blok 24 (ADB)

21
Anemia Defisiensi Besi pada Anak Ika Puspita Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA PENDAHULUAN Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama, terutama di negara berkembang. Anema bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Anemia dapat terjadi pada segala usia. Klasifikasi anemia dibedakan berdasarkan morfologi dan etiologinya. Untuk dapat menegakkan diagnosis anemia dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Pada anak yang tersering adalah anemia akibat infeksi atau inflamasi kronis, dan anemia akibat defisiensi nutrisi. Pada makalah ini akan dibahas mengenai anemia pada anak. Ika Puspita, NIM: 102011036, Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510, [email protected] 1

description

Anemia Defisiensi Besi

Transcript of blok 24 (ADB)

Page 1: blok 24 (ADB)

Anemia Defisiensi Besi pada Anak

Ika Puspita

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

PENDAHULUAN

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh

dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama, terutama di negara berkembang. Anema

bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam

penyakit dasar. Anemia dapat terjadi pada segala usia. Klasifikasi anemia dibedakan

berdasarkan morfologi dan etiologinya. Untuk dapat menegakkan diagnosis anemia

dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Pada anak yang tersering adalah anemia akibat infeksi

atau inflamasi kronis, dan anemia akibat defisiensi nutrisi. Pada makalah ini akan dibahas

mengenai anemia pada anak.

Ika Puspita, NIM: 102011036, Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana, Jl. Arjuna

Utara No.6 Jakarta 11510, [email protected]

1

Page 2: blok 24 (ADB)

SKENARIO 7

Seorang anak perempuan berusia 6 thun dibawa oleh ibunya ke puskesmas dengan

keluhan utama pucat sejak 3 bulan yag lalu. Selain itu anak sering merasa cepat lelah.

Riwayat perdarahan dan demam disangkal oleh ibu pasien. Tidak ada anggota kelurga yang

menderita batuk lama.

ANAMNESIS1

1. Identitas pasien

Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan

2. Keluhan utama pasien, onset

Pasien anemia memiliki gejala yang bermacam-macam, diantaranya adalah lelah,

sesak napas, malaise, atau bahkan tanpa gejala.

3. Keluhan tambahan

Apakah disertai demam ?

Apakah ada keluhan mual, muntah ?

4. Riwayat penyakit sekarang

Apakah keluhan muncul secara mendadak atau bertahap.

Apakah pasien memiliki penyakit kronis (gagal ginjal, artritis reumatoid, SLE, dll).

Apakah ada tanda kegagalan sumsum tulang (memar, perdrahan, infeksi yang

rekuren, dll).

Adakah tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (defisiensi B12)

Apakah mengalami penurunan berat badan ?

Bagaimana BAB, BAK pasien ? apakah ada darah ?

5. Riwayat penyakit dahulu

Adakah sebelumnya pernah mengalami gejala yang sama ?

Apakah sebelumnya menderita penyakit infeksi (malaria, demam berdarah, dll).

6. Riwayat pribadi-sosial

Bagaimana kebiasaan makan pasien ?

Bagaimana riwayat kelahiran pasien ?

Apakah pasien mendapat imunisasi lengkap ?

7. Riwayat keluarga

Adakah anggota keluarga yang memiliki gejala sama ?

2

Page 3: blok 24 (ADB)

8. Riwayat obat

Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat-obatan (imunosupresan, dll).

PEMERIKSAAN FISIK1

1. Keadaan umum

Apakah pasien sakit ringan/sedang/berat ?

2. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

Suhu,frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi napas.

3. Pemeriksaan Fisik

Berat badan pasien.

Apakah konjungtiva anemis ?

Apakah telapak tangan tampak pucat ?

Adakah koilonikia atau keilitis agularis

Adakah tanda ikterus ?

Apakah terdapat memar-memar pada tubuh pasien ?

4. Pemeriksaan Organ

Apaka ditemukan pembesaran pada hepar, lien ?

Apakah didapatkan kelainan pada jantung, ginjal ?

PEMERIKSAAN PENUNJANG2,3

Pada dasarnya diagnosis anemia dapat didiagnosis berdasar anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Akan tetapi, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui etiologi

dari anemia tersebut, sebab anemia biasa memiliki penyakit dasar.

1. Darah lengkap

Pemeriksaan darah lengkap yaitu suatu jenis pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan darah

lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter pemeriksaan.

- Hemoglobin

- Hematokrit

- Leukosit

- Trombosit

- Eritrosit

3

Page 4: blok 24 (ADB)

- Indeks eritrosit (MCV, MHC, MCHC)

- Laju endap darah (LED)

- Hitung jenis leukosit (Diff Count)

- Platelet distribution width

- Red cell distribution width

Tabel 1. Nilai Pemeriksaan Darah Lengkap Sejak Bayi Hingga Dewasa

UmurHb

(g/dL)Ht

(%)Rt

(%)MCV

(fl)Leukosit(sel/mm3)

Netro fil

(%)

Limfosit

(%)

Eosinofil(%)

Monosit(%)

Tali pusat

2 minggu

3 bulan

6 bl-6th

7-12th

Dewasa

-wanita

-pria

13,7-20,1

13,0-20,0

9,5-14,5

10,5-14,0

11,0-16,0

12,0-16,0

14,0-18,0

45-65

42-66

31-41

33-42

34-40

37-47

42-52

5,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,6

110

70-74

76-80

80

80

9.000-30.000

5.000-21.000

6.000-18.000

6.000-15.000

4.500-13.500

5.000-10.000

61

40

30

45

55

55

31

63

48

48

38

35

2

3

2

2

2

3

6

9

5

5

5

7

Sumber : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak vol.2. ed.15. Jakarta : EGC, 2000

Pemeriksaan ini cukup penting karena dari sini dapat memastikan adanya anemia, dan

mengarahkan kepada penyebab anemia berdasarkan morfologi eritrosit.

Morfologi eritrosit dapat diketahui berdasarkan MCV dan MCH. MCV didapat lansung

atau dapat juga dengan menggunakan rumus perbandingan hematokrit dan eritrosit

dikalikan 10 (nilai rujukan 80-95 fl). Sedang MCH didapat dari perbandingan hemoglobin

dengan eritrosit dikali 10 (nilai rujukan 27-34 pg). Hasil MCV normal maka dapat

diketahui bahwa ukuran eritrosit normal, apabila hasil MCV lebih rendah maka eritrosit

mikrositik, dan bila lebih tinggi maka eritrosit makrositik. Hasil MCH yang normal

menunjukkan eritrosit normokrom, lebih rendah menunjukkan eritrosit hipokrom dan

sebaliknya.

2. Apusan darah tepi

Pemeriksaan ini biasa lebih berguna pada anemia normositik. Sebab dengan pemeriksaan

ini dapat dilihat morfoloagi sel lebih spesifik, bila terdapat sel yang abnormal seperli bite

cell, sferositik sel, sickle cell, ring cell, dll.

4

Page 5: blok 24 (ADB)

3. Pemeriksaan Sumsum tulang

Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai

keadaan sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini diperlkan mutlak untuk diagnosis anemia

aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik.

4. Kimia Darah (SI, TIBC, Serum feritin, reseptor transferin, protoporfirin, ...)

Pemeriksaan ini mutlak diperlukan untuk pasien anemia dengan eritosit mikrositik

hipokrom. SI (serum iron) adalah kadar besi dalam serum, TIBC menunjukkan tingkat

kejenuhan apotransferin terhadap besi. Serum feritin merupakan indikator cadangan besi

yang sangat baik, kecuali pada keadaan inflamasi dan keganasan tertentu.

5. Analisis Tinja

Pemeriksaan ini salah satu cara untuk mengetahui penyebab dasar dari defisiensi besi.

DIAGNOSIS BANDING

Berdasarkan usia anemia yang sering adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Etiologi anemia berdasarkan kelompok usia

Kelompok usia Etiologi anemia tersering

Neonatus

< 6 bulan

6 bulan – 2 tahun

Anak lebih besar

Remaja

Perdarahan, hemolisis

Anemia fisiologik, diamond-blackfan syndrome

Anemia nutrisional, inflamasi

Infiltrasi sumsum tulang

Anemia nutrisional

Sumber : Singh U, Kumar S, Yadav SP, Sachdeva A. Laboratory evaluation of a patient with anemia. In :

Practical pediatric hematology. 2nd ed. New Delhi : Jaypee Brother Med Publisher,2012.p.25

SEGI NUTRISI

Dikarenakan pasien memiliki berat badan yang kurang, ada kemungkinan bahwa anemia

disebabkan oleh nutrisi yang tidak adekuat. Dalam hal ini yang berperan adalah asam folat

dan B12.3,4

5

Page 6: blok 24 (ADB)

1. Anemia defisiensi B12

Manifestasi hematologis dari defisiensi kobalamin adalah rasa lemah, nyeri kepala

ringan, tinitus, palpitasi, angina, dan tanda-tanda kongestif lain. Tanda fisik daei pasien

dengan defisensi kobalamin yaitu, pucat dengan kulit sedikit kekuningan begitu juga

mata. Peningkatan kadar bilirubin ada kaitannya dengan pelipat gandaan sel-sel eritroid

dalam sumsum tulang. Nadi denyutnya xepat, jantung membesar dengan bising sitolik.

2. Anemia Defisiensi Folat

Pasien dengan defisiensi asam folat lebih sering kurang gizi dibanding defisiensi

kobalamin. Manifestasi hematologis dari defisiensi asam folat adalah sama dengan

defisiensi kobalamin.

Kedua defisiensi tersebut termasuk ke dalam anemia megaloblastik. Pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan eritrosit makrositosis. Kadar vit.B12 dan asam folat dalam serum

dapat juga dilihat untuk membantu diagnosis. Selain itu masih ada beberapa pemerksaan

yang dapat dilakukan.

SEGI MORFOLOGI5

3. Thalasemia minor

thalasemia sering mengalami salah diagnosa dengan anemia defisiensi besi karena

keduanya memiliki eritrosit mikrositik. Pemeriksaan penunjang lebih lanjut memegang

peranan penting untuk memastikan diagnosis ini. Pemeriksaan SI, dan serum ferritin

digunakan untuk menyingkirkan anemia defisiensi besi.

Kesalahan menegakkan diagnosis dapat menjadikan terapi besi berkelanjutan untuk

pasien thalasemia. Padahal sebenarnya sama sekali tidak dibutuhkan. Jika kelebihan zat

besi terus menerus, dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa organ termasuk

jantung, hati disfungsi endokrin. Hepato-splenomegali cukup sering ditemukan pada 60-

70% pasien.5-8

4. Anemia Penyakit Kronis

Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun

keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan

penurunan berat badan. Pada umumnya, anemia pada penyakit kronik ditandai dengan

kadar Hb 7-11 gr/dL, kadar Fe serum menurun disertai kadar TIBC yang rendah,

6

Page 7: blok 24 (ADB)

cadangan Fe tinggi. Beberapa penyakit kronis yang berhubungan dengan anemia adalah

tuberkulosis, HIV, osteomielitis, abses paru, endokarditis, dll. Pada pemeriksaan fisik

umumnya hanya ditemukan konjungtiva yang anemis tanpa kelainan yang khas.

Pemeriksaan laboratorium umumnya normokrom normositer, tetapi banyak yang

memberikan gambaran mikrositer hipokrom.9

DIAGNOSIS KERJA : Anemia Defisiensi Besi10-13

Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi,

ganggguan pada absorbsi, kehilangan besi akibat perdarahan kronik, atau kebutuhannya yang

meningkat.

1. Rendahnya asupan gizi

Zat besi dalam makanan dibagi dalam heme dan non heme. Daging merupakan sumber

zat besi heme. Sedangkan zat besi yang berasal dari sayuran merupakan sumber zat besi

non heme. Keduanya memiliki struktur yang sama, dimana memiliki 6 ikatan koordinat,

akan tetapi pada zat besi heme 4 diantaranya telah mengikat pyrrole sehingga tidak akan

mengikat zat lain yang dapat menghambat penyerapan. Beberapa zat diantaranya yang

dapat menghambat penyerapan zat besi adalah phytate, oksalat, fosfat, karbonat, dan

tanat. Sedangkan asam askorbat meningkatkan penyerapan.

2. Perdarahan kronik

Perdarahan pada saluran cerna seperti pada tukak peptik, pemakaian NSAID, hemoroid,

kanker kolon, dan infeksi cacing tambang. Pada wanita menorrhagia, juga dapat

menyebabkan defisiensi besi. Perdarahan kronik jarang menjadi penyebab defisiensi besi

pada anak, akan tetapi infeksi cacing tambang prevalensinya cukup tinggi terjadi pada

anak terutama di negara berkembang.

3. Gangguan absorbsi

Akloridria berkepanjangan dapat menghasilkan defisiensi besi karena kondisi asam yang

diperukan untuk melepaskan besi (ferri) dari makanan tidak tersedia. Serat dan zat pati

juga menghasilkan malabsorbsi zat besi. Gastrektomi, kolitis kronik juga menyebabkan

penyerapan besi.

7

Page 8: blok 24 (ADB)

4. Kebutuhan yang meningkat

Kebutuhan zat besi pada anak usia sekolah dipengaruhi oleh pertumbuhan fisik dan

aktifitas fisik. Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti

pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui.

Epidemiologi

Anemia defisiensi besi merupakan masalah defisensi tersering pada anak diseluruh

dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Secara epidemiologi, prevalensi

tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak. Tahun pertama

kehidupan adalah kelompok rawan defisiensi besi, hal ini disebabkan karena relatif sedikit

makanan megandung besi yang dipasok, sehingga kebutuhan besi sulit tercapai.

Tabel 2. Nilai Rujukan Standar Asupan Zat Besi Berdasar Rata-Rata Berat Badan

Kelompok UsiaBerat

Badan (kg)Zat besi (mg/day)

Anak

Remaja (laki-laki)

Remaja (perempuan)

1-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

10-12 tahun

13-15 tahun

16-18 tahun

10-12 tahun

13-15 tahun

16-18 tahun

12,2

19,0

26,9

35,4

47,8

57,1

31,5

46,7

49,9

12

18

26

34

41

50

19

28

30

Dewasa

- Pria

- Wanita

60

50

28

30

Sumber : Rastogi N, Sachdeva A. Nutritional anemia. In : Practical pediatri hematology. New Delhi : Jaypee

Brothers Medical Publishers,2012.p.42

8

Page 9: blok 24 (ADB)

Patofisiologi

Anemia defisiensi besi adalah fase akhir dari proses panjang penurunan status zat besi

di dalam tubuh seseorang. Terdaat 3 fase jika dilihat dari beratnya kekurangan zat besi di

dalam tubuh.

1. Fase I (deplesi besi/iron depleted state) : terjadi penurunan cadangan besi (ferritin). Tetapi

penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu sehingga nilai hemoglobin dan serum

iron masih didapatkan dalam batas normal.

2. Fase II (eritropoesis defisiensi besi/iron deficient erythropoesis) : cadangan besi telah

kosong, penyediaan eritrosit untuk eritropoesis mulai terganggu tetapi belum

menimbulkan gejala anemia. Dalam fase ini serum iron, serum ferritin menurun, TIBC

meningkat.

3. Fase III (anemia defisiensi besi/iron deficiency anemia) : terjadi penurunan jumlah

produksi hemoglobin dan bentuk eritrosit mikrositik hipokrom akibat kekurangan besi.

Metabolisme Besi

Tubuh mendapatkan xat besi dari makanan. Seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, zat besi terdiri atas heme dan non-heme. Besi mengalami proses absorbsi untuk

memasukan besi dari usus ke dalam tubuh. Pada proses absorbsi, zat besi melalui beberapa

fase. Fase luminal adalah fase dimana makanan diolah di lambung, dimana suasana asam di

lambung menyebabkan besi dilepas dari ikatannya. Fase mukosal adalah fase dimulainya

penyerapan zat besi. Fase ini terjadi di mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Sel

absorbtif terletak di puncak vili usus (sel apikal). Kemudian pada brush border dari sel apikal

tersebut dirubahlah besi ferri menjadi besi ferro oleh enzim ferireduktase. Tranpor melalui

membran difasilitasi oleh DMT-1. Setelah masuk ke dalam sitoplasma, sebagian disimpan

dalam bentuk ferritin. Sebagian lainnya diloloskan melalui ferroportin ke kapiler usus. Dalam

proses tersebut kembali terjadi oksidasi ferro kembali menjadi ferri. Besi ferri kemudian akan

terikat dengan apotransderin. Fase korporeal dimulai setelah besi masuk ke dalam kapiler dan

terikat dengan apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel

RES melalui peoses pinositosis. Transferin dapat lagi mengikat 2 besi, setelahnya baru akan

terikat pada reseptornya yang ada pada permukaan sel (endosom). Endosom memliki pompa

proton sehingga setelah transferin yang mengikat besi menempel pada reseptornya, PH akan

diturunkan, sehingga transferin dapat melepas semua besi ke dalam sitoplasma. Setelahnya

9

Page 10: blok 24 (ADB)

transferin akan kembali menjadi apotransferin dan dapat dipergunakan kembali. Besi yang

diserap setiap hari hanya berkisar 1-2 mg, dengan ekskresi dalam jumlah yang sama. Besi

yang berikatan dengan transferin adalah besi yang berasal dari sumsum tulang.

Manifestasi Klinis

Gejala anemia defisiensi besi dibagi dalam 3 golongan besar : gejala umum anemia,

gejala khas defisiensi besi,, gejala penyakit dasar.

1. Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia, dan dijumpai bila hemoglobin turun dibawah 7-8

mg/dL. Gejala dapat berupa badan lemah, lesu, cepat lelahm maa berkunang-kunang,

telinga berdenging, dll. Pada anemia defisiensi besi penurunan terjadi perlahan sehingga

kadang gejala tidak terlalu mencolok.

2. Gejala khas defisiensi besi

Gejala yang khas dan tidak dijumpai pada anemia jenis lain.

- Koilonikia : kuku sendok, kuku menjadi rpauh, bergaris vertikal, dan cekung seperti

sendok.

- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin

- Stomatitis angularis : radanag pada sudut mulut.

- Disfagia : akibat kerusakan epitel hipofaring

- Atrofi mukosa gaster (menyebabkan akhlorisia)

- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim.

Kumpulan dari anemia mikrositik hipokrom, atrofi papil lidah, disfagia disebut juga

sebagai Plummer Vinson Syndrome.

3. Gejala penyakit dasar

Pada anemi defisiensi dapat dijumpai beberapa penyakit yang mendasari. Misalnya yang

tersering pada anak adalah infeksi cacing tambang maka akan dijumapi pembengkakan

kelenjar parotis, telapak tangan kuning, dispepsi.

10

Page 11: blok 24 (ADB)

Diagnosis

Anemia defisiensi besi dapay ditegakkan melalui 3 tahap. Tahap pertama adalah

emnentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin dan hematokrit. Tahap

kedua adalah memastikan adanya defisensi besi. Untuk kedua tahap ini dipakai kriteria

berikut.

Ditemukannya eritrosit mikrositik hipokrom (MCV < 80 fl, MCHC < 31 %) ditambah

dengan salah satu dari a,b,c, atau d.

a. 2/3 parameter ini : SI < 50 mg/dL, TIBC > 350 mg/dL, saturasi transferin < 15%

b. Feritin serum < 20 mg/dL

c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prussia

d. Pemberian sulfa ferrosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu meningkatkan kadar

hemoglobin lebih dari 2 mg/dL.

Tahap ketiga adalah mencari penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi.

Tahap ini menjadi sulit karena harus menggunakan beberapa pemeriksaan. Anemia pada anak

dapat misalnya dapat dilakukan pemeriksaan apusan darah samar untuk mengetahui apakah

ada infeksi cacing tambang.

Terapi

Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi.

1. Terapi kausal : terapi terhadap penyebab. Misalnya pengobatan cacing tambang,

hemoroid, menorhagia.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam tubuh.

- Terapi besi oral

Merupakan pilihan utama karena efektif, murah, aman. Preparat yang tersedia adalah

ferrous sulfat yang merupakan pilihan pertama karena paling murah dan efektif. Dosis

anjuran adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg mengandung 66 mg besi elemental. Preparat

lain adalah ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferous lactate, ferrous succinate. Akan

tetapi preparat tersebut memiliki harga yang lebih mahal dengan efektivitas yang

hampir sama dengan ferrous sulfat.

11

Page 12: blok 24 (ADB)

Preparat oral sebaiknya diberikan pada keadaan lambung kosong. Efek samping yang

sering adalah efek gastrointestinal seperti mual, muntah, konstipasi. Untuk

mengurangi efeknya dapat diminum saat makan. Pengobatan besi diberikan 3 sampai

6 bulan. Untuk peningkatan penyerapan besi dapat diberikan pula preparat vitamin C,

akan tetapi dapat meningkatkan efek samping.

- Terapi besi parenteral

Terapi parenteral memiliki efektivitas sangat baik, tetapi memiliki risiko lebih besar

dan harga yang lebih mahal. Oleh karena itu, pemberian prepara besi parenteral hanya

dilakukan atas indikasi. Beberapa indikasinya adalah : (1) intoleransi terhadap besi

oral, (2) kepatuhan terhadap obat, (3) gangguan pencernaan seperti kolitis ulseratif

yang kambuh bila diberikan bersi, (4) penyerapan terganggu karena gastrektomi, (5)

perdarahan masif sehingga preparat oral tidak cukup untuk mengkompensasi, (6)

kebutuhan besi yang besar dalam waktu singkat, misal pada kehamilan trimester 3

atau sebelum operasi, (7) defisiensi besi fungsional akibat pemberian eritropetin pada

GGK.

3. Diet

Sebaiknya mengkonsumsi makanan bergizi dengan tinggi protein terutama protein

hewani. Konsumsi vitamin C untuk meningkatkan penyerapan. Kurangi sementara

konsumsi yang mengandung terlalu banyak serst ataupun zat pati karena dapat

menghambat penyerapan besi (terutama besi non-heme).

Prognosis

Anemia defisiensi besi adalah kelainan yang dapat diobati dengan hasil yang sangat baik.

Anemia defisiensi zat besi kronis jarang penyebab langsung kematian. Tetapi prognosisnya

dapat menjadi buruk sesuai dengan penyakit yang mendasarinya, misal neoplasma.

Komplikasi

- Hipoksia

- Disfungsi otot

- Pada anak-anak : pertumbuhan melambat, kemampuan belajar berkurang.

12

Page 13: blok 24 (ADB)

Pencegahan

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan

pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa :

1. Pendidikan kesehatan

- Kesehatan lingkungan, misanya tentang pemakaian jamban, pemakaian alas kaki

sehingga dapat mencegah cacing tambang

- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang meningkatkan absorbsi

besi

2. Pemberantasan infeksi cacing tambang

3. Suplementasi besi sebagai profilaksis terutama pada segmen penduduk yang rentan

seperti ibu hamil, dan balita. Di Indonesia diberikan pil besi dan folat.

4. Fortifikasi makanan dengan besi. Di negara barat dilakukan fortifikasi besi pada tepung

ataupun susu formula.

PENUTUP

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2007. h.84-5

2. Bhakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Dalam : Buku ajar ilmu penyakit dalam

jilid 2. Ed.5. Jakarta : Interna Publishing, 2009.h.1109-13

3. Shah NK, Manchanda H, Lokeshwar MR Clinical approach to a child with anemia. In :

Practical pediatric hematology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical

Publishers,2012.p.15-6

4. Soenarto. Anemia megaloblastik. Dalam : Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2. Ed.5.

Jakarta : Interna Publishing, 2009.h.1141-7

5. Sheth S. Diagnostic approach to Anemia in Childhood. In : Pediatric

hematology/oncology secret. Philadelphia : Hanley & Belfus Medical Publishers,

2002.p.1-6

6. Atmakususma D, Setyaningsih I. Talassemia : manifestasi klinis, pendekatan diagnosis,

dan thalassemia intermedia. Dalam : Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2. Ed.5. Jakarta :

Interna Publishing, 2009.h.1387-90

7. Cheerva AS. Alpha thalassemia. Medscape Reference, 09 Mei 2013 [diakses 10 April

2014]. Tersedia dari : http://emedicine.medscape.com/article/955496-overview#showall

13

Page 14: blok 24 (ADB)

8. Takeshita K. Beta thalassemia. Medscape Reference, 04 Februari 2013 [diakses 10 April

2014]. Tersedia dari : http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview

9. Supandiman I, Fadjari H, Sukrisman L. Anemia pada penyakit kronis. Dalam : Buku ajar

ilmu penyakit dalam jilid 2. Ed.5. Jakarta : Interna Publishing, 2009.h.1138-9

10. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Buku ajar ilmu penyakit

dalam jilid 2. Ed.5. Jakarta : Interna Publishing, 2009.h.1127-9

11. Brittendam GM. Anemia secondary to iron deficiency. In : Pediatric

hematology/oncology secret. Philadelphia : Hanley & Belfus Medical Publishers,

2002.p.21-4

12. Harper JL. Iron Deficiency Anemia. Medscape Reference, 16 Desember 2013 [diakses 10

April 2014]. Tersedia dari : http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview

13. Rastogi N, Sachdeva A. Nutritional anemia. In : Practical pediatri hematology. New Delhi

: Jaypee Brothers Medical Publishers,2012.p.41-7

14. Windiastuti E. Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia,

05 September 2013 [diakses 10 April 2014]. Tersedia dari : http://idai.or.id/public-

articles/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak.html

14