Cairan Pada Sinus Paranasal

38
Cairan pada Sinus Paranasal Ain Nur Abu Bakar* Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat [email protected] 102013514/D8 Pendahuluan Sakit kepala boleh disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktornya adalah disebabkan oleh masalah sinusitis. Sinus adalah suatu rongga berisi udara dilapisi mukosa yang terletak di dalam tulang wajah dan tengkorak. Perkembangan sinus-sinus ini sudah dimulai sejak dalam kandungan, terutama sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis. Sinusitis adalah peradangan saluran pada rongga tengkorak yang menghubungkan hidung dan rongga mata. Kata sinusitis itu sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu sinus yang artinya cekungan dan akhiran itis yang berarti radang. Dalam kasus kali ini, saya mendapatkan skenario di mana seorang laki-laki berusia 27 tahun datang ke dokter dengan keluhan sering sakit kepala sejak dua minggu yang lalu. Dari anamnesis, pasien juga mengatakan ada cairan mengalir dari hujung tengkorokkan. Dari pemeriksaan rontgen posisi WATERS didapatkan cairan pada beberapa sinus paranasal pasien. Melalui pengamatan saya dari kasus ini, pasien sakit kepala disebabkan oleh peradangan di rongga sinus. Mengikut 1 | AinNur AbuBakar

description

Makalah Blok 5

Transcript of Cairan Pada Sinus Paranasal

Cairan pada Sinus Paranasal

Ain Nur Abu Bakar*

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat

[email protected]

102013514/D8

Pendahuluan

Sakit kepala boleh disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktornya adalah

disebabkan oleh masalah sinusitis. Sinus adalah suatu rongga berisi udara dilapisi mukosa

yang terletak di dalam tulang wajah dan tengkorak. Perkembangan sinus-sinus ini sudah

dimulai sejak dalam kandungan, terutama sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis.

Sinusitis adalah peradangan saluran pada rongga tengkorak yang menghubungkan hidung dan

rongga mata. Kata sinusitis itu sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu sinus yang artinya

cekungan dan akhiran itis yang berarti radang. Dalam kasus kali ini, saya mendapatkan

skenario di mana seorang laki-laki berusia 27 tahun datang ke dokter dengan keluhan sering

sakit kepala sejak dua minggu yang lalu. Dari anamnesis, pasien juga mengatakan ada cairan

mengalir dari hujung tengkorokkan. Dari pemeriksaan rontgen posisi WATERS didapatkan

cairan pada beberapa sinus paranasal pasien.

Melalui pengamatan saya dari kasus ini, pasien sakit kepala disebabkan oleh

peradangan di rongga sinus. Mengikut anatomi, ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus

maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal

merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam

tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.

Perkembangan dari dinding lateral nasal dimulai dengan struktur yang lembut dan

undiferensiasi. Perkembangan yang pertama adalah maxilloturbinal yang akan secepatnya

menjadi turbinate inferior. Setelah itu, mesenchyme membentuk ethmoturbinal, menjadi

turbinate medial, superior dan supreme yang membagi kedua dan ketiga dari ethmoturbinal.

Pertumbuhan ini diikuti oleh perkembangan dari sel nasi agger, processus uncinatus dan

infundubulum ethmoidalis. Sinus kemudian mulai berkembang. 

1 | A i n N u r A b u B a k a r

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Sistem resultan dari rongga, ostia, dan processus adalah sistem kompleks dari struktur yang

harus dipahami supaya penanganan yang berhubungan dengan operasi sinus dapat efektif dan

aman. Anatomi, mikroskopik anatomi, fisiologi dan fungsi dari sinus akan dijelaskan dalam

makalah ini.

Isi pembahasan

1. Anatomi hidung dan sinus paranasalis

i) Anatomi hidung

Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang yang dipisahkan oleh

sekat hidung. Bagian luar dinding hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot

dan tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan

konka hidung (konka nasalis).1

Gambar 1 Kerangka luar hidung

Pada gambar 1 tampak kerangka luar hidung yang terdiri dari dua tulang hidung, processus

frontal tulang maksila, kartilago lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior dan

tepi anterior kartilago septum nasi. Tepi medial kartilago lateralis superior menyatu dengan

kartilago septum nasi dan tepi atas melekat erat dengan permukaan bawah tulang hidung serta

processus frontal tulang maksila. Tepi bawah kartilago lateralis superior terletak di bawah

tepi atas kartilago lateralis inferior. Hidung berbentuk piramid, kira-kira dua per lima bagian

atasnya terdiri dari tulang dan tiga per lima dibawahnya tulang rawan. Bagian puncak hidung

biasanya disebut apeks, agak ke atas dan belakang dari apeks disebut batang hidung atau

dorsum nasi, yang berlanjut sampai ke pangkal hidung dan menyatu dengan dahi, yang

disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di posterior bagian tengah bibir dan

terletak sebelah distal dari kartilago septum.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Dasar hidung

dibentuk oleh processus palatina (1/2 bagian posterior) yang merupakan permukaan atas

lempeng tulang tersebut.

Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut apertura

piriformis. Tepi latero superior dibentuk oleh kedua tulang hidung dan processus frontal

tulang maksila. Pada gambar dua memperlihatkan tonjolan di garis tengah hidung yang

disebut spina hidungis anterior. Bagian hidung bawah yang dapat digerakkan terdiri dari dua

tulang alar (lateral inferior) dan kadang-kadang ada tulang sesamoid di lateral atas. Tulang

rawan ini melengkung sehingga membuat bentuk nares. Kedua krus medial dipertemukan di

garis tengah oleh jaringan ikat dan permukaan bawah septum oleh kulit. Di dekat garis

tengah, krus lateral sedikit sedikit tumpang tindih dengan kartilago lateralis superior. Krus

medial saling terikat longgar dengan sesamanya.

Beberapa tulang rawan lepas, kecil-kecil (kartilago alar minor) sering ditemukan di

sebelah lateral atau di atas krus lateral. Kulit yang membungkus hidung luar tipis dan

mengandung jaringan sub kutan yang bersifat areolar.

Tulang hidung merupakan tulang yang rata, yang satu dengan yang lain bersendi di

garis tengah menuju jembatan hidung, masing-masing tulang berbentuk empat persegi

panjang yang mempunyai dua permukaan dan empat pinggir. Nares anterior menghubungkan

rongga hidung dengan dunia luar. Nares anterior lebih kecil dibandingkan dengan nares

posterior yang berukuran kira-kira tinggi 2,5 cm dan lebar 1,25 cm.2

Gambar 2 Septum Nasi tanpa mukosa3

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Sebagaimana terlihat pada gambar 2 diatas bahwa septum (dinding medial) dibentuk

oleh tulang vomer di sebelah postero superior. Kartilago septalis terletak di sebelah anterior

di dalam angulus internus diantara tulang vomer dan lamina perpendikularis. Krista tulang

hidung di sebelah antero superior, rostrum dan krista os spenoidalis di sebelah postero

superior, sedangkan krista hidungis maksila serta os palatum berada disepanjang dasar

hidung. Tepi bawah artikulasio kartilago quadrilateral dengan spina maksilaris dan tulang

vomer terdapat dua kartilago lain yang dikenal dengan kartilago vomero hidung. Septum

dilapisi oleh perichondrium yang merupakan kartilago dan periosteum yang merupakan

tulang, sedangkan di bagian luarnya oleh mukosa membrane.4 Bagian atas dari tulang rawan

hidung terdiri dari dua kartilago lateralis inferior (kartilago alar) yang bentuknya bervariasi.

Kavum nasi meluas dari nares sampai di belakang khoana. Bagian ini dibagi menjadi dua

bagian atau dua fossa hidungis oleh septum nasi yang dibentuk oleh atap rongga terdiri dari

processus palatina horisontalis di bagian posterior. Kavum nasi dibagi oleh septum nasi

menjadi dua ruang yang mempunyai struktur anatomis hampir sama tetapi tidak simetris.2

Dinding lateral terdapat suatu tonjolan yang disebut sebagai konka yang di atasnya

terdapat suatu celah disebut meatus. Ada tiga buah konka atau turbinatus yaitu konka inferior,

konka media, dan konka superior. Konka inferior terdiri dari tulang yang menahan dinding

lateral kavum nasi. Konka media dan konka superior merupakan bagian dari tulang ethmoid.

Konka dilapisi oleh suatu mukosa membranosa dan ephitelium bersilia. Di bawah mukosa

terdapat jaringan erectile, terutama pada bagian anterior dan posterior dari tepi konka inferior,

bawah konka inferior dan tepi anterior konka media.4 Selain tiga buah konka diatas, kadang-

kadang terdapat konka ke empat (konka suprema) yang teratas. Konka hidungis suprema atau

konka ke empat terletak pada permukaan tulang ethmoidalis daitas dan dibelakang konka

hidungis superior.2

ii) Anatomi Paranasal5

Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan

sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang

kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke

rongga hidung.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung

dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus

frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal

berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.

Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-

superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.

Gambar 3 Sinus paranasal6

Gambar 4 Sinur Paranasal potongan sisi7

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Sinus Maksila8

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah

dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui

infindibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah

1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,

yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C)

dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,

sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

2.      Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.

3.      Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang

baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah

bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah

ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitus.

Sinus Frontal

            Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,

berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus

frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum

usia 20 thn.Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada

lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang

dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak

berkembang.Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya

2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya

gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan

adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa

serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal

adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.

Sinus Etmoid

        Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini

dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.

Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.

Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian

anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.

        Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang

terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan

dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).

Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di

meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus

etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media,

sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan

terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.

Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula

etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,

tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal

dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan

sisnusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding

lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari

rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.

Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn

tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat

sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi

sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus

etmoid.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,

sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan

a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan

dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

iii) Vaskularisasi Hidung dan paranasal

Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalayina yang

merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna). Septim bagian

antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari arteri maksilaris)

yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri liabialis superior (cabang dari arteri fasialis)

memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose membentuk pleksus

Kiesselbach yang terletak lebih superficial pada bagian anterior septum. Daerah ini

disebut juga Little’s area yang merupkan sumber perdarahan pada epistaksis.

Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri

etmoidalis anterior dan superior.

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris

interna, diantaranya ialah ujung arteri palatine mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar

dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di

belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari

cabang-cabang arteri fasialis.2

Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke pleksus

pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada bagian superior vena

etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus

sagitalis superior.8

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

iv) Persarafan

Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari nervus

etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang berasal dari

nervus oftalmikan (n.VI). sebagian kecil septum nasi pada antero-inferior

mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang antero-superior.

Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari cabang

maksilaris nervus trigeminus (n. V2). Nervus nasopalatina mempersarafi septum

bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sfenopalatina berjalan ke

septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior dan mencapai palatum

durum melalui kanalis insisivus.9

2. Fisiologi Sinus Paranasal10

Sinus paranasal secara fisiologi memiliki fungsi yang bermacam-macam.

Bartholini adalah orang pertama yang mengemukakan bahwa ronga-rongga ini adalah organ

yang penting sebagai resonansi, dan Howell mencatat bahwa suku Maori dari Selandia Baru

memiliki suara yang sangat khas oleh karena mereka tidak memiliki rongga sinus paranasal

yang luas dan lebar. Teori ini dpatahkan oleh Proetz , bahwa binatang yang memiliki suara

yang kuat, contohnya singa, tidak memiliki rongga sinus yang besar. Beradasarkan teori dari

Proetz, bahwa kerja dari sinus paranasal adalah sebagai barier pada organ vital terhadap suhu

dan bunyi yang masuk. Jadi sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai

fisiologi sinus paranasal . Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal tidak mempunyai

fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain adalah :

(1) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah ternyata tidak didapati

pertukaran udara yangdefinitif antara sinus dan rongga hidung.

Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus

pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara

total dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar

yang sebanyak mukosa hidung.

(2) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas , melindungi orbita dan fosa

serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya, sinus-

sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

(3) Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan

tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang hanya akan memberikan

pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak

bermakna.

(4) Membantu resonansi suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi

kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi sinus dan ostiumnya tidak

memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Tidak ada korelasi

antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

(5) Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya

pada waktu bersin atau membuang ingus.

(6) Membantu produksi mukus.

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan

dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang

turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius,

tempat yang paling strategis.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Mekanisme Pertukaran Gas Oksigen (02) dan Karbon Dioksida (CO2)11

Udara lingkungan dapat dihirup masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui dua

cara, yaknipernapasan secara langsung dan pernapasan tak langsung. Pengambilan udara

secara langsung dapat dilakukan oleh permukaan tubuh lewat proses difusi. Sementara udara

yang dimasukan ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dinamakan pernapasan tidak

langsung.

Saat kita bernapas, udara diambil dan dikeluarkan melalui paruparu. Dengan lain kata,

kita melakukan pernapasan secara tidak langsung lewat paru-paru. Walaupun begitu, proses

difusi pada pernapasan langsung tetap terjadi pada paru-paru. Bagian paru-paru yang meng

alami proses difusi dengan udara yaitu gelembung halus kecil atau alveolus.

Oleh karena itu, berdasarkan proses terjadinya pernapasan, manusia mempunyai dua

tahap mekanisme pertukaran gas. Pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida yang dimaksud

yakni mekanisme pernapasan eksternal dan internal.

a. Pernafasan Eksternal

Ketika kita menghirup udara dari lingkungan luar, udara tersebut akan masuk ke

dalam paru-paru. Udara masuk yang mengandung oksigen tersebut akan diikat darah lewat

difusi. Pada saat yang sama, darah yang mengandung karbondioksida akan dilepaskan. Proses

pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara udara dan darah dalam paru-paru

dinamakanpernapasan eksternal.

Saat sel darah merah (eritrosit) masuk ke dalam kapiler paru-paru, sebagian besar

CO2 yang diangkut berbentuk ion bikarbonat (HCO- 3) . Dengan bantuan enzim karbonat

anhidrase, karbondioksida (CO2) air (H2O) yang tinggal sedikit dalam darah akan segera

berdifusi keluar. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.

Seketika itu juga, hemoglobin tereduksi (yang disimbolkan HHb) melepaskan ion-ion

hidrogen (H+) sehingga hemoglobin (Hb)-nya juga ikut terlepas. Kemudian, hemoglobin

akan berikatan dengan oksigen (O2) menjadi oksihemoglobin (disingkat HbO2).

Proses difusi dapat terjadi pada paru-paru (alveolus), karena adaperbedaan tekanan parsial

antara udara dan darah dalam alveolus. Tekanan parsial membuat konsentrasi oksigen dan

karbondioksida pada darah dan udara berbeda.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Tekanan parsial oksigen yang kita hirup akan lebih besar dibandingkan tekanan

parsial oksigen pada alveolus paru-paru. Dengan kata lain, konsentrasi oksigen pada udara

lebih tinggi daripada konsentrasi oksigen pada darah. Oleh karena itu, oksigen dari udara

akan berdifusi menuju darah pada alveolus paru-paru.

Sementara itu, tekanan parsial karbondioksida dalam darah lebih besar dibandingkan

tekanan parsial karbondioksida pada udara. Sehingga, konsentrasi karbondioksida pada darah

akan lebih kecil di bandingkan konsentrasi karbondioksida pada udara. Akibatnya,

karbondioksida pada darah berdifusi menuju udara dan akan dibawa keluar tubuh lewat

hidung.

b. Pernafasan Internal

Berbeda dengan pernapasan eksternal, proses terjadinya pertukaran gas pada

pernapasan internal berlangsung di dalam jaringan tubuh. Proses pertukaran oksigen dalam

darah dan karbondioksida tersebut berlangsung dalam respirasi seluler.

Setelah oksihemoglobin (HbO2) dalam paru-paru terbentuk, oksigen akan lepas, dan

selanjutnya menuju cairan jaringan tubuh. Oksigen tersebut akan digunakan dalam proses

metabolisme sel. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

Proses masuknya oksigen ke dalam cairan jaringan tubuh juga melalui proses

difusi. Proses difusi ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial oksigen dan

karbondioksida antara darah dan cairan jaringan. Tekanan parsial oksigen dalam cairan

jaringan, lebih rendah dibandingkan oksigen yang berada dalam darah. Artinya konsentrasi

oksigen dalam cairan jaringan lebih rendah. Oleh karena itu, oksigen dalam darah mengalir

menuju cairan jaringan.

Sementara itu, tekanan karbondioksida pada darah lebih rendah daripada cairan jaringan.

Akibatnya, karbondioksida yang terkandung dalam sel-sel tubuh berdifusi ke dalam darah.

Karbondioksida yang diangkut oleh darah, sebagian kecilnya akan berikatan bersama

hemoglobin membentuk karboksi hemoglobin (HbCO2). Reaksinya sebagai berikut.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Namun, sebagian besar karbondioksida tersebut masuk ke dalam plasma darah dan

bergabung dengan air menjadi asam karbonat (H2CO3). Oleh enzim anhidrase, asam

karbonat akan segera terurai menjadi dua ion, yakni ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat

(HCO- Persamaan reaksinya sebagai berikut.

CO2 yang diangkut darah ini tidak semuanya dibebaskan ke luar tubuh oleh

paru-paru, akan tetapi hanya 10%-nya saja. Sisanya yang berupa ion-ion bikarbonat yang

tetap berada dalam darah. Ion-ion bikarbonat di dalam darah berfungsi sebagai bu. er atau

larutan penyangga.\ Lebih tepatnya, ion tersebut berperan penting dalam menjaga stabilitas

pH (derajat keasaman) darah.

3. Struktur mikroskopis saluran pernapasan atas dan bawah12

Sistem pernafasan tersusun atas organ pernafasan yang diawali dengan saluran pernafasan

yang terdiri atas rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus serta alveolus, pembuluh darah

paru-paru, pembuluh limfe paru-paru, dan pleura yang terhubung langsung dengan paru-paru.

a) Rongga Hidung

Udara masuk dan keluar melalui rongga hidung. Dengan udara luar dihubungkan oleh lubang

hidung luar (nares eksternal), dengan faring dihubungkan oleh lubang hidung dalam (nares

internal/khoane). Rongga hidung dipisahkan oleh suatu sekat yang disebut septum basal,

menjadi bagian kiri dan kanan sedangkan dari rongga mulut dibatasi oleh maksila dan tulang

langit-langit mulut. Rongga hidung dilapisi dengan epitel silindris bersilia yang mengandung

banyak sel goblet penghasil lendir. Rongga hidung dilengkapi dengan rambut hidung yang

berfungsi sebagai penghalau benda-benda asing atau debu yang ikut masuk saat menghirup

udara. Saat udara masuk ke hidung, bulu-bulu hidung berperan menyaring partikel-partikel

debu yang kasar dan zat-zat lain. Mukus ini, dalam hubungannya dengan sekresi serosa, juga

berperan untuk membasahi udara yang masuk dan melindungi pembatas alveolar halus dari

pengeringan. Selain itu udara juga dihangatkan oleh jaringan vaskuler superfisial.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

 b) Laring

Laring merupakan tabung ireguler yang menghubungkan faring dengan trakea. Dalam

lamina propia terdapat sejumlah rawan laring, struktur yang paling rumit pada jalan

pernapasan. Rawan-rawan yang lebih besar (tiroid, krikoid, dan sebagian besar aritenoid)

adalah rawan hialin, dan pada orang tua sebagian dapat mengalami kalsifikasi. Rawan

yang lebih kecil (epiglottis, cuneiformis, kornikulatum, dan ujung aritenoid) adalah rawan

elastin. Ligamentum-ligamentum menghubungkan rawan-rawan tersebut satu sama lain,

dan sebagian besar bersambung dengan otot-otot intrinsic larynx, di mana mereka sendiri

tidak bersambungan karena mereka adalah otot lurik. Selain berperanan sebagai

penyokong (mempertahankan agar jalan udara tetap terbuka) rawan-rawan ini berperanan

sebagai katup untuk mencegah makanan atau cairan yang ditelan masuk trakea. Mereka

juga berperanan dalam pembentukan irama fonasi.

Epiglotis, yang menonjol dari pinggir laring, meluas ke faring dan karena itu mempunyai

permukaan yang menghadap ke lidah dan laring. Seluruh permukaan yang menghadap ke

lidah dan bagian permukaan apikal yang menghadap ke laring diliputi oleh epitel berlapis

gepeng. Ke arah basis epiglottis pada permukaan yang menghadap laring, epitel mengalami

perubahan menjadi epitel bertingkat toraks bersilia. Kelenjar campur mukosa dan serosa

terutama terdapat di bawah epitel toraks, bebas menyebar ke dalam, yang menimbulkan

bercak pada rawan elastin yang berdekatan. Di bawah epiglottis, mukosa membentuk dua

pasang lipatan yang meluas ke dalam lumen larynx. Pasangan yang di atas merupakan pita

suara palsu (atau lipatan vestibular), dan mereka mempunyai epitel respirasi yang di

bawahnya terletak sejumlah kelenjar seromukosa dalam lamina proprianya. Pasangan yang

bawah merupakan lipatan yang merupakan pita suara asli. Di dalam pita suara, yang diliputi

oleh epitel berlapis gepeng, terdapat berkas-berkas besar sejajar dari selaput elastin yang

merupakan ligamentum vocale. Sejajar dengan ligamentum terdpat berkas-berkas otot lurik,

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

m.vocalis, yang mengatur regangan pita dan ligamentum dan akibatnya, waktu udara

didorong melalui pita-pita menimbulkan suatu suara dengan tonus yang tidak sama.

c) Trakea

Trakea merupakan tabung berdinding tipis yang terletak dari basis larynx (rawan

krikoid)ke tempat di mana trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer. Trakea dibatasi

oleh mukosa respirasi. Di dalam lamina propria terdapat 16-20 rawan hialin berbentuk

seperti huruf C yang berperanan mempertahankan lumen trake agar tetap terbuka.

Ligamentum fibroelastindan berkas-berkas otot polos (m. trachealis) melekat pada

perikondrium dan menghubungkan ujung-ujung bebas rawan yang berbentuk huruf C

tersebut. Ligamentum mencegah peregangan lumen yang berlebihan, sementara itu otot

memungkinkan rawan saling berdekatan. Kontraksi otot disertai dengan penyempitan

lumen trakea dan digunakan untuk respon batuk. Setelah kontraksi, akibat penyempitan

lumen trakea akan menambah kecepatan udara ekspirasi, yang membantu membersihkan

jalan udara.

d) Bronkus Trakea membelah menjadi 2 bronkus utama yang masuk ke dalam paru-paru

pada tiap hilus. Selain itu, pada tiap-tiap hilus arteòh dan vena seòõ` pembuluh limfe

masuk dan meninggalkan paru-paru. Struktur ini dikelilingi oleh jaringan penyambung

padat dan membentuk akar paru-paru. Setelah masuk ke dalam paru-paru, bronkus primer

menuju ke arah bawah dan luar untuk membentuk 3 bronkus pada paru-paru kanan 2

bronkus pada paru-paru kiri. Bronkus lobaris bercabang-cabang membentuk bronkus

yang lebih kecil yang di sebut Bronkiolus. Masing-masing bronkiolus masuk ke lobus

paru-paru yang membentuk 5-7 bronkiolus terminalis.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Lobulus paru-paru berbentuk piramid dengan apeks yang mengarah ke arah permukaan paru-

paru. Tiap lobulus dibatasi oleh septum jaringan penyambung tipis yang terlihat pada fetus.

Bronkiolus tidak mempunyai kelenjar pada mukosanya tetapi hanya ditunjukkan oleh adanya

sel-sel goblet yang tersebar dalam epitel permulaan(bagian luar). Pada bronkiolus yang lebih

besar, epitelnya bersilia dan kekomplekannya berkurang sehingga menjadi epitel kubis

bersilia pada bronkiolus terminalis. Selain sel-sel bersilia, bronkiolus terminal juga

mempunyai sel-sel clara yang permukaan apikalnya berbentuk seperti kubah yang menonjol

ke arah lumen. Sel-sel clara pada manusia merupakan sel-sel sekretori. Bronkiolus

respiratorius dibatasi oleh epitel kubis bersilia, tetapi pada tepi lubang alveolaris, epitel

bronkiolus menuju epitel pembatas alveolus. Epitel bronkiolus terdiri atas epitel kubis bersilia

tetapi pada bagian yang lebih distal, silia mungkin tidak ada. Bronkiolus respiratorius

digunakan untukmenggambarkan fungsi pada segmen jalannya pernapasan.

Duktus alveolaris dan alveoli dibatasi oleh sel-sel epitel selapis gepeng yang sangat tipis.

Dalam lamina propria, di sekitar tepi alveoli merupakan jala sel otot polos yang saling

berhubungan. Duktus alveolaris bermuara ke dalam atria, ruang yang menghubungkan antara

multilokularis alveoli dengan dua atau lebih alveolaris pada setiap atrium. Serabut-aerabut

elastin memungkinkan alveoli mengembang pada waktu inspirasi dan secara pasif

berkontraksi pada saat ekspirasi. Kolagen berperan sebagai penyokong yang mencegah

peregangan yang berlebihan dan sebagai pencegah kerusakan-kerusakan kapiler halus dan

septa alveoli yang tipis.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

e) Alveolus

Alveoli ( jamak:alveolus ) merupakan evaginasi kecil seperti kantung dari bronkiolus

respiratorius, duktus alveolaris , dan sakus alveolaris. Alveoli merupakan bagian terminal

cabang-cabang bronkus dan bertanggungjawab akan struktur paru-paru yang menyerupai

busa. Secara struktural alveoli menyerupai kantung kecil yang terbuka pada salah satu

sisinya, mirip sarang tawon. Dalam struktur yang menyerupai mangkok ini, oksigen dan

CO2 mengadakan pertukaran antara udara dan darah. Dinding alveoli dikhususkan untuk

menyelenggarakan difusi antar lingkungan eksterna dan interna. Umumnya, tiap-tiap

dinding dari 2 alveoli yang berdekatan bersatu dan dinamakan septum atau dinding

interalveolaris. Septum Alveolaris terdiri atas dua lapisan epitel pipih tipis yang

diantaranya terdapat kapiler-kapiler, jaringan penyambung merupakan intertisial. Di

dalam interstisial septa alveolaris paling kaya akan jaringan kapiler dalam tubuh.

Untuk mengurang jarak penghalang udara- darah, ke dua lamina basalis umumnya bersatu

menjadi satu lamina basalis yang tipis. Tebal keempat lapisan ini berkisar dari 0,2 m.

Dalam septa imsampai 5 nteralveolaris, kapiler-kapiler pulmonalis yang beranastomosis

disokong oleh jalian serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut ini, yang dirancang agar

memungkinkan pengembangan dan kontraksi dinding alveoli, merupakan struktur primer

penyokong alveoli. Dalam Interstitial septa juga ditemukan leukosit, makrofag, dan

fibroblast. Oksigen udara Alveoli masuk ke dalam kapiler darah melalui membran yang

membatasi udara dan alveoli, CO2 berdifusi dengan arah yang berlawanan. Pelepasan

CO2 dari H2CO3 dikatalisis oleh enzim anhidrase karbonat yang terdapat dalam sel-sel

darah merah. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila eritrosit mengandung enzim

tersebut lebih banyak dibandingkan sel-sel lain di tubuh. Paru-paru kira-kira mengandung

300 juta alveoli, jadi sangat menambah permukaan pertukaran interna, yang telah

dihitung kira-kira 70-80 m2.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Sel endotel kapiler sangat tipis sekali dan mempunyai inti yang lebih kecil, tampak lebih

panjang daripada inti sel-sel pembatas, seringkali mereka bersatu. Endotel yang

membatasi kapiler darah adalah kontinyu dan tidak fenestrata. Secara sitologis, ini dan

organel-organel sel yang lain berkelompok sehingga daerah-daerah lain sel menjadi

sangat tipis sekali dalam rangka menambah efisiensi pertukaran gas. Gambaran yang

paling nyata dalam sitoplasma pada bagian sel yang tipis adalah banyak mengandung

vesikel-vesikel pinositik. Sel pipih Alveoler, disebut juga sel tipe I merupakan sel yang

sangat tipis yang membatasi permukaan sel alveoli. Sel ini sangat tipis, kadang-kadang

hanya bergaris tengah 25 nm, sehingga dibutuhkan analisis mikroskop elektron untuk

membuktikan bahwa semua kapiler diliputi oleh epitel pembatas . Untuk mengurangi

tebal penghalang udara-darah, inti dan organel-organel sel pipih berkelompok sedangkan

sekitar inti sitoplasmanya menyebar, membentuk lapisan pembatas yang tipis. Sitoplasma

pada bagian tipis terutama mengandung vesikel pinositotik, yang memegang peranan

penting dalam turnover surfaktan (di jelaskan di bawah) dan pembuangan partikel-

partikel kecil yang merupakan kontaminan dari permukaan luar. Secara sitologis, sel

epitel pipih dan sel endotel kapiler satu sama lain merupakan bayangan cermin.

Selain desmosom, yang menghubungkan sel-sel yang berdekatan, semua sel epitel

mempunyai hubungan okludens yang berperanan mencegah kebocoran cairan jaringan ke

dalam celah udara alveoler. Peranan utama sel ini adalah menyediakan penghalang yang tipis

yang sangat permeabel bagi gas-gas. Sel Alveolar besar, disebut sebagai sel tipe II juga

dinamakan sel septal, ditemukan terselip diantara sel-sel epitel pipih, dimana mereka

mempunyai hubungan okludens dan desmosom. Sel Alveolar besar merupakan sel yang

secara kasar kubis yang biasanya ditemukan dalam kelompokan 2 atau 3 sel sepanjang

permukaan alveoli pada tempat-tempat dimana dinding alveoli bersatu dan membentuk sudut.

Sel-sel ini, yang terletak pada lamina basalis, merupakan bagian dari epitel, karena

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

mempunyai asal yang sama seperti sel epitel pipih yang membatasi dinding alveoli. Secara

sitologis, sel-sel ini mirip jenis sel sekretoris.

Mereka mempunyai mitokondria, retikulum endoplasma granuler, aparatus golgi yang

berkembang baik, dan mikrovili pada permukaan bebasnya. Pada potongan histologis,

mereka menunjukkan sifat sitoplasma yang vesikuler atau berbusa. Vakuola-vakuola

disebabkan karena adanya badan-badan multilameler atau sitosom yang terawetkan dan

terdapat pada jaringan yang disiapkan untuk mikroskop elektron. Badan multilamelar,

yang m, mengandung granula-granula yangmbergaris tengah sekitar 0,2  mempunyai

lamel-lamel sejajar konsentrik yang dibatasi oleh suatu unit membran. Pemeriksaan

histokimia menunjukkan bahwa badan-badan ini yang mengandung fosfolipid,

mukosakarida, dan protein, secara kontinyu disintesis dan dikeluarkan pada permukaan

apikal sel. Badan multilameler, yang dikeluarkan satu persatu, menimbulkan suatu zat

yang menyebar diatas permukaan alveolir, membentuk selubung ekstra sel, surfakatan,

yang mempunyai aktivitas permukaan yang unik. Prose sekresi sel tipe III telah dijelaskan

dengan bantuan mikroskop elektron dan radioautografi.

Lapisan surfaktan terdiri atas hipofase proteinaceous cair yang diliputi oleh selaput

monomolekuler fosfolipid, terutama terdiri atas dipalmitoil lesitin. Surfaktan berperan dalam

fungsi utama ekonomi paru-paru. Surfaktan terutama membantu dalam mengurangi regangan

permukan sel pipih alveolar. Tanpa Surfaktan, sel-sel yang sangat tipis ini cenderung akan

membulat, suatu fenomena umum yang diperlihatkan akibat kebutuhan untuk mengurangi

energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan permukaan yang lebih luas, yang terdapat

pada sel-sel yang tipis. Pengurangan regangan permukaan, berarti lebih sedikit tenaga

inspirasi yang dibutuhkan oleh alveoli yang mengembang, jadi mengurangi kerja pernapasan.

Pada perkembangan fetus, surfaktan timbul pada minggu terakhir kehamilan dan bersamaan

dengan tinbulnya badan multilameler dalam sel alveoli besar. Pada kelahiaran premetur, bayi

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

sering menunjukkan kesukaran pernapasan yang mengakibatkan kesulitan pernapasan.

Penyakit membran hialin pada bayi baru lahir telah terbukti sebagai akibat insufisiensi

pembentuka surfaktan, sehingga bayi menderita kesuliatan dalam mengembangkan alveoli.

Untung, sintesis surfaktan dapat dirangsang sehingga sindroma bahaya pernapasan

(respiratory distress syndrome) biasanya menggambarkan kesukaran manajemen yang

singkat. Selain sifat aktif permukaannya, surfaktan mempermudah transport gas antara

fase udara dan cair. Surfaktan juga mempunyai efek bakterisidal yang membantu

membuang bakteri yang berpotensial berbahaya bagi alveoli. Lapisan surfaktan tidak

statis tetapi sca konstan mengalami turnover. Lipoprotein dengan lambat dibuang dari

permukaan oleh vesilkel-vesikel pinositotik sel-sel epitel pipih. Vesikel-vesikel ini

mentranpor zat melalui sel dan mengeluarakannya ke dalam interstitial., dimana akhirny

dibuang oleh limfe. Oleh karena itu, zat ini mengalami siklus sekresi adan reabsorbsi

yang kontinyu. Cairan yang membatasi alveoli juga dibuang melalui bagian konduksi

sebagai akibat aktivitas silia. Waktu sekret masuk melalui jalan udara, mereka berikatan

dengan mukus bronkus, membentuk cairan bronko-alveolar. Cairan ini membantu

pembuangan partikel-partikel dan unsur yang berbahaya dari udara inspirasi. Dalam

cairan terdapat beberapa enzim litik (misalnya , lisosim, kolagenase, dan -glukuronidase)

yang mungkin berasal dari makrofag alveolarb

 Bila terdapat dalam lumen alveoli, makrofag terletak di luar epitel tetapi di dalam lapisan

surfaktan. Hubngan okludens sekitar pinggir sel-sel epitel mencegah kebocoran cairan

jaringan ke dalam lumen alveoli. Penghalang yang paling tipis antara plasma darah dan udar

inspirasi dikurangi sampai epitel alveoli, lamina basalis yang bersatu, dan endotel kapiler.

Walaupun rupa-rupanya peka terhadap infeksi bakteri dan virus, peradangan kronik tidak

terjadi, karena penghalang terhadap infeksi disediakan oleh makrofag alveoler. Makrofag ini

juga dinamakan sel-sel debu, berasal dari monosit yang asalnya dari sumsum tulang . Mereka

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

ditemukan dalam septum alveolaris atau sering terlihat menonjol dari dinding alveoli ke

dalam lumen. Walaupun seringkali dianggap bahwa makrofag ini dapat kembali lagi ke

interstitial setelah berada dalam lumen alveoli, bukti terakhir berpendapat bahwa makrofag

tidak menembus kembali dinding alveoli. Banyak yang makrofag yang mengandung debu

dan karbon dalam jaringan penyambung sekitar pembuluh darah utama pada pleura mungkin

merupakan sel yang tidak pernah melalui epitel pembatas. Debu yang telah difagositosis

dalam sel-sel ini mungkin berjalan dari lumen alveoli ke dalam interstitial oleh aktifitas

pinositosis sel-sel epitel pipih. Makrofag alveolar yang mencapai permukaan luar epitel,

dalam lapisan surfaktan, dibawa ke pharynk dimana mereka ditelan. Pada payah jantung,

paru-paru mengalami kongesti dengan darah dan sel darah merah bergerak masuk ke dalam

alveoli (diapedesis), dimana mereka difagositosis oleh makrofag alveoler. Pada kasus ini,

makrofag ini dinamakan sel payah jantung dan dan diidentifikasi dengan reaksi histokimia

positif untuk pigmen besi (hemosiderin). Selain sel-sel yang telah dibicarakan, septum alveoli

juga mengandung fibroblast, mast cells, dan suatu sel kontraktil yang baru saja ditemukan.

Fibroblas interstitial mensintesis serabut-serabut kolagen, elastin, dan zat dasar

glikosaminoglikan. Kolagen merupakan 15-20% masa parenkim dan terutama mengandung

kolagen tipe I dan III. Serabut tipe III mungkin berhubungan dengan serabut retikuler alveoli,

sedangkan kolagen tipe I mungkin terkonsentrasi dalam dinding bagian konduksi dan dalam

pleura. Proliferasi kolagen paru-paru sering terjadi, dan lebih dari 100 penyakit diketahui

dikaitkan dengan fibrosis paru-paru. Sel-sel kontraktil dalam septum ditemukan terikat pada

permukan basal epitel alveoli dan tidak pada sel endotel. Sel-sel ini, yang bereaksi dengan

antiaktin dan antimiosin, berkerut dan mengurangi volume lumen alveoli. In vitro, telah

terbukti bahwa jaringan parenkim paru-paru akan berkerut bila terkena agen farmakologi

seperti epinefrin dan histamin. Septum interalveolaris, mungkin mengandung satu pori atau

lebih, bergaris tengah 10-15 µm, menghubungkan alveoli yang berdekatan. Mereka dapat

membuat tekanan dalam alveoli seimbang atau memungkinkan sirkulasi kolateral udara bila

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

bronkiolus tersumbat. Pori ini disebut dengan alveolar. Telah terbukti bahwa inhalasi NO2

mengakibatkan destruksi sebagian besar sel-sel pembatas alveoli ( tipe I dan tipe II ).

Kerja senyawa ini atau zat-zat toksik lainnya dengan efek yang sama diikuti oleh

peningkatan drastis aktivitas mitosis sel-sel sisanya, menimbulkan banyak sel bertipe II.

Pada langkah kedua regenerasi sel pembatas alveoli, sebagian besar sel-sel tipe II diubah

menjadi sel-sel tipe I, dan sel pembatas alveoli kembali ke bentuk yang normal.

Kecepatan turnover normal sel tipe II diperkirakan 1% per hari, mempertahankan

pembaharuan yang kontinyu dari tipenya sendiri dan juga sel tipe I. f) Pembuluh Darah

Paru-Paru Sirkulasi pada paru-paru terdiri atas pembuluh yang memberi nutrisi dan

pembuluh fungsional. Sirkulasi fungsional diwakili oleh arteria pulmonalis dan vena

pulmonalis. Areteria pulmonalis sifatnya elastis dan mengandung darah vena yang harus

di oksigenisasi dalam alveoli paru-paru. Dalam paru-paru, pembuluh ini bercabang-

cabang, menyertai percabangan bronkus. Cabang-cabangnya dikelilingi oleh adventisia

bronkus dan bronkiolus. Pada tingkat duktus alveolaris, cabang-cabang arteri ini

membentuk jaringan kapiler yang berhubungan erat dengan epitel alveoli. Paru-paru

mempunyai jaringan kapiler yang sangat halus dan yang perkembangannya sangat baik

dalam tubuh. Kapiler-kapiler terdapat dalam semua alveoli, termasuk alveoli yang

terdapat pada bronkiolus respiratorius.

Venula-venula yang berasal dari jaringan kapiler, pada parenkim hanya satu. Mereka

disokong oleh jaringan penyambung tipis yang meliputi dan masuk septa interlobularis.

Setelah vena-vena meninggalkan lobulus, mereka mengikuti cabang-cabang bronkus ke hilus,

sampai mereka ditemukan satu dalam parenkim paru-paru. Pembuluh nutrisi terdiri atas

arteria dan vena bronkialis. Cabang-cabang arteria bronkialis juga mengikuti percabangan

bronkus, tetapi hanya sampai bronkiolus respiratorius, dimana ditempat ini mereka

beranastomosis dengan arteria pulmonalis. Gambar 6. Pembuluh Darah pada Paru-Paru g)

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

Pembuluh Limfe Paru-Paru Pembuluh limfe mengikuti arteria dan vena bronkialis dan vena

pulmonalis, mereka juga terdapat dalam septa interlobaris, dan semuanya mengalir ke nodus

limfatikus pada daerah hilus. Jaringan limfatik ini dinamakan pembuluh limfe profunda untuk

membedakan dengan jaringan limfe superfisial yang terdiri atas pembuluh-pembuluh limfe

yang terdapat pada pleura viseralis. Pembuluh-pembuluh limfe pada daerah ini mengalirkan

limfe ke hilus. Mereka mengikuti seluruhpanjang pleura atau menembus jaringan paru-paru

melalui septa interlobularis. Pada bagian terminal percabangan bronkus dan diluar duktus

alveolaris, pembuluh limfe tidak ada.

h) Pleura

Pleura adalah membran serosa yang meliputi paru-paru. Ia terdiri atas dua lapisan, yaitu

parietal dan viseral, yang bersambungan pada daerah hilus. Kedua membran diliputi oleh sel-

sel mesotel yang terletak pada lapisan jaringan penyambung halus yang mengandung serabut

kolagen dan elastin. Serabut-serabut elastin pleura viseralis bersambungan dengan serabut-

serabut yang terdapat pada parenkim paru-paru. Oleh karena itu, kedua lapisan tersebut

membatasai rongga yang semata-mata dibatasai oleh sel gepeng mesotel. Dalam keadaan

normal, rongga pleura ini hanya mengandung selaput cairan yang bekerja sebagai agen

pelumas, memungkinkan pergeseran halus permukaan satu dengan yang lainnya selama

pergerakan respirasai. Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dapat berubah menjadi

rongga sebenarnya, mengandung cairan atau udara pada bagian dalamnya. Dinding rongga

pleura, seperti semua rongga serosa (periotenum dan perikardium), sangat permeabel

terhadap air dan zat lain. Jadi, penimbunan cairan pada rongga ini sering terjadi pada

keadaan-keadaan patologis. Cairan ini berasal dari plasma darah dengan cara eksudasi.

Sebaliknya, pada keadaan tertentu, cairan atau gas yang terdapat dalam rongga pleura dengan

cepat dapat direabsorbsi.

Kesimpulan

Sinusitis dapat didefinisikan sebagai peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus

paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut

sebagai rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila

mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis bisa disebabkan pelbagai faktor

antaranya adalah infeksi pada sinus paranasal yang akan mengeluarkan lender atau cairan akibat

dari tindakan immunologi tubuh sehinggakan cairan itu berkupul di daerah sinus dan bisa keluar

melewati rongga-rongga terbuka seperti telinga, tengkorokan dan hidung. Keberadaan cairan

pada ruang-ruang sinus ini menybabkan sakit kepala yang teruk.

Daftar Pustaka

1. Syaifudin. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta,

Salemba Medika, 2011.

2. Ballenger JJ, Snow JB. Ballenger’s Otolaryngology Head and Necj Surgery Edisi

ke 6. Spain, BC Decker Inc. 2003.

3. Gambar diunduh dari

http://www.htmlpublish.com/convert-pdf-to-html/success.aspx?zip=DocStorage/

4ce78d71bff543009fdc2be5e9cfdf8d/Chapter%20II.zip&app=pdf2word#

4. Silverthorn, D.U. Human Physiology: an intergrated approach edisi ke 3. San

Francisco, Pearson Education, 2004.

5. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta, EGC, 2003.

6. Gambar di unduh dari http://coasssetengahdewa.blogspot.com/2012/08/anatomi-

sinus-paranasal-pemeriksaan.html

7. Gambar diunduh dari http://tht-medis.blogspot.com/2012/11/gangguan-hidung-

dan-sinus.html

8. Utama Hendra, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan; Telinga, Hidung, Tenggorok,

Kepala dan Leher, Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.

9. Dahlan S. Besar Sample dan Cara Pengambilan Sampel dalam penelitian

Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta, Salemba Medika. 2010

10. Soetijipto D. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). Komnas PGPDK. 2007.

Blok 7 Respiratori Tinjauan Pustaka

11. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: Dari sel ke jaringan, edisi 5. Jakarta,

EGC. 2004.

12. Diunduh dari http://oktavianipratama.wordpress.com/science/biology/struktur-

histologi-dari-organ-dan-saluran-pernafasan/ pada 16 Mei 2014.