Blok 22 Parkinson Disease
-
Upload
hirumacool -
Category
Documents
-
view
5 -
download
1
description
Transcript of Blok 22 Parkinson Disease
Penyakit Parkinson pada Pria Dewasa
Vifin Rotuahdo Saragih/102012232
Kelompok D7
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 10
Email: [email protected]
Pendahuluan
Sistem ekstrapiramidal terdiri dari ganglia basalis, substansia nigra,
dan nukleus subthalamus. Perintah dari korteks motorik ke medulla
spinalis dipengaruhi oleh ganglia basalis dan serebellum lewat thalamus.
Dengan demikian gerakan otot menjadi halus, terarah, dan terprogram.
Gangguan yang terjadi pada ganglia basalis dapat menyebabkan
gangguan ekstrapiramidal seperti korea, atetosis, balismus, bradikinesia,
dan akinesia.
Ganglia basalis sendiri tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu
striatum (putamen dan nucleus caudatus), globus palidus, substansia
nigra, dan nucleus subthalamik. Kelompok inti yang tergabung di dalam
ganglia basalis berhubungan antara satu sama lain lewat jalur saraf yang
berbeda bahan perantaranya (neurotransmitter). Terdapat tiga jenis
neurotransmitter utama didalam ganglia basalis yaitu dopamine,
acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan GABA).
Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan pada substansia
nigra pars compacta yang menyebabkan hilangnya kemampuan daerah
tersebut membentuk neurotransmitter dopamine dapat menyebabkan
gejala gangguan ekstrapiramidal atau disebut penyakit Parkinson.
Anamnesis
Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis
sesuatu penyakit. Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis meliputi
1
identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit yang diderita
dan sebagainya. Berikut adalah sistematika dari anamnesis:
Identitas pasien
Nama pasien
Tanggal lahir
Pekerjaan
Pendidikan
Status pernikahan
Agama
Keluhan dan riwayat penyakit
Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter.
Keluhan tambahan yaitu keluhan-keluhan yang lain disamping keluhan
utama. Riwayat penyakit sekarang adalah penjabaran dari keluhan utama.
Riwayat penyakit dahulu terutama yang berkaitan dengan penyakit yang
diderita saat ini. Riwayat penyakit keluarga untuk menandai adanya faktor
herediter atau penularan. Pada kasus ini hal-hal yang harus ditanyakan
adalah seperti berikut:
Kesulitan berjalan atau melakukan pergerakan
Kaku, lemah, gementar, gerakan involunter
Kesulitan berbicara
Nyeri, parestesia, atau hipestesia
Kesulitan berkemih
Riwayat trauma kepala (cedera kranio-serebral)
Riwayat penggunaan obat-obatan seperti butirofenon,
metoklopramid
Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar manifestasi objektif kelainan saraf bermanifestasi dalam gangguan
gerak otot. Untuk menentukan kelainan neurologis pada pasien, pemeriksaan sistem motorik
2
harus dilakukan. Pemeriksaan fisik ini meliputi inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan pasif
dan aktif, serta koordinasi gerak.1
Inspeksi
Sikap: Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana
sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan. Jika pasien
berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun
sebagian. Penderita penyakit Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan
ke depan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi. Bila berjalan, pasien tampak
seolah-olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya terganggu, lengan kurang
dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama di tangan.
Bentuk : Perhatikan adanya deformitas.
Ukuran: Perhatikan apakah panjang badan tubuh sebelah kiri sama dengan yang
kanan. Kemudian perhatikan kontur otot; adakah atrofi atau hipertrofi.
Gerakan involunter: Tremor.
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang
timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia dapat
melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah
tremor fisiologis, tremor halus, dan tremor kasar.
a. Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang
sulit, atau bila kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor
yang terlihat pada orang normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan
aksentuasi dari tremor fisiologis ini.
b. Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah tremor
yang dijumpai pada hipertiroidisme. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan
tangan. Kadang-kadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Tremor toksik
ini didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti adrenalin,
efedrin, atau barbiturat.
c. Tremor kasar, salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada penyakit
Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar, dan majemuk. Pada penyakit
Parkinson, gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau membuat pil (pill
rolling tremor).1
Palpasi
3
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus
otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi anggota
gerak dan bagian badan.
Pemeriksaan gerakan pasif
Pasien disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita
gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat,
cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam
keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat
mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak-anak, sehingga kita mengalami
kesulitan menilai tahanan.
Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai sukar
difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi di traktus
piramidal. Jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada gangguan sistem
ekstrapiramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigidity). Kadang-kadang
dijumpai keadaan dengan tahanan hilang timbul (cogwheel phenomenon).1
Pemeriksaan gerakan aktif
Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa
adanya kelumpuhan, dapat digunakan 2 cara berikut:
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa
menahan gerakan ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan pasien disuruh
menahan.
Tenaga otot atau kekuatan motorik pasien dinyatakan dengan skor 0 sampai 5 seperti dalam
tabel di bawah.1
Tabel 1. Skor Kekuatan Motorik
Skor Penilaian
0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian
yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gravitasi,
4
menggeser
3 Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi.
4 Disamping dapat melawan gravitasi, dapat juga mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 Tidak ada kelumpuhan (normal).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah seperti berikut:
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena tidak memiliki
sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran kadar dopamine
atau metabolitnya dalam air kencing, darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit
Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis
yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitif terhadap penyakit Parkinson hanya
ditegakkan dengan autopsi.2
Positron Emission Tomography (PET )
PET merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi kontribusi yang
signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam
patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa,
khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson,
bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah
memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya
PET
tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal.2
Diagnosis Kerja
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan melalui beberapa kriteria seperti kriteria klinis,
kriteria Koller, dan kriteria Hughes.3
Kriteria klinis: Dijumpai 2 dari 3 tanda kardinal (tremor, rigiditas, bradikinesia) atau 3
dari 4 tanda kardinal (termasuk instabilitas postural)
5
Kriteria Koller: Dijumpai 2 dari 3 tanda kardinal dan respon positif terhadap levodopa
Kriteria Hughes:
a) Possible – 1 dari 3 tanda kardinal
b) Probable – 2 dari 4 tanda kardinal
c) Definite – 3 tanda kardinal
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit
dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :
Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya
terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali
orang terdekat (teman)
Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara
berjalan terganggu
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Anatomi
Anatomi traktus motorik (desenden) membawa impuls motorik dari otak ke medulla spinalis
dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus motorik yang penting meliputi:4
1. Traktus kortikospinal lateral (pyramidal)
a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area motorik korteks serebral. Akson
saraf berdesenden ke medulla, tempat sebagian besar serabut berdekusasi dan
terus memanjang sampai ke tanduk posterior untuk bersinapsis langsung atau
melalui interneuron dengan neuron motorik bagian bawah (neuron II) dalam
tanduk anterior. Akson berterminasi pada lempeng ujung motorik otot rangka.
6
b. Fungsi. Traktus kortikospinal lateral menghantar impuls untuk kooordinasi
dan ketepatan gerakan volunteer.
2. Traktus kortikospinal (piramidal) ventral (anterior).
a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari sel pyramidal pada area motorik
korteks serebral dan berdesenden sampai ke medulla spinalis. Disini, akson
akan menyilang ke sisi yang berlawanan tepat sebelum bersinapsis, secara
langsung maupun melalui interneuron, dengan neuron II dalam tanduk
anterior.
b. Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang sama dengan
traktus kortikospinal lateral; traktus tersebut menghantar impuls untuk
berkoordinasi dan ketepatan gerakan volunter.
3. Traktus ekstrpiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat lain; misalnya,
nuclei motorik dalam korteks serebral dan area subkortikal di otak.
a. Traktus retikulospinal brasal dari formasi reticular (neuron I dengan berujung
neuron II) pada sisi sel yang sama di neuron motorik bagian bawah dalam
tanduk anterior medulla spinalis. Impuls memberikan semaam pengaruh
fasilitasi pada ekstensor tungkai dan fleksor lengan serta memberikan suatu
pengaruh inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot.
b. Traktus vestilospinal lateral berasal dari nucleus vestibular lateral dalam
medulla (neuron I) dan berdesenden pada sisi yang sama untuk berujung
(neuron II) dalam tanduk anterior medulla spinalis. Impuls mempertahankan
tonus otot dalam aktivitas reflex.
c. Traktus vestibule medial berasal dari nucleus vestibular medial dalam medulla
dan menyilang ke sisi yang berlawanan untuk berakhir pada tanduk anterior.
Traktus ini tidak brdesenden ke bawah area serviks. Traktus ini berkaitan
dengan pengendalia otot-otot kepala dan leher.
d. Traktus rubrospinal, yang berasal dari nucleus merah otak tengah, traktus
olivospinal yang berasal dari olive inferior medulla, dan traktus tektospinal
yang berasal dari bagian tektum otak tengah, juga termasuk jenis traktus
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan postur dan tonus otot.4
Diagnosis Banding
Penyakit Parkinson sekunder
7
Penyakit Parkinson sekunder merupakan penyakit Parkinson yang diakibatkan oleh tumor
otak, radang otak, trauma, atau dari pemakaian obat-obat tertentu. Contoh obat-obat yang
dapat mengakibatkan penyakit Parkinson adalah fenotiazin, butirofenon, dan metoklopramid.
Selain itu, toksin eksogen juga boleh mengakibatkan penyakit Parkinson; methyl-phenyl-
1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP).3
Sindroma Parkinson plus
Gejala Parkinson dapat timbul sebagai gambaran dari penyakit lain. Pada usia lanjut dapat
terjadi atrofi multipel sistem, di mana sistem otonom mengalami disfungsi berat, dan
menyebabkan instabilitas postural.
Kelumpuhan pada supranuklear juga boleh menyebabkan efek parkinsonisme. Gejala
yang turut timbul pada kelainan ini adalah paralisis bola mata dan kaku kuduk.
Etiologi
Kebanyakan penyakit Parkinson merupakan kasus idiopatik, akan tetapi ada beberapa
faktor resiko yang telah diidentifikasikan, seperti berikut:
Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.
Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .
Genetik : diduga ada peranan faktor genetik
Telah dibuktikan bahwa mutasi pada tiga gen terpisah (alpha-Synuclein, Parkin,UCHL1 )
berhubungan dengan Parkinson herediter. Kebanyakan kasus idiopatik Parkinson
diperkirakan akibat faktor-faktor genetik dan lingkungan.3
Lingkungan : Toksin (MPTP, CO, Mn, Mg, CS2, Metanol, Sianid), pengunaan herbisida
dan pestisida, serta infeksi.
Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria dan kerusakan
metabolism oksidatif dalam pathogenesis Parkinson. Keracunan MPTP dimana MPP+
sebagai toksik metabolitnya memiliki peranan penting terhadap kegagalan dan kematian sel.
Pada PD, terdapat penurunan sebanyak 30-40% dalam aktivitas komplek I di substansia nigra
pars kompakta.3 Seperti halnya kelainan yang terjadi pada jaringan lain, kelainan di
8
substansia nigra pars kompakta ini menyebabkan adanya kegagalan produksi energi, sehingga
mendorong terjadinya apoptosis sel.
Stress dan depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului
gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada
stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
hampir seimbang. 5-10 % orang yang menderita penyakit Parkinson, gejala awalnya muncul
sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara
keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di
Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60-64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85-89 tahun. Di
Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita Parkinson, dengan sekitar 50.000 ke 60.000
orang terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan
populasi umur penduduk Amerika.3
Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamine akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40-50%
yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer pada penyakit
Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak,
khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata
telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamine dari ujung saraf
nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang
berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus
interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan
jalur indirek reseptor D2. Maka bila input direk dan indirek seimbang, maka tidak ada
kelainan gerakan.5
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi substansia nigra pars kompakta
dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1
maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sehingga lebih dari 50% sel saraf
9
dopaminergik rusak dan dopamine berkurang 80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak
terangsang sehingga jalur direk dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi.
Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus
palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada, sehingga fungsi inhibitorik terhadap
globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus
palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus
subtalamikus meningkat akibat inhibisi.5
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen interna/
substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi
peningkatan kegiatan neuron globus palidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh
lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi
berlebihan kearah thalamus.
Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke thalamus adalah GABAnergik
sehingga kegiatan thalamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari thalamus ke
korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun. Hal ini mengakibatkan output korteks
motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah sehingga terjadi hipokinesia.5
Gambar 1. Penurunan Dopamin5
10
Gambar 2. Jalur langsung dan tak langsung5
Gejala Klinik
Terdapat empat tanda kardinal yang merupakan manifestasi klinik dari penyakit
Parkinson. Keempat-empat tanda kardinal ini merupakan kelainan motorik.3,5
Bradikinesia: Melambatnya gerakan; sulit memulai pergerakan dan penurunan
progresif dari segi kecepatan dan amplitudo gerakan. Contohnya kedipan dan
lirikan mata melambat, suara monotone, tulisan menjadi kecil-kecil.
Rigiditas: Pada seluruh fleksor dan ekstensor, dapat ditemukan cogwheel
phenomenon.
Tremor: Resting tremor klasik; pill-rolling disertai fleksi jempol. Sering
berkurang pada pergerakan dan hilang pada waktu tidur.
Instabilitas postural: Badan membungkuk, cenderung jatuh kedepan pada saat
berjalan.
Selain empat tanda kardinal yang disebutkan di atas, gejala non-motorik juga bisa ditemukan
pada pasien dengan penyakit Parkinson seperti berikut:
Nyeri
Sialorrhoea
Frekuensi miksi meningkat
Hipotensi ortostatik
Disfungsi seksual
Depresi
Ansietas
11
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penyakit Parkinson merangkumi farmokologik dan non-
farmakologik. Penatalaksanaan farmokologik dibagi kepada beberapa bagian seperti berikut:
Bekerja pada sistem dopaminergik
L-dopa
Meskipun sampai sekarang l-dopa masih merupakan obat paling menjanjikan respon
terbaik untuk penyakit Parkinson, namun masa kerjanya yang singkat, respon yang fluktuatif
dan efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari bahan
alternatif. Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari
dopamine. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa
dan dopamine oleh enzimya masing-masing. Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai
jaringan tubuh, disamping dijaringan saraf. Dopamine yang terbentuk di luar jaringan saraf
otak, tidak dapat melewati sawar darah otak. Untuk mencegah jangan sampai dopamine
tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam
bentuk carbidopa. Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan
oleh karena itu perubahan dosis sebaiknya setelah 2 minggu.2,3,5
MAO dan COMT Inhibitor
Pada umumnya penyakit Parkinson memberi respon yang cepat dan bagus dengan l-dopa
dibandingkan dengan yang lain, namun ada laporan bahwa l-dopa dan dopamin menghasilkan
metabolit yang mengganggu atau menekan proses pembentukan energi dari mitokondria
dengan akibat terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya degenerasi sel neuron.
Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine oxydase ) dan COMT ( Catechol-O-methyl
transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk melindungi dopamin terhadap
degradasi oleh enzim tersebut sehingga metabolit berkurang (pembentukan radikal bebas dari
dopamin berkurang) sehingga neuron terlindung dari proses oxidative stress. 2,3,5
Dopamin Agonis
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah golongan dopamin
agonis. Golongan ini bekerja langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil alih tugas
12
dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan dopamin. Sampai saat ini ada 2
kelompok dopamin agonis, yaitu derivat ergot dan non ergot .
Bekerja pada sistem kolinergik
Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson, oleh karena
dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap sistem dopaminergik
yang mendasari penyakit parkinson. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan
untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin).
Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine
(disipal) dan procyclidine (kamadrin). Golongan anti kolinergik terutama untuk
menghilangkan gejala tremor dan efek samping yang paling ditakuti adalah kemunduran
memori.3
Bekerja pada sistem glutamatergik
Diantara obat - obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit Parkinson adalah
dari golongan antagonisnya, yaitu amantadine, memantine, remacemide. Antagonis
glutamatergik diduga menekan kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus
palidus internus sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk, dengan
demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali. Disamping itu,
diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat
reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin. Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan
rigiditas daripada antikolinergik.3
Penatalaksanaan non-farmakologik adalah seperti berikut:
Rehabilitasi
1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )
Peregangan
Koreksi postur tubuh
Latihan koordinasi
Latihan jalan ( gait training )
Latihan buli-buli dan rectum
Latihan kebugaran kardiopulmonar
Edukasi dan program latihan di rumah
13
2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas kehidupan
sehari-hari.
3. Terapi bicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan diafragma ,
evaluasi menelan, latihan disartria, latihan bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat
membantu memperbaiki volume berbicara, irama dan artikulasi.
4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan asesmen
mengenai fungsi kognitif, kepribadian, status mental, keluarga dan perilaku.
5. Alat bantu jalan
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural, dengan
membuatkan alat bantu jalan seperti tongkat atau walker.
Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi�
memberikan respon terhadap pengobatan, yaitu masih adanya dua gejala dari tanda kardinal.
Ada dua jenis pembedahan yang bisa dilakukan.3
1. Pallidotomi, baik untuk menekan gejala :
Akinesia / bradi kinesia
Gangguan jalan / postural
Gangguan bicara
2. Thalamotomi, yang efektif untuk gejala :
Tremor
Rigiditas
Diskinesia karena obat
Stimulasi otak dalam
14
Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit
parkinson ini sampai sekarang belum jelas, namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa
mencapai 80%. Frekuensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz.
Stimulasi ini menggunakan alat stimulator yang ditanam di inti globus pallidus interna dan
nukleus subthalamikus.2
Komplikasi
Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak
dan pneumoni. Tanpa perawatan, gangguan akan semakin progresif hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya
gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.5
Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidup. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap
sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan
hidup pada pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
penyakit Parkinson.5
Progresifitas gejala pada penyakit Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih.
Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk
memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan pengendalian
yang tepat, kebanyakan pasien penyakit Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun
setelah diagnosis.5
Pencegahan
Sehingga kini belum terbukti adanya solusi untuk mencegah penyakit Parkinson.
Terapi yang diberikan hanya membantu mencegah progresifitas penyakit ini menjadi lebih
buruk. Selegiline mungkin dapat membantu karena ia merupakan MAOI yang menghambat
pembentukan metabolit MPP+ yang bersifat toksik terhadap saraf dopaminergik. Selain itu,
untuk memperlambat proses degenerasi sel-sel neuron, konsumsi antioksidan seperti Vitamin
E dan ginkgo biloba juga dapat membantu.
15
Kesimpulan
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan
penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Obat-obatan
yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu
belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani penderita sepanjang hidup.
Daftar Pustaka
1. Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Edisi 11. Jakarta: FKUI; 2008.h.87-96
2. Quinn N, Bhatia K, Brown P, Cordivari C, Hariz M, Lees A et al. Movement disorders.
In: Neurology. 1st ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2009.p.155-62.
3. John C, Brust M. Current diagnosis & treatment in neurology. USA: McGraw-Hill;
2007.p.199-206.
4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi: untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003
5. DeLong M, Juncos JL. Parkinson’s disease and other movement disorder. In: Hauser S et
al. Harrison neurology in clinical medicine. 1st ed. USA: McGraw-Hill; 2006.p.295-308.
16