Pneumonia Diklasifikasikan Sebagai Pneumonia Tipikal Dan Pneumonia Atipik Seperti Halnya M
Bronko Pneumonia
Transcript of Bronko Pneumonia
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : By. M
Umur : 2 Tahun 2 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat badan : 11,2 kg
Tinggi badan : 84 cm
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Dalam kota
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu penderita)
Keluhan utama : Sesak nafas
Keluhan tambahan : Demam, batuk
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam
yang tidak terlalu tinggi, naik turun, dan tidak disertai kejang. Penderita
mengalami batuk dan berdahak, pilek, mual tidak ada, muntah tidak ada, dan
tidak mengalami sesak nafas. Buang air besar dan buang air kecil biasa, penderita
dibawa berobat ke bidan dan mendapat obat 1 macam sirup penurun panas dan 1
macam obat racikan keluhan namun tidak ada keluhan.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit keadaan penderita semakin berat
penderita demam tinggi, naik turun, tidak disertai menggigil dan tidak kejang.
batuk berdahak semakin sering, pilek, sesak nafas ada, wajah pucat tidak ada,
bibir biru tidak ada, mengi tidak ada. Sesak tidak dipengaruhi aktivitas, posisi dan
1
cuaca., mual tidak ada, muntah tidak ada. Buang air besar dan buang air kecil
biasa, lalu penderita dibawa berobat ke RS dan dirawat untuk pertama kalinya.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat sering gatal dan sering pilek disangkal
o Riwayat pernah sesak sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
o Riwayat sesak nafas dalam keluarga disangkal
o Riwayat batuk lama dalam keluarga disangkal
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
GPA : G2P2A 0
Masa kehamilan : Aterm
Partus : Spontan
Penolong : Bidan
Berat badan : 2500 gr
Keadaan saat lahir : Langsung menangis
Riwayat Makanan
0 bulan - 1 1/2 tahun : ASI
5 bulan - 9 bulan : Bubur tim
9 bulan - 1 tahun : Nasi tim
1 tahun - sekarang : Nasi biasa
Riwayat Vaksinasi
o BCG : (+)
o Polio : (+) 1,2,3
o DPT : (+) 1,2,3
o Hepatitis B : (+) 1,2,3
o Campak : (+)
kesan : imunisasi dasar lengkap
2
Riwayat Perkembangan Fisik
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri dan Berjalan : 11 bulan
Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita merupakan anak kedua. Ayah penderita berumur 30 tahun,
pendidikan SMP, bekerja sebagai tukang becak. Ibu penderita berumur 28 tahun,
pendidikan SMP, dan tidak bekerja. Secara ekonomi, keluarga penderita
tergolong kurang mampu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 146 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, reguler
Pernapasan : 58 kali/ menit
Suhu : 38,1 oC
Berat badan : 11,2 kg
Tinggi badan : 84 cm
Lingkar Kepala : 45 cm, normochepal
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Turgor : baik
Tonus : eutoni
Edema umum : tidak ada
3
Keadaan Spesifik
Kulit
Tidak ada kelainan
Kepala
Bentuk : bulat, simetris
UUB : rata, tidak menonjol
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor, ¢ 3 mm
Hidung : sekret tidak ada, NCH ada
Telinga : sekret tidak ada
Mulut : sianosis sirkumoral tidak ada
Tenggorok : dinding faring tidak hiperemis, T1-T1 tidak hiperemis
Leher : perbesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi ada (IC, SC, epigastrium)
Palpasi : stremfremitus kanan = kiri (↑)
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) menguat, ronkhi basah halus nyaring di kedua basal
paru, wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : pulsasi, iktus cordis dan voussour cardiaque tidak terlihat
Palpasi : thrill tidak teraba
Perkusi : jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR=146 kali/ menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada
Bunyi Jantung I dan II normal
4
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Ekstremitas
Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Pemeriksaan
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan kiri
Gerakan Segala arah Segala arah Segala arah Segala arah
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + N + N + N + N
Refleks patologis - - - -
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal
Dejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig
sign (-)
5
IV. DIAGNOSIS BANDING
Bronkopneumonia
Bronkiolitis akut
V. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 10,9 g/dl
Ht : 36 vol%
Leukosit : 18.000 /mm3
Trombosit : 437.000/mm3
Hitung Jenis : 0/0/1/56/43/0
VI. DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia
VII. RENCANA PEMERIKSAAN
- Rontgen thorax
VIII. PENATALAKSANAAN
o O2 intranasal 1-2 liter/ menit
o IVFD kaen IB gtt 11/menit (makro)
o Dexametason 3x2mg
o Ceftazidime 3x300mg
o Ventolin 3x1
o Mucor 3x1cth
o Lasal 3x1
IX. PROGNOSIS
6
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
X. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Keluhan:
sesak
berkurang
Compos mentis, N=132 RR=56 x/mnt,
T=37,6oC
Keadaan spesifik:
Hidung : nafas cuping hidung (+)
Thorax:
Paru-paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris,
retraksi (+) IC, SC
Palpasi : stremfremitus ka=ki
meningkat
Perkusi : sonor pada kedua lapangan
paru
Auskultasi :
vesikuler (+) meningkat, RBHN (+)
di kedua lapangan paru,wheezing (-)
Bronkopneumonia IVFD D5% + NaCl 15% 6 cc
gtt 11/menit (makro)
Kloramfenikol inj 3 x 200 mg
Ampicilin inj 3 x 350 mg
O2 intranasal 1-2 l/m
Keluhan:
sesak
berkurang
Compos mentis, N=122 RR=51 x/mnt,
T=37,5oC
Keadaan spesifik:
Hidung : nafas cuping hidung (+)
Thorax:
Paru-paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris,
retraksi (+) IC, SC, epigastrium
Palpasi : stremfremitus ka=ki
Perkusi : sonor pada kedua lapangan
paru
Auskultasi :
Vesikuler (+) meningkat, RBHN
berkurang di kedua lapangan paru
wheezing (-)
Bronkopneumonia IVFD D5% + NaCl 15% 6 cc
gtt 11/menit (makro)
Kloramfenikol inj 3 x 200 mg
Ampicilin inj 3 x 350 mg
O2 intranasal 1-2 l/m
7
Keluhan:
sesak
berkurang
Compos mentis, N=120 RR=46x/mnt,
T=36,9oC
Keadaan spesifik:
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Thorax:
Paru-paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris,
retraksi (+) IC, SC, epigastrium
Palpasi : stremfremitus ka=ki
Perkusi : sonor pada kedua lapangan
paru
Auskultasi :vesikuler (+) meningkat
RBHN berkurang di kedua
lapanganparu, wheezing (-)
Bronkopneumonia IVFD D5% + NaCl 15% 6 cc
gtt 11/menit (makro)
Kloramfenikol inj 3 x 200 mg
Ampicilin inj 3 x 350 mg
O2 intranasal 1-2 l/m
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pendahuluan
Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-
macam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pneumonia adalah
salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak
kasusnya di dapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang
anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi
pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat
menurunkan angka kematian anak.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada
juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia
lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya
kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.
II.2 Definisi
Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus
dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita,
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang
9
melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak
(patchy distribution).
II.3 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita
karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun
2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa
pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau
hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit
II.4 Etiologi
Bronkopneumonia terjadi secara umum dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non
infeksi.
Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
- Pada bayi :
10
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, B. pertusis
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
- Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
- Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
- Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau
pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang
menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.
Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling
merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .
11
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
II.5 Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.
Pembagian secara anatomis :
-Pneumonialobaris yaitu radang paru yang mengenai satu atau lebih dari satu lobus.
-Pneumonialobularis (bronkopneumonia) yaitu radang yang mengenai lobules-
lobulus dan tersebar di dalam paru.
-Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) yaitu radang yang mengenai jaringan
interstisial paru dan bronchitis.
Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus
pneumonia, Haemofilus influenzae.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,
Blastomycosis, Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi : Makanan, kerosene (benzene,minyak tanah) cairan amnion, benda asing
- Pneumoniahipostatik
12
II.6 Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain :
- Inhalasi langsung dari udara
- Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
- Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
- Penyebaran secara hematogen
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :
- Susunan anatomis rongga hidung
- Jaringan limfoid di nasofaring
- Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
- Refleks batuk.
- Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
- Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
- Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
- Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai antimikroba yang non spesifik.
- Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya.
14
- Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan
yang meliputi empat stadium, yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
15
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
II.7 Diagnosis
Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai
retraksi epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa
kelainan kecil menyatu. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan,
16
tetapi kalau sarang bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi
terdengar redup. Pada auskultasi terdengar vesikuler mengeras, ronkhi
basah halus dan sedang nyaring yang terdengar pada stadium
permulaan dan stadium resolusi sedangkan pada stadium hepatisasi
ronkhi tidak terdengar.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan
dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).
5. Analisa gas darah ( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,
karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman
tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak
sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan
masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
17
3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang
cepat :
- 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
- 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
- 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti
diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. deteksi antigen bakteri
II.8 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan hasil resistensi dari kuman,
akan tetapi mengingat hal ini sulit dilakukan, maka di bagia IKA pengobatan
langsung diberikan
1. Antibiotika pada penderita secara polifragmasi selama 10-15 hari:
Ampisilin 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
kloramfenikol dengan dosis:
o umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari.
o Umur >6 bulan :50-75 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
Atau gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis
2. Suportif
IVFD,oksigen,pembersih jalan nafas
II.9. DIAGNOSIS BANDING
18
Secara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat
dibedakan. Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik:
Bronkhiolitis
Payah jantung
Aspirasi benda asing
II.10 KOMPLIKASI
Otitis media
Bronkiektasis
Abses paru
Empiema
II.11 PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.
II.12 PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,
19
makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup,
rajin berolahraga, dan lain-lain
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan
BAB III
ANALISIS KASUS
20
Seorang penderita laki-laki berusia 9 bulan datang dengan keluhan utama
sesak nafas.Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat batuk dan pilek yang disertai
demam yang tidak terlalu tinggi naik turun, dan tidak disertai kejang sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Sejak 1hari sebelum masuk rumah sakit keadaan
penderita semakin berat. Penderita mengeluh demam tinggi naik turun dan tidak
disertai kejang. Batuk berdahak semakin sering , Sesak nafas ada tidak dipengaruhi
oleh aktivitas, posisi, dan cuaca, wajah pucat tidak ada, bibir biru tidak ada, mengi
tidak ada. Dari anamnesis, didapatkan gejala-gejala yang mengarah pada diagnosis
bronkopneumonia yaitu didapatkan adanya sesak nafas untuk pertama kali yang
timbul tiba-tiba setelah adanya demam yang tinggi disertai batuk dan pilek.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi 146
kali/menit, pernafasan 58 kali/menit, suhu 39,1ºC. Pada pemeriksaan khusus
didapatkan nafas cuping hidung; pada inspeksi thorak terlihat adanya retraksi pada
subclavicula dan intercostal; pada palpasi didapatkan stemfremitus meningkat pada
kedua lapangan paru; pada perkusi didapatkan sonor pada kedua lapangan paru; pada
auskultasi vesikuler menguat di kedua lapangan paru dan didapatkan ronki basah
halus nyaring dan wheezing tidak ada. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya leukositosis (leukosit= 18.000/mm2).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis penderita ini adalah bronkopneumonia. Maka penatalaksanaan pada
penderita ini adalah dengan pemberian oksigenasi dengan O2 intranasal 1-2
liter/menit, pemberian cairan dan elektrolit Dekstrose 5% dikombinasi dengan NaCl
15% sebanyak 6 cc dengan jumlah cairan 720 cc dalam 24 jam, pemberian antibiotik
yakni Ampicillin 3x100mg (IV) dan kloramphenikol 3 x 50 mg (IV).
Prognosis penderita ini baik quo ad vitam dan quo ad functionam adalah
bonam.
21