Blok Kardiovaskuler Wrap Up Sk 3 Kelompok b9

download Blok Kardiovaskuler Wrap Up Sk 3 Kelompok b9

of 43

description

bmbkn

Transcript of Blok Kardiovaskuler Wrap Up Sk 3 Kelompok b9

BLOK KARDIOVASKULERSKENARIO 3 SESAK NAFAS JANTUNG

disusun oleh KELOMPOK B9Ketua :Sasadara Pramudita1102012262Sekretaris :Putri erica Y1102012215Anggota :Putri Maulina1102012217Putri Prima Ramadhan1102012218Pungki Dio Azzawahani1102012213Prima Eriawan Putra 1102012212Qeis Ramadhan 1102012220Puspa Oktaviani 1102012214Sefina ivesti Raudiah1102012263Qatrin Nada Ramadhani1102012219

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI2013/2014Skenario 3

Sesak Nafas JantungSeorang laki laki berusia 28 tahun, sudah menderita Penyakit Jantung Rematik sejak berusia 6 tahun. Dua minggu terakhir pasien mengalami sesak nafas berat sehingga sulit melakukan aktivitas. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya kardiomegali, gallop dan murmur sistolik derajat 4/6 pada area katup mitral yang menjalar ke aksila.

Sasaran BelajarLI 1.Memahami dan Menjelaskan Demam RematikLO 1.1 Memahami dan menjelaskan Definisi Demam RematikLO 1.2 Memahami dan menjelaskan Etiologi Demam RematikLO 1.3Memahami dan menjelaskan Epidemiologi Demam RematikLO 1.4Memahami dan menjelaskan Patogenesis Demam RematikLO 1.5Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinik Demam RematikLO 1.6Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Demam RematikLO 1.7Memahami dan menjelaskan Penatalaksaan Demam RematikLO 1.8Memahami dan menjelaskan Pencegahan Demam RematikLO 1.9Memahami dan menjelaskan Prognosis Demam RematikLI 2.Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung RematikLO 2.1Memahami dan menjelaskan Definisi Penyakit Jantung RematikLO 2.2Memahami dan menjelaskan Klasifikasi Penyakit Jantung RematikLO 2.3Memahami dan menjelaskan Etiologi Penyakit jantung RematikLO 2.4Memahami dan menjelaskan Epidemiologi Penyakit Jantung RematikLO 2.5Memahami dan menjelaskan Patogensis dan Patofisiologi Penyakit Jantung RematikLO 2.6Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinik Penyakit Jantung RematikLO 2.7Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit Jantung RematikLO 2.8Memahami dan menjelaskan Penatalaksaan Penyakit Jantung RematikLO 2.9Memahami dan menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung RematikLO 2.10Memahami dan menjelaskan Pencegahan Penyakit Jantung RematikLO 2.11Memahami dan menjelaskan Prognosis Penyakit jantung Rematik

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Demam Rematik LO 1.1 Memahami dan menjelaskan Definisi Demam Rematik

Demam reumatik adalah suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau jaringan ikat. (Buku IPD).Demam reumatik merupakan suatu penyakit sistemik yang, dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.

(Sudoyo,dkk.2009)Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan akut, sedangkan yang dimasud demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan demam rematik tanpa tanda-tanda radang. Demam rematik dapat sembu dengan sendirinya tanpa pengobatan, tetapi manifestasi akut dapat timbul kembali berulang-ulang, yang disebut dengan kekambuhan (recurrent). Dan biasanya setelah peradangan kuman Streptococcus Grup A (SGA) betahemolitik, demam rematik tersebut dapat berlangsung terus menerus melebihi 6 bulan yang disebut demam rematik menahun (Leman, 2009).

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Demam RematikDemam rematik disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi sebagai sekuel dari infeksi streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada kulit. Tingkat serangan demam rematik akut setelah infeksi streptokokus bervariasi tergantung infeksinya, yaitu 0,3 sampai 3 persen. Faktor predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang menderita demam rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk), dan usia antara 6 sampai 15 tahun (dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun) (Park, 2008).

LO 1.3 Memahami dan menjelaskan Epidemiologi Demam Rematik Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo) adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci, yang merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun,dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80% oleh virus patogen.

Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam rematik dan penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekurangnya 3 jula menderita gagal jantung dan memerlukan perawatan di rumah sakit berulang. Sebagian besar individu dengan gagal jantung memerlukan bedah katup jantung dalam 5-10 tahun. Angka kematian PJR bervariasi dari 0,5 per 100,000 populasi di Denmark, sampai 8,2 per 100,000 populasi di Cina, dan perkiraan angka anual kematian PJR untuk tahun 2000 adalah 332000 seluruh dunia. Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi dari 1,8 di regio WHO Amerika sampai 7,6di WHO Asia Tenggara. Dan untuk DALYs (Disability-adjusted life years) kehilangan diperkirakan 2,47 per 100,000 poupulasi di WHO Amerika Serikat sampai 173,4 per 100,000 populasi pada WHO Regio Asia Tenggara.Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.Di Fiji, insidens demam rematik akut pada usia 5-15 tahun adalah 15,2 kasus dalam 100.000 populasi sedangkan di New Zealand 3.4 kasus dalam 100.000 populasi, dan kurang dari 1 kasus di Amerika Serikat.(Burke & Butanny, 2011)

LO 1.4 Memahami dan menjelaskan Patogenesis Demam RematikAdanya infeksi Streptokokus Grup A betahemolitikus di faring atau tonsil merangsang timbulnya antibody untuk menyerang infeksi tersebut. Antibodi yang dihasilkan oleh tubuh mengalami reaksi immunology mediated inflammation and damage (autoimun) dengan jaringan tubuh manusia yang mempunyai antigen yang mirip dengan antigen yang dimiliki oleh bakteri Streptokokus Grup A betahemolitikus (molecular mimicry) seperti pada jantung, sendi, otak dan otot polos.\ Gambar 1. Struktur Streptokokkus Grup A Betahemolitikus

Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama pada jantung, otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut sebagai pankarditis, dengan miokarditis sebagai bagian yang paling utama. Saat ini, diketahui bahwa komponen katup yang mungkin sama atau lebih penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium. Pada miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan dan kadar troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae).Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada katup trikuspid dan pulmonalis (Park, 2008),Lesi patognomonis demam rematik adalah badan Aschoff sebagai diagnostic histopatologik. Sering ditemukan juga pada saat tidak adanya tanda-tanda keaktifan kelainan jantung dan dapat bertahan lama setelah tanda-tanda gambaran klinis menghilang atau masih ada keaktifan laten. Badan Aschoff ini umumny terdapat pada septum fibrosa intervaskular, di jaringan ikat perivaskular dan di daerah subendotelial. Pada Penyakit jantung rematik biasanya terkena ketiga lapisan endokard, miokard dan perikard secara bersamaan atau sendiri-sendiri atau kombinasi. Pada endokard yang terkena utama adalah katup-katup jantung dan 50% mengenai katup mitral. Pada keadaan dini demam rematik akut katup-katup ini akan merah, edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai verruceae. Setelah agak tenang katup-katup yang terkena menjadi tebal, fibrotic, pendek dan tumpul yang menimbulkan stenosis (Leman, 2009).

Gambar 2. Aschoff Body

LO 1.5 Memahami dan menjelaskan Manifestasi klinis demam rematik

Gejala yang berasal dari jantung meliputi gejala gagal jantung dan pericarditis.1. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmurTerdengarnya murmur pada demam rematik akut berhubungan dengan insufisiensi katup. Murmur yang dapat terdengar pada demam rematik akut adalah :1. Apical pansystolic murmur, dengan karakteristik bernada tinggi, blowing-quality murmur yang disebabkan oleh regurgitasi mitral. Bunyi murmur ini tidak dipengaruhi oleh respirasi atau posisi pasien. Intensitas murmur biasanya 2/6 atau lebih besar.1. Apical diastolic murmur, juga dikenal dengan Carey-Coombs murmur. Mekanisme dari murmur ini adalah terjadinya mitral stenosis, yang disebabkan karena volume yang sangat besar saat pengisian ventrikel dikarenakan aliran regurgitasi dari katup mitral. Murmur ini dapat terdengar lebih jelas dengan menggunakan sisi bel dari stetoskop dan pada saat pasien dengan posisi miring ke kiri dan pasien menahan napas saat ekspirasi.C. Basal diastolic murmur, adalah murmur awal diastolic dari regurgitasi aorta, dengan karakteristik murmur bernada tinggi, decrescendo, terdengar lebih jelas pada bagian kanan atas dan midsternal pada ekspirasi dalam.1. Gagal jantung kongestif Gagal jantung dapat terjadi sekunder karena insufisiensi katup yang berat atau myocarditis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda gagal jantung seperti takipnoe, orthopnea, peningkatan JVP, ronchi basah karena edema paru, gallop, edema pada ekstremitas.1. PericarditisTerdengarnya pericardial friction rub menandakan terdapatnya pericarditis.Meningkatnya bunyi dull pada perkusi jantung, ictus cordis yang tidak terlihat, dan terdengarnya bunyi jantung yang lebih teredam dapat menunjukkan terdapatnya pericarditis. Pada keadaan darurat, jika terdapat efusi pericardial dilakukan pericardiocentesis.

Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones. Kriteria tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat gejala minor, dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A. Tabel 1. Manifestasi Klinis Demam Rematik

Kriteria Mayor 1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. 4 2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti Streptokokus lainnya yang tinggi.4

3. Khorea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan emosi. Khorea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Khorea Sydenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Khorea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.2,4 4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.4

Gambar 3. Eritema marginatum

5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.3,5

Gambar 4. Nodul Subkutan

Gambar 5. Manifestasi klinis demam rematik akut

Kriteria Minor 1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis. 2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor. 3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.54. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila proteinC reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut dapat dipertanyakan. 4,5

5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.3,5 Bukti yang mendukung Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi Streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.5 Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut.5

Manifestasi demam rematik yang berhubungan dengan jantungPancarditis adalah komplikasi kedua tersering pada demam rematik (50%) dan merupakan komplikasi yang serius. Pasien mengeluh dyspnea, rasa tidak nyaman pada dada dari ringan hingga sedang, pleuritic chest pain, edema, batuk, atau orthopnea. Pada pemeriksaan fisik, carditis dapat dideteksi dengan terdengarnya murmur yang sebelumnya tidak ada dan takikardia yang tidak berhubungan dengan demam. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur berhubungan dengan terjadinya rheumatic valvulitis.

LO 1.6 Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis banding Demam RematikDiagnosisDemam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Dua gejala mayor selalu lebih kuat dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala minor. Arthralgia atau pemanjangan interval PR tidak dapat digunakan sebagai gejala minor ketika menggunakan karditis dan arthritis sebagai gejala mayor. Tidak adanya bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A merupakan peringatan bahwa demam rematik akut mungkin tidak terjadi pada pasien (kecuali bila ditemukan adanya khorea). Murmur innocent (Stills) sering salah interpretasi sebagai murmur dari regurgitasi katup mitral (MR) dan oleh karenanya merupakan penyebab yang sering dari kesalahan diagnosis dari demam rematik akut. Murmur dari MR merupakan tipe regurgitan sistolik (berawal dari bunyi jantung I) sedangkan murmur innocent merupakan murmur dengan nada rendah dan tipe ejeksi. 3 Pengecualian dari kriteria Jones meliputi tiga keadaan berikut ini:1. Khorea mungkin timbul sebagai satu-satunya gejala klinis dari demam rematik.2. Karditis indolen mungkin satu-satunya gejala klinis pada pasien yang datang ke tenaga medis setelah berbulan-bulan dari onset serangan demam rematik.3. Kadang-kadang, pasien dengan demam rematik rekuren mungkin tidak memenuhi kriteria Jones.

Diagnosis banding

Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam rematik akut. Temuan klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile antara lain : keterlibatan dari sendi-sendi kecil di perifer, sendi-sendi besar terkena secara simetris tanpa adanya arthritis yang berpindah, kepucatan pada sendi yang terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus, perjalanan penyakit yang lebih indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi salisilat selama 24 sampai 48 jam.Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE, penyakit jaringan penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk arthritis poststreptococcal; serum sickness; dan infeksius arthritis (seperti gonokokus), kadang-kadang perlu dibedakan.Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella, parvovirus, virus hepatitis B, herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada orang dewasa. Penyakit-penyakit hematologi seperti anemia sel sabit dan leukemia, dianjurkan untuk tetap dipikirkan sebagai diagnosis banding. Hanya karditis yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jantung. Tanda klinis ringan dari karditis menghilang secara cepat dalam jangka waktu mingguan, tetapi pada pasien dengan karditis berat baru hilang setelah 2-6 bulan. Khorea secara bertahap berkurang setelah 6 sampai 7 bulan atau lebih lama dan biasanya tidak menimbulkan sekuel neurologis yang permanen.

LO 1.7 Memahami dan menjelaskan Penatalaksanaan Demam Rematik

Penatalaksanaan demam rematik akut ataupun yang reaktifasi adalah sebagai berikut: (Parillo, 2010; Meador 2009; Ganesja harimurti, 1996):1. Tirah baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi jantung.1. Eradikasi terhadap Streptococcus dengan pemberian antibiotik dengan drug of choice (DOC) adalah antibiotik golongan penisilin.1. Untuk peradangan dan rasa nyeri yang terjadi dapat diberikan salisilat, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) ataupun kortikosteroid.

Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain : pemeriksaan darah lengkap, reaktan fase akut (LED, protein C-reaktif), kultur tenggorok, titer anti streptolisin O (dan titer antibodi kedua, terutama pada pasien dengan khorea), foto Rontgen, dan elektrokardiografi. Konsultasi ke ahli jantung diindikasikan untuk menjelaskan apakah terjadi kerusakan pada jantung : pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi dan Doppler yang biasa dilakukan.3,5

Penisilin benzathine G 0,6 sampai 1,2 juta unit disuntikkan secara intramuskular, diberikan untuk eradikasi streptokokus. Pada pasien yang mempunyai alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin dengan dosis 40 mg/kgBB perhari dalam dua sampai empat dosis selama 10 hari. Terapi anti-inflamasi atau supresi dengan salisilat atau steroid tidak boleh diberikan sampai ditegakkannya diagnosis pasti. Ketika diagnosis demam rematik akut ditegakkan, diperlukan edukasi kepada pasien dan orang tuanya tentang perlunya pemakaian antibiotik secara berkelanjutan untuk mencegah infeksi streptokokus berikutnya. Adanya keterlibatan jantung, diperlukan pemberian profilaksis untuk menangani endokarditis infektif.3,5,6Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari gejala dan berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa minggu untuk karditis berat. Tirah baring diikuti periode untuk ambulasi di dalam rumah dengan durasi bervariasi sebelum anak diperbolehkan untuk kembali ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah sudah kembali ke normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung yang cukup berat. 3,5* * kardiomegali diragukan** kardiomegali ringan*** kardiomegali yang nyata atau gagal jantung

Tabel 2. Durasi tirah baring dan ambulasi indoor

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut.3Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung arthritis pada demam rematik akut. Pemberian prednisone ( 2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu ) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat. 3,5Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan posisi setengah duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison untuk karditis berat dengan onset akut. Digoksin digunakan dengan hati-hati, dimulai dengan setengah dosis rekomendasi biasa, karena beberapa pasien dengan karditis rematik sangat sensitif terhadap pemberian digitalis. Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 6 sampai 12 jam, jika terdapat indikasi. 3Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan emosional. Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin penisilin G 1,2 juta unit, sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga setiap 28 hari untuk pencegahan rekurensi, seperti pada pasien dengan gejala rematik lainnya. Tanpa profilaksis sekitar 25% pasien dengan khorea (tanpa adanya karditis) berkembang menjadi penyakit katup jantung rematik pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada kasus yang berat, obat-obatan berikut dapat diberikan : fenobarbital (15-30 mg setiap 6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap 8 jam sampai 2 mg setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine, diazepam, atau steroid.3,5

LO 1.8 Memahami dan menjelaskan Pencegahan Demam Rematik a. Pencegahan primer Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan terapi penisilin selama 10 hari untuk faringitis karena streptokokus. Namun, 30% pasien berkembang menjadi subklinis faringitis dan oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30% pasien lainnya berkembang menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan tanda klinis faringitis streptokokus.3,4,5b. Pencegahan sekunderPasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea dan pada pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien menderita demam remati akut harus diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis dalam jangka waktu tidak terbatas. 3

Kategori Durasi

Demam rematik tanpa karditis

Demam rematik dengan karditis tetapi tanpa penyakit jantung residual (tidak ada kelainan katup)

Demam rematik dengan karditis dan penyakit jantung residual (kelainan katup persisten)

Minimal selama 5 tahun atau sampai usia 21 tahun, yang mana lebih lama

Minimal 10 tahun atau hingga dewasa, yang mana lebih lama

Minimal 10 tahun sejak episode terakhir dan minimal sampai usia 40 tahun, kadang-kadang selama seumur hidup

Tabel 3 Durasi profilaksis untuk demam rematik

LO 1.9 Memahami dan menjelaskan Prognosis Demam RematikAda maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan prognosis. Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik akut diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya kerusakan jantung pada saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih besarnya kemungkinan insiden penyakit jantung residual.2. Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup meningkat pada setiap kekambuhan.Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung pada serangan awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup sering membaik ketika diikuti dengan terapi profilaksis.

LI 2.Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung RematikLO 2.1Memahami dan menjelaskan Definisi Penyakit Jantung Rematik Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease(RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR). (Madiyono,2001) Demam rematik (rheumatic fever = RF) : suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat (Stollerman, 1972). Penyakit jantung rematik (rheumatic heart disease = RHD) : suatu keadaan dimana katup jantung mengalami kerusakan akibat demam rematik (American heart association, 2010). Demam Reumatik adalah suatu penyakit peradangan multisystem akut,diperantarai secara imunologis,yang terjadi setelah suatu episode faringitis streptokokus grup A setelah interval beberap minggu (Robbin,2003)LO 2.2Memahami dan menjelaskan klasifikasi Penyakit Jantung RematikPJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantungyang berat padaserangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanyariwayat DR akut. Hal ini terutamadidapatkan pada penderita dewasa denganditemukannya kelainan katup. Kemungkinan sebelumnyapenderita tersebutmengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat dantidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan adalah pada katupmitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada katup aorta. Klasifikasi PJR memiliki 4 (empat) bagian,di antaranya insufisiensi mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan stenosis aorta.a. InsufisiensiMitral(Regurgitasi Mitral)Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anak-anak dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga daun katup tidak dapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya regurgitasidarah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada kelainan ringan tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak bertambah secara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitralmerupakan klasifikasi ringan,karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakansalah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.Pada penyakit ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda gagaljantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.b. Stenosis MitralStenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh PJR. Perlekatan antardaun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral(tidak dapat menutup sempurna) juga dapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapat membuka sempurna). Ini akan menyebabkan bebanjantung kanan akan bertambah,sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yangdapat menyebabkan gagal jantung kanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang beratc. Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini terdapatpenyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aortadapat disebabkan oleh dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan inidapat terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibatperubahan-perubahan yang terjadisetelah proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifat asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasiPJR yang sedang. Halini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat, karena dapat menyebabkan gagal jantung.d. Stenosis aortaStenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler. Gejala-gejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjuttermasuk gagal jantung dan kematian mendadak.Pemeriksaan fisik pada stenosis aorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan denyut arteri melambat.

LO 2.3Memahami dan menjelaskan Etiologi Penyakit Jantung RematikAda hubungan antara ISPA (karena Streptococcus group A -hemolytic) dengan demam rematik akut dan penyakit jantung rematik. Sebanyak 66% pasien dengan fase akut demam rematik, memiliki riwayat ISPA beberapa minggu sebelumnya. Hasil pemeriksaan serologis pasien dengan demam rematik akut hampir selalu menunjukkan bahwa pasien tersebut pernah terinfeksi Streptococcus group A. Titer antibodi umumnya lebih tinggi daripada pasien infeksi Streptococcus group A tanpa demam rematik akut.(Nelson, 2011)

Onset dari demam rematik terjadi 1-4 minggu setelah terinfeksi oleh bakteri Streptococcus pyogenes, meskipun infeksinya hanya menunjukkan gejala klinis yang ringan, sehingga tidak dapat terdeteksi. Umumnya, risiko timbulnya demam rematik lebih tinggi pada pasien dengan radang tenggorokan akibat infeksi streptococcus.

Demam rematik diketahui dapat direaktivasi oleh infeksi streptococcus yang rekuren/berulang. Serangan demam rematik pertama awalnya hanya menyebabkan kerusakan jantung yang ringan, namun dengan meningkatnya serangan, maka tingkat kerusakannya semakin tinggi. Oleh karena itu, penting dilakukan profilaksis dari infeksi S. pyogenes yang berulang.(Brooks, 2007)

Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial. Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit.

Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data sebagai berikut:1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar antibodi terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A, atau keduanya1. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens oleh beta-Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan hanya sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis Streptococcus yang tidak diobati1. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika(Pusponegoro, 2004)Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.Faktor-faktor pada individu:1. Faktor genetikAdanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.1. Jenis KelaminDemam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.1. Golongan Etnik dan RasData di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.1. UmurUmur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Marlowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.1. Keadaan Gizi dan lain-lainKeadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.1. Reaksi AutoimunDari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada demam reumatik.Faktor-faktor lingkungan:1. Keadaan sosisal ekonomi yang burukMungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.1. Iklim dan GeografiDemam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.1. CuacaPerubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

LO 2.4Memahami dan menjelaskan Epidemiologi Penyakit Jantung Rematik Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis dengan 60% mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit ini memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi. Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni insufisiensi.(Burke & Butanny, 2011)

Gambar 1. Prevalensi penyakit jantung rematik pada anak usia 5-14 tahun. (Fauci, 2012)

LO 2.5Memahami dan menjelaskan Patogenesis dan Patofisiologi Penyakit Jantung RematikPatogenesis PJR adalah respon imun yang tertunda terhadap faringitis yang disebabkan Streptococcus grup A dan manifestasi klinis pada individu ditentukan oleh kerentanan host, genetik, virulensi dari kuman, dan lingkungan yang kondusif. Geografis berpengaruh pada variasi prevalensi serogrup dari Streptococcus -hemolitik. Dinegara tropis sampai 60-70% isolat dari tenggorokan anak-anak tanpa gejala menunjukan serogrup C dan G. Sebaliknya, di daerah beriklim sedang, serogrup Aisolat dominan (50-60. Sekule non supuratif, seperti RF dan RHD, terlihat hanya setelah Streptococcus grup A menginfeksi saluran pernapasan bagian atas. . Bukti baru menunjukkan bahwa limfosit T memainkan peran penting dalam patogenesis PJR. Sebuah postulat juga manyatakan bahwa Streptococcus grup A M types bersifat potensial reumatogenik.Streptococcus superantigen Superantigen adalah glikoprotein yang disintesis oleh bakteri dan virus yang dapat menjembatani kompleks molekul histokompatibiliti mayor kelas II dan rantai nonpolimorfik V pada reseptor sel T, menstimulasi pengikatan antigen, sehingga terjadi pelepasan sitokin atau limfosit T teraktivasi menjadi sel sititoksik. Pada kasus PJR, proses terjadi terutama pada aktivitas superantigen-like dari fragmen protein M (PeP M5). Aktivasi superantigen tidak terbatas pada sel T saja. Toksin eritrogenik Streptococcus juga berperan sebagai superantigen terhadap sel B, menyebabkan produksi antibodi autoreaktif.Peran host dalam perkembangan demam rematik dan penyakit jantung reumatik Penelitian Pedigree menyatakan bahwa respon kekebalan dikendalikan secara genetik, dengan responsivitas tinggi terhadap antigen dinding sel Streptococcus Yang diwariskan melalui gen resesif tunggal, dan respon yang rendah melalui gen dominan tunggal. Data lebih lanjut menunjukkan bahwa gen pengendalirespon level rendah terhadap antigen Streptococcus terkait erat dengan antigen leukosit manusia kelas II (HLA).Demam Rematik terjadi karena terdapatnya proses autoimun antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic Streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus- hemolyticus group A, maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibodi. Karena sifat antigen dan antibodi sama, maka akan menyerang komponen jaringan tubuh yaitu merusak jaringan miokard. Salah satu toxin yang berperan adalah Stretolysin titer O (suatu produk ekstraseluler Streptococcus- hemolyticus group A yang bersifat toksik terhadap jaringan miokard). Serum imunoglobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapatkan radang Streptococcus terutama IgG dan IgA.

Patofisiologi

Faktor OrganismeBerdasarkan evidence yang ada saat ini, demam rematik akut secara eksklusif disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas oleh bakteri Streptococcus group A. Beberapa strain yang dikteahui dapat menyebabkan demam rematik antara lain serotype-M (tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19, 24, 27, dan 29), namun pada daerah dengan incidence rate yang tinggi, strain Streptococcus group A apapun dapat menyebabkan demam rematik.(Fauci, 2012)

Faktor HostKurang lebih sebanyak 3-6% populasi suseptible terkena demam rematik akut. Pada level genetik, diketahui bahwa suseptibilitas demam rematik akut memiliki karakteristik yang diturunkan. Temuan ini dilakukan terutama pada individu kembar monozigot. Suspetibilitas ini kaitannya erat dengan alel dari Human Leukocyte Antigen (HLA) II. Tinginya ekspresi beberapa alloantigen tertentu pada sel B, misalnya D8-17, ditemukan pada pasien dengan riwayat demam rematik akut. Gen ini juga ternyata diekspresi pada keluarganya.(Fauci, 2012)

Respon ImunKetika host yang suseptibel terinfeksi streptococcus group A, reaksi autoimun dapat terjadi, yang berujung pada perusakan jaringan tubuh normal (hal ini akibat dari cross-reactivity antara epitop organisme bakteri dengan epitop manusia). Cross-reactive epitop ini ada pada protein streptococcus M dan karbohidrat N-acetylglucosamine dari streptococcus group A. Diketahui bahwa epitop tersebut secara imunologis mirip dengan beberapa antigen yang dimiliki manusia, misalnya myosin, tropomyosin, keratin, actin, laminin, vimentin, dan N-acetylglucosamine. Saat ini diketahui bahwa awal dari perusakan sel adalah karena adanya antibodi cross-reactive yang menempel pada endotel valvula jantung, sehingga menyebabkan aktifnya sel T CD4+, dan ujungnya menyebabkan inflamasi yang dimediasi oleh sel T.(Fauci, 2012)

Gambar 2. Pathway patofisiologi demam rematik dan penyakit jantung rematik (Fauci, 2012)

Kerusakan JantungSebanyak 60% pasien demam rematik akut dapat mengalami penyakit jantung rematik. Lapisan endokardium, miokardium, dan perikardium dapat mengalami kerusakan. Kerusakan valvular (katup) terutama, merupakan kerusakan khas pada penyakit jantung rematik. Katup mitral hampir selalu terserang, dan terkadang juga memengaruhi katup aorta; meski demikian, kerusakan katup aorta tanpa adanya kerusakan katup mitral sangat jarang terjadi. Kerusakan katup awalnya dapat menyebabkan regurgitasi. Selama beberapa tahun, terutama apabila terjadi secara rekuren, maka dapat terjadi penebalan cuspis, perlukaan, kalsifikasi, dan stenosis valvular. Oleh karena itu, manifestasi yang menjadi karakteristik penyakit jantung rematik antara lain regurgitasi mitral, dan terkadang juga diikuti oleh regurgitasi aorta. Inflamasi myokardium dapat menyebabkan perubahan jalur konduksi listrik, yang pada EKG menyebabkan pemanjangan interval PR (AV block derajat satu, ataupun derajat yang lebih tinggi meskipun jarang terjadi), dan mengecilnya bunyi jantung 1.(Fauci, 2012)

Patologi AnatomiProtein Mpada Streptococcus group A ( M1,M5,M6, dan M19 ) bereaksi silang dengan glikoprotein pada jantung seperti miosin dan tropomiosin, dan endotelium katup.

Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-heliks koil protein yang adalah bagian dari struktur membran katup. Katup yang paling sering terkena secara urutan mulai dari yang tersering adalah mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonal. Dalam banyak kasus katup mitral diikuti 1 atau 3 katup lainnya.

Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati endotelium katup, dan diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal kabohidrat dengan pelepasan TNF dan Interleukin.

Selama demam rematik akut fokal inflamasi ditemukan pada berbagai jaringan yang terutama dapat dibedakan di dalam jantung yang disebut badan Aschoff. Badan Aschoff ini terdiri dari fokus-fokus eosinofil yang menelan kolagen dikelilingi limfosit, terutama sel T terkadang plasma sel dan makrofag besar yang disebut sel Anitschkow, yang merupakan patognomonik dari demam rematik. Sel yang berbeda ini memiliki sitoplasma yang berlimpah dan nukleisemtral bulat-panjang dimana kromatin ditengah, ramping, seperti pita bergelombang yang disebut caterpillar cell.

Selama fase akut, inflamsi difus dan badan Aschoff dapat ditemukan pada ketiga lapisan dari jantung, perikardium, miokardium dan endokardium yang disebut sebagai pankarditis. Pada perikardium, inflamasi diikuti oleh eksudat fibirinous atau serofibrinous sehingga diistilahkan perikarditis bread and butter yang biasanya akan bersih tanpa sekule. Padamiokarditis, badan Aschoff tersebar luas pada jaringan intersitial dan sering juga perivaskulat. Keterlibatan terus menerus endokardium dan katup sisi kiri oleh fokus-fokusinflamasi menghasilkan nekrosis fibrinoid di dalam cuspis atau sepanjang korda tendinae dimana terletak vegetasi kecil berukuan 1-2mm yang disebut veruka di sepanjang garis penutupan. Proyeksi ieregular seperti kutil ini mungkin timbul dari presipitasi fibrin pada daerah erosi, berhubungan dengan inflamasi yang terjadi dan degenrasi kolagen dan menyebabakan gangguan kecil fungsi jantung.

Lesi sub endokardial, mungkin akan eksaserbasi oleh regurgitasi jets yang memulai penebalan iregular disebut plak MacCallum biasanya pada atrium kiri. PJR kronik memiliki karakter inflamasi akut dan subsekuen fibrosis. Dalam partikel kecil, daun katup menjadi menebal dan retraksi menyebabkan deformitas permaen. Perubahan anatomi utama pada katupmitral atau trikuspid adalah penebalan daun katup, fusi komisural dan pemendekan, serta penebalan dan fusi dari korda tendinae, membentuk seperti mulut ikan (fish-mouthdefromity) Pada penyakit kronis, katup mitral selalu abnormal, tetapi keterlibatan katup lain seperti aorta mungkin secara klinis adalah yang paling penting.

Secara mikroskopis terdapat fibrosis difus dan sering terdapat neovaskularisasi yang mengurangi lapisan awal dan susunan daun katup avaskular. Badan Aschoff digantikan oleh jaringan parut fibrosis sehingga bentuk diagnostik dari lesi ini jarang ditemukan padas pesimen jaringan autopsi dari pasien dengan PJR kronik.(Nelson, 2011; Kumar, 2013)

Gambar 3. Gambaran patologi anatomi pasien penyakit jantung rematik akut dan kronis. Gambar A. Mitral valvulitis reumatik akut bertumpang tindih dengan PJR kronik. Veruka terlihat sepanjang garis- garis penutupan daun katup mitral (lihat tanda panah). Episode valvulitis sebelumnya menyebabkan penebalan fibrous dan fusi chorda tendinae. Gambar B. Tampilan mikroskop dari badan Aschoff pada pasien dengan karditis rematik akut. Intersitium miokardium memiliki banyak sel inflamasi mononuklear meliputi beberapa histiosit yang besar dengan nukleoli prominen dan histiosis binuklear prominen dan sentral nekrosis. Gambar C dan D mitral stenosis dengan penebalan fibrous difu dan distorsi daun katup, fusi komisural ( lihat tanda panah) dan penebalan pemendekan korda tendinae. Dilatasi nyata dari atrium kiri terlihat pada atrium kiri. Gambar D Katup terbuka. Adanya neovaskularisasi pada anterior daun katup mitral (tanda panah). Gambar E spesimen dari aorta stenosis reumatik, memperlihatkan penebalan dan distorsi dari cusps dengan fusikomisural (Kumar, 2013)

LO 2.6Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinik Penyakit Jantung RematikBeberapa manifestasi klinis yang umum ditemui pada pasien demam rematik antara lain demam (seringkali >39C, namun bisa juga tidak terjadi demam tinggi), malaise, polyarthritis, dan adanya tanda-tanda inflamasi dari seluruh bagian jantung (endocardium, myocardium, pericardium). Poliarthritis terjadi pada 60-75% kasus, sementara carditis terjadi pada 50-60% kasus.

Pembagian stadiumPerjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium:

1. Stadium IStadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjad idiare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas padapenderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

2. Stadium IIStadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali chorea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

3. Stadium IIIMerupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

4. Stadium IVDisebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.

(Pusponegoro, 2004)

LO 2.7Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit Jantung RematikDiagnosisPemeriksaan Fisik Inspeksi1. Keadaan umum anak.2. Melihat ictus cordis pada dinding dada.3. Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dinding dada.4. Pada anak dengan penyakit DR ditemukan sesak napas, batuk-batuk, pembengkakan pada ekstremitas tersering bagian bawah.

Palpasi1. Memastikan ictus cordis yang mungkin terlihat padainspeksi2. Meraba denyut jantung.3. Melihat apakah kuat angkat atau tidak.

Perkusi1. Mengetahui batas-batas jantung2. Bila ada kardio,egali ,aka jantung akan semakin luas.

Auskultasi1. Mendengarkanbunyi-bunyi jantung2. Pada kasus ada gangguan pada katub mitral dan aorta sehinga bunyi jantung S1 dan S2 terganggu.

Terdapat beberapa tanda klinis yang khas pada pasien demam rematik akut episode pertama (belum berulang). Dapat dirasakan denyut ventrikel kiri yang lebih kuat, hal ini akibat dari pembesaran jantung. Pada onset yang baru saja terjadi, biasanya hanya terjadi dilatasi ventrikel kiri yang ringan. Sinus takikardi umum terjadi, namun fibrilasi atrium jarang. Bunyi jantung 1 bisa normal ataupun meredup, baik karena mitral regurgitation, pemanjangan interval PR, ataupun keduanya.

Bunyi jantung kedua biasanya normal ataupun melebar, tergantung dari derajat mitral regurgitation nya. Pada komponen pulmonal, biasanya bunyi jantung dua terdengar lebih keras akibat adanya hipertensi pulmonal akibat dari mitral regurgitation yang berat. Bunyi jantung 2 pada katup aorta biasanya redup pada kasus insufisiensi aorta, namun pada kasus demam rematik akut, biasanya normal. Bunyi jantung ketiga umum ditemui, namun tidak bisa digunakan sebagai penunjuk derajat keparahan dari mitral regurgitation nya. Bunyi jantung 3 ini perlu diperhatikan pada anak-anak, karena dapat terdengar meskipun anak tidak dalam keadaan patologis.

Murmur pansistolik dapat didengar dengan baik pada bagian apex, dan biasanya dapat menjalar ke axilla hingga ke punggung; apabila murmur terdengar hingga punggung, maka ada dugaan mitral regurgitation berat. (Lilly, 2012)

Gejala mayor dari demam rematik adalah poliartritis, karditis, Chorea, eritema marginatum, dan nodul subkutan. Gejala mayor ini dapat muncul sendiri atau bersama setalah masa laten sampai lima minggu setelah terjadi infeksi streptokokus. Selain gejala mayor ada pula gejala minor yang ditandai dengan demam, atralgia serta hasil pemeriksaan penunjang yang menunjukan adanya reaksi peradangan akut dan hasil elektrokardiogram yang menunjukan adanya interval PR yang memanjang.

Kriteria Major1. Arthritis Poliartritis migrains merupakan gejala yang paling umum pada demam rematik. Umumnya terjadi demam dan sendi-sendi besar.Lutut, pergelamgam kaki, siku, pergelangan tangan merupakan tempat-tempat yang sering terkena. Pada persendian akan nampak kemerahan, teraba hangat, dan nyeri. Kadang rasa nyeri ini mengakibatkan pasien menolak untuk menggerakan anggota badannya sehingga nampak seperti terjadi kelumpuhan. Karakteristik dari arthritis ini adalah sifatnya yang berpindah-pindah dengan menunjukan tanda-tanda penyembuhan pada satu sendi sebelum muncul pada sendi lainnya. Karakteristik lainnya adalah arthritis pada demam rematik ini memberikan respon yang baik terhadap pemberian salisilat. Pasien umumnya menunjukan penyembuhan yang cepat dan total setelah pemberian aspirin. Arthritis pada demam rematik jarang bertahan lebih dari 48 sampai 72 jam setelah pemberian terapi salisilat.

2. KarditisKarditis merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium atau perikardium, dapat mengenai salah satu maupun ketiga-tiganya(pankarditis) Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena hanya karditislah yang meninggalkan gejala sisa.. Gejala dini karditis adalah adnya rasa lelah, pucat, tidak bergairah, dan anak tampak sakit meski belum ada gejala spesifik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bunyi jantung satu melemah, terdengaradanya bising jantung. Bising ini dapat berupa bising didaerah apeks, bising middiastol, atau bising diastolic basal. Perikarditis muncul diawali rasa nyeri didaerah umbilicus akibat penjalaran nyeri didaerah diafragma. Selain itu dapat ditemukan juga friction rub, efusi pericardium dan kelainan pada EKG.gambaran EKG yang paling sering ditemukan pada penderita adalah pemanjangan interval PR.Pemeriksaan radiology dengan membuat foto toraks menunjukan adanya pembesaran ventrikel kiri, atau gambaran jantung yang membesar dan disertai efusi pericardium. Tanda penting karditis rematik adalah bising jantung organic yang sebelumnya tidak ditemukan atau adanya perubahan karakter dari bising jantung yang sudah ada, pembesaran jantung, gagal jantung kongestif dan friction rub pericardial atau tanda-tanda efusi.

3. ChoreaChorea adalah gerakan yang cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan, sering kali disertai dengan kelemahan otot, sering terdapat pada anak perempuan. Sering dijumpai pada satu anak berkali-kali tanpa disertai manifestasi klinis lainnya. Manifestasinya berupa gerakan yang involunter, tanpa tujuan, inkoordinasi muscular, fasikulasi otot lidah, kontraksi irregular dari otot-otot tangan apabila pasien diminta menggenggam jari pemeriksa. Tanda yang khas pada pemeriksaan fisik adalah refleks patella, tungkai akan perlahan-lahan kembali pada posisi semula setelah patella terpukul.

4. Eritema marginatum Eritema marginatum adalah bercak-bercak merah muda yang bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang tanpa indurasi, dan tidak gatal. Bila ditekan warnanya akan menjadi pucat. Lesi ini tidak pernah ditemukan pada daerah wajah. Keadaan ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan. Kelainan ini tidak dipengaruhi oleh obat-obat antiinflamasi.

Gambar 3. Erythema marginatum (Nelson, 2011)

5. Nodul subkutan Nodul subkutan biasanya berukuran kecil, tidak terasa sakit, keras, mudah digerakan. Biasanya ditemukan pada bagian ekstensor dari persendian terutama siku, lutut, pergelangan tangan dankaki. Nodul ini seringkali tidak diketahui oleh pasien dan baru dketahui pada pemeriksaan fisik. Nodul biasanya muncul beberapa minggu setelah serangan demam rematik dan sering dianggapsebagai tanda prognosis buruk, sebab sering kali diserati dengan karditis berat. Selain gejala-gejala mayor tersebut, gejala-gejala minor seperti demam, atralgia, nyeri di daerah abdominal, takikardi dan epistaksis bisa menunjang gejala mayor dalam menegakan diagnosis.

Kriteria MinorTerdapat 2 kriteria minor, yaitu arthralgia (tanpa adanya polyarthritis sebagai kriteria major) dan demam (biasanya dengan temperatur di atas 39C, dan terjadi pada awal perjalanan penyakit). Dua pemeriksaan laboratorium yang menjadi kriteria minor antara lain peningkatan C-reactive protein, ESR (erythrocyte sedimentation rate) dan pemanjangan interval PR pada EKG (heart block derajat 1). Meski demikian, pemanjangan interval PR sendiri bukan menjadi bukti adanya karditis.

Tabel 1. Kriteria pada diagnosis demam rematik dan penyakit jantung rematik WHO 2002-2003, berdasarkan kriteria Jones revisi tahun 1992 (Fauci, 2012)

Pemeriksaan Penunjang

1) Kultur tenggorokDengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup A negatif pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A atau infeksi Streptococcus dengan strain yang lain.2) Rapid antigen testPemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angka spesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.3) Antistreptococcal antibodiAntibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman tersebut, dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak. Pemeriksaan titer ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak dikatakan positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akut demam rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A di tenggorokan. 4) Protein fase akutPada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive protein positif; yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat antirematik.5) Pemeriksaan Imaginga) Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru yang merupakan gejala gagal jantung.b) Doppler-echocardiogramPemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsi ventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat fase akut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam beberpa minggu sampai bulan. Pasien dengan carditis sedang sampai berat mengalami mitral dan atau aorta regurgitasi yang menetap.Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat progresivitas dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan dilakukan intervensi pembedahan. Didapatkan gambaran katup yang menebal, fusi dari commisurae dan chordae tendineae. Peningkatan echodensitas dari katup mitral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi.6) Kateterisasi jantungPada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada kasus kronik, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral dan aorta dan untuk melakukan balloon pada mitral stenosis.7) EKGPada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

Gambar 2.5 Sinus Takikardia (www.cardionetics.com)

AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran PR interval memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak digunakan untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block tidak berhubungan dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.

Gambar 2.6 AV Block derajat I (www.medicalnotes.com) AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik, block ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.

Gambar 2.7 AV Block derajat II Type I (www.medicalnotes.com)

Gambar 2.8 AV Block derajat II Type II (www.medicalnotes.com)

Gambar 2.9 AV Block derajat III (www.medicalnotes.com) Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.

Gambar 2.10 Atrial Flutter (http://library.med.utah.edu)

Gambar 2.11 Atrial Fibrilasi (http://library.med.utah.edu)8) Pemeriksaan histologi Aschoff bodies (focus eosinofil yang dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan makrofag) dapat ditemukan di pericardium, myocardium, dan endocardium.

Gambar 2.12Aschoff bodies (Binotto, 2002)

Beberapa studi menunjukkan bahwa echocardiography (ECG) lebih sensitif untuk mendeteksi patologi valvular daripada metode auskultasi. Pada pasien demam rematik, bisa saja ditemukan insufisiensi aorta pada ECG, yang murmurnya tidak dapat terdengar pada auskultasi (namun hal ini terjadi pada minoritas pasien). Banyak literatur yang membahas karakteristik hasil ECG pada pasien carditis rematik, namun tidak ada konsistensi hasilnya. Insufisiensi mitral merupakan hal yang paling umum ditemui. Lesi nodular dapat dimukan pada minoritas pasien (25 %). ECG, pada kasus ini, hanya berguna untuk mengonfirmasi adanya kelainan pada auskultasi, yang tujuannya mengesampingkan beberapa keadaan antara lain: kelainan jantung kongenital, murmur fisiologis, hipertensi pulmonal, penebalan valvula, dan insufisiensi valvular. (Lilly, 2012)

Gambar 4. Gambaran echocardiography transthoracic anak laki-laki berusia 5 tahun dengan penyakit jantung rematik kronis. Gambaran diastolik menunjukkan penebalan katup, resktriksi valvula atrioventricularis sinistra cuspis anterior, dan adanya penarikan dari cuspis ke arah septum interventricularis. AV: aortic valve, LA: left atrium, LV: left ventricle, MV: Mitral valve, RV: right ventricle. (Fauci, 0212)

LaboratoriumPada pasien demam rematik, ditemukan peningkatan ESR (eryhtocyte sedimentation rate) dan CRP (C-reactive protein) secara signifikan. Keduanya merupakan marker yang dapat mengetahui derajat keparahan respon autoimunnya, dan juga dapat mengetahui aktivitas inflamasi yang diasosiasikan dengan arthritis serta karditis. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan titer antibodi terhadap streptococcus, misalnya antistretpolysin O (ASTO), anti deoxyribonuclease B, antihyaluronidase, dan streptozyme. Pemeriksaan ini lebih spesifik, namun perlu diperhatikan bahwa antibodi meningkat dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan setelah terjadinya faringitis streptococcal, plateau setelah 3-6 bulan, dan menurun dalam waktu 1 tahun atau kurang.

(Lilly, 2012)Diagnosis BandingBeberapa diagnosis banding pada demam rematik, meliputi penyakit infektif maupun non-infektif. Apabila pada anak ditemukan arthritis, maka yang harus dipikirkan adalah penyakit vaskular. Rheumatoid arthritis harus dibedakan dengan demam rematik akut. Anak-anak dengan rheumatoid arthritis cenderung berumur lebih muda dan biasanya menunjukkan rasa sakit sendi yang lebih ringan daripada demam rematik akut. Limfadenopati, splenomegali, dan peningkatan suhu tubuh yang sangat cepat menunjukkan gejala ke arah rheumatoid arthritis daripada demam rematik akut. Respon terapi salisilat lebih rendah pada kasus rheumatoid arthritis dibandingkan dengan demam rematik akut. Systemic lupus erythematosus (SLE) biasanya dapat dibedakan dengan demam rematik yaitu apabila terdapat adanya antinuclear antiobdy (ANA) pada SLE. (Nelson, 2011)

Tabel 2. Beberapa differential diagnosis kasus demam rematik akut (Nelson, 2011)

LO 2.8Memahami dan menjelaskan Penatalaksaan Penyakit Jantung RematikPasien demam rematik akut harus dimonitor secara saksama untuk memulai terapi apabila terjadi gagal jantung, dan juga tindakan preventif (termasuk juga profilaksis sekunder), serta edukasi medis. Saat ini belum ada terapi untuk demam rematik akut yang terbukti dapat mengurangi terjadinya penyakit jantung rematik. Terapi pada demam rematik akut bersifat simptomatis, kecuali apabila terjadi gagal jantung.

Gambar 5. Algoritma terapi simptomatis pada pasien demam rematik akut (Lilly, 2012)

AntibiotikSemua pasien demam rematik akut harus diberikan antibiotik yang cukup untuk menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus group A. Penicillin merupakan drug of choice dan bisa diberikan per oral (phenoxylmethyl penicillin 500 mg {250 m untuk anak