Chapter III VI
-
Upload
hanako-laros-ratuwangi -
Category
Documents
-
view
10 -
download
1
description
Transcript of Chapter III VI
-
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan desain sekat
silang (cross sectional study), yaitu penelusuran sesaat, artinya subyek diamati hanya
sesaat atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variable dependen dan
variable independen maka pengukuran dilakukan bersama-sama pada saat penelitian
dengan menggunakan kuesioner (Sugiyono, 2005)
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Polonia Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada Februari sampai Juli 2012.
3.3. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah penderita yang sudah
selesai berobat selama 6 bulan sebanyak 100 orang responden dengan kriteria
sebagai berikut:
a. Kalau penderita adalah anak BTA Positif, maka responden keluarga adalah
orang tuanya.
b. Kalau penderita adalah orang tua, maka responden adalah anaknya.
Universitas Sumatera Utara
-
c. Yang punya hubungan dekat dan hampir setiap hari berhubungan dan tinggal
bersama penderita.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden melalui
wawancara yang berpedoman pada kuesioner yang dikumpulkan peneliti berupa data
dukungan keluarga, pengetahuan dan sikap penderita terhadap kepatuhan pengobatan
TB paru.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang mendukung data primer yang dihimpun
melalui pencatatan dokumen yang ada dilokasi penelitian yaitu laporan bulanan
Puskesmas Polonia Medan.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kelayakan dalam menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian
diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Notoatmodjo (2005) menyatakan sebelum
dilakukan penelitian kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji validitas
kuesioner kepada 20 responden. Uji validitas diperlukan untuk mengetahui apakah
instrument penelitian (kuesioner) yang dipakai cukup layak digunakan sehingga
mampu menghasilkan data yang akurat. Sugiono (2006) menyatakan bahwa
instrumen dikatakan valid, apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
-
mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur
harus mengukur apa yang akan diukur.
Uji validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan mengukur
korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus
teknik korelasi Pearson Product Moment Correlation Coefisient (r), dengan
ketentuan: a) Bila r hitung > t tabel maka dinyatakan valid dan b) Bila r hitung < t
tabel maka dinyatakan tidak valid.
Uji reliabilitas terhadap kuesioner untuk melihat konsistensi jawaban.
Sugiono (2006) menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan reliable atau konsisten
jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan
data atau jawaban yang sama, dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam
penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode
Cronbachs Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran,
dengan ketentuan : a) Jika nilai r Alpha > r table maka dinyatakan reliable dan b) Jika
nilai r Alpha < r tabel maka dinyatakan tidak reliable.
Adapun hasil uji validitas variabel bebas ditunjukkan pada Tabel 3.1. sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
-
(1) Variabel Dukungan Keluarga
Tabel 3.1. Uji Validitas Variabel Dukungan Keluarga
Indikator Nomor Soal R Rhitung Keterangan tabel Dukungan informasi 1
2 0,833 0,701
0,279 0,279
Valid Valid
Dukungan penghargaan 1 2
0,850 0,794
0,279 0,279
Valid Valid
Dukungan instrumental 1 2
0,841 0,789
0,279 0,279
Valid Valid
Dukungan emosional 1 2
0,834 0,772
0,279 0,279
Valid Valid
Dukungan jaringan 1 2
0,832 0,773
0,279 0,279
Valid Valid
Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa seluruh varibel dukungan keluarga
(dukungan informasi sebanyak 2 soal, dukungan penghargaan sebanyak 2 soal,
dukungan instrumental sebanyak 2 soal, dukungan emosional sebanyak 2 soal,
dukungan jaringan sebanyak 2 soal) masing-masing indikator mempunyai nilai r-
hitung > 0,279 (r-tabel), maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel
dukungan keluarga valid.
(2) Variabel Pengetahuan
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa seluruh variabel pengetahuan sebanyak 10 soal
masing-masing indikator mempunyai nilai r-hitung > 0,279 (r-tabel), maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan valid.
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3.2. Uji Validitas Variabel Pengetahuan
Indikator Nomor Soal
R Rhitung Keterangan tabel
Pengetahuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,323 0,319 0,446 0,296 0,339 0,414 0,297 0,645 0,400 0,424
0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
(3) Variabel Sikap
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa seluruh varibel sikap sebanyak 10 soal masing-
masing indikator mempunyai nilai r-hitung > 0,279 (r-tabel), maka dapat disimpulkan
bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap valid.
Tabel 3.3. Uji Validitas Variabel Sikap
Indikator Nomor Soal
R Rhitung Keterangan tabel
Sikap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,398 0,520 0,545 0,592 0,645 0,721 0,679 0,730 0,492 0,541
0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Universitas Sumatera Utara
-
(4) Variabel Kesembuhan Pengobatan
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa seluruh varibel kesembuhan pengobatan
sebanyak 5 soal masing-masing indikator mempunyai nilai r-hitung > 0,279 (r-tabel),
maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel kesembuhan pengobatan
valid.
Tabel 3.4. Uji Validitas Variabel Kesembuhan Pengobatan
Indikator Nomor Soal
R Rhitung Keterangan tabel
Kesembuhan Pengobatan 1 2 3 4 5
0,334 0,774 0,578 0,780 0,682
0,279 0,279 0,279 0,279 0,279
Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 3.5 menunjukkan bahwa seluruh variabel dukungan keluarga sebanyak
10 soal, pengetahuan sebanyak 10 soal, sikap sebanyak 10 soal dan kesembuhan
pengobatan sebanyak 5 soal, mempunyai nilai r-hitung > 0,6 (r-tabel), maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel dukungan keluarga, pengetahuan,
sikap dan kesembuhan pengobatan dikatakan reliabel.
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3.5. Uji Reliabilitas
Indikator Nomor Soal R Rhitung Keterangan tabel Dukungan informasi 1
2 0,609 0,609
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Dukungan penghargaan 1 2
0,721 0,721
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Dukungan instrument 1 2
0,695 0,695
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Dukungan emosional 1 2
0,750 0,750
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Dukungan jaringan 1 2
0,648 0,648
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
Pengetahuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
0,680 0,790 0,829 0,699 0,680 0,734 0,799 0,715 0,743 0,733
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Sikap 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
0,795 0,781 0,780 0,777 0,768 0,755 0,762 0,753 0,789 0,782
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Kesembuhan Pengobatan 1 2 3 4 5
0,641 0,664 0,708 0,755 0,736
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Universitas Sumatera Utara
-
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.6. Variabel dan Definisi Operasional No. Variabel Definisi
Operasional Cara & Alat
Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur 3.5.1. Independen Variabel Bebas
1. Dukungan keluarga
Peran serta keluarga dalam kegiatan Pengobatan TB Paru
Wawancara (Kuesioner)
1. Baik, jika keluarga memperhatikan kemajuan pengobatan penderita
2. Buruk, jika keluarga tidak memperhatikan atau menghindari penderita karena TB Paru yang diderita.
Ordinal
2 Pengetahuan Kemampuan intelektual responden tenang aspek kesehatan yang berhubungan dengan Pengobatan TB Paru.
Wawancara (Kuesioner)
1. Baik, jika menjawab benar >75% dari pertanyaan
2. Buruk, jika menjawab benar 50% dari pertanyaan
2. Buruk, jika menjawab tidak setuju < 50% dari pertanyaan
Ordinal
4. Pendidikan Jenjang sekolah yang diikuti manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang bermanfat untuk memajukan kehidupannya
Wawancara (Kuesioner)
1. Pendidikan Dasar dan menengah(SD,SMP, SMA)
2. Pendidikan Tinggi (Sarjana)
Ordinal
5. Tingkat pendapatan keluarga
Besarnya pendapatan keluarga dalam satu bulan.
Wawancara (Kuesioner)
1. < Rp 1.000.000 2. > Rp 1.000.000
Ordinal
6. Jarak tempuh ke puskesmas
Jarak dari rumah penderita ke puskesmas terdekat.
Wawancara (Kuesioner)
1. < 1000m 2. > 1000 m
Ordinal
7. Cara Transportasi ke puskesmas.
Alat transportasi yang digunakan penderita ke puskesmas.
Wawancara (Kuesioner)
1. Transportasi berbiaya 2. Tak berbiaya
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3.6. (Lanjutan)
No. Variabel Definisi Operasional
Cara &Alat Ukur
Hasil Ukur Skala Ukur
3.5.2. Dependen Variabel Terikat 1.
Sembuh Wawancara Sembuh adalah pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan (AP)
(Kuesioner) - Keluarga pasien
- Rekam medis - Pengambilan obat.
- Pemeriksaan sputum.
- Hasil pemeriksaan BTA.
- checklist. -Medical Record
Sembuh : Hasil akhir BTA (-)
Ordinal
2 Tidak sembuh Tidak sembuh adalah pasien gagal menyelesaikan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) dan BTA positif.
Tidak sembuh : hasil akhir BTA (+)
3.6. Metode Pengukuran
Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal seperti
yang terlihat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3.7. Aspek Pengukuran Variabel Bebas
Variabel Pertanyaan Alternatif jawaban dan bobot nilai
Total nilai
Kategori Skala Ukur
Dukungan keluarga
10 - Ya = 2 - Tidak = 1
20 Baik, dengan rentang nilai 15-20. Buruk, dengan rentang nilai 1-14.
Ordinal
Pengetahuan 10 Jawaban benar = 1 Jawaban salah = 0
10 Baik, dengan rentang nilai 7-10 Buruk, dengan rentang nilai < 6
Ordinal
Sikap 10 SS = 4 S = 3 TS = 2 STS = 1
40 Baik, dengan rentang nilai 30-40. Buruk, dengan rentang nilai 1-29.
Ordinal
Tabel 3.8. Aspek Pengukuran Variabel Terikat
Variabel Pertanyaan Alternatif jawaban
dan bobot nilai Kategori Skala
Ukur Kesembuhan Pengobatan
10 - Ya - Tidak
Sembuh : Menyelesaikan pemeriksaan sampai lengkap dan hasil akhir BTA (-) Tidak sembuh : Gagal pemeriksaan sampai lengkap dan hasil akhir BTA (+)
Nominal
Universitas Sumatera Utara
-
3.7. Metode Analisis Data
Analisis dapat dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu :
a. Analisis Univariat. Untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dan presentasi
dari nilai yang diperoleh masing-masing item pertanyaan kuesioner. Data-data
yang sudah diolah, disajikan dalam bentuk tabel.
b. Analisis Bivariat. Untuk melihat pengaruh variabel bebas dan variabel terikat
digunakan uji Chi-Square dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%,
sehingga bila ditemukan hasil analisis statistik p < 0,05 maka variabel
dinyatakan berhubungan secara signifikan.
c. Analisis Multivariat. Untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersama-sama
dalam hubungan dengan variabel terikat digunakan analisis Regresi Logistik
Berganda dengan rumus sebagai berikut :
1 p = (1 + e-y
)
Dimana : p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian. e = bilangan natural y = konstanta +a1x1+ a2x2+ a3x3+ a4x4+ a5x5+ a6x6+ a7x7
a = nilai koefisien tiap variabel
x = nilai variabel bebas
Universitas Sumatera Utara
-
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Puskesmas Polonia Medan
4.1.1. Lokasi dan Sejarah Singkat Puskesmas Polonia Medan
Puskesmas Polonia terletak di kecamatan Medan Polonia persisnya di jalan
Polonia Gg.A dan dengan mudah dapat dicapai oleh kendaraan roda dua dan roda
empat.
Puskesmas Polonia diresmikan pada tahun 1997 berdiri atas swadaya
masyarakat kecamatan Polonia. Mulanya kecamatan Polonia termasuk dalam
kecamatan Medan Baru. Pada tahun 1991, seiring dengan bertambah luasnya
wilayah serta jumlah penduduk kota Medan. Selanjutnya kecamatan Medan Baru
mengalami pemekaran menjadi 3 kecamatan dengan masing-masing puskesmas
sebagai berikut :
a. Kecamatan Medan Maimun : Puskesmas Kampung Baru.
b. Kecamatan Medan Polonia : Puskesmas Polonia.
c. Kecamatan Medan Baru : Puskesmas Padang Bulan.
4.1.2. Wilayah Kerja Puskesmas
Dalam melaksanakan kegiatannya, Puskesmas Polonia mempunyai wilayah
kerja yang mencakup :
a. Luas wilayah kecamatan : 805,62 Ha.
b. Jumlah penduduk : 40,423 Jiwa dengan 15035 KK.
Universitas Sumatera Utara
-
c. Batas wilayah kerja
1. Utara : Kecamatan Medan Polonia
2. Selatan : Kecamatan Medan Johor
3. Barat : Kecamatan Medan Baru
4. Timur : Kecamatan Medan Maimun.
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga Responden tentang TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 64 orang (64,0%)
memiliki dukungan keluarga yang baik dan 36 orang (36,0%) memiliki dukungan
keluarga buruk. Dengan demikian, mayoritas responden memiliki dukungan keluarga
yang baik yakni sebanyak 64 orang (64,0%).
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Dukungan keluarga Frekuensi Proporsi 1 Baik 64 64,0 2 Buruk 36 36,0
Jumlah 100 100.0 4.2.2. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden
Tentang TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 69 orang (69,0%)
memiliki pengetahuan yang baik tentang TB paru dan 31 orang (31,0%) memiliki
Universitas Sumatera Utara
-
pengetahuan buruk tentang TB paru. Dengan demikian, mayoritas responden
memiliki pengetahuan yang baik tentang TB paru yakni sebanyak 69 orang (69,0%).
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Pengetahuan Frekuensi Proporsi 1 Baik 69 69,0 2 Buruk 31 31,0
Jumlah 100 100.0 4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Wilayah Kerja Puskesmas
Polonia Medan
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 65 orang (65,0%)
memiliki sikap yang baik tentang TB paru dan 35 orang (35,0%) memiliki sikap
buruk tentang TB paru. Dengan demikian, mayoritas responden memiliki sikap yang
baik tentang TB paru yakni sebanyak 65 orang (65,0%).
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Sikap Frekuensi Proporsi 1 Baik 65 65,0 2 Buruk 35 35,0
Jumlah 100 100.0 4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 61 orang (61,0%)
berpendidikan dasar sampai menengah 39 orang (39,0%) berpendidikan perguruan
tinggi.. Dengan demikian, mayoritas responden berpendidikan dasar sampai
menengah yakni sebanyak 61 orang (61,0%).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Pendidikan Frekuensi Proporsi 1 Dasar dan Menengah 61 61.0 2 Pend.Tinggi 39 39.0
Jumlah 100 100.0 4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Polonia Medan Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Polonia Medan
No Pendapatan Frekuensi Proporsi 1 Rp 1 juta 48 48.0
Jumlah 100 100.0 Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 52 orang (52,0%)
berpendapatan dibawah Rp. 1 juta dan 48 orang (48,0%) berpendapatan diatas Rp 1
juta. Dengan demikian, mayoritas responden berpendapatan di bawah Rp 1 juta
yakni sebanyak 52 orang (52,0%).
4.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak ke Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 45 orang (45,0%)
memiliki jarak ke puskesmas dibawah 1.000 m dan 55 orang (55,0%) memiliki jarak
ke puskesmas di atas 1.000 m. Dengan demikian, mayoritas responden berjarak ke
puskesmas lebih dari 1.000 m yakni sebanyak 55 (55,0%).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak ke Puskesmas Polonia Medan
No Jarak ke puskesmas Frekuensi Proporsi 1 < 1.000 m 45 45.0 2 > 1.000 m 55 55.0
Jumlah 100 100.0 4.2.7 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Transportasi di Wilayah
Kerja Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 11 orang (11,0%)
menggunakan transportasi tidak berbiaya (jalan kaki) dan 89 orang (89,0%)
menggunakan transportasi berbiaya baik dengan sepeda motor maupun sarana
transportasi lainnya. Dengan demikian, mayoritas responden menggunakan
transportasi berbiaya menuju puskesmas yakni sebanyak 89 (89,0%).
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Transportasi di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Cara transportasi Frekuensi Proporsi 1 Tidak berbiaya 11 11.0 2 Berbiaya 89 89.0
Jumlah 100 100.0 4.2.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kesembuhan di Wilayah
Kerja Puskesmas Polonia Medan
Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa dari 100 resonden, 84 orang (84,0%)
sembuh dan 14 orang (14,0%) tidak sembuh. Dengan demikian, mayoritas responden
adalah sembuh yaitu sebanyak 84 orang (84,0%).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kesembuhan di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan
No Kesembuhan Frekuensi Proporsi 1 Sembuh 84 84,0 2 Tidak sembuh 14 14,0
Jumlah 100 100.0 4.3. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan dua variabel independent dan dependen maka
digunakan analisis bivariat mengunakan uji chi-square dengan kriteria jika p < 0.05
ada hubungan signifikan, sehigga Ho ditolak atau Ha diterima.
4.3.1 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kesembuhan Pengobatan
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 64 responden
dengan dukungan keluarga yang baik, 1 orang (1.6%) tidak sembuh dan 63 orang
(98.4%) sembuh. Sedangkan dari 36 orang dengan dukungan keluarga buruk, 13
orang (36.1%) tidak sembuh dan 23 orang (63.9%) sembuh. Hasil uji chi-square
menunjukkan nilai p = 0.000, (p < 0,25) artinya ada hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi
oleh nilai PR = 23.11 artinya, responden dengan dukungan keluarga baik tentang TB
paru memiliki peluang untuk sembuh sebanyak 23,11 kali dibandingkan responden
dengan dukungan keluarga burukHubungan dukungan keluarga dengan kesembuhan
pengobatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.9 Hubungan Dukungan keluarga Dengan Kesembuhan Pengobatan
No
Dukungan keluarga
Kesembuhan Total
P
PR
(95%CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 Baik 1 1.6 63 98.4 64 100 0.000 23.111
(3.151-169.601)
2 Buruk 13 36.1 23 63.9 36 100
4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Kesembuhan Pengobatan
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 69 responden
dengan pengetahuan yang baik tentang TB paru, 2 orang (2.9%) tidak sembuh dan 67
orang (97.1%) sembuh. Sedangkan dari 31 orang dengan pengetahuan buruk tentang
TB paru, 2 orang (38.7%) tidak sembuh dan 19 orang (61.3%) sembuh. Hasil uji chi-
square menunjukkan nilai p = 0.000, (p < 0,25) artinya ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga
dikonfirmasi oleh nilai PR = 13.35 artinya, responden dengan pengetahuan baik
tentang TB paru memiliki peluang untuk sembuh sebanyak 13,35 kali dibandingkan
responden dengan pengetahuan buruk tentang TB paru.
Hubungan pengetahuan dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan dengan Kesembuhan Pengobatan
No
Pengetahuan
Kesembuhan Total
P
PR
(95%CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 Baik 2 2.9 67 97.1 69 100 0.000 13.355
(3.178-56.125)
2 Buruk 2 38.7 19 61.3 31 100
Universitas Sumatera Utara
-
4.3.3 Hubungan Sikap dengan Kesembuhan Pengobatan
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 65 responden
dengan sikap yang baik tentang TB paru, 3 orang (4.6%) tidak sembuh dan 62 orang
(95.4%) sembuh. Sedangkan dari 35 orang dengan sikap buruk tentang TB paru, 11
orang (31.4%) tidak sembuh dan 24 orang (68.6%) sembuh. Hasil uji chi-square
menunjukkan nilai p = 0.000, (p < 0,25) artinya ada hubungan yang signifikan
antara sikap dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh nilai PR
= 6.810 artinya, responden dengan sikap baik tentang TB paru memiliki peluang
untuk sembuh sebanyak 6,81 kali dibandingkan responden dengan sikap
buruk.Hubungan sikap dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.11 Hubungan Sikap dengan Kesembuhan Pengobatan
No
Sikap
Kesembuhan Total
P
PR
(95% CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 Baik 3 4.6 62 95.4 65 100 0.000 6.810
(2.0338-22.8055)
2 Buruk 11 31.4 24 68.6 35 100
4.3.4 Hubungan Pendidikan dengan Kesembuhan Pengobatan
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 39 responden
dengan pendidikan tinggi, 2 orang (5.1%) tidak sembuh dan 37 orang (94.9%)
sembuh. Sedangkan dari 61 orang dengan pendidikan dasar sampai menengah, 12
orang (19.7%) tidak sembuh dan 49 orang (80.3%) sembuh. Hasil uji chi-square
Universitas Sumatera Utara
-
menunjukkan nilai p = 0.073, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan kesembuhan pengobatan, tetapi masih berpeluang untuk
disertakan kedalam uji regresi logistic karena nilai p
-
1 juta. Hubungan faktor pendapatan dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.13 Hubungan Pendapatan dengan Kesembuhan Pengobatan
No
Penghasilan
Kesembuhan Total
P
PR
(95% CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 > Rp 1 juta 1 1.9 51 98.1 52 100 0.000 14.083
(1.914-103.622)
2 < Rp 1 juta 13 27.1 35 72.9 48 100
4.3.6 Hubungan Jarak ke Puskesmas dengan Kesembuhan Pengobatan Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 55 responden
dengan jarak ke puskemas di atas 1 km 6 orang (10.9%) tidak sembuh dan 49 orang
(89.1%) sembuh. Sedangkan dari 45 orang dengan jarak ke puskemas dibawah 1
km, 8 orang (17.8%) tidak sembuh dan 37 orang (82.2%) sembuh. Hasil uji chi-
square menunjukkan nilai p = 0.391, artinya tidak ada hubungan yang signifikan
antara jarak ke puskemas dengan kesembuhan pengobatan dan karena sig-p (0.391) >
p (0.25) maka variabel jarak ke puskesmas tidak disertakan kedalam regresi logistik.
Hubungan jarak ke puskesmas dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.14 Hubungan Jarak ke Puskemas dengan Kesembuhan Pengobatan
No
Jarak ke puskemas
Kesembuhan Total
P
PR
(95% CI) Tidak
Sembuh Sembuh
n % n % n % 1 > 1.000 m 6 10.9 49 89.1 55 100 0.391 1.630
(0.610-4.353)
2 < 1.000 m 8 17.8 37 82.2 45 100
Universitas Sumatera Utara
-
4.3.7 Hubungan Transportasi dengan Kesembuhan Pengobatan Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 89 responden
dengan transportasi berbiaya, 12 orang(13.5%) tidak sembuh dan 77 orang (86.5%)
sembuh. Sedangkan dari 11 orang dengan transportasi tidak berbiaya, 2 orang
(18.2%) tidak sembuh dan 9 orang (81.8%) sembuh. Hasil uji chi-square
menunjukkan nilai p = 1.348, artinya tidak ada hubungan yang signifikan
transportasi dengan kesembuhan pengobatan dan karena sig-p (0.650) > p (0.25)
maka variabel transportasi tidak disertakan kedalam regresi logistic. Hubungan
transportasi dengan kesembuhan pengobatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.15 Hubungan Transportasi dengan Kesembuhan Pengobatan
No
Transportasi
Kesembuhan Total
P
PR
(95% =CI)
Tidak Sembuh
Sembuh
n % n % n % 1 Berbiaya 12 13.5 77 86.5 89 100 0.650 1.348
(0.346-5.252)
2 Tidak berbiaya 2 18.2 9 81.8 11 100
4.4. Analisis Multivariat
Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik adalah
variabel yang pada analisa bivariat mempunyai nilai p< 0,25, artinya yang memiliki
hubungan signifikan dengan variabel terikat (kesembuhan pengobatan) dimana hasil
analisis bivariat yang memenuhi persyaratan signifikansi tersebut adalah dukungan
keluarga, pengetahuan, sikap, pendidikan dan pendapatan dengan hasil sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 4.16 Hasil Uji Regresi Logistik
Variabel B P Exp(B)
Seleksi 1 Dukungan Keluarga 2,858 0,020 17,429 Pengetahuan 2,546 0,015 12,760 Sikap* 0,439 0,676* 1,551 Pendidikan 1,253 0,269 3,500 Pendapatan 2,424 0,045 11,287 Constant -8,026 0,000 0,000 Seleksi 2 Dukungan Keluarga 3,011 0,011 20,311 Pengetahuan 2,731 0,004 15,346 Pendidikan* 1,235 0,271* 3,438 Pendapatan 2,440 0,042 11,477 Constant -7,987 0,000 0,002 Seleksi 3 Dukungan Keluarga 2,900 0,012 18,171 Pengetahuan 2,579 0,005 13,181 Pendapatan 2,674 0,023 14,497 Constant -7,015 0,000 0,001
Tabel di atas memperlihatkan bahwa ada 3 variabel yang berhubungan
terhadap kesembuhan pengobatan karena ketiga variable ini memiliki nilai sig-p
-
Dimana :
y = -7,015+2.900 (dukungan keluarga) + 2.674(pendapatan) + 2.579 (pengetahuan)
Contoh interpertasi perhitungan pada salah seorang responden, dengan
mensubstitusikan nilai 1 masing masing untuk dukungan keluarga, pendapatan,
pengetahuan akan diperoleh :
y = -7,015+2.900(1)+2.674(1)+2.579(1)
y = -1.441 sehingga :
P(x) = 2249.41
1+
P(x) = 0.19
Hal ini berarti probabilitas responden untuk tidak sembuh jika memiliki dukungan
keluarga rendah, pendapatan dibawah Rp 1 juta dan pengetahuan buruk adalah
sebesar 19%.
Universitas Sumatera Utara
-
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan kesembuhan
pengobatan, diketahui bahwa dari 64 responden dengan dukungan keluarga yang
baik, 1 orang (1.6%) tidak sembuh dan 63 orang (98.4%) sembuh. Sedangkan dari 36
orang dengan dukungan keluarga buruk, 13 orang (36.1%) tidak sembuh dan 23
orang (63.9%) sembuh. Hasil uji chi-square menunjukkan nilai p = 0,000.
PR : 23.11, 95% CI (3.151-169.601) artinya ada hubungan signifikan antara faktor
dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh
nilai PR = 23.11 artinya, responden dengan dukungan keluarga baik tentang TB paru
memiliki peluang untuk sembuh sebanyak 23,11 kali dibandingkan responden
dengan dukungan keluarga buruk
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Jojor (2004)
tentang ketidak patuhan pasien TB Paru dalam hal pengobatan menemukan bahwa
pengobatan pasien TB Paru yang tidak lengkap disebabkan oleh peranan anggota
keluarga yang tidak sepenuhnya mendampingi penderita. Akibatnya penyakit yang
diderita kambuh kembali dan dapat menular kepada anggota keluarga yang lain.
Demikian halnya dengan penelitian Erawatyningsih dkk (2009) tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis
paru menunjukkan bahwa pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan keluarga
Universitas Sumatera Utara
-
berpengaruh signikan terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru dan
yang paling dominan adalah faktor pendidikan.
Sehubungan dengan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hutapea (2009)
menunjukkan dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat
penderita TB Paru. Perhatian atas kemajuan pengobatan memiliki pengaruh yang
paling besar terhadap peningkatan kepatuhan minum OAT penderita paru.
5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan kesembuhan
pengobatan, diketahui bahwa dari 69 responden dengan pengetahuan yang baik
tentang TB paru, hanya 2 orang (2.9%) tidak sembuh dan 67 orang (97.1%) sembuh.
Sebaliknya dari 31 orang dengan pengetahuan buruk tentang TB paru, 2 orang
(38.7%) tidak sembuh dan 19 orang (61.3%) sembuh. Hasil uji chi-square
menunjukkan nilai p = 0.000, PR 13.35, 95% CI (3.178-56.125) artinya ada hubungan
signifikan antara faktor pengetahuan dengan kesembuhan pengobatan. Hal ini juga
dikonfirmasi oleh nilai PR = 13.35 artinya, responden dengan pengetahuan baik
tentang TB paru diperkirakan memiliki peluang untuk sembuh 13,35 kali
dibandingkan responden dengan pengetahuan buruk tentang TB paru.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa responden yang rajin
berobat dan mematuhi aturan yang ditentukan dalam pengobatan adalah responden
yang memiliki pengetahuan yang baik (Nazar, 2007). Hal yang sama dikemukakan
Universitas Sumatera Utara
-
oleh Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan diartikan sebagai hal apa yang
diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat atau sakit atau kesehatan,
misalnya tentang penyakit (penyebab, cara penularan, serta pencegahan), gizi,
sanitasi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan berencana dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan penjelasan Notoatmodjo tersebut di atas dapat diyakni bahwa
dengan mengetahui seluk beluk penyakit termasuk bentuk pengobatannya, maka
peluang untuk mencapai kesembuhan juga akan semakin tinggi. Hal yang sama
dikemukakan oleh Prawiradilaga (2008) bahwa pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang
belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan diperoleh dari
informasi baik secara lisan ataupun tertulis dari pengalaman seseorang. Pengetahuan
diperoleh dari fakta atau kenyataan dengan mendengar radio, melihat televisi, dan
sebagainya serta dapat diperoleh dari pengalaman berdasarkan pemikiran kritis. Dari
definisi ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu yang
diperoleh melalui panca indera, dimana pengetahuan itu merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Penelitian Hidayat (2000) juga memperlihatkan bahwa responden yang tidak
teratur berobat adalah mereka yang memiliki pengetahuan kurang baik (50,46%).
Pengetahuan responden yang kurang tentang TB Paru dalam penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Nazar (2007) bahwa responden yang rajin berobat dan
Universitas Sumatera Utara
-
mematuhi aturan yang ditentukan dalam pengobatan adalah responden yang memiliki
pengetahuan yang baik.
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan kajian teoritis tersebut di atas, penulis
mengasumsikan bahwa tidak ada penyimpangan antara temuan penelitian dengan
teori terkait.
5.3 Hubungan Sikap dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara sikap dengan kesembuhan pengobatan,
diketahui bahwa dari 65 responden dengan sikap yang baik tentang TB paru, 3 orang
(4.6%) tidak sembuh dan 62 orang (95.4%) sembuh. Sedangkan dari 35 orang
dengan sikap buruk tentang TB paru, 11 orang (31.4%) tidak sembuh dan 24 orang
(68.6%) sembuh. Hasil uji chi-square menunjukkan nilai p = 0.000, PR : 6,81, 95%
CI (2.0338-22.8055) artinya ada hubungan signifikan antara faktor sikap dengan
kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh nilai PR = 6,81 artinya,
responden dengan sikap baik tentang TB paru diperkirakan memiliki peluang untuk
sembuh 6,81 kali dibandingkan responden dengan sikap buruk
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jojor (2004) yang
mengemukakan bahwa sikap positif penderita memiliki peranan yang penting
terhadap kesembuhan penderita. Hal yang sama dikemukakan oleh Suryabrata (2005)
bahwa sikap (attitude) berhubungan dengan sesuatu objek. Sikap biasanya
memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
-
Hal yang sama dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010) bahwa indicator sikap
kesehatan meliputi a).
Dari gambaran tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa dengan adanya
sikap yang sehat, tentunya akan memberikan peluang kesembuhan yang semakin
tinggi.
Sikap terhadap sakit atau penyakit, yakni bagaimana penilaian
atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda tanda penyakit, penyebab
penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya, b).
Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, yakni penilaian atau pendapat
seseorang terhadap cara cara memelihara dan cara cara berperilaku hidup sehat.
Dengan kata lain, pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga,
relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup dan sebagainya bagi kesehatannya.
5.4 Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pendidikan dengan kesembuhan
pengobatan, diketahui bahwa dari 39 responden dengan pendidikan tinggi, 2 orang
(5.1%) tidak sembuh dan 37 orang (94.9%) sembuh. Sedangkan dari 61 orang
dengan pendidikan dasar sampai menengah, 12 orang (19.7%) tidak sembuh dan 49
orang (80.3%) sembuh. Hasil uji chi-square juga menunjukkan hal yang sama
dimana nilai p = 0,07 lebih besar dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan signifikan antara faktor pendidikan dengan kesembuhan pengobatan
Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Notoatmodjo (2010) bahwa
seseorang yang berpendidikan tinggi, akan berbeda dengan orang yang hanya
Universitas Sumatera Utara
-
berpendidikan rendah. Artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik
pula perilakunya untuk mengupayakan kesembuhan. Lebih lanjut dijelaskan
Notoatmodjo (2010) bahwa pendidikan tentang sakit dan penyakit yang meliputi
penyebab penyakit, gejala atau tanda tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan,
atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularan dan bagaimana cara
pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya.
Dari hasil temuan penelitian dan kajian teori tersebut di atas, penulis
mengasumsikan bahwa ada penyimpangan antara temuan penelitian dengan kajian
teori terkait. Artinya, temuan penelitian tidak sejalan dengan kajian teori yang ada.
Dengan kata lain, semakin baik pendidikan seseorang, semakin besar pula
peluangnya untuk mendapatkan kesembuhan melalui pengobatan karena semakin
baik pula perilakunya untuk mencari kesembuhan.
5.5 Hubungan Pendapatan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pendapatan dengan kesembuhan
pengobatan, diketahui bahwa dari 52 responden dengan penghasilan di atas Rp 1juta,
hanya 1 orang (1.9%) tidak sembuh dan 51 orang (98.1%) lainnya sembuh sebaliknya
dari 48 orang dengan penghasilan dibawah Rp. 1 juta, ada 13 orang (27.1%) tidak
sembuh dan 35 orang (72.9%) sembuh. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
pendapatan memiliki hubungan linier dengan tingkat kesembuhan pengobatan.
Dengan kata lain, semakin tinggi pendapatan, semakin besar peluang untuk
mengalami kesembuhan. Hasil analisis ini juga didukung oleh hasil uji chi-square
Universitas Sumatera Utara
-
menunjukkan nilai p = 0.000, PR 14.083, 95% CI (1.914-103.622) artinya ada
hubungan signifikan antara faktor pendapatan dengan kesembuhan pengobatan.
Selanjutnya, berdasarkan nilai PR = 14.083, dapat disimpulkan bahwa responden
yang berpenghasilan di atas Rp 1 juta berpeluang 14.083 kali untuk sembuh
dibandingkan responden yang berpenghasilan dibawah Rp 1 juta.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Notoatmodjo (2010) tingkat pendapatan
atau sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan
pelayanan kesehatan yang diingankan oleh masyarakat. Rata-rata keluarga dengan
sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana
kesehatan yang bagus dan bermutu (Effendy,1998; Notoatmodjo,2003).
penelitian Hutapea (2009) menunjukkan
dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat penderita TB Paru.
Perhatian atas kemajuan pengobatan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap
peningkatan kepatuhan minum OAT penderita paru.
Dari hasil temuan penelitian dan kajian teori tersebut di atas, penulis
mengasumsikan bahwa tidak ada penyimpangan antara temuan penelitian dengan
kajian teori terkait. Artinya, temuan penelitian tidak sejalan dengan kajian teori yang
ada. Dengan kata lain, semakin baik pendapatan seseorang, semakin besar pula
peluangnya untuk mendapatkan kesembuhan melalui pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
-
5.6 Hubungan Jarak Tempuh ke Puskesmas dengan Tingkat Kesembuhan pengobatan TB Paru
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 55 responden
dengan jarak ke puskemas di atas 1 km 6 orang (10.9%) tidak sembuh dan 49 orang
(89.1%) sembuh. Sedangkan dari 45 orang dengan jarak ke puskemas dibawah 1
km, 8 orang (17.8%) tidak sembuh dan 37 orang (82.2%) sembuh. Hasil uji chi-
square menunjukkan nilai p = 0.391. PR. 1.630, 95% CI (0.610-4.353) artinya tidak
ada hubungan signifikan antara faktor jarak tempuh ke Puskesmas dengan
Kesembuhan Pengobatan TB Paru.
5.7 Hubungan Transportasi dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru
Hasil tabulasi silang tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 89 responden
dengan transportasi berbiaya, 12 orang (13.5%) tidak sembuh dan 77 orang (86.5%)
sembuh. Sedangkan dari 11 orang dengan transportasi tidak berbiaya, 2 orang
(18.2%) tidak sembuh dan 9 orang (81.8%) sembuh. Hasil uji chi-square
menunjukkan nilai p = 0,65. PR. 1.348, 95% CI (0.346-5.252) artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara cara transportasi ke Puskesmas dengan Tingkat
Kesembuhan Pengobatan TB Paru.
5.8 Analisis Multivariat
Berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik
berganda metode enter diperoleh 3 (tiga) variabel yang berhubungan dengan
kesembuhan diwilayah puskesmas Polonia Medan Tahun 2012 yaitu dukungan
Universitas Sumatera Utara
-
keluarga, pendapatan dan pengetahuan. Namun ada variabel yang mempunya ExpB
paling besar adalah variabel dukungan keluarga sehingga variabel inilah yang paling
dominan berhubungan dengan pengobatan TB Paru di Wilayah Puskesmas tahun
2012.
Bila kita lihat dari hasil penggunaan persamaan regresi logistik pada salah
seorang responden, maka terlihat walaupun dukungan keluarga buruk, pendapatan
dibawah Rp.1.000.000 dan pengetahuan juga buruk tetapi peluang untuk tidak
sembuh hanya 19%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kesadaran penderita
untuk melakukan pengobatan sudah cukup baik, sehingga tanpa dukungan keluarga,
dengan penghasilan rendah dan pengetahuan buruk pun mereka tetap rutin
melakukan pengobatan untuk kesembuhan TB Paru.
Universitas Sumatera Utara
-
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan hasil penelitian yang telah dipaparkan
pada bagian terdahulu, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :
1. Mayoritas responden mempunyai dukungan keluarga yang baik (64%),
pengetahuan baik (69%), sikap yang baik (65%), pendidikan menengah ke
atas (61%), pendapatan di atas Rp 1 juta ( 52%), jarak ke puskesmas lebih
dari 1.000 m(55%), mayoritas menggunakan transportasi berbiaya (89%),
mayoritas responden memiliki, dan serta mayoritas responden mengalami
kesembuhan ( 86%).
2. Dukungan keluarga, pengetahuan, sikap, pendidikan dan tingkat pendapatan
memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kesembuhan pengobatan
TB Paru dengan p = 0.000.
3. Dukungan keluarga merupakan variabel yang paling dominan berhubungan
dengan tingkat kesembuhan pengobatan TB Paru dengan p = 0.000
6.2. Saran
1. Kepada Puskesmas Polonia Medan, disarankan untuk terus melakukan
sosialisasi informasi untuk meningkatkan pengetahuan penderita TB paru
tentang pentingnya kepatuhan berobat, sehingga tingkat kesembuhan
penderita semakin meningkat.
Universitas Sumatera Utara
-
2. Kepada keluarga penderita TB paru, disarankan untuk tetap memberikan
dukungan termasuk bantuan dana agar kesembuhan pengobatan penderita
semakin optimal dan kebutuhan lainnya dapat terpenuhi.
3. Kepada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan,
disarankan untuk terus meningkatkan pengetahuannya sehingga dapat
menyikapi TB paru secara positif serta mengambil tindakan positif untuk
meningkatkan kesembuhan pengobatan.
Universitas Sumatera Utara