Case Kejang Demam

download Case Kejang Demam

of 47

description

kejang demam presus

Transcript of Case Kejang Demam

BAB ITINJAUAN PUSTAKA1. Definisi

Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (380C, rektal), biasanya terjadi pada bayi dan anak antara umur 6 bulan dan 5 tahun, yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, dan tidak terbukti adanya penyebab tertentu.1,2Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.3,4Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. 3kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih daripada 1 kali kejang per episode demam), kejang demam sederhana ialah kejang demam yang bukan kompleks. kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. epilepsi ialah kejang tanpa demam yang terjadi lebih dari satu kali. sebanyak 2-5% anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun pernah mengalami kejang disertai demam.

faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, prenatal dan perinatal. demam sering disebabkan infeksi saluran kemih. kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi sudah dapat menyebabkan kejang. bila telah terjadi pada demam yang tidak tinggi, anak mempunyai risiko tinggi untuk berulangnya kejang.kejang demam sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun. kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana. banyak pasien kejang demam yang orangtua atau saudara kandungnya menderita penyakit yang sama. faktor prenatal dan perinatal dapat berperan dalam kejang demam. 2. KlasifikasiAkhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu:

a) Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.4b) Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: berlangsung lebih lama dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.43. Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika serikat, Amerika selatan dan Eropa Barat. Di Negara Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 80% dan mungkin mendekati 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Beberapa studi prospektif menunjukkan bahwa kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki. Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam pada tahun 1999 terdapat 83 orang dengan angka kematian (0 %), pada tahun 2000 terdapat 132 orang dengan angka kematian (0 %), dari data tersebut terdapat peningkatan insiden 37%. 4,5 4. Faktor Resiko

Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.2Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (orang-tua dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang demam. Tsuboi mendapatkan bahwa insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam ialah 17% dan pada saudara kandungnya 22%. Delapan-puluh persen dari kembar monozigot dengan kejang demam adalah konkordans untuk kejang demam. Kebanyakan peneliti mendapat kesan bahwa kejang demam diturunkan secara dominan dengan penetrasi yang mengurang dan ekspresi yang bervariasi, atau melalui modus poligenik.2Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula mengalami kejang demam, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%. 2,3Penelitian Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga pada 231 penderita kejang demam. Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak tunggal waktu diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu atau lebih saudara kandung - 79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang pemah mengalami kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812 orang, dan 119 (14,7%) di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.2,3

5. Etiologi

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, yaitu: 31. Demamnya sendiri

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak

3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas.

6. Gabungan semua faktor di atas.Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.DR.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 66 (22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otitis media akut. (lihat tabel ). Tabel 1. Penyebab demam pada 297 penderita KDPenyebab demamJumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitis 100

Otitis media akut (radang liang telinga tengah)91

Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)22

Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi44

Bronkitis (radang saiuran nafas)17

Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas)38

Morbili (campak)12

Varisela (cacar air)1

Dengue (demam berdarah)1

Tidak diketahui66

Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai kejang demam daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami kejang demam dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian kejang demam hanya sekitar 1%.1,2Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang demam pada shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.1,26. Patogenesis

Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 2.Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jika sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.2

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam berupa lipid dan permukaan luar berupa ionik. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah dengan adanya:2,3

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih 3Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.3Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.3Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang. 3Gambar 1. patofisologi kejang

7. Manifestasi Klinis

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 380C atau lebih (rektal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.3,4Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. 5Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral. seringkali kejang berhenti sendiri. setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai sepanjang hari. kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16 % pasien.

8. Pemeriksaan Penunjang8.1 Laboratorium

Pada kejang demam beberapa peneliti mendapatkan kadar yang normal pada pemeriksaan laboratorium tersebut, oleh karenanya tidak diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila didapatkan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila dicurigai adanya meningitis bakterialis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan serebrospinal. Bila dicurigai adanya ensefalitis, lakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes simpleks.4Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Macam pemeriksaan laboratorium ditentukan sesuai kebutuhan. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5Beberapa peneliti lain menganjurkan standar pemeriksaan laboratorium : darah tepi lengkap, elektrolit serum, glukosa, ureum, kreatinin, kalsium dan magnesium.4 8.1.a Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang disertai penurunan status kesadaran/mental, perdarahan kulit, kaku kuduk, kejang lama, gejala infeksi paresis, peningkatan sel darah putih, atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam untuk memastikan adanya infeksi SSP. Bila didapatkan kelainan neuroligis fokal dan adanya peningkatan tekanan intrakranial, dianjurkan pemeriksaan CT Scan kepala terlebih dahulu, untuk mencegah terjadinya resiko herniasi.4

The American Academy of Pediatric merekomendasikan pemeriksaan pungsi lumbal pada serangan pertama kejang disertai demam pada anak usia di bawah 12 bulan sangat dianjurkan, karena gejala klinis yang berhubungan dengan meningitis sangat minimal bahkan tidak ada. Pada anak usia 12 18 bulan lumbal pungsi dianjurkan, sedangkan pada usia lebih dari 18 bulan lumbal pungsi dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi intrakranial (meningitis).48.1.b Neuroimaging

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: 41. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. paresis nervus VI

3. papiledema.

Neuroimaging tidak berguna pada anak anak dengan kejang demam, berdasarkan kasus pada 71 anak dengan kejang demam tidak ditemukan adanya suatu kondisi kelainan intrakranial seperti adanya lesi, perdarahan, hidrochephalus, abses atau edema serebri.48.1.c Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.4

EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah kejang. perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun Aicardi melaporkan bahwa pasien kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG abnormal juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. saat ini tidak dianjurkan untuk melakukan EEG pada pasien kejang demam sederhana. 9. Diagnosis

Kejang demam dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada anamnesis dapat ditanyakan :

Tampilan kejang, umum atau fokal, dan berapa lama durasi kejangnya Riwayat demam dan penyakit lain yang diderita oleh anak Riwayat penyebab demam, misalnya penyakit virus dan gastroenteritis Riwayat penggunaan obat pada anak Riwayat kejang pada anak sebelumnya, masalah neurologik, keterlambatan tumbuh kembang, atau penyebab lain dari kejang seperti traumaTanyakan faktor risiko terjadinya kejang demam, seperti : Riwayat keluarga yang pernah atau tidak menderita kejang demam Suhu tubuh yang tinggi Riwayat prenatal dan keterlambatan perkembangan Penyakit perinatal (saat usia 28 hari pertama) Riwayat konsumsi alkohol dan rokok saat kehamilan ibu, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang demam sebanyak 2 kali lipatSecara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai diagnostik, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.410. Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita kejang dengan demam, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak).5

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh karena itu perlu waspada untuk menyingkirkan apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks.5Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. anak dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam. Tabel 2. Diagnosis banding infeksi susunan saraf pusat.Klinis/LabEnsefalitis herpes simpleksMeningitis bacterial/ purulentaMeningitis serosa tuberkulosaMeningitis serosa virusKejang demam

AwitanAkutAkutKronikAkutAkut

Demam< 7 hari< 7 hari>7 hari< 7 hari< 7 hari

Tipe kejangFokal/

umumUmumUmumUmumUmum/fokal

Singkat/

LamaSingkat

Singkat

Singkat

Lama>15 menit

KesadaranSopor-komaApatis-somSom-soporSadar-apatisSomnolen

Pemulihan kesadaranLamaCepatLamaCepat

Cepat

Tanda rangsang meningeal-++/-++/-+/-

-

Tekanan intrakranialSangat meningkatMeningkatSangat meningkatNormalNormal

Paresis+++/-+/-+++--

Pungsi lumbalJernihNormal/

limfo

Keruh/

OpalesenSegmenter/

LimfoJernih/xanto

Limfo/

segmen

Jernih

Normal

Jernih

Normal

EtiologiVirus HSBakteriM. TuberculosisVirus

Di luar SSP

TerapiantivirusAntibiotikAnti TBCSimtomatikPenyakit dasar

Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta

Tabel 3.Diagnosa kejang demam vs kejang disertai demam dengan infeksi SSPKejang demamKejang disertai demam

Faktor predisposisi geneticBesar Kecil / tidak bermakna

Lama kejang1-3 menit, jarang kejang lama> 10 menit

Manifestasi klinis pada saat kejangPada saat demam sebagian besar karena ISPAInfeksi SSP

(ensefalitis,meningitis)

Kelainan patologi yang mendasarTidak adaPerubahan vaskular dan edema

Status neurologi Post-iktal (paralisis Todds)JarangSering

NiedermeyerE: Epilepsy Guide: Diagnosis and Treatment of Epileptic Seizure Disorders , 198511. Penatalaksanaan

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu: 3,4,51. Pengobatan fase akut2. Mencari dan mengobati penyebab3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam11.1 Pengobatan fase akutPada pasien sedang kejang semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal.1,2

11.2 Mencari dan mengobati penyebabPemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal harus diperhatikan pula kontra indikasinya. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.5.11.3Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demamPengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:1. Profilaksis intermiten pada waktu demam 2. Profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan tiap hari 11.3.1 Profilaksis intermiten

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak: 4 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg

10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg

Setiap pasien menunjukkan suhu 38.5 C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis:

0,5 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.11.3.2 Profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan tiap hari

Pemberian fenobarbital 4-5 mg/KgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16 g/ml dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital. Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat ialah15-40 mg/KgBB/hari. Valproat tidak menyebabkan kelainan watak.

Fenitoin dan cabamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang demam. Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Menurut Livingston semua pasien epilepsi yang diprovokasi oleh demam diberikan pengobatan fenobarbital selama 3 tahun bebas kejang. Indikasi ini sudah banyak ditinggalkan dan indikasi profilaksis terus-menerus pada saat ini adalah:

1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan

2. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung

3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap

4. Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam

Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 tahun. 411.3.3 Penghentian kejang Kadan kejang demam dapat berlangsung lama diikuti oleh kelainan neurologis. Status konvulsivus adalah serangan kejang yang terlihat secara klinis, yaitu berlangsung lama tanpa diselingi pulihnya kesadaran selama 30 menit atau lebih.

Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intravena, dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/KgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam intrarektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/KgBB atau sebanyak 5 mg pada anak dengan berat badan kurang dari 10 Kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 Kg. bila kejang tidak berhenti, diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/Kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4-8 mg/Kg/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan pasien dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus diberikan obat dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital diberikan secara intramuscular dengan loading dose. Dosis awal 10-20 mg/Kg, dan dosis selanjutnya 4-8 mg/Kg/hari, diberikan 24 jam setelah dosis awal.Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernapasan, hipotensi, letargi dan somnolen, sehingga pemberiannya harus dipantau dengan ketat. Diazepam juga mempunyai efek samping hipotensi dan depresi pernapasan, sebab itu setelah pemberian fenobarbital dosis tinggi jangan diberikan diazepam.

Pada pasien dengan status konvulsivus di samping mengobati kejangnya perlu diperhatikan fungsi vitalnya. Perhatikan jalan napas, kalau banyak lendir dilakukan penghisapan lender. Berikan oksigen, pasang infus intravena, dan cari penyebab dengan memeriksa darah dan cairan serebrospinal. Pemeriksaan lain dilakukan atas dasar indikasi. 4Alogaritma tatalaksana kejang demam

1) dalam 5 15 menit

Kejang perhatikan jalan napas, kebutuhan O2 atau bantuan pernapasan

bila kejang menetap dalam 3-5 menit

- diazepam rektal 5mg/kg

5-10 mg : 5 mg

> 10 kg : 10 mg/ diazepam IV 0.2-0.5 mg/kg/dosis

- dapat diberikan 2x dosis dengan interval 5-10 menit

2) dalam 15-20 menit

pencarian akses vena dan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi

kejang (-)

kejang (+)

fenitoin IV 15-2- mg/kg diencerkan dengan NaCL 0.9 %,

diberikan selama 20 menit/ dengan kecepatan 50mg/menit

3) lebih dari 30 menit : status konvulsivus

Kejang (-)

kejang (+)

dosis pemeliharaan

fenobarbital IV/ IM 10-20 mg/kg

fenitoin IV 5-7 mg/kg

- diberikan 12 jam kemudian

kejang (-)

kejang (+)

dosis pemeliharaan

perawatan ruang intensif

fenobarbital IV/ IM 5-7 mg/kg

- diberikan 12 jam kemudian12. Komplikasi

Walaupun kejang demam dapat menyebabkan kekhawatiran dan perhatian yang besar dari orang tua, banyak kejang demam menimbulkan efek yang tidak menetap. Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kerusakan otak, retardasi mental atau gangguan belajar, dan ini tidak berarti bahwa anak memiliki gangguan dasar yang lebih serius atau epilepsi.5

Komplikasi paling sering dari kejang demam adalah kemungkinan kejang demam lagi. Kira-kira sepertiga anak yang pernah kejang demam akan mengalaminya pada saat demam berikutnya. Resiko kambuh lebih tinggi jika anak demam tidak terlalu tinggi pada saat pertama kali mengalami kejang demam, jika waktu antara permulaan demam dan kejang adalah pendek atau jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kejang demam. Tetapi faktor besar yang berpengaruh adalah usia. Pada anak yang lebih muda saat kejang demam pertama kali terjadi, kemungkinan besar dia akan mengalami lagi.513. Prognosis

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan: Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.1,5Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Livingston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.4Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.4Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat, dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk IQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun. 3,4Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang demam.4FARINGITIS AKUT

1. Definisi

Faringitis akut adalah sindroma inflamasi yang terjadi pada faring yang disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme. Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum dari saluran nafas bagian atas atau merupakan suatu infeksi lokal yang spesifik di faring.(6)

2. EPIDEMIOLOGI

2.1 Frekuensi

Faringitis akut memberikan konstribusi 40 juta kunjungan penderita berobat ke tenaga kesehatan tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 infeksi saluran nafas atas (termasuk didalamnya faringitis akut) tiap tahunnya.

2.2 Mortalitas

Faringitis akut merupakan salah satu penyebab terbesar absensi anak di sekolah dan absensi di tempat kerja bagi orang dewasa.

2.3 Ras

Faringitis akut mengenai semua golongan ras dan suku bangsa secara merata

2.4 Jenis Kelamin

Faringitis akut mengenai kedua jenis kelamin dalam komposisi yang sama2.5 Usia

Faringitis akut mengenai semua golongan usia, tetapi yang terbesar mengenai anak-anak.(6,11)

3. ETIOLOGI

Penyebab faringitis akut ialah kuman-kuman golongan Streptococcus B hemoliticus, Streptococcus viridans serta golongan pyogenes. Sisanya disebabkan oleh infeksi virus yaitu adenovirus, ECHO, virus influenza, serta Herpes. Cara infeksi ialah oleh percikan ludah (droplet infection).(6,8,9,10,11)Tabel 4. Berbagai etiologi faringitis akut

Pathogen

Viral

Rhinovirus (100 types and 1 subtype) Coronavirus (3 or more types) Adenovirus (types 3, 4,7, 14 and 21) Herpes simplex virus (types 1 and 2) Parainfluenza virus (types 1-4) Influenzavirus (types A and B) Coxsackivirus A (types 2, 4-6, 8 and 10) Epstein-Barr virus Cytomegalovirus Human immunodeficiency virus type I

Bacterial

Streptococcus pyogenes (group A b-hemolytic streptococci) Group C b-hemolytic streptococci Neisseria gonorrhoeae Corynebacterium diphtheria Arcanobacterium haemolyticum

Chlamydial Chlamydia penumoniae

Mycoplasmal Mycoplasma pneumoniae

Aung K, Pharyngitis Viral, internet http://www.emedicine.com/oto/topic568.htm, January 23, 2003.Tabel 5. Persentase etiologi faringitis akut

Marcus L, Acute Pharyngitis, internet http://www.nejm.com/ topic342.html, 2003. -1.4. GEJALA KLINIS

Gejala yang sering ditemukan ialah:

Gatal dan kering pada tenggorokan

Suhu tubuh naik sampai mencapai 40 0 C

Rasa lesu dan nyeri di sendi

Tidak nafsu makan (anoreksia)

Rasa nyeri ditelinga (otalgia)

Bila laring terkena suara menjadi parau atau serak

Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,dan menjadi kering, gambaran seperti kaca dan dilapisi oleh sekresi mukus.

Jaringan limpoid biasanya tampak merah dan membengkak (6,7,9,10,11)5. PENATALAKSANAAN (10)

Antibiotika golongan penisilin atau sulfonamida selama lima hari

Antipiretik

Bila alergi dengan penisilin dapat diberikan eritromisin 6. PROGNOSIS

Prognosis penyakit ini umumnya baik bila penyakit cepat diketahui dan diterapi dengan tepat dan dapat sembuh dengan sempurna. Akan tetapi bila pasien datang terlambat dan penyakit sudah berlanjut maka prognosis akan kurang baik.(11)BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: An A

Tempat/tanggal lahir

: Jakarta, 13 April 2010

Jenis kelamin

: Perempuan

Nama Ayah

: Tn. E

Pekerjaan/Pangkat

: Karyawan swasta

Alamat pekerjaan/ kesatuan: Jl. Sensus I No. 19 Rt 01/04 kel. bidara cina, kec Jatinegara, Jakarta Timur

Agama

: Islam

Suku/ Bangsa

: Jawa Tengah

Nama Ibu

: Ny . N

Pekerjaan/ pangkat

: Ibu rumah tangga

Alamat pekerjaan/ kesatuan: -

Alamat Rumah

: Jl. Sensus I No. 19 Rt 01/04 kel. bidara cina, kec Jatinegara, Jakarta Timur

Agama

: Islam

Suku/ Bangsa

: Jawa Tengah

No. Rekam Medis

: 155307

Masuk Rumah Sakit Tanggal: 17 november 2012

Datang sendiri / dikirim oleh : datang sendiri

Diagnosa keluar (diagnosa terakhir di RS. Ridwan Meuraksa):

Kejang demam sederhana e causa Rhinofaringitis akut

Sembuh / belum sembuh / pulang paksa / meninggal dunia : Sembuh

II. ANAMNESISKeluhan Utama

:

Kejang Keluhan Tambahan

:

Batuk, pilek Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RS.MRM dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan kejang beberapa jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS) . sebelum terjadi kejang pasien demam sejak kemarin malam (16/11/2012) SMRS. Demam timbul mendadak sejak siang hari dan dirasakan hilang timbul, tidak menggigil. 3 hari SMRS ibu pasien menyatakan pasien sering batuk, tidak berdahak, pilek dan tidak disertai sesak napas.Anak terlihat semakin rewel, gelisah, dan sulit tidur. Setelah itu, oleh orang tua, anak dibawa ke klinik 24 jam dan diberikan obat penurun panas (parasetamol) dan activet yang dibeli sendiri di apotek oleh orang tua pasien, panas turun setelah diberi obat namun beberapa jam kemudian naik lagi. Pilek tidak membaik. Ibu menyangkal adanya bintik-bintik merah, tidak ada mimisan, tidak ada perdarahan gusi. Tidak ada mual muntah. Buang air besar 1x sehari, tidak cair dan tidak lembek warna kuning kecoklatan. Buang air kecil lancar, warna kuning jernih, tidak berkurang dari biasanya dan tidak nyeri.Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit, saat anak demam tinggi, tiba-tiba anak kejang, berlangsung kurang lebih 5 menit. Saat kejang, anak tidak sadar, mata melirik keatas, kaki dan tangan (kanan dan kiri) kaku kelojotan dengan mulut tertutup rapat dan tidak keluar busa. Ibu pasien mengakui bahwa saat kejang anak tidak diberi obat apapun. Setelah kejang berhenti, anak langsung menangis keras dan kemudian oleh ibunya langsung dibawa ke IGD RS M.Ridwan Meuraksa.Riwayat terbentur di kepala di sangkal, riwayat tertusuk benda tajam dan kotor disangkal, riwayat keluar cairan dari telinga yang didahului panas disangkal.Riwayat anggota keluarga di rumah yang mengalami sakit yang sama disangkal.Riwayat Penyakit Dahulu (yang berhubungan dengan penyakit sekarang) :

DisangkalRiwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat kejang demam dalam keluarga disangkal Riwayat epilepsi dalam keluarga disangkal

Riwayat Pengobatan yang diperoleh :

Sebelum datang ke RS MRM pasien sudah pernah berobat ke dokter di klinik 24 jam dan diberikan obat berupa sirup penurun panas dan obat anti flu yang dibeli sendiri oleh orangtua pasien tetapi tidak memberikan perubahan

Keluhan lain yang tidak berhubungan dengan penyakit sekarang :

Nafsu makan dan minum berkurang

Riwayat Kehamilan :

Riwayat Kehamilan

: G1 P1 A0

Perawatan antenatal

: Teratur

Tempat lahir

: Rumah Sakit

Ditolong oleh

: Dokter

Cara persalinan

: Normal Berat badan lahir

: 3100 gram

Panjang badan lahir

: 45 cm

Usia gestasi

: Cukup bulan

Keadaan bayi saat lahir: langsung menangis, gerak aktif Kelainan bawaan (sebutkan): tidak ada

Anak ke 1 dari 1 anakRiwayat perkembangan :

Pertumbuhan Gigi I

: 6 bulan

Psikomotor

: tengkurap

: 4 bulan duduk

: 5 bulan

berdiri

: 10 bln bicara

: 1 tahun 3 bulan (2 suku kata sederhana, misal: mama dan papa)

berjalan

: 1 tahun 3 bulan Gangguan perkembangan: disangkal

Kesan : Perkembangan dalam batas normal Riwayat Makanan :UmurASI / PASI

Merk & TakaranBuah /BiskuitBubur susuNasi Tim

0-2 bulanASI

2-4 bulanASI + PASI

4-6 bulanASI + PASIBubur susu

6-8 bulanASI + PASIPisang,biskutBubur susu

8-10 bulanPASIPisang,BiskuitBubur susuNasi tim saring

10-12 bulanPASIPisang,BiskuitBubur susuNasi tim saring

Di atas 1 tahun:

FrekuensiFrekuensi

Nasi3 xIkan 2x

Sayur2xTempe 2x

DagingSelang 2 hr 1xTahu2x

TelurSelang 2 hr 1 x

Susu, merk,dan takaran: Bebelac,takaran 30 ml air matang dan 1 sendok susu (3x sehari)Kesulitan makanan bila ada: -Kesan (pola, kualitas & kuantitas): pola makan cukup baik, kualitas dan kuantitas makanan baikRiwayat Imunisasi :BCG

: Usia 1 bulan

DPT

: 4 kali, (usia 2,4,6,18 bulan)Polio

: 5 kali, (usia 0,2,4,6,18 bulan)Campak: 1 kali, usia 9 bulan

Hepatitis B: 3 kali, (usia 0,1,6 bulan)

Kesan : Imunisasi dasar lengkapRiwayat Keluarga :NoUmurKelaminHidupLahir MatiAbortusSebab KematianKeterangan

12 ThnYa----

Anggota lain yang serumah: kakek dan nenek

Masalah dalam keluarga: Tidak ada

Perumahan

: Cukup padat

Keadaan rumah

: Ventilasi kurang baik

Ukuran rumah 4x4 m. Jendela -

rumah ada dua

Daerah lingkungan

: Bersih

Sumber Air Lingkungan: Air PAM

Sumber Air lain

: -Data orangtua :

DATAAYAHIBU

Umur sekarang3230

Perkawinan ke I I

Umur saat menikah3129

Pendidikan terakhirSMASMA

AgamaIslamIslam

Suku bangsaJawa TengahJawa Tengah

Keadaan kesehatanBaikBaik

Penyakit ( bila ada )Disangkaldisangkal

Riwayat penyakit yang pernah diderita pada umur:

Alergi/eksim ( -) Asma

( -)

Batuk berulang( -)

Biduran

( -)

Cacingan

( -)

Demam berdarah( -)

Demam typoid( -)

Difteri

( -)

Kejang

( - )

Kecelakaan( -)

Muntaber

( -)

Morbili

( -)

Operasi

( -)

Parotitis

( -)

Peny.kuning( -)

Penyakit jantung( -)

Pertusis

( -)

Radang paru( -)

Tuberculosis( -)

Varicella

( -)

III. PEMERIKSAAN FISIK Berat badan sekarang

: 11 kg

Berat badan sebelum sakit: 11 kg Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Frekuensi nadi

: 100 x / menit, regular, isi cukup Frekuensi nafas

: 22 x / menit

Suhu tubuh

: 39,5 0 C

Turgor

: kembali cepat

Dispneu

: -

Rumple Leed

: -

Keadaan Umum

Keadaan sakit

: Tampak gelisah dan rewel Kesadaran

: Compos mentis (15) Gizi

: Kurang STATUS GIZI

Berat Badan = 11 kg

Tinggi Badan = 90 cm

BB / U = 11 13,0 = - 1,5

RENDAH

1,3

TB / U = 90 89,5 = 0,5

NORMAL

3,5

BB / TB = 11 90 = - 71

RENDAH

1,1

KESAN :menurut Z score Keadaan gizi anak tersebut mengalami kurang gizi yang berat (kurus).

Kepala

Bentuk kepala

: Normocephal

Rambut

: Hitam, lurus, pendek, distribusi merata,

tidak mudah dicabut

Ubun-ubun besar

: Menutup sempurna

Mata

Palpebra

: Oedem -/-

Konjungtiva

: Anemis -/-

Sklera

: Ikterik -/-

Cekung

: Tidak cekung

Air mata

: +/+ (anak menangis dengan air mata)

Telinga

Serumen

: Tidak ada

Liang

: Tampak lapang

Gendang

: Tampak intak

Hidung

Septum

: Deviasi -

Sekret

: Sekret +/+

Mulut

Bibir

: Mukosa bibir lembab Lidah

: Coated tongue (-)

Tonsil

: T1 T1 tenang

Faring

: Hiperemis (+), sekret (+) sedikit,warna putih pekat

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax Paru :

Inspeksi : Pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis pada kedua lapang paru, retraksi (-)

Palpasi: Vokal fremitus kanan = kiri Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru, kanan = kiri Auskultasi: Suara nafas vesikuler , Rh -/-, Wh -/- Jantung:

Inpeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi: Batas jantung dalam batas normal Auskultasi: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi

: Datar, simetris

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), turgor baik,

ascites (-)

Hepar : Tidak teraba pembesaran

Lien

: Tidak teraba pembesaran

Perkusi

: Timpani pada seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) N

Genitalia

: Perempuan, tidak ada kelainan

Ekstremitas

: Akral Hangat, edema (-) dan sianosis (-), Capilary refill baik ( 2 dtk)Refleks Fisiologis:

Refleks fisiologis :

- Refleks bisep (+)- Refleks trisep (+)- Refleks achiles (+)- Refleks patella (+)Refleks patologis: Refleks Oppenheim (-) Refleks Gordon (-) Refleks Chaddox (-) Refleks hoffman (-) Refleks Truffman (-) Refleks scheiffer (-) Refleks babinski (-)Tanda rangsang meningeal:

- Kaku kuduk (-)- Brudzinski I (-)- Brudzinski II (-)- Kernig (-)- Tetani (-)

Kesan pada pemeriksaan neurologis tidak didapatkan kelainan neurologi

III. PENGOBATAN YANG DIBERIKAN WAKTU MASUK

Infus D5 8 tetes per menit (makro)

Parasetamol sirup 3 x 1 Cth Stesolid supp 10 mg bila kejang

San prima sirup 2x1 CthIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG WAKTU MASUK

Pemeriksaan darah rutin (17/11/2012) :

Hb

: 10,1 g/dl

Leukosit: 17.000 /mm3 Trombosit: 305.000 /mm3 Ht

: 31 %Kesan terdapat infeksi kronis di lihat dari : LeukositosisR E S U M E

1. Anamnesisseorang anak perempuan, umur 2.5 tahun, BB sekarang 11 kg dengan keluhan kejang beberapa jam sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), sebelumnya pasien demam sejak sehari SMRS. Demam sejak kemarin malam (16/11/2012) sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Demam timbul mendadak, hilang timbul, disertai batuk kering dan pilek sejak 3 hari SMRS. Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit, saat anak demam tinggi, tiba-tiba anak kejang, berlangsung kurang lebih 5 menit. Saat kejang, anak tidak sadar, mata melirik keatas, kaki dan tangan (kanan dan kiri) kaku kelojotan (tonik-klonik) dengan mulut tertutup rapat. Setelah kejang berhenti, anak langsung menangis keras dan kemudian oleh ibunya langsung dibawa ke IGD RS M.Ridwan Meuraksa.2. Pemeriksaan FisikKeadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran: gelisah

Suhu

: 39,5 C

BB

: 11 kg

Status gizi: Kurang

Hidung

: Sekret (+)

Mulut : faring hiperemis (+),

Genitalia : 3. Laboratorium

1. Pemeriksaan Darah rutin (Pada saat masuk Rumah Sakit) ( Dalam batas normal 2. Pemeriksaan Urin dan Feses Lengkap ( Tidak diperiksa

3. Foto roentgen thorax Tidak diperiksa4. Diagnosis Kerja

Kejang demam sederhana e causa Rhinofaringitis akut5. Diagnosa Banding- Otitis media akut

- Faringitis akut ec bakteri

6. Penatalaksanaan

1. Istirahat2. Diet lunak

3. Medikamentosa

Infus D5 8 tetes/menit (makro) Paracetamol sirup 3 x 1 Cth Stesolid supp 10 mg bila kejang

San prima sirup 2x1 Cth-Observasi kejang 7. PrognosisQuo ad Vitam

: Ad bonam

Quo ad Functionam: Ad bonam

Quo ad Sanationam: Dubia ad bonam

8. Follow up17-11-2012 (Hari ke 1)18-11-2012 (Hari ke 2)

S Demam hari ke 2 kejang (-)

batuk kering (+)

pilek (+) Nyeri perut (-)

Mual (-)

Muntah (-) Pusing (-) BAB dan BAK normal Demam hari ke 3 kejang (-)

batuk kering (+)

pilek (+) Nyeri perut (-)

Mual (-)

Muntah (-) BAB dan BAK normal

OKeadaan UmumTampak sakit sedangTampak sakit sedang

KesadaranCMCM

BB11 kg11 kg

Vital sign

Tekanan darah

Nadi

Pernafasan

Suhu90/60 mmHg

114 x/menit

28 x/menit

37,70C90/60 mmHg

100 x/menit

24 x/menit

37.30C

Pemeriksaan fisik Kepala

Rambu t

Mata

Hidung

Mulut

Leher

Paru-paru

Jantung

Abdomen

Ekstremitas Normochepal

Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Edema palpebra (-)

Septum deviasi (-), sekret (+), nafas cuping hidung (+)

Mukosa lembab (+), Faring Hiperemis (+), tonsil T1-T1

Pembesaran KGB (-) SN Ves kedua paru, Rh -/-. Wh -/-

BJ I-II reg, M (-), G (-)Supel, BU (+)N, NTE (-), H/L tidak teraba. Ascites (-)

Akral hangat, Edema -/-Normochepal

Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Edema palpebra (-)Septum deviasi (-), sekret (+), nafas cuping hidung (+)

Mukosa lembab (+), Faring Hiperemis (+), tonsil T1-T1

Pembesaran KGB (-)

SN Ves kedua paru, Rh -/-. Wh -/-

BJ I-II reg, M (-), G (-)Supel, BU (+)N, NTE (-), H/L tidak teraba. Ascites (-)

Akral hangat, Edema -/-

LABHbHtLTHbHtLT

1710.13117.000305.0001710.13117.000305.000

Pemeriksan feses : tidak dilakukanPemeriksan feses : tidak dilakukan

AKejang demam sederhana ec Rhinofaringitis akutKejang demam sederhana ec Rhinofaringitis akut

P Diet BB

IVFD D5 8 tpm (makro)

Parasetamol sirup 3 x 1 Cth

Diazepam 0.5 mg IV bila kejang Kloramfenikol 4x260 mg Monitor kejang - Diet BB- IVFD D5 8 tpm (makro) ( jika habis diganti RL 10 tpm/makro Paracetamol sirup 3 x 1Cth

Diazepam 0.5 mg IV bila kejang Kloramfenikol 4x260 mg

19-11-2012 (Hari ke 3)20-11-2012 (Hari ke 4)

S Demam (-) batuk (+)

pilek (+) Nyeri perut (-)

Mual (-)

Muntah (-) BAB dan BAK normal Demam (-)

batuk (+)

pilek (+) Nyeri perut (-)

Mual (-)

Muntah (-)

BAB dan BAK normal

OKeadaan UmumBaik Baik

KesadaranCMCM

BB11 kg10 kg

Vital sign

Tekanan darah

Nadi

Pernafasan

Suhu100/60 mmHg

100 x/menit

26 x/menit

36.9 0C110/70 mmHg

100 x/menit

22 x/menit

36 0C

Pemeriksaan fisik

Kepala

Rambut

Mata

Hidung

Mulut

Leher

Paru-paru

Jantung

Abdomen

EkstremitasNormocephalHitam, distribusi merata, tidak mudah dicabutEdema palpebra (-)

Septum deviasi (-), sekret (+), nafas cuping hidung (-)

Mukosa lembab (+), Faring Hiperemis (+), tonsil T1-T1Pembesaran KGB (-)

SN vesikuler pada kedua paru, Rh -/-, Wh -/-

BJ I-II reg, M (-), G (-)

Supel, BU (+) N, NTE (-),

Hepar dan Lien tidak teraba, Ascites (-)

Akral hangat, Edema -/-NormocephalHitam, distribusi merata, tidak mudah dicabutEdema palpebra (-)

Septum deviasi (-), sekret (+), nafas cuping hidung (-)Mukosa lembab (+), Faring Hiperemis (+), tonsil T1-T1Pembesaran KGB (-)SN vesikuler pada kedua paru, Rh -/-, Wh -/-

BJ I-II reg, M (-), G (-)

Supel, BU (+) N, NTE (-),

Hepar dan Lien tidak teraba, Ascites (-)

Akral hangat, Edema -/-

LABHbHtLTHbHtLT

1710,13117.000305.0001710,13117.000305.000

AKejang demam sederhana ec Rhinofaringitis akutKejang demam sederhana ec Rhinofaringitis akut

P- IVFD D5 8 tpm (makro) ( jika habis, diganti RL 10 tpm (makro) Parasetamol sirup 4x5 ml Diazepam 0.5 mg IV bila kejang Kloramfenikol 4x260 mg RL 10 tpm (makro) parasetamol sirup 4x5 ml Diazepam 0.5 mg IV bila kejang

kloramfenikol 4x260 mg

Tanggal 20 November 2012

Pasien pulang dengan persetujuan yang didapat dari dokter dan obat yang tersisa diteruskan penggunaannya oleh pasien di rumah.

Obat pasien adalah:

Parasetamol sirup 4x5 mL ( bila demam

Kloramfenikol 4x1 Diazepam 3x1 mg ( bila kejang Dengan Anjuran:

Makan makanan yang bergizi dan minum yang banyak

Istirahat yang cukup

Kontrol ke poli anak kurang lebih 7 hari setelah keluar dari rumah sakit

DIAGNOSA AKHIR

Kejang demam sederhana e causa Rhinofaringitis akut yang disebabkan oleh infeksi bakteriBAB III

ANALISA KASUSDiagnosis kejang demam sederhana pada kasus ini berdasarkan :

a. Anamnesis

- Batuk pilek 3 hari sebagai tanda adanya infeksi pada saluran pernafasan atas disertai demam yang mendadak tinggi (39.5C) kejang (1 kali, tidak berulang kurang dari 24 jam, lama kejang 5 menit, setelah kejang pasien menangis) Kejang bersifat umum, tonik-klonik panas yang mendadak tinggi

Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam sederhana. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam, untuk menyingkirkan diagnosis epilepsi.b. Pemeriksaan fisik

Didapatkan suhu 39,5oC per axiler, faring hiperemis yang dicurigai sebagai penyebab kejang demam akibat faringitis akut

Tidak didapatkan reflek patologis maupun meningeal sign menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal.c. Pemeriksaan Penunjang

Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang penting menunjukkan adanya peningkatan kadar leukosit dalam darah (17000/mm3). Hal ini dapat sebagai acuan bahwa infeksi pada faring, disebabkan oleh bakteri sehingga berguna untuk penatalaksanaan selanjutnya.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan terhadap pasien, diagnosis dari pasien ini adalah kejang demam sederhana e causa rhinofaringitis akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Analisa pada penatalaksanaan dalam kasus ini:

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan cairan infus D5 8 tpm (makro) ( Hal ini untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam, tidak terpenuhi asupannya Pasien masuk ke ruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,70C hanya diberikan obat profilaksis parasetamol sirup 3x1 Cth untuk mengatasi demamnya Pada pasien ini dianjurkan sebelum dirawat di bangsal dilakukan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah terlebih dahulu untuk menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk terjadinya kejang. Kemudian diberikan juga Diazepam 3x1 mg jika terjadi kejang dan Kloramfenikol 4x1 yang juga diberikan kepada pasien saat pulang sebagai antibiotik di harapkan dapat menuntaskan infeksi saluran nafas atas. Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas. Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan resiko berulangnya kejang Penatalaksanaan profilaksis kejang yang telah diberikan kepada pasien telah sesuai Pemberian antibiotik pada pasien saat dirawat sudah sesuai untuk rhinofaringitis akut yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab pasti pasien ini tidak diketahui, karena tidak dilakukan kultur tetapi berdasarkan kelompok usia bakteri penyebab infeksi saluran nafas atas dapat disebabkan oleh golongan pneumokokus, H.influenzae dan bakteri lainnya. Untuk pengobatan antibiotik terhadap bakteri tersebut sangat cocok diberikan antibiotik sefalosporin generasi ke III atau kombinasi kloramfenikol dengan amoksisilin. Pada pasien ini saat pulang diberikan antibiotik kloramfenikol saja. Seharusnya pemberian sefalosporin intravena dilanjutkan dengan sefalosporin per oral (misal: cefadroxyl, cefixim) atau diberikan kombinasi kloramfenikol dengan amoksisilin. DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.

2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.

3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta

4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta

5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.6. Aung K, Pharyngitis Viral, internet http://www.emedicine.com/oto/topic568.htm, January 23, 2003.7. Pracy R, Buku Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung dan Tenggorkkan, Gramedia, Jakarta, 1989: 145-9.8. Cody DT, Eugen K, Pearson B, Text Books Otolaryngology, cetakan V, EGC, Jakarta, 1991; 279-98.9. Adam GL, Boeis, Hilger PA, Boeis Fundamentals of Otolaryngology, edisi 6, WB Sounders, Philadelphia, 1998: 320-36.10. Soepardi EA, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokkan, Kepala, Leher, Edisi V, FK-UI, Jakarta, 2001: 47.11. Marcus L, Acute Pharyngitis, internet http://www.nejm.com/ topic342.html, 2003. -1.32