Case Report Anak
-
Upload
indah-frysdia-lestari -
Category
Documents
-
view
44 -
download
2
description
Transcript of Case Report Anak
BAB I
PENYAJIAN KASUS
I. Identitas Pasien:
Nama: An. M.R.M
Usia: 7 tahun
Jenis Kelamin: Laki- laki
Alamat: Langosari Rt 02/ Rw 04, kecamatan pamengpeuk, kabupaten Bandunng
Anak ke- : 1 dri 3 bersaudara
Pendidikan: SD kelas 1
Pekerjaan: Pelajar
Agama: Islam
Suku Bangsa: Sunda
Tangal masuk RS: 19/ 12/ 2013
Nomor RM: 457943
II. Identitas Orang Tua
Nama Ayah: C.M
Pekerjaan: buruh
Pendidikan terakhir: SMA
Penghasilan: tidak tetap
Nama Ibu: S. W
Pekerjaan: ibu rumah tangga
Pendidikan terakhir:SMP
Penghasilan: tidak tetap
III. Data dasar:
A. Anamnesis (alloanamnesis) oleh ibunya tanggal 19/ 12/ 2013
Keluhan utama
Panas Badan
Riwayat penyakit sekarang
Os datang dengan keluhan panas badan yang sudah dirasakan sejak 10 hari
SMRS. Awalnya Panas badan lebih dirasakan pada malam hari dan sejak 2 hari
1
SMRS ibu os merasa panas anaknya menjadi terus- menerus tinggi pagi sama
dengan malam. Panas tidak hilang timbul, tidak didahului dengan menggigil dan
Os tidak pernah berpergian keluar kota sebelum sakit. Panas tidak disertai dengan
batuk lama, munculnya keringat pada malam hari dan penurunan berat badan
yang drastis. Panas tidak disertai dengan mimisan, gusi berdarah, nyeri tenggorok,
pilek ataupun ruam kemerah- merahan pada kulit. Os mengeluh sakit kepala
terutama pada bagian depan kepala. Os mengeluh nyeri pada perut terutama
bagian ulu hati dan Os merasa mual tetapi tidak sampai muntah. Os sudah tidak
BAB sejak 4 hari SMRS, kentut (+), BAB berdarah (-). BAK dalam batas normal,
tidak berwarna seperti air teh ataupun kehitaman. Nafsu makan os menurun sejak
sakit.
Riwayat terapi
Ibu os mengaku tidak memeriksakan anaknya, ibu os hanya membeli obat
warung untuk menurunkan panas badan anaknya. Saat meminum obat panas badan
sedikit turun tetapi setelah obat habis os kembali panas.
Riwayat penyakit dahulu
Os belum pernah mengalami penyakit dengan gejala serupa seperti saat ini. Os
pernah melakukan pengobatan TB paru selama 6 tahun saat usia 2 tahun. Riwayat
asma dan alergi disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga OS, bapak Os pernah mengalami gejala yang serupa dengan Os
2 bulan yang lalu tetapi saat ini telah sembuh.
Riwayat Pribadi
Riwayat kehamilan dan Persalinan
Pasien dikandung cukup bulan dan sesuai masa kehamilan. Ibu pasien
memeriksakan kandungannya dengan teratur. Ibu tidak pernah sakit saat
mengandung. Pasien lahir secara normal dibantu oleh paraji. Pasien lahir
langsung menangis dengan berat lahir 3000gram, panjang badan 48 cm.
Riwayat PascaLahir
Pasca lahir, Os tidak terdapat kelainan dan tidak dirawat di RS
2
Riwayat Makanan
0-6 bulan
ASI + susu formula, yang diberikan saat Os menangis
6-9 bulan
ASI + susu formula+ buah-buahan + bubur susu. Os diberikn bubur susu
sachet 2x/hari. Buah- buahan tidak rutin diberikan.
9-12 bulan
ASI + buah-buahan + bubur nasi. Bubur nasi berisikan kecap krupuk dan
ayam suir yang diberikan 2x/hari. Buah- buahan tidak rutin diberikan.
12-24 bulan
ASI + nasi + lauk pauk. Os memakan nasi 2x/hari dengan lauk- pauk yang
sama dengan yang dimakan anggota keluarga.
Riwayat makan saat ini
Os makan 2x sehari, os sulit untuk makan dan senang terhadap mie instan.
os tidak menyukai sayur- sayuran, os sering jajan sembarangan di sekolah,
os meminum susu 1 kotak kecil/ hari. Saat sakit os lebih susah makan.
Riwayat Tumbuh Kembang
Menurut ibunya os terlihat kurus tetapi tingginya sama seperti teman- teman
sebayanya.
Motorik kasar
Tengkurap: 4 bulan
Merangkak: 6 bulan
Duduk : 9 bulan
Berdiri: 13 bulan
Berjalan: 18 bulan
Motorik halus
Makan & minum sendiri: 2 tahun
Kemampuan berbahasa
Berbicara mama & papa: 12 bulan
Sosial
Menangis saat didekati orang yang tidak dikenal: 10 bulan
3
Riwayat Imunisasi
Ibu os mengakui telah diimunisasi lengkap hingga usia 9 bulan di posyandu
BCG : 1x, usia 1 bulan
DPT/ hepatitis B : 3x, usia 2, 3, 4 bulan
Polio : 4x, usia 1,2, 3, 4 bulan
Campak : 1x, usia 9 bulan
Keadaan Sosial dan Lingkungan
Bapak os seorang buruh dan ibu os seorang ibu rumah tangga. Penghasilan
kedua orang tua tidak tetap. Os tinggal di kontrakan yang berisikan ruang
keluarga dan 2 kamar tidur. Kamar mandi dan jamban terletak di luar dan
digunakan oleh 2 anggota keluarga begitupula dengan dapur yang digunakan
untuk memasak.
IV. Pemeriksaan fisik
Kesan umum
Keadaan umum : compos mentis
Kesan sakit : tampak sakit sedang
Tanda- Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80
Nadi : 96 x/ menit
Respirasi : 18x/ menit
Suhu : 37,7 0c
Status Gizi:
Berat badan : 17 kg
Tinggi Badan : 116 cm
BB/U : -3 SD -2 (underweight)
TB/U : -1 SD ( normal)
BMI : 17/ (1,16)2 = 11,61
BMI/ U : -3 SD -2
Simpulan status gizi : Kurus
Pemeriksaan Fisik:
4
Kepala: normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
KGB: tidak teraba pembesaran KGB pada submentalis, sublingualis,
submandibula, preaurikular. Supraclavicula, infraclavicula dan axila
Telinga: bentuk normal, serumen (-/-), cairan (-/-), darah (-/-)
Hidung: bentuk normal, deviasi septum (-) discharge (-)
Mulut: coated tongue (+) tepi lidah hiperemis, tremor (-)
Leher: simetris, pembesaran tiroid (-)
Thoraks
Inspeksi: bentuk dan gerak simetris, iktus cordis tidak terlihat, sela iga
melebar (-)
Palpasi:
Ekspansi dada: simetris hemitoraks Ka=Ki
fremitus taktil simetris Ka= Ki
iktus cordis teraba di ICS 5 LMCS, pulsasi (+) vibrasi (-)
Perkusi:
Sonor pada seluruh lapang paru
Batas paru hati ICS 6 LMCD
Peranjakan paru positif
Batas Jantung:
Atas: ICS 3 LPSS
Kanan: ICS 5 LSD
Kiri: ICS 5 LMCS
Auskultasi
Paru: VBS Ka= Ki, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung:
BJ1 & BJ2 murni regular, pada katup mitral dan trikuspid BJ1>
BJ2, pada katup aorta dan pulmonal BJ2 > BJ1
Murmur (-), gallops (-)
Abdomen
Inspeksi: datar, simetris, tidak terlihat pelebaran pembuluh darah vena,
umbilicus tidak menonjol.
Auskultasi: Bising usus (+) normal
5
Palpasi: hepar, lien, ginjal tidak membesar, Nyeri tekan epigastrium (+) ,
Defens Muscular (-)
Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen, daerah redup hepar 9 cm.
Ekstermitas: Akral panas (+), udem (-/-), CRT< 2”
V. Diagnosis klinis
Demam Tifoid
VI. Diagnosis banding
Demam tifoid
TB paru
Malaria
leptospirosis
Demam Dengue
VII. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Hb: 12,3 g/dL
Hematokrit: 37
Leukosit: 15. 300
Trombosit: 377.000
Widal
S Typhi O 1/320
S paratyphi AO 1/40
S paratyphi BO 1/320
S paratyphi CO 1/40
S Thyphi H 1/40
S paratyphi AH 1/40
S paratyphi BH 1/320
S paratyphi CH 1/40
Kimia darah
SGOT: 22,9
SGPT: 15,7
VIII. Resume
Anamnesis: Febris (+) tension headache frontalis (+) nausea (+) obstipasi (+)
6
TTV: febris (+)
Status gizi: kurus (+)
Pemeriksaan Fisik : NTE (+), akral panas (+)
Pemeriksaan penunjang:
Darah rutin: leukositosis (+)
Widal (+)
IX. Diagnosa kerja
Demam Tifoid
X. Ajuan pemeriksaan tambahan
Feses rutin
Kultur biakan empedu
XI. Penatalaksanaan
Umum
Bedrest
Diet lunak rendah serat
Kalori {(22,7 x 17) + 495}x 1,5 = 1. 321 kal/hari
Cukup minum: 1,5- 2,5 liter/ hari
Khusus
IVFD RL 25 gtt
Paracetamol syr 3x 1 ½ cth
Kloramfenikol 4 x 2 cth
Edukasi
Membiasakan keluarga cuci tangan sebelum dan sesudah makan
Memasak dan minum dengan menggunakan air yang bersih
Orang tua harus mengawasi anaknya agar tidak jajan sembarangan
Memberitahukan ibu tentang makanan seimbang agar anak memiliki status
gizi yang baik dan tidak mudah sakit
XII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
7
BAB II
ANALISIS KASUS
1. Mengapa pasien didiagnosis Demam Tifoid?
Pada pasien ini penegakan diagnosis didasari oleh anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis, ditemukan adanya gejala panas yang dialami pasien sejak 10
hari sebelum masuk Rumah Sakit. Panas tinggi pada perabaan terutama pada malam hari.
Poin ini memenuhi salah satu komponen kriteria penegakkan diagnosis demam tifoid yaitu
demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari) dengan sifat demam yang naik secara
bertahap lalu menentap selama beberapa hari, demam terutama pada sore/ malam hari. Panas
yang naik turun dan terus menerus menggambarkan demam yang bersifat remitten juga
bersifat kontinu.
Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi
menyeluruh. Demam disebabkan karena salmonella thypi. Salmonella thypii adalah bakteri
gram negatif , mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dri oligosakarida, flagelar antigen (H)
yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yng terdidi dari sakarida. Mempunyai
mikro molekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin1. Endotoksin ini merangsang pembentukan dan pelepasan zat pirogen
oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Demam yang tinggi dapat menimbulkan sakit kepala, sakit kepala pada demam tifoid
biasanya terjadi di daerah frontal. Sakit kepala juga merupakan salah satu tanda gangguan
sistem saraf pusat. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa, akibatnya
terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.
Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan
biasanya keluar lagi dimuntahkan lewat mulut. Mual dapat juga disebabkan karena ebagian
kuman dihancurkan di lambung oleh asam lambung maka terjadilh peningkatan asam
lambung.1 Diare atau obstipasi terjadi karena sifat bakteri yang menyerang saluran cerna
menyebabkan gangguan penyerapan cairan.1
8
Gambaran klinis demam tifoid, pada minggu pertama didapatkan:1
Demam (meningkat perlahan terutama pada sore hingga malam hari)
Nyeri kepala
Pusing
Nyeri otot
Anoreksia
Mual
Muntah
Obstipasi atau diare
Perasaan tidak enak diperut
gambaran klinis pada minggu kedua, berupa:1
Demam
Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1oc tidk diikuti peningktan denyut nadi
8x/menit). pada demam typoid denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang
seharusnya, hal ini disebabkan oleh karena efek endotoksin pada miokard.1 Bradikardi
relatif jarang dijumpai pada anak 2
Typhoid tongue (kotor ditengah, tepi dan ujung hiperemis serta tremor)
Hepatomegali.
Spenomegali.
Pada anak indonesia lebih banyak dijumpai heptomegli dibandingkan splenomegali. 2
Meteroismus (perut kembung)
Kulit, Rose spot, adalah suatu ruam makulopapular yang khas untuk tipoid, berukuran
1 – 5 mm. Sering dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung
pada orang kulit putih dan tidak pernah dilaporkan terjadi pada anak Indonesia.
Biasanya muncul pada hari ke 7 – 10 dan bertahan 2 – 3 hari.
Gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis
Berdasarkan pemeriksaan Fisik, Pada pemeriksaan mulut ditemukan ada lidah kotor.
Khas lidah pada penderita demam tifoid adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau tremor tetapi pada pasien ini lidah tidak tremor. Pada pemeriksaan abdomen,
ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium. Sebagaimana diketahui bahwa bakteri Salmonella
typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran
9
pencernaan yaitu usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, menyebabkan bakterimia
kemudian akan masuk melalui sirkulasi portal dari usus kemudian berkembang biak di hati
dan limpa, akibatnya menekan lambung. Hal inilah yang menyebabkan adanya rasa nyeri
ketika epigastrium ditekan.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis yang menandakan terdapatnya
infeksi pada tubuh. Pada demam tifoid leukosit dapat normal, menurun maupun meningkat.
Leukosit yang menurun dapat disebabkan karena efek kuman yang menekan sumsum tulang.
Pemeriksaan serologi test WIDAL diperoleh titer S Typhi O 1/320, S paratyphi BO
1/320, S paratyphi BH 1/320. Tes Widal dilakukan untuk mengukur antibodi terhadap antigen
O dan H pada Salmonella Typhi. Tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari
kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes
widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)
menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Peningkatan titer uji WIDAL
empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi WIDAL
tunggal dengan titer antibodi O 1:320 atau titer antibodi H 1:640 menyokong diagnosis
demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas.
Pemeriksaan penunjang pada Demam tifoid:3,4
a. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus atau perforasi.
Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.
Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.
LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat
Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).
b. Urinalis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
c. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan
sampai hepatitis Akut.
10
d. Imunorologi
Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam
darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini
merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama
di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat
(rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan
adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile aglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-
faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies
lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor
rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain
penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang
dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit
imunologik lain.
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan
mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam
tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.
Pemeriksaan serologik Widal (titer Aglutinin OD) sangat membantu dalam
diagnosis walaupun ± 1/3 penderita memperlihatkan titer yang tidak bermakna
atau tidak meningkat. Uji Widal bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan serial
tiap minggu dengan kenaikan titer sebanyak 4 kali. Beberapa laporan yang ada
tiap daerah mempunyai nilai standar Widal tersendiri, tergantung endemisitas
daerah tersebut. Misalnya : Surabaya titer OD > 1/160, Yogyakarta titer OD >
1/160, Manado titer OD > 1/80, Jakarta titer OD > 1/80, Ujung Pandang titer OD
1/320.
Elisa Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih
sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/
Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui.
Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan:
Bila lgM positif menandakan infeksi akut;
11
Jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/
daerah endemik.
e. Mikrobiologi
Kultur biakan empedu
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis pasti
untuk Demam Tifoid/ Paratifoid.
Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid,
karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
antara lain jumlah darah terlalu sedikit (kurang dari 2mL), darah tidak segera
dimasukan ke dalam media biakan empedu (darah dibiarkan membeku dalam
spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah
masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan
sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera
diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara
2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan
bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk
stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. Biakan tinja dilakukan pada
minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat
mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.
f. Biologi molekular
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan
DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik.
Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit
(sensitivitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang
digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
12
2. Apa saja yang merupakan diagnosis banding dari Demam Tifoid?
Pada saat melakukan anamnesis, kita harus memikirkan dignosis banding. Diagnosis
banding dapat dipikirkan dari keluhan utama. Diagnosis banding tersebut harus disingkirkan
untuk mendapatkan sebuah diagnosis klinis. Keluhan utama pada kasus ini adalah demam
yang lebih dari 7 hari.
Diagnosis Banding Demam > 7 hari:
Demam Tifoid
Malaria
Leptospirosis
TB paru
Tumor
Panas yang tidak hilang timbul membedakan jenis panas pada malaria. Pada malaria
biasanya panas juga didahului oleh mengigil. Batuk perlu ditanyakan untuk menyingkirkan
adanya infeksi saluran pernapasan ataupun kemungkinan TB paru yang mana panas dapat
muncul sebagai salah satu manifestasi klinisnya. TB paru pada anak jarang datang dengan
keluhan batuk maka penting kita tanyakan juga tentang nafsu makan, ada tidaknya keringat
malam, dan penurunan berat badan yang drastis. Leptospirosis dapat disingkirkan dengan
tidak terdapatnya ruam- ruam merah pada kulit, ikterik pada mata dan tidak terdapat riwayat
kontak terhadap hewan seperti tikus, anjing ataupun ternak. Mimisan dan gusi berdarah yang
merupakan tanda- tanda perdarahan ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan DBD
karena Os memiliki panas yang terus- menerus tinggi sejak 2 hari SMRS dikhawatirkan
terjadi percampuran infeksi karena daerah merupakan daerah endemik DBD.
3. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada demam tifoid?
Kemungkinan komplikasi harus ditanyakan dalam anamnesis, dibuktikan ada
tidaknya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Keluhan yang tidak disertai adanya penurunan kesadaran, BAB berdarah, Nyeri perut
sebelah kanan, serta Os yang masih dapat buang gas meskipun sudah tidak BAB sejak 4 hari
SMRS menyingkirkan kemungkinan komplikasi dari demam tifoid. Pada pemeriksaan fisik
tidak ditemukan adanya hepatomegali, splenomegali, dan nyeri perut pada seluruh bagian.
Pada pemeriksaan penunjang tidak ditemukan adanya anemia ataupun peningkatan enzim
transminase.
13
Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid: 1
a. Komplikasi intestinal
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstraintestinal
Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi
intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.
Komplikasi paru: pneuomonia, empiema dan pleuritis.
Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer,
sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
4. Bagaimana terapi pada Demam Tifoid?
Untuk terapi, Tirah baring sempurna terutama pada fase akut. Pasien harus berbaring
di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan
berjalan. Masukan cairan dan kalori perlu diperhatikan. Dahulu dianjurkan semua makanan
saring, sekarang semua jenis makanan pada prinsipnya lunak, mudah dicerna, mengandung
cukup cairan , kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan banyak gas. Makanan saring / lunak diberikan selama istirahat mutlak
kemudian dikembalikan ke makanan bentuk semula secara bertahap bersamaan dengan
mobilisasi. Misalnya hari I makanan lunak, hari II makanan lunak, hari III makanan biasa,
dan seterusnya
Pemberian IVFD berdasarkan kebutuhan pasien akibat adanya demam berlebihan,
muntah dan diare yang tentu saja menyebabkan cairan tubuh berkurang. Pemberian
paracetamol diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing.
Paracetamol sebagai anti piretik berfungsi sebagai penghambat prostaglandin. Suhu badan
diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Pada keadaan demam
keseimbangan terganggu, tetapi dapat dikembalikan ke normal. Peningkatan suhu tubuh pada
14
keadaan patologik diawali dengan pelepasan suatu zat pirogen endogen atau suatu sitokin
seperti IL-1 yang memacu pelepasan prostaglandin yang berlebihan di daerah preoptik
hipotalamus, selain itu PGE-2 menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral.
Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin.
Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya
patogenesis infeksi salmonella typhii berhubungan dengan keadaan bakteriemia.2 Obat-obat
pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/ amoksisilin dan kotrimoksasol. Munculnya
resistensi Salmonella typhi terhadap ampisilin, kloramfenikol, dan trimetroprim-
sulfametoksazol mengakibatkan obat-obatan ini perlu waktu yang lebih lama untuk
mendapatkan efektivitas penuh. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi ketiga. Obat-
obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon. 2
Oral Parenteral
Tanpa Komplikasi
• Kloramfenikol 50-75 mg/kgbb/hari selama 14-21 hari
• Amoksisilin 75-100 mg/kgbb/hari selama 14 hari
• Kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari selama 14-21 hari
• Ampisilin 75-100 mg/kgbb/hari selama 14 hari
Terapi alternatif tanpa komplikasi
• Sefiksim (MDR) 15-20 mg/kgbb/hari selama 7-14 hari
• Azitromisin 8-10 mg/kgbb/hari selama 7 hari
• TNP-SMX 8/40 mg/kgbb/hr
Dengan komplikasi
Kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari selama 14-21 hariAmpisilin 100mg/kgbb/hari selama 14 hriSeftriakson 75mg/kgbb/hari atau sefotaksim 80mg/kgbb/hari selama 10-14 hari
Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran,gangguan
sirkulasi dan gejala berkepanjangan. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3
dosis hingga kesadaran membaik.
15
Monitoring
Evaluasi demam reda dengan memonitor suhu. Apabila pada hari 4-5 setelah pengobatan
demam tidak reda, maka harus segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber
infeksi lain, resistensi Salmonella typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah
menegakan diagnosis.
Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu
makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat
dilanjutkan dirumah.
Selain terapi secara umum dan khusus, edukasi kepada orang tua juga harus diberikan
untuk mengurangi angka kekambuhan yang akan terjadi. Secara umum, untuk memperkecil
kemungkinan tercemarnya S.typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas
makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhii di dalam air akan mati
apbila dipanasi setinggi 57oc untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi / korinisasi.
Untuk makan, pemanasan sampai suhu 57oc beberapa menit dan secara merata dapat
mematikn kuman salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara/ daerah tergantung
pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta
kesadaran individu terhadap higiena pribadi.2
5. Bagaimana Prognosis untuk demam tifoid?
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara berkembang, angka mortalitsnya >
10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya
komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis,
dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortilitas yang tinggi. Relaps dapat timbul
beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya
menjadi karier kronis. 2
16
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo, djoko. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p.1774-1775
2. Garna, Herry dan Heda Melinda N. Pedoman Diagnosis dan Terapi edisi 4. 2012.
Bandung : Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD.
3. Diagnosis laboratorium demam tifoid by Dr.Luci Liana,SpPK. des 2010. Available from:
http://www.abclab.co.id .
4. Pengenalan demam tifoid. Available from: http://davidraja.multiply.com/reviews/item/56
17