blok 17

download blok 17

of 23

description

blok 17

Transcript of blok 17

Giovani Alice [email protected] Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510.Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731PendahuluanLatar belakang. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.

Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi 14 hari (pada NKB)1,2

Anamnesis1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi, intra uterin, infeksi intranatal)2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya4. Riwayat inkompatibilitas darah5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.

Anamnesis terdiri dari :i. Anamnesis umumTerdiri dari identitas pasien terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat, agama dan pekerjaan pasien. Penting pada kasus ini untuk ditanyakan umur saat terjadi dan perubahan berat badan meningkat atau menurun.ii. Anamnesis khususa. Keluhan utama : dari kasus didapatkan pasien seorang bayi usia 5 tahun yang tampak kuning pada wajah dan badannya.b. Riwayat. Riwayat kehamilan dan persalinanMenggambarkan tempat kelahiran pasien, masa gestasi pasien apakah NCB atau NKB, kelainan bawaan yang ada pada pasien, penyakit kehamilan yang didapat oleh bayi oleh ibunya, mengetahui antropometri pada saat lahir, mengetahui riwayat ikterus dan sianosis yang pernah dialami pasien atau ahli keluarganya dan lain-lain lagi. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.Pada bayi yang baru lahir seing belum dapat dinilai, namun antara aspek yang perlu dititikberatkan antara lain pertumbuhan gigi pertama pasien, pertumbuhan yang didapatkan melalui pemeriksaan antropometri, perkembangan psikomotor pada bayi, di samping perkembangan reflex Moro, Rooting Reflex, Sucking reflex dan lain-lain lagi. Riwayat imunisasiMengetahui apakah bayi pernah mendapatkan imunisasi dasar maupun imunisasi tambahan antara lain imunisasi BCG, DPT, polio, Hepatitis B, Campak, MMR, Hepatitis A, dan Typhus. Riwayat penyakit dahulu. Riwayat penyakit keluarga.

Pemeriksaan Fisik. Status Generalisi. Keadaan umum : tampak sakit ringan, sedang atau berat.ii. Kesadaran : (compos mentis somnolen dll, kontak aktif/negatif)iii. Pemeriksaan tanda vital. Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu tubuh, tinggi badan, berat badan. Pada bayi, normal apabila didapatkan frekuensi pernapasan yang tinggi daripada biasa.1 Data antropometri Berat badan : dari kasus didapatkan 3.2kg Panjang badan : dari kasus didapatkan 50 cm Lingkar kepala Pemeriksaan Sistematis Kepala:melihat apakah ubun-ubun besar dan ubun-ubun kecil belum menutup dan tidak cekung. Perabaan penutupan Sutur Sagitalis, Lambdoidal, Coronaria. Mata:Melihat apakah sklera ikterik. Melihat kelainan pada Telinga, Hidung, Mulut, Leher, Thorax, Jantung, Abdomen, Genitalia Eksternal, Ekstremitas, Kelenjar Getah Bening: Tidak ada kelainan. Kulit: Melihat kuning pada wajah, dahi, badan dan keempat ekstremitas (telapak kaki tidak kuning), menilai turgor dan sianosis pada kulit.1Pemeriksaan Penunjang.Pemeriksaan laboratorium-Kadar bilirubin serum-Selain kadar bilirubin serum dapat dilakukan pemeriksaan anjuran lainnya seperti: Golongan darah dan Rh pada bayi dan ibu. Direk Coombs test pada bayi. Kadar Hb dan Ht. Kadar albumin serum. Pengukuran End Tidal CarbonMonoxide (ETCO) dalam pernafasan. ETCO dapat digunakan sebagai index produksi bilirubin. Pemeriksaan morfologi eritrosit darah tepi. Hitung retikulosit. Test fungsi hati: peningkatan SGOT dan SGPT pada penyakit hepatoselular. Analisis gas darah: Resiko toksisitas sistem saraf pusat meningkat pada keadaan asidosis, terutama asidosis respiratorium.2

Diagnosis.Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.DiagnosisNature of Van den Bergh ReactionJaundicePeak BilirubinConcentrationBilirubin RateofAccumulation(mg/dL/day)Remarks

AppearsDisappearsmg/dLAge in Days

"Physiologic jaundice":Usually relates to degree of maturity

FulltermIndirect23 days45 days1012235Infection: bacterial sepsis,pyelonephritis, hepatitis,toxoplasmosis, cytomegalicinclusion disease, rubellaDrugs: vitamin K

Hepatocellular damage Indirect and directUsually 23 daysVariableUnlimitedVariableVariable can be >5Biliary atresia;galactosemia; hepatitis andinfection

Tabel : Tanda-tanda diagnostik berbagai tipe Ikterus Neonatorum7 Working Diagnosis : Ikterus Fisiologis/ Icterus Neonatorum

Differential Diagnosis :

i. Breastmilk Jaundice (ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI)

BBL yang mendapat ASI lebih cenderung mengalami hiperalbuminemia daripada bayi yang mendapat susu formula. Kondisi ini secara acak dibagi menjadi awitan cepat atau ikterus susu, yang terjadi pada usia 2-4 hari, dan awitan lambat atau ikterus ASI, yang mulai pada usia 4-7 hari. Kira-kira 13%bayi yang mendapat ASI (dibandingkan dengan 4% bayi yang mendapat susu formula) kadar bilirubin mencapai lebih dari 12mg/dl. Pada BBL yang mendapat ASI, kadar bilirubin umunya mencapai puncak yang berkisar 10-30mg/dl yang akan menetap selama 4-10 hari pada kadar tersebut sebelum menurun secara perlahan mencapai kadar dewasa pada usia 3-12 minggu. NKB yang mendapat ASI dari bank donor juga memiliki kadar bilirubin yang secara signifikan lebih tinggi daripada NKB yang mendapat susu formula. Tidak terdapat perbedaan antara angka produksi bilirubin pada bayi yang mendapat susu formula dan bayi yang mendapat susu ASI sehingga tingginya tingkat hiperbilirubinemia tidak berkaitan dengan produksi, tetapi berkaitan dengan konjugasi dan eksresi bilirubin. Ikterus dini berkaitan-berkaitan-dengan ASI yang terjadi pada usia 3-4 hari dapat berkait dengan cairan total dan asupan kalori yang kurang optimal sebelum laktasi berkembang sempurna, karena bayi yang diberi ASI cenderung untuk lebih mengalami kehilangan berat badan pada periode ini. Neonatus yang diberi ASI mengluarkan tinja yang mengandung mekonium lebih sedikit. Pada ikterus ASI awitan lambat, ingibisi eksresi bilirubin hepatic oleh lipase dan oleh asam lemak rantai panjang nonesterifikasi pada ASI dinyatakan tidak terbukti. -glukuronidase juga terdapat di dalam ASI dan dipercaya menyebabkan dekonjugasi bilirubin menjadi bentuk non-polar yang larut di dalam lemak. Bentuk nonpolar ini lebih mudah direabsorpsi, sehingga meningkatkan sirkulasi bilirubin enterohepatik.5

ii. Rh incompatibility/Erythroblastosis Fetalis.Bila sel darah merah yang mengandung faktor Rh disuntikkan ke tubuhorang yang darah nya tidak memiliki faktor Rh, yaitu ke orang dengan Rh negatif,perlahan lahan akan terbentuk aglutinin anti Rh yang akan mencapai konsentrasimaksimum aglutinin kira kira 2- 4 bulan kemudian. Respon imun ini terjadi lebihhebvat pada beberapa orang tertentu dibandingkan orang lain. Dengan pajananfaktor Rh berulang kali, orang dengan Rh negatif akhirnya menjadi sangattersensitisasi terhadap faktor Rh. 4Inkompatibiltas Rh dapat disebabkan oleh isoimmunisasi maternal keantigen Rh oleh transfusi darah Rh positif atau isoimmunisasi maternal daripaparan ke antigen Rh janin pada kehamilan pertama. Pada inkompatibilitas Rh,anak pertama lahirsehat karena ibu belum banyak memiliki bahan bahanpenolakterhadap antigen Rh, asalkan sebelumnya ibu tidak menderita abortus ataumendapat transfusi darah dari orang yang memiliki Rh positif. Akibatnyapasangan suami istrihanya akanmempunyai 1atau 2 anak, sedang anak-anakberikutnya memiliki kemungkinan kelahiran tidak normal atau meninggal. Padawanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risikoterbentuknya antibodi sebesar 8%, sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar16%. Tertundanya pembentukan antibodi pada kehamilan berikutnya lebihdisebabkan oleh proses sensitisasi, yanbg kemungkinan berhubungan denganrespons imun sekunder yang timbul akibat produksi antibodi pada tingkatantertentu. Kurang lebih 1% dari wanita akan tersensitasi selama kehamilan terutama trimester ketiga.4Mayoritas inkompatibilitas Rh terjadi pada janin dengan Rh-positif dari ibu yang mempunyai Rh- negatif Faktor Rh adalah semacam senyawa yang terbentuk dari protein sebagai komponen utama, suatu antigen dalam sel darah merah. Hadirnya faktor Rh membuat sel darah tidakcocok terhadap sel- sel darah yang tidak mempunyai antigen. Jika seseorang dengan Rh-positif, berarti dia mempunyai faktor Rh di dalam darahnya. Jikaseseorang dengan Rh- negatif, berarti dia tidak mempunyai faktor Rh di dalamdarahnya. Sekitar 85% orang-orang mempunyai Rh-positif dan sekitar 15%dengan Rh-negatif.Faktor Rh bermasalah ketika darah dengan Rh-negatifmengalami kontak dengan darah Rh-positif. Sistem immun dari orang dengan Rh-negatif mengidentifikasi darah Rh-positif sebagai penyerang yang berbahaya,suatu antigen, dan dapat memproduksi antibodi untuk melawan darah tersebut.Antibodi adalah substansi protein yang dihasilkan oleh tubuh dalam merespon suatu antigen. Antibodi ini yang mennyebabkan masalah kehamilan.4 Gambaran Klinis : Bayi baru lahir yang ikterik biasanya menderita anemia pada waktu lahir,dan aglutinin anti-Rh dari ibu biasanya bersirkulasi dalam darah bayi selama 1sampai 2 bulan setelah lahir, dan merusak lebih banyak lagi sel darah merah.Jaringan hematopoietik bayi mencoba untuk mengganti sel sel darah merah yangmengalami hemolisis. Hati dan limpa menjadi dangat membesar danmemproduksi sel darah merah dengan cara yang sama seperti normal yang terjadiselama masa pertengahan kehaliman. Karena cepatnya prodiksi sel darah merah,banyak bentuk sel darah merah yang masih muda dan akhirnya rusak.4

Pengobatan : Pengobatan eritroblastosis fetalis pada bayi yang baru lahir memerlukanwaktu yang relatif lama karena harus mengeluarkan semua darah Rh-positif. Sekitar 4000 ml darah Rh-negatif dimadukkan ke dalam tubuh bayi dalam suatu transfusi selama kira kira 1,5 jam atau lebih. Cara ini dilakukan secara berulang ulang pada bayi yang baru lahir dengan waktu yangsudah ditentukan dengan tujuan menjaga kadar bilirubin agar tetap rendah dandapat mencegah kernikterus selama berminggu minggu. Setelah sel darah Rh-negatif dari transfusi ini diganti dengan darah Rh-positif milik bayi, yaitu suatuproses yang memerlukan waktu kira kira 6 minggu atau lebih, maka aglutininanti-Rh yang berasal adri ibu telah di hancurkan.

Pencegahan :Antigen D pada sistem golongan darah Rh merupakan sumber masalahutama yang menyebabkan timbulnya reaksi imun dari darah ibu dengan Rh negatif terhadap darah janin yang dikandung yang memiliki darah Rh positif (atau sebaliknya ). Penurunan angka eritroblastosis yang cukup signifikan dicapaidengan pengembangan globin imunoglobulin Rh, yang merupakan suatu antibodianti-D yang dimasukkan ke dalam darah ibu yang hamil, dan dimulai dari usiakehamilan sekitar 28 hingga 30 minggu.3Antibodi anti-D jugadimasukkan ke dalam darah ibu dengan Rh negatif yang melahirkan bayi dengan darah Rh positif untuk mencegah sensitisasi ibu terhadap antigen D. Hal tersebut sangat mengurangi resiko terbentuknya sejumlah besar antibodi D selama kehamilanberikutnya.Mekanisme yang digunakan globin imunoglobulin Rh untuk mencegah sensitisasi terhadap antigen D tidak sepenuhnya dapat dipahami dan dipastikan.Namun salah satu efek antibodi anti-D adalah menghambat produksi antibodiyang terinduksi antigen dari limfosit Bpada ibu yang hamil. Antibodi anti-D yang dimasukkan juga menempel di tempat pengikatan antigen D pada sel darah merah janin dengan Rh positif yang dapat menembus plasenta dan memasuki sirkulasi ibu. Hal tersebut dengan demikian akan mengganggu respon imun terhadap antigen sehingga darah ibu dan janin akan memiliki jenis rhesus yang sama.3

iii. Ikterus dengan gangguan G6PDDefisiensi G6PD merupakan penyakit dengan gangguan herediter pada aktivitas eritrosit (seldarah merah), di mana terdapat kekurangan enzim glukosa-6-fosfat-dehidrogenase (G6PD).Enzim G6PD ini berperan pada perlindungan eritrosit dari reaksi oksidatif. Karena kurangnya enzim ini, eritrosit jadi lebih mudah mengalami penghancuran (hemolisis). Terjadinya hemolisis ditandai dengan demam yang disertaijaundice (kuning) dan pucat di seluruh tubuhdan mukosa. Urin juga berubah warna menjadi jingga-kecoklatan; ditemukan tanda syok(nadi cepat dan lemah, frekuensi pernapasan meningkat), dan tanda kelelahan umum.

Anamnesis : Dilakukan bertujuan untuk mendeteksi adakah anggota lain yang turut mengalami kondisi yang sama berikutan penyakit ini bersifat herediter. Pemeriksaan fisik : ditemukan gejala seperti pucat, jaundice, mudah letih, sesak napas, jantung berdebar-debar atau hemoglobinuria.1 Pemeriksaan laboratorium: Sampel darah : menunjukkan kandungan haemoglobin yang kurang dan bilirubin yang tinggi di dalamdarah. Peripheral blood smear/blood film menunjukkan wujudnya blister cells. Uji spesifik paras enzimG6PD menunjukkan kandungan enzim yang rendah di dalam darah. Walau bagaimanapun semasa fasa akut, paras enzim di dalam darah mungkin normalatau hampir normal kerana sel yang terbabit semuanya dimusnahkan meninggalkan sel darah merah muda yang mempunyai paras normal enzim G6PD.1Oleh kerana keadaan ini adalah diwarisi daripada ibu yang merupakan pembawa gen tersebut,darah ibu pesakit akan menunjukkan paras enzim G6PD yang rendah daripada normal ataupun sedikit rendah daripada normal. Ini menguatkan lagi diagnosis kekurangan enzim G6PD pesakit.

Etiologi :Punca utama kepada berlakunya masalah kekurangan enzim G6PD ialah mutasi di dalam gen G6PD yang mengeluarkan arahan pembentukan enzimG6PD yang penting dalam melindungi sel-sel darah merah daripada molekul berbahaya yang dipanggil molekul oksigen reaktif (hasil kumuhan sel). Sekiranya mutasi di dalam gen G6PD mengurangkan kuantiti enzim G6PD atau menukarkanstrukturnya, enzim ini tidak lagi dapat memainkan peranannya sebagai pelindung sel darahmerah sekaligus menyebabkan pengumpulan molekul oksigen reaktif yang membawa kerosakan kepada sel darah merah.Hemolisis yang diinduksi obat dapat berat berat pada pasien dan hemolisis intravascular ini dapat sembuh dengan sendirinya dan dapat kembali normal jika obat menghemolisis tidak diberikan lagi.1,7,8

Epidemiologi: Dianggarkan seramai 400 juta manusia seluruh dunia menghadapi masalah kekurangan enzimG6PD. Keadaan ini selalunya berlaku di bahagian-bahagian tertentu Afrika, Asia danMediterranean.Kawasan yang biasanya berlaku malaria juga mempunyai kes kekurangan enzim G6PD yangtinggi.1

Patofisiologi : Masalah kekurangan enzim G6PD ditentukan oleh kromosom resessif X dan hal ini menunjukkan bahawa ramai antara pesakit adalah lelaki.1,7,8

Manifestasi klinis : Bagi kebanyakan pesakit yang menghadapi masalahkekurangan enzim G6PD, hemolitikanemia adalah tidak ketara sehinggalah 48-96 jam selepas pesakit mengambil bahan-bahan yang boleh menyebabkan pengoksidaan seperti aspirin, sulfonamid, ubat malaria(sepertiprimaquin), naftalin dan kacang parang (fava beans). Selain daripada yang tersebut di atas,jangkitan bakteria atau virus juga boleh menyebabkan hemolitik anemia kepada pesakit kekurangan enzim G6PD ini. Gejala-gejala hemolisis yang akut termasuklah kepucatan, jaundis,mudah letih, sesak nafas,jantung berdebar-debar dan hemoglobinuria (hemoglobin dalam air kencing). Bagi BBL,kekurangan enzim G6PD boleh menyebabkan jaundis (kekuningan) yangpatologik. Walaupun ramai yang mempunyai masalah kekurangan enzim G6PD ini, tetapi ramai yang tidak pernah menghadapi gejala-gejala atau tanda-tanda seperti di atas.

Penatalaksanaan: Pengobatan mempunyai tujuan :a. Menghilangkan anemiab. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasic. Meningkatkan badan serum albumind. Menurunkan serum bilirubinMetode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infusealbumin dan therapi obat. Prognosis : Bonamiv. Neonatal HepatitisNeonatus idiopatik merupakan suatu diagnosis ekslusi. Pada bayi-bayi ini terdapat ikterus yang berlangsung lama tanpa stigmata infeksi congenital dan bukti kelainan metabolik. Pada pemeriksaan histopatologik, hepatosit terlihat mengalami transformasi menjadi sel sangat besar yang memiliki multinukleus, disertai daerah nekrosis dan peradangan.65-80% akan sembuh. Gambaran klinis penyakit ini miirip dengan atresia biliaris, tetapi timbulnya feses akolik bervariasi. Pengobatan bersifat supportif, berupa pemberian vitamin yang larut lemak.5

v. CholestaticIkterus kolestatik disebabkan oleh hiperalbuminemia direk, biasanya terjadi sekunder akibat kegagalan eksresi bilirubin terkonjugasi dari hepatosit ke duodenum. Kelainan ini terjadi pada 1 dari 2500 BBL. Penyebab kelainan ini biasanya dibagi menjadi kategori ekstrahepatik dan intrahepatik, tetapi pada masa neonates terdapat banyak tumpang tindih antara kedua gambaran klinis dan biokimia.5

vi. Crigler-Najjar Syndrome : Oleh adanya mutasi di exon, yang menyebabkan tak adanya enzim UDGPT, keduanya menyebabkan peningkatan bilirubin indirek yang berat, tipe II prognosis masih baik karena enzim ini dapat diinduksi oleh fenobarbital. Syndroma Crigler Najjar I : yang merupakan gangguan konjugasi dengan defisiensi UDGPT diturunkan secara autosomal resesif, defisiensi komplit merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl.5 Syndroma Crigler Najjar II : merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu.5

vii. Gilbert Syndrome Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan. Penderita yang terkena mempunyai kemungkinan yang lebih besar dalam memungkinkan adanya faktor ikterogenik yang lain berupa, G6PD defisiensi, sferositosis herediter dan sindroma ini mengakibatkan ikterus yang berkepanjangan.5

2.5 - Gejala dan tanda klinis. Ikterus/Jaundice dapat muncul saat lahir atau pada setiap saat periode neonatal, tergantung penyebabnya. Ikterus biasanya mulainya pada wajah dan seiring dengan kenaikan bilirubin serum berlanjut ke abdomen dan ekstremitas bawah. Muka = 5mg/dL; Mid-abdomen = 15 mg/dL; Telapak kaki = 20 mg/dL

Ikterus dengan kadar bilirubin 13 mg/dLTidak Ikterus

Ikterus neonatal pertama kali muncul di wajah dan dahi. Pemeriksaan dapat dibantu dengan cara menekan pada kulit. Kemudian ikterus akan terlihat pada badan dan ekstremitas. Pola ini disebut juga cephalocaudal. Ikterus akan hilang pada tempat yang berlawanan dengan munculnya ikterus. Fenomena ini secara klinis sangat penting, bila ikterus tampak di tungkai maka merupakan suatu indikasi untuk memeriksa kadar bilirubin serum. Pada kebanyakan bayi pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan warna kuning. Semakin beratnya ikterus akan menyebabkan drowsiness (tampak mengantuk). Pemeriksaan lain yang mungkin ditemukan seperti kejang atau perubahan karakteristik tangisan. Hepatomegali, petechie, mikrocepali yang berhubungan dengan anemia, sepsis dan infeksi kongenital juga harus diperhatikan.1,2

Epidemiologi.Di Amerika Serikat, hampir semua bayi yang baru lahir disertai dengan keadaan bilirubin indirek serum yang tinggi. Insiden bervariasi pada berbagai etnis dan geografi. Insidens tinggi di Asia Timur dan American Indian dan rendah pada African American. Insidens lebih tinggi pada populasi yang tinggal di daerah yang lebih tinggi. Tahun 1984, Moore et al melaporkan 32.7% neonatus dengan bilirubin serum lebih dari 12 mg/dl pada daerah dengan ketinggian 3100 meter.1,7 Etiologi dan faktor resikoPenyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :a. Produksi yang berlebihan :Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.6

b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.6

c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

d. Gangguan dalam ekskresiGangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Secara fisiologis, peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena: Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim -> glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan: Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin. Polisitemia. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir. Ibu diabetes. Asidosis. Hipoksia/asfiksia. Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

FAKTOR RESIKO Neonatal Hiperbilirubinemi Geografi: Insidens lebih tinggi pada populasi yang tinggal di daerah tinggi. Orang Yunani yang tinggal di Yunani mempunyai insidens yang lebih tinggi dibanding dengan orang Yunani yang tidak tinggal di Yunani. Nutrisi: Insidens lebih tinggi pada neonatus yang diberi ASI.Faktor yang lain:a. Faktor Maternal Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASIb Faktor Perinatal Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)c. Faktor Neonatus Prematuritas Faktor genetik Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia Patogenesis dan Patofisiologi.

METABOLISME BILIRUBINPembentukan bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati dan organ lain. Pada reaksi tersebut, terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat larut. Pada BBL (bayi baru lahir), sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme hemeglobin dari eritrosit. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg bilirubin dan sisanya (25%) disebut early labeled didalam sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase), dan heme bebas. BBL akan memproduksi bilirubin 8-10 mgg/kgBB/hari, sedangkan otang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada BBL disebabkan masa hidup eritrosit lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degenerasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat.6

Transportasi Bilirubin Setelah pembentukan bilirubin yang terjadi di RES, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi akan berikatan dengan albumin (bilirubin direk). BBL mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Pada NKB (neonatus kurang bulan), ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemia, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemia. Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas dan beresiko terjadinya neurotoksisitas.Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endolaplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronyl transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Pada BBL didapatkan defisiensi aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun. Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Setelah berada di usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat langsung diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim -glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.6Mukosa usus halus dan feses BBL mengandung enzim glukoronidase yang dapat menghidrolisis menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada BBL, lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin.BBL mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif tinggi didalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis bilirubin glukoronida yang berlebih dan konsetrasi bilirubin yang tinggi ditemukan didalam mekonium. BBL relatif kekurangan flora bakteri untuk mengurangi bilirubin menjadi urobilinogen yang akan meningkatkan pool bilirubin usus. Peningkatan hidrolisis bilirubin konjugasi pada BBL diperkuat oleh aktifitas -glukoronidase mukosa yang tinggi dan ekskresi monoglukorinida terkonjugasi. Pada ikterus fisiologis, peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance bilirubin. Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia sel darah merah. Resirkulasi aktif bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar bilirubin serum, disebabkan oleh penurunan bakteri flora normal, aktifitas -glukoronidase yang tinggi dan penurunan motilitas usus halus.6

Penatalaksanaan.Ikterus FisiologisBayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut: Minum ASI dini dan sering Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO) Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat. Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs: Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar. Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan. Tentukan diagnosis banding

Ikterus dengan HiperbilirubinemiaTujuan utama dalam penatalaksanaan neonatal hiperbilirubinemia adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi.Medika mentosa

1. Albumin :Pemberian albumin dapat mengikat bilirubin indirek. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15 20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar.2. Immunoglobulin intravena : digunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan isoimun dan menurunkan transfuse ganti.1

3. Phenobarbital : Phenobarbital telah memperlihatkan efek yang lebih efektif, dengan merangsang aktifitas dan konsentrasi UPGDT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. Phenobarbital dapat meningkatkan proses konjugasi dan ekskresi dan bilirubin. Pemberian phenobarbital bisa saat prenatal pada ibu atau post natal pada bayi. Tetapi karena efek metabolisme bilirubin biasanya baru tampak pada beberapa hari setelah pemberian phenobarbital, karena kurang efektif dibanding fototerapi dan karena mempunyai efek sedatif maka pemberian phenobarbital secara rutin pada hiperbilirubinemia tidak direkomendasikan.14. Metalloprotoporphyrin : merupakan zat sebagai pencegahan hiperalbuminemia, merupakan analog sintesis heme. Zat ini efektif sebagai inhibitor kompetitif dri heme oksigenase, yang diperlukan untuk katabolisme heme menjadi biliverdin.1

5. Sn-protoporphyrin dan Tin-mesoprotoporphyrin : Pemberian Sn-protoporphyrin juga dapat menurunkan kadar bilirubin. Hal ini karena Sn-protoporphyrin dapat menghambat enzim heme oksigenase. Efek pemberian Sn-protoporphyrin jangka panjang belum diketahui sehingga diperlukan evaluasi klinis yang lebih lanjut.

6. Inhibitor glukoronidase : pemberian inhibitor glukoronidase pada bayi sehat NCB yang mendapat ASI dapat meningkatkan pengeluaran feses dan ikterus menjadi berkurang.1

Non- medika mentosa

1. Terapi SinarPengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer tahun 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerasisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresikan oleh hati ke dalam saluran empedu.Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg/dl dan pada bayi dengan proses hemolisis yang ditandai oleh adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi tukar.Pada saat penyinaran diusahaka agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi diubah-ubah setiap 6 8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata dan gonad bayi ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya. Selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi dipantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar biirubin menurun kurang dari 10 mg/dl. Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi siar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.1,22. Transfusi TukarBahaya dari hiperbilirubinemia adalah terjadinya kernikterus yang dapat menimbulkan kelainan menetap pada bayi. Keadaan ini perlu dihindarkan dan transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat bilirubin inditek dalam tubuh. Tujuan transfusi tukar selain menurunkan kadar bilirubin indirek, juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Tindakan transfusi tukar hanya dilakukan apabila pada suatu saat dijumpai kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Beberapa keadaan lain yang memerlukan transfusi tukar adalah kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg/dl dan kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl atau apabila terdapat peninggian bilirubin yang terlalu cepat (1mg/dl tiap jam). Pada bayi yang menderita asfiksia, sindrom gawat nafat, asidosis metaboik, tanda kelainan susunan saraf pusat dan bayi dengan berat badan kurang dari 1500 gram dapat pula dipertimbangkan untuk dilakukan transfusi tukar walaupun kadar bilirubin belum mencapai 20 mg.dl. Hal ini dilakukan karena keadaan tersebut bilirubin mudah melalui sawar otak.1,2Pencegahan.I. Pencegahan Primer Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sekurangnya 8-12 kali sehari untuk beberapa hari pertama Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dextrosaatau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.II. Pencegahan SekunderSemua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa. Jika golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negative, dilakukan pemeriksaan antibody direk (Tes Coombs), golongan darah dan tipe Rh darah tali pusat bayi. Jika golongan darah ibu , Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan tes golongan darah dan Tes Coombs, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap resiko sebelum keluar RS dan tindakan lanjut yang memadai.Selain itu, harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.III. Evaluasi laboratorium Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikteris dalam 24 jam pertama setelah lahir. Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus yang berlebihan. Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai umur bayi dalam jam.IV. Penyebab kuning Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk harus dilakukan analisis dan kultur urin. Bayi sakit dan ikterus pada 3 minggu harus dilakukan pmeriksaan bilirubin total dan direk untuk mengidentifikasi adanya kolestatis. Pemeriksaan G6PD dianjurkan untuk bayi ikteris yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau emis/asal geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau bayi dengan respon fototerapi buruk.V. Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat.VI. Kebijakan dan prosedur rumah sakit RS harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orang tua mengenai kuning, perlunya monitor terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan.VII. Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat ASI Observasi semua fase awal bayi, pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika fese keluar dalam waktu 24 jam. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin.

Komplikasi.KernicterusBahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.

Prognosis.Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.

PENUTUP KesimpulanIkterus sendiri sebenarnya adalah perubahan warna kuning akibat deposisi bilirubin berlebihan pada jaringan; misalkan yang tersering terlihat adalah pada kulit dan konjungtiva mata. Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.

Kritik dan SaranDalam penulisan makalah ini apabila ada kesalahan yang tidak di sengaja maupun yang di sengaja mohon saran dan kritik untuk menyempurnakan dalam penulisan dan susunan kata kata yang telah dijadikan dalam bentuk makalah.

DAFTAR PUSTAKA1. Nelson W. E., Jaundice and Hyperbilirubinemia on the Newborn, Nelson Textbook of Pediatrics, 17th edition, W. B. Saunders Company, United States of America, 2004, page 592 598.2. Markum A. H., Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal 313 317.3. Hall and Guyton, Bilirubin formation and excretion, Textbook of medical physiology, 11th ed . Jakarta : CV EGC, 2008, page 473-4774. Salem L. Rhincompatibility, 2001. Diunduh dari : http:// www. Neonatology.org. June, 18th, 2011.5. Akinbi H, Ikterus pada bayi baru lahir, dalam buku pedoman klinis pediatric, Pen. buku kedokteran EGC, 2005 , hal 473-906. CJ Elizabeth , Keadaan penyakit atau cedera dalam Buku saku patofisiologi Corwin, Ed 3, Pen. buku kedokteran EGC, 2007, hal 661-37. David H, Derek IJ Penyakit hati dalam Dasar-dasar pediatric Ed 3, Pen. Buku kedokteran EGC, 2008, hal 163-708. Sankaran K, Pearlman, Neonatal jaundice in Residents handbook of neonatology, 3rd ed, BC decker inc, 2007, page 220-39

1