cbd dm
-
Upload
restu-fajar-forwendy -
Category
Documents
-
view
222 -
download
1
description
Transcript of cbd dm
LAPORAN KASUS
DIABETES MELITUS TIPE 2
DENGAN KOMPLIKASI NEUROPATI DIABETIKUM
Pembimbing :
dr. Noerjanto Rahardjo, Sp.PD
Disusun Oleh :
Eko Deskurniawan
01.211.6376
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG
Kepaniteraan Klinik Departemen Penyakit Dalam
Rumah Sakit TK. II RST. Soedjono Magelang
2015
LEMBAR PENGESAHAN
DIABETES MELITUS TIPE 2
DENGAN KOMPLIKASI NEUROPATI DIABETIKUM
Oleh :
Eko Deskurniawan
012116376
Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RST Dr. Soedjono
Magelang
Magelang, 25 Oktober 2015
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Noerjanto Rahardjo, Sp.PD
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan
LAPORAN KASUS
“DIABETES MELITUS TIPE 2
DENGAN KOMPLIKASI NEUROPATI DIABETIKUM”
Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang
serta menjadi bahan kajian ilmu penyakit dalam.
Pada kesempatan ini penulis turut mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu penyusunan makalah laporan kasus ini, kepada :
1. dr. Noerjanto Rahardjo, Sp.PD sebagai dokter pembimbing
2. Teman-teman dokter muda kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki keterbatasan. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangatlah penulis harapkan. Besar harapan
penulis, laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Magelang, 26 Oktober 2015
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 70 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pensiunan PNS AKMIL
Alamat : Mertoyudan, Magelang
Tanggal masuk : 19 Oktober 2015
Tanggal Keluar : 24 Oktober 2015
No. CM : 002087
Ruang : Bougenvile
I.2 Anamnesis
I.2.1 Keluhan Utama
Lemas di seluruh badan.
I.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Tn.S, usia 70 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam RST Tk.II
dr.Soedjono Magelang dengan keluhan lemas di seluruh badan. Lemas di rasakan
sejak 1 bulan SMRS. Pasien juga mengeluh muka tampak layu. Keluhan bertambah
1 minggu SMRS dengan kepala pusing seperti memutar, penglihatan sedikit kabur,
kaki dan tangan terasa kebas dan kesemutan hilang timbul, perut terasa sebah, dan
sering BAK pada waktu malam hari dengan intensitas 4kali BAK dalam semalam.
Pasien mengaku air kencing berwarna kuning jernih dan tidak merasakan nyeri
ataupun panas saat kencing.
Pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang dan sering merasa haus.
Berat badan dirasakan agak menurun dan terdapat masalah pada hubungan
seksualnya. Keluhan tidak disertai dengan mual, muntah, demam, dan batuk. BAB
tidak ada keluhan. Pasien juga tidak pernah mengalami kaki bengkak, rasa
berdebar, nyeri dada menjalar ke punggung dan tangan kiri, pelo, lemah sisi badan
tiba-tiba, luka sulit sembuh.
I.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Keluhan Serupa : diakui pada tahun 2013, 2 tahun yang lalu
dengan lemas di seluruh badan
- Riwayat Mondok : diakui pada tahun 2013, 2 tahun yang lalu
dengan penyakit gula
- Riwayat penyakit gula : diakui pada tahun 2013, kurang lebih sejak 2
tahun yang lalu, terkontrol dengan obat dari poli penyakit dalam Glucodex,
Glimepiride 4 mg, Amlodipine 10 mg, dan Neurodex. Sebelumnya pasien
mengaku sudah 8 bulan tidak kontrol SMRS sampai gula darah sewaktu 992
mg/dL.
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat penyakit paru : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
I.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat penyakit gula : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
I.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien sudah menikah. Pasien tinggal di rumah dengan istri dan satu anaknya.
Hubungan antara pasien dengan anggota keluarga lain, tetangga dan keluarga dekat
cukup baik.
b. Occupational
Pasien adalah pensiunan PNS AKMIL dan istri pasien tidak bekerja. Pasien
dirawat menggunakan BPJS dari ASKES kelas II.
c. Personal Habit
Pasien pernah merokok umur 40 tahun selama setengah tahun dan mengaku
sudah tidak mengkonsumsi lagi. Pasien mengaku tidak minum minuman alcohol
dan jamu. Kebiasaan pasien yaitu minum minuman yang manis, ngemil dan makan
gorengan. Olahraga selama ini berjalan dengan dengan baik dan teratur.
.I.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sadang
Kesadaran : compos mentis, GCS = 15 E4M6V5
BB : 75 kg
TB : 165 cm
IMT : 27.5
Vital sign
- Tekanan Darah : 170/90 mmHg
- Nadi : 82 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36oC
Status Generalis
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-)
Rambut : Warna rambut kanitis senilis, tidak mudah dicabut
Mata : Simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), refleks pupil (+/+) normal isokor 3 mm
Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Dicharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), lidah sianosis (-), atrofi papil lidah (-)
Gigi : Gigi karies (molar2 kanan bawah, molar 2 dan 3 kiri atas), tidak ada
gigi (caninus1 kanan dan kiri bawah, caninus1 dan 2 kiri atas dan
caninus1 kanan atas, molar3 kanan atas)
Leher : deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Pulmo
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan gerak (-),
jejas (-)
Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung : Normal
Atas ICS II LSS
Pinggang ICS III LPSS
Kanan ICS V LSD
Kiri ICS V LMCS
Auskultasi : S2, S1, regular; murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut cembung, hernia umbilicalis (-), luka bekas operasi (-),
jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, undulasi (-), nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), petekie (-/-), gambaran
hiperpigmentasi (+/+)
Inferior : pitting edem (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), petekie (-/-),
gambaran hiperpigmentasi (+/+)
Hasil Laboratorium RST dr.Soedjono Magelang, 19 Oktober 2015
MID% 10.1 % - H (Normal: 2.0-10.0)
HCT 33.7 % - L (Normal: 35.0-55.0)
MCHC 35.9 g/dL – H (Normal: 31.0-35.5)
PCT 0.16 % - L (Normal: 0.20-0.50)
LED 35 – H (Normal: < 20)
Glukosa 833 mg/dL – H (Normal: 70-115)
Ureum 53 mg/dL – H (Normal: 17-43)
Creatinin 1.6 mg/dL – H (Normal: 0.9-1.3)
I.4 Daftar Masalah
Subjektif
1. Lemas 1 bulan SMRS
2. Muka layu
3. Pusing memutar
4. Penglihatan sedikit kabur
5. Kaki dan tangan terasa kebas dan kesemutan
6. Perut terasa sebah
7. Poliuri
8. Polidipsi
9. Berat badan menurun
10. Gangguan seksual
11. Nafsu makan berkurang
12. Riwayat keluhan serupa (+)
13. Riwayat mondok (+) 2 tahun yang lalu karena penyakit gula
14. Riwayat makan makanan dan minum manis
Objektif
15. TD : 130/80 mmHg (Hipertensi)
16. IMT 27.5 (Obese 1)
17. Hiperpigmentasi ekstremitas
18. MID% 10.1 % - H (Normal: 2.0-10.0)
19. HCT 33.7 % - L (Normal: 35.0-55.0)
20. MCHC 35.9 g/dL – H (Normal: 31.0-35.5)
21. PCT 0.16 % - L (Normal: 0.20-0.50)
22. LED 35 – H (Normal: < 20)
23. Glukosa 833 mg/dL – H (Normal: 70-115)
24. Ureum 53 mg/dL – H (Normal: 17-43)
25. Creatinin 1.6 mg/dL – H (Normal: 0.9-1.3)
I.5 Hipotesis
Diabetes Militus tipe 2 (1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 16, 23, 24, 25)
Neuropati Diabetikum (3, 5, 6, 10, 13, 16, 17, 23)
Hipertensi (1, 3, 15, 16, 23)
Anemia (1, 19)
I.6 Planning
a. Diagnostik
- EKG
- Darah lengkap
- Kimia darah : Gula darah, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin
b. Terapi
- Inf. RL + Humulin R 50 UI 10 TPM
- Humalog mix
- Candesartan
- Bisoprolol
- Pionix
- Metformin
c. Monitoring
- keadaan umum dan kesadaran
- tanda vital
- Gula darah sewaktu
d. Edukasi
- Menjelaskan mengenai penyakit pasien
- Gaya hidup sehat
- Nutrisi dan diet
- Latihan fisik
I.7 Follow Up Ruangan
Table 1.1 follow up tanggal 19 Oktober 2015
Tanggal S O A P19/10/15 -Lemas
-Mulut terasa sedikit pahit
KU/Kes : sedang/CMVS :TD : 170/90, N : 82,RR : 20, S : 36oCGDS : 992Mata : Ca -/-, Si -/-mulut : mukosa hiperemis (-)hidung : sekret (-)telinga : sekret (-)leher : pembesaran KGB (-)Paru :I: SimetrisP: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetrisP : sonor pada lapang paru kiri dan kananA: Sdv +/+, Rh -/-, Wh -/-Jantung :I : iktus kordis tidak terlihatP : iktus kordis tidak kuat angkatP : batas-batas jantung dalam batas normalA : S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen :I : cembungA : bising usus (+) normalP : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, defans muskular (-), hepar dan limpa tidak terabaP : TimpaniEkstremitas : akral hangat (-/-/-/-), deformitas (-/-/-/-), edema (-/-/-/-), sianosis (-/-), CR < 2 detik
DM tipe 2 Neuropati
Diagnostic :-Darah rutin-kimia darah
T erapi : -Inf. RL + Humulin R 40 UI 10tpm-Humolin mix iv 2x24UI-Candesartan 1x16mg-Bisoprolol 1x2,5mg-Pionix 1x1-Metformin 500 2x1
Monitoring : KU, VS, GDS
Edukasi :-Menjelaskan mengenai penyakit pasien, cegah perburukan-Nutrisi dan diet
I.4 Pemeriksaan Penunjang
Tabel 1.2 Laboratorium hematologi tanggal 19 Oktober 2015
Darah Rutin (WB
EDTA)Nilai Nilai normal
WBC 6.3 4.0 – 12.0
RBC 4.04 4.0 – 6.20
HGB 12.1 11.0 – 15.0
HCT 33.7 - 35.0 – 55.0
PLT 164 150 – 400
MCV 83.4 80.0 – 100.0
MCHC 35.9 + 31.0 – 35.0
MCH 30.0 26.0 – 34.0
RDW 11.9 10.0 – 16.0
MPV 9.5 7 – 11
Limfosit 1.8 1 – 5
MID 0.6 0.1 – 1.0
Granulosit 3.9 2.0 -8.0
Limfosit % 28.7 25 – 50
MID % 10.1 + 2 – 10
Granulosit % 61.2 50.0 -80.0
PCT 0.16 - 0,20 - 0.50
Tabel 1.3 Laboratorium Elektrolit tanggal 19 Oktober 2015
Nilai Nilai Normal
Glucose 833 + 70-115
Ureum 53 + 17 – 43
Creatinine 1.6 + 0.9 – 1.3
SGOT 12 0-37
SGPT 8 0-41
Table 1.4 follow up tanggal 20 Oktober 2015
Tanggal S O A P20/10/15 -kaki terasa
kakuKU/Kes : sedang/CMVS :TD : 140/80, N : 80,RR : 20, S : 36,2GDS : 440Mata : Ca -/-, Si -/-mulut : mukosa hiperemis (-)hidung : sekret (-)telinga : sekret (-)leher : pembesaran KGB (-)
DM tipe 2 Neuropati
Diagnostic :-Konsuldr.Heriyanto, Sp.S
T erapi : dr. Noerjanto, Sp.PD-Inf. RL + Humulin R40 UI 10tpm-Gabapentin 2x1-Neurodex 2x1
Paru :I: SimetrisP: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetrisP : sonor pada lapang paru kiri dan kananA: Sdv +/+, Rh -/-, Wh -/-Jantung :I : iktus kordis tidak terlihatP : iktus kordis tidak kuat angkatP : batas-batas jantung dalam batas normalA : S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen :I : datarA : bising usus (+) normalP : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, defans muskular (-), hepar dan limpa tidak terabaP : TimpaniEkstremitas : akral hangat (-/-/-/-), deformitas (-/-/-/-), edema (-/-/-/-), sianosis (-/-), CR < 2 detik
dr. Heriyanto, Sp.S-inj. Lapibal 500 (dalam 9cc aqua) 2x1-Inj. Extrace 500 2x1-Tonicard 3x1-Neofer 3x1-Fibrozol tab 100mg 2x1-Natto 10 2x1-Eturol 2x1
Monitoring : KU, VS, GDS
Edukasi :-Menjelaskan mengenai penyakit pasien, cegah perburukan-Nutrisi dan diet-Ajarkan relaksasi
Jawaban konsul dari dr.Heriyanto,Sp.S tanggal 20 Oktober 2015
Table 1.5 follow up tanggal 21 Oktober 2015
Tanggal S O A P21/10/15 -Kaki terasa
kakuKU/Kes : sedang/CMVS :TD : 140/90, N : 86,RR : 24, S : 36,5GDS : 205Mata : Ca -/-, Si -/-mulut : mukosa hiperemis (-)hidung : sekret (-)telinga : sekret (-)leher : pembesaran KGB (-)Paru :I: SimetrisP: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetrisP : sonor pada lapang paru kiri dan kananA: Sdv +/+, Rh -/-, Wh -/-Jantung :I : iktus kordis tidak terlihatP : iktus kordis tidak kuat angkatP : batas-batas jantung dalam batas normalA : S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen :I : cembungA : bising usus (+) normalP : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, defans muskular (-), hepar dan limpa tidak terabaP : TimpaniEkstremitas : akral hangat (-/-/-/-), deformitas (-/-/-/-), edema (-/-/-/-), sianosis (-/-), CR < 2 detik
DM tipe 2 Neuropati
T erapi : -Insulin STOP-Inf. RL-Metformin 500 2x1-Glimepiride 1x3-Glucodex 1x1
Monitoring : KU, VS, GDS
Edukasi :-Menjelaskan mengenai penyakit pasien, cegah perburukan-Nutrisi dan diet-Ajarkan relaksasi
Table 1.6 follow up tanggal 22 Oktober 2015
Tanggal S O A P22/10/15 -Kiki terasa
kakuKU/Kes : sedang/CMVS :TD : 130/80, N : 80,RR : 22, S : 36GDS: 246Mata : Ca -/-, Si -/-mulut : mukosa hiperemis (-)hidung : sekret (-)telinga : sekret (-)
DM tipe 2 Neuropati
T erapi : -Inf. RL-Pionix-Lantus-Tonicard 3x1-Neofer 3x1-Fibrozol tab 100mg 2x1-Natto 10 2x1
leher : pembesaran KGB (-)Paru :I: SimetrisP: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetrisP : sonor pada lapang paru kiri dan kananA: Sdv +/+, Rh -/-, Wh -/-Jantung :I : iktus kordis tidak terlihatP : iktus kordis tidak kuat angkatP : batas-batas jantung dalam batas normalA : S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen :I : cembungA : bising usus (+) normalP : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, defans muskular (-), hepar dan limpa tidak terabaP : TimpaniEkstremitas : akral hangat (-/-/-/-), deformitas (-/-/-/-), edema (-/-/-/-), sianosis (-/-), CR < 2 detik
-Eturol 2x1
Monitoring : KU, VS, GDS.
Edukasi :-Menjelaskan mengenai penyakit pasien, cegah perburukan-Nutrisi dan diet-Ajarkan relaksasi
Table 1.7 follow up tanggal 23 Oktober 2015
Tanggal S O A P23/10/15 -Tidak ada
keluhanKU/Kes : sedang/CMVS :TD : 130/70, N : 84,RR : 22, S : 36GDS : 368Mata : Ca -/-, Si -/-mulut : mukosa hiperemis (-)hidung : sekret (-)telinga : sekret (-)leher : pembesaran KGB (-)Paru :I: SimetrisP: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetrisP : sonor pada lapang paru kiri dan kananA: Sdv +/+, Rh -/-, Wh -/-Jantung :I : iktus kordis tidak terlihatP : iktus kordis tidak kuat angkatP : batas-batas jantung dalam
DM tipe 2 T erapi : -Inf. RL-Candesartan 1x16-Bisoprolol 1x2,5-Pionix 1x1-Glimepiride-Neurodex-Glucodex
Monitoring : KU, VS, GDS
Edukasi :-Menjelaskan mengenai penyakit pasien, cegah perburukan-Nutrisi dan diet-Ajarkan relaksasi
batas normalA : S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen :I : cembungA : bising usus (+) normalP : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, defans muskular (-), hepar dan limpa tidak terabaP : TimpaniEkstremitas : akral hangat (-/-/-/-), deformitas (-/-/-/-), edema (-/-/-/-), sianosis (-/-), CR < 2 detik
Table 1.8 follow up tanggal 24 Oktober 2015
Tanggal S O A P24/10/15 -Tidak ada
KeluhanKU/Kes : sedang/CMVS :TD : 140/90, N : 72,RR : 22, S : 36GDS : 99Mata : Ca -/-, Si -/-mulut : mukosa hiperemis (-)hidung : sekret (-)telinga : sekret (-)leher : pembesaran KGB (-)Paru :I: SimetrisP: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetrisP : sonor pada lapang paru kiri dan kananA: Sdv +/+, Rh -/-, Wh -/-Jantung :I : iktus kordis tidak terlihatP : iktus kordis tidak kuat angkatP : batas-batas jantung dalam batas normalA : S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen :I : cembungA : bising usus (+) normalP : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, defans muskular (-), hepar dan limpa tidak terabaP : TimpaniEkstremitas : akral hangat (-/-/-/-), deformitas (-/-/-/-),
DM tipe 2 T erapi : -Lantus 20 UI-Metformin 500-Glimipiride 1x3-Pionix- Candesartan 1x16
Monitoring : KU, VS, GDS
Edukasi :-Menjelaskan mengenai penyakit pasien, cegah perburukan-Nutrisi dan diet-Ajarkan relaksasi
edema (-/-/-/-), sianosis (-/-), CR < 2 detik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MILITUS
Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi
insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009).
Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang
disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total) maupun
sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007).
Epidemiologi Diabetes Melitus
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh
dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya
terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta
jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah
jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi
terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya
hidup seperti pola makan yang tidak sehat, di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil
Riskesdas (2007) dari 24417 responden berusia > 15 tahun, 10,2% mengalami toleransi
glukosa tergangggu (kadar glukosa 140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam diberikan
beban glucosa sebanyak 75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding
dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang
rendah, daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan
Maluku Utara, yaitu 11.1% sedangkan kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64
tahun yaitu 13.5%, beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah
Obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan
buah (Riskesdas, 2007).
Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia
>15 tahun diperkotaan 5,7%, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%,
dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%
disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun
sebesar 23,7% (Depkes, 2008).
Hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1993 di Jakarta daerah
urban membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1.7% pada tahun 1982
menjadi 5.7% kemudian tahun 2001 di Depok dan didaerah Jakarta Selatan menjadi
12.8%, demikian juga di Ujung Pandang daerah urban meningkat dari 1.5% pada tahun
1981 menjadi 3,5% pada tahun1998, kemudian pada akhir 2005 menjadi 12.5%, di
daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di Jawa Barat 1,1% didaerah terpencil, di
tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8% dapat dijelaskan perbedaan
prevalensi daerah urban dan rural (Soegondo dkk, 2009).
Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh Perkeni adalah yang sesuai dengan anjuran
klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA), klasifikasi etiologi Diabetes
Mellitus, menurut ADA (2007) adalah dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1. Klassifikasi Etiologis Diabetes Mellitus
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila trdapat keluhan klasik DM
seperti tersebut di bawah ini:
a. Keluhan klasik DM berupa : banyak minum, banyak makan, banyak buang air
kecil dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae (gatal didaerah kemaluan) pada wanita.
Diabetes karena dampak kehamilan ditegakkan hasil pemeriksaan TTGO,
dilakukan dengan memberikan beban 75 g glukosa setelah berpuasa 8 – 14 jam.
Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban.
DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 95
mg/dl, 1 jam setelah beban ≥ 180 mg/dl dan 2 jam setelah beban ≥ 155 mg/dl.
Apabila hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan
pemeriksaan glukosa 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah ≥
155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis Diabetes Gestasional (Perkeni, 2006).
Insulin
Insulin adalah salah satu hormon didalam tubuh manusia yang dihasilkan atau
diproduksi oleh sel beta pulau langerhans di dalam kelenjar pangkreas, Insulin
merupakan suatu polipeptida (protein) dalam keadaan normal, jika kadar glukosa darah
naik, kelenjar pangkreas akan mengeluarkan insulin dan masuk ke dalam aliran darah,
oleh darah insulin disalurkan ke reseptor hati sebesar 50 % ginjal 1020%, sel darah,
otot, jaringan lemak 30-40%, apabila kadar insulin cukup atau fungsinya tidak
terganggu, kelebihan gula dalam darah akan segera diubah dan disimpan untuk
metabolisme tubuh (Soewondo, 2006).
Gula darah merupakan bahan bakar utama yang akan diubah menjadi energi dan
akan merangsang sel beta pulau langerhans untuk mengeluarkan insulin, selama tidak
ada insulin, gula darah tidak dapat masuk kedalam sel-sel jaringan tubuh lainnya seperti
otot dan jaringan lemak, insulin merupakan kunci yang membuka pintu sel jaringan,
memasukkan gula ke dalam sel dan menutup pintu kembali, di dalam sel, gula dibakar
menjadi energi yang berguna untuk aktivitas (Soegondo, 2004).
Diagnosis Diabetes Melitus
Dapat ditegakkan melalui tiga cara dengan melihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus
Cara pemeriksaan TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral) sesuai dengan Perkeni
(2006)
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari- hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam ( mulai malam hari) sebelum pemeriksaan minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
c. Diperiksa kadar glukosa puasa
d. Diberikan glucosa, 75 gram pada orang dewasa atau 1,75 gram/kg BB anak-anak,
dilarutkan dalan 250ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glucosa selesai.
f. Diperiksa kadar glucosa 2 jam sesudah beban glucosa.
g. Selama proses pemeriksaan tidak merokok (Perkeni, 2006).
Gejala Diabetes Melitus
Gejala Akut Penyakit Diabetes Mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi
bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
1. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli),
yaitu:
a. Banyak makan (poliphagia).
b. Banyak minum (polidipsia).
c. Banyak kencing (poliuria).
2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
a. Banyak minum.
b. Banyak kencing.
c. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5
– 10 kg dalam waktu 2-4 minggu).
d. Mudah lelah.
e. Bila tidak segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan
jatuh koma.
Gejala Kronik Diabetes Mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes Mellitus adalah
sebagai berikut:
1. Kesemutan.
2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3. Rasa tebal di kulit.
4. Kram.
5. Capai.
6. Mudah mengantuk.
7. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
8. Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9. Gigi goyah mudah lepas, kemampuan seksual menurun, impotensi.
10. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan berat lahir lebih dari 4 kg (Jhonson, 1998).
Keluhan Subjektif Diabetes Melitus
Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien sendiri,
adapun keluhannya adalah:
1. Poliuria (banyak buang air kecil)
2. Polidipsia (banyak minum)
3. Polifagia (banyak makan)
4. Kesemutan
5. Gatal didaerah kemaluan
6. Keputihan
7. Infeksi susah sembuh
8. Bisul hilang timbul
9. Penglihatan kabur
10. Mudah mengantuk (Perkeni, 2002).
Patogenesis Diabetes Melitus
Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin
perifer, gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan penurunan fungsi sel β,yang
akhirnya akan menuju kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi insulin
kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin, untuk mengkompensasi (mengatasi
kekurangan) resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal.
Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompesasikan resistensi insulin
hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun saat itulah
diagnosa diabetes ditegakkan ternyata penurunan fungsi sel beta berlangsung secara
progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengekresi insulin (ADA,
2007).
Pengendalian Diabetes Melitus
Tujuan pengendalian Diabetes Mellitus dibagi menjadi tujuan jangka panjang dan
tujuan tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan gejala/keluhan dan mempertahankan
rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian darah.
Tujuan jangka panjang yaitu:
1. Agar penyangdang diabetes dapat hidup lebih lama, karena kualitas hidup seseorang
menjadi kebutuhan, seseorang yang bertahan hidup tetapi dalam keadaan tidak sehat
akan mengganggu kebahagiaan dan kestabilan keluarga.
2. Untuk membantu penyandang diabetes agar mereka dapat membantu dirinya
sendiri, sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi dan jumlah hari
sakit dapat ditekan.
3. Agar penyandang diabetes dapat produktif sehingga dapat berfungsi dan berperan
sebaik-baiknya didalam masyarakat.
4. Menekan biaya perawatan baik secara pribadi, asuransi maupun nasional.
Faktor Resiko Diabetes Melitus
Faktor Resiko Tidak Dimodifikasi
1. Ras/etnik
Merupakan suatu kelompok manusia yang memiliki ciri fisik
bawaan yang sama, pada dasarnya ciri fisik manusia dikelompokkan atas
tiga golongan yaitu ciri fenotipe merupakan ciri-ciri yang tampak, ciri
fenotipe terdiri atas ciri kualitatif dan kuantitatif, ciri kualitatif antara lain
warna kulit, warna rambut, bentuk hidung, bentuk dagu dan bentuk bibir
sementara ciri kuantitatif antara lain tinggi badan dan ukuran bentuk
kepala, ciri filogenetif yaitu hubungan asal usul antara ras-ras dan
perkembangan sedangkan ciri getif yaitu ciri yang didasarkan pada
keturunan darah (Lanning, 2009).
Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan
yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat,
agama, bahasa, dan sebagainya, anggota-anggota suatu kelompok etnik
memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa , sistem nilai,
serta adat-istiadat dan tradisi, penelitian yang dilakukan oleh NHANES
(National Health And Nutrition Examinations Surveys) dari 11.090 sampel,
didapati 880 yang menderita diabetes dengan sampel ras kulit hitam dan
putih usia 20- 70 tahun, wanita kulit hitam mempunyai 2 kali menderita
diabetes dibandingkan dengan wanita kulit putih (Lipton, 1993).
2. Riwayat Keluarga Dengan Diabetes (Anak penyandang diabetes )
DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen
genetik yang akan mempercepat fenotipe diabetes, riwayat penyakit untuk
timbulnya DM tipe 2 terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan
lingkungan, pada penelitian yang dilakukan oleh The Framingham offspring
of tipe 2 diabetes mendapatkan resiko DM tipe 2 yaitu 3,5 kali lebih tinggi
pada keturunan salah satu orang tua diabetes, dan 6 kali lebih tinggi pada
keturunan yang keduanya orang tua tersebut menderita diabetes (Meigs,
2000).
Pada penelitian epidemiologi prospektif nilai C reaktip protein dapat
digunakan untuk memprediksi DM tipe 2 Tan dalam penelitiannya dari
pasien yang non obesitas dengan gangguan toleransi glukosa mendapatkan
nilai C reaktip positif yang memprediksikan individu tersebut akan menjadi
DM (Wu T at all, 2002).
3. Umur
Perubahan metabolisme tubuh yang ditandai dengan penurunan
produksi hormon tertosteron untuk laki-laki dan oestrogen untuk
perempuan biasanya memasuki usia 45 tahun keatas, kedua hormon ini
tidak hanya berperan dalam pengaturan hormon seks, tetapi juga
metabolisme pengaturan proses metabolisme tubuh, salah satu fungsi dua
hormon tersebut adalah mendistribusikan lemak keseluruh tubuh akibatnya,
lemak menumpuk diperut, batasan lingkar perut normal untuk perempuan <
80cm dan untuk laki-laki < 90cm. Membesarnya lingkaran pinggang akan
diikuti dengan peningkatan gula darah dan kolesterol yang akan diikuti
dengan sindroma metabolik yakni terganggunya metabolisme tubuh dari
sinilah mulai timbulnya penyakit degeneratif (Tjokroprawiro, 1998).
4. Riwayat Melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir >4000gram
atau Riwayat Pernah Menderita Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Diabetes Mellitus Gestational (DMG) adalah suatu bentuk diabetes
yang berkembang pada beberapa wanita selama kehamilan, Diabetes
gestasional terjadi karena kelenjar pankreas tidak mampu menghasilkan
insulin yang cukup untuk mengkontrol gula darah ( glukosa ) wanita hamil
tersebut pada tingkat yang aman bagi dirinya maupun janin yang
dikandungnya (Jhonson, 1998).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah yang
menunjukkan wanita hamil tersebut mempunyai kadar gula yang tinggi
dalam darahnya dimana ia tidak pernah menderita diabetes sebelum
kehamilannya, Diabetes Mellitus Gestasional berbeda dengan diabetes
lainnya dimana gejala penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir,di
Indonesia insiden DMG sekitar 1,9 - 3,6% dan sekitar 40-60% wanita
yang pernah mengalami DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan
akan mengidap Diabetes Mellitus atau gangguan toleransi glukosa
(Soewondo, 2006).
5. Riwayat Lahir dengan Berat Badan Rendah Kurang dari 2500 gram
Bayi yang lahir dengan berat badan rendah tentunya memiliki organ
yang internal yang kecil. Organ internal akhirnya membuat si anak tidak
mampu memenuhi kebutuhan tubuhnya. Jika berat badan kecil maka
pankreasnya juga kecil dan tidak sempurna, sehingga tidak mampu
mencukupi kebutuhan insulin tubuh. Ketika anak ini bertumbuh dan dewasa
anak yang lahirnya kecil untuk jadi bertambah besar ketika sudah masuk
usia anak-anak dan remaja. Ini semakin membuat organ tidak mampu
mencukupi kebutuhan tubuhnya, akhirnya akan berisiko penyakit-penyakit
berbahaya seperti diabetes (Jhonson, 1998)
Faktor Resiko Yang Bisa Dimodifikasi
1. Berat Badan Lebih (IMT ≥23 kg/m ²)
Penelitian yang dilakukan di USA pada 21.217 dokter US selama tahun
(kohort study) menemukan bahwa kasus DM tipe 2 lebih tinggi pada
kelompok
Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) berat badan seseorang dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu normal, overweight (kelebihan berat badan) dan
obesitas. Overweight dan obesitas merupakan sama-sama menunjukkan
adanya penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh, ditandai dengan
peningkatan nilai masa indeks tubuh diatas normal, orang yang mengalami
penumpukan lemak yang lebih banyak dalam jangka waktu yang lama akan
menjadi risiko tinggi DM Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:
Contoh : BB = 50 kg, TB = 160 cm, IMT = 50
Penelitian Hartati (2004) pada penderita DM tipe 2 di RSUD Tugurejo
Semarang menghasilkan tidak ada pengaruh IMT dengan kejadian DM tipe
2 dengan hasil p value > 0,005 sedangkan penelitian oleh National Health
and Nutrition Examinations Surveys (NHANES) tahun 1992-2002
didapatkan 80% dari responden dengan IMT ≥ 18,5 kg/m² menderita DM
dibanding dengan responden dengan IMT < 18,5 kg/m² (ADA, 2007).
Diabetes Mellitus tipe 2 cenderung meningkat seiring dengan peningkatan
lemak yang diukur dengan IMT, setiap peningkatan 1 kg berat badan
meningkatkan risiko sebesar 4,5% untuk menderita DM tipe 2 (Webber,
2004).
Penelitian Kaban, dkk (2005) hubungan obesitas dengan DM diperoleh
nilai p= (0,000) dengan nilai OR sebesar 4,6 yang artinya orang yang
obesitas kemungkinan 4,6 kali menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan
yang tidak.
2. Aktifitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan fisik yang dilakukan dengan
teren cana, terstruktur, berulang dan tujuannya memperbaiki atau
menjaga kesegaran jasmani, kesegaran jasmani berkaitan dengan
kesehatan mengacu pada beberapa aspek fungsi fisiologi dan psikologis
yang dipercaya memberikan perlindungan kepada seseorang dalam melawan
beberapa tipe penyakit degeneratif seperti penyakitjantung koroner, obesitas
dan kelainan muskuloskeletal (Ganlay. Sherman, 2000).
Yang melakukan aktivitas fisik kurang dari 1 kali perminggu dibanding
dengan kelompok yang melakukan olah raga 5 kali seminggu. Penelitian
lain yang dilakukan selama 8 tahun pada 87.535 perawat wanita yang
melakukan olah raga ditemukan penurunan resiko penyakit DM tipe 2
sebesar 33%, (Soegondo dkk, 2009).
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan
sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin,sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan
kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik
Diabetes Mellitus (Niemann, 1995).
Olahraga menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebihsensitif
terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan
glukosa dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa,
keadaan ini dapat berlanjut beberapa jam setelah melakukan olah raga.
Olahraga selama 30-40 menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa
kedalam sel sebesar 7-20 kali lipat dibandingkan tanpa olah raga, olah raga
yang tepat untuk diabetes adalah jalan, jogging, renang, bersepeda, aerobik
(Soewondo, 2006). Hasil penelitian Wardani (2009), aktivitas fisik rendah
memiliki resiko DM tipe 2 sebanyak 3,2 kali lebih besar dari yang
melakukan aktivitas fisik yang baik
3. Hipertensi (≥ 140/90 mmhg)
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding- dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung kejaringan, tekanan darah
merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah,
tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan
paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik) (Hull, 1996).
Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan
dinding pembuluh darah, mereka yang menderita hipertensi mempunyai
tinggi tekanan darah yang tidak normal, penyempitan pembuluh nadi atau
aterosklerosis merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi,
karena arteri-arteri terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis,
sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit, ketika arteri-arteri
mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis darah memaksa melewati jalan
yang sempit, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi (Hull, 1996).
Menurut JNC 7 (Joint National Commite) (2003) bila tekanan darah ≥
140/90 mmhg dinyatakan sebagai hipertensi, hipertensi atau darah tinggi
adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah
diatas normal atau kronis, hipertensi merupakan kelainan yang sulit
diketahui oleh tubuh kita sendiri, satu-satunya cara untuk mengetahui
hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati ( 2009) dengan kasus kontrol
study, kontribusi hipertensi dengan terjadinya Diabetes Mellitus komplikasi
stroke diperoleh hasil OR 8,574.
JNC (Joint National Commite) membuat kategori tekanan darah
sebagai berikut.
Belum ada penelitian yang mengatakan penyebab langsung terjadinya
hipertensi terhadap DM namun masih merupakan faktor resiko yang
berpotensi terhadap tingginya kasus DM, hipertensi sebagai faktor resiko
DM artinya semakin tinggi angka hipertensi di suatu daerah maka semakin
besar resiko untuk menjadi penderita DM di daerah tersebut, seorang yang
memiliki hipertensi maka lebih beresiko dirinya mengalami DM dibanding
orang yang tidak hipertensi, arti lainnya juga bahwa tidak semua penderita
hipertensi akan menjadi penderita DM, belum ada teori yang benar-benar
tegas menerangkan bagaimana hipertensi membuat seseorang menjadi DM
karenanya hipertensi bukan faktor penyebab tetapi adalah faktor risiko.
Terjadinya hipertensi pada penderita DM dikaitkan dan hampir sama proses
terjadi keduanya yaitu melalui suatu keadaan yang disebut sindroma
metabolik satu penelitian memperoleh hasil dimana dari sejumlah total 427
pasien hipertensi yang diteliti, 46 persen diantaranya adalah pasien DM,
pasien cenderung berusia lebih tua, indeks massa tubuh yang lebih tinggi
dan hiperlipidemia, cenderung Prevalensi hipertensi pada penderita Diabetes
Mellitus secara keseluruhan adalah 70 %, Pada laki laki 32 %, wanita 45 %
pada masyarakat India Puma sebesar 49%, pada kulit putih sebanyak 37 %
dan pada orang asia sebesar 35%, hal ini menggambarkan bahwa hipertensi
pada DM akan sering ditemukan dibandingkan pada individu tanpa diabetes
(Weir et al. 1999). akan mengalami komplikasi kardiovaskular dan gagal
ginjal, opname lebih lama di RS (Weber, 2009).
Penelitian Kaban dkk (2005) disain kasus kontrol dengan sebanyak 45
responden yang diteliti hasil yang didapatkan tidak ada hubungan
hipertensi dengan kejadian DM dimana diperoleh nilai chi square nilai p =
0,073 (p> 0,05).
4. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl)
Merupakan suatu keadaan dimana kadar lemak dalam darah
meningkat diatas batas normal, lemak yang mengalami peningkatan ini
meliputi kolesterol, trigliserida salah satu partikel yang mengangkut lemak
dari sekitar tubuh atau dapat keduanya, berbagai penelitian membuktikan
bahwa keadaan dislipidemia dan hiperglikemia yang berlangsung lama
merupakan faktor penting dalam terjadinya komplikasi PJK (Penyakit
Jantung Koroner) pada DM tipe 2, studi Finnish membuktikan bahwa
peningkatan kadar trigliserid dan rendahnya kolesterol HDL (High Density
Lypoprotein) merupakan faktor resiko PJK (Penyakit Jantung Koroner) pada
DM tipe 2 (Neamann, 1995).
5. Diet tidak Sehat (Unhealhty Diet) Diet dengan Tinggi Gula dan Rendah
Serat Merupakan Peningkatan Risiko Diabetes
Adanya serat memperlambat absorsi glukosa sehingga dapat ikut
berperan mengatur gula darah dan memperlambat kenaikan gula
darah, makanan yang cepat dirombak dan juga cepat diserap dapat
meningkatkan kadar gula darah, sedangkan makanan yang lambat dirombak
dan lambat diserap masuk ke aliran darah menurunkan gula darah
(Soegondo dkk, 2009).
Adapun manfaat dari serat salah satunya membuat waktu pengosongan
dilambung menjadi lebih lama, setelah konsumsi serat akan menyebabkan
chyme yang berasal dari lambung berjalan lebih lambat ke usus , hal ini
menyebabkan makanan lebih lama tertahan dilambung sehingga perasaan
akan kenyang setelah makan juga panjang, keadaan ini juga memperlambat
proses pencernaan karbohidarat dan lemak yang tertahan dilambung belum
dapat dicerna sebelum masuk ke usus (Tala, 2009) Hasil penelitian pada
hewan percobaan maupun pada manusia mengungkapkan bahwa kenaikan
kadar gula darah dapat ditekan jika karbohidrat dikonsumsi bersama serat
makanan, hal ini sangat bermanfaat bagi penderita diabetes (Nyoman,
2009).
The American Cancer Society, The American Heart Association dan
The American Diabetic Association menyarankan 25-35 g fiber/hari dari
berbagai bahan makanan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Konsensus
nasional pengelolaan diabetes di Indonesia menyarankan 20 - 25 g/hari bagi
orang yang berisiko menderita DM ( Soegondo dkk, 2009).
Food and Drug Aministration (FDA) Amerika Serikat membatasi
konsumsi gula maksimal 10 sendok teh atau 40 gram per hari, Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) maksimal 12 sendok
teh atau 48 gram perhari (Depkes, 2009). Penelitian Hartati (2004) yang
dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang menjelaskan ada pengaruh asupan
serat makanan terhadap kadar gula darah DM tipe 2 dengan hasil nilai p
value < 0,005, hasil penelitian Riskesdas (2007) faktor risiko DM yang
makan buah dan sayur pada kelompok umur 25- 64 tahun responden
terhadap terjadinya DM mempunyai nilai odd rasio 1,04 kali dari yang tidak
makan buah dan sayur.
NEUROPATI DIABETIKUM
Definisi Neuropati Diabetikum
International Consensus Meeting for the Outpatient Management of Neuropathy
menyetujui definisi sederhana dari neuropati diabetik dalam praktek klinis sebagai
adanya gejala dan/atau tanda disfungsi saraf perifer pada pasien diabetes setelah
eksklusi penyebab lainnya. Diagnosis tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan klinis yang
seksama pada anggota gerak, hilangnya gejala bukan berarti mengindikasikan
hilangnya tanda.
Epidemiologi Neuropati Diabetikum
Epidemiologi dan perjalanan alamiah neuropati diabetik masih belum banyak
diketahui. Prevalensi neuropati diabetik meningkat sesuai usia dan lebih sering
dijumpai pada pasien diabetes melitus tipe 2 dibandingkan diabetes melitus tipe 1.
Prevalensi tertinggi neuropati diabetik terjadi pada penderita diabetes lebih dari 25
tahun.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa prevalensi neuropati diperkirakan yaitu
sebesar 30% dari semua pasien rawat inap. Sementara pada sampel populasi hampir
mendekati 20%. Prevalensi neuropati diabetik pada usia lanjut sekitar 50%, bervariasi
dari 14% hingga 63% tergantung pada tipe populasi yang dipelajari dan kriteria yang
digunakan untuk definisi neuropati diabetik.
Prevalensi keseluruhan neuropati diabetik perifer pada National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) sebesar 14.8% yang lebih dari tiga perempat
di antaranya asimptomatik. Ziegler dan kawan-kawan mendapatkan prevalensi
neuropati otonom diabetik sebesar 16.8% pada penderita DM tipe 1 dan 22.1% pada
penderita DM tipe 2. Penelitian diabetes multisenter di Perancis menemukan hampir
25% penderita memiliki gejala neuropati otonom diabetik.
Klasifikasi Neuropati Diabetikum
Neuropati simetris
a. Neuropati diabetik perifer
Neuropati diabetik perifer merupakan sindrom neuropati yang paling umum
ditemukan. Secara klinis didapatkan kehilangan sensoris pola length-related
dengan bermula dari jari kaki dan meluas ke telapak kaki dan tungkai dalam
distribusi kaus kaki.
Gambar 1. Distribusi “sarung tangan dan kaus kaki” pada neuropati diabetik perifer.
Dalam kasus yang berat sering juga didapatkan keterlibatan pada anggota
gerak atas. Neuropati otonom subklinis biasanya didapatkan timbul bersamaan.
Tetapi jarang ditemukan neuropati otonom klinis yang jelas. Manifestasi motorik
secara klinis tidak tampak jelas pada tahap awal penyakit. Tetapi, seiring
perkembangan penyakit, manifestasi motorik akan semakin tampak seperti
berkurangnya otot kecil tangan dan kelemahan anggota gerak.
Gambaran klinis utama dari neuropati diabetik perifer adalah kehilangan
rasa sensorik yang tidak disadari oleh pasien, atau digambarkan sebagai mati rasa.
Beberapa pasien mengalami gejala sensoris progresif seperti :
Mengelitik (parestesia)
Nyeri yang membakar
Nyeri tungkai bawah paroksismal
Nyeri seperti ditusuk atau diiris pisau
Nyeri kontak, sering diasosiasikan dengan wearing day-time clothes and
bedclothes (stimulus tidak menyakitkan tetapi sering diasosiasikan sebagai
menyakitkan, dikenal sebagai alodinia)
Stimulus nyeri ringan dipersepsikan sebagai nyeri yang sangat menyakitkan
(hiperalgesia)
Nyeri waktu jalan, sering digambarkan sebagai ‘berjalan tanpa alas kaki di atas
kelereng’, atau ‘berjalan tanpa alas kaki pada pasir panas’
Sensasi panas atau dingin pada telapak kaki
Rasa gatal yang persisten pada telapak kaki dan sensasi cramp-like pada betis.
Nyeri dapat meluas ke dorsum pedis dan menyebar ke seluruh tungkai.
Beberapa pasien mungkin hanya mengeluhkan kesemutan pada satu atau dua jari
kaki, yang lain mungkin mengalami komplikasi lebih seperti kaki mati rasa atau
nyeri neuropati berat dan tidak dapat respon dengan terapi obat.
Neuropati diabetik perifer yang menyakitkan sering ditemukan,
mempengaruhi sekitar 16-26% dari pasien diabetes, semakin terasa pada malam
hari dan menyebabkan gangguan tidur. Nyeri neuropati yang berat dan
menyakitkan biasanya ditandai dengan pembatasan kegiatan fisik sehari-hari
sehingga tidak mengejutkan jika gejala depresif merupakan hal yang umum
terjadi. Pada neuropati lanjut terjadi ataxia sensoris, yang menimbulkan gangguan
kemampuan berjalan dan sering terjatuh terutama jika ada gangguan penglihatan
karena retinopati.
Penderita neuropati diabetik perifer bisa saja tidak memiliki berbagai gejala
diatas, tetapi datang dengan ulkus kaki. Keadaan ini memaksa perlunya
pemeriksaan kaki semua penderita diabetes secara seksama untuk
mengidentifikasi berkembangnya ulserasi kaki. Kaki yang mati rasa merupakan
risiko terjadinya luka karena suhu atau mekanik, karena itu pasien harus
diingatkan akan hal ini dan diberikan nasehat untuk perawatan kaki.
Kehilangan sensasi saraf sensoris yang berat melibatkan semua hal (sensasi
suhu, tekanan dan nyeri) termasuk proprioseptif juga akan berkurang ditandai
tanda Romberg yang positif. Refleks tendon ankle hilang dan dengan semakin
beratnya neuropati, refleks lutut juga berkurang atau tidak ada.
Gambar 2. Contoh distribusi tipikal defisit sensorik (titik : sensasi suhu, garis: sensasi nyeri, garis silang: sensasi sentuh)
Kekuatan otot pada awalnya akan normal walaupun kelemahan ringan dapat
ditemukan pada ekstensor jari kaki. Semakin progresif akan ditemukan gangguan
muskular generalisata khususnya pada otot kecil tangan dan kaki. Pergerakan
halus jari juga terkena dan timbul kesulitan dalam memegang benda kecil.
Deformitas seperti bunion dapat membentuk fokus ulserasi dan deformitas yang
lebih ekstrim seperti artropati Charcot semakin meningkatkan resiko.
b. Nyeri neuropati akut
Nyeri neuropati akut merupakan suatu sindrom neuropati sementara yang
ditandai dengan nyeri akut pada tungkai bawah. Neuropati akut tampak dalam
bentuk simetris dan relatif jarang terjadi. Nyeri selalu membuat stres penderita
dan kadang membuat tidak mampu bekerja. Terdapat dua sindrom yang berbeda,
pertama yang terjadi dalam kontrol glikemik yang buruk dan kedua akibat
perbaikan cepat kontrol metabolik setelah memulai insulin (neuritis insulin).
Biasanya gejala sembuh dalam waktu 12 bulan.
c. Neuropati otonom
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, tekanan darah
dan kadar gula darah. Selain itu mengenai organ dalam yang menyebabkan
gangguan pada pencernaan, miksi, respon seksual dan penglihatan. Juga
mempengaruhi sistem yang memperbaiki kadar gula darah ke normal, sehingga
tanda-tanda hipoglikemia seperti keringat dingin, gemetar dan palpitasi
menghilang. Secara keseluruhan kerusakan terjadi difus pada saraf parasimpatik
dan simpatik terutama pada penderita diabetes dengan neuropati perifer difus.
Neuropati asimetris
Neuropati asimetris atau neuropati fokal adalah komplikasi yang sudah
dikenal pada komplikasi diabetes. Biasanya onsetnya cepat dan cepat pula
sembuh. Hal ini berbeda dengan neuropati diabetik perifer kronis, dimana tidak
ada perbaikan atas gejala pada beberapa tahun setelah onset.
a. Amiotrofi diabetik (neuropati motorik proksimal)
Sindrom dari kelemahan dan atropi tungkai asimetris proksimal progresif
pertama kali digambarkan oleh Garland sebagai amiotrofi diabetik. Istilah ini juga
dikenal sebagai “neuropati motorik proksimal, neuropati diabetik lumbosakral
radikulopleksus atau neuropati femoral”. Penderita merasakan nyeri yang berat
pada paha bagian dalam, kadang dirasakan seperti terbakar dan meluas sampai ke
lutut. Penderita diabetes melitus tipe 2 diatas usia 50 tahun sering terkena.
Pada pemeriksaan ditemukan kerusakan otot quadriceps ditandai
kelemahan fungsi kelompok otot ini meskipun otot fleksor dan abduktor panggul
dapat juga terpengaruh. Adductor paha, gluteus, dan otot hamstring juga terkait.
Gerakan lutut biasanya berkurang atau tidak ada. Kelemahan dapat berakibat
pada kesulitan untuk bangkit dari kursi yang randah atau menaiki tangga.
Gangguan sensorik jarang terjadi dan jika ada biasanya bersamaan dengan
neuropati diabetik perifer.
Penyebab dari amiotrofi diabetik tidak diketahui. Biasanya cenderung
terjadi bersamaan neuropati diabetik perifer. Beberapa orang menyatakan bahwa
kombinasi gambaran fokal tumpang tindih dengan neuropati perifer difus
menunjukkan kerusakan vaskular pada akar saraf femoral sebagai penyebab
kondisi ini.
Gambar 4. Amiotrofi diabetik (proksimal neuropati)
Pengelolaan nyeri amiotrofi diabetik tidak berbeda untuk neuropati diabetik
perifer. Pasien seharusnya diedukasi dan diyakinkan bahwa kondisi ini dapat
disembuhkan. Beberapa pasien mengalami perbaikan dengan fisioterapi untuk
memperkuat otot quadriceps.
b. Mononeuropati kranial
Mononeuropati kranial yang paling sering ditemukan adalah kelumpuhan
saraf ketiga kranial. Pasien datang dengan nyeri tiba-tiba di belakang dan atas
mata mendahului ptosis dan diplopia. Proses penyembuhan memerlukan waktu
lebih dari tiga bulan.
c. Radikulopati trunkal
Radikulopati trunkal atau neuropati torako abdominal pada penderita
diabetes ditandai dengan onset nyeri akut pada distribusi dermatomal di atas
toraks atau abdomen diikuti gangguan sensoris kutaneus atau hiperestesi. Nyeri
biasanya unilateral dan herniasi otot abdomen dapat terjadi walaupun jarang.
Gambar 5. Neuropati diabetik trunkal (neuropati atau
radikulopati/torakoabdominal)
Beberapa pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen dan menjalani
berbagai pemeriksaan yang tidak perlu seperti barium enema, kolonoskopi dan
bahkan laparotomi. Penyembuhan biasanya dalam beberapa bulan meskipun
gejala dapat menetap dalam beberapa tahun.
d. Pressure palsies
Sindrom Carpal Tunnel
Beberapa saraf penderita diabetes rentan terhadap tekanan pada diabetes.
Pasien biasanya mengeluh nyeri dan parestesi pada tangan yang kadang menyebar
ke seluruh lengan khususnya pada malam hari. Pada kasus yang berat
pemeriksaan klinis dapat menunjukkan berkurangnya sensasi daerah tengah
tangan dan kerusakan pada otot thenar.
Diagnosis klinis dikonfirmasi dengan mudah menggunakan pemeriksaan
konduksi saraf medianus dan penatalaksanaan melibatkan pembedahan
dekompresi pada carpel tunnel di bagian pergelangan tangan. Respons atas
pembedahan biasanya bagus, meskipun gejala nyeri sering berulang dibandingkan
pasien yang tidak diabetes.
Entrapment saraf ulnaris dan saraf terisolir lainnya
Saraf ulnaris juga rentan terhadap tekanan pada siku, berakibat pada
kerusakan dorsal interossei khususnya pada dorsal interosseous yang pertama.
Pada anggota tubuh bagian bawah, peroneal (lateral popliteal) adalah saraf yang
paling sering terkena. Kompresi pada kepala fibula yang menyebabkan foot drop.
Sayangnya penyembuhan secara menyeluruh jarang terjadi. Saraf lateral kutaneus
pada paha biasanya juga terkena akibat entrapment neuropati diabetik.
Patogenesis Neuropati Diabetikum
Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end
products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC).
Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurang nya vasodilatasi, sehingga
aliran darah ke saraf berkurang dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel
terjadilah ND dalam sel terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan bahwa
kejadian ND berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya DM.
a. Faktor metabolik
Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Teori
ini mengemukakan, bahwa hiperglikemia menyebabkan kadar glucose intra seluler
yang meningkat, sehingga terjadi kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang
biasa digunakan (normal usedglycolitic pathway). Hiperglikemia persisten
menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-
reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi
oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam
sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu
kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan
keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf. Peningkatan
sintesis sorbitol berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf.
Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress
osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C
(PKC). Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na
intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke
dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf
yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH
merupakan kofaktor penting untuk glutathione dan nitric oxide synthase (NOS),
pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi
radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO).
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan
akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs
ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan
terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO menurun. Yang
berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama
rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah ND. Kerusakan aksonal metabolic
awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila
kerusakan metabolic ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan
struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.
b. Kelainan Vaskular
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan
dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi
radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini
membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek
menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut
dapat melalui penebalan membrana basalis, thrombosis pada arteriol intraneural,
peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit,
berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vascular, stasis aksonal,
pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati
yang didasari oleh kelainan vascular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor
risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh,
merokok dan hipertensi.
c. Mekanisme imun
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1
memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2
memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut
berperan pada pathogenesis ND. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam
mekanisme patogenik ND adalah adanya antineural antibodies pada serum sebagian
penyandang DM. Autoantibody yang beredar ini secara langsung dapat merusak
struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa di deteksi dengan imunofloresens
indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibody dan komplemen pada berbagai
komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada
pathogenesis ND.
d. Peran Nerve Growth Factor (NGF)
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf.
Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan
dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance P dan
calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap
vasodilatasi, motilitas intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami
gangguan pada ND.
D iagnosis Neuropati Diabetikum
Anamnesis
Melalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan dengan
neuropati diabetik seperti :
Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa geli, seperti memakai
sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak, terutama anggota gerak bawah.
Rasa nyeri dapat timbul bersama-sama atau tanpa gejala di atas.
Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis nyeri
neuropati diabetik. Pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, lokasi nyeri, kualitas
nyeri, distribusi nyeri, bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau sentuhan, faktor
yang meringankan atau memperberat. Pasien dapat memberi keluhan lebih dari satu
tipe nyeri, riwayat nyeri dapat membantu penderita untuk mengumpulkan keterangan
mengenai nyeri apakah tipe neuropati atau nosiseptif yaitu terjadinya nyeri yang
merupakan respon dari aktivitas reseptor nyeri terhadap stimulus noksisous.Untuk
menentukan tingkat beratnya nyeri atau yang berhubungan dengan karakteristik, pola
nyeri dapat menggunakan kuesioner nyeri McGill (MPQ). Sementara untuk
menentukan ada atau tidaknya nyeri dapat menggunakan Visual Analog Scale.
Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese proksimal dan atau
distal, manifestasinya berupa sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi atau lantai,
sering terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu, gerakan halus
tangan terganggu, mudah tersandung, kedua kaki mudah bertabrakan.
Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi berdiri,
sinkop saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi, sulit ejakulasi, ejakulasi
retrograde, sulit menahan buang air besar atau kecil, diare saat malam hari, konstipasi,
gangguan adaptasi dalam gelap dan terang.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada semua sistem
tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada DM. termasuk
pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung. Pasien dengan gejala atau tanda
gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi
perifer karena ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan
lapang pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan kulit dilakukan
terutama pada daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus.
Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus otot,
kekuatan, adanya fasikulasi, atrofi, pemeriksaan refleks tendon dalam patella dan
Achilles. Observasi mengenai cara berjalan, berjalan di tempat, berjalan dengan jari
kaki dan tumit. Pemeriksaan sensorik dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi,
temperatur, raba dan pemeriksaan propioseptif.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan gula
darah, urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL, trigliserida,
asam urat, serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti elektrolit, hitung jenis sel
darah, serum protein elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin kinase, laju endap
darah, antibodi antinuclear, fungsi tiroid dan elektrokardiografi.
Radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal, torakal dan
atau lumbal untuk menyingkirkan kausa sekunder dari neuropati, CT mielogram
merupakan suatu pemeriksaan alternatif untuk menyingkirkan lesi kompresi dan
keadaan patologis lain di kanalis spinal pada radikulopleksopati lumbosakral dan
neuropati torakoabdominal, MRI otak digunakan untuk menyingkirkan aneurisma
intrakranial lesi kompresi dan infark pada kelumpuhan nervus okulomotorius.
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien Tn.S, usia 70 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam RST Tk.II dr.Soedjono
Magelang dengan keluhan lemas di seluruh badan. Lemas di rasakan sejak 1 bulan SMRS.
Pasien juga mengeluh muka tampak layu. Keluhan bertambah 1 minggu SMRS dengan
kepala pusing seperti memutar, penglihatan sedikit kabur, kaki dan tangan terasa kebas dan
kesemutan hilang timbul, perut terasa sebah, dan sering BAK pada waktu malam hari
dengan intensitas 4kali BAK dalam semalam. Pasien mengaku air kencing berwarna kuning
jernih dan tidak merasakan nyeri ataupun panas saat kencing.
Pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang dan sering merasa haus. Berat
badan dirasakan agak menurun dan terdapat masalah pada hubungan seksualnya. Keluhan
tidak disertai dengan mual, muntah, demam, dan batuk. BAB tidak ada keluhan. Pasien juga
tidak pernah mengalami kaki bengkak, rasa berdebar, nyeri dada menjalar ke punggung dan
tangan kiri, pelo, lemah sisi badan tiba-tiba, luka sulit sembuh.
Pembahasan: Pasien datang dengan keluhan lemas. Lemas adalah suatu gejala atau sensasi
kurangnya tenaga yang dapat mempengaruhi perkerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan
sosial. Lemas dapat disebabkan oleh: Faktor fisiologis, di mana lemas disebabkan oleh
situasi yang umumnya menyebabkan kelelahan atau lemas pada sebagian besar orang
seperti kurang tidur, bekerja berlebihan, latihan fisik berlebihan, malnutrisi, dan paparan
level suara yang tinggi; Efek samping obat – obatan dan zat seperti obat golongan sedatif,
anti-histamin, anti-depresan, dan alkohol. Gangguan persarafan atau otot, seperti penyakit
sklerosis multipel, Parkinson, distrofi otot, atau polio; Gangguan medis lain, seperti
hipotiroid, hipertiroid, diabetes, asma, penyakit paru kronik, tuberkulosis, gagal jantung,
stroke, anemia, lupus, hepatitis, infeksi kronik seperti HIV-AIDS, atau kanker; Gangguan
kejiwaan, seperti depresi dan gangguan cemas. Pasien merasakan muka tampak layu, kepala
pusing seperti memutar, penglihatan sedikit kabur, kaki dan tangan terasa kebas dan
kesemutan hilang timbul, perut terasa sebah, sering BAK, nafsu makan berkurang, sering
merasa haus, berat badan dirasakan agak menurun dan terdapat masalah pada hubungan
seksualnya. Riwayat mondok 2 tahun yang lalu dengan gejala serupa dan kebiasaan makan
minum manis.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD: 170/90 RR : 22 x/menit, Suhu : 36°C, Nadi :
80 x/menit. GDS: 992. Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi umum di mana
cairan darah dalam tubuh menekan dinding arteri dengan cukup kuat hingga akhirnya
menyebabkan masalah kesehatan, seperti penyakit jantung. Tekanan darah ditentukan
dengan jumlah darah yang dipompa jantung dan jumlah resistensi terhadap aliran darah
pada arteri. Semakin banyak darah dipompa jantung dan arteri menyempit, tekanan darah
akan meningkat. Faktor resiko darah tinggi diantaranya adalah kadar gula darah yang tinggi.
Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Gula-gula
tersebut akan masuk ke dalam otot dan seluruh sel-sel tubuh, gula akan diubah menjadi
energi. Energi ini yang menjamin kelangsungan hidup sel-sel, menghasilkan panas tubuh,
menghasilkan gerakan tubuh, dan sebagainya. Gula di dalam darah tidak masuk begitu saja
ke dalam otot dan sel-sel tubuh kita. Diperlukan suatu zat pengantar yang berfungsi seperti
pintu masuk gula ke dalam otot dan sel-sel tubuh. Zat tersebut adalah insulin. Pada
penderita diabetes terjadi masalah pada insulin yang mengakibatkan gula tidak dapat masuk
ke dalam otot dan sel-sel tubuh. Akibatnya, gula akan tetap tinggi di dalam darah dan pada
sisi lain tubuh akan merasa lemas karena gula tidak dapat digunakan oleh sel-sel tubuh.
Hipotesis yang diambil adalah
Diabetes Militus tipe 2 : dari keluhan pasien dan hasil GDS yang meningkat.
Neuropati Diabetikum : dari keluhan pasien dan hasil pemeriksaan fisik yang
ditemukan ektremitas terasa kaku dan timbul hiperpigmentasi.
Hipertensi : dari keluhan pasien dan hasil tekanan darah yang
tinggi.
Anemia : dari keluhan pasien dan hasil lab HCT yang menurun.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kimia darah : GDS, SGOT, SGPT,
ureum, kreatinin untuk membantu menegakan diagnosis. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
nilai meningkat pada glukosa 833 mg/dL, urea 53 mg/dL, creatinine 1,6 mg/dL. Diagnosis
diabetes militus tipe 2 ditegakan dari keluhan lemas 1 bulan terakhir, dan 1 minggu SMRS
pasien mengalami muka tampak layu, kepala pusing seperti memutar, penglihatan sedikit
kabur, kaki dan tangan terasa kebas dan kesemutan hilang timbul, perut terasa sebah, sering
BAK, nafsu makan berkurang, sering merasa haus, berat badan dirasakan agak menurun dan
terdapat masalah pada hubungan seksualnya. Riwayat mondok 2 tahun yang lalu dengan
gejala serupa dan kebiasaan makan minum manis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kaku
di ekstremitas. Ditambah dengan faktor risiko, riwayat makan minum manis dan riwayat
mondok sebelumnya dengan penyakit gula.
RL
Kandungan Per 1000 mL Natium lactate 3,2 gram, NaCl 6 gram, KCl 0,4 gram, CaCl2 0,27 gram,
air untuk injeksi ad 1,000 mL.
Indikasi: Sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang dalam kondisi asam basa
berkeseimbangan atau asidosis ringan.
Terapi pilihan utama untuk mengatasi kehilangan cairan dalam keadaan darurat.
Terapi pemeliharaan keseimbangan cairan pada keadaan pra, intra, dan pasca
operasi.
Mengatasi dehidrasi cairan interstisial yang diberikan sesudah pemberian
pengganti cairan koloid.
Mekanisme
Kerja
Isosorbide dinitrate adalah jenis vasodilator. Obat ini mengendurkan pembuluh darah,
meningkatkan persediaan darah dan oksigen ke jantung. Obat ini digunakan untuk
mencegah sakit di dada yang disebabkan oleh angina.
Dosis: Injeksi Intra Vena 2,5 mL/kg berat badan/jam yaitu 60 tetes/70kg berat badan/menit
atau 180 mL/70 kg berat badan/jam.
Kontra
Indikasi:
Hiperhidrasi, hipernatremia, hiperkalemia, gangguan fungsi ginjal, atau hati asidosis
laktat.
Perhatian: Payah jantung, udem dengan retensi Natrium, kondisi asidosis laktat, kerusakan hati
sepsis parah, kondisi dan pra trauma, hiperkalemia, kondisi retensi Kalium.
Efek
Samping:
Panas, iritasi atau infeksi pada tempat penyuntikan.
Trombosis atau flebitis vena yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.
Kemasan: Larutan Infus 500 mL x 1's.
Humulin R
Kandungan Humulin R Regular soluble human insulin (recombinant DNA origin). Humulln
30/70Regular soluble human insulin 30% & isophane human insulin susp 70%
(recombinantDNA origin).
Indikasi: DM.
Mekanisme
Kerja
Menurunkan glukoa darah dengan meningkatkan transfor ke dalam sel dan
meningkatkankonfersi glukosa menjadi glikoge2.
Meningkatkan konversi asam amino menjadi protein dalam otot dan
merangsangpembentukan trigiserida3.
Menghambat pelepasan asam lemak bebas sumbernya dapat berasal dari
daging sapi,babi,atau kombinasi ,semi sintetis,dan insulin manusia yang di siapkan
dengan teknologiDNA rekombinan
Dosis: Inj scr SK, IM, Humulin R dpt diberikan scr IV. Dosis disesuaikan dgn
kebutuhanindividu. Humulin R mulai kerja 1/2 jam, lamanya 6-8 jam, puncaknya 2-4
jam. Humulin N mulai kerja 1-2 jam, lamanya 18-24 jam, puncaknya 6-12 jam.
Humulin 30/70 mulaikerja 1/2 jam, lamanya 14-15j
Pemberian
Obat:
Dengan Injeksi SC atau IM, Humulin R mungkin dianjurkan IV.
Kontra
Indikasi:
Hipoglikemia.
Perhatian: Perpindahan terapi dri insulin jenis lain: ggn emosidiberikan bersama obat yg
memilikiaktifitas hiperglikemik.
Efek
Samping:
Jarang lipodistrofi, resisten thd insulin, reaksi alergi lokal atau sistemik
Kemasan: 100iu/ml x 10ml, 100iu/ml x 3ml x 5
Humalog Mix
Kandungan Per Humalog Insulin lispro. Per Humalog Mix 25 Insulin lispro 25%, insulin lispro
protamine suspensi 75%.
Indikasi: Untuk pasien DM yang memerlukan insulin untuk memelihara homeostasis normal
glukosa. Humalog Stabilisasi awal untuk DM. dapat digunakan bersama insulin
manusia kerja lama untuk pemberian pra-prandial.
Dosis: Dosis bersifat individual. Injeksi SK Aktivitas kerja cepat dari obat ini membuat obat
ini dapat diberikan mendekati waktu makan (15 menit sebelum makan)
Kontra
Indikasi:
Hipoglikemia. Humalog Mix 25 tidak untuk pemberian IV.
Perhatian: Pemindahan dari terapi insulin lain.Penyakit atau ganguan emosional.Gagal
ginjal atau gagal hati. Perubahan aktivitas fisik atau diet. Hamil.
Efek
Samping:
Lipodistrofi, reaksi alergi lokal & sistemik, hipoglikemia.
Interaksi Obat: Kontrasepsi oral, kortikosteroid, atau terapi sulih tiroid dapat
menyebabkan kebutuhan tubuh akan insulin meningkat. Obat hipoglikemik oral,
salisilat, antibiotik sulfa, dapat menyebabkan kebutuhan tubuh akan insulin menurun.
Kemasan: Cartridge Humalog 100 iu/mL x 3 mL x 5 (Rp650,000/boks). Cartridge Humalog Mix
25 100 iu/mL x 3 mL x 5 (Rp650,000/ boks).
Kandesartan
Kandungan Candesartan cilexetil 16 mg
Indikasi: Hipertensi.
Pengobatan pada pasien dengan gagal jantung dan gangguan fungsi sistolik ventrikel
kiri (LVEF =40%) ketika obat penghambat ACE tidak ditoleransi.
Dosis: Dosis pada hipertensi
Dosis awal candesartan yang direkomendasikan adalah 4 mg per hari dan dapat
ditingkatkan hingga 16 mg satu kali sehari. Efek antihipertensi maksimal akan dicapai
dalam waktu 4 minggu setelah pengobatan.
Dosis pada gagal jantung
Dosis awal candesartan yang direkomendasikan adalah 4 mg per hari.
Pemberian
Obat:
Candesartan hanya digunakan satu kali sehari dengan atau tanpa makanan.
Kontra
Indikasi:
Pasien yang hipersensitif terhadap candesartan atau komponen yang terkandung
dalam formulasinya.
Wanita hamil dan menyusui.
Gangguan hati yang berat dan/ ketoasidosis.
Perhatian: Jika candesartan digunakan pada pasien hipertensi dengan gangguan ginjal,
disarankan dilakukan pemantauan secara berkala kadar kalium dan kadar
kreatinin dalam serum.
Stenosis arteri renalis, intravascular volume depletion, kehamilan dan
menyusui.
Efek
Samping:
infeksi saluran pernafasan bagian atas, nyeri punggung, dan pusing.
Kemasan: 8 mg: kotak, 3 blisters@10 tablet; 16 mg: kotak, 3 blisters@10 tablet;
Bisoprolol
Kandungan Bisoprolol 5 mg.
Indikasi: Hipertensi dan penyakit jantung koroner (angina pektoris).
Dosis: 5 mg sehari pada pagi hari, sebelum atau sesudah sarapan.
Pada kasus ringan, bisoprolol 5 mg sehari sudah mencukupi. Kebanyakan pasien
dikontrol dengan 10 mg sehari, hanya beberapa kasus diperlukan dosis 20 mg sehari.
Untuk pasien gagal ginjal tahap terakhir atau gangguan fungsi hati yang parah,
maksimal dosis adalah 10 mg sehari. Tidak disarankan menghentikan obatsecara
mendadak
Efek
samping
Gagal jantung akut atau selama episode dekomposisi gagal jantung yang memerlukan
terapi intravena inotropik.
Syok kardiogenik.
Blok AV derajat 2 atau 3 (tanpa peacemaker).
Sindrom sinus.
Blokade sinoatrial.
Bradikardia yang kurang dari 60 denyut/menit sebelum memulai pengobatan.
Hipotensi (tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg).
Asma bronkial parah atau penyakit paru obstruktif kronik yang parah.
Tahap akhir penyakit oklusif arteri periferal dan sindrom Raynaud.
Faeokromositoma yang tidak diobati.
Asidosis metabolik.
Hipersensitif terhadap bisoprolol.
Pionix
Kandungan Pioglitazone hydrochloride.
Indikasi: Sebagai terapi kombinasi dengan sulfonylurea atau metformin pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 yang tidak menkapsulai terkontrol dengan monoterapi
sulfonylurea atau metformin.
Mekanisme
Kerja
Pioglitazone bekerja menurunkan resistensi insulin, mengaktifkan reseptor nukleus
spesifik (peroxisome proliferator activated receptor gamma), yang akan meningkatkan
sensitivitas insulin di hati, jaringan lemak dan sel-sel otot skeletal. Pada kasus
resistensi insulin, pioglitazone menurunkan produksi glukosa hati dan meningkatkan
penggunaan glukosa perifer. Pemberian pioglitazone HCl tidak mempengaruhi
fungsi sel beta pankreas.
Absorpsi : setelah pemberian per oral, pioglitazone HCl diabsorpsi dengan cepat.
Kadar puncak pioglitazone akan terkapsulai 2 jam setelah pemberian. Keadaan ’steady
state’ akan terkapsulai setelah 4 sampai 7 hari pemberian. Absorpsi pioglitazone tidak
dipengaruhi oleh makanan. Bioavailabilitas lebih dari 80%, volume distribusi sekitar
0,25 L/Kg. Pioglitazone HCl dan seluruh metabolit aktifnya berikatan kuat dengan
protein plasma (>99%). Pioglitazone dimetabolisme di hati. Eliminasi
melalui feses (55%), dan sebagian kecil di urin (45%). Waktu paruh eliminasi rata-rata
pada manusia adalah 5 – 6 jam (bentuk pioglitazone) dan 16-23 jam (bentuk metabolit
aktif).
Dosis: Sehari satu kali satu tablet , dapat diberikan dengan atau tanpa makanan.
Kombinasi Pionix dengan metformin atau sulfonylurea dapat dimulai dengan
dosis Pionix 15 mg atau 30 mg sekali sehari. Dosis metformin atau sulfonylurea
yang ada dapat dilanjutkan untuk terapi kombinasi dengan Pionix. Tidak
diperlukan penyesuaian dosis bila diberikan pada pasien usia lanjut dan pada
pasien dengan penderita gagal ginjal, (dengan bersihan kreatinin > 4 mL/menit).
Belum ada informasi mengenai penggunaan pioglitazone pada pasien yang
menjalani hemodialisis. Pioglitazone tidak boleh diberikan pada pasien dengan
gangguan fungsi hati. Belum ada data tentang penggunaan pioglitazone pada
pasien-pasien berumur kurang dari 18 tahun
Kontra
Indikasi:
Pioglitazone dikontraindikasikan pada pasien-pasien hipersensitif terhadap
pioglitazone, gagal jantung atau pada pasien yang mempunyai riwayat
gagaljantung (NYHA derajat I sampai IV), gangguan fungsi hati, pioglitazone juga
dikontraindikasikan bila dikombinasikan dengan insulin, penderita kanker kandung
kemih atau riwayat kanker kandung kemih.
Perhatian: Hati-hati pemberian pioglitazone dapat menyebabkan retensi cairan yang dapat
memperburuk pada pasien gagal jantung atau penggunaan bersama dengan NSAID
meningkatkan risiko edema.Terapi dengan pioglitazone tidak diberikan pada pasien
dengan kadar enzim-enzim hati yang tinggi (SGPT > 2,5 x nilai batas atas normal) atau
pada pasien yang menderita penyakit hati. Penggunaan pioglitazone dapat disertai
dengan peningkatan berat badan. Faktor-faktor risiko kanker kandung kemih harus
dinilai sebelum mulai diberikan terapi pioglitazone. Belum ada data klinis mengenai
keamanan penggunaan pioglitazone pada wanita hamil. Pioglitazone tidak dianjurkan
untuk diberikan pada wanita yang sedang menyusui.
Efek
Samping:
Efek Samping dalam kombinasi pioglitazone dengan metformin adalah anemia,
meningkatnya berat badan, sakit kepala. Kombinasi pioglitazone dengan sulfonylurea
meningkatnya berat badan, hipoglikemia.
Kemasan Tablet 15 dan 30 mg.
Metformin
Kandungan Metformin 500 mg.
Indikasi: DM tipe 2 ( NIDDM ) yang kadar gula darahnya tidak terkontrol dengan diit dan
aktivitas fisik.
Mekanisme
Kerja
Mekanisme utama metformin dalam mengontrol kadar gula darah adalah dengan cara
menghambat produksi glukosa (glukoneogenesis) di hati.
Dosis: Dosis awal : 2×500 mg/hari
Titrasi : dapat ditingktan 500 mg/minggu setiap 2 minggu.
Dosis maksimum : 2000 mg dalam dosis terbagi. Diberikan bersama makanan.
Kontra
Indikasi:
Hipersensitif terhadap metformin, koma diabetik dan ketoasidosis, gangguan
fungsi ginjal.
Penyakit hati kronis, gagal jantung dan infark miokardium, alkoholisme, riwayat atau
keadaan yang berkaitan dengan asidosis laktat seperti syok atau insufisiensi pulmonal
dan keadaan yang berhubungan dengan hipoksemia.
Kehamilan dan menyusui.
Perhatian: Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal.
Tidak dianjurkan penggunaan pada kondisi dimana menyebabkan dehidrasi atau pada
penderita yang baru sembuh dari infeksi serius atau trauma.
Dianjurkan pemeriksaan berkala kadar B12 pada penggunaan jangka panjang.
Hati-hati pemberian pada pasien usia lanjut yang mempunyai gangguan fungsiginjal.
Tidak direkomendasikan penggunaan pada anak-anak.
Efek
Samping:
Anoreksia, mual, muntah, diare.
Kemasan: Tablet
Gabapentin
Indikasi: meredakan rasa sakit berkelanjutan yang diakibatkan oleh kerusakan saraf, seperti
yang terjadi pada penderita diabetes, dan cacar api.
Dosis: Untuk mengatasi rasa sakit akibat kerusakan saraf, dosis umum per hari adalah 900-
3.600 mg juga dan dibagi untuk tiga kali minum.
Perhatian: Bagi wanita hamil, menyusui atau yang mencoba memiliki anak, tanyakan
pada dokter tentang pemakaian obat ini.
Tanyakan dosis gabapentin untuk anak-anak kepada dokter.
Harap berhati-hati bagi penderita psikosis, penyakit ginjal, diabetes, dan
depresi.
Jika ingin mengonsumsi obat antasid, pastikan ada jarak minimal dua jam
dengan waktu mengonsumsi gabapentin.
Konsumsi gabapetin secara teratur tiap hari. Jangan berhenti mengonsumsi
kecuali atas anjuran dokter.
Jika mengonsumsi obat ini, sebaiknya tidak mengemudi atau mengoperasikan
alat berat karena obat ini bisa menyebabkan rasa kantuk.
Permulaan dan pemberhentian penggunaan obat ini perlu dilakukan secara
bertahap untuk mencegah efek samping dan kembalinya kondisi semula.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.
Efek
Samping:
Mulut terasa kering
Sakit kepala
Lelah
Pandangan buram
Mengantuk
Konstipasi
Diare
Sakit perut
Perubahan berat badan
Sulit tidur
Perubahan suasana hati
Gemetar
Nyeri otot atau persendian
Kemasan: Tablet
Neurodex
Kandungan Vitamin B1 mononitrate 100 mg
Vitamin B6 HCl 200 mg
Vitamin B12 200 mcg
Indikasi: Untuk pengobatan kekurangan vitamin B1, B6, dan B12, seperti pada polineuritis.
Dosis: 1 tablet sehari, atau menurut petunjuk dokter.
Kontra Hipersensitif terhadap komponen obat ini.
Indikasi:
Perhatian: Sebaiknya tidak digunakan untuk pasien yang sedang menerima terapi levodopa.
Efek
Samping:
Pemakaian vitamin B6 dosis besar dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan sindrom neuropati.
Kemasan: Kotak, 20 strip @ 10 tablet salut selaput
Lapibal
Kandungan Mecobalamin.
Indikasi: Neuropati perifer.
Dosis: 1 amp IM/IV 3 x/minggu.
Perhatian: Neonatus, bayi prematur, & anak.
Efek
Samping:
Jarang: Mual, diare, ruam kulit, & anoreksia
Extrace
Kandungan Ascorbic acid
Indikasi: Pengobatan defisiensi vitamin C (sariawan) bila pemberian secara oral
dikontraindikasikan
Dosis: Dewasa : 100-250 mg 1-2 kali/hari selama beberapa hari. Anak : 100-300 mg dalam
dosis terbagi. Kasus berat : 1-2 g/hari. Diberikan Subkutan, Intra Muskular dan Intra
Vena
Perhatian: Penggunaan jangka panjang, defisiensi G6PD
Efek
Samping:
Rasa hangat dan kemerahan pada wajah, sakit kepala, insomnia, mual dan muntah
Kemasan: Ampul 5 mL x 5
Tonicard
Kandungan Ubidecarenone 100 mg,L-Carnitine 500 mg,Vitamin E100 iu,Asam Folat 800 mcg,
Gelatin, Glycerin, Sorbitol, Methylparaben, Propylparaben Titanium Dioxide, Ethyl
vanillin, Edicol Tartrazine
Indikasi: Memelihara kesehatan jantung
Dosis: Sehari 1 kapsul lunak
Kemasan: Tablet 10 x 10
Neofer
Kandungan α-lipoic acid 600 mg, cyanocobalamin 200 mcg, biotin 30 mcg.
Indikasi: Membantu mengobati neuropati diabetikum. Utk mencegah & memperbaiki
kerusakan sel-sel tubuh yang disebabkan radikal bebas.
Pemberian
obat
Sebaiknya diberikan pada saat perut kosong : Berikan 30 mnt sblm makan.
Dosis: Pengobatan: 1 kapl 2-3 x/hari. Profilaksis & pemeliharaan: 1 kapl 1 x/hari.
Interaksi
obat
Obat antidiabetes.
Perhatian: Monitor kadar glukosa darah. Hamil & laktasi
Natto
Kandungan Nattokinase NSK II 100 mg, coenzyme Q10 30 mg.
Indikasi: Mengurangi risiko serangan jantung & stroke akibat penyumbatan pembuluh darah
yang disebabkan faktor-faktor risiko seperti diabetes, hipertensi, & hiperlipidemia.
Dosis: 1-2 kapl 1 x/hari.
Fibrozol
Kandungan Cilostazol.
Indikasi: Terapi gejala-gejala iskemik, termasuk ulserasi, nyeri, ekstremitas
dingin; oklusi arterial kronik. Pencegahan rekurensi infark serebri (tidak termasuk
emboli serebral kardiogenik).
Pemberian
obat
Sebaiknya diberikan pada saat perut kosong: Berikan sekurang-kurangnya 30 mnt
sblm atau 2 jam sesudah makan.
Dosis: Dosis lazim: 100 mg 2 x/hari.
Kontra
Indikasi:
Hipersensitivitas. Pasien dengan gagal jantung kongestif; perdarahan
(misalnya hemofilia, peningkatan fragilitas kapiler, perdarahan intrakranial,
perdarahan saluran cerna, & perdarahan saluran kemih, hemoptisis, perdarahan badan
vitreus), peningkatan tendensi perdarahan. Hamil & laktasi.
Interaksi
obat
Dpt meningkatkan tendensi perdarahan pada pemberian bersama dengan
antikoagulan, obatantiplatelet, trombolitik, prostaglandin. CYP3A4, HIV protease
inhibitor, antijamur azole, simetidin, diltiazem, & jus grapefruit dapat meningkatkan
kadar cilostazol dalam darah.
Perhatian: Pasien yang sedang menggunakan antikoagulan, selama menstruasi, preisposisi
mengalami perdarahan, dengan stenosis arteri koroner, DM atau gangguan toleransi
glukosa, gangguan hati & ginjal berat, hipertensi dengan TD tinggi secara konsisten.
Anak. Lanjut usia.
Efek
Samping:
Gagal jantung kongestif, infark miokard, angina pektoris, takikardi ventrikel; tendensi
perdraahan; pansitopenia.
Kemasan: Tablet 50 mg ; Tablet 100 mg
Glucodex
Kandungan Gliclazide 80 mg
Indikasi: Diabetes yang didiagnosa setelah dewasa.
Dosis: Dosis awal:
½-1 tablet sehari dan diberikan sebelum makan pagi.
Dosis selanjutnya ditingkatkan 40-80 mg, jika perlu sampai dosis sehari menkapsulai
240 mg, terutama pada diabetes yang parah.
Kontra
Indikasi:
Wanita hamil.
Pasien diabetes yang tergantung pada insulin.
Pasien diabetes dengan komplikasi ketosis atau asidosis.
Pasien diabetes melitus yang timbul sejak kanak-kanak.
Pasien yang hipersensitif terhadap sulfonylurea.
Diabetik koma, pembedahan, infeksi berat, trauma berat.
Perhatian: Gliclazidedapat diberikan bersama-sama dengan antikoagulan disertai
pengawasan hematologi.
Pasien dengan gangguan hepar atau ginjal.
Kemasan: Kotak, 10 blister @ 10 tablet
Glimepiride
Kandungan Glimepiride 1,2,3 dan 4 mg
Indikasi: DM tipe 2 ( NIDDM ) yang kadar gula darahnya tidak terkontrol dengan diit
dan aktivitas fisik.
Mekanisme
Kerja
Glimepiride bekerja dengan
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreasdan meningkatkan
sensitivitas insulin di perifer.
Dosis: Dosis awal biasanya adalah 1 mg sekali sehari. Bila perlu, dosis harian dapat
ditingkatkan dengan interval 1-2 minggu.
Kontra
Indikasi:
Hipersensitif terhadap glimepiride, ketoasidosis diabetes dengan atau
tanpa koma, wanita hamil atau wanita menyusui.
Perhatian: Penggunaan pada anak-anak : keamanan dan efektivitasnya belumdiketahui.
Kewaspadaan dan reaksi dapat terganggu karena hipo atau hiperglikemia,
terutama saat memulai atau setelah perubahan pengobatan atau saat glimepiride
tidak diminum secara teratur.
Efek
Samping:
Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare.
Kemasan: Tablet
Lantus
Kandungan Insulin glargine.
Indikasi: Utk dws, remaja, & anak ≥6 tahun dengan DM yang memerlukan terapi insulin.
Dosis: Dosis bersifat individual. 1 x/hari, secara injeksi SK, diberikan pada wkt yang sama
tiap hari.
Interaksi
obat
Peningkatan efek penurunan gula darah jika digunakan bersama antidiabetik
oral, ACE inhibitor, disopiramid, fibrat, fluoksetin, MAOI, pentoksifilin,
propoksifen, salisilat, antibiotik sulfonamid. Efek penurunan gula darah akan
berkurang jika digunakan bersama kortikosteroid, danazol, diazoksid, diuretik,
glukagon, isoniazid,estrogen & progestogen, derivat fenotiazin, somatropin,
simpatomimetik, hormon tiroid. β bloker, klonidin, garam litium atau alkohol dapat
memperkuat atau memperlemah efek penurunan gula darah. Pentamidin dapat
menyebabkan hipoglikemia, kadang diikuti dengan hiperglikemia.
Perhatian: Peny atau kondisi lainnya yang menyebabkan perubahan kebutuhan akan insulin.
Efek Hipoglikemia, gangguan visual temporer, lipoatrofi atau lipohipertrofi, reaksi pada
Samping: tempat injeksi. Jarang, reaksi alergi berat,edema, bronkospasme, hipotensi, & syok.
Kemasan: Injeksi 100IumL ; Opti Pen 100 IU/Ml
Eturol
Kandungan d-alpha tocopherol 400 IU
Indikasi: Sebagai suplementasi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan vitamin E.
Dosis: Dewasa : 1 kapsul sul lunak perhari.
Kemasan: Strip @ 10 kapsul sul lunak.
DAFTAR PUSTAKA
Price S & Wilson, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume
2. Jakarta : EGC. p. 178
Soegondo, Sidartawan, dkk. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hadisaputro S, Setyawan H. Epidemiologi dan faktor-faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus tipe 2. Dalam Diabetes mellitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit.
2007;133-53.
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
American Diabetes Association, 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.
Diabetes Care Vol.33: 562-569.
PERKENI, 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe-2 di
Indonesia. Jakarta: Penerbit PERKENI, 4-32
Soewondo, Pradana. 2006. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1874
Johnson AG, Nguyen TV, Daviseralal D (2001). Blood pressure is linked to salt intake and
modulated by the angiotensinogen gene in normotensive and hypertensive elderly
subjects. J Hypertens 19,1053–1060