jumlah 100 100.0 4.3. Analisis Bivariat

    Untuk mengetahui hubungan dua variabel independent dan dependen maka

    digunakan analisis bivariat mengunakan uji chi-square dengan kriteria jika p < 0.05

    ada hubungan signifikan, sehigga Ho ditolak atau Ha diterima.

    4.3.1 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kesembuhan Pengobatan

    Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 64 responden

    dengan dukungan keluarga yang baik, 1 orang (1.6%) tidak sembuh dan 63 orang

    (98.4%) sembuh. Sedangkan dari 36 orang dengan dukungan keluarga buruk, 13

    orang (36.1%) tidak sembuh dan 23 orang (63.9%) sembuh. Hasil uji chi-square

    menunjukkan nilai p = 0.000, (p < 0,25) artinya ada hubungan yang signifikan

    antara dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi

    oleh nilai PR = 23.11 artinya, responden dengan dukungan keluarga baik tentang TB

    paru memiliki peluang untuk sembuh sebanyak 23,11 kali dibandingkan responden

    dengan dukungan keluarga burukHubungan dukungan keluarga dengan kesembuhan

    pengobatan dapat dilihat pada tabel berikut :

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 4.9 Hubungan Dukungan keluarga Dengan Kesembuhan Pengobatan

    No

    Dukungan keluarga

    Kesembuhan Total

    P

    PR

    (95%CI) Tidak

    Sembuh Sembuh

    n % n % n % 1 Baik 1 1.6 63 98.4 64 100 0.000 23.111

    (3.151-169.601)

    2 Buruk 13 36.1 23 63.9 36 100

    4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Kesembuhan Pengobatan

    Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 69 responden

    dengan pengetahuan yang baik tentang TB paru, 2 orang (2.9%) tidak sembuh dan 67

    orang (97.1%) sembuh. Sedangkan dari 31 orang dengan pengetahuan buruk tentang

    TB paru, 2 orang (38.7%) tidak sembuh dan 19 orang (61.3%) sembuh. Hasil uji chi-

    square menunjukkan nilai p = 0.000, (p < 0,25) artinya ada hubungan yang

    signifikan antara pengetahuan dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga

    dikonfirmasi oleh nilai PR = 13.35 artinya, responden dengan pengetahuan baik

    tentang TB paru memiliki peluang untuk sembuh sebanyak 13,35 kali dibandingkan

    responden dengan pengetahuan buruk tentang TB paru.

    Hubungan pengetahuan dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat pada

    tabel berikut :

    Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan dengan Kesembuhan Pengobatan

    No

    Pengetahuan

    Kesembuhan Total

    P

    PR

    (95%CI) Tidak

    Sembuh Sembuh

    n % n % n % 1 Baik 2 2.9 67 97.1 69 100 0.000 13.355

    (3.178-56.125)

    2 Buruk 2 38.7 19 61.3 31 100

    Universitas Sumatera Utara

  • 4.3.3 Hubungan Sikap dengan Kesembuhan Pengobatan

    Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 65 responden

    dengan sikap yang baik tentang TB paru, 3 orang (4.6%) tidak sembuh dan 62 orang

    (95.4%) sembuh. Sedangkan dari 35 orang dengan sikap buruk tentang TB paru, 11

    orang (31.4%) tidak sembuh dan 24 orang (68.6%) sembuh. Hasil uji chi-square

    menunjukkan nilai p = 0.000, (p < 0,25) artinya ada hubungan yang signifikan

    antara sikap dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh nilai PR

    = 6.810 artinya, responden dengan sikap baik tentang TB paru memiliki peluang

    untuk sembuh sebanyak 6,81 kali dibandingkan responden dengan sikap

    buruk.Hubungan sikap dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat pada tabel

    berikut :

    Tabel 4.11 Hubungan Sikap dengan Kesembuhan Pengobatan

    No

    Sikap

    Kesembuhan Total

    P

    PR

    (95% CI) Tidak

    Sembuh Sembuh

    n % n % n % 1 Baik 3 4.6 62 95.4 65 100 0.000 6.810

    (2.0338-22.8055)

    2 Buruk 11 31.4 24 68.6 35 100

    4.3.4 Hubungan Pendidikan dengan Kesembuhan Pengobatan

    Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 39 responden

    dengan pendidikan tinggi, 2 orang (5.1%) tidak sembuh dan 37 orang (94.9%)

    sembuh. Sedangkan dari 61 orang dengan pendidikan dasar sampai menengah, 12

    orang (19.7%) tidak sembuh dan 49 orang (80.3%) sembuh. Hasil uji chi-square

    Universitas Sumatera Utara

  • menunjukkan nilai p = 0.073, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara

    pendidikan dengan kesembuhan pengobatan, tetapi masih berpeluang untuk

    disertakan kedalam uji regresi logistic karena nilai p

  • 1 juta. Hubungan faktor pendapatan dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat

    pada tabel berikut :

    Tabel 4.13 Hubungan Pendapatan dengan Kesembuhan Pengobatan

    No

    Penghasilan

    Kesembuhan Total

    P

    PR

    (95% CI) Tidak

    Sembuh Sembuh

    n % n % n % 1 > Rp 1 juta 1 1.9 51 98.1 52 100 0.000 14.083

    (1.914-103.622)

    2 < Rp 1 juta 13 27.1 35 72.9 48 100

    4.3.6 Hubungan Jarak ke Puskesmas dengan Kesembuhan Pengobatan Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 55 responden

    dengan jarak ke puskemas di atas 1 km 6 orang (10.9%) tidak sembuh dan 49 orang

    (89.1%) sembuh. Sedangkan dari 45 orang dengan jarak ke puskemas dibawah 1

    km, 8 orang (17.8%) tidak sembuh dan 37 orang (82.2%) sembuh. Hasil uji chi-

    square menunjukkan nilai p = 0.391, artinya tidak ada hubungan yang signifikan

    antara jarak ke puskemas dengan kesembuhan pengobatan dan karena sig-p (0.391) >

    p (0.25) maka variabel jarak ke puskesmas tidak disertakan kedalam regresi logistik.

    Hubungan jarak ke puskesmas dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat pada

    tabel berikut :

    Tabel 4.14 Hubungan Jarak ke Puskemas dengan Kesembuhan Pengobatan

    No

    Jarak ke puskemas

    Kesembuhan Total

    P

    PR

    (95% CI) Tidak

    Sembuh Sembuh

    n % n % n % 1 > 1.000 m 6 10.9 49 89.1 55 100 0.391 1.630

    (0.610-4.353)

    2 < 1.000 m 8 17.8 37 82.2 45 100

    Universitas Sumatera Utara

  • 4.3.7 Hubungan Transportasi dengan Kesembuhan Pengobatan Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 89 responden

    dengan transportasi berbiaya, 12 orang(13.5%) tidak sembuh dan 77 orang (86.5%)

    sembuh. Sedangkan dari 11 orang dengan transportasi tidak berbiaya, 2 orang

    (18.2%) tidak sembuh dan 9 orang (81.8%) sembuh. Hasil uji chi-square

    menunjukkan nilai p = 1.348, artinya tidak ada hubungan yang signifikan

    transportasi dengan kesembuhan pengobatan dan karena sig-p (0.650) > p (0.25)

    maka variabel transportasi tidak disertakan kedalam regresi logistic. Hubungan

    transportasi dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 4.15 Hubungan Transportasi dengan Kesembuhan Pengobatan

    No

    Transportasi

    Kesembuhan Total

    P

    PR

    (95% =CI)

    Tidak Sembuh

    Sembuh

    n % n % n % 1 Berbiaya 12 13.5 77 86.5 89 100 0.650 1.348

    (0.346-5.252)

    2 Tidak berbiaya 2 18.2 9 81.8 11 100

    4.4. Analisis Multivariat

    Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik adalah

    variabel yang pada analisa bivariat mempunyai nilai p< 0,25, artinya yang memiliki

    hubungan signifikan dengan variabel terikat (kesembuhan pengobatan) dimana hasil

    analisis bivariat yang memenuhi persyaratan signifikansi tersebut adalah dukungan

    keluarga, pengetahuan, sikap, pendidikan dan pendapatan dengan hasil sebagai

    berikut :

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 4.16 Hasil Uji Regresi Logistik

    Variabel B P Exp(B)

    Seleksi 1 Dukungan Keluarga 2,858 0,020 17,429 Pengetahuan 2,546 0,015 12,760 Sikap* 0,439 0,676* 1,551 Pendidikan 1,253 0,269 3,500 Pendapatan 2,424 0,045 11,287 Constant -8,026 0,000 0,000 Seleksi 2 Dukungan Keluarga 3,011 0,011 20,311 Pengetahuan 2,731 0,004 15,346 Pendidikan* 1,235 0,271* 3,438 Pendapatan 2,440 0,042 11,477 Constant -7,987 0,000 0,002 Seleksi 3 Dukungan Keluarga 2,900 0,012 18,171 Pengetahuan 2,579 0,005 13,181 Pendapatan 2,674 0,023 14,497 Constant -7,015 0,000 0,001

    Tabel di atas memperlihatkan bahwa ada 3 variabel yang berhubungan

    terhadap kesembuhan pengobatan karena ketiga variable ini memiliki nilai sig-p

  • Dimana :

    y = -7,015+2.900 (dukungan keluarga) + 2.674(pendapatan) + 2.579 (pengetahuan)

    Contoh interpertasi perhitungan pada salah seorang responden, dengan

    mensubstitusikan nilai 1 masing masing untuk dukungan keluarga, pendapatan,

    pengetahuan akan diperoleh :

    y = -7,015+2.900(1)+2.674(1)+2.579(1)

    y = -1.441 sehingga :

    P(x) = 2249.41

    1+

    P(x) = 0.19

    Hal ini berarti probabilitas responden untuk tidak sembuh jika memiliki dukungan

    keluarga rendah, pendapatan dibawah Rp 1 juta dan pengetahuan buruk adalah

    sebesar 19%.

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB 5

    PEMBAHASAN

    5.1 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru

    Dilihat dari hasil tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan kesembuhan

    pengobatan, diketahui bahwa dari 64 responden dengan dukungan keluarga yang

    baik, 1 orang (1.6%) tidak sembuh dan 63 orang (98.4%) sembuh. Sedangkan dari 36

    orang dengan dukungan keluarga buruk, 13 orang (36.1%) tidak sembuh dan 23

    orang (63.9%) sembuh. Hasil uji chi-square menunjukkan nilai p = 0,000.

    PR : 23.11, 95% CI (3.151-169.601) artinya ada hubungan signifikan antara faktor

    dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh

    nilai PR = 23.11 artinya, responden dengan dukungan keluarga baik tentang TB paru

    memiliki peluang untuk sembuh sebanyak 23,11 kali dibandingkan responden

    dengan dukungan keluarga buruk

    Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Jojor (2004)

    tentang ketidak patuhan pasien TB Paru dalam hal pengobatan menemukan bahwa

    pengobatan pasien TB Paru yang tidak lengkap disebabkan oleh peranan anggota

    keluarga yang tidak sepenuhnya mendampingi penderita. Akibatnya penyakit yang

    diderita kambuh kembali dan dapat menular kepada anggota keluarga yang lain.

    Demikian halnya dengan penelitian Erawatyningsih dkk (2009) tentang

    faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis

    paru menunjukkan bahwa pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan keluarga

    Universitas Sumatera Utara

  • berpengaruh signikan terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru dan

    yang paling dominan adalah faktor pendidikan.

    Sehubungan dengan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat anti

    tuberkulosis, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hutapea (2009)

    menunjukkan dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat

    penderita TB Paru. Perhatian atas kemajuan pengobatan memiliki pengaruh yang

    paling besar terhadap peningkatan kepatuhan minum OAT penderita paru.

    5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan kesembuhan

    pengobatan, diketahui bahwa dari 69 responden dengan pengetahuan yang baik

    tentang TB paru, hanya 2 orang (2.9%) tidak sembuh dan 67 orang (97.1%) sembuh.

    Sebaliknya dari 31 orang dengan pengetahuan buruk tentang TB paru, 2 orang

    (38.7%) tidak sembuh dan 19 orang (61.3%) sembuh. Hasil uji chi-square

    menunjukkan nilai p = 0.000, PR 13.35, 95% CI (3.178-56.125) artinya ada hubungan

    signifikan antara faktor pengetahuan dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga

    dikonfirmasi oleh nilai PR = 13.35 artinya, responden dengan pengetahuan baik

    tentang TB paru diperkirakan memiliki peluang untuk sembuh 13,35 kali

    dibandingkan responden dengan pengetahuan buruk tentang TB paru.

    Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa responden yang rajin

    berobat dan mematuhi aturan yang ditentukan dalam pengobatan adalah responden

    yang memiliki pengetahuan yang baik (Nazar, 2007). Hal yang sama dikemukakan

    Universitas Sumatera Utara

  • oleh Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan diartikan sebagai hal apa yang

    diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat atau sakit atau kesehatan,

    misalnya tentang penyakit (penyebab, cara penularan, serta pencegahan), gizi,

    sanitasi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan berencana dan

    sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

    Berdasarkan penjelasan Notoatmodjo tersebut di atas dapat diyakni bahwa

    dengan mengetahui seluk beluk penyakit termasuk bentuk pengobatannya, maka

    peluang untuk mencapai kesembuhan juga akan semakin tinggi. Hal yang sama

    dikemukakan oleh Prawiradilaga (2008) bahwa pengetahuan muncul ketika seseorang

    menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang

    belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan diperoleh dari

    informasi baik secara lisan ataupun tertulis dari pengalaman seseorang. Pengetahuan

    diperoleh dari fakta atau kenyataan dengan mendengar radio, melihat televisi, dan

    sebagainya serta dapat diperoleh dari pengalaman berdasarkan pemikiran kritis. Dari

    definisi ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu yang

    diperoleh melalui panca indera, dimana pengetahuan itu merupakan domain yang

    sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

    Penelitian Hidayat (2000) juga memperlihatkan bahwa responden yang tidak

    teratur berobat adalah mereka yang memiliki pengetahuan kurang baik (50,46%).

    Pengetahuan responden yang kurang tentang TB Paru dalam penelitian ini sejalan

    dengan hasil penelitian Nazar (2007) bahwa responden yang rajin berobat dan

    Universitas Sumatera Utara

  • mematuhi aturan yang ditentukan dalam pengobatan adalah responden yang memiliki

    pengetahuan yang baik.

    Berdasarkan hasil temuan penelitian dan kajian teoritis tersebut di atas, penulis

    mengasumsikan bahwa tidak ada penyimpangan antara temuan penelitian dengan

    teori terkait.

    5.3 Hubungan Sikap dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru

    Dilihat dari hasil tabulasi silang antara sikap dengan kesembuhan pengobatan,

    diketahui bahwa dari 65 responden dengan sikap yang baik tentang TB paru, 3 orang

    (4.6%) tidak sembuh dan 62 orang (95.4%) sembuh. Sedangkan dari 35 orang

    dengan sikap buruk tentang TB paru, 11 orang (31.4%) tidak sembuh dan 24 orang

    (68.6%) sembuh. Hasil uji chi-square menunjukkan nilai p = 0.000, PR : 6,81, 95%

    CI (2.0338-22.8055) artinya ada hubungan signifikan antara faktor sikap dengan

    kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh nilai PR = 6,81 artinya,

    responden dengan sikap baik tentang TB paru diperkirakan memiliki peluang untuk

    sembuh 6,81 kali dibandingkan responden dengan sikap buruk

    Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jojor (2004) yang

    mengemukakan bahwa sikap positif penderita memiliki peranan yang penting

    terhadap kesembuhan penderita. Hal yang sama dikemukakan oleh Suryabrata (2005)

    bahwa sikap (attitude) berhubungan dengan sesuatu objek. Sikap biasanya

    memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi.

    Universitas Sumatera Utara

  • Hal yang sama dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010) bahwa indicator sikap

    kesehatan meliputi a).

    Dari gambaran tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa dengan adanya

    sikap yang sehat, tentunya akan memberikan peluang kesembuhan yang semakin

    tinggi.

    Sikap terhadap sakit atau penyakit, yakni bagaimana penilaian

    atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda tanda penyakit, penyebab

    penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya, b).

    Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, yakni penilaian atau pendapat

    seseorang terhadap cara cara memelihara dan cara cara berperilaku hidup sehat.

    Dengan kata lain, pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga,

    relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup dan sebagainya bagi kesehatannya.

    5.4 Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru

    Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pendidikan dengan kesembuhan

    pengobatan, diketahui bahwa dari 39 responden dengan pendidikan tinggi, 2 orang

    (5.1%) tidak sembuh dan 37 orang (94.9%) sembuh. Sedangkan dari 61 orang

    dengan pendidikan dasar sampai menengah, 12 orang (19.7%) tidak sembuh dan 49

    orang (80.3%) sembuh. Hasil uji chi-square juga menunjukkan hal yang sama

    dimana nilai p = 0,07 lebih besar dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

    ada hubungan signifikan antara faktor pendidikan dengan kesembuhan pengobatan

    Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Notoatmodjo (2010) bahwa

    seseorang yang berpendidikan tinggi, akan berbeda dengan orang yang hanya

    Universitas Sumatera Utara

  • berpendidikan rendah. Artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik

    pula perilakunya untuk mengupayakan kesembuhan. Lebih lanjut dijelaskan

    Notoatmodjo (2010) bahwa pendidikan tentang sakit dan penyakit yang meliputi

    penyebab penyakit, gejala atau tanda tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan,

    atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularan dan bagaimana cara

    pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya.

    Dari hasil temuan penelitian dan kajian teori tersebut di atas, penulis

    mengasumsikan bahwa ada penyimpangan antara temuan penelitian dengan kajian

    teori terkait. Artinya, temuan penelitian tidak sejalan dengan kajian teori yang ada.

    Dengan kata lain, semakin baik pendidikan seseorang, semakin besar pula

    peluangnya untuk mendapatkan kesembuhan melalui pengobatan karena semakin

    baik pula perilakunya untuk mencari kesembuhan.

    5.5 Hubungan Pendapatan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru

    Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pendapatan dengan kesembuhan

    pengobatan, diketahui bahwa dari 52 responden dengan penghasilan di atas Rp 1juta,

    hanya 1 orang (1.9%) tidak sembuh dan 51 orang (98.1%) lainnya sembuh sebaliknya

    dari 48 orang dengan penghasilan dibawah Rp. 1 juta, ada 13 orang (27.1%) tidak

    sembuh dan 35 orang (72.9%) sembuh. Dengan demikian dapat diketahui bahwa

    pendapatan memiliki hubungan linier dengan tingkat kesembuhan pengobatan.

    Dengan kata lain, semakin tinggi pendapatan, semakin besar peluang untuk

    mengalami kesembuhan. Hasil analisis ini juga didukung oleh hasil uji chi-square

    Universitas Sumatera Utara

  • menunjukkan nilai p = 0.000, PR 14.083, 95% CI (1.914-103.622) artinya ada

    hubungan signifikan antara faktor pendapatan dengan kesembuhan pengobatan.

    Selanjutnya, berdasarkan nilai PR = 14.083, dapat disimpulkan bahwa responden

    yang berpenghasilan di atas Rp 1 juta berpeluang 14.083 kali untuk sembuh

    dibandingkan responden yang berpenghasilan dibawah Rp 1 juta.

    Hasil penelitian ini sejalan dengan

    Hal yang sama juga dijelaskan oleh Notoatmodjo (2010) tingkat pendapatan

    atau sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan

    pelayanan kesehatan yang diingankan oleh masyarakat. Rata-rata keluarga dengan

    sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana

    kesehatan yang bagus dan bermutu (Effendy,1998; Notoatmodjo,2003).

    penelitian Hutapea (2009) menunjukkan

    dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat penderita TB Paru.

    Perhatian atas kemajuan pengobatan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap

    peningkatan kepatuhan minum OAT penderita paru.

    Dari hasil temuan penelitian dan kajian teori tersebut di atas, penulis

    mengasumsikan bahwa tidak ada penyimpangan antara temuan penelitian dengan

    kajian teori terkait. Artinya, temuan penelitian tidak sejalan dengan kajian teori yang

    ada. Dengan kata lain, semakin baik pendapatan seseorang, semakin besar pula

    peluangnya untuk mendapatkan kesembuhan melalui pengobatan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5.6 Hubungan Jarak Tempuh ke Puskesmas dengan Tingkat Kesembuhan pengobatan TB Paru

    Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 55 responden

    dengan jarak ke puskemas di atas 1 km 6 orang (10.9%) tidak sembuh dan 49 orang

    (89.1%) sembuh. Sedangkan dari 45 orang dengan jarak ke puskemas dibawah 1

    km, 8 orang (17.8%) tidak sembuh dan 37 orang (82.2%) sembuh. Hasil uji chi-

    square menunjukkan nilai p = 0.391. PR. 1.630, 95% CI (0.610-4.353) artinya tidak

    ada hubungan signifikan antara faktor jarak tempuh ke Puskesmas dengan

    Kesembuhan Pengobatan TB Paru.

    5.7 Hubungan Transportasi dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru

    Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 89 responden

    dengan transportasi berbiaya, 12 orang (13.5%) tidak sembuh dan 77 orang (86.5%)

    sembuh. Sedangkan dari 11 orang dengan transportasi tidak berbiaya, 2 orang

    (18.2%) tidak sembuh dan 9 orang (81.8%) sembuh. Hasil uji chi-square

    menunjukkan nilai p = 0,65. PR. 1.348, 95% CI (0.346-5.252) artinya tidak ada

    hubungan yang signifikan antara cara transportasi ke Puskesmas dengan Tingkat

    Kesembuhan Pengobatan TB Paru.

    5.8 Analisis Multivariat

    Berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik

    berganda metode enter diperoleh 3 (tiga) variabel yang berhubungan dengan

    kesembuhan diwilayah puskesmas Polonia Medan Tahun 2012 yaitu dukungan

    Universitas Sumatera Utara

  • keluarga, pendapatan dan pengetahuan. Namun ada variabel yang mempunya ExpB

    paling besar adalah variabel dukungan keluarga sehingga variabel inilah yang paling

    dominan berhubungan dengan pengobatan TB Paru di Wilayah Puskesmas tahun

    2012.

    Bila kita lihat dari hasil penggunaan persamaan regresi logistik pada salah

    seorang responden, maka terlihat walaupun dukungan keluarga buruk, pendapatan

    dibawah Rp.1.000.000 dan pengetahuan juga buruk tetapi peluang untuk tidak

    sembuh hanya 19%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kesadaran penderita

    untuk melakukan pengobatan sudah cukup baik, sehingga tanpa dukungan keluarga,

    dengan penghasilan rendah dan pengetahuan buruk pun mereka tetap rutin

    melakukan pengobatan untuk kesembuhan TB Paru.

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB 6

    KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil dan pembahasan hasil penelitian yang telah dipaparkan

    pada bagian terdahulu, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

    1. Mayoritas responden mempunyai dukungan keluarga yang baik (64%),

    pengetahuan baik (69%), sikap yang baik (65%), pendidikan menengah ke

    atas (61%), pendapatan di atas Rp 1 juta ( 52%), jarak ke puskesmas lebih

    dari 1.000 m(55%), mayoritas menggunakan transportasi berbiaya (89%),

    mayoritas responden memiliki, dan serta mayoritas responden mengalami

    kesembuhan ( 86%).

    2. Dukungan keluarga, pengetahuan, sikap, pendidikan dan tingkat pendapatan

    memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kesembuhan pengobatan

    TB Paru dengan p = 0.000.

    3. Dukungan keluarga merupakan variabel yang paling dominan berhubungan

    dengan tingkat kesembuhan pengobatan TB Paru dengan p = 0.000

    6.2. Saran

    1. Kepada Puskesmas Polonia Medan, disarankan untuk terus melakukan

    sosialisasi informasi untuk meningkatkan pengetahuan penderita TB paru

    tentang pentingnya kepatuhan berobat, sehingga tingkat kesembuhan

    penderita semakin meningkat.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Kepada keluarga penderita TB paru, disarankan untuk tetap memberikan

    dukungan termasuk bantuan dana agar kesembuhan pengobatan penderita

    semakin optimal dan kebutuhan lainnya dapat terpenuhi.

    3. Kepada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan,

    disarankan untuk terus meningkatkan pengetahuannya sehingga dapat

    menyikapi TB paru secara positif serta mengambil tindakan positif untuk

    meningkatkan kesembuhan pengobatan.

    Universitas Sumatera Utara