Cbd Ikm Ngaliyan Dm
-
Upload
fahroni-erlianur -
Category
Documents
-
view
35 -
download
4
description
Transcript of Cbd Ikm Ngaliyan Dm
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puskesmas merupakan unit pelaksana tekhnis yang diberikan kemandirian
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota untuk melaksanakan tugas-tugas
pembangunan kesehatan di wilayah kerja tertentu. Yang diharapkan Puskesmas dapat
menjadi pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
keluarga dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Pukesmas
Ngaliyan adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kota
Semarang yang bertanggung jawab menyelenggarakan pemberdayaan kesehatan di
suatu wilayah kerja dalam bentuk kegiatan pokok khususnya di daerah Kecamatan
Ngaliyan dan sekitarnya.
Upaya kesehatan di Puskesmas sendiri dibagi menjadi dua yaitu upaya
kesehatan wajib atau Basic Six (Program Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Ibu dan Anak, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan Penyakit Menular,
serta Pengobatan) dan upaya kesehatan pengembangan antara lain Sistem Pencatatan
dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS),
Kesehatan Gigi dan Mulut, Laboratorium Sederhana dan Kesehatan Usia Lanjut.
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak
dapat memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua-duanya. Diabetes
Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai insulin-dependent
atau childhood onset diabetes, ditandai dengan kurangnya produksi insulin dan DM
1
tipe 2, yang dikenal dengan non-insulin-dependent atau adult-onset diabetes,
disebabkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif yang
kemudian mengakibatkan kelebihan berat badan dan kurang aktivitas fisik. Sedangkan
diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang diketahui pertama kali saat kehamilan
(WHO, 2011).
Secara epidemiologi, terdapat 120 juta orang di dunia dengan diabetes dan
sekitar 16 juta orang di Amerika Serikat menderita penyakit tersebut, diperkirakan
bahwa pada tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta
orang. Sedangkan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh
bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di
daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Sedangkan di daerah
pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Kemenkes RI, 2011)
Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Ngaliyan jumlah pasien DM
pada tahun 2010 adalah 787 orang. Jumlah tersebut meningkat menjadi 1164
penderita DM pada tahun 2011. Pada tahun 2012 jumlah penderita DM sedikit
berkurang menjadi 1075 orang. Kemudian, pada bulan Januari hingga Maret tahun
2013 jumlah penderita DM telah mencapai 302 pasien. Penyakit diabetes mellitus
menempati urutan kedua pada grafik sepuluh besar penyakit di Puskesmas Ngaliyan
pada tahun 2012. Oleh karena itu, upaya penanganan diabetes mellitus lebih
mendapatkan prioritas (Lubis, 2001).
Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor resiko yang
berpengaruh terhadap kejadian penyakit diabetes mellitus berdasarkan pendekatan
H.L. Blum.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2
Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penemuan penyakit diabetes mellitus pada ….. berdasarkan pendekatan H.L. Blum
2. Tujuan khusus
a. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor – faktor seperti faktor Genetik,
faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan serta faktor genetic yang
mempengaruhi kejadian dan perkembangan kasus Diabetes mellitus.
b. Untuk menganalisis penyebab masalah kasus Diabetes Mellitus pada pasien
dengan pendekatan HL Blum.
c. Untuk mencari alternatif pemecahan masalah dalam mengatasi Kasus Diabetes
Mellitus.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah
golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah
sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ
pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (DepKes
RI, 2008). Menurut Unggul Pribadi (2006), DM atau kencing manis adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah
(hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolute maupun relatif. Absolut
berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya lebih rendah
dari kebutuhan atau daya kerjanya kurang. Prevalensi Diabetes Mellitus menurut WHO
yang dikutip Perkeni (2006) memprediksi untuk Indonesia kenaikan jumlah pasien
Diabetes Mellitus dari 8,4 juta pada tahun 2004 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030.
Diabetes Mellitus terjadi dimana pankreas tidak dapat menghasilkan insulin atau
ketika tubuh kita tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan oleh
pankreas tersebut. Hal ini akan membawa kesuatu arah dimana konsentrasi glukosa
dalam darah akan meningkat (WHO, 2005). Apabila hormon insulin yang dihasilkan
oleh sel beta pankreas tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi sumber
energi bagi sel, maka glukosa tersebut akan tetap berada dalam darah dan kadar glukosa
dalam darah akan meningkat sehingga timbulah DM (Asmadi, 2008).
B. Epidemiologi Diabetes Mellitus
1. Distribusi dan Frekuensi
4
a. Menurut Orang
Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk usia
45-64 tahun, sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung diderita
oleh penduduk usia di atas 64 tahun (Wild et.al, 2004). Sedangkan hasil Riset
kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab
kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan
menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%.
Berdasarkan proses timbulnya penyakit Diabetes Mellitus dapat
disimpulkan bahwa orang yang berisiko mengalami Diabetes Mellitus adalah
mereka yang memiliki riwayat diabetes dari keluarga. Pasien Diabetes Mellitus
tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan mengalami kegemukan (obesitas) dan
tidak aktif. Sedangkan pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada
anak-anak dan remaja, salah satu penyebabnya adalah seringnya
mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4
kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus.
Berdasarkan penelitian Junita L.R Marpaung di RSU Pematang Siantar
tahun 2003-2004 terdapat 143 orang (80,79 %) pasien DM yang berusia ≥ 45
tahun dan 34 orang (19,21 %) yang berusia < 45 tahun. Menurut penelitian
Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96 %) pasien
DM yang berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4 %) yang berusia < 40 tahun
(PERKENI, 2006).
b. Menurut Tempat
Pada Tahun 2003, lima Negara dengan jumlah penderita Diabetes
Mellitus terbanyak pada kelompok 20-79 tahun adalah India (79,4 juta), Cina
5
(42,3 juta), Amerika (30,3 juta), Indonesia (21,3 juta), dan Pakistan (13,9 juta)
(Wild et.al, 2004).
Menurut laporan PERKENI tahun 2006 dari berbagai penelitian
epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM
terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain : Jakarta 12,8 %, Surabaya 1,8
%, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %.
c. Menurut Waktu
Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu lebih banyak
disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor
lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak 171 juta
pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 (Pratiwi,
2007).
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di
seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total
populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada
tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari
populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama
tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di
Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup,
seperti pola makan “Western-style” yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri,
berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417
responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu
(kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa
oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis
6
dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis (Hussain,
2010).
C. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Berdasarkan penyebabnya, DM dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Pada Diabetes Mellitus Tipe satu dikenal dengan Diabetes tergantung insulin.
Tipe ini berkembang jika sel-sel beta pankreas memproduksi insulin terlalu sedikit
atau tidak memproduksi sama sekali, yang disebabkan autoimunitas atau idiopatik.
Diabetes Tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel beta yang menyebabkan defisiensi
insulin absolute. Penderita Diabetes Tipe 1 ini sekitar 5-10% penderita DM. Insulin
yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat
membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel
glukosa dimetabolisasi menjadi tenaga. Apabila tidak terdapat insulin maka glukosa
tidak dapat masuk sel akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah
yang mengakibatkan kadar glukosa di dalam darah meningkat (Sutjahjo dkk, 2006).
Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan oleh adanya peradangan pada sel beta
pankreas (insulitis). Insulitis dapat disebabkan macam-macam diantaranya virus,
seperti virus cocksakie, rubella, CMV (Cytomegalovirus), herpes dan lain-lain. Hal
ini mengakibatkan tubuh sedikit memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan
insulin, sehingga penderita DM Tipe 1 bergantung pada insulin dari luar, yaitu
melalui suntikan/injeksi insulin secara teratur agar pasien tetap sehat (Soegondo,
2009).
Secara global DM Tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira 10-20 % dari
semua penderita DM yang menderita DM Tipe 1. DM Tipe 1 ini biasanya bermula
7
pada saat kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya
penderita DM Tipe 1 mempunyai postur badan yang kurus (Johnson, 1998).
Penderita DM type 1 ini secara umum memerlukan perawatan hormon insulin sehari
– hari untuk mendukung hidupnya (Soegondo, 2009).
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes Melitus tipe 2 dikenal sebagai Diabetes tidak tergantung insulin.
Diabetes tipe ini berkembang ketika tubuh masih menghasilkan insulin tetapi tidak
cukup dalam pemenuhannya atau bisa juga insulin yang dihasilkan mengalami
resistensi yang menyebabkan insulin tidak dapat bekerja secara maksimal. Kondisi
pada pasien tipe 2 bervariasi, mulai dari resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang domin. an defek sekresi insulin disertasi resistensi insulin.
Sekitar 90-95% penderita DMa dalah diabetes Tipe 2 (Sutjahjo dkk, 2006).
DM Tipe 2 biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan 75 % individu
dengan DM Tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas. Penyakit DM Tipe
2 biasanya terjadi pada usia dewasa yang berusia menengah atau lanjut. Di
Indonesia, sekitar 95 % kasus DM adalah DM Tipe 2, yang cenderung disebabkan
oleh faktor gaya hidup yang tidak sehat (Maryunani, 2008).
D. Patogenesis Diabetes Mellitus
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan
lemak menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan
tersebut harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel agar dapat diolah. Di dalam sel, zat
makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme, yang hasil akhirnya
adalah timbulnya energi. Dalam proses metabolisme ini insulin memegang peran yang
sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat
8
digunakan sebagai bahan bakar. Karbohidrat dalam makanan diserap oleh usus halus
dalam bentuk glukosa. Glukosa darah dalam tubuh manusia diubah menjadi glikogen
hati dan otot oleh insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati maupun otot akan digunakan,
dipecah lagi menjadi glukosa oleh adrenalin. Jika kadar insulin darah berkurang, kadar
glukosa darah akan melebihi normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia
(Soegondo, 2009).
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di
dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam
pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini
badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Inilah yang
terjadi pada Diabetes Mellitus (Soegondo, 2009).
E. Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Beberapa faktor yang mempengaruhi DM antara lain :
1. Genetik atau Faktor Keturunan
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor
genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga
penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan
dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Apabila ada orangtua atau
saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki risiko
40% menderita DM (ADA, 2008).
DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan dibandingkan
dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM Tipe 1 mempunyai orang tua yang
juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga
9
menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya sekitar 3-5 % yang mempunyai
orangtua menderita DM juga (Tandra, 2008).
Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita
DM bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun dan
1:13 bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia ≥ 40 tahun.
Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan
menderita DM adalah 1: 2 (ADA, 2008). Sekitar 50 % pasien diabetes tipe 2
mempunyai orangtua yang menderita diabetes, dan lebih sepertiga pasien diabetes
mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Sedangkan untuk diabetes tipe 1,
sekitar 20 % terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga terkena diabetes dan
80 % terjadi pada penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan diabetes.
(WHO, 2006).
2. Usia
Menurut penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239
orang (96 %) pasien DM yang berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4 %) yang berusia
< 40 tahun. DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun
karena risiko terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia
akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi
endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. Pada diabetes tipe 1, usia muda
merupakan awal terjadinya penyakit tersebut, sedangkan pada diabetes tipe 2 umur
puncak berada pada usia diatas 45 tahun.. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia
muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥
40 tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita DM berusia di
atas 65 tahun, dan 1 dari penderita berusia di atas 85 tahun.
10
Menurut penelitian Asmadi (2008) penderita DM Tipe 1 mengalami
peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah kasus
yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %). 32 Menurut hasil
penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%)
pasien DM berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun.
3. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM, berhubungan
dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor risiko untuk
terjadinya penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional
di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada
perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian
Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih
tinggi pada perempuan (61,8%) dibandingkan pasien laki-laki (38,2%) (PERKENI,
2006).
4. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)
Obesitas dan Diabates Melitus adalah ancaman pandemic pada abad 21.
Kedua masalah kesehatan tersebut berhubungan secara signifikan terhadap
potensial ancaman hidup, kematian dam biaya perawatan dan pengobatan yang
sangat mahal. Prevalensi kejadian obesitas dan overweight meningkat sangat cepat
di seluruh dunia, terutama di negara berkembang . Tingkat kesakitan pada obesitas
dan Diabetes tipe 2 berhubungan dengan sindrom insulin resisten, yang
menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
ditunjukkan dengan sindrom gangguan metabolik seperti hiperglikemia, hipertensi,
dan dyslipidaemia (tinggi kadar triglycerida dan rendah HDL cholesterol) (Yaturu,
2011).
11
Kegemukan adalah faktor risiko yang paling penting untuk diperhatikan,
sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas.
Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki
kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh
menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan
memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan
menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa Tubuh)
30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada seseorang dengan IMT
normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35 Kg/m2, kemungkinan mengidap DM menjadi
90 kali lipat (Tandra, 2008).
5. Aktifitas Fisik
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang
kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan
kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh melakukan aktivitas/gerakan,
maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah
gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan
berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang masuk ke dalam
tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan
gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon
insulin. Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala
DM. Selain itu olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat
badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi, sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive
terhadap insulin.peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya diabetes tipe 2
akan turun sampai 50% (Lanywati, 2001).
F. Gejala-Gejala Diabetes Mellitus
12
Gejala diabetes dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu :
a. Gejala Akut
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu:
- Banyak makan (polifagia)
- Banyak minum (polidipsi)
- Banyak kencing (poliuria)
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
bertambah, karena pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi. Apabila keadaan ini
tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain yang disebabkan oleh kurangnya
insulin. Keluhan tersebut diantaranya:
- Nafsu makan berkurang
- Banyak minum
- Banyak kencing
- Berat badan turun dengan cepat
- Mudah lelah
- Bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita
akan jatuh koma (koma diabetik).
b. Gejala Kronik
Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah
penderita menderita diabetes. Gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita,
yaitu:
- Kesemutan
- Kulit terasa panas
- Terasa tebal dikulit
13
- Kram
- Lelah
- Mudah mengantuk
- Mata kabur
- Gatal disekitar kemaluan
- Gigi mudah goyah dan mudah lepas
- Kemampuan seksual menurun
- Bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran atau
kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg.
Selain gejala-gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa
lemah, kurang gairah kerja, gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi,
luka yang sulit sembuh, dan keputihan. Terkadang, ada sekelompok orang yang sama
sekali tidak mengalami gejala-gejala tersebut, namun penyakit ini baru diketahui
secara kebetulan pada waktu pemeriksaan kesehatan atau melakukan pemeriksaan
darah (Tara, 2002).
G. Diagnosis Diabetes Mellitus
Dalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan kadar glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah pasien
yang umum dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa.
Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110
mg/dl. Seseorang didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada
pemeriksaan darah arteri lebih dari 126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika
darah yang diperiksa diambil dari pembuluh vena.
14
b. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu.
Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus
dilakukan test lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada
pemeriksaan darah arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dl. Diagnosis DM
harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
menggunakan darah utuh, vena ataupun kapiler dengan memperhatikan
angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO.
Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
c. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM.
Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam <
115 mg/dl, 1 jam < 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl. Selain pemeriksaan
kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau
glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang
terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah
merah.18 Nilai yang dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C normal
(terkontrol) 4 % - 5,9 %.17 Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin
tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita
DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %.
Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah
tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi).
15
Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara
mengukur kadar HbA1C. bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa
minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk
bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur
eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah
dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun pada
saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah
makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap
tidak terkontrol dengan baik.
Diagnosis klinis DM dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin ditemukan adalah lemah, kesemutan, gatal,
mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.
Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl
juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas
DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru 1 kali saja abnormal, belum cukup
kuat untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lanjut dengan mendapat
sekali lagi angka abnormal, baik kadar gula darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa
darah sewaktu > 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa
oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dl.
Pemeriksaan Darah Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu (mg/dl)
Plasma vena
Darah kapiler
< 110
< 90
110 – 199
90 – 199
≥ 200
≥ 200
16
Kadar glukosa darah
puasa (mg/dl)
Plasma vena
Darah kapiler
< 110
< 90
110 – 125
90 – 109
≥ 126
≥ 110
Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM (mg/dl)
Gambar 1. Algoritma Diagnosis Diabetes Mellitus
H. Terapi Diabetes Mellitus
Terapi Diabetes Mellitus dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Terapi Non-Farmakologi
17
Langkah pertama mengelola diabetes selalu dengan pendekatan non-
farmakologi, yaitu berupa perencanaan makan/ terapi nutrisi medik, kegiatan
jasmani dan penurunan berat badan bila didapatkan berat badan lebih atau obesitas.
Terapi non farmakologis :
a. Terapi Gizi Medis
Terapi gizi medis prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan
yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual.
Manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis antara lain:
Menurunkan berat badan
Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
Penurunan kadar glukosa darah
Memperbaiki profil lipid
Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin
Memperbaiki system koagulasi darah
Tujuan terapi gizi medis, yaitu untuk mencapai dan mempertahankan
kadar glukosa darah, tekanan darah dan profil lipid serta berat badan normal.
Faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan
diabetisi antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan,
aktivitas fisik dan faktor usia; faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa
pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, keadaan infeksi berat, status
ekonomi, lingkungan, kebiasaan atau tradisi di dalam lingkungan yang
bersangkutan serta kemampuan petugas.
Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien (karbohidrat,
protein, dan lemak) serta mikronutrien (vitamin dan mineral).
18
1) Perhitungan Jumlah Kalori
a) Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam
kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
Dikategorikan menjadi berat badan kurang (IMT < 18,5),berat badan
normal (IMT 18,5 -22,9) dan berat badan lebih (IMT > 23,0). Untuk
kategori berat badan lebih, dikelompokkan lagi menjadi risiko obesitas
(IMT 23-24,9), obes I (IMT 25-29,9) dan Obes II (IMT > 30).
1) Rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman
berdasarkan rumus BBI (kg) = (TB cm-100) – 10%. Untuk laki-laki
<160 cm dan wanita <150cm perhitungan BB tidak dikurangi 10%.
Penentuan status gizi dihitung dari = (BB actual : BB idaman) x
100%.
BB kurang : <90% BBI
BB normal : 90-110% BBI
BB lebih : 110-120% BBI
Gemuk : >120% BBI
2) Penentuan kebutuhan kalori per hari
a) Kebutuhan basal
Laki-laki : BB idaman (kg) x 30 kalori
Wanita : BB idaman (kg) x 25 kalori
b) Koreksi atau penyesuaian
19
o Umur diatas 40 tahun : -5%
o Aktivitas fisik :
Aktivitas ringan (duduk-duduk, nonton tv) : +10%
Aktivitas sedang (kerja kantoran, ibu rumah tangga, perawat,
dokter) : +20%
Aktivitas berat (olahragawan, tukang becak) : +30%
o Berat badan :
Berat badan gemuk : - (10 s.d 20)%
Berat badan kurus : + (10 s.d 20)%
c) Stress metabolic (infeksi, stress, stroke) : +(10 s.d 30)%
d) Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
e) Kehamilan trimester III dan menyusui : +500 kalori
Penentuan tersebut dibagi 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%)
diantara makan besar.
3) Bahan makanan yang dikonsumsi
Bahan makanan yang dianjurkan untuk Diet Diabetes Melitus adalah:
Sumber karbohidrat kompleks : nasi, roti, mie, kentang, singkong
dan sagu.
Sumber protein rendah lemak : ikan, ayam tanpa kulit, tempe,
tahu dan kacang-kacangan.
20
Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang
mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara
dipanggang, dikukus, direbus, dan dibakar.
Bahan makanan yang tidak dianjurkan (dibatasi/dihindari) untuk Diet
Diabetes Melitus adalah :
Mengandung banyak gula sederhana : Gula pasir, gula jawa,
sirup, selai, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu
kental manis, minuman botol ringan dan es krim.
Mengandung banyak lemak : cake, makan siap saji ( fast food),
goreng-gorengan.
Mengandung banyak natrium : ikan asin, terlur asin, makanan
yang diawetkan
b. Latihan Jasmani
Kegiatan fisik diabetisi (tipe 1 maupun tipe 2) mengurangi risiko
kejadian kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik akan
meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik, psikis maupun sosial dan tampak
sehat.
Pada diabetes dengan gula darah tak terkontrol, latihan jasmani akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton
yang dapat berakibat fatal. Pada kadar glukosa 332 mg/dl bila tetap melakukan
kegiatan jasmani, akan berbahaya bagi yang bersangkutan. Bila ingin
melakukan latihan jasmani seorang diabetisi harus mempunyai kadar glukosa
darah tak lebih dari 250 mg/dl.
21
Pada latihan jasmani akan terjadi peningkatan aliran darah,
menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga lebih banyak
tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif.
Angka kesakitan dan kematian diabetisi yang aktif, 50% lebih rendah
dibandingkan mereka yang santai. Pada kedua tipe diabetes manfaat latihan
jasmani secara teratur akan memperbaiki kapasitas latihan aerobic, kekuatan
otot dan mencegah osteoporosis. Latihan jasmani dianjurkan dilakukan setelah
makan, yaitu pada saat kadar gula darah berada pada puncaknya.
2. Terapi farmakologi
Bila dengan terapi non-farmakologis belum tercapai, dilanjutkan dengan
penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Berikut ini adalah contoh obat
hiperglikemik oral yang tersedia di Indonesia :
Golongan Generik Nama dagang Mg/tabDosis
Harian
Lama
Kerja
(jam)
Frek/
hari
Biguanid
Tiazolidindion/
Glitazone
Metformin
Metformin
XR
Rosiglitazon
Pioglitazon
Glucophage
Glumin
Glucophage-
XR
Glumin – XR
Avandia
Actos
Deculin
500-850
500
500-750
500
4
15,30
15,30
250-3000
500-3000
500-2000
4-8
15-30
15-45
6-8
6-8
24
24
24
24
1-3
2-3
1
1
1
1
1
22
Sulfonilurea
Glinid
Penghambat
Glukosidase
Obat
kombinasi
tetap
Klorpropamid
Glibenklamid
Glipizid
Gliklazid
Glikuidon
Glimepirid
Repaglinid
Nateglinid
Acarbose
Metformin +
Glibenklamid
Metformin +
Rosiglitazon
Diabenese
Daonil
Euglukon
Minidiab
Glucotrol-XL
Diamicron
Diamicron-
MR
Glurenorm
Amaryl
Gluvas
Amadiab
Metrix
NovoNorm
Starlix
Glucobay
Glukovance
Avandamet
100-250
2,5-5
5-10
5-10
80
30
30
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
0.5, 1,2
120
50-100
250/1,25
500/2,5
500/5
2mg/
500mg
100-500
2,5-15
5-20
5-20
80-240
30-120
30-120
0,5-6
1-6
1-6
1-6
1,5-6
360
100-300
4mg/1000
mg
24-36
12-24
10-16
12-16
10-20
24
24
24
24
-
-
12
1
1-2
1-2
1
1-2
1
1
1
1
3
3
3
1-2
2
23
4mg/
500mg
8mg/1000
Mg
Tabel 2. Obat Hipoglikemik Oral yang Tersedia di Indonesia
I. Komplikasi Diabetes Mellitus
DM sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat
menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini
timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai
perubahan dalam dirinya. Karena itu, jelas bahwa DM bisa menjadi penyebab
terjadinya komplikasi baik yang akut maupun kronis. Keluhan dan gejalanya terjadi
dengan cepat dan biasanya berat (Soegondo, 2008).
1. Komplikasi Akut
Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara keluhan dan gejalanya
terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat
glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi
(hiperglikemia) (Tandra, 2008).
2. Komplikasi Kronik
Kadar gula darah pada penderita DM dapat dikontrol. Jika kadar gula darah
tetap tinggi akan timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan sebagai
kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung,
gangguan fungsi ginjal, dan gangguan saraf. Komplikasi kronik sering dibedakan
berdasarkan bagian tubuh yang mengalami kerusakan, seperti kerusakan pada
saraf, ginjal, mata, jantung, dan saluran pencernaan (Tandra, 2008).
J. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus
Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya
menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta perawatan
24
penderita DM, terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika telah terjadi
komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit,
kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat
bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap kesehatan masyarakat (Soegondo,
2009).
Usaha pencegahan pada penyakit DM terdiri dari pencegahan primordial,
pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan
primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki
faktor risiko untuk terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada
mereka yang belum terkena DM namun memiliki faktor risiko yang tinggi dan
berpotensi untuk terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder
yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan
pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut
walaupun sudah terjadi komplikasi (Soegondo, 2009)
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/risiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial
adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki risiko yang tinggi agar
tidak memiliki faktor risiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat
penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang dapat
dilakukan antara lain penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya
kegiatan jasmani teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk dan menghindari obat yang bersifat diabetagenik (PERKENI, 2006).
2. Pencegahan Primer
25
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi
untuk mendapatkan penyakit DM. Pada pencegahan primer ini harus dikenali
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk
mengeliminasi faktor-faktor tersebut. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain
penyuluhan tentang DM oleh tenaga kesehatan maupun kader, latihan jasmani, dan
perencanaan pola makan (Soegondo, 2009).
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan
utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi
orang-orang tanpa gejala yang telah menderita DM atau penderita yang berisiko
tinggi untuk mengalami komplikasi (Soegondo, 2009).
Identifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah menderita DM antara lain
dengan cara melakukan diagnosis dini melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
pasien. Selain itu, memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin
dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi
dan pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan
pasien berobat (PERKENI, 2006).
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari
komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin
bagi penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah
26
(80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang
sudah mempunyai penyakit makroangiopati (PERKENI, 2006).
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien
dengan dokter mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang
terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit DM (Soegondo,
2009).
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga
sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama
disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli
disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi,
rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya (PERKENI, 2006).
27
BAB III
PEMBAHASAN
A. Data Pasien
1. Identitas
Nama : Ny. K
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bringin RT 01/ RW 05, Ngaliyan, Semarang
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : Menikah
Tgl Kunjungan : 20 Juli 2013
2. Anamnesis
Keluhan Utama : Paha kemeng, kaki sering kesemutan dan cepat lelah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien perempuan datang dengan keluhan paha kemeng, kaki
sering kesemutan dan cepet lelah. Gejala – gejala tersebut dirasakan kurang lebih
sudah 5 bulan terakhir. Setelah dianamnesa lebih lanjut didapatkan keluhan lain
yaitu pasien sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil. Disamping itu,
pasien juga merasa sering haus dan berat badan pasien turun dari 63 kg menjadi 58
kg dalam kurun waktu 5 bulan terakhir. Pasien belum mengkonsumsi obat apapun.
28
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya dan dahulu
pernah memiliki Kista saat hamil anak ke 3.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit kencing manis.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang buruh pabrik dam suaminya juga seorang buruh
pabrik. Rumah pasien tampak bersih dan rapi yang ditinggali pasien berserta
suami, 3 orang anak dan ayah mertua pasien. Biaya pengobatan pasien ditanggung
oleh Jamsostek.
Kesan sosial ekonomi: Cukup
3. Pemeriksaan Fisik
- Kesan Umum : Baik
- Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84x / menit
RR : 24 x / menit
Suhu : 36,2o C
- BB/TB : 58 kg/ 155 cm
4. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
GDS (Gula Darah Sewaktu) : 287 mg/dL
5. Diagnosa Sementara
Diabetes Mellitus
29
6. Terapi Yang Diberikan
- Metformin 1-1-0
- Glibenclamide 1-1-0
7. Edukasi
Diet rendah gula dan mengurangi asupan karbohidrat
Minum obat secara teratur dan kontrol secara teratur ke Puskesmas ataupun
pelayanan kesehatan lainnya.
Meningkatkan aktifitas fisik (Olahraga, berjalan kaki ke pasar) dan
mengurangi aktifitas kurang gerak (menonton televisi)
Pengaturan pola makan :
Makan dengan waktu teratur (3 kali makan utama, 2 kali makan selingan)
Makan dengan metode model piring ( 1 piring dibagi 4 kuadran setara 4
porsi telapak tangan. Sayur dan buah sebanyak 2 telapak tangan, nasi 1
porsi telapak tangan, daging/tahu/tempe 1 porsi telapak tangan
Makanan untuk selingan/cemilan yang baik adalah buah, hindari
biskuit,kue,kerupuk.
Minum air putih/minuman bebas gula setiap haus
B. Data Hasil Kunjungan
1. Lingkungan
a. Data Individu
Pasien merupakan anak ke 5 dari 7 bersaudara, pasien tinggal 1 rumah dengan
suami, 3 orang anak dan ayah mertua pasien
b. Ekonomi
Pasien berkerja sebagai Buruh dan suami pasien juga bekerja sebagai
buruh dan pendapatan selama 1 bulan sekitar + Rp 3.500.000,00.
c. Kepadatan Rumah
30
Rumah pasien luasnya ± 6 m x 6 m = 36 m2 yang dihuni oleh 6 orang
sehingga didapatkan kepadatan rumah 6 m2/orang. Rumah pasien disertai
ventilasi dibagian depan dan kamar tidur. Pada halaman depan rumah tampak
berswih, dan bagian dalam rumah tampak kebersihannya cukup terjaga, Secara
umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar
minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan
diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 10
m2/orang. Hal ini menunjukkan kepadatan rumah pasien tidak memenuhi syarat
yang seharusnya.
d. Rumah
Bangunan rumah tampak cukup baik yaitu dinding terbuat dari tembok
bata dan dilapisi semen serta di cat warna hijau, lantai keramik, atapnya adalah
genteng dan sudah diberi pelafon. Terdapat 3 kamar tidur, ruang makan, ruang
keluarga/tv, dan 1 kamar mandi sekaligus wc. Kamar tidur penderita satu
kamar dengan suami. Kebersihan rumah maupun halam rumah tampak cukup
baik, dan terdapat jarak antara rumah pasien dengan rumah di kanan dan
kirinya sekitar 2 meter.
e. Ventilasi
Terdapat 2 jendela di ruang tamu, dan 1 jendela di setiap ruangan.
Jendela tidak terbiasa dibuka, yang sering dibuka hanyalah jendela di ruang
tamu.
f. Kelembaban
31
Lantai rumah terbuat dari keramik dan jendela rumah yang tidak
terbiasa dibuka sehingga pertukaran udaranya kurang mengakibatkan
kelembapan ruangan menjadi tinggi.
g. Sumber Mata Air
Pasien memiliki sumur air artetis untuk semua kegiatan di rumah seperti
minum, mandi dan cuci.
h. Pembuangan Sampah
Di dalam rumah terdapat tempat sampah, penampungan sampah ada di
depan rumah, rutin diambil oleh petugas pembuangan sampah.
i. Saluran Pembuangan air limbah rumah tangga
Sistem drainase pembuangan air limbah rumah tangga dialirkan ke
selokan di luar rumah.
j. Lingkungan masyarakat sekitar rumah pasien.
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan tetangga. Rumahnya
terdapat jarak sekitar 2 meter rumah tetangganya di kanan, kiri, dan belakang
rumah.
2. Perilaku Kesehatan
a. Perilaku Membersihkan rumah
Rumah dibersihkan setiap pagi dan sore hari.
Halaman rumah cukup sering dibersihkan
Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali
Membuka jendela yang teratur hanya jendela ruang tamu
b. Perilaku kebersihan diri
Mandi 2 kali sehari menggunakan sabun
Jumlah sikat gigi sesuai anggota keluarga dan sikat gigi 2 kali sehari
32
Setiap sebelum makan dan sesudah BAB cuci tangan menggunakan sabun
mandi.
c. Perilaku mengganti pakaian
Pakaian ganti 2 hari sekali
Kebiasaan menggantung pakaian di belakang pintu, serta pakaian kotor
ditumpuk di ruang tengah.
d. Perilaku merokok
Tidak ada anggota keluarga yang merokok di rumah.
e. Perilaku sehari-hari
Pasien terbiasa mengkonsumsi teh manis dengan ukuran satu gelas besar
(500 mL) dengan tambahan 4 sendok gula pasir (± 30 gr) yang dikonsumsi
empat kali sehari, karena pasien mengatakan merasa pusing bila tidak
mengkonsumsi teh manis
Pasien terbiasa mengkonsumsi makanan terutama nasi putih dalam jumlah
yang berlebihan
Pasien jarang berolahraga.
3. Pelayanan Kesehatan
Jarak rumah pasien ke puskesmas sekitar ±5 km bisa ditempuh dengan
kendaraan motor pribadi.
Pasien mengerti tentang penyakit diabetes mellitus tetapi tidak mengerti
tentang cara pencegahan dan deteksi dini penyakit tersebut
4. Genetik
33
a. Diagram Keluarga
Gambar 3.1. Diagram Keluarga
No Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan1. Laki-laki 48 th SMA Buruh Pabrik2. K Perempuan 44 th SMA Buruh Pabrik3 Laki-laki 26 th Tidak bekerja4 Perempuan 23 th D3 Perawat5 Laki-laki 10 th - Pelajar6 Laki-laki 5 th SD Pelajar
Tabel 3.1. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah dengan Pasien
C. Pendekatan H.L.Blum
34
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Laki-laki telah
meninggal
: Perempuan telah
meninggal
Keterangan :
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya kasus Diabetes
Mellitus :
a. Perilaku
Pasien mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman yang manis seperti
teh manis dengan tambahan gula sebanyak 4 sendok makan (10-30 gr)
karena bila tidak minum manis pasien merasa pusing.
Pasien jarang berolah raga.
Pasien sering mengkonsumsi nasi dalam jumlah banyak.
b. Lingkungan
Kebersihan lingkungan rumah pasien cukup terjaga serta hubungan antar
tetangga juga terjalin baik karena itu tidak memiliki hubungan dengan penyakit
diabetes mellitus
c. Genetika
Pasien tidak memiliki riwayat DM dikeluarganya.
d. Pelayanan kesehatan
Pasien mengerti tentang penyakit diabetes mellitus tetapi tidak
mengerti tentang cara pencegahan dan deteksi dini penyakit tersebut, sehingga
pasien baru pertama kali memeriksakan gula darah pada saat di puskesmas.
35
Tabel 3.2. Daftar Masalah dan Pemecahan Masalah berdasarkan HL. Blum
36
NO. MASALAH PEMECAHAN MASALAH
1.LINGKUNGANTidak terdapat masalah -
1.
2.
3
PERILAKUPasien mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman yang manis seperti teh manis dengan tambahan gula sebanyak 4 sendok makan.
Pasien sering mengkonsumsi nasi dalam jumlah banyak.
Pasien jarang berolahraga.
Memberikan edukasi tentang diet rendah gula
Memberikan edukasi tentang pengaturan pola makan dan jumlah makanan yang dimakan pasien.
Memberikan edukasi tentang olahraga secara teratur agar gula darah pasien dapat terjaga
1.PELAYANAN KESEHATAN.Pasien mengerti tentang penyakit diabetes mellitus tetapi tidak mengerti tentang cara pencegahan dan deteksi dini penyakit tersebut
Memberikan edukasi tentang pencegahan dan deteksi dini pada saat pasien berobat.
1.GENETIKAPasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus di keluarganya
-
37
Gambar 3.2. Diagram Analisa Penyebab Masalah Berdasarkan HL. Blum
DIABETESMELLITUS
PELAYANAN KESEHATAN :
Pasien mengerti tentang penyakit diabetes mellitus tetapi tidak mengerti tentang cara pencegahan dan deteksi dini penyakit tersebut
Akses pelayanan kesehatan tidak terdapat kendala
GENETIKA :
Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus di keluarganya
PERILAKU : Pasien mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi minuman yang manis seperti teh manis dengan tambahan gula sebanyak 4 sendok makan (10-30 gr) karena bila tidak minum manis pasien merasa pusing.
Pasien jarang berolah raga. Pasien sering mengkonsumsi
nasi dalam jumlah banyak.
LINGKUNGAN :
Tidak terdapat masalah pada lingkungan pasien
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Faktor perilaku yang mempengaruhi terjadinya penyakit DM pada Ny. K adalah
kebiasaan mengkonsumsi minuman yang manis, mengkonsumsi makanan dalam jumlah
banyak dan jarang berolahraga.
2. Tidak diperoleh faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya penyakit DM pada
Ny. K.
3. Faktor pelayanan kesehatan yang mempengaruhi terjadinya penyakit DM pada Ny. K
adalah pasien tidak pernah memperoleh edukasi tentang DM dari petugas kesehatan dan
tidak pernah memeriksakan gula darahnya.
4. Tidak ada faktor genetik yang mempengaruhi terjadinya penyakit DM pada Ny. K.
5. Alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi kasus DM ini adalah
Pemberian edukasi tentang DM beserta anjuran diet rendah gula,
Pemberian edukasi tentang pengaturan pola makan dan jumlah makanan yang
dimakan pasien.
Pemberian edukasi tentang olahraga untuk penderita DM.
Pemberian edukasi tentang pencegahan dan deteksi dini pada saat
pasien berobat.
B. Saran
1. Untuk Penderita
a. Menjelaskan kepada penderita tentang penyakit DM beserta gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
38
b. Memotivasi penderita untuk mengkonsumsi diet rendah gula dan karbohidrat.
c. Memotivasi penderita untuk minum obat secara tyeratur sesuai aturan dokter dan
mengkontrol kadar gula darah secara rutin.
d. Memotivasi penderita untuk olahraga secara teraturagar gula darah pasien dapat
terjaga
2. Untuk Puskesmas
a. Melakukan penyuluhan tentang diabetes mellitus dan menyarankan agar masyarakat
memeriksakan GDS untuk pasien berusia lebih dari 40 tahun.
b. Meningkatkan kegiatan kunjungan rumah yang dirasa efektif untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai diabetes mellitus.
39
DAFTAR PUSTAKA
ADA., 2008. The Genetics of Diabetes. http://www.diabetes.org/
Asmadi, C. N., 2008. Diabetes Mellitus, Jumlah Penderita di Indonesia, Universitas Sumatera Utara
Depkes RI., 2008. Diabetes Mellitus Ancaman Umat Manusia di Dunia. http://www.depkes.go.id/indeks/
Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta
Hiswani dan Bahri, S., 2005. Penyuluhan Kesehatan Pada Penderita Diabetes Mellitus. Info Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Vol. IX. No. 3. Hal : 209-215
Johnson, M., 1998. Diabetes, Terapi dan Pencegahannya. Indonesia Publishing House, Bandung
Lanywati, E., 2001. Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Marpaung. J. L. R., 2006. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pematang Siantar Tahun 2003-2004. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Maryunani, A., 2008. Diabetes Pada Kehamilan. Trans Info Media, Jakarta
Panjaitan, R. S., 2008. Karakterisitik Penderita Diabetes Mellitus Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2007. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
PERKENI., 2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XVIII Ilmu Penyakit Dalam 2003, Surabaya
Pratiwi, A. D., 2007. Epidemiologi DM dan Isu Mutakhirnya. http://ridwanamiruddin.wordpress.com
Roglic, G. MD., 2005. The Burden Of Mortality Attributable to Diabetes. Diabetes Care, Number 9, Volume 9, Page 2130-2135
Sam, A. DP., 2007. Epidemiologi DM dan Isu Mutakhir. http://ridwanamiruddin.wordpress.com
Sjaifoellah, N, dkk, 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 edisi ke-3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
40
Soegondo, S, dkk, 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terapadu. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Sub Direktorat Diabetes Mellitus Dan Penyakit Metabolik. 2008. Hari Diabetes Sedunia 14 November 2008. http://www.pppl.depkes.go.id/
Sustrani, L, dkk, 2004. Diabetes. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tara, E, E Soetrisno, 2002. Buku Pintar Terapi Diabetes Mellitus. Taramedia & Restu Agung, Jakarta
Tandra, H., 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tara, E. E Soetrisno., 2002. Anda Perlu Tahu Diabetes. Intimedia & Ladang Pustaka, Jakarta
Wild, S., 2004. Global Prevalence of Diabetes-Estimates for the year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care, Number 5, Volume 27, 1047-1053
41
LAMPIRAN
1.Wawancara dengan penderita DM
2.Obat yang diberikan
3. Kondisi rumah pasien
3
42