CHA all fix
-
Upload
ade-siti-rahmawati -
Category
Documents
-
view
75 -
download
1
Transcript of CHA all fix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan
proses infeksi akut pada bronkus. Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan
napas sesak, karena paru meradang secara mendadak (Yuwono, 2008).
Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian anak
dan juga penyebab kematian pada banyak kaum lanjut usia di dunia. World
Health organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita
akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 – 2,2
juta, dan sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama
Afrika dan Asia Tenggara.
Meskipun sudah dilakukan berbagai upaya untuk penanggulangan
penumonia, tetapi kasus pneumonia masih tetap tinggi. Menurut WHO, angka
kematian balita di atas 15 per 1000 balita (di Indonesia : 81 per 1000 kelahiran
hidup). Proporsi kematian balita akibat pneumonia lebih dari 20% (di
Indonesia 30%) angka kematian pneumonia balita di atas 4 per 1000 kelahiran
hidup (di Indonesia diperkirakan masih di atas 4 per 1000 kelahiran hidup).
Menurut Riskesdas 2007, urutan penyakit menular penyebab kematian pada
balita yaitu diare (25,2%), pneumonia (15,5%) infeksi saluran enterokolitis
(10,7%), meningitis (8,8%), serta DBD (6,8%) (Kemenkes, 2010)
Angka kejadian pneumonia di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan
tahun 2006 mengalami penurunan. Kasus pneumonia pada tahun 2004
sebanyak 293.184 kasus dengan kasus Angka Insiden (AI) 13,7; tahun 2005
sebanyak 193.689 kasus dengan AI 8,95;dan pada tahun 2006 sebanyak
146.437 kasus dengan AI 6,7 (Yuwono, 2008)
1
Di Provinsi Jawa Tengah, sebesar 80% - 90% dari seluruh kasus
kematian ISPA disebabkan pneumonia. Angka kejadian pneumonia balita di
Jawa Tengah pada tahun 2004 sebanyak 424 dengan AI 0,13, tahun 2005
sebanyak 1.093 dengan AI 0,33, dan tahun 2006 sebanyak 3.624 dengan AI
11,0 (Yuwono, 2008).
Di kecamatan Wangon, Banyumas, angka kasus pneumonia pada bayi
dan balita pada tahun 2011 mencapai 430 kasus dari jumlah populasi bayi dan
balita pada saat itu sebesar 4303 jiwa. Angka cakupan penanganan pneumonia
pada bayi dan balita di wilayah kerja puskesmas I Wangon sebesar 56%.
Renstra Kemenkes RI tahun 2010-2014 mencanangkan angka cakupan
penanganan pneumonia harus 100% (Kemenkes, 2010). Angka cakupan
penanganan kasus pneumonia di wilayah kerja puskesmas I Wangon masih
belum mencapai target. Oleh karena itu, perlu adanya upaya promosi
kesehatan yang bersifat preventif bagi warga kecamatan Wangon.
Sebelum melakukan upaya promosi kesehatan, perlu ada penelitian
terlebih dahulu mengenai faktor risiko terjadinya kasus pneumonia pada bayi
dan balita agar upaya promotif yang dilakukan oleh pihak puskesmas tepat
mengenai sasaran. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
faktor risiko pneumonia bayi dan balita khususnya dari aspek lingkungan dan
komunitas.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui efek lingkungan rumah dengan kejadian pneumonia pada
bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui angka kejadian pneumonia pada balita di kecamatan
Wangon.
b. Mengetahui efek lingkungan rumah terhadap kejadian pneumonia pada
bayi dan balita di kecamatan Wangon.
2
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit pneumonia
pada balita dan fakto risikonya.
b. Menambah ilmu dan wawasan pengetahuan di bidang kesehatan dalam
hal pencegahan dan penanggulangan penyakit pneumonia pada balita.
2. Manfaat Praktis
Sebagai sumber informasi untuk melakukan tindakan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan angka
kejadian pneumonia pada balita bagi warga kecamatan Wangon.
3
BAB II
ANALISIS SITUASI
A. Gambaran Umum
Puskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian dari wilayah kabupaten
Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2. Wilayah kerja
Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, dengan desa yang memliki
wilayah paling luas adalah Randegan dengan luas 10,4 km2, dan yang
tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.
Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :
a. Utara : Wilayah Puskesmas II Wangon
b. Selatan : Wilayah Kabupaten Cilacap
c. Timur : Wilayah Puskesmas Jatilawang
d. Barat : Wilayah Puskesmas Lumbir
Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci sebagai
berikut :
a. Tanah Sawah : 8.625,00 Ha
b. Tanah Pekarangan : 57,16 Ha
c. Tanah Tegalan : 1.889,79 Ha
d. Tanah Hutan Negara : 209,00 Ha
e. Tanah Perkebunan Rakyat: 85,00 Ha
f. Lain-lain : 241,00 Ha
B. Keadaan Demografi
1. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari kecamatan dan desa, untuk wilayah Puskesmas I
Wangon jumlah penduduk sampai dengan akhir tahun 2011 adalah
55.232 jiwa yang terdiri dari 26.769 jiwa laki-laki dan 28.463 jiwa
perempuan dan 16.508 KK. Jumlah penduduk terbanyak adalah Desa
Klapagading Kulon sebanyak 11.153 jiwa, sedangkan yang terendah
adalah Desa Banteran dengan 4.275 jiwa.
4
2. Kepadatan Penduduk
Penduduk di wilayah puskesmas I Wangon penyebarannya tidak
merata terbukti dengan adanya Jumlah Penduduk yang tinggi dan
rendah. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
adalah 1.398 jiwa/km2, dengan desa terpadat adalah Klapagading
Kulon dengan kepadatan 3.014 jiwa/km2 sedangkan desa dengan
kepadatan penduduk terendah adalah Randegan dengan 682 jiwa/km2.
C. Situasi Derajat Kesehatan
1. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat
dari kejadian kematian di masyarakat. Disamping itu kejadian
kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung
dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan
tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode
tahun 2011 akan diuraikan di bawah ini.
1.1 Angka Kematian Bayi
Tahun 2011 terdapat 5 kasus kematian bayi dari 955 kelahiran
hidup. Jika dikonversi maka AKB di Puskesmas I Wangon adalah
5,2 per 1000 kelahiran hidup. Dibanding tahun sebelumnya jumlah
kematian bayi tahun ini menurun. Pada tahun 2010 terdapat 15
kasus kematian bayi dari 980 kelahiran hidup (AKB 15,3 per 1000
kelahiran hidup). Jika dibandingkan dengan indikator Indonesia
Sehat 2010, AKB di puskesmas I Wangon masih lebih rendah,
begitu juga dibandingkan cakupan MDG’s ke-4 tahun 2015 (IIS =
40 per 1000 kelahiran hidup, MDG’s 2015 = 17 per 1000 kelahiran
hidup).
1.2 Angka Kematian Ibu
Puskesmas I Wangon berusaha menekan angka kematian ibu
serendah mungkin. Tahun 2011 terdapat 1 kasus kematian ibu dari
5
955 kelahiran hidup, yang terjadi pada masa nifas. Terjadi
kenaikan kejadian dibandingkan tahun 2010, karena tahun 2010
tidak ada kasus kematian ibu.
1.3 Angka Kematian Balita
Jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon sebanyak
4303 balita, dimana terdapat 4 kasus kematian balita.
Dibandingkan tahun sebelumnya terdapat kenaikan kejadian
kematian balita.
1.4 Angka Kecelakaan
Selama tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon terjadi
sebanyak 599 kejadian kecelakaan. Dari peristiwa itu korban yang
meninggal dunia sebanyak 15 orang, sementara korban luka berat
sebanyak 181 orang dan lika ringan sebanyak 613 orang.
2. Morbiditas
2.1 Penyakit Malaria
Selama tahun 2011 di Puskesmas 1 Wangon tidak dijumpai kasus
malaria, hal ini sama dengan tahun lalu juga tidak terdapat kasus
malaria.
2.2 TB Paru
Jumlah kasus TB paru klinis tahun 2011 di Puskesmas 1 Wangon
sebanyak 296 kasus, sebanyak 21 kasus baru BTA (+), sementara
pada tahun sebelumnya didapatkan 11 kasus TB paru positif atau
ditemukan peningkatan sebanyak 6 kasus TB paru (+). Jumlah ini
tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena masih ada
penderita TB yang berobat ke Praktek pribadi dokter dan tidak
terpantau oleh puskesmas.
2.3 HIV
Selama tahun 2011 didapatkan 1 kasus HIV/AIDS di wilayah
Puskesmas 1 Wangon.
2.4 AFP/ Acute Flaccid Paralysis
Selama tahun 2011 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah
Puskesmas 1 Wangon.
6
2.5 Demam Berdarah Dengue
Selama tahun 2011 didapatkan 10 kasus DBD di wilayah
Puskesmas 1 Wangon. Dari jumlah kasus itu tidak ada penderita
yang meninggal, semua dapat ditangani dengan baik di Puskesmas
maupun dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Masyarakat kecamatan
Wangon turut berperan aktif dalam program kegiatan PSN untuk
mencegah terjadinya DBD.
2.6 Diare
Selama tahun 2011 terdapat 552 kasus Diare, dengan angka
kejadian tertinggi pada warga Wangon sebanyak 231 kasus. Tidak
dijumpai penderita yang meninggal akibat diare.
2.7 Pneumonia Balita
Selama tahun 2011 di Puskesmas I Wangon ditemukan sebanyak
241 kasus pneumonia dari perkiraan sebanyak 430 kasus (56%).
D. Status Gizi
Total jumlah balita sebanyak 4.303 anak, dirinci sebagai berikut :
1. Balita yang ditimbang : 3.197 anak
2. Berat Badan Naik : 2.294 anak
3. Bawah Garis Merah : 42 anak
4. Gizi Buruk : 1 anak, yaitu di Randegan
Seluruh daerah bebas rawan gizi di kecamatan Wangon.
1. ASI ekslusif
Dari total jumlah bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
sebanyak 950 anak, yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan sebanyak
170 anak atau sekitar 17,9%. Hal ini mengindikasikan pentingnya
edukasi kepada warga masyarakat tentang ASI eksklusif agar
digalakkan.
7
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
A. Daftar Permasalahan Kesehatan
Masalah merupakan sesuatu yang terjadi karena adanya kesenjangan
antara harapan dan kenyataan. Masalah dapat diidentifikasi dengan
memperhatikan target pencapaian dengan keadaan yang terjadi saat ini. Untuk
memutuskan adanya masalah terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Adanya kesenjangan
2. Adanya rasa tidak puas
3. Adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas I
Wangon mengidentifikasi permasalahan di wilayah kerja Puskesmas I
wangon.
Tabel 3.1. 10 Besar Permasalahan pada Puskesmas I Wangon
No Permasalahan Target Pencapaian Kesenjangan1 Diare 100% 56,7% 43,3%2 Promosi ASI Eksklusif 80 % 50 % 30%3 Kesehatan Lingkungan Rumah
Sehat Perkotaan85% 55% 30%
4 ISPA 100% 75% 25%5 Kesehatan Lingkungan Institusi 80% 55% 25%6 Promosi Pencegahan NAPZA 30% 8% 22%7 Ibu Hamil Yang Mendapat
Tablet Fe90% 70% 20%
8 Rumah Sehat Pedesaan 65% 45% 20%9 Sanitasi Tempat Umum 80% 60% 20%10 Keluarga Sadar Gizi 80% 65% 15%
B. Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah di Puskesmas I Wangon dilakukan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Kriteria yang digunakan dalam
penetapan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon kuantitatif
diantaranya:
1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah
2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah
8
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan
4. Kelompok kriteria D : faktor PEARL (Property, Economic,
Acceptability, Resources availability, and Legality).
Perincian penentuan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon
Kuantitatif dari masing – masing kriteria adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A
Kriteria A digunakan untuk menentukan besarnya masalah dan
diukur dari jumlah penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.2. Nilai Kriteria A metode Hanlon Kuantitatif
Permasalahan
Besarnya Masalah Berdasar Presentase
Nilai0-20%(1)
21-40%(2)
41-60%(3)
61-80%(4)
81-100%(5)
Diare x 1Promosi ASI Eksklusif x 1Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan
x 1
ISPA x 1Kesehatan Lingkungan Institusi
x 1
Promosi Pencegahan NAPZA
x 1
Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe
x 1
Rumah Sehat Pedesaan x 1Sanitasi Tempat Umum x 1Keluarga Sadar Gizi x 1
2. Kriteria B
Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor
yang digunakan adalah 1 untuk yang paling ringan sampai skor 5 untuk
masalah yang paling gawat. Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai
kriteria B untuk masing-masing masalah kesehatan.
a. Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematian)
1. Tidak gawat
2. Kurang gawat
3. Cukup gawat9
4. Gawat
5. Sangat gawat
Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian)
1. Tidak urgen
2. Kurang urgen
3. Cukup urgen
4. Urgen
5. Sangat urgen
Biaya: (biaya penanggulangan)
1. Sangat murah
2. Murah
3. Cukup mahal
4. Mahal
5. Sangat mahal
Tabel 3.3. Nilai Kriteria B metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan Keganasan TingkatUrgensi
Biaya yangDikeluarkan
Nilai
Diare 4 5 4 4,3Promosi ASI Eksklusif 3 3 4 3,3Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan
3 3 2 2,6
ISPA 4 3 4 3,6Kesehatan Lingkungan Institusi
3 3 2 2,6
Promosi Pencegahan NAPZA 2 3 2 2,3Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe
4 3 3 3,3
Rumah Sehat Pedesaan 3 3 2 2,6Sanitasi Tempat Umum 3 3 3 3Keluarga Sadar Gizi 4 3 3 3,3
10
3. Kriteria C
Kriteria C digunakan untuk menilai kemudahan dalam
penanggulangan masalah, maka dinilai apakan sumber daya dan teknologi
yang ada dapat menyelesaikan masalah. Skor yang digunakan dari skala 1
sampai 5. Semakin sulit penanggulangan, skor yang diberikan semakin
kecil, yaitu :
1. Sangat sulit ditanggulangi
2. Sulit ditanggulangi
3. Cukup bisa ditanggulangi
4. Mudah ditanggulangi
5. Sangat mudah ditanggulangi
Tabel 3.4. Nilai Kriteria C metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan H S Y I Jml NDiare 5 5 5 4 19 4,75Promosi ASI Eksklusif 4 4 4 4 16 4Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan
3 3 4 3 13 3,25
ISPA 4 4 5 4 17 4,25Kesehatan Lingkungan Institusi
3 3 4 3 13 3,25
Promosi Pencegahan NAPZA
3 3 3 3 12 3
Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe
4 4 3 5 16 4
Rumah Sehat Pedesaan 3 3 4 3 13 3,25Sanitasi Tempat Umum 4 4 3 3 14 3,5Keluarga Sadar Gizi 4 4 3 4 15 3,75
Keterangan H: Hanif , S: Sabrina, Y: Yulinda, I: Idayu, Jml: Jumlah, N:
Nilai rata rata
4. Kriteria D (Faktor PEARL)
Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan
dapat tidaknya suatu program dilaksanakan. Faktor – faktor tersebut
adalah:
A. Kesesuaian (Propriety)
B. Murah (Economic)
11
C. Dapat diterima (Acceptability)
D. Tersedianya sumber daya (Resources Availability)
E. Legalitas terjamin (Legality)
Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai PEARL untuk masing-
masing permasalahan kesehatan adalah:
Tabel 3.5. Nilai Kriteria D metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan P E A R L Hasil Perkalian
Diare 1 1 1 1 1 1Promosi ASI Eksklusif 1 1 1 1 1 1Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan
1 0 1 1 1 0
ISPA 1 1 1 1 1 1Kesehatan Lingkungan Institusi 1 0 1 1 1 0Promosi Pencegahan NAPZA 1 1 1 1 1 1Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe
1 1 1 1 1 1
Rumah Sehat Pedesaan 1 0 1 1 1 0Sanitasi Tempat Umum 1 0 1 1 1 0Keluarga Sadar Gizi 1 1 1 1 1 1
5. Penetapan nilai
Setelah kriteria kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A + B) C
Nilai Prioritas Total (NPT) = (A + B) C x D
12
Tabel 3.6. Nilai Prioritas Dasar (NPD) dan Nilai Prioritas Total (NPT)
Masalah Kesehatan A B C NPD D NPT PrioritasDiare 1 4,3 4,75 25,18 1 25,18 1Promosi ASI Eksklusif 1 3,3 4,0 17,2 1 17,2 3Kesehatan Lingkungan Rumah Sehat Perkotaan
1 2,6 3,25 11,7 0 0 7
ISPA 1 3,6 4,25 19,55 1 19,55 2Kesehatan Lingkungan Institusi
1 2,6 3,25 11,7 0 0 8
Promosi Pencegahan NAPZA
1 2,3 3,0 9,9 1 9,9 6
Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe
1 3,3 4,0 17,2 1 17,2 4
Rumah Sehat Pedesaan 1 2,6 3,25 11,7 0 0 9Sanitasi Tempat Umum 1 3,0 3,5 14,0 0 0 10Keluarga Sadar Gizi 1 3,3 3,75 16,13 1 16,13 5
Berdasarkan hasil pemilihan prioritas masalah dengan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif didapatkan permasalahan Diare
dan ISPA menempati priorotas masalah 1 dan 2. Kelompok ini akan
membahas permasalahan Diare dan ISPA. Karena pneumonia termasuk
dalam ISPA dan cakupan pneumonia pada Puskesmas I Wangon masih
kurang, maka kami memilih permasalahan pneumonia yang kami angkat.
13
BAB IV
KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH
A. Tinjauan Pustaka
Pneumonia
1. Definisi Pneumonia
ISPA secara otomatis mencakup saluran pernapasan bagian atas dan
saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksa saluran pernapasan. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan
proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Silalahi,
2004).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-
paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan
dengan proses infeksi akut pada bronkus (bronkopneumonia). Gejala
penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang
secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak
60 kali permenit pada anak usia < 2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada
anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih
pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun (Kartasasmita, 2002).
2. Klasifikasi dan Diagnosis dalam Penanggulangan Pneumonia
1. Klasifikasi pneumonia dan bukan pneumonia
Dalam penentuan klasifikasi penyakit pneumonia dibedakan atas 2
kelompok, yaitu:
1) Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas :
pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia.
2) Kelompok umur <2 bulan, klasifikasi dibagi atas : pneumonia
berat dan bukan pneumonia (Depkes RI, 2002).
14
2. Diagnosis
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara
menunjukkan bahwa Streptococcus pnemoniae dan Hemophylus
influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian
tentang etiologi di negara berkembang. Jenis bakteri ini ditemukan
pada dua per tiga dari hasil isolasi yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1%
hasil isolasi spesimen darah. Sedangkan di negara maju dewasa ini
pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (Depkes RI,
1996 dan Dinas Cipta Karya, 1985).
Menurut WHO (1999), klasifikasi pnemonia adalah penderita
dengan gejala batuk atau sukar bernafas dengan tanda-tanda nafas
cepat. Untuk anak umur 1-5 tahun, dikatakan mempunyai nafas cepat
apabila frekuensi nafasnya lebih dari 40 kali per menit. Gejala umum
pnemonia adalah batuk atau sukar bernafas dan beberapa tanda bahaya
umum atau tarikan dinding dada kedalam atau stridor pada anak dalam
keadaan tenang. Diagnosis pneunonia didapatkan dari anamnesis,
gejala klinis, pemeriksaan fisik, foto thoraks dan laboratorium
(Priyanti, 2001).
Diagnosis pneumonia terutama didasarkan pada gejala klinis
berupa batuk, kesukaran berafas. Gambaran rontgen toraks tidak
menunjukkan kelainan yang jelas pada penderita bronkitis sedang pada
penderita pneumonia atau bronkopneumonia didapatkan gambaran
infiltrat di paru. Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada
adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan
frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas cepat
dilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan dengan
menggunakan sound timer (Silalahi, 2004).
Batas nafas cepat adalah:
1) Pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun frekuensi pernafasan
sebanyak 50 kali per menit atau lebih
15
2) Pada anak usia 1 tahun - < 5 tahun frekuensi pernafasan
sebanyak 40 kali per menit atau lebih 30
3) Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak
60 kali per menit atau lebih (Depkes, RI, 2002).
Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada
sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan - < 5 tahun. Untuk
kelompok umur kurang 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai
dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60
kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada
dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pneumonia
berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang
disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum (Anonim,
2004).
3. Etiologi Pneumonia
Diagnosis etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditegakkan
karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan
imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan
adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia. Hanya biakan dari spesimen
pungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat
diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pneumonia
(Depkes RI, 2002).
Pemeriksaan spesimen fungsi paru merupakan cara yang sensitif untuk
mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab pneumonia pada balita.
Pungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan
etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian (Depkes RI,
2002).
Penentuan etiologi pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada
hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di
berbagai negara menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae dan
Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada
16
penelitian tentang etiologi di negara berkembang. Jenis-jenis bakteri ini
ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan
69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,
dewasa ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus
(Anonim, 2004).
Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif. Bakteri ini,
yang sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai,
mempunyai simpai polisakarida yang mempermudah penentuan tipe
dengan antiserum spesifik. Organisme ini merupakan flora normal pada
saluran pernapasan bagian atas dan dapat menyebabkan pneumonia,
sinusitis, otitis, bronkitis, bakteremia, meningitis, dan proses infeksi
lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan kira-kira 75% kasus
pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus bakteremia
pneumokokus yang fatal. Pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23
merupakan penyebab yang paling sering (Silalahi, 2004).
Pneumokokus menyebabkan penyakit melalui kemampuannya
berkembang biak dalam jaringan dan menghasilkan toksin. Virulensi
organisme disebabkan oleh fungsi simpainya yang mencegah atau
menghambat penghancuran sel yang bersimpai oleh fagosit. Serum yang
mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik akan melindungi
terhadap infeksi. Bila serum ini diabsorbsi dengan polisakarida tipe
spesifik, serum tersebut akan kehilangan daya pelindungnya (Dewi, 1996).
Pada saat tertentu, 40-70% manusia adalah pembawa pneumokokus
virulen, sehingga selaput mukosa pernapasan normal harus mempunyai
imunitas alami yang kuat terhadap pneumokokus. Infeksi pneumokokus
menyebabkan melimpahnya cairan edema fibrinosa ke dalam alveoli,
diikuti oleh sel-sel darah merah dan leukosit, yang mengakibatkan
konsolidasi beberapa bagian paru-paru (Depkes RI, 2003).
Banyak pneumokokus ditemukan di seluruh eksudat, dan bakteri ini
mencapai aliran darah melalui drainase getah bening paru-paru. Dinding
17
alveoli tetap normal selama infeksi. Selanjutnya, sel-sel mononukleus
secara aktif memfagositosis sisa-sisa, dan fase cair ini lambat-laun
diabsorbsi kembali. Pneumokokus diambil oleh sel fagosit dan dicerna di
dalam sel (Kartasasmita, 2002).
Pneumonia yang disertai bakteremia selalu menyebabkan angka
kematian yang paling tinggi. Pneumonia pneumokokus kira-kira
merupakan 60-80% dari semua kasus pneumonia oleh bakteri. Penyakit ini
adalah endemik dengan jumlah pembawa bakteri yang tinggi. Imunisasi
dengan polisakarida tipe-spesifik dapat memberikan perlindungan 90%
terhadap bakteremia pneumonia(Silalahi, 2004).
Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan tes
pembengkakan simpai menggunakan antiserum spesifik. Kebanyakan
Hemophylus influenzae pada flora normal saluran napas bagian atas tidak
bersimpai. Pneumonitis akibat Hemophylus influenzae dapat terjadi setelah
infeksi saluran pernapasan bagian atas pada anak-anak kecil dan pada
orang tua atau orang yang lemah. Orang dewasa dapat menderita bronkitis
atau pneumonia akibat influenza (Priyanti, 2001).
Hemophylus influenzae tidak menghasilkan eksotoksin. Organisme
yang tidak bersimpai adalah anggota tetap flora normal saluran napas
manusia. Simpai bersifat antifagositik bila tidak ada antibodi antisimpai
khusus. Bentuk Hemophylus influenzae yang bersimpai, khususnya tipe b,
menyebabkan infeksi pernapasan supuratif (sinusitis, laringotrakeitis,
epiglotitis, otitis) dan, pada anak-anak kecil, meningitis (Priyanti, 2001).
Darah dari kebanyakan orang yang berumur lebih dari 3-5 tahun
mempunyai daya bakterisidal kuat terhadap Hemophylus influenzae, dan
infeksi klinik lebih jarang terjadi. Hemophylus influenzae tipe b masuk
melalui saluran pernapasan. Tipe lain jarang menimbulkan penyakit.
Mungkin terjadi perluasan lokal yang mengenai sinus-sinus atau telinga
tengah. Hemophylus influenzae tipe b dan pneumokokus merupakan dua
18
bakteri penyebab paling sering pada otitis media bakterial dan sinusitis
akut (Silalahi, 2004).
4. Faktor Risiko
Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor risiko yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar
faktor risiko tersebut adalah seperti berikut :
a. Faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia
Umur < 2 bulan - Laki-laki
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tidak mendapat ASI memadai
Polusi udara
Menempatkan kandang ternak dalam rumah
Kepadatan tempat tinggal Imunisasi yang tidak memadai
Defisiensi Vitamin A
b. Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia
Umur < 2 bulan
Tingkat sosio ekonomi rendah
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tingkat pendidikan ibu yang rendah
Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
Kepadatan tempat tinggal
Imunisasi yang tidak memadai
Menderita penyakit kronis (Depkes RI, 1996).
3. Pencegahan
Pencegahan penyakit pneumonia dapat dilakukan dengan cara:
a. Pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai
b. Perilaku hidup bersih dan sehat
c. Peningkatan gizi balita (Depkes RI, 2002).
4. Deteksi Dini oleh Masyarakat / Kader
19
Bila kader/masyarakat menemukan balita dalam keadaan batuk, sukar
bernafas segera dibawa ke Puskesmas/UPK terdekat untuk mendapatkan
pengobatan (Said, 2006).
Rumah Sehat
1. Pengertian
Rumah adalah tempat untuk berlindung dari pengaruh keadaan alam
sekitarnya (misalnya ; hujan; matahari dan lain-lain) serta merupakan
tempat untuk beristirahat setelah bertugas memenuhi kebutuhan sehari-
hari (Depkes RI, 2001).
Menurut penulisan Aswar, dalam buku Pengawasan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman oleh Djasio Sanropie, rumah bagi manusia
mempunyai arti :
a. Tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat
melaksanakan kewajiban sehari-hari.
b. Tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa
kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.
c. Tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.
d. Lambang status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan sampai saat
ini.
e. Tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang yang
dimiliki yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan
(Djasio, 1985).
2. Rumah Sehat dan Persyaratannya
Rumah disamping merupakan lingkungan fisik manusia sebagai
tempat tinggal, juga dapat merupakan tempat yang menyebabkan penyakit.
Kematian dan kesakitan paling tinggi terjadi pada orang-orang yang
menempati rumah yang tidak memenuhi syarat dan terletak pada tempat
yang tidak sanitar. Bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan
rendah demikian sebaliknya. Oleh karena itu kondisi lingkungan
pemukiman harus mampu mendukung tingkat kesehatan penghuninya
(Indah, 1991).
20
Rumah yang sehat menurut Winslow dan APHA harus memenuhi
beberapa persyaratan antara lain :
a. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
1) Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam maupun buatan.
Pencahayaan yang memenuhi syarat sebesar 60 – 120 lux. Luas
jendela yang baik minimal 10 % - 20 % dari luas lantai.
2) Ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara dalam ruangan
Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi syarat adalah
bertemperatur ruangan sebesar 180 – 300 C dengan kelembaban
udara sebesar 40% - 70%. Ukuran ventilasi yang memenuhi syarat
yaitu 10% luas lantai. Ventilasi alami adalah penggantian udara
secara alami (tidak melibatkan peralatan mekanis, seperti AC).
Ventilasi alami menawarkan ventilasi yang sehat, nyaman, dan
tanpa energi tambahan. Sedangkan ukuran jendela yang memenuhi
syarat yaitu 20% luas lantai.
Namun, untuk merancang ventilasi alami perlu dipikirkan
syarat awal, yaitu: (1). Tersedianya udara luar yang sehat (bebas
dari bau, debu dan polutan lain yang menganggu), (2). Suhu udara
luar tidak terlalu tinggi (maksimal 280C), (3). Tidak banyak
bangunan disekitar yang akan menghalangi aliran udara horizontal
(sehingga angin berhembus lancar), dan (4). Lingkungan tidak
bising. Jika syarat awal tidak dipenuhi, maka sebaiknya tidak
dipaksakan memakai ventilasi alami karena justru akan merugikan.
b. Memenuhi Kebutuhan Psikologis
1) Tiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya
(privacy).
2) Memenuhi ruang tempat berkumpul keluarga.
3) Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak terdapat perbedaan
tingkat yang drastis di lingkungannya.
4) Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur
dan jenis kelaminnya. Ukuran tempat tidur anak yang berumur
lebih kurang 5 tahun minimal 4.5 m2 dan yang lebih dari 5 tahun
21
minimal 9 m2. Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah kamar
tidur dibagi jumlah penghuni (sleeping density), yaitu :
- Baik : ≥ 0,7
- Cukup : 0,5 - 0,7
- Kurang : ≤ 0,5.
5) Mempunyai WC dan kamar mandi.
6) Mempunyai halaman yang dapat ditanami pohon.
7) Hewan atau ternak peliharaan kandangnya terpisah dari rumah.
c. Pencegahan Penularan Penyakit
1) Tersedia air minum yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan.
2) Tidak memberi kesempatan nyamuk, lalat, tikus dan binatang lain
bersarang di dalam dan di sekitar rumah.
3) Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah memenuhi syarat
kesehatan.
4) Pembuangan sampah pada tempatnya.
5) Luas kamar tidur minimal 8.5 m2 perorang dan tinggi langit-langit
2.75 m.
6) Tempat masak, menyimpan makanan hendaknya bebas dari
pencemaran atau gangguan binatang serangga atau debu.
d. Pencegahan terjadinya Kecelakaan
1) Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari dalam
ruangan dan menggantinya dengan udara segar.
2) Cukup cahaya dalam ruangan agar tidak terjadi kecelakaan.
3) Jarak antara ujung atap dengan ujung atap tetangga minimal 3 m.
4) Rumah dijauhkan dari pohon besar yang rapuh atau mudah runtuh.
5) Jarak rumah dengan jalan harus mengikuti peraturan garis rooi.
6) Lantai rumah yang selalu basah (kamar mandi, kamar cuci) jangan
sampai licin atau lumutan.
7) Didepan pintu utama harus diberi lantai tambahan minimal 60 cm.
8) Bangunan yang dekat api atau instalasi listrik harus terbuat dari
bahan tahan api.
22
9) Bahan-bahan beracun disimpan rapi, jangan sampai terjangkau
anak-anak.
10) Rumah jauh dari lokasi industri yang mencemari lingkungan.
11) Bebas banjir, angin ribut dan gangguan lainnya (Dinas Pekerjaan
Umum, 2006).
B. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini digunakan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Kerangka Teori
A. Kerangka Konsep
Gambar 4.2 Kerangka Konsep
23
Lingkungan Fisik Rumah:
Jenis Lantai Rumah Kondisi Dinding Rumah Luas Ventilasi Rumah Tingkat Kepadatan
Penghuni Jenis bahan bakar yang
digunakan Kebiasaan merokok
Kejadian Pneumonia
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan kejadian pneumonia dan non pneumonia bayi dan
balita dengan lingkungan fisik rumah di wilayah Desa Wangon.
24
BAB V
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
observasional analitik dengan metode case control. Kasus adalah bayi dan
balita yang pernah didiagnosis pneumonia dalam 6 bulan terakhir oleh dokter
Puskesmas I Wangon. Kontrol adalah bayi dan balita yang tidak pernah
didiagnosis menderita pneumonia dalam 6 bulan terakhir.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
1.1 Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah bayi dan balita warga
desa Wangon Kecamatan Wangon di Banyumas.
1.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah bayi dan balita
warga Kecamatan Wangon yang tinggal di wilayah kerja kerja
Puskesmas I Wangon.
2. Sampel panelitian
2.1 Teknik pengambian sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
total sampling.
2.2 Kriteria inklusi dan ekslusi
2.2.1 Kriteria inklusi kasus
a. Usia 0-5 tahun
b. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
c. Pernah didiagnosis pneumonia oleh dokter di Puskesmas I
Wangon dalam 6 bulan terakhir
d. Orang tua pasien bersedia berpartisipasi dalam penelitian
ini dengan mengisi lembar persetujuan mengikuti
penelitian.
25
2.2.2 Kriteria inklusi kontrol
a. Usia 0-5 tahun
b. Bertempat tinggal di sekitar tempat tinggal kasus
c. Tidak pernah didiagnosis pneumonia oleh dokter di
Puskesmas I Wangon dalam 6 bulan terakhir
d. Orang tua pasien bersedia berpartisipasi dalam penelitian
ini dengan mengisi lembar persetujuan mengikuti
penelitian.
2.2.3 Kriteria Ekslusi kasus dan kontrol
a. Rumah pernah direnovasi dalam 6 bulan terakhir
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat
Kejadian pneumonia pada bayi dan balita
2. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah keadaan lingkungan rumah yang meliputi jenis
lantai rumah, dinding rumah, ventilasi rumah, kepadatan penghuni,
kebiasaan merokok anggota keluarga dan bahan bakar yang digunakan
untuk memasak.
D. Definisi Operasional
1. Variabel terikat
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan alveoli
dan telah didiagnosis oleh dokter puskesmas I Wangon sebagai Pneumonia
2. Variabel Bebas
a. Jenis lantai, adalah keadaan lantai rumah yang dibagi menjadi dua
yaitu tanah atau bukan tanah (ubin atau keramik), berskala nominal.
b. Dinding rumah adalah bahan yang dipakai untuk membuat dinding
rumah dan dibagi menjadi dua keadaan yaitu terbuat dari bahan yang
mudah terbakar (kayu, bambu) dan bahan yang tidak mudah terbakar
(batu, semen dan pasir), berskala nominal.
c. Ventilasi rumah adalah pengukuran luas lubang angin dan luas jendela
terhadap rasio luas ventilasi dengan luas lantai diukur pada tempat
26
dimana responden menghabiskan sebagian besar waktunya. Dibagi
menjadi dua, yaitu ventilasi kurang dari 10% luas rumah dan lebih dari
10% luas rumah. Berskala nominal.
d. Kepadatan penghuni adalah hasil perhitungan terhadap rasio luas
ruangan dalam rumah dengan jumlah penghuni diukur pada tempat
dimana responden menghabiskan sebagian besar waktunya. Dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu > 9% dan < 9%, berskala nominal.
e. Kebiasaan merokok anggota keluarga adalah hasil observasi terhadap
kebiasaan merokok anggota keuarga dibagi menjadi dua yaitu merokok
dan tidak merokok, berskala nominal.
f. Bahan bakar yang digunakan untuk memasak adalah hasil observasi
terhadap sumber bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-
hari. Dibagi menjadi dua kelompok yaitu menggunakan bahan bakar
jenis arang atau kayu, dan menggunakan bahan bakar minyak atau gas.
Berskala nominal.
E. Cara Pengumpulan Data
1. Data primer
Data primer berupa faktor risiko yang didapatkan langsung orang tua
responden melalui pengisian kuesioner tertutup yang peneliti berikan.
2. Data skunder
Data sekunder berupa data kejadian pneumonia periode September
2012-Februari 2013 berupa angka prevalensi, identitas pasien dan alamat
pasien. Data sekunder diambil dari daftar register pasien Puskesmas I
Wangon periode September 2012-Februari 2013.
F. Instrumen Pengambilan Data (Kuesioner)
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner berisi pertanyaan tertutup yang diperlukan pada penelitian ini
seputar identitas yang diperlukan dan pertanyaan yang terkait dengan
penelitian.
G. Tata urutan kerja
1. Persiapan penelitian
27
a. Mengumpulkan data pasien IRJA yang diperoleh dari daftar register
pasien periode September 2012-Februari 2013 sebagai data sekunder
b. Mengurus surat ijin penelitian
2. Tahap pelaksanaan
a. Mengunjungi tempat tinggal sampel
b. Melakukan informed consent untuk mengetahui kesediaan sampel
dalam mengikuti penelitian.
c. Melakukan pengisian kuesioner tertutup sebagai data primer yang
diperlukan dengan didampingi peneliti.
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat yang terdapat dalam hipotesis penelitian. Anaisis data
yang digunakan :
1. Analisis Univariat untuk medeskripsikan masing-masing variabel. Hasi
analisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang memuat
mean, median, standart deviasi dan presentase.
2. Analisis bivariat dengan menggunakan chi square test untuk mengetahui
perbedaan efek lingkungan rumah terdapat kejadian pneumonia . Jika
expected count yang < 5 lebih dari 20%, maka dilakukan uji Kolmogorov
Smirnov. Analisis ini menggunakan alat bantu program kompter SPSS 17.
I. Waktu dan Lokasi
Kegiatan dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan lokasi di Desa
Wangon Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas.
28
BAB VI
HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
A. Deskripsi Data Dasar
1. Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif dalam penelitian ini menggambarkan karakteristik
responden penelitian. Responden penelitian berjumlah 32 bayi dan balita
yang terdiri dari 16 kasus dan 16 kontrol yang berdomisili di desa
Wangon, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas. Data responden
diambil melalui kuesioner disertai dengan observasi yang dilakukan oleh
peneliti. Karekteristik responden yang diteliti meliputi usia, status gizi, dan
imunisasi.
Tabel 6.1 Karakteristik Sampel Penelitiaan
NoVariabel
Kasus Kontrol
NPersen
(%)N
Persen (%)
1 Umur (bulan)0-12 bulan 13 81.3 5 31.313-36 bulan 3 18.8 11 68.837-60 bulan 0 0 0 0
2 Status GiziGizi baik 16 100 16 100Gizi buruk 0 0 0 0
3 Imunisasi Lengkap 6 37.5 13 81.3Kurang Lengkap
10 62.5 3 18.8
Total 16 100 16 100
Berdasarkan tabel 6.1, pada kelompok kasus usia 0-12 bulan sebanyak
13 (81,8%), 13-36 bulan sebanyak 3 (18,8%). Pada kelompok kontrol usia
0-12 bulan sebanyak 5 (31,3%), 13-36 bulan sebanyak 11 (68,8%),
sedangkan untuk usia 37-60 bulan sebanyak 0 (0%) pada kedua kelompok.
Pada variabel status gizi, seluruh responden baik dari kelompok kasus
maupun kontrol mempunyai gizi yang baik.
Pada variabel imunisasi, kelompok kasus sebanyak 6 (35,5%) sudah
melakukan imunisasi secara lengkap, sedangkan sebanyak 10 (62,5%)
29
kurang lengkap imunisasinya. Pada kelompok kontrol sebanyak 13
(81,8%) melakukan imunisasi secara lengkap, dan 3 (18,8%) kurang
lengkap imunisasinya.
Tabel 6.2 Karakteristik Variabel
NoVariabel
Kasus Kontrol
NPersen
(%)N
Persen (%)
1 Jenis LantaiTanah 6 37.5 6 37.5
Ubin 10 62.5 10 62.5
2 Dinding RumahMudah terbakar
11 68.8 8 50
Tidak mudah terbakar
5 31.3 8 50
3 PencahayaanBaik 5 31.3 5 31.3Sedang 7 43.8 4 25Kurang 4 25 7 43.8
4 Luas Jendela Rumah< 10% 12 75 12 75≥ 10% 4 25 4 25
5 Frekuensi jendela dibukaSering 5 31.3 8 50Jarang 11 68.8 8 50
6 Kepadatan Penghuni< 9% m2 0 0 0 0≥ 9% m2 16 100 100 100
7 Merokok Ya 12 25 13 81.3Tidak 4 75 3 18.8
8 Jumlah rokok≤ 5 8 50 8 506-9 4 25 3 18.8≥10 4 25 5 31.3
9 Jumlah perokok≤2 16 100 16 87.5>3 0 0 0 12.5
10 Jenis bahan bakarKayu 7 43.8 4 25Minyak 5 31.3 4 25Gas 4 25 8 50Total 16 100 16 100
30
Berdasarkan Tabel 6.2 didapatkan jenis lantai yang paling banyak
ditemukan pada kelompok kasus adalah sebanyak 10 (62,5%) yang
sudah menggunakan ubin. Pada kelompok kontrol juga didapatkan
jumlah yang sama yaitu sebanyak 10 (62,5%) yang sudah
menggunakan ubin.
Pada variabel dinding rumah pada kelompok kasus paling banyak
didapatkan jenis dinding yang mudah terbakar yaitu sebanyak 11
(68,8%). Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan jumlah yang
sama banyak antara dinding rumah yang mudah terbakar dan tidak
mudah terbakar, yaitu sebanyak 8 (50%).
Pada variabel pencahayaan didapatkan sebanyak 7 (43,8%) pada
kelompok kasus dengan interpretasi pencahayaan sedang. Pada
kelompok kontrol yang paling banyak adalah pada interpretasi
pencahayaan kurang, yaitu sebanyak 7 (43,8%).
Pada variabel luas jendela rumah kelompok kasus sebanyak 12
(75%) luas jendelanya < 10%. Hal ini didapatkan pula pada kelompok
kontrol yaitu sebanyak 12 (75%) yang luas jendelanya < 10%.
Frekuensi jendela pada kelompok kasus didapatkan paling banyak
jarang dibuka atau sebanyak 11 (68,8%). Sedangkan pada kelompok
kontrol jumlahnya sama antara sering dibuka dan jarang dibuka yaitu
sebanyak 50 (50%).
Pada variabel kepadatan penghuni baik pada kelompok kasus
maupun kontrol secara keseluruhan kepadatan penduduknya sebesar ≥
9% m2 yaitu sebanyak 16 (100%). Variabel merokok didapatkan yang
merokok pada kelompok kasus sebanyak 12 ( 25%) yang merokok,
sedangkan pada kelompok kontrol paling banyak didapatkan 13
( 81,3%) yang merokok.
Jumlah rokok yang dihabiskan per hari pada kelompok kasus
didapatkan jumlah terbanyak ≤5 sebanyak 8 (50%), dan didapatkan
jumlah yang sama pada kelompok kontrol yaitu sebanyak 8 (50%).
Pada variabel jumlah perokok didapatkan paling banyak pada kategori
31
≤ 2 yaitu sebanyak 16 (100%) pada seluruh kelompok kasus maupun
kontrol.
Jenis bahan bakar yang paling banyak pada kategori kayu yaitu
sebanyak 7 (43,8%) pada kelompok kasus, sedangkan pada kelompok
kontrol paling banyak pada kategori gas yaitu sebanyak 8 (50%).
2. Analisis Bivariat
a. Lantai Rumah
Tabel 6.4 Perbedaan antara Lantai Rumah dengan Kejadian
Pneumonia
Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p
LantaiTanah
6 (37,5%)
6(37,5%)
0,0001,000
Ubin10
(62,5%)10
(62,5%)
Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan lantai
rumah dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 0,000, p =
1,000 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara lantai rumah dengan kejadian
pneumonia.
b. Dinding Rumah
Tabel 6.5 Perbedaan antara Dinding Rumah dengan Kejadian Pneumonia
Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p
Dinding
Mudah terbakar
11(68,8%)
8 (50%)
1,1660,279Tidak
mudah terbakar
5(31,3%)
8(50%)
Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan dinding
rumah dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 1,166, p =
0,279 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
32
perbedaan yang bermakna antara dinding rumah dengan kejadian
pneumonia.
c. Luas Jendela
Tabel 6.6 Perbedaan antara Jendela dengan Kejadian Pneumonia
Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p
Luas Jendela
< 10% 12(75%)
12(75%)
0.0001.000
≥ 10%4
(25%)4
(25%)
Berdasarkan hasil Kolmogorov-Smirnov pada analisis perbedaan
luas jendela rumah dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai p =
1.000 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara luas jendela dengan kejadian
pneumonia.
d. Pencahayaan
Tabel 6.7 Perbedaan antara Pencayahaan dengan Kejadian
Pneumonia
Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p
Pencahayaan
Baik 5(31,3%)
5(31,3%)
1,6360,437
Sedang7
(43,8%)4
(25%)
Kerang 4
(25%7
(43,8%)
Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan
pencahayaan dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 1,636, p
= 0,437 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara pencahayaan dengan kejadian
pneumonia.
33
e. Kepadatan Penghuni
Tabel 6.8 Perbedaan antara Kepadatan Penghuni dengan
Kejadian Pneumonia
Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p
Kepadatan Penghuni
< 9 m2/ orang
0(0%)
0(0%)
--
≥ 9 m2/ orang
16(100%)
16(100%)
Berdasarkan data distribusi frekuensi, variasi data pada variabel
kepadatan penghuni tidak bervariasi atau homogeny. Hal ini
menyebabkan data antara kasus dan kontrol tidak bisa dianalisis.
f. Merokok
Tabel 6.9 Perbedaan antara Merokok dengan Kejadian
Pneumonia
Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p
MerokokYA 12
(25%)13
(81,3%)0,183
0,669TIDAK
5(75%)
3(18,8%)
Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan
merokok dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 0,183, p =
0,669 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara merokok dengan kejadian
pneumonia.
g. Jenis Bahan Bakar
Tabel 6.10 Perbedaan Jenis Bahan Bakar dengan Kejadian
Pneumonia
Pneumonia (N) HasilYa Tidak X2 p
Jenis Bahan Kayu 7 4 2,26334
Bakar 0,317Minyak 5 4
Gas 4 8
Berdasarkan hasil Chi Square (X2) pada analisis perbedaan jenis
bahan bakar dengan kejadian pneumonia diperoleh nilai X2 = 2,263, p =
0,317 (p > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara jenis bahan bakar dengan kejadian
pneumonia.
Tabel 6.11 Hasil Uji Chi Square
Variabel X2 p
Jenis Lantai 0,000 1,000
Dinding rumah 1,166 0,279
Luas Jendela 0.000 1.000
Pencahayaan 1,636 0,437
Merokok 0,183 0,669
Jenis Bahan Bakar 2,263 0,317
3. Pengambilan kesimpulan dan penyebab masalah
Data diatas menunjukan bahwa tidak ada perbedaan efek
lingkungan rumah antara balita dengan pneumonia dan balita tidak
pneumonia. Hal seperti ini bisa disebabkan oleh karena banyak factor,
diantaranya adalah asupan gizi, imun, dan factor penularan dari orang
dewasa. Selain itu, besar sampel masih menjadi kendala dari CHA ini.
besar sampel yang kurang bisa mempengaruhi hasil data karena
semakin banyak sampel, maka semakin banyak variasi data. Factor
kelemahan yang lain adalah waktu penelitian yang sempit sehingga
peneliti tidak bisa melakukan proses matching dan lebih
mengutamakan pemenuhan sampel terlebih dahulu.
Penyebab utama masalah yang ada pada CHA ini tidak hanya dari
lingkungan rumah, tetapi bisa dari berbagai macam hal. Sehingga,
diduga adanya factor klinis dan penularan dari orang dewasa atau
penderita lain yang menyebabkan kejadian pneumonia pada balita.
Merujuk hal diatas, maka masalah utama dari kejadian pneumonia
35
belum dapat teridentifikasi namun sebuah upaya promosi kesehatan
tetap perlu dilakukan dan objek promosi kesehatan segala bentuk hal
yang berkaitan tentang pneumonia pada balita baik aspek klinis,
komunitas, lingkungan dan pencegahan serta penanganan pertama
pada pneumonia bayi dan balita.
36
BAB VII
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Alternatif Pemecahan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada sub bab sebelumnya tentang pengaruh
faktor-faktor risiko terhadap kejadian Pneumonia pada balita di Desa
Wangon, maka dapat diketahui bahwa walaupun topic yang diangkat dari
commjnity health analysis ini adalah rumah sehat, perlu dilakukan pula
promosi kesehatan secara menyeluruh dari factor lingkungan maupun
kesehatan dan perilaku masyarakat terkain dengan penyakit pneumonia pada
balita. Melihat analisis data, maka dapat dibuat beberapa alternatif
pemecahan masalah sebagai berikut.
1. Melakukan penyuluhan langsung mengenai Pneumonia pada balita pada
kader dan warga desa Wangon.
2. Pengefektifan kader Puskesmas dalam melaksanakan program
penyuluhan Pneumonia pada balita.
3. Membagikan leaflet tentang Pneumonia pada balita beserta cara
pencegahannya pada warga Desa Wangon.
B. Prioritas pemecahan masalah
Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut tidak semua
dapat dilaksanakan, oleh karena itu harus memperhitungkan berbagai
kemampuan yang meliputi sarana, dana, dan waktu yang terbatas. Untuk itu
perlu dilakukan langkah pemilihan prioritas pemecahan masalah dengan
menggunakan metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu
efektifitas dan efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya
masalah yang dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan
keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang
diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
Kriteria efektifitas jalan keluar :
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
37
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang dapat diatasi besar
5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah :
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah) :
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
Kriteria efeisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah (C) :
1. Biaya sangat mahal
2. Biaya mahal
3. Biaya cukup mahal
4. Biaya murah
5. Biaya sangat murah
Prioritas pemecahan masalah pada kasus Pneumonia pada balita pada
warga desa Wangon di wilayah Puskesemas I Wangon Periode 2013
dengan menggunakan metode Reinke adalah sebagai berikut.
38
Tabel 7.1. Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke
NoDaftar alternatif jalan
keluar
Efektifitas Efisiensi M x I x VC
Urutan prioritas masalah
M I V C
1.
Penyuluhan kepada masyarakat tentang Pneumonia pada balita
3 3 3 4 9 I
2.Pembagian leaflet mengenai Pneumonia pada balita
2 3 3 4 4,5 II
3. Pengefektifan kader 2 3 1 5 1,2 III
Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah
dengan menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan
masalah, yaitu penyuluhan kepada masyarakat mengenai Pneumonia pada
balita serta pembagian leaflet.
39
BAB VIII
RENCANA KEGIATAN
1. Latar Belakang
Pengetahuan mengenai faktor-faktor risiko Pneumonia pada balita
merupakan hal yang paling utama dalam upaya pencegahan penyakit
Pneumonia pada balita. Apabila pengetahuan mengenai faktor-faktor
risiko pencetus Pneumonia pada balita tersebut kurang maka dapat
meningkatkan kejadian Pneumonia pada balita. Untuk itu perlu
disosialisasikan mengenai pengetahuan dari Pneumonia pada balita baik
pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan dan pengobatan,
serta komplikasinya, selain pengetahuan, kesadaran dan perubahan pola
hidup/perilaku juga sangat berperan.
Perilaku dibagi menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert
behavior), merupakan respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior), merupakan
respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.
Pengetahuan yang kurang baik akan berpengaruh pada sikap dan
perilaku seseorang, perilaku seseorang tersebut menjadi kurang tepat
dalam menanggapi suatu hal. Berdasarkan hasil Community Health
Analysis di wilayah Desa Wangon, pengetahuan warga Desa Wangon
tentang Pneumonia pada balita ternyata masih kurang. Kurangnya
pengetahuan serta gaya hidup mereka yang masih kurang tepat yang
menyebabkan tingginya angka kejadian Pneumonia pada balita di wilayah
tersebut.
Oleh karena itu, untuk menyikapi permasalahan tersebut,
diperlukan suatu upaya tertentu. Upaya yang dapat dilaksanakan sesuai
40
dengan penentuan prioritas pemecahan masalah diantaranya adalah
pemberian penyuluhan langsung mengenai Pneumonia pada balita serta
pemberian leaflet mengenai Pneumonia pada balita.
2. Tujuan
Tujuan Umum :
Setelah diberikan penyuluhan dan pembinaan tentang Pneumonia
pada balita diharapkan tingkat pengetahuan warga Desa Wangon tentang
Pneumonia pada balita meningkat.
Tujuan Khusus :
Setelah diberikan penyuluhan dan pembinaan diharapkan warga
Desa Wangon dapat :
1. Mengetahui tentang pengertian, tanda dan gejala, serta penyebab
terjadinya Pneumonia pada balita.
2. Mengetahui tentang pentingnya mengubah gaya hidup yang tidak tepat
agar terhindar dari Pneumonia pada balita.
3. Mengetahui dan melakasanakan cara pencegahan serta pengobatan
Pneumonia pada balita.
3. Bentuk dan Materi Kegiatan
Kegiatan yang akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk
penyuluhan pada masyarakat secara interaktif, pembagian leaflet serta
pembinaan mengenai Pneumonia pada balita. Materi yang digunakan
dalam bentuk leaflet yang dibagikan kepada warga Desa Wangon.
4. Sasaran
Warga Desa Wangon
5. Pelaksanaan
a. Personil
Penanggung jawab : dr. Tulus Budi Purwanto (Kepala
Puskesmas I Wangon)
Pembimbing : dr. Agung Saprasetya Dwi L., M.Sc PH
Pelaksana : Muhammad Nur Hanief
Idayu Nourmalita Prihandini
41
b. Waktu dan Tempat
Kegiatan Penyuluhan dan Pembagian Leaflet
Hari : Selasa
Tanggal : 9 April 2013
Tempat : Posyandu Desa Wangon sesuai jadwal Puskesmas
1 Wangon, Kecamatan Wangon
Waktu : 09.00 WIB - selesai
6. Rencana Anggaran
Biaya: Leaflet : Rp. 25.000,00
Transportasi : Rp. 20.000,00 +
Rp. 45.000,00
42
BAB IX
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN
Evaluasi
Setelah dilakukan penyuluhan dengan menggunakan leaflet kepada warga
Desa Wangon khususnya pada saat posyandu, dilakukan evaluasi untuk
mengetahui apakah penyuluhan yang dilakukan berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan warga tentang faktor-faktor risiko Pneumonia pada balita di
bandingkan sebelum diberikan penyuluhan. Adapun alat yang digunakan untuk
mengevaluasi adalah dengan tanya jawab.
A. Penyuluhan Masyarakat
Penyuluhan disampaikan ke Ibu yang memiliki balita di Desa Wangon
diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan
Pneumonia pada balita. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilaksanakan
melalui 3 tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan
a. Perizinan
Perizinanan oleh pihak dokter muda dengan bantuan preseptor
puskesmas yang ditujukan pada salah satu kader posyandu secara lisan.
b. Materi
Materi yang dipersiapkan adalah materi mengenai Pneumonia pada
balita, tanda gejala, cara pencegahan, penanganan pertama, dan
komplikasi.
c. Sarana
Sarana yang dipersiapakan berupa alat tulis, leaflet, meja dan kursi.
2. Tahap pelaksanaan kegiatan
a. Judul kegiatan : penyuluhan tentang Pneumonia pada balita
b. Hari / tanggal : Selasa, 9 April 2013, Pukul 09.00- selesai
c. Tempat : Posyandu An-Nur Desa Wangon, Kecamatan Wangon.
d. Penanggung jawab :
1) Dr. Agung Saprasetya DL,M.Sc, PH selaku pembimbing fakultas
43
2) Dr. Tulus Budi Purwanto selaku preseptor puskesmas 1 Wangon
dan pembimbing lapangan
e. Pelaksana
1) Muhammad Nur Hanief
2) Idayu Nourmalita Prihandini
f. Peserta
Ibu yang memiliki balita di Desa Wangon kecamatan Wangon
g. Penyampaian Materi
Penyampaian materi tentang Pneumonia pada balita pada ibu yang
memiliki balita desa Wangon menganai pengertian, gejala, penyebab,
pencegahan, penanganan pertama dan komplikasi. Penyampaian materi
dilakukan dengan lisan dalam bentuk pembagian leaflet.
1. Tahap evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengnai 3 hal yaitu
evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek:
a. Evaluasi sumber daya
Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man,
money, method, machine
1) Man
Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan kegiatan
penyuluhan cukup baik, karena narasumber memiliki pengetahuan
yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan. Para
kader yang ikut membantu juga sangat aktif membantu jalannya
acara.
2) Money
Sumber dana yang digunakan cukup untuk menunjang
terlaksanakannya kegiatan penyuluhan, termasuk menyipakan
sarana dan prasarana.
3) Method
Metode penyuluhan adalah pemberian materi secara lisan dan
tulisan dengan pembagian leaflet. Evaluasi pada metode ini
44
termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk
mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.
4) Material
Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan
dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari buku kedokteran
dan sumber-sumber referensi terbaru mengenai Pneumonia pada
balita.
b. Evaluasi proses
Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses pelaksanaan
diskusi. Diskusi yang dijadwalkan pada hari Selasa, 9 April 2013
pukul 09.00 WIB. Proses diskusi berlangsung kurang lebih 30 menit,
meliputi pembukaan, pengisian materi dan diskusi, serta penutupan.
Peserta penyuluhan terlihat antusias mendengarkan penyuluhan. Hal
ini dilihat diskusi yang dinilai cukup aktif. Peserta yang hadir terdiri 40
Ibu yang memiliki balita di Desa Wangon. Pelaksanaan diskusi
berlangsung baik secara keseluruhan.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan pertanyan pre test dan
post test dengan metode tanya jawab terbuka dengan seluruh peserta
penyuluhan, tanya jawab berisi tentang pengertian Pneumoina,
penyebab, gelaja, pencegahan, penanganan pertama.
Pertanyaan yang diajukan sebagai berikut:
1) Apakah itu Pneumonia?
Jawaban : Pneumonia adalah radang pada jaringan paru
akibat infeksi kuman
Menjawab benar (tetapi dengan membaca leaflet)
2) Pneumonia disebabkan oleh?
Jawaban: bakteri
Menjawab benar ( bakteri )
3) Keluhan apa saja yang dirasakan atau timbul jika terjangkit
pneumonia?
45
Jawaban : batuk disertai panas dan sesak nafas
4) Bagaimana cara mencegahnya?
Jawaban : pemberian ASI eksklusif, hindari penderita yang
lain, hidup bersih dan sehat, ventilasi yang dibuka, biarkan
cahaya masuk ke rumah, dan imunisasi
Menjawab benar
Dari hasil penilaian dari tanya jawab didapatkan peningkatan
pengetahuan mengenai diare. Selain itu masyarakat tampak puas terkait
pelaksanaan penyuluhan yang interaktif.
B. Pembagian Leaflet
Pembagian Leaflet dilakukan sebelum penyuluhan. Evaluasi leaflet
dilaksanakan dengan metode Tanya jawab terbuka secara lisan kepada peserta
penyuluhan. Peserta diminta menjawab secara bersama-sama.
Analisis SWOT
A. Strength
1. Warga antusias dengan diadakannya penyuluhan dan pembagian leaflet
2. Kader posyandu sangat bersemangat dan membantu jalannya acara
penyuluhan dan pembagian leaflet
3. Acara bertepatan dengan posyandu sehingga pengumpulan massa lebih
mudah.
B. Weakness
1. Tempat penyuluhan yang kurang memadai.
2. Fasilitas untuk penyuluhan seperti mikrofon dan speaker tidak tersedia.
C. Oportunity
1. Puskesmas mendukung acara penyuluhan dan pembagian leaflet yang
kami lakukan.
2. Belum ada program penyuluhan pneumonia pada balita di Puskesmas 1
Wangon.
D. Threat
1. Tidak ada dana yang tersedia untuk penyuluhan dan pembagian leaflet.
46
Kesimpulan dan saran
A. Kesimpulan
a. Tidak ada efek yang bermakna antara lingkungan terhadap kejadian
Pneumonia pada bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
b. Jumlah kejadian Pneumonia pada bayi dan balita di wilayah kerja
Puskesmas I Wangon sejak bulan September 2012-Februari 2013 adalah
16 orang dengan wilayah paling banyak adalah desa Wangon.
B. Saran
a. Meningkatkan promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan orang
tua bayi dan balita mengenai pneumonia
b. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi dengan
penyuluhan
c. Lebih menjaga lingkungan rumah agar tetap bersih dengan membuka
jendela sesering mungkin, menghindarkan bayi dan balita dari asap rokok.
47
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. ISPA dan Pneumonia. http://www.tempointeraktif.com. 26 Maret 2004.
Depkes RI. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi SaluranPernapasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Dirjen PPM & PL. Jakarta. 1996.
Depkes RI.. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. http://www.ppmplp.depkes.go.id/[email protected]. 2002
Dewi, N.H. Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Terjadinya Pneumonia pada Balita di Kabupaten Klaten. Tesis. FETP-UGM. Yogyakarta. 1996.
Dinas Cipta Karya. Rumah Sehat Dalam Lingkungan Sehat. Departemen Pekerjaan Umum RI. Jakarta. 1985.
Djasio Sanropie. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat, Pusdiknakes, Depkes RI. Jakarta. 1985.
Kartasasmita CRSP, 2002. 4 Juta Anak Meninggal Karena Penyakit ISPA.Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rieneka Cipta. 2005.
Pikiran Rakyat. Bandung. Sabtu 10 Januari 2002.
Priyanti ZS. Pneumonia di Masyarakat dan Pengobatan Kuinolon pada Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia. Volume 21Nomor 2. Jakarta. 2001.
Said Mardjanis. Sayang Si Buah Hati, Kenali Pneumonia. Universitaria- (Vol.5 No.11). http://www.majalah-farmacia.com. Edisi Juni 2006.
Silalahi, L. ISPA dan Pneumonia. http://www.tempointeraktif.com. 2004.Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta. 2006.
WHO. Recommended Surveilance Standards Second Edition. Departemen of Communicable Desease Surveilance and Response. 1999.
48