Chapter III-VI CAFEIN.pdf

22
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah Variabel Independen Variabel Dependen Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian Berikatan dengan reseptor adenosin di system saraf pusat Penghambatan reseptor adenosin memicu pelepasan neurotransmitter stimulatorik: - dopamin - norepinefrin Dampak terhadap fungsi kognitif Zat kafein dalam darah melewati sawar darah otak Terjadi perubahan struktural dan biokimiawi di dalam otak: - peningkatan aliran darah serebral - peningkatan aktivitas Fungsi Kognitif Kafein Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter III-VI CAFEIN.pdf

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian

Berikatan dengan

reseptor adenosin di

system saraf pusat

Penghambatan reseptor

adenosin memicu

pelepasan

neurotransmitter

stimulatorik:

- dopamin

- norepinefrin

- asetilkolin

Dampak terhadap fungsi

kognitif

Zat kafein dalam darah

melewati sawar darah

otak

Terjadi perubahan

struktural dan

biokimiawi di dalam

otak:

- peningkatan aliran

darah serebral

- peningkatan aktivitas

neuronal

Fungsi Kognitif Kafein

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Variabel Bebas

Pada penelitian ini yang ditetapkan sebagai variabel bebas adalah pemberian kafein

dalam bentuk minuman kopi berkafein atau tidak diberikan kafein sebagai minuman

kopi decaffeinated.

3.2.2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah dampak terhadap fungsi kognitif dan

parameter yang diukur adalah total jawaban, jawaban benar dan persentase skor pada

mental serial subtraction

3.3. Defenisi Operasional

Kafein adalah zat stimulans dari golongan methylxantin yang banyak terkandung di

dalam minuman kopi, teh, coklat, obat-obatan, minuman ringan dan minuman energi.

Pemberian kafein adalah dalam bentuk satu cangkir minuman kopi panas 150 ml karena

lebih praktis dan merupakan sumber kafein yang paling sering dikonsumsi khususnya

oleh mahasiswa.

Fungsi kognitif secara dasarnya merupakan keseluruhan proses pemikiran yang

melibatkan kemampuan belajar dan mengingat; mengatur, merencana dan

memecahkan masalah; fokus, memelihara dan mengalihkan perhatian seperlunya;

memahami dan menggunakan bahasa; akurat dalam memahami lingkungan, dan

melakukan perhitungan. Kenyataannya, adalah mustahil untuk menguji semua aspek

dari fungsi kognitif. Metode eksperimental yang dipilih untuk mahasiswa adalah mental

serial subtraction karena melibatkan memori kerja, kemampuan memproses informasi,

visualisasi, perhitungan, pemusatan perhatian dan konsentrasi. Aspek-aspek ini sangat

relevan dalam lingkup akademik mahasiswa. Pada penelitian ini, fungsi kognitif

responden yang diukur adalah “Kecepatan Mental”, “Ketepatan Mental”, dan “Kinerja

Mental”.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Tabel 3.1. Defenisi Operasional

Kecepatan Mental

Ketepatan Mental Kinerja Mental

Cara Pengukuran Menghitung total

jawaban yang

dihasilkan dalam

waktu 10 menit

Menentukan jumlah

jawaban yang benar

dalam waktu 10

menit

Menghitung

persentase skor:

Alat Ukur Mental Serial

Subtraction

Mental Serial

Subtraction

Mental Serial

Subtraction

Hasil Ukur Total Jawaban Jawaban Benar Persentase Skor

Skala Ukur Numerik Numerik Numerik

3.4. Hipotesis

3.4.1. Hipotesis Nol (Ho)

Pemberian kafein tidak berpengaruh terhadap fungsi kognitif mahasiswa.

3.4.2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Pemberian kafein berpengaruh terhadap fungsi kognitif mahasiswa.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimen murni (true experiment design) yang menguji efek

kafein terhadap fungsi kognitif. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini

adalah pretest-posttest with control group. Pada tahap awal, peserta penelitian telah

dikelompokkan secara acak ke dalam kelompok kafein dan kelompok kontrol. Kedua-dua

kelompok telah diminta untuk melakukan perhintungan mental untuk menilai fungsi

kognitifnya, kemudian kelompok kafein diberikan intervensi kopi berkafein manakala

kelompok kontrol diberikan kopi decaffeinated, dan sesudah 1 jam, dilakukan kembali

perhitungan mental untuk membandingkan fungsi kognitif.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 25 Juli 2011 di Institut Perguruan Darul Aman

(IPDA), Kedah, Malaysia. Lokasi ini telah dipilih karena populasi yang relevan dan

memberikan kerjasama. Eksperimen dilaksanakan di Bilik Serbaguna 1 di perpustakaan

kampus karena dapat memuatkan subyek penelitian dengan nyaman.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa IPDA setambuk 2008, 2009, dan 2010

tahun akademik 2010/2011.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

4.3.2. Sampel

Pemilihan sampel adalah dengan cara non probability sample (selected sample) dengan

cara purposive sampling. Pengambilan sample dilakukan atas dasar pertimbangan

peneliti yang menganggap kriteria yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel

yang diambil. Sebanyak 56 sampel telah diambil untuk penelitian ini.

4.3.3. Kriteria Sampel

Kriteria inklusi adalah semua mahasiswa IPDA setambuk 2008, 2009 dan 2010 dalam

rentang usia 19 sampai 22 tahun yang sehat secara fisik dan mental dan pernah

mengonsumsi kafein serta tidak alergi. Kriteria eksklusi adalah merokok, menderita

penyakit kronis (misalnya, sirosis hati) atau penyakit jiwa, memakai kontrasepsi oral,

menggunakan obat-obatan dan intoleransi terhadap kafein.

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1. Instrumen eksperimen

Materi yang telah digunakan dalam eksperimen ini adalah:

1. Ruang makan dan ruang eksperimen.

2. Sarapan pagi untuk peserta

3. 56 cangkir kopi dan 56 cangkir untuk kertas jawaban

4. Kopi berkafein

6. Kopi decaffeinated

7. Sejumlah kertas A4 yang banyak

9. 1 jam henti untuk, untuk menjaga waktu ujian dan waktu absorbsi kopi.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

4.4.2. Prosedur Eksperimen

Responden yang bersetuju untuk mengikuti eksperimen telah diminta untuk berpuasa

dari mengonsumsi kafein dari semua sumber selama 24 jam sebelum eksperimen. Hal ini

adalah untuk memastikan bahwa tidak ada zat kafein dalam darah peserta sebelum

penelitian. Mereka telah diberikan satu daftar makanan dan minuman yang

mengandung kafein dan diminta untuk tidak mengonsumsi semua sumber tersebut.

Peserta juga telah diminta untuk tidak bersarapan sebelum eksperimen. Pada hari

eksperimen, semua responden telah ditanyakan apakah mereka mematuhi aturan ini

sebelum layak untuk mengikuti eksperimen.

Eksperimen telah dilakukan pada jam 8 pagi dan responden diberikan sarapan yang

sama oleh peneliti yaitu nasi lemak dan air putih. Hal ini untuk mengurangkan faktor

confounding seperti faktor sarapan pagi dan jenis sarapan yang dapat mempengaruhi

hasil eksperimen. Selain itu, sarapan penting untuk menghindari kemungkinan efek mual

akibat konsumsi kafein ketika perut kosong. Kesemua responden bersarapan di ruang

makan di depan perpustakaan.

Setelah selesai bersarapan, responden dibawa ke Bilik Serbaguna 1 perpustakaan

kampus dan dibagikan secara acak ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kafein dan

kelompok kontrol. Kelompok kafein terdiri dari 29 responden manakala kelompok

kontrol terdiri dari 27 orang. Kemudian , peserta diberikan penjelasan tentang tes yang

akan dijalankan berserta contoh-contohnya. Setelah semua responden memahami tes

yang digunakan, eksperimen dimulai dan responden diminta untuk menjalani tes mental

serial subtraction termodifikasi selama 10 menit. Serial subtraction adalah bagian

perhitungan aritmatika dari Trier Social Stress Test (Kase, Ritter & Schoelles, 2009). Tes

ini sering digunakan untuk menguji fungsi kognitif, misalnya di dalam Mini-Mental State

Examination untuk pasien demensia. Selain itu, tes ini digunakan untuk menilai

gangguan kognitif pada saat hipoglikemi dan pernah digunakan untuk mengkaji

hubungan antara peningkatan kadar glukosa darah dan prestasi kognitif (Tildesley et al,

2005). Pada versi tes ini yang asal, peserta diberikan satu nomor dan diminta untuk

melakukan perhitungan pengurangan angka secara mental. Peserta diminta untuk

menyebutkan jawaban di hadapan penilai dan hal ini dilakukan selama 4 menit. Bila

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

jawaban yang salah diberikan oleh peserta, peserta diminta untuk mengulangi

perhitungan dari jawaban terakhir yang benar (Kase, Ritter & Schoelles, 2009). Tes yang

digunakan dalam eksperimen ini adalah mental serial subtraction yang telah

dimodifikasi.

Peserta telah diberikan sejumlah kertas kosong yang bertanda untuk menuliskan

jawaban. Peneliti memberikan satu nomor 4 angka dan peserta diminta untuk

mengurangi angka 19 dari nomor itu secara mental dengan cepat. Ditekankan di sini

agar peserta menjawab dengan cepat untuk menguji kemampuan memproses informasi.

Peserta hanya boleh menuliskan jawaban di atas kertas tetapi dilarang untuk

mencatatkan perhitungan. Setiap kali selesai menuliskan jawaban, peserta meletakkan

kertas jawaban ke dalam cangkir yang disediakan dan seterusnya melanjutkan

perhitungan mental. Hal ini dilakukan berterusan selama 10 menit. Jawaban yang tepat

adalah nomor yang dikurangi 19 dengan betul berdasarkan nomor yang sebelumnya.

Gambar 4.1. Ilustrasi dari mental serial subtraction

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Setelah selesai mengerjakan tugas ini, kelompok kafein telah diberikan secangkir

kopi berkafein kira-kira 150 ml manakala kelompok kontrol diberikan kopi decaffeinated

150 ml. Kandungan kafein adalah kira-kira 40 sampai 180 mg per 150 ml untuk kopi

berkafein dan kopi decaffeinated mempunyai kira-kira 3 mg per 150 ml.

Kadar kafein dalam kopi decaffeinated adalah terlalu kecil untuk menimbulkan

efek dan dapat diabaikan. Kedua-dua jenis kopi yang diberikan adalah daripada merek

yang sama serta bentuk dan penampilannya juga adalah sama.

Setelah pemberian kafein, ditunggu selama 60 menit karena terdapat usulan bahwa

kadar konsentrasi darah puncak kafein tercapai setelah 1 jam administrasi kafein

(Peeling & Dawson, 2007). Sesudah 1 jam, peserta telah diminta untuk mengulangi tes

yang sama tetapi diberikan nomor awal yang berbeda. Kertas jawaban dikutip oleh

peneliti dan skor peserta dihitung.

Responden berpuasa dari semua sumber kafein selama 24 jam

Sarapan disediakan pada waktu pagi tanggal penelitian

Responden dibagikan secara acak ke dalam kelompok kafein dan

kelompok kontrol

Responden melakukan tes mental serial subtraction selama

10 menit

Kelompok kafein diberikan secangkir Nescafe panas,

kelompok kontrol diberikan secangkir Nescafe decaffeinated

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Gambar 4.2. Kerangka Prosedur Eksperimen

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh efek pemberian kafein terhadap fungsi kognitif, analisa

data dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.00 for windows. Data pretes dan postes

dalam kelompok kafein dan kelompok kontrol telah dianalisis dengan Uji T Berpasangan.

Perbedaan hasil tes antar kelompok kafein dan kelompok kontrol dianalisis dengan Uji T

Tidak Berpasangan.

Ditunggu 1 jam, responden mengulangi tes yang sama tetapi

diberikan nomor berbeda.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian telah dijalankan pada tanggal 25 Juli 2011 di Institut Pendidikan Guru

Kampus Darul Aman (IPDA) yang beralamat di Bandar Darul Aman, 06000 Jitra, Kedah,

Malaysia. Eksperimen telah dijalankan di dalam Bilik Serbaguna 1 di perpustakaan

kampus. Ruang ini dipilih karena luas dan selesa untuk melakukan penelitian. Selain itu,

ruang ini memiliki kemudahan komputer, projektor dan sistem suara yang digunakan

untuk menjelaskan penelitian secara rinci kepada peserta.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, jumlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak dibatasi

namun umur mahasiswa berada dalam rentang 19 sampai 22 tahun. Peneliti hanya

ingin melihat dampak kafein terhadap fungsi kognitif tanpa membandingkannya

berdasarkan jenis kelamin dan umur. Peserta penelitian merupakan mahasiswa IPDA

yang berjumlah 56 orang dan dibagikan secara acak ke dalam dua kelompok yaitu

kelompok kafein dan kelompok kontrol.

A. Kelompok Kafein

Kelompok kafein terdiri dari 29 responden. Distribusi karakteristik responden di dalam

kelompok kafein berdasarkan jenis kelamin dan umur digambarkan di dalam Tabel 5.1.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden Kelompok Kafein berdasarkan Jenis

Kelamin dan Umur

.

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 12 41,4

Perempuan 17 58,6

Umur

19 1 3,4

20 13 44,8

21 12 41,4

22 3 10,3

Total 29 100,0

Berdasarkan Tabel 5.1 di atas diketahui bahwa responden perempuan lebih banyak

yaitu 17 orang (58,6%) berbanding laki-laki, 12 orang (41,4%). Seterusnya, responden

dalam kelompok kafein berusia antara 19 hingga 22 tahun dengan mayoritas berumur 20

tahun yaitu 44,8%. Dari data diatas, hanya seorang responden yang berusia 19 tahun.

B. Kelompok Kontrol

27 orang responden telah berpartisipasi sebagai kelompok kontrol. Distribusi

karakteristik responden di dalam kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin dan

umur digambarkan di dalam Tabel 5.2.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Responden Kelompok Berdasarkan Jenis Kelamin

dan Umur

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 16 59,3

Perempuan 11 40,7

Umur

20 17 63,0

21 10 37,0

Total 27 100,0

Berdasarkan Tabel 5.2, responden laki-laki lebih banyak dalam kelompok kontrol

yaitu berjumlah 16 orang (59,3%). Responden dalam kelompok kontrol berusia antara

20 dan 21 tahun dengan mayoritasnya berumur 20 tahun yaitu sebanyak 17 orang

(63,0%). Tidak ada responden dalam kelompok kontrol yang berusia 19 dan 22 tahun.

5.1.3. Perbandingan Total Jawaban, Jawaban Benar dan Persentase Skor Mental Serial

Subtraction Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol

Skor responden kelompok kafein dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 5.3 di

bawah. Pada tabel dapat dilihat total jawaban, jumlah jawaban benar dan persentase

skor responden sebelum dan sesudah diberikan minuman kopi. Persentase skor dihitung

dengan menggunakan rumus . Total jawaban responden dianalogikan

sebagai “Kecepatan mental”, jawaban yang benar sebagai “Ketepatan mental” dan

persentase skor sebagai “Kinerja mental”.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Tabel 5.3. Distribusi Rerata (±SD) Total Jawaban, Jawaban Benar dan Persentase Skor

Mental Serial Subtraction Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol Sebelum (Pre) dan

Sesudah (Pos) Minum Kopi

B

Berdasarkan Tabel 5.3, rerata total jawaban responden kelompok kafein meningkat dari

15,7 jawaban ke 22,3 jawaban sesudah diberikan minuman kopi berkafein.

Seterusnya, rerata jawaban benar responden dalam kelompok kafein meningkat dari 12,1

jawaban ke 19,3 jawaban. Rerata skor responden kelompok kafein mengalami

peningkatan dari 74,9% ke 86,1%.

Pada kelompok kontrol, dilihat terjadi peningkatan rerata total jawaban dari 21,5

jawaban menjadi 34,1 jawaban sesudah diberikan minuman kopi decaffeinated. Selain itu,

rerata jawaban benar meningkat dari 18,0 jawaban ke 30,2 jawaban. Seterusnya, skor

responden dalam kelompok kontrol mengalami peningkatan dari 82,2% ke 89,2% .

Pre Pos

Total 15,7± 5,6 22,3± 8,0

Kafein Benar 12,1± 4,9 19,3± 7,6

Skor (%) 74,9± 21,5 86,1± 13,0

Total 21,5± 8,8 34,1± 12,4

Kontrol Benar 18,0± 9,8 30,2± 13,0

Skor (%) 82,2± 20,2 89,2± 17,0

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

5.1.4. Analisis “Kecepatan Mental” Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol

“Kecepatan mental” merupakan parameter yang menilai fungsi mental secara kuantitatif

berdasarkan total jawaban responden dalam waktu 10 menit. Hal ini menunjukkan

kemampuan mental responden untuk melakukan perhitungan mental dengan cepat dan

berterusan dalam jangka waktu yang ditetapkan.

Analisis kecepatan mental responden kedua-dua kelompok dilakukan dengan

membandingkan rerata total jawaban sebelum dan sesudah meminum kopi seperti yang

ditunjukkan dalam Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Analisis Rerata (±SD) Total Jawaban Responden Kelompok Kafein dan

Kelompok Kontrol Sebelum (Pre) dan Sesudah (Pos) Minum Kopi

Pre Pos ∆ ∆% Nilai p

Kafein 15,7± 5,6 22,3± 8,0 6,6 42,0 0,000

Kontrol 21,5± 8,8 34,1± 12,4 12,6 58,6 0,000

∆ 5,8 11.8

∆% 36,9 52,9

Nilai p 0,004 0,000

Berdasarkan Tabel 5.4, kecepatan mental kelompok kafein kafein dalam melakukan

perhitungan meningkat sebanyak 42,0% sedangkan peningkatan kecepatan mental

kelompok kontrol adalah lebih tinggi yaitu sebanyak 58,6%.

Uji T Berpasangan digunakan untuk membandingkan rerata total jawaban sebelum

dan sesudah minum kopi untuk menilai apakah terdapat perbedaan yang signifikan di

dalam setiap kelompok. Ternyata hasil yang didapatkan pada kelompok kafein; t(28)= -

5,795, P< 0,000 menunjukkan terdapat peningkatan kecepatan mental yang signifikan. .

Pada kelompok kontrol, hasil yang diperoleh adalah t(26)= -7,193, P< 0,000 dan hal ini

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

menunjukkan pemberian kopi decaffeinated turut memberikan peningkatan yang

signifikan terhadap kecepatan mental responden.

Selain itu, peneliti ingin melihat apakah perbedaan kecepatan mental kelompok

kafein berbeda dengan kelompok kontrol. Berdasarkan Uji T Tidak Berpasangan,

terdapat perbedaan kecepatan yang signifikan antara kelompok kafein dan kontrol

sebelum minum kopi; t(54)= -2,981, P= 0,004 dan sesudah minum kopi; t(43,928)= -

4,197, P= 0,000.

5.1.5 Analisis “Ketepatan mental” Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol

“Ketepatan mental” merupakan penilaian fungsi mental secara kualitatif yaitu

kemampuan mental untuk melakukan perhitungan dengan akurat. Hal ini dinilai dengan

membandingkan jumlah jawaban yang benar dalam waktu 10 menit seperti yang

ditunjukkan dalam Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Analisis Rerata (±SD) Jawaban Benar Kelompok Kafein dan Kelompok

Kontrol Sebelum dan Sesudah Minum Kopi

Pre Pos ∆ ∆% Nilai p

Kafein 12,1± 4,9 19,3± 7,6 7,2 59,5 0,000

Kontrol 18,0± 9,8 30,2± 13,0 12,1 67,2 0,000

∆ 5,9 10,9

∆% 48,8 56,5

Nilai p 0,008 0,000

Berdasarkan Tabel 5.5, dapat dilihat ketepatan mental kelompok kafein meningkat

sebanyak 59,5% sedangkan peningkatan ketepatan mental kelompok kontrol adalah

sebanyak 67,2%.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Berdasarkan Uji T Berpasangan, peningkatan ketepatan mental pada kelompok kafein

sesudah minum kopi adalah signifikan dengan t(28)= -6,775, P< 0,000. Ketepatan mental

kelompok kontrol juga meningkat dengan signifikan berdasarkan nilai t(26)= -7,493, P<

0,000.

Sebelum pemberian kopi, terdapat perbedaan ketepatan mental yang signifikan

antar kelompok kafein dan kontrol; t(37,781)= -2,815, P= 0,008. Ketepatan mental antar

kedua-dua kelompok ini juga berbeda sesudah minum kopi dengan nilai t(41,446)= -

3,798, P= 0,000.

5.1.6 Analisis “Kinerja mental” Kelompok Kafein dan Kelompok Kontrol

“Kinerja mental” merupakan penilaian prestasi mental secara kuantitatif dan kualitatif

yang dicapai oleh responden dalam melaksanakan perhitungan. Hal ini dilihat dari

persentase skor; responden sebelum dan sesudah minum kopi.

Tabel 5.6 menunjukkan persentase skor kedua-dua kelompok kafein dan kontrol.

Tabel 5.6. Analisis Rerata (±SD) Persentase Skor Responden Kelompok Kafein dan

Kelompok Kontrol Sebelum (Pre) dan Sesudah (Pos) Minum Kopi

Pre Pos ∆ ∆% Nilai p

Kafein 74,9± 21,6 86,1± 13,1 11,2 15,0 0,002

Kontrol 82,2± 20,2 89,2± 17,0 7,0 8,5 0,017

∆ 7,3 3,1

∆% 9,7 3,6

Nilai p 0,196 0,452

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 5.6, kinerja mental kelompok kafein meningkat sebanyak 15,0%

sedangkan peningkatan pada kelompok kontrol hanyalah sebanyak 8,5%.

Uji T Berpasangan pada kelompok kafein; t(28)= -3,385, P< 0,002, menunjukkan

peningkatan kinerja mental yang signifikan. Pada kelompok kontrol, kinerja mental juga

meningkat dengan signifikan; t(26)= -2,561, P< 0,017.

Sebelum minum kopi, kinerja mental kelompok kafein tidak berbeda dengan

signifikan dari kelompok kontrol berdasarkan hasil Uji T Tidak Berpasangan; t(54)= -

1,309, P= 0,196. Sesudah minum kopi, kinerja mental antar kedua-dua kelompok juga

tidak berbeda dengan signifikan; t(54)= -0,758, P= 0,452.

5.2. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kafein terhadap fungsi kognitif

khususnya dalam kalangan golongan muda. Sebelum ini, penelitian telah membuktikan

bahwa konsumsi kafein memberikan efek positif yang signifikan terhadap prestasi

kognitif golongan berusia lanjut berdasarkan tes-tes kognitif yang dilakukan. Bila prestasi

mental menurun karena faktor tua, alkohol atau keletihan, kafein memberikan efek yang

lebih kuat melalui pelepasan neurotransmitter di jalur kolinergik sistem saraf pusat,

sehingga prestasi mental dapat meningkat (Johnson-Kozlow et al, 2002). Namun dalam

penelitian ini, responden yang dipilih adalah dari golongan muda yang berusia antara 19

sampai 22 tahun yang mempunyai fungsi kognitif yang optimum. Terdapat saran bahwa

efek cognitive enhancement sangat terbatas pada golongan muda karena kondisi mental

yang sudah sedia optimum menyisakan sedikit ruang untuk perbaikan. Responden yang

dipilih adalah mahasiswa IPDA yang mempunyai tingkat edukasi yang setaraf sehingga

faktor variasi kecerdasan individu diharapkan tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil

penelitian.

Test yang digunakan dalam penelitian ini adalah mental serial subtraction di mana

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

responden harus mengurangi nomor dua angka dari nomor empat angka secara mental.

Biarpun aspek kognitif utama yang diuji oleh tes ini adalah aspek perhitungan aritmetik,

namun tes ini juga mencakupi dimensi kognitif yang lain seperti memori kerja,

perhatian, visualisasi dan kewaspadaan sehingga dapat digunakan untuk menganalisis

fungsi kognitif responden secara umum.

Selain itu, dosis kafein dalam penelitian ini tidak diukur secara langsung di laboratorium.

Sebaliknya, peneliti menggunakan minuman kopi merek NESCAFÉ® Classic dan

NESCAFÉ® Decaf yang tidak menyatakan dosis kafein pada labelnya. Namun

berdasarkan International Coffee Organization di Inggris, rentang kafein adalah 40

sampai 180 mg per 150 ml untuk kopi berkafein dan kopi decaffeinated mempunyai kira-

kira 3 mg per 150 ml. Peneliti mengassumsi minuman kopi yang digunakan mengandung

dosis kafein seperti yang dinyatakan di atas. Selain itu, peneliti juga mengassumsi bahwa

semua responden berpuasa dari mengonsumsi semua sumber kafein 24 jam sebelum

tanggal penelitian karena kadar kafein dalam darah atau saliva responden tidak diukur.

Sebelum diberikan kopi, kelompok kontrol mencapai hasil yang lebih baik pada

mental serial subtraction berdasarkan rerata persentase skor yang lebih tinggi yaitu

82,2% (SD 20,2) berbanding kelompok kafein; 74,9% (SD 21,5). Perbedaan kinerja mental

antar kelompok sebelum diberikan kopi adalah tidak bermakna dengan nilai p= 0,196.

Namun demikian, bila diteliti total jawaban dan jawaban benar pada kedua-dua

kelompok di Tabel 4.4 dan Tabel 5.5, ternyata perbedaan antar kelompok adalah

signifikan untuk kecepatan mental (p=0,004) dan ketepatan mental (p=0,008). Hal ini

membuktikan bahwa fungsi kognitif kelompok kontrol adalah lebih baik berbanding

kelompok kafein karena mereka dapat melakukan lebih banyak perhitungan dalam

waktu 10 menit dan menghasilkan lebih banyak jawaban yang benar.

Sesudah diberikan minuman kopi, ternyata kelompok kafein mengalami

peningkatan kecepatan mental (p<0,000), ketepatan mental (p<0,000) dan kinerja

mental (p<0,002) yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kafein dapat

meningkatkan prestasi mental dalam melakukan perhitungan. Namun demikian,

pemberian kopi decaffeinated turut memberikan dampak positif terhadap kelompok

kontrol. Terjadi peningkatan kecepatan mental (p<0,000), ketepatan mental (p<0,000)

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

dan kinerja mental (p< 0,017) yang signifikan dalam kelompok kontrol meskipun tidak

mengonsumsi kafein.

Hal ini menimbulkan persoalan apakah selain zat kafein, terdapat faktor lain yang

mempengaruhi hasil penelitian ini dengan bermakna? Penjelasan yang mungkin adalah

terjadinya efek testing bias yang sulit dihindarkan dalam desain penelitian ini, di mana

pajanan terhadap tes yang pertama menyebabkan hasil yang lebih baik pada tes yang

kedua. Selain itu, hasil mungkin dipengaruhi oleh peningkatan kadar glukosa otak

sesudah sarapan karena semua responden telah diberikan sarapan berupa nasi lemak

beberapa menit sebelum tes yang pertama dijalankan. Pada tes yang kedua, kedua-dua

kelompok memperoleh manfaat kognitif dari suplai glukosa yang mencukupi ke otak.

Selanjutnya, terdapat kemungkinan bahwa responden tidak mematuhi prosedur

penelitian dengan mengambil zat kafein sebelum tanggal eksperimen. Hal ini tidak

terdeteksi karena peneliti tidak mengukur kadar kafein dalam darah atau saliva

respoden sebelum melakukan eksperimen.

Terdapat faktor yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti seperti faktor motivasi

responden dalam melakukan perhitungan dan faktor kecerdasan individu. Dalam

penelitian ini, terdapat kemungkinan respoden kelompok kontrol adalah lebih pintar

berbanding kelompok kafein, justeru lebih bermotivasi dalam melakukan perhitungan.

Seperti yang telah dinyatakan, hal ini didasarkan pada hasil ujian pretes di mana

kelompok kontrol mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik dari kelompok kafein.

Maka, kelompok kontrol mungkin dapat mencapai hasil yang lebih baik pada tes mental

serial subtraction karena fungsi kognitif mereka yang sudah sedia bagus.

Walaupun kecepatan dan ketepatan mental kelompok kontrol meningkat dengan

lebih signifikan dari kelompok kafein, peningkatan kinerja mental adalah lebih signifikan

pada kelompok kafein (p<0,002) berbanding kelompok kontrol (p<0,017). Hal ini

menunjukkan pemberian zat kafein mungkin memberikan efek positif terhadap

kemampuan responden untuk berpikir dengan lebih cepat dan tepat.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Penelitian sebelumnya untuk mengkaji efek kafein terhadap fungsi kognitif telah

memperoleh hasil yang tidak konsisten. Lorraine et al (2009), telah mendapatkan hasil

bahwa efek stimulan kafein dengan dosis 250 mg tidak cukup besar untuk meningkatkan

performa mental pada tes working memory n-back. Selain itu, Koppelstaettet et al

(2008), telah menyimpulkan bahwa kafein dengan dosis sebanyak 100 mg tidak

meningkatkan performa kognitif dengan bermakna walaupun dapat mengaktifkan region

korteks otak pada gambaran Magnetic Imaging Resonance (MRI). Penelitian lain malah

mendapatkan hasil yang positif seperti yang dilakukan oleh Riedel et al (1995), yang

menunjukkan bahwa supplemen kafein 250 mg dapat meningkatkan prestasi pada tugas

belajar kata.

Institute of Medicine Food and Nutrition Board Committee on Military Nutrition

Research (2001) pula telah menyimpulkan bahwa konsumsi kafein pada dosis 150 mg

dapat meningkatkan prestasi kognitif . Penelitian yang lain mengasosiasikan konsumsi

kafein dengan meningkatnya keterjagaan, perhatian, mood, dan konsentrasi yang dinilai

secara subyektif (Lieberman et al, 1987; Peeling & Dawson, 2007).

Hasil yang tidak konsisten ini mungkin terjadi karena kesukaran untuk menganalis

fungsi kognitif dengan spesifik dan standar. Fungsi kognitif merupakan suatu proses yang

kompleks dan tidak ada satu tes mental yang dapat mencakup kesemua aspek kognitif

yang ada. Di samping itu, sulit untuk menentukan fungsi kognitif individu dengan tepat

karena variasi individu seperti tingkat edukasi, demografi, dan status social. Selain itu,

mekanisme kafein dalam mempengaruhi proses mental juga masih kurang jelas seperti

seberapa besarkah dosis yang diperlukan, cara pemberian dan lain-lain. Oleh itu, lebih

banyak penelitian terkontrol yang diperlukan untuk mamahami pengaruh kafein

terhadap fungsi kognitif.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil empiris yang didapatkan dari studi ini, disimpulkan kafein memberikan

pengaruh positif terhadap fungsi kognitif mahasiswa. Hal ini berdasarkan adanya

peningkatan yang bermakna pada aspek “kecepatan mental” (p<0,000), “ketepatan

mental” (p<0,000), dan “kinerja mental” (p<0,002) kelompok kafein. Meskipun

demikian, hasil yang positif turut diperoleh pada kelompok kontrol. Oleh sebab itu, tidak

dapat dibuktikan sepenuhnya bahwa zat kafein merupakan satu-satunya faktor yang

mempengaruhi fungsi kognitif responden dalam studi ini.

6.2. SARAN

Kopi merupakan minuman yang popular sekali dalam masyarakat dan semestinya

memerlukan investigasi dan penelitian yang mendalam untuk mengkaji manfaatnya.

Masukan untuk penelitian berikutnya adalah agar membuat penelitian dengan skala

yang lebih besar untuk mengkonfirmasi efektivitas kafein terhadap fungsi kognitif.

Jumlah sampel yang lebih besar digunakan dan penelitian dilakukan pada tingkat edukasi

berbeda seperti pada sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah tinggi. Tingkat

kepintaran pelajar dipisahkan berdasarkan indeks prestasi akademik.

Seterusnya, efek kafein terhadap jenis kelamin yang berlainan turut dikaji. Penelitian

seterusnya juga dapat dilakukan pada responden dari kota dan desa untuk

membandingkan efek kafein pada demografi yang berbeda.

Selain itu, peneliti yag lain dapat menggunakan desain penelitian yang sama tetapi

memanipulasi dosis kafein yang digunakan seprti dosis rendah, sedang dan tinggi untuk

mengetahui dosis optimal kafein yang diperlukan

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Di samping itu, diperlukan tes kognitif yang lebih banyak dan spesifik terhadap setiap

aspek dari fungsi kognitif seperti memori, perhitungan, visualisasi, bahasa dan

sebagainya.

Masukan untuk mahasiswa adalah dapat mempertimbangkan konsumsi kafein

dalam usaha meningkatkan kualitas belajar. Kafein dapat membantu meningkatkan

konsentrasi dan meningkatkan performa mental yang bermanfaat pada waktu ujian.

Selain itu, masyarakat secara umumnya dapat mengonsumsi kafein untuk memperoleh

manfaat kognitif. Namun begitu, kafein harus dikonsumsi dengan bijaksana karena dapat

menimbulkan efek yang negatif jika diambil secara berlebihan.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara