CHA Email Baru
Transcript of CHA Email Baru
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyakit yang bersifat asimtomatis sehingga
banyak penderita yang tidak waspada terhadap perjalanan lanjut hipertensi.
Penderita hipertensi banyak yang tidak menyadari gejala hipertensi, sehingga
baru disadari setelah terjadi gangguan organ seperti penyakit jantung, saraf,
ginjal, dan pembuluh darah dengan fatalitas tinggi seperti stroke, penyakit
jantung koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik. Saat ini hipertensi
disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang
dewasa menderita hipertensi. Menurut WHO dan the International Society of
Hypertension (ISH), terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia
dan 3 juta di antaranya meninggal. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut
tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng, 2009). Data
penelitian Kementerian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi hipertensi
cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup
tinggi. Hipertensi ini dapat menimbulkan banyak masalah kesehatan
masyarakat. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling
berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah.
(Depkes, 2012)
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan resistensi perifer. Hipertensi dapat disebabkan oleh faktor
genetik, obesitas, usia, serta jenis kelamin. Gaya hidup seperti kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol, konsumsi garam berlebih, dan kurangnya
aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya hipertensi.
Hipertensi merupakan penyebab utama stroke, penyakit jantung
koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik yang dapat dikendalikan
dengan manajemen gaya hidup yang tepat sehingga intervensi pada tingkat
promotif dan preventif harus dilakukan sedini mungkin. Tingginya prevalensi
hipertensi dan urgensi intervensi penyakit tersebut pada tingkat promotif dan
preventif membuat penyusun tertarik untuk melakukan analisis kesehatan
komunitas (Community Health Analysis) dengan cara mengidentifikasi faktor
yang mempengaruhi kejadian hipertensi di desa Tinggarjaya kecamatan
Jatilawang.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di
wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.
2. Tujuan khusus
a. Manganalisis permasalahan Hipertensi yang terjadi di desa
Tinggarjaya.
b. Melakukan skrining hipertensi terhadap penduduk di wilayah kerja
puskesmas Jatilawang.
c. Mengetahui faktor risiko yang dimiliki lansia terhadap Hipertensi yang
paling dominan.
d. Melakukan intervensi terhadap permasalahan Hipertensi untuk di Desa
Tinggarjaya Kecamatan Jatilawang.
C. Manfaat
1. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi pada warga masyarakat di wilayah Puskesmas
Jatilawang khususnya tentang Hipertensi beserta pencegahannya.
b. Membantu Puskesmas dalam menjalankan salah satu dari enam
program pokok yang ada ke masyarakat.
2. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas
Jatilawang.
II. ANALISIS SITUASI
A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografis
Kecamatan Jatilawang merupakan salah satu bagian dari wilayah
kabupaten Banyumas dengan luas wilayah kurang lebih 43,23 km2 dan
berada pada ketinggian 18–21 m dari permukaan laut dengan curah hujan
2.272 mm/tahun. Kecamatan ini memiliki batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Purwojati
b. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Wangon
c. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Cilacap
d. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Rawalo
Kecamatan Jatilawang terdiri dari 11 desa, 46 dukuh, 56 RW dan 323
RT. Desa dengan wilayah terluas adalah desa Tunjung yaitu 8,32 km2 dan
desa yang memiliki wilayah tersempit adalah Margasana dengan luas 1,82
km2. Bila dilihat dari jaraknya maka desa Gunungwetan adalah desa terjauh
dengan jarak 5 km dari pusat kota Jatilawang dan desa Tunjung merupakan
desa terdekat dengan jarak 0,15 km.
2. Keadaan Demografi
Total jumlah penduduk di kecamatan Jatilawang pada tahun 2011
adalah 57.286 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 28.461 jiwa (49,66%) dan
perempuan 28.938 jiwa (50,34%) dengan jumlah kepala keluarga 17.437
KK dan sex ratio sebesar 1080,99. Jumlah penduduk terbanyak berada di
desa Tinggarjaya yaitu sebesar 9.294 jiwa atau sebesar 16,17% dari
keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Jatilawang, sedangkan desa
Margasana merupakan desa dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu
2.100 (3,82%).
Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Jatilawang
dibagi menjadi 16 kelompok umur dengan variasi yang tidak begitu besar.
Penduduk terbanyak ada di kelompok umur 10-14 tahun yaitu sebesar 5.851
jiwa (10,18%) dan sebagian besar penduduk berada pada usia produktif, hal
ini merupakan aset sumber daya manusia yang besar.
Tabel 1.1. Jumlah penduduk menurut golongan umur
Kelompok Umur (tahun)
Laki-laki Perempuan Jumlah
0 – 4 2.897 2.771 5.6505 – 9 2.913 2.815 5.72810 – 14 3.002 2.849 5.85115 – 19 2.736 2.369 5.10520 – 24 1.943 1.921 3.86425 – 29 1.922 2.213 4.13530 – 34 1.993 2.320 4.31335 – 39 1.994 2.335 4.32940 – 44 1.999 2.095 4.09045 – 49 1.663 1.584 3.26750 – 54 1.337 1.302 2.53955 – 59 1.052 1.127 2.17960 – 64 1.086 1.135 2.22165 – 69 821 892 1.71370 – 74 636 654 1.290>75 550 556 1.106Jumlah 28.564 28.938 57.485
Sumber: Profil Kesehatan Kecamatan Jatilawang Tahun 2011
Sebagian besar penduduk Kecamatan Jatilawang memiliki mata
pencaharian sebagai petani, baik petani sendiri maupun hanya sebagai buruh
tani, yaitu sebanyak 33.367 orang (58,04%). Mata pencaharian lainnya
adalah pengusaha, buruh industri, buruh bangunan, pedagang,
pengangkutan, PNS dan ABRI.
Penduduk Kecamatan Jatilawang paling banyak menempuh
pendidikan hanya sampai dengan tamat Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak
21.986 orang. Penduduk Kecamatan Jatilawang yang melanjutkan
pendidikan hingga tingkat SLTP berjumlah 6752 orang, SLTA berjumlah
7432 orang, dan Universitas berjumlah 605 orang. Penduduk yang tidak
atau belum tamat SD sebesar 12.635 orang. Penduduk yang tidak pernah
menjalani pendidikan berjumlah 1411 orang. Data tersebut menunjukkan
bahwa keinginan atau kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
masih kurang.
Jumlah tenaga puskesmas Jatilawang yang ada menurut data tahun
2011 berjumlah 53 orang dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1.2. Jenis Ketenagaan di Puskesmas Jatilawang Tahun 2011
No. Jenis Tenaga
PNS PTT Honor Daerah
Honor Puskes-mas
Jumlah Keterangan
1.
2.3.
4.
5.
6.7.
8.
9.10.11.
12.13.14.
15.
Dokter UmumDokter GigiPerawat UmumPerawat Gigi
Bidan
ApotekerPelaksana GiziPelaksana KeslingAnalisPekarya Kes.Juru ImunisasiTUJuru masak Cleaning serviceSopir
2
15
1
10
11
1
---
9--
-
-
--
-
14
--
-
---
---
-
-
--
-
-
--
-
---
---
-
-
-4
-
-
--
-
---
111
1
2
19
1
24
11
1
---
1011
1
2 S1
-2 SPK, 7 AKPER
DIII
7 DI, 15 DIII, 2DIVDIIIDIII
SPPH
---
3 SI, 6 SMA, 2 SDSD
SMPSMA
Jumlah 31 1 - 7 53
Sumber: Profil Kesehatan Kecamatan Jatilawang Tahun 2011
Tabel 1.2. menunjukkan bahwa ketenagaan yang terdapat di
puksesmas Jatilawang berjumlah 53 orang yang terdiri dari dokter umum 2
orang, dokter gigi 1 orang, perawat umum 9 orang, perawat gigi 1 orang,
bidan 24 orang, apoteker 1 orang, pelaksan gizi 1 orang, pelaksana kesling 1
orang, bagian tata usaha 10 orang, juru masak 1 orang, cleaning service 1
orang, dan sopir 1 orang. Puskesmas Jatilawang tidak memiliki analis,
pekarya kesehatan, dan juru imunisasi.
Seperti halnya puskesmas lainnya, puskesmas Jatilawang juga
memiliki program kerja sebagai berikut:
a. Program Umum (Basic Six) yaitu Promosi Kesehatan, KIA/KB,
Perbaikan Gizi, Kesehatan Lingkungan, P2M, dan Pengobatan)
b. Program Pengembangan (meliputi konsultasi gigi, laboraturium dan
klinik sanitasi)
c. Puskesmas dengan Tempat Perawatan (Puskesmas DTP)
B. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Permasalahan kesehatan yang ada di kecamatan Jatilawang dapat dilihat
dari terpenuhi atau tidaknya target dari setiap program yang telah disepakati
dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM). Terdapat 16
masalah di puskesmas Jatilawang yang pencapaian program kesehatan belum
mencapai standar pelayanan minimal (SPM), antara lain Deteksi dini tumbuh
kembang anak balita dan pra sekolah; Pemeriksaan kesehatan siswa SLTP,
SLTA dan setingkat; Pelayanan KB; Pelayanan kesehatan jiwa; Balita
ditimbang; Ibu hamil mendapat tablet Fe; Pemberian MP-ASI pada bayi BGM;
TB paru positif; Pneumonia balita; Rumah yang memiliki SPAL; Pelyanan
higiene sanitasi ditempat umum; Ketersediaan obat; Pengadaan obat esensial;
Pelayanan penggunaan obat generik; Peserta ASKES; Peserta JAMKESMAS.
Persentase angka cakupan kesehatan deteksi dini tumbuh kembang anak
balita dan pra sekolah didapatkan sebesar 61,5% dan sangat jauh dari nilai
SPM tahun 2010, yaitu sebesar 95%. Persentase pemeriksaan kesehatan siswa
SLTP, SLTA dan setingkat sudah mencapai angka 30,7%, tetapi belum
memenuhi nilai SPM tahun 2010 sebesar 40%. Kedua kriteria tersebut
termasuk dalam program pelayananan kesehatan anak pra sekolah dan usia
sekolah yang masih belum mencapai target SPM.
Program peserta KB aktif termasuk dalam pelayanan keluarga berencana.
Akan tetapi, program peserta KB aktif di kecamatan Jatilawang masih belum
memenuhi SPM tahun 2010 sebesar 80%, yaitu hanya berkisar sebesar 77,6%.
Persentase pelayanan kesehatan jiwa sebesar 0,4% dan masih belum
memenuhi SPM 2010 15%. Program ini masih belum memenuhi target SPM
dikarenakan kemampuan penegakkan diagnosis oleh petugas kesehatan masih
kurang, lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan, serta sebagian besar pasien
gangguan jiwa lebih memilih berobat langsung ke Rumah Sakit.
Persentase balita yang ditimbang sebesar 69,8% dan masih belum
memenuhi SPM 2010 80%. Persentase ibu hamil yang mendapat tablet Fe
86,04% dan masih belum memenuhi SPM 2010 90%. Pemberian MP-ASI pada
bayi BGM 56,25%. Ketiga hal tersebut termasuk dalam program pemantauan
tumbuh balita.
Kasus TB paru positif sebesar 42,5% dan masih belum memenuhi SPM
tahun 2010 sebesar 70%. Hal ini termasuk dalam program pencegahan dan
pemberantasan penyakit TB paru.Kasus pneumonia balita sebesar 19,09% dan
masih belum memenuhi SPM 2010 tahun 100%. Kasus ini termasuk dalam
program pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA.
Persentase rumah yang memiliki SPAL sebesar 47% dan belum
memenuhi SPM 2010 sebesar 80%.Sedangkan untuk pelayanan hygiene
sanitasi ditempat umum 60% dan belum memenuhi SPM 2010 sebesar
80%.Hal tersebut termasuk dalam program pelayanan keehatan lingkungan.
Persentase ketersediaan obat sebesar 33,33% belum memenuhi target
SPM sebesar 90%, dan untuk pengadaan obat esensial sebesar 72,67% belum
memenuhi target SPM tahun 2010 sebesar 100%. Kedua hal ini termasuk
dalam program pelayanan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan.
Sementara program pelayanan penggunaan obat generik sebesar 73,6% belum
memenuhi target SPM tahun 2010 sebesar 100%;
Persentase peserta ASKES sebesar 8,78% belum memenuhi target SPM
2010 yaitu sebesar 80%. Sementara untuk peserta JAMKESMAS 84,03%
belum memenuhi target SPM tahun 2010 sebesar 100%. Kedua hal ini
termasuk dalam program penyelenggaraan pembiayaan untuk pelayanan
kesehatan perorangan.
Dari penyelenggaraan program puskesmas serta kesesuaian dengan SPM
tahun 2010, akan dipilih beberapa permasalahan yang dapat dijadikan
alternatifprioritas di Puskesmas Jatilawang dengan alasan karena masih
terdapat kesenjangan antara data primer dengan target SPM Puskesmas tahun
2010.
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
A. Daftar Permasalahan Kesehatan
Masalah merupakan sesuatu yang terjadi karena adanya kesenjangan
antara harapan dan kenyataan. Suatu permasalahan diidentifikasi dengan
memperhatikan target pencapaian dengan keadaan yang terjadi di lapangan saat
ini. Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk memutuskan adanya
masalah, yaitu:
1. Adanya kesenjangan
2. Adanya rasa tidak puas
3. Adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas
Jatilawang mengidentifikasi permasalahan dari segi angka morbiditas penyakit
di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.
Angka morbiditas dilihat dari besar penyakit pada Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) Puskesmas Jatilawang.
Tabel 3.1. 10 Besar Penyakit pada IRJ Puskesmas Jatilawang Oktober
2012
No. Penyakit Jumlah Presentase1 ISPA 213 0,37%2 Myalgia 67 0,12%3 Dispepsia 44 0,08%4 Observasi Febris 36 0,06%5 Faringitis Akut 29 0,05%6 Dermatitis Kontak
Alergika (DKA)29 0,05%
7 Gastroenteritis Bakteri
28 0,048%
8 Cephalgia Tipe Cluster
25 0,043%
9 Asma Bronkhial 23 0,040%10 Hipertensi 19 0,030%
B. Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah di Puskesmas Jatilawang dilakukan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Kriteria yang digunakan dalam
penetapan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon kuantitatif
diantaranya:
1. Kelompok kriteria A: besarnya masalah
2. Kelompok kriteria B: kegawatan masalah
3. Kelompok kriteria C: kemudahan dalam penanggulangan
4. Kelompok kriteria D: faktor PEARL (Property, Economic, Acceptability,
Resources availability, and Legality).
Perincian penentuan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon
Kuantitatif dari masing – masing kriteria adalah sebagai berikut:
I. Kriteria A
Kriteria A digunakan untuk menentukan besarnya masalah dan diukur
dari jumlah penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.3. Nilai Kriteria A metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan
Besarnya Masalah Berdasar Presentase Nilai0-20%(1)
21-40%(2)
41-60%(3)
61-80%(4)
81-100%(5)
ISPA x 1Myalgia x 1Dispepsia x 1Observasi Febris
x 1
Faringitis Akut x 1Dermatitis Kontak Alergika (DKA)
x 1
Gastroenteritis Bakteri
x 1
Cephalgia Tipe Cluster
x 1
Asma Bronkhial x 1Hipertensi x 1
II. Kriteria B
Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor
yang digunakan adalah 1 untuk yang paling ringan sampai skor 5 untuk
masalah yang paling gawat. Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai kriteria
B untuk masing-masing masalah kesehatan.
Tabel 3.4. Nilai Kriteria B metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan Keparahan TingkatUrgensi
Biaya yangDikeluarkan
Nilai
ISPA 3 3 2 8Myalgia 3 1 1 3Dispepsia 2 3 2 7Observasi Febris 4 4 3 11Faringitis Akut 2 2 2 6Dermatitis Kontak Alergika (DKA)
1 1 1 3
Gastroenteritis Bakteri 4 4 3 11Cephalgia Tipe Cluster 2 3 2 7Asma Bronkhial 3 4 4 11Hipertensi 4 4 4 12
III. Kriteria C
Kriteria C digunakan untuk menilai kemudahan dalam
penanggulangan masalah, maka dinilai apakan sumber daya dan teknologi
yang ada dapat menyelesaikan masalah. Skor yang digunakan dari skala 1
sampai 5. Semakin sulit penanggulangan, skor yang diberikan semakin
kecil. Kriteria C terdapat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Nilai Kriteria C metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan As Ai Ra Ri Jml NISPA 4 4 4 4 16 4Myalgia 4 4 4 3 15 3,75Dispepsia 3 3 3 4 13 3,25Observasi Febris 3 2 3 3 11 2,75Faringitis Akut 4 4 4 3 15 3,75Dermatitis Kontak Alergika (DKA)
4 4 4 4 16 4
Gastroenteritis Bakteri 3 3 3 3 12 3
Cephalgia Tipe Cluster 3 2 3 2 10 2,5Asma Bronkhial 3 3 2 2 10 2,5Hipertensi 3 3 3 3 12 3Keterangan : As: Asti ; Ai : Ai ; Ra : Rahmah ; Ri : Rian ; Jml: Jumlah, N:
Nilai rata rata
IV. Kriteria D (Faktor PEARL)
Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan dapat
tidaknya suatu program dilaksanakan. Faktor – faktor tersebut adalah:
A. Kesesuaian (Propriety)
B. Murah (Economic)
C. Dapat diterima (Acceptability)
D. Tersedianya sumber daya (Resources Availability)
E. Legalitas terjamin (Legality)
Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai PEARL untuk masing-masing
permasalahan kesehatan adalah pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Nilai Kriteria D metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan P E A R L Hasil Perkalian
ISPA 1 1 1 1 1 1
Myalgia 1 1 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Observasi Febris 1 1 1 1 1 1
Faringitis Akut 1 1 1 1 1 1
Dermatitis Kontak Alergika (DKA)
1 1 1 1 1 1
Gastroenteritis Bakteri 1 1 1 1 1 1
Cephalgia Tipe Cluster 1 1 1 1 1 1
Asma Bronkhial 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
V. Penetapan nilai
Setelah kriteria kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A + B) C
Nilai Prioritas Total (NPT) = (A + B) C x D
Tabel 3.7. Nilai Prioritas Dasar (NPD) dan Nilai Prioritas Total (NPT)
Masalah Kesehatan
A B C NPD D NPT Prioritas
ISPA 1 8 4 36 1 36 2-3
Myalgia 1 3 3,75 15 1 15 10
Dispepsia 1 7 3,25 26 1 26 7
Observasi Febris
1 11 2,75 33 1 33 4
Faringitis Akut 1 6 3,75 26,25 1 26,25 6
Dermatitis Kontak Alergika (DKA)
1 3 4 16 1 16 9
Gastroenteritis Bakteri
1 11 3 36 1 36 2-3
Cephalgia Tipe 1 7 2,5 20 1 20 8
Cluster Asma Bronkhial
1 11 2,5 30 1 30 5
Hipertensi 1 12 3 39 1 39 1
Berdasarkan hasil pemilihan prioritas masalah dengan menggunakan metode
Hanlon Kuantitatif didapatkan permasalahan hipertensi, ISPA, dan gastroenteritis
bakteri menempati prioritas masalah 1, 2, dan 3. Kelompok ini akan membahas
hipertensi di Jatilawang.
IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah dimana
systole sama atau melebihi 140 mmHg dan/atau diastole sama atau
melebihi 90 mmHg pada seseorang yang tidak sedang menggunakan obat
anti hipertensi (Wilson dan Price, 2006). Hipertensi dapat menimbulkan
kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kerusakan organ-organ tubuh yang umum ditemui pada pasien hipertensi
antara lain penyakit jantung (infark miokard, gagal jantung), stroke,
penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, dan retinopati (Yogiantoro,
2006). Klasifikasi tekanan darah dapat dilihat pada tabel di bawah ini
(Wilson dan Price, 2006).
Tabel 4.1. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Orang Dewasa Usia 18 Tahun atau
Lebih (JNC VII)
Klasifikasi Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Sumber: Wilson dan Price, 2006
2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi atas hipertensi esensial
dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak
jelas eiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kriteria
ini. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor terdiri dari faktor
genetic dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat
dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor genetic
ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress,
peningkatan reaktivitas vaskuler, dan resistensi insulin. Terdapat 3 faktor
lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu intake natrium
berlebihan, stress, dan obesitas. Hipertensi sekunder adalah
hipertensi yang terjadi akibat adanya gangguan fungsional pada organ-
organ tubuh lainnya sehingga menimbulkan kenaikan tekanan darah.
Etiologi hipertensi sekunder antara lain (Sherwood, 2001):
a. Hipertensi endokrin (feokromositoma, sindrom conn)
b. Hipertensi neurogenik (defek pusat kontrol kardiovaskuler, tumor
otak)
c. Hipertensi kardiovaskuler (aterosklerosis, koarktasio aorta)
d. Hipertensi renal (penyakit parenkim ginjal)
e. Hipertensi pada kehamilan (pre-eklamsia)
f. Akibat obat / faktor eksogen
3. Patogenesis dan Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras simpatis yang berlanjut ke bawah menuju
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis.
Peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain stres, hiperinsulinisme, konsumsi garam yang berlebihan, obesitas,
dan disfungsi endotel. Stres dan hiperinsulinisme akan meningkatkan saraf
simpatis yang akan merangsang pengeluaran hormon katekolamin yang
akan meningkatkan produksi renin dan kontraktilitas jantung. Pengeluaran
renin yang berlebihan akan merangsang pengeluaran angiotensinogen dan
dengan bantuan angiotensin converting enzyme akan mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II yang akan meningkatkan resistensi
perifer dan berdampak dalam peningkatan tekanan darah. Sedangkan
meningkatnya kontraktilitas jantung, konsumsi garam yang berlebih, dan
obesitas akan meningkatkan cardiac output yang akan meningkatkan
tekanan darah. Konsumsi garam dalam meningkatkan cardiac output
dikarenakan meningkatnya konsentrasi Na+ sehingga meningkatkan
venous return yang akan meningkatkan preload sehingga tekanan darah
akan meningkat. Disfungsi endotel juga mempengaruhi kenaikan tekanan
darah, hal ini karena disfungsi endotel akan menurunkan reaktivitas NO
dan vasodilator, hal ini akan meningkatkan resistensi perifer sehingga akan
terjadi peningkatan tekanan darah (Price dan Wilson, 2006).
Gambar 4.1. Patofisiologi Hipertensi (Price dan Wilson, 2006)
4. Faktor Risiko Hipertensi
a) Faktor Keturunan atau Gen
Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tua.
Apabila riwayat hipertensi didapat pada orang tua, maka keturunannya
akan memiliki risiko untuk menderita hipertensi esensial lebih besar
(Gray, et. al., 2005).
b) Faktor Berat Badan (Obesitas atau Kegemukan)
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks
massa tubuh >25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m))
juga merupakan salah satu faktor risiko timbulnya hipertensi. Obesitas
erat kaitannya dengan kegemaran mengkosumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh makin
banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan
dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar
melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin darah. Hal
inilah yang menimbulkan hipertensi.
c) Faktor Stres
Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik, atau
lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita
untuk mengtasinya dengan efektif. Stres dapat meningkatkan tekanan
darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab
meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang. Stres dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat.
d) Faktor Jenis Kelamin
Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena hipertensi
dibandingkan wanita. Seorang pria dewasa akan mempunyai peluang
lebih besar yakni satu di antara 5 untuk mengidap hipertensi.
e) Faktor Usia
Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia,
kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar.
Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturannya dan tekanan darah
meningkat seiring bertambahnya usia sehingga kebanyakan orang
mengalami hipertensi pada usia lima puluhan dan enam puluhan.
f) Faktor Diet ( Asupan Garam)
Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme
timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi
melalui peningkatan volume plasma dan tekanan darah. Asupan garam
kurang dari tiga gram setiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi
yang rendah sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram per hari
menyebabkan prevalensi hipertensi meningkat 15-20%. WHO
menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram
sehari (sama dengan 2400 mg Natrium). Konsumsi garam memiliki
efek langsung terhadap tekanan darah. Terdapat bukti bahwa mereka
yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan
memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam
dari tubuhnya.
Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam
jumlah normal dapat membantu tubuh mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Natrium
dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga
meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih
keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi tinggi.
g) Kebiasaan Merokok
Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang dapat
menimbulkan hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan
karbon monoksida yang diisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.
h) Konsumsi Alkohol
Konsumsi lebih dari 250 ml alkohol per hari dapat meningkatkan
tekanan darah, melemahkan otot jantung, serta menyebabkan
kegemukan dan aterosklerosis sehingga menyebabkan timbulnya
penyakit jantung yang lebih parah. Selain itu, alkohol juga
menurunkan efek obat antihipertensi.
i) Aktivitas Fisik (Olahraga)
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah. Kurangnya
melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya
obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan
timbulnya hipertensi. Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam
ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan
lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka
yang tidak melakukan olahraga.
B. Kerangka Konsep
Gambar 4.2. Kerangka Konsep
C. Hipotesis
A. Terdapat hubungan antara hipertensi dan diet asupan garam
B. Terdapat hubungan antara hipertensi dan kebiasaan merokok
C. Terdapat hubungan antara hipertensi dan obesitas
D. Terdapat hubungan antara hipertensi dan aktivitas fisik
E. Terdapat hubungan antara hipertensi dan konsumsi alcohol
F. Terdapat hubungan antara hipertensi dan pekerjaan
G. Terdapat hubungan antara hipertensi dan hobi
HIPERTENSI
Tak dapat diubah: Genetik, Usia, Jenis kelamin, Stres
Dapat diubah: Diet asupan garam, Kebiasaan merokok, obesitas, aktivitas fisik, Konsumsi alkohol, Pekerjaan, Hobi
= Faktor yang tidak diteliti
= Faktor yang diteliti
V. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitiaan
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian observasional analitik dengan
metode Cross Sectional. Penelitian ini akan mencari hubungan antara variabel
bebas berupa faktor risiko dengan variabel tergantung yaitu efek yang berupa
kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang.
B. Ruang Lingkup Kerja
Posyandu lansia wilayah Jatilawang, Desa Adisara Kecamatan Jatilawang
Kabupaten Banyumas.
C. Populasi Sampel
1. Populasi
a. Populasi Target
Seluruh lansia yang memiliki riwayat hipertensi di Desa Adisara
Kecamatan Jatilawang.
b. Populasi Terjangkau
Peserta posyandu lansia yang tercatat pada bulan Desember 2012 di
Desa Adisara Kecamatan Jatilawang.
2. Sampel/ Responden
Sampel/responden adalah sebagian dari peserta yang mengikuti posyandu
lansia dan akan dijadikan obyek penelitiaan dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Besar sampel
Besar sampel diambil dengan keseluruhan jumlah peserta posyandu
lansia yang tercatat pada bulan Desember 2012.
b. Metode pengambilan sampel
Metode yang dipakai dalam pengambilan sampel adalah dengan metode
total sampling.
Kriteria inklusi :
a. Berumur diatas 55 tahun.
b. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangai lembar
persetujuan menjadi subjek penelitian setelah membaca lembar
informed consent.
c. Berdomisili di Kecamatan Jatilawang.
Kriteria eksklusi :
a. Tidak Mengisi data kuesioner secara lengkap.
b. Tidak Kooperatif dalam melakukan tahap wawancara dan pengisian
kuesioner.
c. Peserta posyandu lansia yang tidak datang saat pelaksanaan posyandu.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat : Kejadian Hipertensi
2. Variabel bebas : Diet asupan garam, kebiasaan merokok, obesitas,
aktivitas fisik, konsumsi alcohol, pekerjaan, hobi
E. Definisi Operasional
Tabel 5.1. Definisi Operasional
Variabel Keterangan Skala
Kejadian Hipertensi
Keadaan seseorang memiliki tekanan darah sistolik >140 mmHg dan atau Diastolik >90 mmHg.Dikategorikan menjadiYa : hipertensiTidak : hipertensi
Nominal
Diet Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi garam Ya : mengkonsumsi makanan tinggi garam dan kolesterol.Tidak : tidak mengkonsumsi makanan tinggi garam dan kolesterol.
Nominal
Kebiasaan merokok
Kebiasaan mengkonsumsi rokok Ya : konsumsi rokok lebih dari satu batang perhariTidak : tidak mengkonsumsi rokok
Nominal
Obesitas Keadaan seseorang dengan Indeks Masa Tubuh > 25Ya : ObesitasTidak : Tidak Obesitas
Nominal
Aktivitas fisik
Melakukan olah raga teratur 3 kali seminggu selama 30 menit.Ya : melakukan olah ragaTidak : tidak melakukan olah raga
Nominal
Konsumsi alkohol
Pekerjaan
Hobi
Kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol lebih dari 250 mlYa : mengkonsumsi alkoholTidak : tidak mengkonsumsi alkohol
Mata pencaharian yang dimiliki responden dalam mengisi aktivitas sehari- hari nyaYa : bekerjaTidak : tidak bekerja
Aktivitas responden dalam mengisi waktu luang sehari-hariKualitas baik : ngasuh cucu, jalan-jalanKualitas buruk : hanya tiduran/nonton televisi
Nominal
Nominal
Nominal
F. Instrumen Pengambilan Data
Sumber data adalah data primer yang diperoleh dari wawancara
dengan menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan pada saat Posyandu
Lansia.
G. Rencana Analisis Data
Data dianalisis dengan metode analisis deskriptif dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan persentase tentang karakteristik
sampel. Analisis bivariat menggunakan metode Chi-square untuk mengetahui
hubungan antar variable jika syarat terpenuhi, jika tidak maka digunakan uji
Fisher.
H. Waktu dan Tempat
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 6 Januari 2013
Tempat : Posyandu lansia
VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
A. Hasil
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Desa Adisara, Kecamatan
Jatilawang Kabupaten Banyumas pada tanggal 6 Januari 2012.Penelitian ini
dilakukan bersamaan dengan Posyandu Lansia di RW 02, Desa Adisara
dengan jumlah peserta 28 lansia. Penelitian dilakukan dengan metode
wawancara menggunakan kuesioner kepada lansia yang memenuhi kriteria
inklusi dan dari 31 lansia hanya 28 lansia yang memenuhi kriteria inklusi
dikarenakan responden tidak hadir sampai acara selesai.
1. Analisis Univariat
Pada penelitian Cross-sectional yang dilakukan pada Lansia Desa
Adisara didapatkan responden sejumlah 29 lansia. Karakteristik responden
dapat dilihat dalam Tabel 6.1. Pada tabel dapat dilihat bahwa distribusi
responden menurut faktor internal dari jenis kelamin didapatkan 81,3 %
berjenis kelamin perempuan, sedangkan laki – laki berjumlah 18,8 % dan
responden yang memiliki predisposisi genetik berjumlah 19 lansia
(59,4%). Responden yang memiliki pekerjaan berjumlah … lansia (…%)
Faktor eksternal pada tabel dapat diketahui bahwa responden yang
obesitas berjumlah 5 lansia (15,6%), mengkonsumsi makanan asin dan
berkolesterol berjumlah 20 lansia (62,5%), dan yang tidak melakukan olah
raga secara teratur berjumlah 14 lansia (43,8%). Responden yang memiliki
kebiasaan merokok berjumlah ….lansia (..%), kebiasaan konsumsi alkohol
berjumlah …lansia (…%), dan lansia yang memiliki hobi/kebiasaan buruk
berjumlah ..lansia (…%).
Dari seluruh responden, responden yang memiliki teanan darah
tinggi atau hipertensi berjumlah 18 lansia (56,3%) sedangkan 14 lansia
lain tidak (43,8%).
Tabel 6.1. Karakteristik Responden
No VariabelFrekuensi(Orang)
Presentase(%)
1 Jenis Kelamin Perempuan 26 81,3Laki - Laki 6 18,8
2 Predisposisi genetik Ya 19 59,4Tidak 13 40,6
3 Obesitas Obesitas 5 15,6Non Obesitas 27 84,4
4 Diet Ya 20 62,5Tidak 12 37,5
5 Aktivitas fisik Ya 16 50Tidak 16 50
6 Hipertensi Ya 18 56,3Tidak 14 43,8
7 Konsumsi Alkohol Ya
8 Pekerjaan
9 Hobi
10 Kebiasaan Merokok
Total 32 100
Sumber: Data primer, 2011
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan antara diet dengan kejadian hipertensi
Tabel 6.2 Hasil uji chi square antara faktor risiko Diet dengan Hipertensi
Diet Hipertensi Total X2 pYa
N (%)TidakN (%)
Ya 15 11 26 0,117 1,000
Tidak 3 3 6
Jumlah 18 14 32
Tabel diatas menunjukan hasil uji chi square antara diet dengan
kejadian hipertensi. Berdasarkan uji chi square menunjukkan hasil yang
tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0, 093 atau p >0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa diet tidak berhubungan secara
signifikan dengan kejadian hipertensi.
b. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi
Tabel 6.3 Hasil uji chi square antara faktor risiko kebiasaan merokok dengan Hipertensi
Kebiasaan Merokok
Hipertensi Jumlah X2 p
YaN (%)
TidakN (%)
Merokok 3 2 5 0,034 1,000
Tidak merokok 15 12 27
Jumlah 18 14 32
Tabel diatas menunjukan hasil uji chi square antara kebiasaan
merokok dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan uji chi square
menunjukkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0,
093 atau p >0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kebiasaan
merokok tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian
hipertensi.
c. Hubungan antara Obesitas dengan kejadian Hipertensi
Tabel 6.4 Hasil uji chi square antara faktor risiko Obesitas dengan
Hipertensi
Obesitas Hipertensi Jumlah X2 pYa
N (%)TidakN (%)
Obesitas 13 6 19 2,815 0,093
Non Obesitas 5 18 13
Jumlah 18 14 32
Tabel diatas menunjukan hasil uji chi square antara obesitas
dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan uji chi square menunjukkan
hasil yang tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0, 093 atau p
>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa obesitas tidak berhubungan
secara signifikan dengan kejadian hipertensi.
d. Hubungan antara Akitvitas fisik dengan kejadian hipertensi
Tabel 6.5 Hasil uji chi square antara faktor risiko Aktivitas Fisik
dengan Hipertensi
Aktivitas Fisik
Hipertensi Jumlah X2 Nilai p
YaN (%)
TidakN (%)
Ya 11 9 20 0,034 0,854
Tidak 7 5 12
Jumlah 18 14 32
Berdasarkan uji chi square variabel aktivitas fisik dan dengan
terjadinya hipertensi menunjukkan hasil yang tidak signifikan
ditunjukkan dengan nilai p 0,854 atau p >0,05. Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa secara statistik aktivitas fisik tidak berhubungan
yang signifikan dengan kejadian hipertensi.
e. Hubungan antara Konsumsi Alkohol dengan kejadian Hipertensi
Tabel 6.6 Hasil uji chi square antara faktor risiko Konsumsi
Alkohol dengan Hipertensi
Konsumsi Alkohol
Hipertensi Jumlah X2 Nilai p
YaN (%)
TidakN (%)
Ya 8 8 16 0,508 0,476
Tidak 10 6 16
Jumlah 18 14 32
Berdasarkan uji chi square variable faktor risiko konsumsi
alkohol dan dengan terjadinya hipertensi menunjukkan hasil yang tidak
signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0,476 atau p >0,05. Maka dari itu
dapat disimpulkan bahwa secara statistik konsumsi alkohol tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi.
f. Hubungan antara Pekerjaan dengan kejadian Hipertensi
Tabel 6.6 Hasil uji chi square antara faktor risiko Pekerjaan dengan
Hipertensi
Pekerjaan Hipertensi Jumlah X2 Nilai p
YaN (%)
TidakN (%)
Ya 8 8 16 0,508 0,476
Tidak 10 6 16
Jumlah 18 14 32
Berdasarkan uji chi square variable faktor risiko pekerjaan dan
dengan terjadinya hipertensi menunjukkan hasil yang tidak signifikan
ditunjukkan dengan nilai p 0,476 atau p >0,05. Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa secara statistik pekerjaan tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan kejadian hipertensi.
g. Hubungan antara Hobi dengan kejadian Hipertensi
Tabel 6.6 Hasil uji chi square antara faktor risiko Hobi dengan
Hipertensi
Hobi Hipertensi Jumlah X2 Nilai p
YaN (%)
TidakN (%)
Baik 8 8 16 0,508 0,476
Buruk 10 6 16
Jumlah 18 14 32
Berdasarkan uji chi square variable faktor risiko hobi dan dengan
terjadinya hipertensi menunjukkan hasil yang tidak signifikan
ditunjukkan dengan nilai p 0,476 atau p >0,05. Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa secara statistik hobi tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian hipertensi.
B. Pembahasan
Pada penelitian ini peneliti ingin melihat hubungan antara faktor resiko
dengan kejadian hipertensi pada lansia Desa Adisara, Kecamatan Jatilawang.
Faktor resiko yang dilihat ialah faktor resiko internal yaitu jenis kelamin dan
predisposisi genetik, dan faktor resiko ekternal yaitu kebiasaan diet, kebiasaan
merokok, obesitas, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, pekerjaan dan hobi.
Hipotesis yang peneliti ajukan adalah terdapat hubungan antara jenis
kelamin dengan kejadian hipertensi. Uji Fisher menunjukkan hasil yang tidak
signifikan dengan nilai p 1,000 . Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wang (2006) yang menyebutkan bahwa perbedaan jenis
kelamin tidak berhubungan secara signifikan (nilai p=0,500) dengan
terjadinya hipertensi. Penelitian yang dilakukan oleh Wang menyebutkan
bahwa pada laki- laki dan perempuan terdapat persamaan dalam tekanan darah
sistolik tetapi sedikit berbeda pada tekanan diastolik. Hipertensi diperkirakan
lebih banyak terjadi peningkatan pada tekanan sistolik (>140 mmHg)
dibandingkan dengan dengan tekanan diastolik (> 90mmHg), karena
perempuan dan laki-laki mempunyai tekana sitolik yang sama maka keduanya
mempunyai peluang yang sama terkena hipertensi.
Penelitian ini juga meneliti diet dengan terjadinya hipertensi, yaitu
menilai apakah diet tinggi garam berhubungan dengan terjadinya hipertensi.
Hasil uji chi square menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai p
0,854 atau p > 0,005. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu
yang menyebutkan bahwa konsumsi garam tidak cukup sebagai penyebab
terjadinya hipertensi. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa konsumsi
garam tidak selalu berhubungan dengan terjadinya hipertensi, hal ini
tergantung dari seberapa banyak garam yang dikonsumsi (Hollenberg, 2006).
Menurut penelitian ini hubungan antara obesitas dan hipertensi juga tidak
signifikan. Hal ini terlihat dari nilai p 1,000 Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Jerant (2012) yang menyebutkan bahwa obesitas tidak berhubungan
dengan terjadinya hipertensi.
Riwayat hipertensi pada keluarga menunjukkan hasil yang tidak
signifikan dengan terjadinya hipertensi. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Barksdale (2010) yang menemukan bahwa
riwayat hipertensi dalam keluarga bukan merupakan faktor risiko terjadinya
hipertensi. Menurut Barksdale (2010) hal ini dimungkinkan karena dalam
pengambilan sampel terjadi bias, dikarenakan penderita tidak mengetahui atau
belum terdiagnosa kalau anggota kelurga yang lain menderita hipertensi.
Hasil uji chi square antara aktivitas fisik dengan risiko terjadinya
hipertensi juga menghasilkan nilai yang tidak signifikan dengan nilai p 0,476.
Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Stewart (2005) yang
menemukan bahwa olahraga yang dilakukan sendiri tanpa program yang benar
tidak dapat mengurangi terjadinya hipertensi, bahkan tidak berhubungan
dengan terjadinya hipertensi.
Namun hasil penelitian diatas tidak sesuai dengan hasil penelitian
Formand (2009) yang menyebutkan bahwa diet, riwayat keluarga, olahraga,
gaya hidup, IMT berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Perbedaan hasil
penelitian ini dimungkinkan karena perbedaan jumlah sampel dimana dalam
penelitian ini hanya menggunakan 32 sampel penderita hipertensi dan pada
penelitian yang terdahulu menggunakan 12.319 kasus hipertensi. Selain
perbedaan jumlah sampel, design study yang digunakan juga berbeda, pada
penelitian ini menggunakan cross sectional sedangkan pada penelitian
Formand (2009) menggunakan cohort prospective.
Hasil uji chi-square antara kebiasaan merokok dengan kejadian
hiopertensi menunjukkan hasil ……. Penelitian ini sesuai dgn…
Hasil uji chi-square antara konsumsi alkohol dengan kejadian hiopertensi
menunjukkan hasil ……. Penelitian ini sesuai dgn…
Hasil uji chi-square antara pekerjaan dengan kejadian hiopertensi
menunjukkan hasil ……. Penelitian ini sesuai dgn…
Hasil uji chi-square antara hobi dengan kejadian hiopertensi
menunjukkan hasil ……. Penelitian ini sesuai dgn…
Dari hasil analisis univariat dan bivariate yang telah dilakukan
didapatkan satu faktor risiko yang memiliki hubungan yang signifikan dengan
kejadian hipertensi di Desa Adisara Kecamatan Jatilawang adalah faktor risiko
obesitas.
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan kejadian hipertensi pada subjek penelitian adalah:
1. Senam hipertensi secara rutin. Senam dilakukan setiap satu minggu sekali
secara rutin sebagai upaya untuk menurunkan risiko hipertensi.
2. Skrining kesehatan dengan mengukur tekanan darah.
3. Pemberian penyuluhan mengenai Hipertensi, menjelaskan mengenai gizi
seimbang yang baik untuk hipertensi. Selain itu menjelaskan faktor yang
menyebabkan sampai penanganan serta komplikasi yang dapat terjadi.
B. Penentuan Alternatif Terpilih
Pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah harus dilakukan
karena adanya keterbatasan baik dalam sarana, tenaga, dana, serta waktu.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemilihan prioritas pemecahan
masalah adalah metode Rinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu
efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
kelanggengan selesainya masalah, dan kecepatan penyelesaian masalah.
Efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan dalam
menyelesaikan masalah. Skoring efisiensi jalan keluar adalah dari sangat
murah (1), hingga sangat mahal (5).
Tabel 7.1. Kriteria dan Skoring Efektivitas Jalan Keluar
Skor M (besarnya masalah yang dapat diatasi)
I (kelanggengan
selesainya masalah)
V (kecepatan penyelesaian
masalah)
1 sangat kecil sangat tidak langgeng sangat lambat2 Kecil tidak langgeng Lambat3 cukup besar cukup langgeng cukup cepat4 Besar langgeng Cepat5 sangat besar sangat langgeng sangat cepat
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke
adalah sebagai berikut:
Tabel 7.2. Prioritas Pemecahan Masalah Metode Reinke
NoDaftar Alternatif Jalan
Keluar
Efektivitas EfisiensiMxIxV
C
Urutan Prioritas MasalahM I V C
1 Senam hipertensi secara rutin 4 4 5 2 40 1
2 Skrining kesehatan dengan mengukur tekanan darah.
4 4 4 3 21,3 2
3 Pemberian penyuluhan mengenai Hipertensi, kepada kader kesehatan dan lansia
3 3 2 2 9 3
Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah
menggunakan metode Reinke, didapat prioritas pemecahan masalah, yaitu
rutin menjadwalkan senam hipertensi pada lansia, Skrining kesehatan yaitu
dengan mengukur tekanan darah, diberikan juga penyuluhan sederhana untuk
meningkatkan pengetahuan serta kesadaran untuk hidup sehat guna
pencegahan terhadap penyakit ini.
VIII. RENCANA KEGIATAN (Plan of Action)
1. Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyakit yang bersifat asimtomatis sehingga
banyak penderita yang tidak waspada terhadap perjalanan lanjut hipertensi.
Penderita hipertensi banyak yang tidak menyadari gejala hipertensi, sehingga
baru disadari setelah terjadi gangguan organ seperti penyakit jantung, saraf,
ginjal, dan pembuluh darah dengan fatalitas tinggi seperti stroke, penyakit
jantung koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik. Saat ini hipertensi
disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang
dewasa menderita hipertensi. Menurut WHO dan the International Society of
Hypertension (ISH), terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia
dan 3 juta di antaranya meninggal. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut
tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng, 2009). Data
penelitian Kementerian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi hipertensi
cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup
tinggi. Hipertensi ini dapat menimbulkan banyak masalah kesehatan
masyarakat. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling
berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah.
(Depkes, 2012).
Hipertensi merupakan penyebab utama stroke, penyakit jantung
koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik yang dapat dikendalikan
dengan manajemen gaya hidup yang tepat sehingga intervensi pada tingkat
promotif dan preventif harus dilakukan sedini mungkin.
2. Tujuan
1) Tujuan Umum
Mengetahui hubungan Faktor resiko dengan kejadian hipertensi pada
lansia Desa Adisara, Kecamatan Jatilawang.
2) Tujuan Khusus
a. Melakukan senam hipertensi bagi lansia hipertensi sebagai upaya
menurunkan kejadian hipertensi.
b. Melakukan skrining hipertensi terhadap penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang.
c. Meningkatkan pengetahuan penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Jatilawang tentang hipertensi.
3. Manfaat
1) Manfaat Praktis
Memberikan informasi pada warga masyarakat di wilayah Puskesmas
Jatilawang mengenai hipertensi.
2) Membantu menjalankan program promosi kesehatan pada wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang.
3) Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas
Jatilawang.
4. Bentuk dan Materi Kegiatan
Kegiatan akan dilaksanakan dan disajikan dalam bentuk senam
hipertensi, kemudian dilakukan skrining kesehatan dan penyuluhan dengan
materi tentang Hipertensi serta gizi seimbang bagi penderita hipertensi.
Kegiatan ini disisipkan pada kegiatan Posyandu Lansia pada warga Desa
Adisara RW 02, Kecamatan Jatilawang yang diselenggarakan secara rutin.
5. Sasaran
Lansia dan Kader Kesehatan Desa Adisara, Kecamatan Jatilawang Kabupaten
Banyumas.
6. Pelaksanaan
1. Personil
Penanggung jawab : dr. Suripto (Preseptor Lapangan).
Pembimbing : Bidan Lilik (Bidan Desa)
Pelaksana : Ai Irma Siti Rahmah, Masrian
Pembicara : Ai Irma Siti Rahmah, Masrian
2. Waktu dan Tempat
Hari : Minggu
Tanggal : 6 Januari 2012
Waktu : 06.00 – selesai WIB
Tempat : RW 02 Desa Adisara, Kecamatan Jatilawang
7. Rencana Anggaran
1. Materi : Rp. 150.000,00
2. Fotocopy kuesioner : Rp. 5.000,00
3. Konsumsi : Rp. 150.000,00
Total : Rp. 305.000,00
IX. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN
A. Evaluasi hasil kegiatan
Dilakukan senam hipertensi pada pukul 06.00 WIB yang dilanjutkan
dengan kegiatan penyuluhan. Penyuluhan mengenai Hipertensi yang
difokuskan pada apa itu hipertensi, faktor risiko, cara pencegahan dan
penangananya yaitu gizi seimbang bagi penderita hipertensi diselenggarakan
di RW 02 Desa Adisara pada hari Minggu, 6 Januari 2012 Pukul 08.00 WIB
berbarengan dengan acara Posyandu Lansia di Desa Adisara.
1. Evaluasi Input
Penyuluhan diikuti oleh 28 peserta.
2. Evaluasi Proses
a. Sasaran
Dari target mendapatkan sasaran penyuluhan sebanyak 31 orang,
ternyata didapatkan peserta kurang yaitu hanya 28 orang. Hal ini
diperkirakan terjadi karena terdapat beberapa lansia yang tidak bisa
mengikuti acara sampai selesai dikarenakan alasan pribadi.
b. Waktu
Dalam pelaksanaanya tidak didapatkan kendala yang berarti.
Penyuluhan dimulai pukul 08.05 WIB setelah dibuka oleh ketua
posyandu lansia. Sebelumnya panitia melakukan skrining kesehatan
yang dibantu kader posyandu untuk mengukur tekanan darah dan
indeks massa tubuh, lalu dilakukan penyuluhan. Penyuluhan
berlangsung tertib dan dilanjutkan proses tanya jawab dengan para
lansia.
c. Anggaran
Anggaran yang dihabiskan ketika acara adalah sejumlah Rp.
346.000. Hal ini lebih tinggi dari rencana karena ternyata jumlah biaya
yang diperkirakan panitia pada kenyataan lebih mahal.
3. Evaluasi Output
Dalam pelaksanaan skrining dan penyuluhan, beberapa indikator
keberhasilan acara ini tercapai yaitu, Jumlah peserta yang melebihi 80%
target, adanya antusias dari peserta dengan adanya proses tanya jawab
yang lancar dan acara berlangsung tepat waktu.
B. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Hasil analisis permasalahan kesehatan komunitas yang terjadi di
Puskesmas Jatilawang adalah hipertensi yang difokuskan sebagai
prioritas permasalahan.
Faktor yang didapatkan dari hasil prioritas masalah dan analisis
kesehatan komunitas yang paling berpengaruh di Desa Adisara adalah
Faktor Resiko Internal dan Eksternal terhadap kejadian Hipertensi.
Alternatif pemecahan masalah yang menjadi prioritas untuk masalah
tersebut adalah Skrining dan penyuluhan.
b. Saran
Penyuluhan dapat menjadi metode efektif untuk menurunkan angka
kejadian Hipertensi di Kecamatan Jatilawang pada umunya dan Desa
Adisara pada khususnya.
Perlu digalakkan promosi kesehatan di Desa Adisara khususnya dan
Kecamatan Jatilawang pada umumnya untuk mengurangi angka
Kejadian Hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.
Daftar Pustaka
Depkes. 2012. Masalah Hipertensi di Indonesia. Tersedia di http://www.depkes.go.id diakses pada tanggal 20 Desember 2012.
Rahajeng, Ekowati dan Sulistyowati tuminah . 2009 .Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Tersedia di indonesia.digitaljournals.org diakses pada tanggal 20 Desember 2012.