Blok 22 Parkinson Disease

18
Penyakit Parkinson pada Pria Dewasa Vifin Rotuahdo Saragih/102012232 Kelompok D7 Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no. 10 Email: [email protected] Pendahuluan Sistem ekstrapiramidal terdiri dari ganglia basalis, substansia nigra, dan nukleus subthalamus. Perintah dari korteks motorik ke medulla spinalis dipengaruhi oleh ganglia basalis dan serebellum lewat thalamus. Dengan demikian gerakan otot menjadi halus, terarah, dan terprogram. Gangguan yang terjadi pada ganglia basalis dapat menyebabkan gangguan ekstrapiramidal seperti korea, atetosis, balismus, bradikinesia, dan akinesia. Ganglia basalis sendiri tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu striatum (putamen dan nucleus caudatus), globus palidus, substansia nigra, dan nucleus subthalamik. Kelompok inti yang tergabung di dalam ganglia basalis berhubungan antara satu sama lain lewat jalur saraf yang berbeda bahan perantaranya (neurotransmitter). Terdapat tiga jenis neurotransmitter utama didalam ganglia basalis yaitu dopamine, acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan GABA). Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan pada substansia nigra pars compacta yang menyebabkan hilangnya kemampuan daerah tersebut membentuk neurotransmitter dopamine dapat menyebabkan gejala gangguan ekstrapiramidal atau disebut penyakit Parkinson. Anamnesis Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis sesuatu penyakit. Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit yang diderita dan sebagainya. Berikut adalah sistematika dari anamnesis: 1

description

pd

Transcript of Blok 22 Parkinson Disease

Penyakit Parkinson pada Pria Dewasa

Vifin Rotuahdo Saragih/102012232

Kelompok D7

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no. 10

Email: [email protected]

Pendahuluan

Sistem ekstrapiramidal terdiri dari ganglia basalis, substansia nigra,

dan nukleus subthalamus. Perintah dari korteks motorik ke medulla

spinalis dipengaruhi oleh ganglia basalis dan serebellum lewat thalamus.

Dengan demikian gerakan otot menjadi halus, terarah, dan terprogram.

Gangguan yang terjadi pada ganglia basalis dapat menyebabkan

gangguan ekstrapiramidal seperti korea, atetosis, balismus, bradikinesia,

dan akinesia.

Ganglia basalis sendiri tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu

striatum (putamen dan nucleus caudatus), globus palidus, substansia

nigra, dan nucleus subthalamik. Kelompok inti yang tergabung di dalam

ganglia basalis berhubungan antara satu sama lain lewat jalur saraf yang

berbeda bahan perantaranya (neurotransmitter). Terdapat tiga jenis

neurotransmitter utama didalam ganglia basalis yaitu dopamine,

acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan GABA).

Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan pada substansia

nigra pars compacta yang menyebabkan hilangnya kemampuan daerah

tersebut membentuk neurotransmitter dopamine dapat menyebabkan

gejala gangguan ekstrapiramidal atau disebut penyakit Parkinson.

Anamnesis

Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis

sesuatu penyakit. Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis meliputi

1

identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit yang diderita

dan sebagainya. Berikut adalah sistematika dari anamnesis:

Identitas pasien

Nama pasien

Tanggal lahir

Pekerjaan

Pendidikan

Status pernikahan

Agama

Keluhan dan riwayat penyakit

Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter.

Keluhan tambahan yaitu keluhan-keluhan yang lain disamping keluhan

utama. Riwayat penyakit sekarang adalah penjabaran dari keluhan utama.

Riwayat penyakit dahulu terutama yang berkaitan dengan penyakit yang

diderita saat ini. Riwayat penyakit keluarga untuk menandai adanya faktor

herediter atau penularan. Pada kasus ini hal-hal yang harus ditanyakan

adalah seperti berikut:

Kesulitan berjalan atau melakukan pergerakan

Kaku, lemah, gementar, gerakan involunter

Kesulitan berbicara

Nyeri, parestesia, atau hipestesia

Kesulitan berkemih

Riwayat trauma kepala (cedera kranio-serebral)

Riwayat penggunaan obat-obatan seperti butirofenon,

metoklopramid

Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar manifestasi objektif kelainan saraf bermanifestasi dalam gangguan

gerak otot. Untuk menentukan kelainan neurologis pada pasien, pemeriksaan sistem motorik

2

harus dilakukan. Pemeriksaan fisik ini meliputi inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan pasif

dan aktif, serta koordinasi gerak.1

Inspeksi

Sikap: Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana

sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan. Jika pasien

berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun

sebagian. Penderita penyakit Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan

ke depan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi. Bila berjalan, pasien tampak

seolah-olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya terganggu, lengan kurang

dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama di tangan.

Bentuk : Perhatikan adanya deformitas.

Ukuran: Perhatikan apakah panjang badan tubuh sebelah kiri sama dengan yang

kanan. Kemudian perhatikan kontur otot; adakah atrofi atau hipertrofi.

Gerakan involunter: Tremor.

Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang

timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia dapat

melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah

tremor fisiologis, tremor halus, dan tremor kasar.

a. Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang

sulit, atau bila kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor

yang terlihat pada orang normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan

aksentuasi dari tremor fisiologis ini.

b. Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah tremor

yang dijumpai pada hipertiroidisme. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan

tangan. Kadang-kadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Tremor toksik

ini didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti adrenalin,

efedrin, atau barbiturat.

c. Tremor kasar, salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada penyakit

Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar, dan majemuk. Pada penyakit

Parkinson, gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau membuat pil (pill

rolling tremor).1

Palpasi

3

Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk

menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus

otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi anggota

gerak dan bagian badan.

Pemeriksaan gerakan pasif

Pasien disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita

gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat,

cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam

keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat

mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak-anak, sehingga kita mengalami

kesulitan menilai tahanan.

Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai sukar

difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi di traktus

piramidal. Jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada gangguan sistem

ekstrapiramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigidity). Kadang-kadang

dijumpai keadaan dengan tahanan hilang timbul (cogwheel phenomenon).1

Pemeriksaan gerakan aktif

Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa

adanya kelumpuhan, dapat digunakan 2 cara berikut:

Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa

menahan gerakan ini.

Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan pasien disuruh

menahan.

Tenaga otot atau kekuatan motorik pasien dinyatakan dengan skor 0 sampai 5 seperti dalam

tabel di bawah.1

Tabel 1. Skor Kekuatan Motorik

Skor Penilaian

0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.

1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian

yang harus digerakkan oleh otot tersebut.

2 Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gravitasi,

4

menggeser

3 Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi.

4 Disamping dapat melawan gravitasi, dapat juga mengatasi sedikit tahanan yang

diberikan.

5 Tidak ada kelumpuhan (normal).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah seperti berikut:

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena tidak memiliki

sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran kadar dopamine

atau metabolitnya dalam air kencing, darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit

Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis

yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitif terhadap penyakit Parkinson hanya

ditegakkan dengan autopsi.2

Positron Emission Tomography (PET )

PET merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi kontribusi yang

signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam

patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa,

khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson,

bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah

memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya

PET

tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal.2

Diagnosis Kerja

Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan melalui beberapa kriteria seperti kriteria klinis,

kriteria Koller, dan kriteria Hughes.3

Kriteria klinis: Dijumpai 2 dari 3 tanda kardinal (tremor, rigiditas, bradikinesia) atau 3

dari 4 tanda kardinal (termasuk instabilitas postural)

5

Kriteria Koller: Dijumpai 2 dari 3 tanda kardinal dan respon positif terhadap levodopa

Kriteria Hughes:

a) Possible – 1 dari 3 tanda kardinal

b) Probable – 2 dari 4 tanda kardinal

c) Definite – 3 tanda kardinal

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit

dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :

Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,

terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya

terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali

orang terdekat (teman)

Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara

berjalan terganggu

Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat

berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang

Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak

tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat

berkurang dibandingkan stadium sebelumnya

Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu

berdiri dan berjalan walaupun dibantu.

Anatomi

Anatomi traktus motorik (desenden) membawa impuls motorik dari otak ke medulla spinalis

dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus motorik yang penting meliputi:4

1. Traktus kortikospinal lateral (pyramidal)

a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area motorik korteks serebral. Akson

saraf berdesenden ke medulla, tempat sebagian besar serabut berdekusasi dan

terus memanjang sampai ke tanduk posterior untuk bersinapsis langsung atau

melalui interneuron dengan neuron motorik bagian bawah (neuron II) dalam

tanduk anterior. Akson berterminasi pada lempeng ujung motorik otot rangka.

6

b. Fungsi. Traktus kortikospinal lateral menghantar impuls untuk kooordinasi

dan ketepatan gerakan volunteer.

2. Traktus kortikospinal (piramidal) ventral (anterior).

a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari sel pyramidal pada area motorik

korteks serebral dan berdesenden sampai ke medulla spinalis. Disini, akson

akan menyilang ke sisi yang berlawanan tepat sebelum bersinapsis, secara

langsung maupun melalui interneuron, dengan neuron II dalam tanduk

anterior.

b. Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang sama dengan

traktus kortikospinal lateral; traktus tersebut menghantar impuls untuk

berkoordinasi dan ketepatan gerakan volunter.

3. Traktus ekstrpiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat lain; misalnya,

nuclei motorik dalam korteks serebral dan area subkortikal di otak.

a. Traktus retikulospinal brasal dari formasi reticular (neuron I dengan berujung

neuron II) pada sisi sel yang sama di neuron motorik bagian bawah dalam

tanduk anterior medulla spinalis. Impuls memberikan semaam pengaruh

fasilitasi pada ekstensor tungkai dan fleksor lengan serta memberikan suatu

pengaruh inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot.

b. Traktus vestilospinal lateral berasal dari nucleus vestibular lateral dalam

medulla (neuron I) dan berdesenden pada sisi yang sama untuk berujung

(neuron II) dalam tanduk anterior medulla spinalis. Impuls mempertahankan

tonus otot dalam aktivitas reflex.

c. Traktus vestibule medial berasal dari nucleus vestibular medial dalam medulla

dan menyilang ke sisi yang berlawanan untuk berakhir pada tanduk anterior.

Traktus ini tidak brdesenden ke bawah area serviks. Traktus ini berkaitan

dengan pengendalia otot-otot kepala dan leher.

d. Traktus rubrospinal, yang berasal dari nucleus merah otak tengah, traktus

olivospinal yang berasal dari olive inferior medulla, dan traktus tektospinal

yang berasal dari bagian tektum otak tengah, juga termasuk jenis traktus

ekstrapiramidal yang berhubungan dengan postur dan tonus otot.4

Diagnosis Banding

Penyakit Parkinson sekunder

7

Penyakit Parkinson sekunder merupakan penyakit Parkinson yang diakibatkan oleh tumor

otak, radang otak, trauma, atau dari pemakaian obat-obat tertentu. Contoh obat-obat yang

dapat mengakibatkan penyakit Parkinson adalah fenotiazin, butirofenon, dan metoklopramid.

Selain itu, toksin eksogen juga boleh mengakibatkan penyakit Parkinson; methyl-phenyl-

1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP).3

Sindroma Parkinson plus

Gejala Parkinson dapat timbul sebagai gambaran dari penyakit lain. Pada usia lanjut dapat

terjadi atrofi multipel sistem, di mana sistem otonom mengalami disfungsi berat, dan

menyebabkan instabilitas postural.

Kelumpuhan pada supranuklear juga boleh menyebabkan efek parkinsonisme. Gejala

yang turut timbul pada kelainan ini adalah paralisis bola mata dan kaku kuduk.

Etiologi

Kebanyakan penyakit Parkinson merupakan kasus idiopatik, akan tetapi ada beberapa

faktor resiko yang telah diidentifikasikan, seperti berikut:

Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.

Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .

Genetik : diduga ada peranan faktor genetik

Telah dibuktikan bahwa mutasi pada tiga gen terpisah (alpha-Synuclein, Parkin,UCHL1 )

berhubungan dengan Parkinson herediter. Kebanyakan kasus idiopatik Parkinson

diperkirakan akibat faktor-faktor genetik dan lingkungan.3

Lingkungan : Toksin (MPTP, CO, Mn, Mg, CS2, Metanol, Sianid), pengunaan herbisida

dan pestisida, serta infeksi.

Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria dan kerusakan

metabolism oksidatif dalam pathogenesis Parkinson. Keracunan MPTP dimana MPP+

sebagai toksik metabolitnya memiliki peranan penting terhadap kegagalan dan kematian sel.

Pada PD, terdapat penurunan sebanyak 30-40% dalam aktivitas komplek I di substansia nigra

pars kompakta.3 Seperti halnya kelainan yang terjadi pada jaringan lain, kelainan di

8

substansia nigra pars kompakta ini menyebabkan adanya kegagalan produksi energi, sehingga

mendorong terjadinya apoptosis sel.

Stress dan depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului

gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada

stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.

Epidemiologi

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita

hampir seimbang. 5-10 % orang yang menderita penyakit Parkinson, gejala awalnya muncul

sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara

keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di

Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60-64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85-89 tahun. Di

Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita Parkinson, dengan sekitar 50.000 ke 60.000

orang terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan

populasi umur penduduk Amerika.3

Patofisiologi

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan

kadar dopamine akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40-50%

yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer pada penyakit

Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak,

khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata

telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamine dari ujung saraf

nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang

berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus

interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan

jalur indirek reseptor D2. Maka bila input direk dan indirek seimbang, maka tidak ada

kelainan gerakan.5

Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi substansia nigra pars kompakta

dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1

maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sehingga lebih dari 50% sel saraf

9

dopaminergik rusak dan dopamine berkurang 80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak

terangsang sehingga jalur direk dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi.

Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus

palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada, sehingga fungsi inhibitorik terhadap

globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus

palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus

subtalamikus meningkat akibat inhibisi.5

Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen interna/

substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi

peningkatan kegiatan neuron globus palidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh

lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi

berlebihan kearah thalamus.

Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke thalamus adalah GABAnergik

sehingga kegiatan thalamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari thalamus ke

korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun. Hal ini mengakibatkan output korteks

motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah sehingga terjadi hipokinesia.5

Gambar 1. Penurunan Dopamin5

10

Gambar 2. Jalur langsung dan tak langsung5

Gejala Klinik

Terdapat empat tanda kardinal yang merupakan manifestasi klinik dari penyakit

Parkinson. Keempat-empat tanda kardinal ini merupakan kelainan motorik.3,5

Bradikinesia: Melambatnya gerakan; sulit memulai pergerakan dan penurunan

progresif dari segi kecepatan dan amplitudo gerakan. Contohnya kedipan dan

lirikan mata melambat, suara monotone, tulisan menjadi kecil-kecil.

Rigiditas: Pada seluruh fleksor dan ekstensor, dapat ditemukan cogwheel

phenomenon.

Tremor: Resting tremor klasik; pill-rolling disertai fleksi jempol. Sering

berkurang pada pergerakan dan hilang pada waktu tidur.

Instabilitas postural: Badan membungkuk, cenderung jatuh kedepan pada saat

berjalan.

Selain empat tanda kardinal yang disebutkan di atas, gejala non-motorik juga bisa ditemukan

pada pasien dengan penyakit Parkinson seperti berikut:

Nyeri

Sialorrhoea

Frekuensi miksi meningkat

Hipotensi ortostatik

Disfungsi seksual

Depresi

Ansietas

11

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk penyakit Parkinson merangkumi farmokologik dan non-

farmakologik. Penatalaksanaan farmokologik dibagi kepada beberapa bagian seperti berikut:

Bekerja pada sistem dopaminergik

L-dopa

Meskipun sampai sekarang l-dopa masih merupakan obat paling menjanjikan respon

terbaik untuk penyakit Parkinson, namun masa kerjanya yang singkat, respon yang fluktuatif

dan efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari bahan

alternatif. Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari

dopamine. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa

dan dopamine oleh enzimya masing-masing. Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai

jaringan tubuh, disamping dijaringan saraf. Dopamine yang terbentuk di luar jaringan saraf

otak, tidak dapat melewati sawar darah otak. Untuk mencegah jangan sampai dopamine

tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam

bentuk carbidopa. Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan

oleh karena itu perubahan dosis sebaiknya setelah 2 minggu.2,3,5

MAO dan COMT Inhibitor

Pada umumnya penyakit Parkinson memberi respon yang cepat dan bagus dengan l-dopa

dibandingkan dengan yang lain, namun ada laporan bahwa l-dopa dan dopamin menghasilkan

metabolit yang mengganggu atau menekan proses pembentukan energi dari mitokondria

dengan akibat terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya degenerasi sel neuron.

Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine oxydase ) dan COMT ( Catechol-O-methyl

transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk melindungi dopamin terhadap

degradasi oleh enzim tersebut sehingga metabolit berkurang (pembentukan radikal bebas dari

dopamin berkurang) sehingga neuron terlindung dari proses oxidative stress. 2,3,5

Dopamin Agonis

Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah golongan dopamin

agonis. Golongan ini bekerja langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil alih tugas

12

dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan dopamin. Sampai saat ini ada 2

kelompok dopamin agonis, yaitu derivat ergot dan non ergot .

Bekerja pada sistem kolinergik

Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson, oleh karena

dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap sistem dopaminergik

yang mendasari penyakit parkinson. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan

untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin).

Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine

(disipal) dan procyclidine (kamadrin). Golongan anti kolinergik terutama untuk

menghilangkan gejala tremor dan efek samping yang paling ditakuti adalah kemunduran

memori.3

Bekerja pada sistem glutamatergik

Diantara obat - obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit Parkinson adalah

dari golongan antagonisnya, yaitu amantadine, memantine, remacemide. Antagonis

glutamatergik diduga menekan kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus

palidus internus sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk, dengan

demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali. Disamping itu,

diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat

reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin. Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan

rigiditas daripada antikolinergik.3

Penatalaksanaan non-farmakologik adalah seperti berikut:

Rehabilitasi

1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )

Peregangan

Koreksi postur tubuh

Latihan koordinasi

Latihan jalan ( gait training )

Latihan buli-buli dan rectum

Latihan kebugaran kardiopulmonar

Edukasi dan program latihan di rumah

13

2. Terapi okupasi

Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas kehidupan

sehari-hari.

3. Terapi bicara

Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan diafragma ,

evaluasi menelan, latihan disartria, latihan bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat

membantu memperbaiki volume berbicara, irama dan artikulasi.

4. Psikoterapi

Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan asesmen

mengenai fungsi kognitif, kepribadian, status mental, keluarga dan perilaku.

5. Alat bantu jalan

Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural, dengan

membuatkan alat bantu jalan seperti tongkat atau walker.

Pembedahan

Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi�

memberikan respon terhadap pengobatan, yaitu masih adanya dua gejala dari tanda kardinal.

Ada dua jenis pembedahan yang bisa dilakukan.3

1. Pallidotomi, baik untuk menekan gejala :

Akinesia / bradi kinesia

Gangguan jalan / postural

Gangguan bicara

2. Thalamotomi, yang efektif untuk gejala :

Tremor

Rigiditas

Diskinesia karena obat

Stimulasi otak dalam

14

Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit

parkinson ini sampai sekarang belum jelas, namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa

mencapai 80%. Frekuensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz.

Stimulasi ini menggunakan alat stimulator yang ditanam di inti globus pallidus interna dan

nukleus subthalamikus.2

Komplikasi

Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak

dan pneumoni. Tanpa perawatan, gangguan akan semakin progresif hingga terjadi total

disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat

menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.

Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya

gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.5

Prognosis

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan

perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka

penyakit ini akan menemani sepanjang hidup. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap

sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan

hidup pada pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita

penyakit Parkinson.5

Progresifitas gejala pada penyakit Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih.

Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk

memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan pengendalian

yang tepat, kebanyakan pasien penyakit Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun

setelah diagnosis.5

Pencegahan

Sehingga kini belum terbukti adanya solusi untuk mencegah penyakit Parkinson.

Terapi yang diberikan hanya membantu mencegah progresifitas penyakit ini menjadi lebih

buruk. Selegiline mungkin dapat membantu karena ia merupakan MAOI yang menghambat

pembentukan metabolit MPP+ yang bersifat toksik terhadap saraf dopaminergik. Selain itu,

untuk memperlambat proses degenerasi sel-sel neuron, konsumsi antioksidan seperti Vitamin

E dan ginkgo biloba juga dapat membantu.

15

Kesimpulan

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan

secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan

penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Obat-obatan

yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu

belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan

menemani penderita sepanjang hidup.

Daftar Pustaka

1. Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Edisi 11. Jakarta: FKUI; 2008.h.87-96

2. Quinn N, Bhatia K, Brown P, Cordivari C, Hariz M, Lees A et al. Movement disorders.

In: Neurology. 1st ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2009.p.155-62.

3. John C, Brust M. Current diagnosis & treatment in neurology. USA: McGraw-Hill;

2007.p.199-206.

4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi: untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003

5. DeLong M, Juncos JL. Parkinson’s disease and other movement disorder. In: Hauser S et

al. Harrison neurology in clinical medicine. 1st ed. USA: McGraw-Hill; 2006.p.295-308.

16