Bronko Pneumonia

30
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : By. M Umur : 2 Tahun 2 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Berat badan : 11,2 kg Tinggi badan : 84 cm Agama : Islam Bangsa : Indonesia Alamat : Dalam kota II. ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan ibu penderita) Keluhan utama : Sesak nafas Keluhan tambahan : Demam, batuk Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, naik turun, dan tidak disertai kejang. Penderita mengalami batuk dan berdahak, pilek, mual tidak ada, muntah tidak ada, dan tidak mengalami sesak nafas. Buang air besar dan buang air kecil biasa, penderita 1

Transcript of Bronko Pneumonia

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : By. M

Umur : 2 Tahun 2 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Berat badan : 11,2 kg

Tinggi badan : 84 cm

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Alamat : Dalam kota

II. ANAMNESIS

(Alloanamnesis dengan ibu penderita)

Keluhan utama : Sesak nafas

Keluhan tambahan : Demam, batuk

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam

yang tidak terlalu tinggi, naik turun, dan tidak disertai kejang. Penderita

mengalami batuk dan berdahak, pilek, mual tidak ada, muntah tidak ada, dan

tidak mengalami sesak nafas. Buang air besar dan buang air kecil biasa, penderita

dibawa berobat ke bidan dan mendapat obat 1 macam sirup penurun panas dan 1

macam obat racikan keluhan namun tidak ada keluhan.

Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit keadaan penderita semakin berat

penderita demam tinggi, naik turun, tidak disertai menggigil dan tidak kejang.

batuk berdahak semakin sering, pilek, sesak nafas ada, wajah pucat tidak ada,

bibir biru tidak ada, mengi tidak ada. Sesak tidak dipengaruhi aktivitas, posisi dan

1

cuaca., mual tidak ada, muntah tidak ada. Buang air besar dan buang air kecil

biasa, lalu penderita dibawa berobat ke RS dan dirawat untuk pertama kalinya.

Riwayat Penyakit Dahulu

o Riwayat sering gatal dan sering pilek disangkal

o Riwayat pernah sesak sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

o Riwayat sesak nafas dalam keluarga disangkal

o Riwayat batuk lama dalam keluarga disangkal

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

GPA : G2P2A 0

Masa kehamilan : Aterm

Partus : Spontan

Penolong : Bidan

Berat badan : 2500 gr

Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Riwayat Makanan

0 bulan - 1 1/2 tahun : ASI

5 bulan - 9 bulan : Bubur tim

9 bulan - 1 tahun : Nasi tim

1 tahun - sekarang : Nasi biasa

Riwayat Vaksinasi

o BCG : (+)

o Polio : (+) 1,2,3

o DPT : (+) 1,2,3

o Hepatitis B : (+) 1,2,3

o Campak : (+)

kesan : imunisasi dasar lengkap

2

Riwayat Perkembangan Fisik

Tengkurap : 3 bulan

Duduk : 7 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri dan Berjalan : 11 bulan

Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita merupakan anak kedua. Ayah penderita berumur 30 tahun,

pendidikan SMP, bekerja sebagai tukang becak. Ibu penderita berumur 28 tahun,

pendidikan SMP, dan tidak bekerja. Secara ekonomi, keluarga penderita

tergolong kurang mampu.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 146 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, reguler

Pernapasan : 58 kali/ menit

Suhu : 38,1 oC

Berat badan : 11,2 kg

Tinggi badan : 84 cm

Lingkar Kepala : 45 cm, normochepal

Anemis : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Turgor : baik

Tonus : eutoni

Edema umum : tidak ada

3

Keadaan Spesifik

Kulit

Tidak ada kelainan

Kepala

Bentuk : bulat, simetris

UUB : rata, tidak menonjol

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor, ¢ 3 mm

Hidung : sekret tidak ada, NCH ada

Telinga : sekret tidak ada

Mulut : sianosis sirkumoral tidak ada

Tenggorok : dinding faring tidak hiperemis, T1-T1 tidak hiperemis

Leher : perbesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi ada (IC, SC, epigastrium)

Palpasi : stremfremitus kanan = kiri (↑)

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+) menguat, ronkhi basah halus nyaring di kedua basal

paru, wheezing (-).

Jantung

Inspeksi : pulsasi, iktus cordis dan voussour cardiaque tidak terlihat

Palpasi : thrill tidak teraba

Perkusi : jantung dalam batas normal

Auskultasi : HR=146 kali/ menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada

Bunyi Jantung I dan II normal

4

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

Ekstremitas

Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi Motorik :

Pemeriksaan

Tungkai Lengan

Kanan Kiri Kanan kiri

Gerakan Segala arah Segala arah Segala arah Segala arah

Kekuatan +5 +5 +5 +5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Refleks fisiologis + N + N + N + N

Refleks patologis - - - -

Fungsi sensorik : dalam batas normal

Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal

Dejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig

sign (-)

5

IV. DIAGNOSIS BANDING

Bronkopneumonia

Bronkiolitis akut

V. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb : 10,9 g/dl

Ht : 36 vol%

Leukosit : 18.000 /mm3

Trombosit : 437.000/mm3

Hitung Jenis : 0/0/1/56/43/0

VI. DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia

VII. RENCANA PEMERIKSAAN

- Rontgen thorax

VIII. PENATALAKSANAAN

o O2 intranasal 1-2 liter/ menit

o IVFD kaen IB gtt 11/menit (makro)

o Dexametason 3x2mg

o Ceftazidime 3x300mg

o Ventolin 3x1

o Mucor 3x1cth

o Lasal 3x1

IX. PROGNOSIS

6

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

X. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

Keluhan:

sesak

berkurang

Compos mentis, N=132 RR=56 x/mnt,

T=37,6oC

Keadaan spesifik:

Hidung : nafas cuping hidung (+)

Thorax:

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris,

retraksi (+) IC, SC

Palpasi : stremfremitus ka=ki

meningkat

Perkusi : sonor pada kedua lapangan

paru

Auskultasi :

vesikuler (+) meningkat, RBHN (+)

di kedua lapangan paru,wheezing (-)

Bronkopneumonia IVFD D5% + NaCl 15% 6 cc

gtt 11/menit (makro)

Kloramfenikol inj 3 x 200 mg

Ampicilin inj 3 x 350 mg

O2 intranasal 1-2 l/m

Keluhan:

sesak

berkurang

Compos mentis, N=122 RR=51 x/mnt,

T=37,5oC

Keadaan spesifik:

Hidung : nafas cuping hidung (+)

Thorax:

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris,

retraksi (+) IC, SC, epigastrium

Palpasi : stremfremitus ka=ki

Perkusi : sonor pada kedua lapangan

paru

Auskultasi :

Vesikuler (+) meningkat, RBHN

berkurang di kedua lapangan paru

wheezing (-)

Bronkopneumonia IVFD D5% + NaCl 15% 6 cc

gtt 11/menit (makro)

Kloramfenikol inj 3 x 200 mg

Ampicilin inj 3 x 350 mg

O2 intranasal 1-2 l/m

7

Keluhan:

sesak

berkurang

Compos mentis, N=120 RR=46x/mnt,

T=36,9oC

Keadaan spesifik:

Hidung : nafas cuping hidung (-)

Thorax:

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris,

retraksi (+) IC, SC, epigastrium

Palpasi : stremfremitus ka=ki

Perkusi : sonor pada kedua lapangan

paru

Auskultasi :vesikuler (+) meningkat

RBHN berkurang di kedua

lapanganparu, wheezing (-)

Bronkopneumonia IVFD D5% + NaCl 15% 6 cc

gtt 11/menit (makro)

Kloramfenikol inj 3 x 200 mg

Ampicilin inj 3 x 350 mg

O2 intranasal 1-2 l/m

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pendahuluan

Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-

macam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pneumonia adalah

salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak

kasusnya di dapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering

menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang

anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi

pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat

menurunkan angka kematian anak.

Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada

juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia

lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang

melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya

kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

II.2 Definisi

Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus

dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita,

yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan

benda asing. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang

9

melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak

(patchy distribution).

II.3 Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di

bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika

pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di

bawah umur 2 tahun. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh

mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu

dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder

terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga

sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita

karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun

2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa

pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau

hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit

II.4 Etiologi

Bronkopneumonia terjadi secara umum dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non

infeksi.

Faktor Infeksi

- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

- Pada bayi :

10

Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium

tuberculosa, B. pertusis

- Pada anak-anak :

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

- Pada anak besar – dewasa muda :

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

- Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung

( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

- Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara

intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme

menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau

pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang

menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.

Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling

merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .

11

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya

Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang

berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak

merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

II.5 Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan

pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah

membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara

klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.

Pembagian secara anatomis :

-Pneumonialobaris yaitu radang paru yang mengenai satu atau lebih dari satu lobus.

-Pneumonialobularis (bronkopneumonia) yaitu radang yang mengenai lobules-

lobulus dan tersebar di dalam paru.

-Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) yaitu radang yang mengenai jaringan

interstisial paru dan bronchitis.

Pembagian secara etiologi :

- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus

pneumonia, Haemofilus influenzae.

- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus

- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,

Blastomycosis, Cryptoccosis.

- Corpus alienum

- Aspirasi : Makanan, kerosene (benzene,minyak tanah) cairan amnion, benda asing

- Pneumoniahipostatik

12

- Sindroma loeffler

13

II.6 Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.

Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan

tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya

infeksi penyakit.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui

berbagai cara, antara lain :

- Inhalasi langsung dari udara

- Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

- Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

- Penyebaran secara hematogen

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk

mencegah infeksi yang terdiri dari :

- Susunan anatomis rongga hidung

- Jaringan limfoid di nasofaring

- Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain

yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

- Refleks batuk.

- Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

- Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

- Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.

- Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja

sebagai antimikroba yang non spesifik.

- Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas

sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitarnya.

14

- Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan

yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-

sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator

tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler

paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang

interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan

alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai

bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena

adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru

menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara

alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,

stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

15

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa

sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap

padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan

kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

II.7 Diagnosis

Gambaran Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan

mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,

pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di

sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak

akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk

kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai

retraksi epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa

kelainan kecil menyatu. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan,

16

tetapi kalau sarang bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi

terdengar redup. Pada auskultasi terdengar vesikuler mengeras, ronkhi

basah halus dan sedang nyaring yang terdengar pada stadium

permulaan dan stadium resolusi sedangkan pada stadium hepatisasi

ronkhi tidak terdengar.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3

dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan

dengan infeksi virus atau mycoplasma.

2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

3. Peningkatan LED.

4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain

kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat

swab).

5. Analisa gas darah ( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,

karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan

kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan

pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman

tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:

1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak

sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotika.

2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan

masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotika.

17

3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang

cepat :

- 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

- 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

- 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

4. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti

diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung

2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

3. deteksi antigen bakteri

II.8 Penatalaksanaan

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan hasil resistensi dari kuman,

akan tetapi mengingat hal ini sulit dilakukan, maka di bagia IKA pengobatan

langsung diberikan

1. Antibiotika pada penderita secara polifragmasi selama 10-15 hari:

Ampisilin 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis

kloramfenikol dengan dosis:

o umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari.

o Umur >6 bulan :50-75 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

Atau gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis

2. Suportif

IVFD,oksigen,pembersih jalan nafas

II.9. DIAGNOSIS BANDING

18

Secara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat

dibedakan. Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik:

Bronkhiolitis

Payah jantung

Aspirasi benda asing

II.10 KOMPLIKASI

Otitis media

Bronkiektasis

Abses paru

Empiema

II.11 PROGNOSIS

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi

didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang

terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi

berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan

hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan

pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja

sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif

yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi

apabila berdiri sendiri.

II.12 PENCEGAHAN

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan

penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan

terjadinya bronkopneumonia ini.

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya

tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,

19

makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup,

rajin berolahraga, dan lain-lain

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan

terinfeksi antara lain:

Vaksinasi Pneumokokus

Vaksinasi H. influenza

Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

Vaksin influenza yang diberikan

BAB III

ANALISIS KASUS

20

Seorang penderita laki-laki berusia 9 bulan datang dengan keluhan utama

sesak nafas.Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat batuk dan pilek yang disertai

demam yang tidak terlalu tinggi naik turun, dan tidak disertai kejang sejak 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit. Sejak 1hari sebelum masuk rumah sakit keadaan

penderita semakin berat. Penderita mengeluh demam tinggi naik turun dan tidak

disertai kejang. Batuk berdahak semakin sering , Sesak nafas ada tidak dipengaruhi

oleh aktivitas, posisi, dan cuaca, wajah pucat tidak ada, bibir biru tidak ada, mengi

tidak ada. Dari anamnesis, didapatkan gejala-gejala yang mengarah pada diagnosis

bronkopneumonia yaitu didapatkan adanya sesak nafas untuk pertama kali yang

timbul tiba-tiba setelah adanya demam yang tinggi disertai batuk dan pilek.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi 146

kali/menit, pernafasan 58 kali/menit, suhu 39,1ºC. Pada pemeriksaan khusus

didapatkan nafas cuping hidung; pada inspeksi thorak terlihat adanya retraksi pada

subclavicula dan intercostal; pada palpasi didapatkan stemfremitus meningkat pada

kedua lapangan paru; pada perkusi didapatkan sonor pada kedua lapangan paru; pada

auskultasi vesikuler menguat di kedua lapangan paru dan didapatkan ronki basah

halus nyaring dan wheezing tidak ada. Dari hasil pemeriksaan laboratorium

didapatkan adanya leukositosis (leukosit= 18.000/mm2).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

diagnosis penderita ini adalah bronkopneumonia. Maka penatalaksanaan pada

penderita ini adalah dengan pemberian oksigenasi dengan O2 intranasal 1-2

liter/menit, pemberian cairan dan elektrolit Dekstrose 5% dikombinasi dengan NaCl

15% sebanyak 6 cc dengan jumlah cairan 720 cc dalam 24 jam, pemberian antibiotik

yakni Ampicillin 3x100mg (IV) dan kloramphenikol 3 x 50 mg (IV).

Prognosis penderita ini baik quo ad vitam dan quo ad functionam adalah

bonam.

21