CHA all fix

71
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus. Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak (Yuwono, 2008). Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian anak dan juga penyebab kematian pada banyak kaum lanjut usia di dunia. World Health organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 – 2,2 juta, dan sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Meskipun sudah dilakukan berbagai upaya untuk penanggulangan penumonia, tetapi kasus pneumonia masih tetap tinggi. Menurut WHO, angka kematian balita di atas 15 per 1000 balita (di Indonesia : 81 per 1000 kelahiran hidup). Proporsi kematian balita akibat pneumonia lebih dari 20% (di Indonesia 30%) angka kematian pneumonia balita di atas 4 per 1000 1

Transcript of CHA all fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan

proses infeksi akut pada bronkus. Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan

napas sesak, karena paru meradang secara mendadak (Yuwono, 2008).

Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian anak

dan juga penyebab kematian pada banyak kaum lanjut usia di dunia. World

Health organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita

akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 – 2,2

juta, dan sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama

Afrika dan Asia Tenggara.

Meskipun sudah dilakukan berbagai upaya untuk penanggulangan

penumonia, tetapi kasus pneumonia masih tetap tinggi. Menurut WHO, angka

kematian balita di atas 15 per 1000 balita (di Indonesia : 81 per 1000 kelahiran

hidup). Proporsi kematian balita akibat pneumonia lebih dari 20% (di

Indonesia 30%) angka kematian pneumonia balita di atas 4 per 1000 kelahiran

hidup (di Indonesia diperkirakan masih di atas 4 per 1000 kelahiran hidup).

Menurut Riskesdas 2007, urutan penyakit menular penyebab kematian pada

balita yaitu diare (25,2%), pneumonia (15,5%) infeksi saluran enterokolitis

(10,7%), meningitis (8,8%), serta DBD (6,8%) (Kemenkes, 2010)

Angka kejadian pneumonia di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan

tahun 2006 mengalami penurunan. Kasus pneumonia pada tahun 2004

sebanyak 293.184 kasus dengan kasus Angka Insiden (AI) 13,7; tahun 2005

sebanyak 193.689 kasus dengan AI 8,95;dan pada tahun 2006 sebanyak

146.437 kasus dengan AI 6,7 (Yuwono, 2008)

1

Di Provinsi Jawa Tengah, sebesar 80% - 90% dari seluruh kasus

kematian ISPA disebabkan pneumonia. Angka kejadian pneumonia balita di

Jawa Tengah pada tahun 2004 sebanyak 424 dengan AI 0,13, tahun 2005

sebanyak 1.093 dengan AI 0,33, dan tahun 2006 sebanyak 3.624 dengan AI

11,0 (Yuwono, 2008).

Di kecamatan Wangon, Banyumas, angka kasus pneumonia pada bayi

dan balita pada tahun 2011 mencapai 430 kasus dari jumlah populasi bayi dan

balita pada saat itu sebesar 4303 jiwa. Angka cakupan penanganan pneumonia

pada bayi dan balita di wilayah kerja puskesmas I Wangon sebesar 56%.

Renstra Kemenkes RI tahun 2010-2014 mencanangkan angka cakupan

penanganan pneumonia harus 100% (Kemenkes, 2010). Angka cakupan

penanganan kasus pneumonia di wilayah kerja puskesmas I Wangon masih

belum mencapai target. Oleh karena itu, perlu adanya upaya promosi

kesehatan yang bersifat preventif bagi warga kecamatan Wangon.

Sebelum melakukan upaya promosi kesehatan, perlu ada penelitian

terlebih dahulu mengenai faktor risiko terjadinya kasus pneumonia pada bayi

dan balita agar upaya promotif yang dilakukan oleh pihak puskesmas tepat

mengenai sasaran. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai

faktor risiko pneumonia bayi dan balita khususnya dari aspek lingkungan dan

komunitas.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui efek lingkungan rumah dengan kejadian pneumonia pada

bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui angka kejadian pneumonia pada balita di kecamatan

Wangon.

b. Mengetahui efek lingkungan rumah terhadap kejadian pneumonia pada

bayi dan balita di kecamatan Wangon.

2

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit pneumonia

pada balita dan fakto risikonya.

b. Menambah ilmu dan wawasan pengetahuan di bidang kesehatan dalam

hal pencegahan dan penanggulangan penyakit pneumonia pada balita.

2. Manfaat Praktis

Sebagai sumber informasi untuk melakukan tindakan promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan angka

kejadian pneumonia pada balita bagi warga kecamatan Wangon.

3

BAB II

ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum

Puskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian dari wilayah kabupaten

Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2. Wilayah kerja

Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, dengan desa yang memliki

wilayah paling luas adalah Randegan dengan luas 10,4 km2, dan yang

tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.

Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :

a. Utara : Wilayah Puskesmas II Wangon

b. Selatan : Wilayah Kabupaten Cilacap

c. Timur : Wilayah Puskesmas Jatilawang

d. Barat : Wilayah Puskesmas Lumbir

Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci sebagai

berikut :

a. Tanah Sawah : 8.625,00 Ha

b. Tanah Pekarangan : 57,16 Ha

c. Tanah Tegalan : 1.889,79 Ha

d. Tanah Hutan Negara : 209,00 Ha

e. Tanah Perkebunan Rakyat: 85,00 Ha

f. Lain-lain : 241,00 Ha

B. Keadaan Demografi

1. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data dari kecamatan dan desa, untuk wilayah Puskesmas I

Wangon jumlah penduduk sampai dengan akhir tahun 2011 adalah

55.232 jiwa yang terdiri dari 26.769 jiwa laki-laki dan 28.463 jiwa

perempuan dan 16.508 KK. Jumlah penduduk terbanyak adalah Desa

Klapagading Kulon sebanyak 11.153 jiwa, sedangkan yang terendah

adalah Desa Banteran dengan 4.275 jiwa.

4

2. Kepadatan Penduduk

Penduduk di wilayah puskesmas I Wangon penyebarannya tidak

merata terbukti dengan adanya Jumlah Penduduk yang tinggi dan

rendah. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon

adalah 1.398 jiwa/km2, dengan desa terpadat adalah Klapagading

Kulon dengan kepadatan 3.014 jiwa/km2 sedangkan desa dengan

kepadatan penduduk terendah adalah Randegan dengan 682 jiwa/km2.

C. Situasi Derajat Kesehatan

1. Mortalitas

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat

dari kejadian kematian di masyarakat. Disamping itu kejadian

kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian

keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan

kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung

dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan

tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode

tahun 2011 akan diuraikan di bawah ini.

1.1 Angka Kematian Bayi

Tahun 2011 terdapat 5 kasus kematian bayi dari 955 kelahiran

hidup. Jika dikonversi maka AKB di Puskesmas I Wangon adalah

5,2 per 1000 kelahiran hidup. Dibanding tahun sebelumnya jumlah

kematian bayi tahun ini menurun. Pada tahun 2010 terdapat 15

kasus kematian bayi dari 980 kelahiran hidup (AKB 15,3 per 1000

kelahiran hidup). Jika dibandingkan dengan indikator Indonesia

Sehat 2010, AKB di puskesmas I Wangon masih lebih rendah,

begitu juga dibandingkan cakupan MDG’s ke-4 tahun 2015 (IIS =

40 per 1000 kelahiran hidup, MDG’s 2015 = 17 per 1000 kelahiran

hidup).

1.2 Angka Kematian Ibu

Puskesmas I Wangon berusaha menekan angka kematian ibu

serendah mungkin. Tahun 2011 terdapat 1 kasus kematian ibu dari

5

955 kelahiran hidup, yang terjadi pada masa nifas. Terjadi

kenaikan kejadian dibandingkan tahun 2010, karena tahun 2010

tidak ada kasus kematian ibu.

1.3 Angka Kematian Balita

Jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon sebanyak

4303 balita, dimana terdapat 4 kasus kematian balita.

Dibandingkan tahun sebelumnya terdapat kenaikan kejadian

kematian balita.

1.4 Angka Kecelakaan

Selama tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon terjadi

sebanyak 599 kejadian kecelakaan. Dari peristiwa itu korban yang

meninggal dunia sebanyak 15 orang, sementara korban luka berat

sebanyak 181 orang dan lika ringan sebanyak 613 orang.

2. Morbiditas

2.1 Penyakit Malaria

Selama tahun 2011 di Puskesmas 1 Wangon tidak dijumpai kasus

malaria, hal ini sama dengan tahun lalu juga tidak terdapat kasus

malaria.

2.2 TB Paru

Jumlah kasus TB paru klinis tahun 2011 di Puskesmas 1 Wangon

sebanyak 296 kasus, sebanyak 21 kasus baru BTA (+), sementara

pada tahun sebelumnya didapatkan 11 kasus TB paru positif atau

ditemukan peningkatan sebanyak 6 kasus TB paru (+). Jumlah ini

tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena masih ada

penderita TB yang berobat ke Praktek pribadi dokter dan tidak

terpantau oleh puskesmas.

2.3 HIV

Selama tahun 2011 didapatkan 1 kasus HIV/AIDS di wilayah

Puskesmas 1 Wangon.

2.4 AFP/ Acute Flaccid Paralysis

Selama tahun 2011 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah

Puskesmas 1 Wangon.

6

2.5 Demam Berdarah Dengue

Selama tahun 2011 didapatkan 10 kasus DBD di wilayah

Puskesmas 1 Wangon. Dari jumlah kasus itu tidak ada penderita

yang meninggal, semua dapat ditangani dengan baik di Puskesmas

maupun dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Masyarakat kecamatan

Wangon turut berperan aktif dalam program kegiatan PSN untuk

mencegah terjadinya DBD.

2.6 Diare

Selama tahun 2011 terdapat 552 kasus Diare, dengan angka

kejadian tertinggi pada warga Wangon sebanyak 231 kasus. Tidak

dijumpai penderita yang meninggal akibat diare.

2.7 Pneumonia Balita

Selama tahun 2011 di Puskesmas I Wangon ditemukan sebanyak

241 kasus pneumonia dari perkiraan sebanyak 430 kasus (56%).

D. Status Gizi

Total jumlah balita sebanyak 4.303 anak, dirinci sebagai berikut :

1. Balita yang ditimbang : 3.197 anak

2. Berat Badan Naik : 2.294 anak

3. Bawah Garis Merah : 42 anak

4. Gizi Buruk : 1 anak, yaitu di Randegan

Seluruh daerah bebas rawan gizi di kecamatan Wangon.

1. ASI ekslusif

Dari total jumlah bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon

sebanyak 950 anak, yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan sebanyak

170 anak atau sekitar 17,9%. Hal ini mengindikasikan pentingnya

edukasi kepada warga masyarakat tentang ASI eksklusif agar

digalakkan.

7

BAB III

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan

Masalah merupakan sesuatu yang terjadi karena adanya kesenjangan

antara harapan dan kenyataan. Masalah dapat diidentifikasi dengan

memperhatikan target pencapaian dengan keadaan yang terjadi saat ini. Untuk

memutuskan adanya masalah terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Adanya kesenjangan

2. Adanya rasa tidak puas

3. Adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas I

Wangon mengidentifikasi permasalahan di wilayah kerja Puskesmas I

wangon.

Tabel 3.1. 10 Besar Permasalahan pada Puskesmas I Wangon

No Permasalahan Target Pencapaian Kesenjangan1 Diare 100% 56,7% 43,3%2 Promosi ASI Eksklusif 80 % 50 % 30%3 Kesehatan Lingkungan Rumah

Sehat Perkotaan85% 55% 30%

4 ISPA 100% 75% 25%5 Kesehatan Lingkungan Institusi 80% 55% 25%6 Promosi Pencegahan NAPZA 30% 8% 22%7 Ibu Hamil Yang Mendapat

Tablet Fe90% 70% 20%

8 Rumah Sehat Pedesaan 65% 45% 20%9 Sanitasi Tempat Umum 80% 60% 20%10 Keluarga Sadar Gizi 80% 65% 15%

B. Penentuan Prioritas Masalah

Penentuan prioritas masalah di Puskesmas I Wangon dilakukan

menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Kriteria yang digunakan dalam

penetapan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon kuantitatif

diantaranya:

1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah

2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah

8

3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan

4. Kelompok kriteria D : faktor PEARL (Property, Economic,

Acceptability, Resources availability, and Legality).

Perincian penentuan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon

Kuantitatif dari masing – masing kriteria adalah sebagai berikut:

1. Kriteria A

Kriteria A digunakan untuk menentukan besarnya masalah dan

diukur dari jumlah penduduk yang terkena efek langsung.

Tabel 3.2. Nilai Kriteria A metode Hanlon Kuantitatif

Permasalahan

Besarnya Masalah Berdasar Presentase

Nilai0-20%(1)

21-40%(2)

41-60%(3)

61-80%(4)

81-100%(5)

Diare x 1Promosi ASI Eksklusif x 1Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan

x 1

ISPA x 1Kesehatan Lingkungan Institusi

x 1

Promosi Pencegahan NAPZA

x 1

Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe

x 1

Rumah Sehat Pedesaan x 1Sanitasi Tempat Umum x 1Keluarga Sadar Gizi x 1

2. Kriteria B

Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor

yang digunakan adalah 1 untuk yang paling ringan sampai skor 5 untuk

masalah yang paling gawat. Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai

kriteria B untuk masing-masing masalah kesehatan.

a. Kriteria B (kegawatan masalah)

Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematian)

1. Tidak gawat

2. Kurang gawat

3. Cukup gawat9

4. Gawat

5. Sangat gawat

Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat

menyebabkan kematian)

1. Tidak urgen

2. Kurang urgen

3. Cukup urgen

4. Urgen

5. Sangat urgen

Biaya: (biaya penanggulangan)

1. Sangat murah

2. Murah

3. Cukup mahal

4. Mahal

5. Sangat mahal

Tabel 3.3. Nilai Kriteria B metode Hanlon Kuantitatif

Masalah Kesehatan Keganasan TingkatUrgensi

Biaya yangDikeluarkan

Nilai

Diare 4 5 4 4,3Promosi ASI Eksklusif 3 3 4 3,3Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan

3 3 2 2,6

ISPA 4 3 4 3,6Kesehatan Lingkungan Institusi

3 3 2 2,6

Promosi Pencegahan NAPZA 2 3 2 2,3Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe

4 3 3 3,3

Rumah Sehat Pedesaan 3 3 2 2,6Sanitasi Tempat Umum 3 3 3 3Keluarga Sadar Gizi 4 3 3 3,3

10

3. Kriteria C

Kriteria C digunakan untuk menilai kemudahan dalam

penanggulangan masalah, maka dinilai apakan sumber daya dan teknologi

yang ada dapat menyelesaikan masalah. Skor yang digunakan dari skala 1

sampai 5. Semakin sulit penanggulangan, skor yang diberikan semakin

kecil, yaitu :

1. Sangat sulit ditanggulangi

2. Sulit ditanggulangi

3. Cukup bisa ditanggulangi

4. Mudah ditanggulangi

5. Sangat mudah ditanggulangi

Tabel 3.4. Nilai Kriteria C metode Hanlon Kuantitatif

Masalah Kesehatan H S Y I Jml NDiare 5 5 5 4 19 4,75Promosi ASI Eksklusif 4 4 4 4 16 4Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan

3 3 4 3 13 3,25

ISPA 4 4 5 4 17 4,25Kesehatan Lingkungan Institusi

3 3 4 3 13 3,25

Promosi Pencegahan NAPZA

3 3 3 3 12 3

Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe

4 4 3 5 16 4

Rumah Sehat Pedesaan 3 3 4 3 13 3,25Sanitasi Tempat Umum 4 4 3 3 14 3,5Keluarga Sadar Gizi 4 4 3 4 15 3,75

Keterangan H: Hanif , S: Sabrina, Y: Yulinda, I: Idayu, Jml: Jumlah, N:

Nilai rata rata

4. Kriteria D (Faktor PEARL)

Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan

dapat tidaknya suatu program dilaksanakan. Faktor – faktor tersebut

adalah:

A. Kesesuaian (Propriety)

B. Murah (Economic)

11

C. Dapat diterima (Acceptability)

D. Tersedianya sumber daya (Resources Availability)

E. Legalitas terjamin (Legality)

Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai PEARL untuk masing-

masing permasalahan kesehatan adalah:

Tabel 3.5. Nilai Kriteria D metode Hanlon Kuantitatif

Masalah Kesehatan P E A R L Hasil Perkalian

Diare 1 1 1 1 1 1Promosi ASI Eksklusif 1 1 1 1 1 1Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan

1 0 1 1 1 0

ISPA 1 1 1 1 1 1Kesehatan Lingkungan Institusi 1 0 1 1 1 0Promosi Pencegahan NAPZA 1 1 1 1 1 1Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe

1 1 1 1 1 1

Rumah Sehat Pedesaan 1 0 1 1 1 0Sanitasi Tempat Umum 1 0 1 1 1 0Keluarga Sadar Gizi 1 1 1 1 1 1

5. Penetapan nilai

Setelah kriteria kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai

tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :

Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A + B) C

Nilai Prioritas Total (NPT) = (A + B) C x D

12

Tabel 3.6. Nilai Prioritas Dasar (NPD) dan Nilai Prioritas Total (NPT)

Masalah Kesehatan A B C NPD D NPT PrioritasDiare 1 4,3 4,75 25,18 1 25,18 1Promosi ASI Eksklusif 1 3,3 4,0 17,2 1 17,2 3Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan

1 2,6 3,25 11,7 0 0 7

ISPA 1 3,6 4,25 19,55 1 19,55 2Kesehatan Lingkungan Institusi

1 2,6 3,25 11,7 0 0 8

Promosi Pencegahan NAPZA

1 2,3 3,0 9,9 1 9,9 6

Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe

1 3,3 4,0 17,2 1 17,2 4

Rumah Sehat Pedesaan 1 2,6 3,25 11,7 0 0 9Sanitasi Tempat Umum 1 3,0 3,5 14,0 0 0 10Keluarga Sadar Gizi 1 3,3 3,75 16,13 1 16,13 5

Berdasarkan hasil pemilihan prioritas masalah dengan

menggunakan metode Hanlon Kuantitatif didapatkan permasalahan Diare

dan ISPA menempati priorotas masalah 1 dan 2. Kelompok ini akan

membahas permasalahan Diare dan ISPA. Karena pneumonia termasuk

dalam ISPA dan cakupan pneumonia pada Puskesmas I Wangon masih

kurang, maka kami memilih permasalahan pneumonia yang kami angkat.

13

BAB IV

KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

A. Tinjauan Pustaka

Pneumonia

1. Definisi Pneumonia

ISPA secara otomatis mencakup saluran pernapasan bagian atas dan

saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ

adneksa saluran pernapasan. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung

sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan

proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan

dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Silalahi,

2004).

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-

paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan

dengan proses infeksi akut pada bronkus (bronkopneumonia). Gejala

penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang

secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak

60 kali permenit pada anak usia < 2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada

anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih

pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun (Kartasasmita, 2002).

2. Klasifikasi dan Diagnosis dalam Penanggulangan Pneumonia

1. Klasifikasi pneumonia dan bukan pneumonia

Dalam penentuan klasifikasi penyakit pneumonia dibedakan atas 2

kelompok, yaitu:

1) Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas :

pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia.

2) Kelompok umur <2 bulan, klasifikasi dibagi atas : pneumonia

berat dan bukan pneumonia (Depkes RI, 2002).

14

2. Diagnosis

Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara

menunjukkan bahwa Streptococcus pnemoniae dan Hemophylus

influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian

tentang etiologi di negara berkembang. Jenis bakteri ini ditemukan

pada dua per tiga dari hasil isolasi yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1%

hasil isolasi spesimen darah. Sedangkan di negara maju dewasa ini

pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (Depkes RI,

1996 dan Dinas Cipta Karya, 1985).

Menurut WHO (1999), klasifikasi pnemonia adalah penderita

dengan gejala batuk atau sukar bernafas dengan tanda-tanda nafas

cepat. Untuk anak umur 1-5 tahun, dikatakan mempunyai nafas cepat

apabila frekuensi nafasnya lebih dari 40 kali per menit. Gejala umum

pnemonia adalah batuk atau sukar bernafas dan beberapa tanda bahaya

umum atau tarikan dinding dada kedalam atau stridor pada anak dalam

keadaan tenang. Diagnosis pneunonia didapatkan dari anamnesis,

gejala klinis, pemeriksaan fisik, foto thoraks dan laboratorium

(Priyanti, 2001).

Diagnosis pneumonia terutama didasarkan pada gejala klinis

berupa batuk, kesukaran berafas. Gambaran rontgen toraks tidak

menunjukkan kelainan yang jelas pada penderita bronkitis sedang pada

penderita pneumonia atau bronkopneumonia didapatkan gambaran

infiltrat di paru. Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada

adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan

frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas cepat

dilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan dengan

menggunakan sound timer (Silalahi, 2004).

Batas nafas cepat adalah:

1) Pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun frekuensi pernafasan

sebanyak 50 kali per menit atau lebih

15

2) Pada anak usia 1 tahun - < 5 tahun frekuensi pernafasan

sebanyak 40 kali per menit atau lebih 30

3) Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak

60 kali per menit atau lebih (Depkes, RI, 2002).

Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau

kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada

sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan - < 5 tahun. Untuk

kelompok umur kurang 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai

dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60

kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada

dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pneumonia

berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang

disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum (Anonim,

2004).

3. Etiologi Pneumonia

Diagnosis etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditegakkan

karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan

imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan

adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia. Hanya biakan dari spesimen

pungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat

diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pneumonia

(Depkes RI, 2002).

Pemeriksaan spesimen fungsi paru merupakan cara yang sensitif untuk

mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab pneumonia pada balita.

Pungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan

etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian (Depkes RI,

2002).

Penentuan etiologi pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada

hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di

berbagai negara menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae dan

Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada

16

penelitian tentang etiologi di negara berkembang. Jenis-jenis bakteri ini

ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan

69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,

dewasa ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus

(Anonim, 2004).

Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif. Bakteri ini,

yang sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai,

mempunyai simpai polisakarida yang mempermudah penentuan tipe

dengan antiserum spesifik. Organisme ini merupakan flora normal pada

saluran pernapasan bagian atas dan dapat menyebabkan pneumonia,

sinusitis, otitis, bronkitis, bakteremia, meningitis, dan proses infeksi

lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan kira-kira 75% kasus

pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus bakteremia

pneumokokus yang fatal. Pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23

merupakan penyebab yang paling sering (Silalahi, 2004).

Pneumokokus menyebabkan penyakit melalui kemampuannya

berkembang biak dalam jaringan dan menghasilkan toksin. Virulensi

organisme disebabkan oleh fungsi simpainya yang mencegah atau

menghambat penghancuran sel yang bersimpai oleh fagosit. Serum yang

mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik akan melindungi

terhadap infeksi. Bila serum ini diabsorbsi dengan polisakarida tipe

spesifik, serum tersebut akan kehilangan daya pelindungnya (Dewi, 1996).

Pada saat tertentu, 40-70% manusia adalah pembawa pneumokokus

virulen, sehingga selaput mukosa pernapasan normal harus mempunyai

imunitas alami yang kuat terhadap pneumokokus. Infeksi pneumokokus

menyebabkan melimpahnya cairan edema fibrinosa ke dalam alveoli,

diikuti oleh sel-sel darah merah dan leukosit, yang mengakibatkan

konsolidasi beberapa bagian paru-paru (Depkes RI, 2003).

Banyak pneumokokus ditemukan di seluruh eksudat, dan bakteri ini

mencapai aliran darah melalui drainase getah bening paru-paru. Dinding

17

alveoli tetap normal selama infeksi. Selanjutnya, sel-sel mononukleus

secara aktif memfagositosis sisa-sisa, dan fase cair ini lambat-laun

diabsorbsi kembali. Pneumokokus diambil oleh sel fagosit dan dicerna di

dalam sel (Kartasasmita, 2002).

Pneumonia yang disertai bakteremia selalu menyebabkan angka

kematian yang paling tinggi. Pneumonia pneumokokus kira-kira

merupakan 60-80% dari semua kasus pneumonia oleh bakteri. Penyakit ini

adalah endemik dengan jumlah pembawa bakteri yang tinggi. Imunisasi

dengan polisakarida tipe-spesifik dapat memberikan perlindungan 90%

terhadap bakteremia pneumonia(Silalahi, 2004).

Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan tes

pembengkakan simpai menggunakan antiserum spesifik. Kebanyakan

Hemophylus influenzae pada flora normal saluran napas bagian atas tidak

bersimpai. Pneumonitis akibat Hemophylus influenzae dapat terjadi setelah

infeksi saluran pernapasan bagian atas pada anak-anak kecil dan pada

orang tua atau orang yang lemah. Orang dewasa dapat menderita bronkitis

atau pneumonia akibat influenza (Priyanti, 2001).

Hemophylus influenzae tidak menghasilkan eksotoksin. Organisme

yang tidak bersimpai adalah anggota tetap flora normal saluran napas

manusia. Simpai bersifat antifagositik bila tidak ada antibodi antisimpai

khusus. Bentuk Hemophylus influenzae yang bersimpai, khususnya tipe b,

menyebabkan infeksi pernapasan supuratif (sinusitis, laringotrakeitis,

epiglotitis, otitis) dan, pada anak-anak kecil, meningitis (Priyanti, 2001).

Darah dari kebanyakan orang yang berumur lebih dari 3-5 tahun

mempunyai daya bakterisidal kuat terhadap Hemophylus influenzae, dan

infeksi klinik lebih jarang terjadi. Hemophylus influenzae tipe b masuk

melalui saluran pernapasan. Tipe lain jarang menimbulkan penyakit.

Mungkin terjadi perluasan lokal yang mengenai sinus-sinus atau telinga

tengah. Hemophylus influenzae tipe b dan pneumokokus merupakan dua

18

bakteri penyebab paling sering pada otitis media bakterial dan sinusitis

akut (Silalahi, 2004).

4. Faktor Risiko

Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor risiko yang

meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar

faktor risiko tersebut adalah seperti berikut :

a. Faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia

Umur < 2 bulan - Laki-laki

Gizi kurang

Berat badan lahir rendah

Tidak mendapat ASI memadai

Polusi udara

Menempatkan kandang ternak dalam rumah

Kepadatan tempat tinggal Imunisasi yang tidak memadai

Defisiensi Vitamin A

b. Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia

Umur < 2 bulan

Tingkat sosio ekonomi rendah

Gizi kurang

Berat badan lahir rendah

Tingkat pendidikan ibu yang rendah

Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah

Kepadatan tempat tinggal

Imunisasi yang tidak memadai

Menderita penyakit kronis (Depkes RI, 1996).

3. Pencegahan

Pencegahan penyakit pneumonia dapat dilakukan dengan cara:

a. Pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai

b. Perilaku hidup bersih dan sehat

c. Peningkatan gizi balita (Depkes RI, 2002).

4. Deteksi Dini oleh Masyarakat / Kader

19

Bila kader/masyarakat menemukan balita dalam keadaan batuk, sukar

bernafas segera dibawa ke Puskesmas/UPK terdekat untuk mendapatkan

pengobatan (Said, 2006).

Rumah Sehat

1. Pengertian

Rumah adalah tempat untuk berlindung dari pengaruh keadaan alam

sekitarnya (misalnya ; hujan; matahari dan lain-lain) serta merupakan

tempat untuk beristirahat setelah bertugas memenuhi kebutuhan sehari-

hari (Depkes RI, 2001).

Menurut penulisan Aswar, dalam buku Pengawasan Penyehatan

Lingkungan Pemukiman oleh Djasio Sanropie, rumah bagi manusia

mempunyai arti :

a. Tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat

melaksanakan kewajiban sehari-hari.

b. Tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa

kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.

c. Tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.

d. Lambang status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan sampai saat

ini.

e. Tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang yang

dimiliki yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan

(Djasio, 1985).

2. Rumah Sehat dan Persyaratannya

Rumah disamping merupakan lingkungan fisik manusia sebagai

tempat tinggal, juga dapat merupakan tempat yang menyebabkan penyakit.

Kematian dan kesakitan paling tinggi terjadi pada orang-orang yang

menempati rumah yang tidak memenuhi syarat dan terletak pada tempat

yang tidak sanitar. Bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan

rendah demikian sebaliknya. Oleh karena itu kondisi lingkungan

pemukiman harus mampu mendukung tingkat kesehatan penghuninya

(Indah, 1991).

20

Rumah yang sehat menurut Winslow dan APHA harus memenuhi

beberapa persyaratan antara lain :

a. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

1) Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam maupun buatan.

Pencahayaan yang memenuhi syarat sebesar 60 – 120 lux. Luas

jendela yang baik minimal 10 % - 20 % dari luas lantai.

2) Ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara dalam ruangan

Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi syarat adalah

bertemperatur ruangan sebesar 180 – 300 C dengan kelembaban

udara sebesar 40% - 70%. Ukuran ventilasi yang memenuhi syarat

yaitu 10% luas lantai. Ventilasi alami adalah penggantian udara

secara alami (tidak melibatkan peralatan mekanis, seperti AC).

Ventilasi alami menawarkan ventilasi yang sehat, nyaman, dan

tanpa energi tambahan. Sedangkan ukuran jendela yang memenuhi

syarat yaitu 20% luas lantai.

Namun, untuk merancang ventilasi alami perlu dipikirkan

syarat awal, yaitu: (1). Tersedianya udara luar yang sehat (bebas

dari bau, debu dan polutan lain yang menganggu), (2). Suhu udara

luar tidak terlalu tinggi (maksimal 280C), (3). Tidak banyak

bangunan disekitar yang akan menghalangi aliran udara horizontal

(sehingga angin berhembus lancar), dan (4). Lingkungan tidak

bising. Jika syarat awal tidak dipenuhi, maka sebaiknya tidak

dipaksakan memakai ventilasi alami karena justru akan merugikan.

b. Memenuhi Kebutuhan Psikologis

1) Tiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya

(privacy).

2) Memenuhi ruang tempat berkumpul keluarga.

3) Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak terdapat perbedaan

tingkat yang drastis di lingkungannya.

4) Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur

dan jenis kelaminnya. Ukuran tempat tidur anak yang berumur

lebih kurang 5 tahun minimal 4.5 m2 dan yang lebih dari 5 tahun

21

minimal 9 m2. Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah kamar

tidur dibagi jumlah penghuni (sleeping density), yaitu :

- Baik : ≥ 0,7

- Cukup : 0,5 - 0,7

- Kurang : ≤ 0,5.

5) Mempunyai WC dan kamar mandi.

6) Mempunyai halaman yang dapat ditanami pohon.

7) Hewan atau ternak peliharaan kandangnya terpisah dari rumah.

c. Pencegahan Penularan Penyakit

1) Tersedia air minum yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan.

2) Tidak memberi kesempatan nyamuk, lalat, tikus dan binatang lain

bersarang di dalam dan di sekitar rumah.

3) Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah memenuhi syarat

kesehatan.

4) Pembuangan sampah pada tempatnya.

5) Luas kamar tidur minimal 8.5 m2 perorang dan tinggi langit-langit

2.75 m.

6) Tempat masak, menyimpan makanan hendaknya bebas dari

pencemaran atau gangguan binatang serangga atau debu.

d. Pencegahan terjadinya Kecelakaan

1) Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari dalam

ruangan dan menggantinya dengan udara segar.

2) Cukup cahaya dalam ruangan agar tidak terjadi kecelakaan.

3) Jarak antara ujung atap dengan ujung atap tetangga minimal 3 m.

4) Rumah dijauhkan dari pohon besar yang rapuh atau mudah runtuh.

5) Jarak rumah dengan jalan harus mengikuti peraturan garis rooi.

6) Lantai rumah yang selalu basah (kamar mandi, kamar cuci) jangan

sampai licin atau lumutan.

7) Didepan pintu utama harus diberi lantai tambahan minimal 60 cm.

8) Bangunan yang dekat api atau instalasi listrik harus terbuat dari

bahan tahan api.

22

9) Bahan-bahan beracun disimpan rapi, jangan sampai terjangkau

anak-anak.

10) Rumah jauh dari lokasi industri yang mencemari lingkungan.

11) Bebas banjir, angin ribut dan gangguan lainnya (Dinas Pekerjaan

Umum, 2006).

B. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini digunakan sebagai berikut:

Gambar 4.1 Kerangka Teori

A. Kerangka Konsep

Gambar 4.2 Kerangka Konsep

23

Lingkungan Fisik Rumah:

Jenis Lantai Rumah Kondisi Dinding Rumah Luas Ventilasi Rumah Tingkat Kepadatan

Penghuni Jenis bahan bakar yang

digunakan Kebiasaan merokok

Kejadian Pneumonia

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan kejadian pneumonia dan non pneumonia bayi dan

balita dengan lingkungan fisik rumah di wilayah Desa Wangon.

24

BAB V

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

observasional analitik dengan metode case control. Kasus adalah bayi dan

balita yang pernah didiagnosis pneumonia dalam 6 bulan terakhir oleh dokter

Puskesmas I Wangon. Kontrol adalah bayi dan balita yang tidak pernah

didiagnosis menderita pneumonia dalam 6 bulan terakhir.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

1.1 Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah bayi dan balita warga

desa Wangon Kecamatan Wangon di Banyumas.

1.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah bayi dan balita

warga Kecamatan Wangon yang tinggal di wilayah kerja kerja

Puskesmas I Wangon.

2. Sampel panelitian

2.1 Teknik pengambian sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

total sampling.

2.2 Kriteria inklusi dan ekslusi

2.2.1 Kriteria inklusi kasus

a. Usia 0-5 tahun

b. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas I Wangon

c. Pernah didiagnosis pneumonia oleh dokter di Puskesmas I

Wangon dalam 6 bulan terakhir

d. Orang tua pasien bersedia berpartisipasi dalam penelitian

ini dengan mengisi lembar persetujuan mengikuti

penelitian.

25

2.2.2 Kriteria inklusi kontrol

a. Usia 0-5 tahun

b. Bertempat tinggal di sekitar tempat tinggal kasus

c. Tidak pernah didiagnosis pneumonia oleh dokter di

Puskesmas I Wangon dalam 6 bulan terakhir

d. Orang tua pasien bersedia berpartisipasi dalam penelitian

ini dengan mengisi lembar persetujuan mengikuti

penelitian.

2.2.3 Kriteria Ekslusi kasus dan kontrol

a. Rumah pernah direnovasi dalam 6 bulan terakhir

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Terikat

Kejadian pneumonia pada bayi dan balita

2. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah keadaan lingkungan rumah yang meliputi jenis

lantai rumah, dinding rumah, ventilasi rumah, kepadatan penghuni,

kebiasaan merokok anggota keluarga dan bahan bakar yang digunakan

untuk memasak.

D. Definisi Operasional

1. Variabel terikat

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan alveoli

dan telah didiagnosis oleh dokter puskesmas I Wangon sebagai Pneumonia

2. Variabel Bebas

a. Jenis lantai, adalah keadaan lantai rumah yang dibagi menjadi dua

yaitu tanah atau bukan tanah (ubin atau keramik), berskala nominal.

b. Dinding rumah adalah bahan yang dipakai untuk membuat dinding

rumah dan dibagi menjadi dua keadaan yaitu terbuat dari bahan yang

mudah terbakar (kayu, bambu) dan bahan yang tidak mudah terbakar

(batu, semen dan pasir), berskala nominal.

c. Ventilasi rumah adalah pengukuran luas lubang angin dan luas jendela

terhadap rasio luas ventilasi dengan luas lantai diukur pada tempat

26

dimana responden menghabiskan sebagian besar waktunya. Dibagi

menjadi dua, yaitu ventilasi kurang dari 10% luas rumah dan lebih dari

10% luas rumah. Berskala nominal.

d. Kepadatan penghuni adalah hasil perhitungan terhadap rasio luas

ruangan dalam rumah dengan jumlah penghuni diukur pada tempat

dimana responden menghabiskan sebagian besar waktunya. Dibagi

menjadi 2 kelompok, yaitu > 9% dan < 9%, berskala nominal.

e. Kebiasaan merokok anggota keluarga adalah hasil observasi terhadap

kebiasaan merokok anggota keuarga dibagi menjadi dua yaitu merokok

dan tidak merokok, berskala nominal.

f. Bahan bakar yang digunakan untuk memasak adalah hasil observasi

terhadap sumber bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-

hari. Dibagi menjadi dua kelompok yaitu menggunakan bahan bakar

jenis arang atau kayu, dan menggunakan bahan bakar minyak atau gas.

Berskala nominal.

E. Cara Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer berupa faktor risiko yang didapatkan langsung orang tua

responden melalui pengisian kuesioner tertutup yang peneliti berikan.

2. Data skunder

Data sekunder berupa data kejadian pneumonia periode September

2012-Februari 2013 berupa angka prevalensi, identitas pasien dan alamat

pasien. Data sekunder diambil dari daftar register pasien Puskesmas I

Wangon periode September 2012-Februari 2013.

F. Instrumen Pengambilan Data (Kuesioner)

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner berisi pertanyaan tertutup yang diperlukan pada penelitian ini

seputar identitas yang diperlukan dan pertanyaan yang terkait dengan

penelitian.

G. Tata urutan kerja

1. Persiapan penelitian

27

a. Mengumpulkan data pasien IRJA yang diperoleh dari daftar register

pasien periode September 2012-Februari 2013 sebagai data sekunder

b. Mengurus surat ijin penelitian

2. Tahap pelaksanaan

a. Mengunjungi tempat tinggal sampel

b. Melakukan informed consent untuk mengetahui kesediaan sampel

dalam mengikuti penelitian.

c. Melakukan pengisian kuesioner tertutup sebagai data primer yang

diperlukan dengan didampingi peneliti.

H. Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat yang terdapat dalam hipotesis penelitian. Anaisis data

yang digunakan :

1. Analisis Univariat untuk medeskripsikan masing-masing variabel. Hasi

analisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang memuat

mean, median, standart deviasi dan presentase.

2. Analisis bivariat dengan menggunakan chi square test untuk mengetahui

perbedaan efek lingkungan rumah terdapat kejadian pneumonia . Jika

expected count yang < 5 lebih dari 20%, maka dilakukan uji Kolmogorov

Smirnov. Analisis ini menggunakan alat bantu program kompter SPSS 17.

I. Waktu dan Lokasi

Kegiatan dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan lokasi di Desa

Wangon Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas.

28

BAB VI

HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

A. Deskripsi Data Dasar

1. Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif dalam penelitian ini menggambarkan karakteristik

responden penelitian. Responden penelitian berjumlah 32 bayi dan balita

yang terdiri dari 16 kasus dan 16 kontrol yang berdomisili di desa

Wangon, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas. Data responden

diambil melalui kuesioner disertai dengan observasi yang dilakukan oleh

peneliti. Karekteristik responden yang diteliti meliputi usia, status gizi, dan

imunisasi.

Tabel 6.1 Karakteristik Sampel Penelitiaan

NoVariabel

Kasus Kontrol

NPersen

(%)N

Persen (%)

1 Umur (bulan)0-12 bulan 13 81.3 5 31.313-36 bulan 3 18.8 11 68.837-60 bulan 0 0 0 0

2 Status GiziGizi baik 16 100 16 100Gizi buruk 0 0 0 0

3 Imunisasi Lengkap 6 37.5 13 81.3Kurang Lengkap

10 62.5 3 18.8

Total 16 100 16 100

Berdasarkan tabel 6.1, pada kelompok kasus usia 0-12 bulan sebanyak

13 (81,8%), 13-36 bulan sebanyak 3 (18,8%). Pada kelompok kontrol usia

0-12 bulan sebanyak 5 (31,3%), 13-36 bulan sebanyak 11 (68,8%),

sedangkan untuk usia 37-60 bulan sebanyak 0 (0%) pada kedua kelompok.

Pada variabel status gizi, seluruh responden baik dari kelompok kasus

maupun kontrol mempunyai gizi yang baik.

Pada variabel imunisasi, kelompok kasus sebanyak 6 (35,5%) sudah

melakukan imunisasi secara lengkap, sedangkan sebanyak 10 (62,5%)

29

kurang lengkap imunisasinya. Pada kelompok kontrol sebanyak 13

(81,8%) melakukan imunisasi secara lengkap, dan 3 (18,8%) kurang

lengkap imunisasinya.

Tabel 6.2 Karakteristik Variabel

NoVariabel

Kasus Kontrol

NPersen

(%)N

Persen (%)

1 Jenis LantaiTanah 6 37.5 6 37.5

Ubin 10 62.5 10 62.5

2 Dinding RumahMudah terbakar

11 68.8 8 50

Tidak mudah terbakar

5 31.3 8 50

3 PencahayaanBaik 5 31.3 5 31.3Sedang 7 43.8 4 25Kurang 4 25 7 43.8

4 Luas Jendela Rumah< 10% 12 75 12 75≥ 10% 4 25 4 25

5 Frekuensi jendela dibukaSering 5 31.3 8 50Jarang 11 68.8 8 50

6 Kepadatan Penghuni< 9% m2 0 0 0 0≥ 9% m2 16 100 100 100

7 Merokok Ya 12 25 13 81.3Tidak 4 75 3 18.8

8 Jumlah rokok≤ 5 8 50 8 506-9 4 25 3 18.8≥10 4 25 5 31.3

9 Jumlah perokok≤2 16 100 16 87.5>3 0 0 0 12.5

10 Jenis bahan bakarKayu 7 43.8 4 25Minyak 5 31.3 4 25Gas 4 25 8 50Total 16 100 16 100

30

Berdasarkan Tabel 6.2 didapatkan jenis lantai yang paling banyak

ditemukan pada kelompok kasus adalah sebanyak 10 (62,5%) yang

sudah menggunakan ubin. Pada kelompok kontrol juga didapatkan

jumlah yang sama yaitu sebanyak 10 (62,5%) yang sudah

menggunakan ubin.

Pada variabel dinding rumah pada kelompok kasus paling banyak

didapatkan jenis dinding yang mudah terbakar yaitu sebanyak 11

(68,8%). Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan jumlah yang

sama banyak antara dinding rumah yang mudah terbakar dan tidak

mudah terbakar, yaitu sebanyak 8 (50%).

Pada variabel pencahayaan didapatkan sebanyak 7 (43,8%) pada

kelompok kasus dengan interpretasi pencahayaan sedang. Pada

kelompok kontrol yang paling banyak adalah pada interpretasi

pencahayaan kurang, yaitu sebanyak 7 (43,8%).

Pada variabel luas jendela rumah kelompok kasus sebanyak 12

(75%) luas jendelanya < 10%. Hal ini didapatkan pula pada kelompok

kontrol yaitu sebanyak 12 (75%) yang luas jendelanya < 10%.

Frekuensi jendela pada kelompok kasus didapatkan paling banyak

jarang dibuka atau sebanyak 11 (68,8%). Sedangkan pada kelompok

kontrol jumlahnya sama antara sering dibuka dan jarang dibuka yaitu

sebanyak 50 (50%).

Pada variabel kepadatan penghuni baik pada kelompok kasus

maupun kontrol secara keseluruhan kepadatan penduduknya sebesar ≥

9% m2 yaitu sebanyak 16 (100%). Variabel merokok didapatkan yang

merokok pada kelompok kasus sebanyak 12 ( 25%) yang merokok,

sedangkan pada kelompok kontrol paling banyak didapatkan 13

( 81,3%) yang merokok.

Jumlah rokok yang dihabiskan per hari pada kelompok kasus

didapatkan jumlah terbanyak ≤5 sebanyak 8 (50%), dan didapatkan

jumlah yang sama pada kelompok kontrol yaitu sebanyak 8 (50%).

Pada variabel jumlah perokok didapatkan paling banyak pada kategori

31

≤ 2 yaitu sebanyak 16 (100%) pada seluruh kelompok kasus maupun

kontrol.

Jenis bahan bakar yang paling banyak pada kategori kayu yaitu

sebanyak 7 (43,8%) pada kelompok kasus, sedangkan pada kelompok

kontrol paling banyak pada kategori gas yaitu sebanyak 8 (50%).

2. Analisis Bivariat

a. Lantai Rumah

Tabel 6.4 Perbedaan antara Lantai Rumah dengan Kejadian

Pneumonia

Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p

LantaiTanah

6 (37,5%)

6(37,5%)

0,0001,000

Ubin10

(62,5%)10

(62,5%)

Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan lantai

rumah dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 0,000, p =

1,000 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara lantai rumah dengan kejadian

pneumonia.

b. Dinding Rumah

Tabel 6.5 Perbedaan antara Dinding Rumah dengan Kejadian Pneumonia

Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p

Dinding

Mudah terbakar

11(68,8%)

8 (50%)

1,1660,279Tidak

mudah terbakar

5(31,3%)

8(50%)

Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan dinding

rumah dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 1,166, p =

0,279 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

32

perbedaan yang bermakna antara dinding rumah dengan kejadian

pneumonia.

c. Luas Jendela

Tabel 6.6 Perbedaan antara Jendela dengan Kejadian Pneumonia

Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p

Luas Jendela

< 10% 12(75%)

12(75%)

0.0001.000

≥ 10%4

(25%)4

(25%)

Berdasarkan hasil Kolmogorov-Smirnov pada analisis perbedaan

luas jendela rumah dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai p =

1.000 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara luas jendela dengan kejadian

pneumonia.

d. Pencahayaan

Tabel 6.7 Perbedaan antara Pencayahaan dengan Kejadian

Pneumonia

Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p

Pencahayaan

Baik 5(31,3%)

5(31,3%)

1,6360,437

Sedang7

(43,8%)4

(25%)

Kerang 4

(25%7

(43,8%)

Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan

pencahayaan dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 1,636, p

= 0,437 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara pencahayaan dengan kejadian

pneumonia.

33

e. Kepadatan Penghuni

Tabel 6.8 Perbedaan antara Kepadatan Penghuni dengan

Kejadian Pneumonia

Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p

Kepadatan Penghuni

< 9 m2/ orang

0(0%)

0(0%)

--

≥ 9 m2/ orang

16(100%)

16(100%)

Berdasarkan data distribusi frekuensi, variasi data pada variabel

kepadatan penghuni tidak bervariasi atau homogeny. Hal ini

menyebabkan data antara kasus dan kontrol tidak bisa dianalisis.

f. Merokok

Tabel 6.9 Perbedaan antara Merokok dengan Kejadian

Pneumonia

Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p

MerokokYA 12

(25%)13

(81,3%)0,183

0,669TIDAK

5(75%)

3(18,8%)

Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan

merokok dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 0,183, p =

0,669 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara merokok dengan kejadian

pneumonia.

g. Jenis Bahan Bakar

Tabel 6.10 Perbedaan Jenis Bahan Bakar dengan Kejadian

Pneumonia

Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p

Jenis Bahan Kayu 7 4 2,26334

Bakar 0,317Minyak 5 4

Gas 4 8

Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan jenis

bahan bakar dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 2,263, p =

0,317 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara jenis bahan bakar dengan kejadian

pneumonia.

Tabel 6.11 Hasil Uji Chi Square

Variabel X2 p

Jenis Lantai 0,000 1,000

Dinding rumah 1,166 0,279

Luas Jendela 0.000 1.000

Pencahayaan 1,636 0,437

Merokok 0,183 0,669

Jenis Bahan Bakar 2,263 0,317

3. Pengambilan kesimpulan dan penyebab masalah

Data diatas menunjukan bahwa tidak ada perbedaan efek

lingkungan rumah antara balita dengan pneumonia dan balita tidak

pneumonia. Hal seperti ini bisa disebabkan oleh karena banyak factor,

diantaranya adalah asupan gizi, imun, dan factor penularan dari orang

dewasa. Selain itu, besar sampel masih menjadi kendala dari CHA ini.

besar sampel yang kurang bisa mempengaruhi hasil data karena

semakin banyak sampel, maka semakin banyak variasi data. Factor

kelemahan yang lain adalah waktu penelitian yang sempit sehingga

peneliti tidak bisa melakukan proses matching dan lebih

mengutamakan pemenuhan sampel terlebih dahulu.

Penyebab utama masalah yang ada pada CHA ini tidak hanya dari

lingkungan rumah, tetapi bisa dari berbagai macam hal. Sehingga,

diduga adanya factor klinis dan penularan dari orang dewasa atau

penderita lain yang menyebabkan kejadian pneumonia pada balita.

Merujuk hal diatas, maka masalah utama dari kejadian pneumonia

35

belum dapat teridentifikasi namun sebuah upaya promosi kesehatan

tetap perlu dilakukan dan objek promosi kesehatan segala bentuk hal

yang berkaitan tentang pneumonia pada balita baik aspek klinis,

komunitas, lingkungan dan pencegahan serta penanganan pertama

pada pneumonia bayi dan balita.

36

BAB VII

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada sub bab sebelumnya tentang pengaruh

faktor-faktor risiko terhadap kejadian Pneumonia pada balita di Desa

Wangon, maka dapat diketahui bahwa walaupun topic yang diangkat dari

commjnity health analysis ini adalah rumah sehat, perlu dilakukan pula

promosi kesehatan secara menyeluruh dari factor lingkungan maupun

kesehatan dan perilaku masyarakat terkain dengan penyakit pneumonia pada

balita. Melihat analisis data, maka dapat dibuat beberapa alternatif

pemecahan masalah sebagai berikut.

1. Melakukan penyuluhan langsung mengenai Pneumonia pada balita pada

kader dan warga desa Wangon.

2. Pengefektifan kader Puskesmas dalam melaksanakan program

penyuluhan Pneumonia pada balita.

3. Membagikan leaflet tentang Pneumonia pada balita beserta cara

pencegahannya pada warga Desa Wangon.

B. Prioritas pemecahan masalah

Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut tidak semua

dapat dilaksanakan, oleh karena itu harus memperhitungkan berbagai

kemampuan yang meliputi sarana, dana, dan waktu yang terbatas. Untuk itu

perlu dilakukan langkah pemilihan prioritas pemecahan masalah dengan

menggunakan metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu

efektifitas dan efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya

masalah yang dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan

keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang

diperlukan untuk melakukan jalan keluar.

Kriteria efektifitas jalan keluar :

a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :

1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil

37

2. Masalah yang dapat diatasi kecil

3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar

4. Masalah yang dapat diatasi besar

5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar

b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan

selesainya masalah :

1. Sangat tidak langgeng

2. Tidak langgeng

3. Cukup langgeng

4. Langgeng

5. Sangat langgeng

c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan

penyelesaian masalah) :

1. Penyelesaian masalah sangat lambat

2. Penyelesaian masalah lambat

3. Penyelesaian cukup cepat

4. Penyelesaian masalah cepat

5. Penyelesaian masalah sangat cepat

Kriteria efeisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang

dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah (C) :

1. Biaya sangat mahal

2. Biaya mahal

3. Biaya cukup mahal

4. Biaya murah

5. Biaya sangat murah

Prioritas pemecahan masalah pada kasus Pneumonia pada balita pada

warga desa Wangon di wilayah Puskesemas I Wangon Periode 2013

dengan menggunakan metode Reinke adalah sebagai berikut.

38

Tabel 7.1. Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke

NoDaftar alternatif jalan

keluar

Efektifitas Efisiensi M x I x VC

Urutan prioritas masalah

M I V C

1.

Penyuluhan kepada masyarakat tentang Pneumonia pada balita

3 3 3 4 9 I

2.Pembagian leaflet mengenai Pneumonia pada balita

2 3 3 4 4,5 II

3. Pengefektifan kader 2 3 1 5 1,2 III

Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah

dengan menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan

masalah, yaitu penyuluhan kepada masyarakat mengenai Pneumonia pada

balita serta pembagian leaflet.

39

BAB VIII

RENCANA KEGIATAN

1. Latar Belakang

Pengetahuan mengenai faktor-faktor risiko Pneumonia pada balita

merupakan hal yang paling utama dalam upaya pencegahan penyakit

Pneumonia pada balita. Apabila pengetahuan mengenai faktor-faktor

risiko pencetus Pneumonia pada balita tersebut kurang maka dapat

meningkatkan kejadian Pneumonia pada balita. Untuk itu perlu

disosialisasikan mengenai pengetahuan dari Pneumonia pada balita baik

pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan dan pengobatan,

serta komplikasinya, selain pengetahuan, kesadaran dan perubahan pola

hidup/perilaku juga sangat berperan.

Perilaku dibagi menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert

behavior), merupakan respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada

orang yang menerima stimulus dan belum dapat diamati secara jelas oleh

orang lain. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior), merupakan

respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.

Pengetahuan yang kurang baik akan berpengaruh pada sikap dan

perilaku seseorang, perilaku seseorang tersebut menjadi kurang tepat

dalam menanggapi suatu hal. Berdasarkan hasil Community Health

Analysis di wilayah Desa Wangon, pengetahuan warga Desa Wangon

tentang Pneumonia pada balita ternyata masih kurang. Kurangnya

pengetahuan serta gaya hidup mereka yang masih kurang tepat yang

menyebabkan tingginya angka kejadian Pneumonia pada balita di wilayah

tersebut.

Oleh karena itu, untuk menyikapi permasalahan tersebut,

diperlukan suatu upaya tertentu. Upaya yang dapat dilaksanakan sesuai

40

dengan penentuan prioritas pemecahan masalah diantaranya adalah

pemberian penyuluhan langsung mengenai Pneumonia pada balita serta

pemberian leaflet mengenai Pneumonia pada balita.

2. Tujuan

Tujuan Umum :

Setelah diberikan penyuluhan dan pembinaan tentang Pneumonia

pada balita diharapkan tingkat pengetahuan warga Desa Wangon tentang

Pneumonia pada balita meningkat.

Tujuan Khusus :

Setelah diberikan penyuluhan dan pembinaan diharapkan warga

Desa Wangon dapat :

1. Mengetahui tentang pengertian, tanda dan gejala, serta penyebab

terjadinya Pneumonia pada balita.

2. Mengetahui tentang pentingnya mengubah gaya hidup yang tidak tepat

agar terhindar dari Pneumonia pada balita.

3. Mengetahui dan melakasanakan cara pencegahan serta pengobatan

Pneumonia pada balita.

3. Bentuk dan Materi Kegiatan

Kegiatan yang akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk

penyuluhan pada masyarakat secara interaktif, pembagian leaflet serta

pembinaan mengenai Pneumonia pada balita. Materi yang digunakan

dalam bentuk leaflet yang dibagikan kepada warga Desa Wangon.

4. Sasaran

Warga Desa Wangon

5. Pelaksanaan

a. Personil

Penanggung jawab : dr. Tulus Budi Purwanto (Kepala

Puskesmas I Wangon)

Pembimbing : dr. Agung Saprasetya Dwi L., M.Sc PH

Pelaksana : Muhammad Nur Hanief

Idayu Nourmalita Prihandini

41

b. Waktu dan Tempat

Kegiatan Penyuluhan dan Pembagian Leaflet

Hari : Selasa

Tanggal : 9 April 2013

Tempat : Posyandu Desa Wangon sesuai jadwal Puskesmas

1 Wangon, Kecamatan Wangon

Waktu : 09.00 WIB - selesai

6. Rencana Anggaran

Biaya: Leaflet : Rp. 25.000,00

Transportasi : Rp. 20.000,00 +

Rp. 45.000,00

42

BAB IX

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN

Evaluasi

Setelah dilakukan penyuluhan dengan menggunakan leaflet kepada warga

Desa Wangon khususnya pada saat posyandu, dilakukan evaluasi untuk

mengetahui apakah penyuluhan yang dilakukan berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan warga tentang faktor-faktor risiko Pneumonia pada balita di

bandingkan sebelum diberikan penyuluhan. Adapun alat yang digunakan untuk

mengevaluasi adalah dengan tanya jawab.

A. Penyuluhan Masyarakat

Penyuluhan disampaikan ke Ibu yang memiliki balita di Desa Wangon

diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan

Pneumonia pada balita. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilaksanakan

melalui 3 tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan

a. Perizinan

Perizinanan oleh pihak dokter muda dengan bantuan preseptor

puskesmas yang ditujukan pada salah satu kader posyandu secara lisan.

b. Materi

Materi yang dipersiapkan adalah materi mengenai Pneumonia pada

balita, tanda gejala, cara pencegahan, penanganan pertama, dan

komplikasi.

c. Sarana

Sarana yang dipersiapakan berupa alat tulis, leaflet, meja dan kursi.

2. Tahap pelaksanaan kegiatan

a. Judul kegiatan : penyuluhan tentang Pneumonia pada balita

b. Hari / tanggal : Selasa, 9 April 2013, Pukul 09.00- selesai

c. Tempat : Posyandu An-Nur Desa Wangon, Kecamatan Wangon.

d. Penanggung jawab :

1) Dr. Agung Saprasetya DL,M.Sc, PH selaku pembimbing fakultas

43

2) Dr. Tulus Budi Purwanto selaku preseptor puskesmas 1 Wangon

dan pembimbing lapangan

e. Pelaksana

1) Muhammad Nur Hanief

2) Idayu Nourmalita Prihandini

f. Peserta

Ibu yang memiliki balita di Desa Wangon kecamatan Wangon

g. Penyampaian Materi

Penyampaian materi tentang Pneumonia pada balita pada ibu yang

memiliki balita desa Wangon menganai pengertian, gejala, penyebab,

pencegahan, penanganan pertama dan komplikasi. Penyampaian materi

dilakukan dengan lisan dalam bentuk pembagian leaflet.

1. Tahap evaluasi

Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengnai 3 hal yaitu

evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan

dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek:

a. Evaluasi sumber daya

Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man,

money, method, machine

1) Man

Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan kegiatan

penyuluhan cukup baik, karena narasumber memiliki pengetahuan

yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan. Para

kader yang ikut membantu juga sangat aktif membantu jalannya

acara.

2) Money

Sumber dana yang digunakan cukup untuk menunjang

terlaksanakannya kegiatan penyuluhan, termasuk menyipakan

sarana dan prasarana.

3) Method

Metode penyuluhan adalah pemberian materi secara lisan dan

tulisan dengan pembagian leaflet. Evaluasi pada metode ini

44

termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk

mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.

4) Material

Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan

dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari buku kedokteran

dan sumber-sumber referensi terbaru mengenai Pneumonia pada

balita.

b. Evaluasi proses

Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses pelaksanaan

diskusi. Diskusi yang dijadwalkan pada hari Selasa, 9 April 2013

pukul 09.00 WIB. Proses diskusi berlangsung kurang lebih 30 menit,

meliputi pembukaan, pengisian materi dan diskusi, serta penutupan.

Peserta penyuluhan terlihat antusias mendengarkan penyuluhan. Hal

ini dilihat diskusi yang dinilai cukup aktif. Peserta yang hadir terdiri 40

Ibu yang memiliki balita di Desa Wangon. Pelaksanaan diskusi

berlangsung baik secara keseluruhan.

c. Evaluasi hasil

Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan pertanyan pre test dan

post test dengan metode tanya jawab terbuka dengan seluruh peserta

penyuluhan, tanya jawab berisi tentang pengertian Pneumoina,

penyebab, gelaja, pencegahan, penanganan pertama.

Pertanyaan yang diajukan sebagai berikut:

1) Apakah itu Pneumonia?

Jawaban : Pneumonia adalah radang pada jaringan paru

akibat infeksi kuman

Menjawab benar (tetapi dengan membaca leaflet)

2) Pneumonia disebabkan oleh?

Jawaban: bakteri

Menjawab benar ( bakteri )

3) Keluhan apa saja yang dirasakan atau timbul jika terjangkit

pneumonia?

45

Jawaban : batuk disertai panas dan sesak nafas

4) Bagaimana cara mencegahnya?

Jawaban : pemberian ASI eksklusif, hindari penderita yang

lain, hidup bersih dan sehat, ventilasi yang dibuka, biarkan

cahaya masuk ke rumah, dan imunisasi

Menjawab benar

Dari hasil penilaian dari tanya jawab didapatkan peningkatan

pengetahuan mengenai diare. Selain itu masyarakat tampak puas terkait

pelaksanaan penyuluhan yang interaktif.

B. Pembagian Leaflet

Pembagian Leaflet dilakukan sebelum penyuluhan. Evaluasi leaflet

dilaksanakan dengan metode Tanya jawab terbuka secara lisan kepada peserta

penyuluhan. Peserta diminta menjawab secara bersama-sama.

Analisis SWOT

A. Strength

1. Warga antusias dengan diadakannya penyuluhan dan pembagian leaflet

2. Kader posyandu sangat bersemangat dan membantu jalannya acara

penyuluhan dan pembagian leaflet

3. Acara bertepatan dengan posyandu sehingga pengumpulan massa lebih

mudah.

B. Weakness

1. Tempat penyuluhan yang kurang memadai.

2. Fasilitas untuk penyuluhan seperti mikrofon dan speaker tidak tersedia.

C. Oportunity

1. Puskesmas mendukung acara penyuluhan dan pembagian leaflet yang

kami lakukan.

2. Belum ada program penyuluhan pneumonia pada balita di Puskesmas 1

Wangon.

D. Threat

1. Tidak ada dana yang tersedia untuk penyuluhan dan pembagian leaflet.

46

Kesimpulan dan saran

A. Kesimpulan

a. Tidak ada efek yang bermakna antara lingkungan terhadap kejadian

Pneumonia pada bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.

b. Jumlah kejadian Pneumonia pada bayi dan balita di wilayah kerja

Puskesmas I Wangon sejak bulan September 2012-Februari 2013 adalah

16 orang dengan wilayah paling banyak adalah desa Wangon.

B. Saran

a. Meningkatkan promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan orang

tua bayi dan balita mengenai pneumonia

b. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi dengan

penyuluhan

c. Lebih menjaga lingkungan rumah agar tetap bersih dengan membuka

jendela sesering mungkin, menghindarkan bayi dan balita dari asap rokok.

47

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. ISPA dan Pneumonia. http://www.tempointeraktif.com. 26 Maret 2004.

Depkes RI. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi SaluranPernapasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Dirjen PPM & PL. Jakarta. 1996.

Depkes RI.. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. http://www.ppmplp.depkes.go.id/[email protected]. 2002

Dewi, N.H. Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Terjadinya Pneumonia pada Balita di Kabupaten Klaten. Tesis. FETP-UGM. Yogyakarta. 1996.

Dinas Cipta Karya. Rumah Sehat Dalam Lingkungan Sehat. Departemen Pekerjaan Umum RI. Jakarta. 1985.

Djasio Sanropie. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat, Pusdiknakes, Depkes RI. Jakarta. 1985.

Kartasasmita CRSP, 2002. 4 Juta Anak Meninggal Karena Penyakit ISPA.Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rieneka Cipta. 2005.

Pikiran Rakyat. Bandung. Sabtu 10 Januari 2002.

Priyanti ZS. Pneumonia di Masyarakat dan Pengobatan Kuinolon pada Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia. Volume 21Nomor 2. Jakarta. 2001.

Said Mardjanis. Sayang Si Buah Hati, Kenali Pneumonia. Universitaria- (Vol.5 No.11). http://www.majalah-farmacia.com. Edisi Juni 2006.

Silalahi, L. ISPA dan Pneumonia. http://www.tempointeraktif.com. 2004.Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta. 2006.

WHO. Recommended Surveilance Standards Second Edition. Departemen of Communicable Desease Surveilance and Response. 1999.

48